Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA SECRETUM TENEBRIS (UPDATE PAGE 103)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Thanks ya Subes
Begitu menguras emosi reader,gak terasa sering di ulang pada paragraf tertentu untuk sekedar memahami getaran dan tekanan emosi Luna dan Alvaro.
Terkadang cinta dan sayang, nggak bisa di arah arahkan kemana mau kita,karena cinta memaksakan rasanya lewat detak detak jantungmu,mengalir dalam aliran darahmu dan setiap tarikan nafasmu.

Dimanakah cinta berada
Di palung samudra terdalam
Di langit lapis terluar
Di puncak gunung tertinggi
Ataukah diujung kutub terdingin

Kenapa wahai cinta
Rasa ini begitu indah
Melebihi indahnya purnama

Kenapa wahai cinta
Wangi ini begitu harum
Melebihi wanginya kasturi

Kenapa wahai cinta
Hati ini begitu nyaman
Melebihi nyamannya bercinta

Kenapa wahai cinta
Dia datang setelah semua terlambat

Kenapa wahai cinta
Dia tak abaikan saja aku

Kenapa wahai cinta
Dada ini terasa sesak menghimpit

Luna

Sekali thanks ya suhu @JilboobWarior
sek tak mertapa menjadi pribadi Dr. Alvaro, akan ku curahkan isi hatinya
 
Aku sudah berlari

Mengejar yang tak pasti

Mengejar kamu... hanya dirimu...

Tapi engkau terus pergi

Tapi engkau terus berlari





Episode VI

Ultimo Quarto




“Anngghhh… yeaa.. yess Pa… hnnnggghh… terus, iya kaya gitu…“ desahanku terdengar ke seluruh penjuru kamar.

Malam ini, aku kembali bercumbu dengan Ravi. Berbagi kehangatan. Dan menyalurkan hasrat yang tertumpuk.

Aku butuh pelampiasan. Nafsu sex yang berhari-hari tak terpuaskan. Ditambah dengan meningkatnya tekanan pekerjaan dan bertambahnya beban pikiran karena banyaknya misteri tentang Ravi. I need relieve. I need release. I need sex…



Ravi nampaknya tersulut birahi karena melihat responku di ranjang sehangat ini. Dia terus memompa penisnya ke dalam vaginaku. Keras dan cepat.

Just like I need it. Just like I want it…



Sekujur tubuhku penuh dengan bekas cupangannya. Mulut Ravi menjelajahi setiap senti tubuhku, dari ujung kepala hingga ujung kakiku.

“Yesss.. Luna… memekmu menggigit sekali malam ini. Seolah tak ingin melepaskanku. Berkedut-kedut nikmat membungkus penisku… hnnggghh” Ravi meracau sembari terus melesakkan penisnya dalam-dalam ke vaginaku.

“Annhhgg… iya Pa.. terusin… enak… ahh” pikiranku kupaksa berfokus pada kenikmatan jasmani.

Bila aku tetap terkurung dalam lingkaran setan beban pekerjaan, tidak akan kudapatkan kelegaan yang kudambakan. Bahkan kepuasan bercinta pun akan jauh dari gapaian.



Tak puas hanya diam berbaring dalam posisi missionary, aku mengambil inisiatif untuk mengubah posisi.. aku mendorong badan Ravi, memposisikannya di bawahku, sedang aku berpindah naik ke atas tubuhnya.

Setelah aku duduk diatas selangkangan Ravi, aku memposisikan penisnya kembali ke depan vaginaku. Menggeseknya dengan perlahan di permukaan labiaku. Mencoba memberikan sedikit kelembapan ke batang penisnya lagi. Supaya pada saat penetrasi nanti aku tidak terlalu merasakan perih.



Awalnya Ravi nampak cukup terkejut, karena aku mengambil inisiatif sejauh ini. Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku tenggelam dalam nafsu birahi sedalam ini. Akhir-akhir ini selalu Ravi yang pegang kendali dari awal sampai akhir hubungan sex.

Namun karena diapun merasakan kenikmatan yang sama, dia tak banyak ambil pusing dan hanya menikmatinya saja.



Kemudian aku mengarahkan seluruh perhatianku pada penis Ravi. Membelainya lembut. Dari pangkal hingga ujung puncak penisnya. Mengocoknya perlahan seraya mendengar desahannya yang makin menggema.



“Hooo… iya Luna… betul itu… harus seperti ini kamu melayani aku... Aku suamimu. Yang bisa memuaskan dan memenuhi nafsumu… “

Huh… Memenuhi nafsu? Mungkin saja… tapi memuaskanku?? Hahahahaha… andai kamu tahu apa yang kurasakan Ravi…



Aku berkali-kali kau kecewakan diatas ranjang. Kamu puas iya. Ejakulasi iya. Tapi aku? Pernahkah aku kau puaskan?

Kamu yang sehabis sex selalu tertidur pulas… kamu yang sehabis sex lebih memilih untuk mencari keberadaan handphone mu, dibanding memeluk istrimu sendiri… kamu yang bahkan tak peduli untuk menanyakan perasaan istrimu… kamu yang hanya memikirkan dirimu sendiri dibanding istrimu…

Dalam otak egoismu tidak ada konsep benar-salah, pantas-tidak. Hanya penuh dengan ‘saya’, ‘saya’ dan ‘saya’.

Kamu yang seperti itu berpikir telah memuaskanku?

Mimpi macam apa itu. Grandiose sekali kau menilai dirimu sendiri…



Ah sudahlah… buat apa aku merusak mood ku sendiri. Tujuan awalku mengajak dan merayu Ravi malam ini adalah untuk memperbaiki perasaanku. Membenahi pikiran kusutku.



Just have to cherish what I have for now…

Make the most of anything that I have…




Kembali kupusatkan perhatianku untuk mencapai kepuasan. Mencapai orgasme.

Kuarahkan penis Ravi tepat ke liang vaginaku… dan sleeppphh, aku memasukkannya dalam… seluruhnya langsung... dalam 1 gerakan..



“Hngghh… yess” desisku… aku selalu menikmati sensasi ini. Sensasi penuh yang memuaskan hasrat terdalamku.



“aahhh… ya Luna… rasakan penisku… take it deep… semuanya… hhhh“ Ravi mulai meracau

Aku menggerakan dan menggoyangkan pelan pinggulku. Mencari kenikmatan yang cukup sulit untuk kudapat.

Kedua tanganku kujadikan tumpuan untuk menahan beban tubuhku. Kuposisikan kedua tanganku menumpu ke kedua paha Ravi. Agak kurang nyaman memang, tapi aku tahu posisi ini membantu membusungkan dadaku. Menonjolkan kembali lekuk payudaraku. I feel sexy doing it… aku terus memompa badanku diatas badan Ravi. Tangan Ravi hanya tergeletak lemah di samping tubuhnya, hanya sesekali bergerak kearah payudaraku untuk meremasnya.

“ohh.. yess.. terus Lun… enak banget goyanganmu… sedot terus penisku dengan memekmu itu...”



Aku kemudian mencumbu bibirnya. Mencoba menguasai dan mengendalikan ritme ciuman kami. French kiss yang sangat liar. Hingga liur kami menetes keluar. Dan aku menjilatnya, mengikuti alirannya dengan lidahku hingga ke leher Ravi. Aku meninggalkan kissmark tepat di regio carotisnya… tempat yang pasti akan meninggalkan bekas merah yang sangat kentara karena derasnya aliran darah kesana.



“Hmmphh… yess… yes Pa.. pompa aku pa.. please…” aku mulai merasakan kenikmatan tiada tara. Terlebih karena aku tahu, akulah yang memainkan ini semua. Akulah yang memimpin permainan malam ini.



Non ducor duco…

I’m not led, I lead…




Kedua tanganku beralih naik.. membelai rambut Ravi. Menyusuri leher jenjangnya. Dan menempatkannya diatas dadanya. Tepat pada kedua pectoralisnya. Persis dimana aku membutuhkan tumpuan untuk terus menggoyangkan pinggulku.



Sleppp.. slepp.. sleppp…

Kurasakan makin basah dan makin hangat bagian selangkanganku. Tempat hasrat kami beradu.

Usil tanganku memainkan dan memilin kedua puting Ravi. Lembut. Dengan tekanan dan kekuatan yang pas untuk makin membuatnya bergairah. Membuatnya makin bersemangat memompa penisnya masuk kedalam vaginaku.



“Arggghh…. Yaaaa.. yess Luna… Hmmmhh… my smart bitch… pinter kamu muasin suamimu… umnghhh… dikit lagi Lun… FUCKK!!”



Pompaan dan goyangan Ravi makin menggila… kedua tangannya erat menahan pantatku. Menekannya keras untuk melesakkan penisnya makin dalam ke memekku. Ya… dia paling suka ejakulasi dengan deep penetration… merasakan seluruh batang penisnya berkedut dan menghangat di bagian terdalamku. Dan dia tak butuh waktu lama setelah itu untuk ejakulasi. Seluruhnya dia tumpahkan ke dalam….



“hmmmhhh… yes Pa… makasih udah keluar di dalam memekku” desahku seraya merebahkan badanku keatas badan Ravi.



Tak sampai semenit dalam posisi ini, Ravi sudah bergerak mendorong badanku turun dari badannya. Tidak ada pelukan. Tidak ada ciuman. Tidak ada ucapan sayang. Tidak satupun.



“hnnggghh.. turun Lun.. sadar ga sih badan kamu tu berat. Dan ini gerah banget keringetan. Sana geser dikit napa…” gerutu Ravi.



Cihh.. aku hanya bisa kesal dalam hati. Masih untung dia mau meladeni permintaanku berhubungan sex malam ini. Meski tanpa sekalipun dia memanggilku dengan panggilan sayang.



My bitch. My lovely bitch

Ya. Itulah panggilan Ravi untukku yang selalu dia gunakan saat kami berhubungan intim.



Awalnya mungkin aku tak ambil pusing dengan pilihan nama panggilan itu. Tapi lama kelamaan, hatiku meradang juga dibuatnya…



Bitch. Itukah derajatku dimatamu? Tak lebih? Bahkan memanggilku ‘sayang’ saja tak pernah kau lakukan.

Seperti itukah kau perlakukan istrimu sendiri? Yang bahkan sudah melahirkan anakmu?



Semakin kupikirkan, semakin dongkol rasanya hatiku. Terlebih karena aku belum berhasil mencapai orgasme ku tadi. Sekilas kuarahkan pandanganku ke Ravi, dia sudah meringkuk dalam selimutnya, dengan posisi memunggungiku. Aku berani bertaruh tak butuh lebih dari 5 menit dan Ravi akan mulai mendengkur.



Melihat bahwa Ravi tak akan bergeming setelah ini. Aku kembali berpasrah kalau aku harus mengandalkan diriku sendiri untuk mencapai kepuasan. Mencapai orgasme.



Aku beranjak turun dari ranjang, dan berjalan ke kamar mandi yang terhubung ke kamar tidur ini dengan masih telanjang bulat. Memanjakan diri di kamar mandi menjadi satu-satunya opsiku. Ravi tidak akan suka kalau mengetahui aku masih bermasturbasi setelah berhubungan sex dengannya. Dan kembali ke kamar tidur Phoebe bukanlah jawaban. Salah-salah malah dia nanti terbangun dari tidurnya karena terganggu desahanku.



So, bathroom it is… shower sex it is…

Kunyalakan pancuran shower diatas kepalaku, yang segera mengguyur seluruh badanku seperti hujan. Kuatur suhu air sesuai dengan seleraku. Hangat yang cenderung panas. Almost scalding, but not yet. Sensasi suhu panas yang menghantam kulitku, membuatnya berwarna semu kemerahan selalu berhasil membawa sensasi nikmat pada tubuhku.



Tak membuang waktu aku segera meregangkan badanku. Kembali kulanjutkan memanjakan tubuhku… kuraba pelan payudaraku dengan 1 tangan ku, sedang yang lainnya membelai lembut pahaku. Derasnya aliran air yang mengguyur tubuhku semakin membuat badanku terasa rileks. “mmmmhhh” aku mulai mendesah merasakan kenikmatan melanda tiap senti tubuhku.

Tanganku bergerilya meraba dan meremas seluruh badanku. Mencari area-area sensitif dan merangsangnya dengan tepat. Belakang telinga. Turun ke leher. Ke kedua payudaraku, kemudian memainkan puting pink kecoklatanku… Kurasakan putting mulai menonjol keras, tanda aku sangat terangsang.



Jemariku menari menyusuri betisku, naik ke pahaku, dan meremas kedua bokong indahku. Sadly I can’t spank myself. Tapi hanya dengan membayangkannya saja, aku merasakan nafasku mulai memburu. Ya, badan indahku, asset yang sangat kubanggakan… yang selalu terasa begitu indah dan merangsang diriku…setelah puas bermain dengan payudara dan meremas pantatku, jemariku kembali berfokus menstimulasi putingku…kucubit pelan putingku “mmhhh akhhh..mhh” pekik ku … Rangsanganku pada diriku selalu berhasil membuatku semakin ingim segera meraih orgasmeku… orgasme yang sudah tertahan beberapa waktu…



Vagina ku mulai terasa berdenyut, terasa hangat dan dengan deras mengalirkan cairan kenikmatan. Tangan kiriku perlahan kuarahkan menuju ke belahan vagina ku… aku sudah tak tahan dan ingin segera memompa vaginaku…

”ahhhhh shhhh mmhhhh” aku tak mampu menahan desahku….perlahan kumeraba bagian luar vagina ku, kusingkap labia minornya perlahan dengan jari telunjuk dan jari manisku, memposisikan jari tengahku tepat di liang vaginaku untuk nanti kugunakan mempenetrasi dalam vaginaku… ibu jariku dan bantalan telapakku kutempatkan tepat diatas area clitorisku…

dammn……fuckkkk…this is so good…ahhnnenak bangettt… hhhh” sentuhan yang tepat tak ayal langsung membuat kedua lututku sendiri terasa lemas…



Aku segera memasukkan jari tengahku ke dalam vagina ku dan mulai mengocoknya… perlahan diawal, dan segera setelah aku bisa merasakan vaginaku berkedut dan makin basah oleh cairan nafsuku yang makin banyak mengalir…semakin cepat aku mengocoknya….



“mm….akhh..ushhhh..ahhhhhh yesss….fuck fuck fuck…..fuckkkkk..akkkh….” tanganku terasa sangat hangat malam ini. Sensasi hangat yang sangat familiar, karena sensasi itu terasa sangat baru dan segar dalam ingatanku.

Bersama dengan itu, hidungku seraya mencium wangi parfum musk yang sangat menyamankanku, dan membawa sejuta memori dalam benakku. Apa ini….



Sesaat sebelum aku tahu aku akan mencapai puncakku, tubuhku mengejang, aku meremas keras payudara ku dan terbersit dengan sangat jelas dalam otakku…. Sosok dokter Alvaro, dengan kehangatan genggaman tangannya, dengan aroma wangi musk yang khas dari tubuhnya. Dan seketika itu juga aku mendapatkan orgasme ku...



“Yesss… hghh…. hhghh.. ahhnmnnh… Fuck..” pekikku seraya nafasku memburu.



Setelah akal sehatku kembali, aku merasakan sensasi seolah air dingin mengguyur hingga seperti badanku seolah membeku… Hangatnya pancuran air dari atas kepalaku bahkan sama sekali tak membantu…



Fuck!!… kenapa dokter Alvaro terbesit dalam benakku…









Esok hari – di kantor logistik RS Trikarya Husada



Aku merasa frustasi bekerja hari ini. Pekerjaanku seperti terhambat. Aku tak bisa bekerja dengan ritme ku biasanya. Butuh waktu lama sekali untukku memusatkan perhatianku. Aku berkali-kali hanya menghabiskan waktu menghela nafas dan melamun. Konsentrasiku seolah pecah dan pikiranku tak bisa terfokus.

Sudah sepagian ini aku berusaha terus untuk kembali menyusun laporan dan menganalisa alur pengadaan obat. Namun otakku seperti berjalan dengan kemauannya sendiri. Dan selalu saja kembali pada satu titik.

Atau lebih tepatnya satu orang... Dokter Alvaro.

Ya… Entah kenapa dia terus memenuhi otakku, seluruh sudut pikiranku, dan benak perasaanku.

Semenjak kejadian kemarin di klinik dimana aku merawat dan menjahit lukanya. Sampai dengan semalam saat mendadak bayangnya tersirat dalam benakku saat aku memuaskan hasrat sexualku.

Ada apa ini?

Aku tak pernah merasakan seperti ini sebelumnya. Dan hal ini sangat asing, sangat baru dan sangat menggangguku…

Hufftt… kembali aku menghela nafas panjang. Aku akhirnya menyerah. Aku memutuskan untuk pergi ke foodcourt. Berharap segelas coklat hangat akan merilekskan otakku.



Aku berjalan meninggalkan kantorku, dan menuju ke area foodcourt. Tapi rute ku kebetula melewati pintu bagian belakang IGD. Dan karena kondisi pintunya terbuka lebar, aku bisa dengan bebas melihat kedalam IGD. Yang nampak cukup lengang pagi ini… Dengan tersenyum aku memutuskan mampir ke IGD untuk menyapa tim perawat disana. Mungkin cliché, tapi aku sudah merindukan mereka. Merindukan atmosfir jaga IGD yang tak akan bisa tergantikan oleh apapun.

“Haloooo….” sapaku riang pada mas Jaya, mbak Arum dan bu Dian yang berdinas pagi ini.

“Wahhhhh, dokter Lunaaaa…”

“Akhirnya doa kami dijawabbbbbb…. Dokter Luna jaga lagiiiiiii…”

“Dokk… jaga kan, jaga ya? Ya kan dok… nemenin kami lagi kan?... hihihi”

Sontak langsung ramai suasana di nurse station IGD.

“Girang amat kalian… kek udah ga ketemu aku berapa abad aja” sahutku usil.

“Habisnyaaaa.. dokter Luna udah berhari-hari ga dinas IGD sih. Kek lenyap hilang ditelan bumi. Biasanya kan, tiada hari tanpa dokter Luna berjuang bareng kita dok di IGD… nemenin kita terus…” seloroh mas Jaya membalasku.

“Iya dokkk.. Please kasihani kami dok… sekarang jadwal dinas nya dokter Luna tu di takeover sama dokter Kieswara semua dokkk… Dokter Kieswaraaaa!!” mbak Arum dengan dramatis memelas padaku.

Dalam hati aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah lucu mereka. Ya. Inilah ternyata yang aku butuhkan. Aku kangen teman-teman ku. Kangen candaan mereka. Kangen keberadaan mereka. Kangen kekeluargaan mereka. Hatiku langsung terasa ringan melihat tingkah polah lucu mereka.

“Ah iyakah? Lalu siapa sekarang dokter umumnya yang dinas?” tanyaku pada mereka.

“Dokter Kieswara, dok…” bu Dian (yang paling senior dan paling bisa mengatur sikap) menjawabku dengan lesu.

“Ooohh… lalu, dimana dia sekarang? Kok kalian pede banget ngomongin dokter Kieswara seperti itu padahal ini jelas-jelas shift nya dia lhooo…”

“Halah dok, kaya dokter Luna ga tau aja dok… Dokter Kieswara itu kan selalu menghilang kalau pas ga ada pasien gini. Mana kalau dihubungin susah banget… alasannya ada aja, yang mau ketemu medrep (medical representative) sales obat,,, yang mau rapat manajemen,,, yang dipanggil dokter Tantri,,, kalo ini tadi sih pamitnyaj ke kami mau memberikan orientasi ke dokter umum baru.” mas Jaya menjawabku dengan sinis.

“Ada dokter baru gitu? Aku kok ga tau sama sekali ya…”

“Karena dokter Luna ga pernah jaga lagi sihhhh… jadi kudet kan. Kurang update...”

“Iya iyaa.. aku lagi yang salah… ga jaga bareng, ga nemenin kalian. Maafin yaa… So, dokter barunya masih mudakah? Cewek apa cowok?” tanyaku menyelidik.

“Masih muda sih dok,,, tapi sayangnya cowok.” sahut mas Jaya.

“Iyaaa dokk.. muda, seger, ganteng dan yang paling penting dok, masih single!” sahut mbak Arum bersemangat.

Mbak Arum memang masih belum berkeluarga. Dan dia adalah perawat paling junior di IGD. Disaat kebanyakan perawat yang lain sudah memiliki 1 atau 2 anak, mbak Arum bahkan belum menikah. Dan dengan jadwal dinas yang cukup padat di RS, cukup dimaklumi kalau dia sangat senang saat mengetahui ada dokter muda yang juga masih single yang bekerja bersama.

“Hihihi… nyesel deh aku pindah divisi. Jadi tambah penasaran kan aku jadinya. Siapa namanya tadi?”

Tapi alih-alih menjawab pertanyaanku, mereka nampaknya terfokus pada kata-kataku yang lainnya.

“Hahhhhhh???!! Serius nih dok? Jadi bener gosip yang beredar di RS Trikarya Husada akhir-akhir ini? Dokter Luna pindah divisi? Tegaaaaa…”

“Dokkkkk… kenapa pindahhh? Dokter Luna ga sayang kami lagi kah? Kami udah ada salah sama dokter kah? Kok mendadak banget dokkkkk?”

“Pindah kemana dok… yakin nih dok, mau ninggalin kami di IGD sendiri? Please dok, pertimbangkan lagi…”



Pertimbangkan lagi? Tega ninggalin jaga IGD? Rela untuk tidak merawat pasien lagi?

Seolah aku punya pilihan lain saja… andai mereka tahu betul apa yang kurasakan… aku begini pun karena tuntutan keluarga… tuntutan Ravi…

Tapi sudahlah, untuk apa aku menceritakan detil pada mereka. Bukan aku tak percaya pada mereka. Cuma kurasa tak akan ada baiknya ku membuka masalah pribadi ini ke ranah pekerjaan. Aku hanya akan dicap egois oleh mereka…

Aku tak punya pilihan selain menutup rapat-rapat hal ini.



Dengan tersenyum aku berharap bisa menutupi perasaan pedihku… sudah cukup perih yang kurasakan, tanpa harus ditambah dengan lontaran kekecewaan dan kesedihan teman-teman perawat IGD..

“Halah, kalian ni lo lebay banget… pindah sejauh-jauhnya aku kan ya tetep 1 RS kan… ga pindah kemana-mana lho.” aku coba mengangkat suasana dengan bercanda.

“Tapi dokkk.. kan tetep beda dok… Dokter Luna berarti bener nih mulai sekarang ga jaga IGD lagi?” mbak Arum tetap mengejar jawabku.

“Iya, gitu deh… udahlah, pertanyaanku tadi belum kamu jawab lho mbak. Siapa nama dokter barunya? Kamu udah kenalan belum?” kubalas pertanyaan mbak Arum dengan pertanyaan usilku.

Dan kali ini nampaknya cukup berhasil aku mengalihkan perhatian dan mengubah topik pembicaraan.

“Oh jelas sudah kenalan dong dok… namanya dokter Toni dok… hihihihi” mbak Arum nampak sumringah.

“Toni? Toni siapa mbak?”

“Toni Stark lah kalo dokter Luna nanyanya ke mbak Arum” sambar mas Jaya. “Liat tu dok, dianya udah mabuk kepayang kek gitu”.

“Mas Jayaaa… usil banget sih sama aku...” sahut mbak Arum manja.

Lalu mereka berdua kembali bercanda gurau karena nampak jelas mbak Arum cukup terpikat dengan dokter baru ini. Hihihi… cukup menyenangkan melihatnya. Menghibur perasaanku yang keruh ini.



“Pagi dokter Luna, ada perlu apa dok? Kok dokter sampe ke IGD?” terdengar suara lelaku memanggilku dari arah belakangku.

Aku memalingkan tubuhku dan melihat dokter Kieswara berjalan kearahku bersama dengan seorang laki-laki yang belum pernah kutemui sebelumnya. Tapi melihatnya mengenakan jas putih, aku bisa menduga mungkin inilah dokter Toni yang disebut-sebut tadi

Dia mengenakan kacamata, posturnya sedang, tidak gemuk dan juga tidak kurus. Tingginya mungkin sekitar 165 cm, setinggi aku. Parasnya cukup menyenangkan untuk dilihat. Tapi matanya, seolah tak bisa menyembunyikan watak aslinya. Matanya menyiratkan kenakalan dan keliaran. You know the kind. Layaknya seorang playboy kelas kakap. Yang tak akan segan menggunakan ketampanan, dan kecerdasannya sebagai seorang dokter untuk mencapai targetnya.

Mbak Arum hanya akan menjadi sasaran empuknya kalau aku tidak memperingatkannya.

“Pagi juga dokter Kieswara, dan dokter...?”sahutku seraya mengulurkan tangan untuk berjabat dengannya.

“Kenalkan dok, ini dokter Toni Mawengkang. Dokter umum baru yang akan membantu di pelayanan IGD dan ICU.” dokter Kieswara memperkenalkan kami.

“Pagi dokter Toni. Perkenalkan saya dokter Luna, Cynthia Luna. Saya sekarang menjabat sebagai kepala logistik farmasi. Sebelumnya saya juga bertugas di IGD dan ICU dok. Selamat bergabung di RS Trikarya Husada“.

Cukup lama kami berjabat tangan. Karena cukup erat dokter Toni menggenggam tanganku, seolah belum ingin melepasnya.

Well, like I said… typical playboy… hufttt.. Mau jadi apa coba RS ini?

“Selamat pagi dokter Luna. Mohon bimbingan dan kerjasamanya ya dok, untuk saya yang masih baru ini.” jawab dokter Toni.

“Ya… sama-sama. Saya juga masih baru dan perlu banyak bimbingan dok.” sahutku sopan. “Dan saya tadi hanya kebetulan berjalan melewati IGD saat hendak ke foodcourt dok,lalu karena saya lihat IGD nampaknya lengang, saya mampir kesini untuk menyapa teman-teman.” aku menjawab pertanyaan dokter Kieswara.

“Oohh… ya ya… sekarang saya sudah kembali ke IGD kok dok. Dokter Luna ga perlu repot-repot menjagakan.” dokter Kieswara nampak seperti salah tingkah. “Saya tadi cuma dapat tugas untuk memberi orientasi lapangan ke dokter Toni, supaya dia tahu tata letak RS ini.” lanjutnya

Dalam hati aku tergelak. Siapa juga sih yang mau gantiin kamu jaga shift? Segitu takutnya kah kamu kalau pekerjaanmu kuambil? Kieswara… Kieswara… entah apa isi otakmu itu. Kek gini nih kepala unit dokter umum RS Trikarya Husada.

Ya sudahlah, buat apa aku cari gara-gara berlama-lama disini. Kasihan Kieswara juga kalau belum apa-apa sudah kupermalukan di depan dokter baru. Mau ditaruh mana lagi muka dia.

“Baik dok. Saya juga akan melanjutkan pekerjaan saya. Permisi.” aku memohon diri dan juga berpamitan ke semua tim perawat jaga pagi itu.

Karena posisi dokter Kieswara kebetulan membelakangi nurse station, aku dapat melihat jelas mbak Arum, mas Jaya, dan bu Dian yang masih berharap aku tinggal di IGD. Wajah mereka yang melas dan tampak jelas sangat sedih, membuatku merasa geli hingga aku harus menahan tawaku.

Sewaktu ku berjalan meninggalkan IGD, banyak orang berjibun bergerombol di sekitar pintu IGD, hingga hampir menutupi jalanku.

Ini ada apa sih ya? Orang IGD nya aja kosong, kenapa ni orang pada nutupin jalan begini. pikirku jengkel…

Hingga aku melihat seseorang yang kukenal diantara orang-orang ini. Seorang medical representative yang dulu selalu menghampiriku saat aku dinas jaga. Sekilas pandang kulihat kembali kerumunan orang itu, dan kumelihat persamaan diantara mereka semua. Masing-masing dari mereka sudah berbekal notepad atau iPad untuk meminta tandatangan dokter jaga. Serta beberapa dari mereka membawa goody bag bertuliskan nama perusahaan lengkap dengan nama produk yang mereka jual.

Gila… makin liar aja ini rep. Perasaan dulu aku kalo jaga ga sampe serame ini. Mereka ngincer siapa ya? Dokter jaga sekarang kan Kieswara……….

Ahhh.. itu dia jawabnya. Kieswara. Pasti menarik apabila kucari tahu lebih dalam tentang permintaan obat dokter Kieswara. Toh aku juga sedang butuh selingan untuk mencerahkan pikiran. Data inipun pasti akan berguna suatu saat nanti.

Semangat baru mulai bergejolak dalam hatiku. Kulangkahkan kakiku riang menuju foodcourt untuk membeli camilan dan segelas hot chocolate untuk menemani kerjaku. Aku punya feeling pasti aku akan membutuhkannya untuk menyelidiki Kieswara. Entah karena telaah datanya akan cukup banyak. Atau cukup memusingkan hingga aku harus mengandalkan coklat untuk mendongkrak serotonin ku.



Setibanya kembali ke kantor, tanpa buang waktu aku langsung mencari dan menelusur data peresepan obat oleh dokter Kieswara. Bukan hal mudah untukku mendapatkannya, karena itu sebetulnya masih ada dibawah kewenangan instalasi Farmasi, dibawah direktorat medis. Bukan dalam naungan instalasi Logistik, yang notabene hanya dibatasi kewenangannya sampai ke pengadaan obat sesuai dengan permintaan Farmasi.

Jadi, aku telusur dulu permintaan obat dari Farmasi dalam bulan ini. Dan mencocokannya dengan permintaan obat bulan sebelumnya. Menyisir satu persatu dan viola, kutemukan kejanggalan dengan sangat jelas.

Peningkatan dalam permintaan obat jenis antioksidan. Vitamin bermerk dengan harga fantastis. Juga beragam jenis tablet suplementasi makanan. Mungkin akan ‘relatif’ wajar jika permintaan obat-obat itu berasal dari poliklinik spesialis yang memang dikunjungi oleh pasien-pasien dengan keluhan ringan hingga terkadang hanya membutuhkan terapi medikamentosa sederhana yang bersifat suportif saja. Tapi ini, peningkatan permintaannya justru menonjol dari unit IGD.

IGD, yang harusnya fokus pada jenis obat-obatan untuk kasus darurat…

Ckckck… sebegitu rendahnyakah harga diri dokter-dokyer jaman sekarang? Sehingga rela menjajakan obat-obatan dan menyodorkan berbagai jenis suplement untuk pasien dengan indikasi yang belum tentu jelas.

Lantas apa bedanya kalian dengan sales obat di apotik kenamaan di mall-mall yang hanya dengan berbekal jas putih dan pembelajaran materi minim dari perusahaan berhasil memperdaya konsumen sedemikian rupa…

Mana nilai kuliah kedokteranmu yang bertahun-tahun sudah kamu jalani, dengan biaya pendidikan yang menjulang tinggi… inikah hasilnya? Dokter-dokter yang rela menjual obat-obatan tak jelas macam ini hanya demi mendapat fasilitas dan sponsor dari pabrikan obat?...

Memang akupun tak boleh munafik. Banyak faktor yang menyebabkan ini semua. Kuliah dokter adalah masih dianggap suatu prestige sehingga biaya kuliah selangitpun rela ditanggung. Meski dengan menjual harta benda dan bahkan hingga terlilit hutang. Sehingga begitu lulus, mindset para dokter baru ini (serta keluarganya) tentu adalah ingin balik modal sesegera mungkin.

Semacam investasi saja perkuliahan dokter ini...

Tapi dunia kesehatan di Indonesia sekarang berubah, dengan era BPJS, semua biaya pelayanan ditekan. Dokter-dokter baik di klinik maupun di RS dipaksa untuk melayani dengan budget seminim mungkin dan tentu dengan obat-obatan semurah mungkin. Karena biaya anggaran dari BPJS bersifat fixed price. Mau pakai obat-obatan paten bermerk yang mahal atau pakai obat-obatan generik, biaya yang dibayarkan oleh BPJS kepada pelayan kesehatan sama saja.

Apalagi dengan kewajiban nasional untuk seluruh warga Indonesia menjadi pemegang kartu BPJS, kondisi kian pelik. Pasien-pasien itu tak lagi diwajibkan membayar pelayanan di RS ataupun klinik, apabila mereka sudah membayar premi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Padahal nominal premi yang dibayarkan sangat rendah apabila dibanding dengan pelayanan yang diberikan. Belum lagi bila ada peserta-peserta “nakal” yang hanya membayar iuran saay mereka butuh perawatan kesehatan. Bila tidak, mereka memilih mangkir dan tidak membayar sama sekali.

Hal ini menyebabkan dokter-dokter muda yang sudah “terlilit utang” pada awal waktu dia bahkan belum bekerja, tak lagi memiliki pilihan. Kondisi mereka terjepit. Di satu sisi nurani ingin mengobati pasien sesuai dengan panggilan hati. Disisi lain realita bahwa mereka butuh biaya untuk hidup, untuk membayar hutang, untuk biaya seminar dan pelatihan yang notabene akan selalu dituntut sebagai bagian dari kompetensi.

Disinilah produsen-produsen obat dan sales rep mendapat celah. Mereka bersedia menanggung biaya seminar dan pelatihan dokter sasaran mereka apabila dokter tersebut bersedia menjualkan produk mereka dalam kuantitas tertentu tiap-tiap bulannya.

Aku hanya bisa mengelus dada melihat ini semua…Data-data dan kejanggalan ini sebegitu jelasnya hingga aku merasa bodoh bila sampai melewatkannya. Tapi kembali lagi aku tak bisa gegabah. Jangan-jangan akulah yang salah membaca dan menafsirkan laporan ini. Aku harus crosscheck terlebih dahulu.

Tapi dengan siapa… Bu Vera yang kepala gudang, tidak akan paham kegunaan masing-masing obat ini… Bu Tyas mungkin paham, tapi dengan karakternya yang cari aman dia tak mungkin akan mau membantuku. Siapa kira-kira yang akan bisa membantuku. Dalam penilaianku minimal harus sesama dokter lah yang akan paham keanehan ini.

Lantas pertanyaannya… Siapa dokter di RS ini yang bisa kupercaya untuk memvalidasi kecurigaanku ini.

Sejujurnya dalam kepalaku, aku sudah mendapatkan kandidatnya. Hanya saja hatiku tetap berusaha mengelak dan menyangkal apa yang ada dalam pikiranku. Aku tahu kepada siapa aku harus melaporkan kejanggalan ini. Dan toh karena ini adalah salah satu bagian dari pekerjaanku, dialah satu-satunya tujuanku. Aku harus membawa data ini kepada atasanku.

Ya… kepada dokter Alvaro.

Kulirik jam dinding di dalam ruang kantorku. Sudah pukul 15.45 rupanya. Lama juga aku berjibaku dengan penelusuran data pengadaan obat ini. Dan itupun baru 1 dokter dari 1 unit IGD. Huftt… it’s gonna be a long battle

Aku membulatkan tekad untuk menghubungi dokter Alvaro. Kuputuskan untuk menelpon mbak Tika sekretaris direktur untuk mengetahui agenda beliau sore ini. Aku tak ingin mengganggunya dengan hal remeh macam ini tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Jika memang diharuskan aku membuat janji temu, aku akan mematuhi prosedur. Dia tetaplah seorang direktur RS ini. Jabatan setinggi itu pasti memiliki banyak kepentingan.

Kutunggu sekian lama nada sambung telepon tak juga terhubung. Sibukkah mbak Tika, sehingga dia tak bekerja di mejanya. Hmm… tak kehabisan akal, aku memutuskan untuk menghubungi nya via whatsapp.

“Selamat sore mbak Tika.” ketikku ke aplikasi chat itu.

“Mohon maaf, saya mau tanya… apakah saya bisa minta waktu untuk bertemu dengan dokter Alvaro? Mohon saya diinfokan kapan beliau ada slot waktu untuk saya menghadap.“ lanjutku.

Sembari menunggu jawaban mbak Tika, aku membereskan meja kerjaku dan menyimpan rapi semua laporan-laporan yang telah kukumpulkan tadi. Flashdisk tersendiri telah kusiapkan khusus untuk menyimpan seluruh data ini. Dan kubawa bersamaku setiap saat, kemanapun aku pergi.

Tak berselang waktu lama, denting handphone ku berbunyi. Mbak Tika sudah membalas pesanku.

“Selamat sore dokter Luna. Untuk mengatur waktu appointment dengan dokter Alvaro, dokter Luna bisa langsung menghubungi beliau dok. Karena hanya beliau sendirilah yang bisa memutuskan janji temu beliau sendiri, berbeda dengan direktur lainnya yaitu dokter Tantri dan dokter Agus, yang jadwalnya dititipkan ke saya.”

“Berikut adalah nomor kontak ponsel dan whatsapp dokter Alvaro dok. Semoga membantu.“ lanjut pesan mbak Tika.

Dan benar saja, terlampir dibawah pesan terakhir mbak Tika ada keterangan nomor pribadi dokter Alvaro.

Menghubunginya sendiri. OMG…

Entah kenapa debar jantungku menjadi tak keruan. Ada apa lagi ini. Kenapa aku jadi seperti ini hanya karena dokter Alvaro.

Ya… dokter Alvaro yang sosoknya muncul dalam benakku saat aku mencapai puncak kenikmatan jasmaniku semalam…

Fuckk!!

Kuurungkan niatku untuk langsung menghubungi dokter Alvaro. Aku harus berfokus untuk pulang kerja terlebih dahulu saat ini. Supaya tidak terlambat dan memancing sindiran-sindiran Ravi dirumah nanti.





Di dalam mobil, di tengah perjalananku pulang ke rumah, aku berdebat dengan diriku sendiri. Kenapa aku harus segelisah dan segalau ini. Toh aku menghubungi dokter Alvaro dengan alasan jelas dan memang berhubungan dengan pekerjaan. Kenapa aku harus menunda-nundanya. Lagipula ini adalah laporan yang diminta olehnya. Kalau aku menahan dan menundanya karena aku dikuasai oleh perasaan… Sangat tidak profesional dan bukan karakterku.

Luna… Luna… kamu harus lebih baik dari ini…

Akhirnya, setiba dirumah tekadku bulat… aku mengambil handphone dan segera menyimpan nomor kontak dokter Alvaro dan memutuskan untuk mengirimkan pesan melalui whatsapp terlebih dulu. No rush… toh ini juga sudah diluar jam kerja kan… tak ada pentingnya harus menghubunginya lewat telepon.

Meski ku tahu, akan jauh lebih mudah menjelaskan kepentinganku lewat telepon…

Kepentingan untuk membuat jadwal temu……….

Duh… apa sih pikiranmu ini Luna…

Bikin appointment aja bisa seribet ini. So not like me… hardikku lagi.

Langsung kuketikkan pesanku ke dalam aplikasi itu. Supaya aku tak lagi berubah pikiran.

“Selamat sore dokter Alvaro, ini dokter Cynthia Luna dok… Mohon maaf sekali saya mengganggu di luar jam kerja dokter. Tapi saya mau menanyakan dok, apakah saya bisa minta waktu untuk bertemu dengan dokter Alvaro? Ini terkait dengan laporan pengadaan obat yang saya dapati hari ini dok. Terimakasih sebelumnya.“

Setelah kukirimkan pesan itu, langsung kutaruh ponselku dengan posisi layar menghadap ke bawah. Dan kutinggal untuk mandi. Entah kenapa aku masih sangat was-was jawaban apa yang kira-kira diberikan dokter Alvaro untukku.
 
sebelumnya good job buat updatenya.
Dan maaf terkesan jalan ditempat alur ceritanya...
fiuuhh... mungkin nunggu 1atau2 updatan lagi baru bisa terlihat laju kereta apiku lalaa...la..la..laaaa....
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd