Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Terlahir Kembali! (No Sara)

Ace-sama

Semprot Baru
Daftar
27 Feb 2019
Post
40
Like diterima
420
Bimabet
Ehmm..

Halo, halo, halo para suhu sekalian! Ini adalah cerita perdana saya sebagai member forum, yang sebelumnya hanya seonggok Silent Reader. Cerita ini murni hanyalah khayalan saya saja ya suhu. Untuk kesamaan nama, tempat, tokoh, maupun mulustrasi adalah ketidaksengajaan saya. Dan untuk foto-foto mulustrasi saya mengambil secara acak tanpa tahu itu siapa dan dimana keberadaannya baik di Real Life maupun di forum guys. Dan, terakhir karena basic cerita lebih ke action and super power saya minta maaf jika nanti dibagian Sex Scene nya ada yang kurang, yah sebisa mungkin ane selipin hehe. Jadi saya mohon kerja samanya, untuk keberlangsungan cerita ini. Sekian, Enjoy~ Aman!

Upload dari ponsel hehe
 
Prolog.


Apa yang harus aku syukuri? Jelek! Dekil! Hitam! Bukankah tuhan itu adil? Omong kosong! Selalu dibully! Itu yang kurasakan dari aku mengenal pertemanan hingga aku lulus SMA, tidak ada yang tulus berteman dengan orang sepertiku, yang terlahir jelek dan tak ada kelebihan apapun. Aku sering berteriak kesal saat melihat diriku sendiri pada sebuah pantulan kaca. Percintaan? Hah?! Hahaha semua perempuan takut, bahkan jijik melihatku! Mengenaskan! Tidak berguna!


Tuhan tidak adil! Aku ingin terlahir kembali!
 
Daftar Isi
UPDATE : Tiap Weekend


Bab 1 - Terlahir Kembali
Bab 2 - Kehidupan Baru
Bab 3 - Mengamuk! (Page 3)
Bab 4 - Universitas Bima Sakti Indonesia (Page 5)
Bab 5 - Malam yang Panjang (Page 7)
Bab 6 - Malam yang Panjang Part 2 (Page 9)
Bab 7 - Siapa Aku dan Siapa Musuhku? (Page 11)
 
Terakhir diubah:
Bab 1 – Terlahir Kembali


Apa karena aku jelek dan dekil?


Hanya kedua orang tuaku yang mengatakan aku itu tampan dengan tulus, bahkan bibi dan pamanku tidak. Kini mereka sudah tiada dan bibiku yang mengurusku dengan seenaknya. Entah dia berniat merawatku atau tidak, tapi kurasa dia hanya mengincar warisan ibuku.


Sepulang acara lulusan aku segera menjauh dari mereka, orang-orang munafik yang hanyalah datang saat susah dan membuangku saat sudah tidak berguna.


“Haahh ...”


Kuhela nafas panjang supaya perasaanku tenang, tidak ada gunanya memikirkan mereka, sekarang aku sudah lulus, aku harus mendaftar ke universitas favoritku. Dan melupakan mereka. Saatnya pulang dan istirahat.


Sesampainya dirumah bibiku, aku segera masuk dan mengunci kamarku dan segera berganti baju lalu aku melihat kaca di lemari.


“Karena aku jelek, semua orang membenciku?”


Tuhan adil? Yang benar saja.


“Hei, anak tiri! Kalau mau makan kau masak sendiri! Bibi mau arisan!”


Cih. Aku segera memakai jaketku dan keluar rumah untuk mencari makan, aku tidak tahan dengan bibiku yang galak itu. Semua kulakukan sendiri. Memasak makananku, mencuci bajuku, dan menjahit bagian bajuku yang sobek. Benar-benar memuakan, dia memakan uang milik ibuku tapi memperlakukanku seperti gelandangan.


BANGSAT! Teriakku dalam hati.


Kupercepat langkahku menuju warteg di seberang jalan. Saat aku masih tenggelam dalam pikiranku, kurasakan tubuhku membentur sesuatu yang keras kemudian rasanya seperti terbang, kakiku mati rasa dan beberapa saat punggungku menabrak sesuatu yang keras dan panas. Apa ... yang terjadi?


Pandanganku kabur namun ... Ah aku ditabrak sesuatu, rasa sakit mulai terasa di sekitaran tubuhku dan kakiku kesemutan sekarang. Di luar sangat ramai ya. Sayup-sayup terdengar suara orang yang kukenal.


“Hei, culun! Hahaha!”


“Jangan mengangguku!”


Mereka tertawa dengan gembira, salah satunya merebut bukuku.


“Kembalikan itu punyaku! Ibuku yang memberikannya.”


Ini? Ingatanku saat SD. Jadi ini adalah kenanganku ya. Aku tahu selanjutnya, aku terpaksa berkelahi demi buku tulis itu. Meski aku babak belur setidaknya aku berhasil merebutnya. Refleks, aku tersenyum karenanya.


“Kamu anak kecil sudah berani berkelahi ya!” Ucap guru pembimbing kelasku.


Aku ingat sesuatu, seseorang akan melihat kenangannya yang paling membekas saat dekat dengan ajalnya. Ah berarti ...


“Ha-habisnya-“


“Diam! Ibu tidak mau mendengar apapun lagi, sekarang ibu akan hukum kamu ...”


Aku kecil pulang dengan menangis sambil memeluk buku kesayanganku. Sesampainya di rumah, ibuku tersenyum dengan ramah dan mengobatiku dengan lembut.


Aku tersenyum lagi. Ibuku. Aku merindukannya wanita paling cantik yang pernah ku lihat. Kurasakan tubuhku mulai lemas, dan bibirku bergerak kaku.


“Teri ... ma, kas ... ih, ibu.”


Semuanya perlahan menjadi gelap.


“Kalau kuingat kau pernah mengatakan bahwa Tuhan itu tidak adil? Benar bukan?”


Siapa? Orang ini? Apa dia malaikat maut? Dia tampak cukup aneh bahkan jika disebut seorang malaikat, menggunakan setelan Tuxedo berwarna hitam metalic dan topi high top, ia memiliki wajah yang ceria namun sedikit pucat.


“Apa kau ingin terlahir kembali dengan fisik yang sempurna? Tampan? Tinggi? Putih dan bersih?”


Mulutku kaku dan dingin. Bisakah aku lahir kembali? Atau ini hanyalah jebakan dari iblis. Matanya berwarna merah cerah, pasti dia iblis!


“Aku bisa mengabulkan nya, tapi dengan satu syarat, bagaimana?”


Aku bisa hidup lagi? Apakah benar? Aku kebingungan karenanya.


“Kuanggap kau setuju, syarat yang harus kau lakukan adalah ...”


Tu-tunggu ... Kenapa bisa memutuskan kalau aku setuju, hei!


Pandanganku kabur, mulutnya bergerak tanpa suara. Mahluk itu kemudian tersenyum dengan liciknya dan kemudian ...


“Bgahhk!”


“Dia sudah sadar, Dok!”


Aku ... terbangun?
 
Bab 2 – Kehidupan Baru


Beberapa jam yang lalu, aku tersadar dari mimpi anehku bertemu dengan seseorang, kini aku masih dalam posisi tidur dimana hampir seluruh tubuhku dibalut dengan perban, bahkan untuk menggerakkan sedikit sendiku terasa ngilu. Tapi, entah untuk pertama kalinya aku bersyukur bahwa aku masih hidup. Meski tidak jelas mengapa aku sampai terluka parah seperti ini namun aku benar-benar lega masih bisa merasakan yang namanya bernafas. Benar-benar menenangkan.


Pintu putih itu terbuka dan seorang perawat yang cukup cantik masuk dan sedikit terkejut bahwa aku sudah sadar.


“Anda sudah siuman, pak?” Tanyanya sambil mendekat.


“I ... Iya.” Ucapku pelan.


Kuusahakan untuk menjawab sekuat mungkin, meski rasa kaku dan sedikit gatal menggangguku hingga saat ini. Perawat itu tampak mengganti infusku dan ia mengisi beberapa formulir disampingku, dan mata ekorku terus mengikutinya.


“Apa Anda mengingat identitas Anda, pak?”


Kepalaku berdenyut-denyut, ah sakit. Aku meringis menahan getaran itu, tubuhku tidak ada yang bisa digerakkan kecuali leher dan bola mata. Seharusnya aku ingat namaku, kok sekarang jadi lupa sih? Apa mungkin aku amnesia? Kesadaranku sudah sepenuhnya terkumpul namun aku belum bisa mengingat kenapa aku di rumah sakit dan apa yang terjadi padaku.


“Tidak perlu dipaksakan, pak. Ingatan anda akan kembali dengan sendirinya.”


Beberapa hari setelahnya, aku sudah bisa duduk dan menggerakkan tanganku meski masih sedikit susah. Tapi syukurlah setidaknya keadaanku membaik. Menurut apa yang dikatakan dokter yang merawatku, aku merupakan korban kecelakaan tabrakan mobil, dan kondisiku benar-benar kritis saat itu. Untunglah aku bisa selamat dan mulai membaik secara perlahan.


“Satu-satunya identitas yang ditemukan tentang Anda adalah dompet ini, pak.” Perawat itu menyerahkan sebuah dompet kulit kepadaku.


Aku menerimanya, dan saat kubuka sebuah kartu tanda penduduk terpampang jelas dan masih utuh bentuknya.


“Dimas ... Putra Pratama?”

Aku melihat data-datanya dengan seksama meskipun perban di wajahku terasa sedikit menganggu. Tanggal lahir 10 Januari 1998, Golongan darah O, dan sebagainya. Apakah ini beneran aku?


“Ini aku?”


Keraguanku makin bertambah banyak ketika melihat foto kartu itu, seorang pria rupawan, putih, bersih memakai baju kemeja kotak-kotak tersenyum menatapku. Sial, entah kenapa aku sedikit iri melihat laki-laki ini. Benar-benar sempurna.


“Punya siapa ini?” Tanyaku.


“Bukankah ini punya Anda.”


Heh?


Seminggu setelah saat aku tersadar, perban-perban mengganggu ini mulai dilepas oleh perawatku. Aku melihat diriku di sebuah pantulan kaca dan seketika aku agak terkejut dengan wajah yang kumiliki.


Aku ... Tampan?


Apa yang terjadi? Putih dan bersih. Kulitku, perasaanku kulitku bukanlah seperti ini. Aku meraba-raba wajahku dan mencubit-cubit pipiku. Aduh, sakit. Ini kenyataan. Seketika kebahagiaanku meluap entah mengapa.


Kepalaku berdenyut-denyut dengan kuat, sial sakit sekali! Ingatanku kembali! Oh, iya aku sedang keluar dan tiba-tiba aku sekarat tanpa tahu apa yang terjadi saat itu, dan juga aku bertemu pria tegap berwajah pucat mengenakan setelan Tuxedo berwarna hitam. Ah begitu.


“Anda sudah diperkenankan untuk berjalan, Pak Dimas. Saya akan menuntun anda.” Perawat itu menarikku pelan.


Dan akhirnya aku bisa berjalan dengan lancar.


Keesokan harinya.


Dokter mengatakan bahwa aku sudah bisa pulang dan ada seseorang yang ingin bertemu denganku. Mereka menyuruhku untuk menuju ke sebuah ruangan diujung lorong, sesampainya disana aku terkejut ketika seorang polisi dan seorang pria menyambutku dengan ramah dan menyuruhku untuk duduk.


“Anda bisa duduk di sebelah sini.” Kata polisi itu sopan.


Seorang pria di sebelahnya tertunduk takut.


“Bisa kita mulai?”


Aku mengangguk.


Diskusi itu berjalan lancar, dimana seorang pria yang duduk di sebelah polisi itu adalah orang yang menabrakku saat di jalan, dia menyesal dan berniat mengurusku hingga kondisiku kembali seperti semula, yang artinya aku akan tinggal di rumahnya. Aku pun menolak dan cukup menggantikan hal apa pun yang disebabkan oleh kecelakaan tersebut.


“Kurasa sudah semuanya disampaikan dan syukurlah semua berjalan lancar.” Senyum polisi itu.


Kami berjalan keluar dari ruangan diskusi dan polisi itu segera pergi meninggalkan aku berdua dengan orang bernama Setyo ini. Pak Setyo adalah orang yang menabrakku dan membuatku sekarat selama hampir sebulan, namun entah kenapa aku merasa senang, fisikku sekarang sudah berubah dan rasanya aku ingin berteriak kegirangan. YES!


“Terima kasih Pak Setyo. Terima kasih.”


Aku menjabat tangannya sambil tersenyum, impianku sekarang sudah terwujud. Tampan, tinggi, putih dan bersih. Ah, benar-benar sempurna. Dia tampak terkejut dengan sikapku, kemudian ia membalas jabatan tanganku sambil terus meminta maaf.


Setelah bertanya pada administrasi rumah sakit, ternyata aku ada di sebuah kota di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, daerah ini berbeda dengan asalku sebelum 'terlahir kembali' dan Pak Setyo sebagai bentuk pertanggungjawaban memberiku sebuah kartu ATM miliknya.


19:34 WIB.


Setelah beberapa jam berkeliling aku mendapatkan informasi tentang kos-kosan di kota ini dan mungkin karena aku baru saja lulus SMA, aku akan mendaftar untuk kuliah tapi ijazahku bagaimana ya. Apa bisa mendaftar tanpa ijazah?


Aku merasakan perutku protes karena lapar, setelah mengambil beberapa lembar dari ATM aku segera menuju ke sebuah warung indomie.


“Eh?”


Sepertinya aku mengenal gadis itu, tapi dimana.


Pandanganku tertuju padanya yang saat itu membeli nasi bungkus, wajah cantik sedikit tembem dengan kacamata bulat dan sebuah kerudung merah maroon yang lembut.


“Ini a' uangnya.” Suaranya lembut.


“Terima kasih ya, neng.” Balas pemilik warung itu.


Gadis itu berlalu kemudian menghilang di sebuah gang yang cukup gelap. Aku segera mengalihkan pandanganku ke arah paman pemilik warung.


“Siapa a'? Cantik bener?” Tanyaku.


“Namanya Diana, penghuni kost di sekitaran sini, sering dia mah kemari kalo malam buat beli nasi.” Jelas pria itu.


Aku ngangguk-ngangguk mengerti. Diana ya, hmm bagiku dia sangat cantik dan manis. Wajahnya benar-benar manis dan kacamatanya terkesan imut, mungkin hanya hiasan saja. Tapi, entah kenapa sepertinya aku pernah mengenalnya di suatu tempat. Setelah selesai membayar aku melihat ke arah paman pemilik warung itu.


“A’, katanya ada universitas deket sini ya?”


“Oh ada, lumayan gede lagi. Namanya Universitas Bima Sakti Indonesia (UBSI). Sampean ikut jalan ini lurus terus nanti kelihatan sebelah kiri.”


“Oh, begitu ya. Suwun lho a' pamit pulang dulu ya.”


Pantes banyak kos-kosan dan laundry dekat sini. Apalagi disini ada jalan besar yang digunakan untuk semua transportasi. Jika kuingat lagi, kota tempatku tinggal itu adalah sebuah kota kecil dibandingkan dengan kota ini. Dan, bagaimana caraku untuk mendaftar kuliah di sana ya. Aku pengen banget kuliah! Apalagi dengan fisikku sekarang.


Aku putuskan untuk lewat gang yang tadi Diana masuki siapa tahu aku bertemu dengannya. Aku melihat ke layar ponselku, dan jam menunjukkan pukul 9 malam.


“Yah, sekali-kali jalan sekitar sini-”


Telingaku mendadak menengang saat mendengar sebuah suara wanita dari belokan di ujung gang ini. Dan saat aku mendekat untuk menguping lebih jelas...


“Di-diana?!”
 
Nyimmmaaakkkk
Kirain masih jelek tp dengan keberuntungan maksimal hejeheh
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd