Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Si Pemanah Gadis

Bimabet
Lanjutkan suhu...jangan sampai terpengaruh oleh siapapun n gangguan apapun....maju terus n keep semngat
 
Sdh baca marathondr kmrn, ceritanya luar biasa... ayo dilanjut suhu...
 
bis maghrib ntar hu baru lanjutin lg
hajar tamat jilid II keknya hu
 
Lanjuutttt teruussss

semangat suhu... tamatkan malam ini..

:beer:

mantap hu ayo semangat

Ayo diupdate sampai tamat jilid 2 hu...

Tamatkan suhu

Makin seru saja crritanya....
Nagih nich.....

Tegang semakin dalam...semangatnya sampe pedes mata bacanya...lanjut hu..

Kereen huu

Menunggu detik2 yg akan menegangkan suasana...

marathon seharian tp memuaskan...
d tunggu lanjutannya suhu...:mantap:

thx suhu semua msh mananti lanjutan cersil ini, ditunggu lanjutannya hu
 
up lagi suhu ,, menanti lanjutan aksi jalu ,,

Waiting
Up
Up
Up

woooww ..kereen !!

Sundullll terusssssss gannnn sampe moncroooot

Lanjutkan suhu...jangan sampai terpengaruh oleh siapapun n gangguan apapun....maju terus n keep semngat

Mantaff..mohon di lanjutkan suhu

Terussskaaaaan

semangat suhuuuu...

Baca maraton untuk cerita bagus gini memang puas

dah lama ga baca cersil seru juga,janjutkan suhu.

Sdh baca marathondr kmrn, ceritanya luar biasa... ayo dilanjut suhu...

Perasaan tangan pd ga enak....jalu kemana yah..

lagi pd nungguin jalu ya?
jalunya lg ngasah pilar tunggal penyangga langit hehehe :tegang:
 
Gw curiga nih.. Jangan2 suhu adalah bastian tito y? Gaya bahasanya terasa bgt
 
BAGIAN 26


Seorang laki-laki berbaju ungu dengan jenggot panjang putih kelabu, sorot mata tajam menusuk berdiri angkuh. Rambut panjangnya yang diikat memanjang seperti ekor kelabang terlihat melingkari kepalanya. Dibelakangnya berdiri ratusan orang berbaju ungu yang rata-rata siap dengan senjata telanjang di tangan. Akan tetapi, tidak semuanya menggunakan baju ungu, ada yang memakai baju hitam, biru bahkan belang-belang seperti harimau.
Tepat di belakang laki-laki berbaju ungu berdiri dengan tangan terlipat di depan dada sosok laki-laki baju kuning kusam. Seorang laki-laki tua dengan tubuh tinggi ceking menjulai mendekati dua tombak. Raut muka tirus kerut merut penuh bercak-bercak putih dilengkapi sejumput jenggot warna kuning kehitaman macam jenggot kambing. Belum lagi dengan sinar mata licik dan kejam tergurat jelas di wajahnya.
Siapa lagi jika bukan Raja Jarum Sakti Seribu Racun!
Sedang di kiri kanannya, berdiri Tombak Sakti dengan tombak sepanjang tiga tombak. Di kanannya berdiri Karang Kiamat yang kini buta dan disebelahnya berdiri Pedang Dewa dengan pedang besar yang telah dikeluarkan dari sarung. Agak sedikit ke kiri belakang berdiri Gada Maut dengan senjata andalannya yang diberi nama beken Gada Raja Langit Empat Sisi. Akan halnya Trisula Kembar terlihat berdiri bersandar di langkan sambil memutar-mutar sepasang trisulanya.
“Aku, Si Tangan Golok adalah pemilik tempat ini! Dan Istana Jagat Abadi tidak ada hubungannya dengan hilangnya beberapa tokoh silat yang kalian sebutkan!” seru Ki Harsa Banabatta lantang. Jelas sekali dalam suaranya dilambari sebentuk tenaga dalam yang sanggup membuat telinga orang-orang yang ada di depannya seperti tertusuk ujung jarum.
“Huh! Dari penuturan Watu Humalang dari Aliran Danau Utara dan Wulan Kumala dari Perguruan Sastra Kumala, jelas-jelas bahwa kalianlah dalang dari semua penculikan ini!” bentak seorang yang membawa sepasang tombak pendek.
“Itu fitnah!” bentak Si Tangan Golok. “Mana buktinya!? Tak ada!”
Watu Humalang yang disebut namanya segera maju ke depan. Di tangan kirinya terlihat menjinjing sebuah benda.
“Ooo ... kalian mau mungkir? Kalau mau bukti ... ini buktinya!”
Watu Humalang melemparkan begitu saja benda yang dibawanya ke arah Si Tangan Golok. Lemparannya yang dilandasi dengan kekuatan bawah sadarnya membuat benda tanpa bungkus meluncur cepat.
Whuss!
Tapp!
Si tangan golok segera menangkap benda yang meluncur cepat ke arahnya. Matanya sedikit menyipit kala tangan kirinya menangkapnya.
“Bangsat! Tenaga dalamnya boleh juga,” pikirnya.
Saat matanya meneliti benda yang tertangkap di tangan kirinya, sontak ia melonjak kaget!
“Gelang Bintang!” desisnya tanpa sadar. Rupanya benda yang dilemparkan oleh Watu Humalang adalah potongan kepala Gelang Bintang yang saat itu tertinggal di halaman Aliran Danau Utara.
“Bagaimana?” ejek Watu Humalang. “Apa bukti itu kurang kuat!?”
“Keparat busuk! Hanya dengan potongan kepala ini membuktikan apa?” bantah Ketua Istana Jagat Abadi sambil membanting potongan kepala Gelang Bintang yang di tangan kirinya.
Prakk!
Tentu saja kepala itu langsung hancur berantakan.
“Jadi masih kurang bukti?” bentak Wulan Kumala. “Kalau begitu, coba tunjukkan pada kami Ilmu ‘Putaran Golok Sakti’ kalau kau benar memang Ki Harsa Banabatta?”
Selebar wajah laki-laki berbaju ungu dengan jenggot panjang putih kelabu langsung memias sesaat, lalu katanya dengan diiringi tawa keras, “Ha-ha-ha! Buat apa aku tunjukkan ilmu golokku pada gadis kecil seperti dirimu? Tidak ada gunanya!”
“Benar, memang tidak ada gunanya!” kata Sari Kumala, sambungnya dengan pandangan mengedar ke sekeliling, “Sobat-sobat semua! Memang benar kata Si Tangan Golok ini, dia tidak mau menunjukkan Ilmu ‘Putaran Golok Sakti’ karena memang dia tidak bisa melakukannya.”
“Gadis keparat! Jadi kau mau bukti kalau aku memang Si Tangan Golok yang asli?” bentak Si Tangan Golok dengan tangan kanan terlihat mengencang kuat dengan jari merapat.
Namun, belum lagi laki-laki ini mengerahkan tenaga dalamnya untuk menyerang si gadis baju hijau, dari bangunan paling belakang berkelebat puluhan bayangan orang.
Salah seorang dari bayangan itu berkelebat cepat sambil berteriak keras, “Dia memang ketua palsu!”
Belum lagi suaranya hilang, sebuah hamparan hawa golok menerjang ke arah laki-laki baju ungu.
Wusshh ... !
Si Tangan Golok kaget bukan alang kepalang, namun sebagai tokoh silat kawakan, tidak sembarang orang sanggup menjatuhkannya dengan sekali serang. Sontak ia menangkis dengan mengelebatkan tangan kanannya yang sudah teraliri dengan tenaga murni.
Wusshh ... !
Blarr ... blarr ... blarr ... !!
Terdengar dentuman keras kala dua hawa murni berbenturan di udara kosong. Debu-debu beterbangan sehingga menutupi ke belah pihak yang masing-masing telah melancarkan satu serangan keras.
Beberapa orang pendekar yang pernah mengenal siapa adanya Ketua Istana Jagat Abadi ini, tentu mengetahui bagaimana kehebatan jurus ‘Putaran Golok Membelah Bumi’. Namun yang membuat mereka kaget dan terkejut adalah ternyata lawan menggunakan jurus ‘Putaran Golok Membelah Bumi’ yang sama!
Begitu debut-debu sirap, di tempat itu telah berdiri puluhan orang berwajah pucat, baju yang dipakai compang-camping tidak karuan, terlihat menghadang di depan Si Tangan Golok.
Kembali semua orang yang menyerbu ke Istana Jagat Abadi kaget bukan alang kepalang!
“Guru!” teriak seorang pemuda pendek.
“Ayah!” seru si tinggi kurus.
“Ketua!” seru si kate yang berdahi batu biru.
Dan tentu saja beribu macam sebutan saling bersahut-sahutan hingga menggemuruh. Sontak, semua orang saling menghambur ke orang yang mereka tuju masing-masing.
Semuanya tumpah ruah seperti pasar tiban!
Tentu saja pihak Istana Jagat Abadi kaget bukan main!
“Bagaimana mungkin mereka semua bisa lolos?” pikir Pedang Dewa. “Kemana perginya Raja Iblis Pulau Nirwana hingga tawanannya bisa keluar dari ruang bawah tanah.”
Meski semua orang telah menemukan orang yang mereka cari, akan tetapi urusan mereka dengan Istana Jagat Abadi belum selesai. Saat mata memandang ke depan, semua orang yang ada di situ terkejut bukan main!
Bagaimana tidak terkejut, sebab di hadapan mereka berdiri dua orang saling berhadapan dalam sejarak lima tombak. Namun yang lebih mengejutkan adalah dua orang itu ternyata sekujur tubuhnya sama persis satu sama lain. Tinggi sama, wajah juga sama, gerak-gerik juga sama dan yang jelas-jelas sama-sama berjuluk Si Tangan Golok!
Beberapa murid Istana Jagat Abadi saling pandang satu sama lain, tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.
“Bagaimana mungkin ada dua orang Ketua di tempat ini?” desis seorang yang paling ujung.
“Ssstt ... diam saja. Kalau kedengaran sama Ki Wira, kau bakal jadi daging landak,” bisik temannya. “Mau?”
“Ogah, ahh ... ”
“Makanya diem.”
Sementara itu ...
“Siapa kau sebenarnya?” bentak Si Tangan Golok yang baru datang.
“Huh, kau sendiri siapa?” balas bentak Si Tangan Golok yang rambutnya dikelabang.
“Kurang ajar! Berani sekali kau memalsukan diriku!” bentak Si Tangan Golok yang rambutnya awut-awutan seperti orang gila.
Sambil menudingkan jari telunjuknya, Si Tangan Golok satunya balas membentak, “Bangsat kurang ajar! Justru kau yang palsu!”
“Kau yang palsu!”
“Kau!”
Semua yang ada di tempat itu jadi bingung sendiri dengan perkembangan yang tidak terduga sama sekali. Dua tua bangka itu saling tuding dan mengaku bahwa dirinya yang asli dan lawan bicaranya yang palsu.
“Baik, kalau begitu kita buktikan siapa yang asli, siapa yang palsu!” kata Si Tangan Golok yang di kelabang rambutnya, lalu ia menunjuk salah seorang muridnya yang berdiri paling dekat dengannya, “Kau ... kemari!”
Si murid yang ditunjuk langsung berlari mendatangi.
Suasana mendadak senyap.
Semua orang hanya memandang heran sambil berpikir dengan cara bagaimana dua orang itu bisa membuktikan keaslian mereka. Dari logat bicara, cara berkata sampai tinggi tubuh semua sama persis. Sulit sekali membedakan mana yang asli dan mana yang palsu.
Mirip dengan orang kembar identik!
“Apa apa, Ketua?”
“Sudah berapa lama kau berguru disini?” tanya Si Tangan Golok yang berkelabang.
“Sekitar dua tahun.”
“Pergi sana!” usir Si Tangan Golok yang berkelabang.
Si murid langsung mengundurkan diri sambil bersungut-sungut.
“Kau ... yang membawa pisau, kemari kau!” kata Si Tangan Golok yang berkelabang, menunjuk orang yang berdiri di belakang Ki Wira.
Segera saja pemuda ditunjuk berlari mendekat.
“Sudah berapa lama kau berguru di tempat sini?” tanya Si Tangan Golok yang berkelabang.
“Dua belas tahun.”
“Kau murid ke berapa dari Istana Jagat Abadi?”
“Jika Rangga Langking tidak tewas, saya murid ke delapan.”
“Bagus! Kau ternyata orang jujur! Jadi dengan begitu, aku tidak salah tunjuk orang. Siapa namamu?”
“Jempana.”
“Nah, Jempana ... menurutmu mana diantara kami yang asli?” tanya Si Tangan Golok yang berkelabang.
“Diantara guru berdua?”
“Benar!” kata yang berambut awut-awutan.
“Ingat, jangan salah! Atau malah salah-salah kepalamu yang menggelinding ke tanah,” kata Ki Harsa Banabatta yang berambut di kelabang.
Segera pemuda itu memandang pulang pergi antara dua orang yang kini berdiri sejarak dua tombak jauhnya. Membuat perbandingan antara keduanya. Mungkin saja ada yang beda dari dua orang itu. Tapi dimana, itu yang sulit diungkapkan.
“Duhh ... sulit sekali membedakannya,” kata Jempana dalam hati, “Dengan cara bagaimana, ya?”
Sepeminuman teh berlalu, namun Jempana hanya tengak-tengok saja seperti kera mau mencuri buah.
“Jempana, cepat jawab! Mana diantara kami yang asli dan yang palsu! Sebagai murid ke tujuh, tentu kau lebih paham gurumu sendiri!” seru Si Tangan Golok yang berkelabang.
Melihat pemuda itu sulit menjawab, Si Tangan Golok berambut awut-awutan memanggil, “Jempana, kemari kau!”
Jempana berjalan mendekat.
Belum lagi Jempana memberi hormat, Ki Harsa Banabatta yang berambut awut-awutan sudah berkata lagi, “Aku sudah capek dengan urusan disini! Lebih baik ... BUNUH AKU!”
Semua orang terkejut mendengar perintah ini!
Sudah gila barangkali orang ini!?
Masa menyuruh orang membunuhnya!?
Namun, yang lebih membuat mereka terperanjat adalah sikap dari Jempana sendiri!
Jempana langsung membungkuk lebih dalam lagi sambil berkata tegas, “Baik!”
 
BAGIAN 27


Gendeng!
Pemuda itu justru meluluskan permintaan dari si rambut awut-awutan. Begitu Jempana bangkit dari membungkuknya, secepat kilat pisau yang ada di tangannya berkelebat cepat.
Wutt!
Sasarannya adalah ... Si Tangan Golok yang berkelabang!
Ilmu ‘Gundu Terbang’ adalah sejenis ilmu melempar senjata rahasia melalui sebentuk benda bulat kecil atau kelereng dimana setiap serangan selalu diarahkan ke titik-titik jalan darah kematian. Sebenarnya dasar dari Ilmu ‘Gundu Terbang’ adalah ilmu totokan, namun karena dirasakan kurang efisien jika bertarung dengan pendekar yang memiliki kesaktian lebih tinggi, maka ilmu ini diciptakan untuk menutupi kekurangan pada sang penyerang. Selama masih ada benda yang bisa dilempar, maka Ilmu ‘Gundu Terbang’ akan berfungsi dengan baik.
Begitu pisau dilempar, langsung menyambar ke arah tengah ulu hati Si Tangan Golok yang berambut di kelabang.
“Dasar murid pengkhianat!” bentak Si Tangan Golok saat mengetahui justru dirinya yang menjadi sasaran. Tangannya segera berkelebat berusaha memotong arah lemparan pisau.
Wess!!
Jurus ‘Segala Penjuru Penuh Misteri’ adalah jurus unik, dimana serangan yang dilakukan pihak penyerang bila mendapat halangan dari pihak lawan, secara otomatis akan bergerak membelok ke empat penjuru.
Tentu saja laki-laki berbaju ungu itu kaget bukan main!
Clepp!
Belum sempat ia melakukan elakan, pisau telah menancap di pundak kiri, sejarak sejari di atas jantung!
“Keparat kau! Bukankah dia sendiri yang minta mati? Kenapa kau menyerang gurumu yang asli!” bentak laki-laki itu sambil mencabut pisau yang menancap di pundaknya.
Jempana hanya menyeringai saja, lalu berjalan mendekat ke arah laki-laki berambut awut-awutan.
“Maaf ... selama ini mata saya telah lamur,” kata Jempana. “Selamat datang kembali ... GURU!”
Semua khalayak yang ada di tempat itu, selain orang-orang yang di penjara dalam ruang bawah tanah, tersentak kaget!
Jadi ... kakek berambut macam orang gila itu adalah Ketua Istana Jagat Abadi yang asli? pikir orang-orang yang melakukan serangan bersama ke Istana Jagat Abadi.
“Tidak apa-apa, muridku!” sahut Ki Harsa Banabatta sambil tertawa lega, “Rupanya kau masih ingat dengan pesanku dahulu.”
“Pesan mengerikan itu tetap akan saya ingat sepanjang napas masih ada, Guru.”
“Bagus!” ujar Ki Harsa Banabatta, sambungnya, “Sekarang perintahkan semua saudaramu agar berkumpul ke sisi timur.”
“Baik!”
Jempana segera berkelebat cepat ke arah kumpulan para pendekar yang berdiri terpaku di tempat, diikuti dengan teriakan keras, “Di langit tidak ada dua matahari, di atas bumi tidak ada dua raja!”
“Siap!”
Puluhan orang berbaju ungu mendadak berkelebatan dan semuanya berkumpul di belakang Jempana!
Sebenarnya ... apa yang terjadi?
Sesungguhnya adalah setiap murid aliran perguruan manapun pasti memiliki yang namanya kata sandi, dimana dengan kata sandi ini bisa membedakan mana kawan dan mana lawan. Seperti halnya apa yang digunakan saat ini oleh Jempana, bahwa kata sandi ‘BUNUH AKU’ hanya diketahui oleh delapan murid yang paling dipercaya oleh Ki Harsa Banabatta alias Si Tangan Golok. Kata sandi ini merupakan ungkapan bahwa musuh tangguh ada di depan mereka, dan satu-satunya bentuk perlawanan adalah dengan bertaruh nyawa!
Akan halnya kata sandi ‘DI LANGIT TIDAK ADA DUA MATAHARI, DI ATAS BUMI TIDAK ADA DUA RAJA’ merupakan salah satu cara untuk mengetahui siapa lawan mereka yang sesungguhnya. Tentu saja kata sandi ini tidak diketahui oleh Si Tangan Golok palsu.
Melihat murid-muridnya berkumpul di belakang Jempana, Ki Harsa Banabatta yang berambut awut-awutan memandang sosok berambut kelabang. Dengan diiringi tawa keras ia berkata, “Kau bisa saja memalsukan diriku, keparat! Namun kau tidak bisa memalsukan kata sandi istana kami.”
“Bangsat busuk! Kenapa Ki Wira tidak mengatakan tentang hal ini?” pikir Ki Harsa Banabatta yang rambutnya berkelabang. “Bersandiwara pun sudah tidak ada gunanya!”
Sambil tertawa keras dengan kepala mendongak ke atas, Ketua Istana Jagat Abadi palsu ini berucap, “Hampir dua tahun aku menguasai tempat ini, namun ternyata tidak semudah yang kuharapkan. Kukira aku sudah bisa menguasai tempat ini, bahkan mempelajari Ilmu ‘Putaran Golok Sakti’ dengan sempurna, namun ternyata ... ”
Belum sampai kata-katanya selesai, tangan kiri laki-laki itu mengusap wajahnya pulang pergi.
Srett! Srett!
Sebentuk topeng tipis kini berada di tangan kirinya.
Semua orang yang ada di tempat itu terkejut bukan main!
“Iblis Muka Seram ... !” seru beberapa tokoh persilatan, mengenali siapa adanya pemilik wajah asli dari Ketua Istana Jagat Abadi palsu.
“Ternyata dia orangnya biang keladi dari semua masalah ini,” tukas seorang tokoh silat berpedang biru. “Aku harus buat perhitungan dengannya!”
“Aku juga!” sahut beberapa tokoh silat secara bersamaan.
“Setahuku, dia pula pimpinan perampok Gunung Welirang yang tersohor dengan Pukulan ‘Sabuk Lebur Gunung’!” desis kawan sebelahnya, “Kita harus hati-hati menghadapinya.”
Beberapa tokoh silat yang tahu siapa adanya Iblis Muka Seram tanpa sadar melangkah mundur beberapa tindak.
Iblis Muka Seram, memang memang memiliki wajah yang menakutkan bin menyeramkan. Dari selebar wajahnya, tidak ada yang rapi satu pun. Mata memang berjumlah dua, namun di tengah dahi terdapat sebuah batu permata berwarna kuning cerah dengan garis tegak lurus warna hitam yang membelah tepat di tengahnya, seperti mata kucing layaknya. Batu Mustika Mata Kucing ini, konon sudah ada sejak ia lahir ke dunia, tertanam begitu saja disana. Belum lagi dengan jumlah codet dan totol-totol putih seperti bekas cacar yang hampir memenuhi selebar mukanya yang memang sudah lumayan berantakan, apalagi dengan adanya sepasang taring kecil saat ia menyeringai atau tertawa semakin membuat bulu kuduk berdiri tanpa sebab.
“Ha-ha-ha! Rupanya nama Iblis Muka Seram cukup membuat gentar sobat-sobatku yang ada di tempat ini!” seru Iblis Muka Seram, lalu sambungnya, “Anak-anak! Sudah saatnya memperlihatkan diri kalian pada mereka!”
Belum lagi suaranya lenyap, entah dari mana datangnya, seluruh tempat itu sudah dikepung oleh ratusan orang dengan senjata telanjang.
“Iblis Muka Seram!” bentak Si Tangan Golok. “Rupanya kau pun telah menjadi kacung dari Raja Iblis Pulau Nirwana, bersama–sama dengan mereka.” Sindir Tangan Golok sambil melirik pada Ki Wira, Tombak Sakti, Karang Kiamat, Pedang Dewa, Gada Maut dan Trisula Kembar.
Tentu saja sindiran itu membuat orang-orang yang dilirik langsung memerah mukanya terutama sekali Gada Maut yang langsung menudingkan Gada Raja Langit Empat Sisi ke arah Ketua Istana Jagat Abadi sambil berseru keras, “Keparat! Jangan hanya pencang bacot di depanku!”
Begitu kata-katanya selesai, senjata unik di tangannya segera berkelebat menebas ke arah leher Ketua Istana Jagat Abadi.
Wutt!
Dengan manis, laki-laki berambut awut-awutan ini merendahkan tubuh, sambil tangan kanannya yang mengeras kencang melakukan babatan mematikan dari bawah ke atas.
Settt!
Gada Maut kaget. Tidak mengira bahwa lawan yang diserangnya mendadak sanggup melakukan serangan balik. Pikirnya, lawan akan menghindar ke belakang, lalu ia akan melanjutkan serangan dengan mengulur rantai yang ada di satu sisi Gada Raja Langit Empat Sisi.
Namun perhitungannya meleset!
Satu-satunya jalan selamat adalah tangan kiri digunakan menahan bacokan golok tangan lawan.
Bughh!
Gada Maut terjajar ke belakang beberapa tindak.
“Bangsat! Tenaga dalamnya masih tangguh,” Gada Maut membatin.
Begitu mengetahui serangan awal dari pihak lawan telah dimulai, beberapa tokoh persilatan langsung menghambur dengan sorak-sorai pertarungan.
“Serbuu ... !!”
“Serang ... !”
Pertarungan pun pecah saat terang tanah.
Pagi yang seharusnya penuh dengan kicau burung bersahutan kini berganti dengan bentakan keras, jeritan kematian yang diiringi ledakan-ledakan keras pukulan bertenaga dalam. Gada Maut yang memulai serangan awal, langsung dikepung oleh empat gadis murid Perguruan Sastra Kumala yang mengambil alih lawan Si Tangan Golok, sedang Ki Harsa Banabatta alias Si Tangan Golok kini telah jual-beli pukulan dengan Iblis Muka Seram. Akan halnya Dewi Tangan Api dan Ki Gegap Gempita saling bahu membahu menghadapi Pedang Dewa dan Karang Kiamat. Dewi Tangan Api yang menguasai seluruh ilmu sakti dari Kitab Bunga Matahari dan Ki Gegap Gempita sendiri menguasai tuntas Kitab Mata Bulan saling mengisi satu sama lain. Jika Dewi Tangan Api menggunakan jurus ‘Dewa Surya Melumerkan Bumi’ maka Ketua Aliran Danau Utara justru menyeimbangkan diri dengan jurus ‘Dewa Menjunjung Bulan’.
Karang Kiamat yang kini buta total, masih terlihat tangguh dengan Ilmu ‘Karang’ yang dikuasainya. Beberapa terdengar suara seperti besi ketemu besi saat jurus-jurus maut milik Dewi Tangan Api bersentuhan dengan kulit merah kehitaman akibat pengerahan Ilmu ‘Karang’ oleh Karang Kiamat.
Crang! Crangg!
Ilmu Pedang ‘Mayapada Beku’ yang dimiliki oleh Pedang Dewa yang kadang cepat kadang lambat dalam serangan acap kali membuat Ki Gegap Gempita harus memutar akal menghadapi tajamnya hawa pedang lawan.
Sutt! Sett!
Namun, menghadapi seorang Ketua Aliran yang disegani, tidak mudah bagi Pedang Dewa menjatuhkan laki-laki ini, apalagi saat mengetahui hawa pedangnya seperti tercebur ke dalam kolam yang dalamnya tak terkira membuat laki-laki berperangai menyimpang ini harus ekstra hati-hati. Bahkan jurus ‘Deru Angin Debur Ombak’ yang datang laksana gulungan angin tajam dan deburan ombak ganas kandas untuk ke sekian kalinya. Untunglah bahwa pasangan pendekar tua ini melakukan kerjasama yang saling melengkapi sehingga membuat Pedang Dewa dan Karang Kiamat seperti dihadapkan dengan kobaran tungku api dan dinginnya es balok yang saling tumpang tindih.
Jumlah para pendekar persilatan yang meluruk ke Istana Jagat Abadi tidak sebanding dengan jumlah orang-orang Gunung Welirang. Namun meski kalah jumlah, kemampuan olah kanuragan dan jaya kawijayan para tokoh silat di atas rata-rata perampok Gunung Welirang yang notabene berilmu pas-pasan meski ada di antara mereka yang berilmu lumayan tinggi.
Crass! Crasss ... !!
Jlebb ... jlebb ... !
“Akhhh ... akhhh ... akhhh ... akhhh ... ”
Teriakan kematian bagai saling berlomba dengan suara sabetan senjata tajam yang semakin lama semakin membuncah. Sebentar saja, jumlah orang-orang Gunung Welirang berkurang dengan cepat.
“Babat terus!!”
“Bantai semuanya ... !”
Teriakan-teriakan para penyerang semakin memberi semangat kawan-kawan mereka, yang meski ada dari golongan sesat namun untuk sementara waktu bersatu padu dengan golongan lurus dalam menghadapi lawan.
Melihat anak buahnya kocar-kacir tak karuan, Iblis Muka Seram semakin seram wajahnya.
“Setan belang! Aku tidak bisa membiarkan anak buahku jadi tumbal di tempat ini!” pikir Ketua Perampok Gunung Welirang. Belum lagi ia bertindak cepat, sebuah hawa golok nan tajam membabat dari dari atas ke bawah, laku menelikung ke samping kiri.
Wess ... !
“Setan! Ini jurus kelima yang bernama jurus ‘Putaran Golok Menyobek Rembulan’!” desis Iblis Muka Seram.
Laki-laki ini langsung memapaki serangan lawan dengan jurus yang sama.
Jurus ‘Putaran Golok Menyobek Rembulan’ melawan jurus ‘Putaran Golok Menyobek Rembulan’!
Criing! Criing!
Dua hawa golok kasat mata saling terjang hingga menimbulkan suara nyaring. Berulang kali si tangan golok dan Iblis Muka Seram saling tukar jurus-jurus maut.
Si Tangan Golok sendiri merasa geram, karena lima jurus Ilmu ‘Putaran Golok Sakti’ andalannya ternyata di curi oleh lawan. Bahkan ia merasakan bahwa Ilmu ‘Putaran Golok Sakti’ yang digunakan oleh Iblis Muka Seram ternyata setingkat lebih tinggi dari yang dikuasainya. Kakek ini lupa, bahwa sebenarnya kemampuan aslinya lebih tinggi dua tingkat dari Iblis Muka Seram jika saja selama beberapa waktu terakhir ini hawa saktinya tidak terhisap oleh Rantai Setan Penghisap Tenaga Bumi Dan Langit milik Raja Iblis Pulau Nirwana.
“Kalau dibiarkan terus seperti ini, aku bakalan kalah oleh manusia culas ini!” desis Ki Harsa Banabatta. “Mau dikemanakan mukaku jika sampai tokoh persilatan tahu kalau aku, Si Tangan Golok kalah oleh pecundang busuk dari Gunung Welirang ini!”
Wutt! Wess!
Kakek ini melesat ke atas saat Iblis Muka Seram sekaligus melepaskan dua jurus yang berbeda dari Ilmu ‘Putaran Golok Sakti’ curian. Tangan kiri melepaskan jurus ‘Putaran Golok Menghalau Badai’ dimana serangan ini dikelebatkan dari atas ke bawah diikuti dengan memutar cepat laksana baling-baling. Sedang tangan kanan Iblis Muka Seram terlihat mengacung ke atas diiringi dengan secercah cahaya kilat ungu yang menyambar-nyambar.
Jurus ‘Putaran Golok Menepis Halilintar’!
Werrr ... !! Cratt! Cratt!
Beberapa tokoh silat yang tidak siap dengan serangan dadakan, berpelantingan seperti di terjang angin topan dan sebagian tewas dengan tubuh hangus.
“Bangsat!” teriak Tangan Golok saat salah satu kilat ungu menyambar ujung celana kumalnya.
“Ha-ha-ha! Itu baru ujung celana, sebentar lagi mungkin kepalamu yang tersambar oleh ilmu andalanmu sendiri!” seru Iblis Muka Seram sambil terus menerus melancarkan serangannya.
Si Tangan Golok pontang-panting menghindar.
Tapi benarkah Ketua Istana Jagat Abadi ini diam saja di serang lawan begitu rupa tanpa melakukan serangan balasan?
Jawabnya adalah ... TIDAK!
 
BAGIAN 28


Meski terlihat pontang-panting seperti itu, tanpa setahu Iblis Muka Seram, seluruh jari-jari tangan si Tangan Golok sedikit demi sedikit bersemu ungu kehijauan. Semakin lama semakin jelas. Entah ilmu macam apa yang akan dikeluarkan oleh Ketua Istana Jagat Abadi ini.
Sementara itu, meski pun kawanan Rampok Gunung Welirang terkenal kejam dan ganas, namun sekarang ini mereka salah dalam memilih lawan. Lawan mereka kali ini bukanlah manusia-manusia biasa, bukan orang-orang kelas teri, tapi justru pendekar-pendekar kelas kakap dari segala aliran dan golongan.
Tak pelak lagi, raungan kesakitan dan disertai jerit kematian semakin sering terdengar dimana-mana, dengan tubuh-tubuh bergelimpangan yang hampir seluruhnya adalah rampok ganas ini. Bahkan murid-murid Istana Jagat Abadi terutama delapan murid utama, mengamuk membabi buta. Bagaimana pun juga mereka adalah korban yang sebenar-benarnya, korban ketidaktahuan, korban keserakahan dari orang yang menyamar sebagau guru yang paling mereka hormati.
Trang! Trang! Trang!
Beberapa tokoh silat yang melihat banyak jatuh korban dari pihak lawan, mengurungkan niatnya memasuki arena pertarungan bahkan banyak di antara mereka yang menonton sambil berbciara santai. Ada pula yang setelah menemukan orang yang mereka cari, beranjak pergi dari tempat itu.
Dalam tempo yang tidak begitu lama, tinggal sepuluh arena pertarungan yang semakin lama semakin sengit.
Raja Jarum Sakti Seribu Racun di keroyok oleh empat pemuda murid Istana Jagat Abadi, termasuk di dalamnya adalah Jampana, orang yang getol melempar-lemparkan puluhan pisau-pisau kecil ke arah lawan.
Criing! Criing!
Beberapa kali Jarum Lebah Terbang dan Jarum Laba-Laba Putih saling bentur hingga menimbulkan denting nyaring dan percikan bunga api. Beberapa kali pulau pisau kecil Jampana dan jarum-jarum lawan runtuh ke tanah, rupanya daya lempar keduanya sama-sama kuat!
Belum lagi Ki Wira memperbaiki kedudukannya dari serangan yang baru saja dilakukannya, sebuah hantaman sekeras palu godam tepat mendarat di punggungnya.
Bughh!!
“Ughh!”
“Setan belang!” Umpat Ki Wira. “Kalian beraninya main keroyok! Sudah begitu membokong lagi! Huh, apa ini yang namanya perbuatan pendekar aliran lurus? Benar-benar memalukan!”
Jampana yang paling cerdik menyahut, “Sobat-sobatku! Apa kita ini seorang pendekar?”
“Bukan!” jawab Janadesta yang ada di sebelah kiri. Di tangannya memegang sepasang pisau panjang.
“Lalu ... siapa kita ini?” tanya ulang Jampana.
“Kita berempat ... cuma murid seorang pendekar yang telah ditipu selama dua tahunan ... “ jawab Wataggalih. “Jadi ... wajar kalau kita salah aturan!”
“Tepat! Kita cuma murid!” ujar Jampana sambil tertawa keras diikuti dengan tiga kawannnya.
“Namun, bukankah kalian ini adalah murid-murid pendekar aliran lurus yang berjuluk Si Tangan Golok? Masa' tingkah kalian begitu rendah?” kata Ki Wira dengan mata sedikit mendelik.
“Wah ... wah ... ! Ternyata calon bangkai ini sudah rusak gendang telinganya,” ujar Watanggalih. “Bukankah tadi sudah kukatakan, bahwa kita ini cuma murid! Jadi .... wajarlah kalau ada salah-salah dikit. Apalagi kalau cuma salah sedikit mencabvut nyawa keparat sepertimu!”
Belum lagi kata-katanya hilang dari pendengaran, Watanggalih mengayunkan tangan kanan yang mendadak memancarkan cahaya ungu berkilauan ke arah leher Ki Wira!
Wutt ... !!
Ki Wira yang diserang mendadak tidak menjadi gugup. Tubuhnya berputar setengah langkah ke kiri sambil tangan kanan melakukan gerakan menampar ke arah pelipis lawan.
Wutt!!
Jurus 'Putaran Golok Membelah Bumi' yang dilancarkan Watanggalih meski belum begitu sempurna namun sudah sanggup memecahkan kepala kerbau dalam sekali pukul. Akan tetapi dengan cerdik, Ki Wira justru memutar tubuh mendekat ke arah lawan, memasuki daerah pertahanan si pemuda sambil melancarkan serangan mematikan!
“Awas serangan jebakan! Ada jarum beracun di lipatan jari tangan!” seru Janadesta sambil mengayunkan sepasang telapak tangan membabat secara bersilangan ke arah kaki Ki Wira.
Tentu saja Ki Wira dapat merasakan sebewntuk desakan hawa padat yang mengarah ke kaki.
“Bangsat!” maki Ki Wira sambil menarik kembali serangan, klalu melenting ke atas dengan cepat.
Wutt! Wutt! Sett! Sett!
Begitu berada di ketinggian sejarak tiga tombak, Ki Wira memutar tubuh laksana gasing.
Werr! Werr!
Jurus 'Ribuan Lebah Mencari Madu' digelar dalam situasi yang tepat.
Empat pemuda itu langsung kelabakan menghindar. Watanggalih yang paling dekat, segera memutar sepasang tangan, merubah jurus 'Putaran Golok Membelah Bumi' menjadi perisai tubuh. Namun kali ini yang dihadapi adalah seorang tokoh kosen yang ahli melempar senjata rahasi dan mahir menggunakan racun, tentu saja serangannya tidak bisa dianggap main-main.
Jlebb! Jleeb!
Meski sanggup mementalkan puluhan jarum, namun beberapa diantaranya masih lolos. Sepasang tangan Watanggalih langsung gembung bengkak kehitaman saat enam jarum panjang menancap, dua di tangan kanan dan sisanya di tangan kiri. Dalam satu tarikan napas, Watanggalih langsung roboh.
Entah pingsan entah mati!
Brughh!
“Galih!” teriak Janadesta sambil memburu ke arah sang kawan dan terus dibawa menjauh.
Jampana dan Rupaksa melihat seorang kawan mereka berhasil dirobohkan, langsung mempergencar ritme serangan. Lontaran pisau kecil di tangan Jampana dan lesatan kelereng di tangan Rupaksa dimuntahkan bagai hujan deras.
Serr! Serr! Ngiing! Ngiing!
Triing! Tiing! Triiing!
Senjata rahasia di lawan senjata rahasia!
Benar-benar pertarungan yang jarang terjadi di jagat persilatan masa kini!
Sementara itu, Gada Maut yang menggunakan senjata unik pun tidak bisa berbuat banyak menghadapi gempuran dari murid-murid Perguruan Sastra Kumala. Wulan dan Gaharu berulang kali berhasil menggoreskan sisi-sisi tajam badan pedang ke tubuh lawan. Belum lagi dengan sergapan hawa panas yang acapkali digunakan Tiara dan Tinara. Meski Gada Maut sendiri bukan tokoh kelas kemarin sore, namun menghadapi tekanan berat itu membuatnya kelimpungan.
“Celaka! Aku harus bisa lolos dari tempat ini! Keadaan sekarang tidak begitu menguntungkan bagiku!” kata Gada Maut dalam hati. “Aku ada akal!”
Gada Raja Langit Empat Sisi mendadak mengubah taktik serangan dimana empat gada yang ada di tiap sisi masing-masing sudut terlepas. Jurus 'Empat Penjuru Merenggut Jiwa' digunakan sebagai bentuk serangan kilat.
Sutt! Syuuut!!
Cress! Cress!
Tinara yang sedikit terlambat bergerak, tergores pangkal pahanya.
Akan halnya dengan Gaharu hampir saja kehilangan kepala jika tidak cepat-cepat menjatuhkan diri ke tanah, meski ia harus mengorbankan beberapa helai rambutnya terbabat putus.
“Hampir saja!” desis Gaharu dengan muka seputih kapas.
Begitu serangannya membuat kepungan sedikit merenggang, Gada Maut segera berkelebat cepat meloloskan diri sambil berseru, “Sampai jumpa lagi, para gadis cantik yang tolol!”
“Jangan biarkan dia lolos!” teriak Tiara.
Namun belum lagi suara hilang dan belum sempat ia sendiri bertindak lebih lanjut, sebentuk gumpalan cahaya putih bening telah menghantam Gada Maut yang saat itu sedang melayang naik berusaha melompati tembok.
Wutt! Glarr ... !
Terdengar ledakan keras saat laki-laki bersenjata gada unik terkena tepat di bagian punggung.
Tentu saja raga dan jiwa Gada Maut sulit dipertahankan lagi karena pukulan tadi telah membuat lubang sebesar kepalan tangan yang tembus dari punggung hingga ke dada.
Brugghh ... !
Setelah meregang nyawa beberapa saat, Gada Maut pun terdiam untuk selama-lamanya.
Empat murid Perguruan Sastra Kumala menoleh ke arah sumber pukulan. Disana, terlihat empat pemuda baju putih berdiri dengan gagah. Dibelakangnya tergeletak sesosok tubuh perempuan tua yang menjadi lawan mereka. Terlihat pula Watu Humalang masih dalam posisi tangan kanan terkepal erat membentuk tinju dengan tangan kiri terentang ke samping. Kaki kanan di tekuk sedikit sedang kaki kiri lurus ke belakang.
Itulah jurus pembuka Pukulan 'Blubuk Kencana'!
“Maaf! Aku ikut campur urusan kalian!” kata Watu Humalang sambil menarik kembali sikap jurusnya. “Semoga para sobat cantikku tidak kecewa dan marah padaku!”
“Tidak apa-apa, Kakang Watu! Daripada membiarkan bibit penyakit berkeliaran dan di kemudian hari kembali menebar bencana, memang lebih baik dilenyapkan saja,” jawab Gaharu sambil bangkit berdiri.
“Terima kasih atas pengertian kalian,” kata Gabus Mahesa sambil mendekap pundak kirinya yang tulangnya patah.
“Lebih baik kita ke pinggir arena sambil mengobati luka dalam,” kata Watu Humalang.
Dalam pada itu, Ki Wira pun mengalami nasib sial. Meski berhasil merobohkan Watanggalih, tapi gagal untuk sisa lawannya. Suatu saat Ki Wira baru saja melepaskan Jarum Laba-Laba Putih dan Jarum Lebah Terbang dari kiri kanan ke arah Jampana dan Rupaksa.
Serr! Serr! Sett! Sett!
Dua pemuda baju ungu segera berkelebat menghindar ke belakang, dan saat melayang itulah, Jampana mengelebatkan tangan kiri ke arah dada laki-laki tua berbaju kuning kusam.
Wut! Wutt!
Settt!
Tiga pisau terbang meluncur cepat.
 
BAGIAN 29


Raja Jarum Sakti Seribu Racun tersenyum sinis melihat cara lawan melempar yang menurutnya semakin lama semakin lamban.
“Kau kurang bertenaga, anak muda!” bentaknya. “Terima Pukulan ‘Lebah Kuning’-ku!”
Dua jari tangan kanan mendorong ke depan.
Wutt!
Sebentuk cahaya kuning melesat cepat memapaki datangnya serangan luncuran pisau terbang.
Wesss ... !
Jempana yang diserang balik, tidak menghindar. Akan tetapi justru meneruskan gerakan tubuhnya melayang turun. Dan bersamaan dengan serangan Pukulan ‘Lebah Kuning’, Rupaksa dengan sigap menjentikkan jari tangan kiri sebanyak tiga kali berturut-turut.
Ctiik! Ctiik! Ctiik!
Tiga kelereng melesat membelah udara.
Ki Wira melengak kaget. Tidak dikiranya lawan ternyata tidak malu membokong dengan melakukan serangan yang datangnya hampir bersamaan dengan dirinya melepas pukulan sakti. Tanpa pikir panjang lagi, karena yakin dengan pukulan saktinya yang beracun maut, tangan kirinya melepaskan kembali Pukulan ‘Lebah Kuning’!
Wess ... !
Duarr ... ! Duarr ... ! Jdduarr ... !
Terdengar suara dentuman keras saat dua Pukulan ‘Lebah Kuning’ saling labrak dengan pisau dan kelereng. Jelas sekali bahwa meski hanya berukuran kecil, namun tenaga dalam yang menopang daya luncur pisau dan kelereng cukup besar.
Sett!
Begitu kena benturan, tiga kelereng runtuh ke tanah dengan kepulan asap kuning tipis.
Benar-benar pukulan beracun!
Jika kelereng runtuh, tidak untuk pisau terbang milik Jempana, justru benda itu melesat semakin cepat. Yang paling tengah menerabas bagian tengah lontaran cahaya kuning dari Pukulan ‘Lebah Kuning’ dan langsung runtuh ke tanah disertai kepulan asap kuning tipis, namun demikian yang paling atas dan yang paling bawah justru melakukan liukan tajam.
Sett! Sett!
Sepasang pisau merangsek maju ke arah Ki Wira!
“Ehh!?”
Mata tajamnya melihat sebentuk benda panjang tipis mengikat hulu pisau hingga gerakan pisau dapat dikendalikan oleh si pelempar pisau. Namun keterpanaannya yang sesaat harus di bayar mahal.
Wutt! Wutt! Jlebb! Jlleeb ... !
Terlambat!
Satu pisau terbenam dalam-dalam di dada kiri dan satunya dengan manis bersarang tepat di ulu hati. Raja Jarum Sakti Seribu Racun terperangah. Tidak dikiranya bahwa dirinya yang memiliki ilmu ringan tubuh handal, tokoh silat kenamaan, ahli racun paling top harus menyerah kalah di telapak kaki dua pemuda ingusan yang tidak terkenal sama sekali!
“Kau ... ?”
Hanya sepatah kata saja, tubuh Raja Jarum Sakti Seribu Racun langsung limbung ke tanah.
Brughh ... !
Sebelum mencium tanah, nyawa tuanya telah pergi untuk selama-lamanya.
Dengan tewasnya Raja Jarum Sakti Seribu Racun, Gada Maut dan beberapa tokoh silat bawahan Iblis Muka Seram sudah lebih dari cukup untuk mengetahui siapa pemenang pertarungan di Istana Jagat Abadi. Tentu saja Tombak Sakti, Karang Kiamat, Pedang Dewa dan Trisula Kembar ketar-ketir saat tahu satu demi satu sekutu mereka tewas di tangan lawan.
Tapi tidak untuk Iblis Muka Seram!
Kepala Rampok Gunung Welirang yang melihat lawan terlihat pontang-panting menghindari lontaran-lontarana hawa golok, tertawa keras penuh kemenangan.
“Ha-ha-ha! Kenapa kau seperti kucing dapur yang ketahuan mencuri ikan asin?” ejek Iblis Muka Seram sambil mengelebatkan tangan kiri lewat jurus ‘Putaran Golok Menghentak Alam’.
Wutt ... !!
Ki Harsa Banabatta tahu betul kehebatan dari jurus ‘Putaran Golok Menghentak Alam’, dimana jurus ini memiliki hawa golok yang sanggup memecah menjadi dua jurusan yang berbeda.
“Manusia keparat! Sudah saatnya aku mengantarmu ke neraka!” desis Si Tangan Golok.
Begitu dua hawa golok serangan dari Iblis Muka Seram sejarak setengah tombak darinya, tapak tangan Ki Harsa Banabatta yang sekarang ini memancarkan cahaya ungu kehijauan menggidikkan yang segera mengelebatkan secara bersilangan sambil berteriak keras, “Untuk pertama kalinya, cicipilah ... jurus ‘Putaran Golok Membabat Iblis’!”
Wutt! Wutt ... !
Dua hawa sakti membentuk sepasang golok raksasa warna ungu kehijauan membelah hawa golok dari jurus ‘Putaran Golok Menghentak Alam’ seperti orang memotong tahu.
Crass ... ! Crass ... !
Jurus ‘Putaran Golok Membabat Iblis’ sebenarnya adalah jurus ke enam dari rangkaian Ilmu ‘Putaran Golok Sakti’. Jurus paling baru dan belum pernah digunakan sama sekali oleh Si Tangan Golok dimana jurus ini diciptakan waktu senggang di dalam penjara bawah tanah. Sedianya akan digunakan untuk menghadapi Raja Iblis Pulau Nirwana, namun melihat perkembangan yang terjadi sekarang, mau tidak mau ia harus menggunakan jurus ilmu juga.
Tentu saja Iblis Muka Seram melengak kaget. Dia tahu betul bahwa dalam kitab curian yang dipelajarinya, tidak ada jurus yang memiliki pancaran hawa tajam yang dalam jarak tiga tombak saja sudah sanggup membuat bulu kuduknya meremang. Namun sebagai tokoh hitam kelas atas, insting terhadap bahaya sudah terasah sempurna. Dengan sigap tangan kanan kiri mengepal, kemudian diayunkan dengan cepat ke depan setengah lingkaran.
Ilmu yang paling diandalkan laki-laki berwajah serampangan ini digelar juga. Pukulan yang diciptakan olehnya sendiri dan dinamai sebagai Pukulan ‘Sabuk Lebur Gunung’!
Wesss ... wesss ... !
Dua gumpalan coklat kemerahan memapaki hawa golok raksasa.
Duarrrr ... Duarrrr ... !!
Dentuman keras berkesinambungan terdengar membahana, bahkan orang-orang sejarak delapan tombak dari pertarungan antara Iblis Muka Seram dan Si Tangan Golok pun masih menerima efeknya. Semuanya berpelantingan seperti disapu badai topan.
Wesss ... !
Beberapa diantaranya tewas dengan tubuh bercerai-berai begitu tersentuh daya ledak pukulan maut yang saling bertemu.
Untuk sesaat pertempuran terhenti!
Kini ...
Semua mata khalayak tertuju pada kepulan asap yang sedikit demi sedikit memudar. Dalam empat-lima helaan napas, terlihat dengan jelas siapa pemenangnya. Di sana, satu sosok terlihat berdiri kokoh dengan baju compang-camping tak karuan. Muka dan seluruh tubuhnya celemongan hitam seperti pantat kuali yang sudah puluhan tahun tidak dicuci. Dia adalah ...
Iblis Muka Seram!
Di depannya terlihat Si Tangan Golok jatuh berlutut. Tangan kanan mendekat dada kiri, sedang tangan kanan menopang tubuh tuanya agar tidak rubuh ke tanah. Dari mulutnya terlihat darah kental menetes seperti anak sungai.
“Guru!” seru beberapa murid Istana Jagat Abadi, bahkan Jempana, Rupaksa dan beberapa murid yang lain dengan berani berlari menyongsong sang guru yang sudah hampir dua tahun ini hilang tanpa diketahui rimbanya.
Jempana dan Rupaksa membantu gurunya berdiri.
“Terima ... kasih ... ”
Ketua Istana Jagat Abadi memandang Iblis Muka Seram dengan tatapan aneh.
“Kau ... me ... mang hebat, so ... bat! Aku pu ... as mati di ... ta ... ngan ... mu ... ” ucap Iblis Muka Seram dengan terputus-putus.
Begitu ucapannya selesai, sebuah ledakan kecil terjadi.
Blammm!
Tubuh Iblis Muka Seram langsung hancur menyerpih membentuk sayatan-sayatan kecil hingga mirip sekali dengan daging cincang gosong dimana-mana.
“Kau adalah lawanku yang paling tangguh ... sobat Iblis Muka Seram,” kata lirih Ketua Istana Jagat Abadi. “Hanya sayang ... kau berada di jalan kesesatan.”
“Guru, lebih baik kita masuk ke dalam aula pengobatan dulu,” potong seorang murid utama sambil membimbing gurunya yang sering disebut si Kumis Harimau, karena memang kumisnya panjang dan jarang-jarang namun tebal dan hitam legam. “Jempana! Rupaksa! Kau urus disini.”
“Baik, Kang!”
Namun, baru saja berjalan beberapa tindak, semua suara mengagetkan semua orang yang ada di tempat itu.
“Kalian tidak bisa pergi begitu saja dengan nyawa masih melekat di tubuh!”
Suara itu menggema hingga ke seantero Istana Jagat Abadi. Gema suara memantul-mantul hingga membuat telinga seperti ditusuk-tusuk dengan jarum. Entah bagaimana caranya, secara hampir bersamaan semua orang yang ada di tempat itu berjatuhan lemas seperti karung basah!
Brughh! Brughh! Brughh!
Beberapa orang berjatuhan tanpa sebab.
“Ha-ha-ha ... !”
Belum lagi tersadar dengan apa yang terjadi, kembali berjatuhan orang-orang yang ada di tempat itu, terutama sekali orang-orang yang menyerang Istana Jagat Abadi hampir sembilan bagian telah terkulai lemas.
“Celaka! Cepat kalian semua lari!” teriak Ki Gegap Gempita.
Begitu mendengar kata ‘lari’, sontak semua orang yang masih sehat segera berlarian tanpa pikir panjang. Namun semuanya terlambat. Baru saja mereka berniat lari, semua orang yang tersisa justru berjatuhan tanpa sebab, termasuk pula para pengikut Iblis Muka Seram.
Benarkah semua orang terjatuh lemas tanpa sebab?
Tidak!
Karena Tombak Sakti, Karang Kiamat, Pedang Dewa dan Trisula Kembar masih berdiri di tempat masing-masing, hanya lawan mereka saja yang jatuh terkulai lemas.
Sebenarnya ... apa yang terjadi?
Suara tawa yang terdengar oleh semua orang yang ada di tempat itu adalah sejenis totokan yang dikerahkan melalui suara. Jarang sekali ditemui ada tokoh sakti yang sanggup melakukan totokan seperti ini.
“Celaka ... kita semua tertotok,” keluh Ketua Perguruan Sastra Kumala.
“Kita tertotok?” tanya Jalak Siluman dari Perkumpulan Titian Langit.
“Benar.”
Jalak Siluman hanya geleng-geleng kepala di tanah saja.
“Kenapa kau geleng-geleng kepala?” tanya orang di sebelahnya.
“Tidak kusangka bahwa lawan yang kujumpai kali ini benar-benar berilmu tinggi,” jawab masgul si pemuda.
Sebuah suara tanpa wujud kembali menggema.
“Tombak Sakti, Karang Kiamat, Pedang Dewa dan kau ... Trisula Kembar! Kenapa kalian diam saja? Apa yang kalian tunggu! Bantai mereka!”
“Siap, Ketua!” kata empat orang itu serempak.
Namun, belum lagi niat terlaksana, sebuah suara keras terdengar, “Hentikan!”
Bersamaan dengan suara itu, sebentuk cahaya ungu kecil berbentuk anak panah terlihat melesat cepat.
Wusss ... !
Karena tidak tahu siapa yang melepas serangan berbentuk anak panah itu, empat orang bawahan Raja Iblis Pulau Nirwana tidak berani gegabah. Mereka berloncatan menghindar. Pikirnya, daripada korban nyawa sia-sia, lebih baik mengorban calon korbannya.
Benar-benar manusia licik!
Akan tetapi, cahaya ungu kecil tidak memang menyerang mereka, tapi justru menerjang ke arah beberapa tokoh silat yang bergeletakan seperti sampah ditebarkan angin. Tentu saja mereka yang dituju hanya bisa pasrah, selain memekik lirih tanpa sanggup menggerakkan tubuh.
Dess ... dess ... dess ... !
Enam orang langsung diselimuti cahaya ungu transparan. Namun dalam satu helaan napas, mereka bisa menggerakkan anggota tubuh bahkan ada yang sanggup berdiri.
“Dasar tolol! Hadang anak panah itu!” bentak suara tanpa wujud.
Empat orang itu langsung berloncatan berusaha menghadang laju anak panah.
Wutt! Wutt ... !
Seolah memiliki indra penglihatan, anak panah itu sanggup meliuk-liuk bagai ular menyusup di rerumputan.
Dess ... dess ... dess ... !
Kali ini Si Tangan Golok, Nyi Tirta Kumala, Ki Gegap Gempita dan beberapa tokoh silat terbebas dari totokan aneh. Akan tetapi, kali ini sedikit berbeda dari sebelumnya. Mereka yang terbebas terakhir kali tidak sanggup menggerakkan kaki, namun dari pinggang ke atas bisa bergerak bebas. Mungkin karena harus meliuk-liuk tadi membuat daya kesaktian cahaya ungu kecil berbentuk anak panah melemah.
Dess ... !
Dan pada orang ke lima belas, cahaya ungu kecil berbentuk anak panah langsung hilang tak berbekas.
Slappp ... !
Begitu cahaya ungu kecil berbentuk anak panah hilang, kembali meluncur sepasang cahaya ungu berbentuk anak panah yang ukurannya dua kali lebih besar dari sebelumnya.
“Cepat! Cegah cahaya keparat itu sebelum semua orang terbebas dari totokan!” kembali suara tanpa wujud memberi perintah.
Empat orang kembali berserabutan berusaha menghadang.
Wutt! Wutt ... !!
Tentu saja, orang-orang yang sudah terbebas dari totokan tidak akan membiarkan sepasang cahaya ungu berbentuk anak panah yang bisa membebaskan mereka dari totokan suara, musnah begitu saja. Beberapa orang berloncatan menghadang. Namun kembali terjadi keanehan. Meski mereka memang bisa bergerak bebas, akan tetapi ilmu kesaktian yang mereka miliki belum pulih.
Benar-benar gawat!
Kali ini, sepasang anak panah ungu tidak menerjang ke arah orang-orang yang tertotok, tapi justru mengarah ke sebatang pohon yang berada tidak begitu jauh dengan pintu gerbang Istana Jagat Abadi.
“Bangsat!” maki suara tanpa wujud.
Sepasang anak panah ungu melayang cepat di sertai liukan tajam lalu menukik ke bawah terus bergulung-gulung beberapa kali sebelum akhirnya melesat ke atas.
Werr ... werr ... werr ... werr ... !
 
BAGIAN 30


Semua mata memandang ke arah sepasang anak panah ungu yang terbang ke sana kemari dengan kecepatan kilat seakan-akan sedang memburu setan.
Kembali terdengar suara makian keras.
“Kurang ajar! Siapa yang berani main-main denganku!?” suara tanpa wujud terdengar seperti lalu lalang di berbagai tempat.
Nyi Tirta Kumala seolah mengerti sesuatu, hingga tanpa sadar ia bergumam, “Aku mengerti sekarang.”
“Apa yang kau mengerti, Nyi Tirta?” tanya Ki Gegap Gempita.
“Sepasang anak panah ungu itu sedang memburu sosok tanpa wujud yang selama ini kita yakini sebagai Raja Iblis Pulau Nirwana,” sahut Nyi Tirta Kumala dengan mata tak lepas dari benda ungu yang berkelebatan seperti rajawali mengejar kawanan tikus.
“Begitukah?”
“Menurutku begitu. Aku yakin bahwa ada orang di belakang kita yang mengetahui letak sosok tanpa wujud dari Raja Iblis Pulau Nirwana,” kata Ketua Perguruan Sastra Kumala. “Kita lihat saja hasilnya.”
Tiba-tiba saja sepasang anak panah ungu berhenti, seperti tertahan sesuatu di tengah udara kosong.
“Kena!!” bentak satu suara nyaring. “Kau hebat, Kakang Jalu!”
Dari nadanya, jelas dia seorang perempuan yang masih muda.
Belum lagi suaranya lenyap, terdengar suara desisan keras seperti air ketemu api.
Ssssshh ... ! Bluuubb!
Terlihat gumpalan asap ungu pekat menutupi ruang di udara kosong sejarak dua tombak, kemudian terlihat melayang turun ke tanah.
Pyarrr ... !
Begitu menyentuh tanah, gumpalan asap ungu pekat langsung pecah berantakan.
Satu sosok tubuh terlihat berdiri dengan dua tangan terlipat di depan dada. Yang membuat aneh adalah sisi kanan tubuhnya berwarna biru dengan pancaran hawa dingin sedang sisi kiri tubuhnya berwarna merah pekat dengan pancaran hawa panas, bahkan seluruh bajunya juga terlihat sama dengan sosok raga orang ini.
Selain keanehan pertama, ternyata masih diikuti dengan keanehan yang lainnnya. Baju yang dikenakannya jelas-jelas baju seorang gadis, tapi sosoknya tidak mendukung dengan baju yang dipakainya. Terlebih lagi sebaris kumis tebal terlihat melintang di bawah bibirnya yang tipis kemerahan. Jelas dengan adanya kumis segedhe singkong bisa dipastikan dikatakan dia seorang laki-laki tulen, namun bibir tipis kemerahan jelas hanya dimiliki oleh perempuan yang dalam porsi seperti itu bisa dikategorikan cantik. Apalagi dengan wajah halus licin yang mirip dengan wanita serta raut muka bulat telur dan sepasang alis indah plus mata jeli, sungguh-sungguh bertolak belakang dengan suara berat laki-laki. Belum lagi dengan satu keanehan yang lain. Di bagian dada terlihat sebuah tonjolan seperti halnya gunung kembar milik para gadis yang tumbuh dengan subur makmur, bahkan belahan dada dan bentuknya pun sangat menggiurkan kaum laki-laki. Penuh dan berisi!
Benar-benar ‘penampilan’ yang mengerikan!
Beberapa orang terkejut melihat penampilan aneh sosok manusia jadi-jadian ini dan berkata dalam hati, benarkah sosok ini yang mengaku sebagai Raja Iblis Pulau Nirwana? Sosok yang paling mereka takuti hanyalah seorang ... banci!?
Benar-benar memalukan!
“Anak muda! Kau benar-benar berilmu tinggi!” kata laki-laki aneh ini. “Kau pantas mati di tanganku!”
“Benarkah?” terdengar suara lantang dari arah pintu penjara. “Jangan-jangan justru banci sinting sepertimu yang terbang duluan ke neraka!?”
Belum lagi suaranya hilang, satu sosok pemuda baju biru dengan tongkat hitam di tangan berdiri dalam jarak satu tombak. Dibelakangnya mengikuti gadis cantik baju hijau. Siapa lagi mereka berdua jika bukan Jalu Samudra alias Si Pemanah Gadis dan Beda Kumala adanya.
“Kau yang bernama Raja Iblis Pulau Nirwana?”
“Akulah orangnya.”
“Sebelum pertanyaan yang lain, aku punya satu pertanyaan untukmu,” tanya Jalu Samudra. “Bisa kau jawab?”
“Apa yang ingin kau ketahui?”
“Kau ini laki-laki atau perempuan?”
“Awalnya aku laki-laki, tapi jika bukan karena kau dengan seenaknya memutuskan rantai sakti yang sanggup menyedot tenaga dalam unsur air dan api dari para tawananku, satu dua hari aku sudah berubah jadi gadis cantik jelita,” jawab Raja Iblis Pulau Nirwana dengan ketus.
“Oh ya?”
“Dan aku yakin, pemuda setampan kau pasti akan terpikat padaku,” katanya dengan suara sedikit direndahkan seperti suara wanita.
Hampir muntah rasanya saat Beda Kumala mendengar suara Raja Iblis Pulau Nirwana yang dibuat mendayu-dayu.
“Belum tentu juga!” tukas Jalu, pendek.
“Kenapa kau katakan belum tentu? Lihat saja tubuhku sekarang ini, sembilan bagian sudah seperti gadis usia dua puluhan tahun ... ”
“Dasar raja ******!” bentak Beda Kumala. “Mana ada orang buta bisa melihat!?”
Raja Iblis Pulau Nirwana tersentak. Sebuah ingatan tersirat di otaknya.
“Pantas saja dia sanggup memusnahkan Ilmu ‘Halimun Alam Langit’. Jika bukan orang buta, tidak mungkin ada orang yang sanggup menetralkan ilmu kesaktian yang selama ini aku pakai,” katanya dalam hati. Tiba-tiba sebersit pikiran singgah di kepalanya. “Jangan-jangan dia ... ? Lebih baik aku lihat dulu Ilmu ‘Tatar Sukma Memindah Hawa’!”
Sekejapan kemudian ...
“Ternyata memang dia! Pemuda ini membekal suatu benda yang bisa membuatku ketakutan dan tewas jika tersentuh olehnya. Aku harus bisa menghancurkan benda itu!” pikir Raja Iblis Pulau Nirwana. “Sosok gaib harimau putih belang hijau, ular hitam besar bermahkota dan seekor burung raksasa warna emas terlihat jelas sekali. Pemuda ini benar-benar berbahaya sekali. Ilmu ‘Dewi Air Penakluk Api’ tidak berguna jika sampai tersentuh ke tiga sosok gaib itu sekaligus.”
Belum lagi Jalu Samudra bertanya lebih lanjut, dua buah kekuatan tinju dan telapak yang dahsyat seperti gemuruh ombak samudra dan muntahan lahar gunung berapi langsung menerjang dari depan.
Jalu sendiri juga kaget diserang mendadak seperti itu. Kalau tak melihat dengan mata kepala sendiri, sulit dipercaya di dunia ini ada gabungan tinju dan telapak yang begitu dahsyat.
Woshhh ... woshhh ... !
Dengan sigap, Jalu menggerakkan jurus ringan tubuh yang paling ia diandalkan. Jurus ‘Kilat Tanpa Bayangan’ dengan serta merta menggerakkan tubuh pemuda bertongkat hitam dengan lesatan laksana kilat sambil menyambar Beda Kumala yang berada tepat dibelakangnya.
Lapp ... !
Kesigapan lawan membuat Raja Iblis Pulau Nirwana meradang, apalagi dua serangan kilatnya salah sasaran dengan menghantam dinding sisi selatan.
Jdarrr! Blarrr ... !
“Beda, kau sanggup menghadapi empat cecunguk itu?” tanya Si Pemanah Gadis.
“Biar mereka bagianku,” sahut Beda Kumala, lalu dengan gerakan manis gadis itu menggeliat seperti ulat bangun kesiangan dan melesat cepat ke arah empat orang bawahan Raja Iblis Pulau Nirwana sambil berseru keras, “Empat cecunguk mau mampus! Akulah lawan kalian!”
Tanpa banyak kata, Beda Kumala langsung dikerubuti empat tokoh silat golongan atas itu.
Sementara itu, kemarahan Raja Iblis Pulau Nirwana semakin memuncak. Sudah beberapa kali serangan tinju dan tapaknya meleset. Kemarahan manusia banci itu membangkitkan keinginan untuk membunuh, keinginan membunuh itu memaksa mengeluarkan kekuatan yang sesungguhnya ...
Benar-benar marah!
Walau jurusnya belum dikeluarkan, hawa dingin menggelora dan panasnya sudah menyebar ke segala penjuru. Sontak panas dingin saling bergantian tindih menindih. Sesaat udara berubah drastis, menjadi arus hawa yang sanggup menggulung lawan.
Benar-benar amat menyesakkan dan menggetarkan jiwa!
Srrrr! Bweshh ... !
Wuuzzz!
“Dasar banci gila! Dia benar-benar berniat membunuhku! Ada silang sengketa apa aku dengannya?” gerutu Jalu Samudra sambil meningkatkan Ilmu ‘Tenaga Sakti Kilat Matahari’ hingga tingkat tujuh. Segera saja, cahaya kilat merah kebiru-biruan menggeletar menyelubungi seluruh tubuh pemuda baju biru.
Tentu saja sepak terjang dua muda-mudi ini menjadi pusat perhatian dari semua khalayak yang ada di situ. Beberapa orang yang telah terbebas dari totokan aneh, segera menyingkirkan teman-teman mereka agar tidak terkena salah sasaran pukulan sakti yang kemungkinan besar akan mewarnai jalannya pertarungan.
“Pemuda itu ... ” desis Nyi Tirta Kumala. “ ... dia sanggup menahan serangan Raja Iblis Pulau Nirwana! Siapa sebenarnya dia?”
Mata nenek tua itu nanar memandang sosok pemuda buta yang kini saling serang dengan Raja Iblis Pulau Nirwana. Momok yang telah menawannya hingga hampir dua tahun lamanya.
Kemudian mata tua itu beralih pada sosok baju hijau yang kini sedang adu nyawa dengan empat orang tokoh silat sekaligus, yang ia tahu bahwa andaikata dirinya melawan salah seorang dari mereka membutuhkan waktu lama untuk merobohkannya.
“Darimana muridku bisa memiliki ilmu aneh seperti itu?” desisnya lagi dengan geleng-geleng kepala. “Unik dan luar biasa sekali.”
Akan tetapi melihat kenyataan sekarang ini, ia semakin terheran-heran melihat Beda Kumala, muridnya sanggup menahan gempuran empat orang sekaligus. Bahkan terlihat sekali, gadis murid Perguruan Sastra Kumala ini sanggup mengungguli dan memukul balik para lawannya!
Benar-benar luar biasa!
Saudara-saudara seperguruan Beda Kumala sendiri sampai terbengong melompong melihat perbedaan yang menyolok dengan saudara seperguruan mereka.
“Aku tidak salah lihat, ‘kan?” tanya Wulan Kumala. “Itu ... Beda?”
“Mulanya aku berpikir itu orang lain,” sahut Sari Kumala. “ ... namun melihat lagak lagunya dia memang Beda Kumala. Lihat saja gaya bertarungnya. Khas sekali.”
“Tapi ... darimana ia dapat ilmu yang bisa mengeluarkan benang-benang perak itu?” tanya heran Ratih Kumala. “Perasaan di perguruan kita tidak ada ilmu seperti itu.”
Semua orang yang baru mengenal Beda Kumala dan Jalu Samudra terheran-heran. Tidak dikiranya dua orang yang membebaskan mereka dari ruang penjara bawah tanah ternyata memiliki berilmu tinggi. Kasak-kusuk tentang siapa adanya dua muda-mudi perkasa pun berdengung seperti lebah mau kawin. Semua bergulir begitu saja, mengalir seperti air.
Sebagai tokoh tua yang sering berkelana di rimba persilatan, Ketua Aliran Danau Utara pun angkat bicara.
“Dalam tahun-tahun belakangan ini, aku menyirap kabar tentang munculnya lima pendekar muda yang cukup diperhitungkan para tokoh persilatan dari delapan penjuru mata angin,” tutur Ki Gegap Gempita sambil mengamati pertarungan antara Si Pemanah Gadis dengan Raja Iblis Pulau Nirwana.
“Siapa saja mereka itu?” tanya Si Tangan Golok dengan masgul.
 
Bimabet
BAGIAN 31


“Delapan tahun yang lalu, muncul seorang pemuda bernama Paksi Jaladara yang dijuluki sebagai Pendekar Elang Salju yang sekarang ini menjabat sebagai Ketua Muda Istana Elang,” jawab Ki Gegap Gempita. “Itu orang yang pertama.”
“Maksudmu ... pemuda yang berhasil memenangkan perebutan gelar pendekar di puncak Gunung Tiang Awan, namun justru ia melepaskannya gelar kehormatan itu dan diberikan pada Pendekar Tombak Putih?” tanya si pendek katai di samping kiri Ketua Aliran Danau Utara.
“Tepat. Meski ia tidak menyandang gelar pendekar lagi, namun para tokoh tua sepakat menyematkan gelar Pendekar Kehormatan pada Paksi Jaladara,” tutur Ki Gegap Gempita.
“Lalu ... siapa yang kedua?”
“Murid mendiang Malaikat Tangan Petir yang dijuluki si Dewa Geledek,” sahut Ki Gegap Gempita. “Yang ketiga adalah seorang pemuda yang selalu memakai rompi kulit binatang bersenjatakan seruling panjang berlubang sebelas dan memiliki tunggangan seekor rajawali hijau raksasa yang bernama Jatayu. Julukannya ... Rajawali Dari Utara.”
“Terus ... siapa orang yang ke empat, Ki?” kejar yang paling belakang dengan rasa tertarik yang tinggi.
“Setahuku, dia adalah seorang jago muda yang dijuluki Kalajengking Berambut Emas,” tutur Ki Gegap Gempita. “Kalian pasti kenal dengan tokoh hitam yang bergelar Bajak Laut Berambut Merah, bukan?”
“Aku tahu siapa dia!” seru Jalak Hutan yang di pojok.
“Jadi ... dia tokoh muda aliran hitam?”
“Tidak.”
“Tidak?”
“Ya! Sebab Bajak Laut Berambut Merah telah tewas enam belas tahun lalu dan muridnya hanya ditinggali sebuah kitab bernama Kitab Sastra Hijau dan kita patut bersyukur meski dia murid tokoh aliran hitam, namun ia berjalan di jalan kebenaran!” lanjut Ki Gegap Gempita.
Semua orang yang ada di tempat itu saling pandang.
Siapa yang tidak kenal dengan empat tokoh muda yang disebutkan oleh Ki Gegap Gempita.
Pendekar Elang Salju, tentu saja mereka tahu siapa adanya sosok pemuda sakti yang memiliki dua istri cantik jelita yang juga memiliki kesaktian pilih tanding. Belum lagi dengan Empat Pengawal Gerbang Istana Elang yang dipilih sesuai dengan garis nasib dan takdir mereka. Nama Empat Pengawal ini sama terkenalnya dengan Ketua mereka. Ketua Istana Elang inilah yang pada delapan tahun lalu berhasil mengungkap siapa dalang pembunuhan terhadap Pendekar Gila Nyawa, yang ternyata didalangi oleh orang keturunan setengah setan setengah manusia yang bernama Pangeran Nawa Prabancana.
Belum lagi dengan murid mendiang Malaikat Tangan Petir yang dijuluki Dewa Geledek. Tentu semua orang persilatan sangat-sangat tahu tentang sepak terjang Dewa Geledek yang berhasil meruntuhkan benteng kekuatan aliran hitam yang waktu itu berusaha mengacaukan jagat persilatan wilayah selatan. Bahkan datuk persilatan yang dijuluki Toya Raja Kera Putih harus merelakan nyawanya melayang di bawah tebasan Pedang Urat Geledek sang pendekar. Dalam pertempuran itu, ia saling bahu membahu dengan tokoh muda berjuluk Kalajengking Berambut Emas.
Akan halnya Rajawali Dari Utara, baru tiga-empat tahun belakangan ini ia muncul ke permukaan, ikut meramaikan kancah dunia persilatan. Entah siapa gurunya tidak ada yang mengetahui dengan pasti. Ilmu silatnya cukup aneh dan jarang-jarang tokoh silat papan atas mengetahui sumber kesaktian dari Rajawali Dari Utara ini.
“Lalu .. siapa tokoh muda yang ke lima, Ki?”
Ki Gegap Gempita menghela napas sebentar, lalu berkata, “Yang ke lima ... namanya baru muncul dua tahun terakhir ini. Dia seorang pendekar bermata buta. Menurut kata sobat Nelayan Dari Laut Utara, pemuda ini menguasai sebuah ilmu kesaktian langka yang paling dicari di rimba persilatan.”
“Maksudmu ... ?”
“Ilmu Sakti ‘Mata Malaikat’!” kata Ketua Aliran Danau Utara, mantap.
Rata-rata orang yang ada di tempat itu terlonjak kaget!
Benarkah apa yang dikatakan si Kitab Pengelana ini?
Mana mungkin ilmu yang sudah ratusan tahun hilang kini bisa muncul kembali?
Kok bisa?
“ ... dan menurut ciri-ciri yang diberikan sobat Nelayan Dari Laut Utara padaku, pemuda bernama Jalu Samudra itulah orangnya,” sambung Ki Gegap Gempita. “Dan menurutku secara pribadi, dialah murid tunggal Dewa Pengemis ... ”
Kaget untuk pertama kali, kata orang adalah biasa. Tapi kalau terus-terusan kaget, bisa sakit jantung namanya. Hal itu kembali terjadi pada para tokoh silat yang ada di tempat itu. Tatapan mata mereka nanar, mengarah pada sosok bayangan biru yang bergerak dengan kecepatan kilat yang saling desak dengan bayangan biru-merah lawan.
“Hanya saja ... ” suara Ki Gegap Gempita terputus sendiri.
“Hanya saja apa, Ki?”
“Dia punya julukan aneh,” sahut laki-laki berbaju putih kucel itu.
“Julukan aneh?Apa Aki mengetahuinya?”
Laki-laki itu mengangguk pelan.
“Apa?”
“Aku malu mengatakannya.”
“Katakan saja. Toh dia pula yang telah menolong kami lepas dari rantai setan itu,” tandas si laki-laki bertongkat panjang.
“Sebutkan saja, kawan!”
“Tak perlu malu-malu lah!”
“Ia digelari ... Si Pemanah Gadis,” kata Ki Gegap Gempita pada akhirnya.
Beberapa orang tercekat. Bahkan ada yang mengulum senyum, namun ada pula yang tertawa tanpa suara. Tidak sedikit yang langsung tertawa tergelak-gelak mendengarnya.
“Julukan kok aneh,” celetuk si botak klimis. “Biasanya orang memakai julukan yang mentereng atau malah menakutkan pihak lawan yang mendengarnya. Pemanah Sakti Tanpa Tanding misalnya. Atau kalau perlu Pemanah Maut Bermata Buta. Lha ini, julukan kok Si Pemanah Gadis? Memangnya gadis mana yang mau ia panah? Orang buta saja pakai gelar sembarangan!”
Mendengar celetukan itu, beberapa orang langsung tertawa geli, bahkan ada yang terbahak-bahak.
“Meski gelarnya sembarangan, tapi ilmu kesaktian yang dimilikinya tidak sembarangan,” bela laki-laki bertongkat panjang. “Ingat! Dia telah menolong kita semua! Camkan itu!”
“Yeah! Aku juga tahu itu! Ngga perlu naik pitam begitulah,” kata si botak klimis tanpa mau disalahkan.
Sementara itu, pertarungan terpecah menjadi dua tempat.
Dengan menggunakan tenaga saktinya yang telah meningkat pesat, Beda Kumala sanggup menahan gempuran empat lawannya sekaligus.
Hitung-hitung pertarungan kali ini sebagai uji coba ilmu barunya!
Plakk! Plakk!
Pedang Dewa dan Karang Kiamat terjajar beberapa langkah ke belakang saat ujung pedang dan kepalan tangan pasangan nyleneh ini saling bentur dengan telunjuk kanan kiri murid Perguruan Sastra Kumala.
“Edan! Seluruh jaringan syarafku seperti digigit oleh puluhan ulat,” desis Pedang Dewa sambil menekankan ujung pedang ke tanah hingga amblas sampai separo lebih. “Dapat kesaktian darimana gadis ini? Aku yakin di perguruannya tidak ada bentuk tenaga seperti ini.”
Sedang karang kiamat yang terdorong agak jauhan, jatuh bergulingan saat tubuhnya secara tidak sengaja kakinya tersandung satu sosok mayat.
Brukk!
Tubuhnya tanpa dapat dicegah, langsung terhumbalang jatuh.
“Keparat!” maki karang kiamat sambil menendangkan kaki kirinya.
Bughh! Wutt!
Mayat itu langsung meluncur cepat ke arah Beda Kumala.
Mengetahui serangan datang dari arah yang tidak diduganya, Beda Kumala segera menggerakkan jurus ‘Ulat Sutera Memintal Benang’ dimana ujung-ujung jari seperti orang menunjuk-nunjuk sesuatu disertai dengan langkah kaki yang kadang bergeser ke kiri kanan, namun anehnya pergeseran kaki tetap menyentuh tanah. Belum lagi dengan badan yang melejit-lejit seperti cacing kepanasan meski posisi kaki tetap berada di tanah.
Sett! Wreett!
Dari ujung jari kanan keluar larikan panjang serabut-serabut putih keperakan.
Srepp! Srepp!
Seperti digerakkan oleh ratusan ulat yang sedang memintal benang, sosok mayat yang di lemparkan oleh Karang Kiamat dalam sekejap telah dibungkus seluruhnya, persis seperti pocongan.
Wutt ... !
Tidak berhenti di situ saja, Beda Kumala segera menarik cepat bungkusan mayat dengan gerak sendak pancing diarahkan ke Tombak Sakti.
Duess ... ! Darrr ... !
Tombak baja di tangan Tombak Sakti langsung bengkok!
Akan halnya bungkusan mayat hancur luluh membentuk debu-debu putih yang beterbangan seperti layaknya debu ditiup angin.
Tombak Sakti sendiri langsung terpental jauh ke belakang disertai semburan darah kental kehitaman keluar dari mulutnya.
“Gadis sundal! Kau harus rasakan Pukulan ‘Dewa Edan’-ku ini!” teriak Tombak Sakti sambil tangan kanan menyusut darah yang menetes.
Jari-jari tangan kiri tombak sakti mendadak berubah menjadi lima warna sekaligus!
Namun belum sempat Pukulan ‘Dewa Edan’ terlontar, jari kanan gadis cantik baju hijau kembali memuntahkan benang-benang perak ke arah Tombak Sakti. Masih dengan jurus yang sama, kembali Beda Kumala berniat mengulang kesuksesan membungkus Tombak Sakti seperti yang dilakukan pada mayat sebelumnya.
Sett! Wreett!
Yang diserang kaget bukan alang kepalang!
Kecepatan datangnya serangan terlalu amat sangat sehingga Tombak Sakti hanya sanggup melotot matanya yang segedhe jengkol, lupa bahwa di tangan kirinya telah siap dengan jurus Pukulan ‘Dewa Edan’ yang telah siap ditunjukkan kehebatannya.
Namun kesadarannya sudah terlambat!
Rett! Retttt!!
Dalam satu helaan napas saja, seluruh tubuh Tombak Sakti sudah terbungkus rapat.
“Selamat jalan ke neraka!” desis Beda Kumala.
Begitu dilakukan gerakan sandal pancing, sosok tubuh Tombak Sakti terlontar ke atas dan langsung meledak diiringi suara dentuman.
“Aaaahhh ... !!”
Buummm ... !!
“Tombak Sakti ... !” seru Trisula Kembar melihat rekannya hancur menjadi debu putih.
Trisula Kembar begitu syok melihat tombak sakti tewas. Meski sering perang mulut, namun hanya Tombak Sakti sajalah sebenarnya orang yang paling sejalan dengan dirinya.
“Aku akan membalaskan dendammu, sobat ... ” desis Trisula Kembar sambil menggenggam erat sepasang trisulanya, katanya, “Gadis setan! Hutang nyawa bayar nyawa! Aku mau menuntut bela pati untuk sahabatku!”
Trisul kembar langsung menerjang cepat.
Wutt ... ! Wutt ... !
Kibasan sepasang trisula yang menerbitkan angin dingin membuat Beda Kumala harus berpikir cermat dalam menghadapi lawan kali ini.
“Menghadapi orang gila harus dengan cara orang waras. Kalau aku ikut-ikutan gila, wah ... bisa berabe, nih!” pikir Beda Kumala sambil berjumpalitan menghindari terjangan lawan.
Begitu Trisula Kembar menyerang, Pedang Dewa dan Karang Kiamat mengikuti langkah sang kawan. Jika tangan kanan Pedang Dewa menggunakan Ilmu Pedang ‘Mayapada Beku’, suatu ilmu pedang yang mengutamakan kecepatan gerak, ilmu pedang yang bisa mendahului serangan lawan dengan pancaran hawa pedang, diikuti serangan yang sebenarnya dilancarkan.
Syuuut! Sutt ... !
Tangan kiri Pedang Dewa melancarkan jurus-jurus pukulan sakti hingga arena pertarungan menjadi semakin ramai dan semarak.
Bumm! Blarrr ... !
Ilmu ‘Kepompong Ulat Sutera Perak’ yang digunakan oleh Beda Kumala benar-benar luar biasa. Benang-benang suteranya bisa berubah sekeras baja dan kadang kala bisa selembut kain sutera.
Criing! Criiing!
Terdengar suara nyaring saat benang sutera beradu dengan kulit Karang Kiamat yang menggunakan Ilmu ‘Karang’ tingkat tinggi hingga benar-benar keras seperti batu karang. Seluruh tubuh pemuda yang kini bermata buta menjadi semakin merah kehitaman, layaknya batu karang yang tertimpa sinar matahari selama puluhan tahun.
“Kau tidak akan bisa menembus Ilmu ‘Karang’-ku, cah ayu!” ejek Karang Kiamat. “Menyerah sajalah!”
“Aku tidak percaya ilmu kebalmu tidak bisa ditembus dengan senjata apa pun!” kata Beda Kumala sambil memutar tubuh seperti gasing, melenting ke atas.
Wusss ... !
Gadis itu benar-benar melayang-layang di udara dengan posisi ke bawah di bawah!
Di atas ketinggian, Beda Kumala menggerakkan ke dua tangan di atas kepala, memulai jurus ke dua Ilmu ‘Kepompong Ulat Sutera Perak’ yang bernama jurus ‘Belitan Ulat Sutera Jahat’. Sepasang tangannya membuat gerakan tangan bertolak belakang. Tangan kiri membuat gerakan kotak-kotak berulang kali dan tangan kanan membentuk gerak melingkar berulang-ulang.
Sett! Sett!
Dua gulungan benang perak beda bentuk menerabas daerah pertahanan Pedang Dewa dan Karang Kiamat.
Criiing! Criing!
Pedang Dewa sendiri langsung memainkan jurus ‘Fajar Di Tengah Kabut’ untuk memutus benang perak yang membentuk kotak, yang kini seperti membesar membentuk sebuah penjara seluas dua tombak kali dua tombak dan turun dari atas dengan cepat.
Crakk! Crakk!
Brakk!
Begitu menyentuh tanah, penjara benang perak bergerak mengecil dengan sendirinya.
Rett!
Tentu saja Pedang Dewa kelabakan mendapati dirinya terkurung dalam penjara aneh yang bisa bergerak mengecil dengan sendirinya.
“Setan belang! Masakan pukulan saktiku tidak bisa meruntuhkan penjara busuk ini!” teriak Pedang Dewa kalang kabut.
“Heaaaa ... !”
Duarr! Jdarr! Glarr!
Puluhan kali pukulan sakti yang dilontarkan oleh Pedang Dewa membentur penjara benang perak. Namun hasilnya sungguh diluar dugaan. Jangankan koyak seperti yang dibayangkan oleh Pedang Dewa, putus sehelai pun tidak!
Semakin lama, penjara benang perak semakin kecil. Hingga akhirnya ...
“Toobbaaaaatttt ... !!”
Crass ... crasss ... !!
Teriakan kematian Pedang Dewa begitu membuat miris orang-orang yang ada di tempat itu. Apalagi tubuh laki-laki dengan tabiat aneh ini tercacah-cacah seperti daging cincang.
Sungguh kematian yang mengerikan!
Jerit kematian Pedang Dewa datangnya hampir bersamaan dengan jerit lengking Karang Kiamat. Kekasih Pedang Dewa ini juga mengalami nasib yang tidak begitu jauh beda. Hanya bedanya, jika Pedang Dewa penjaranya berbentuk kotak, justru Karang Kiamat dipenjara benang perak berbentuk tabung. Merasa dirinya kebal segala jenis senajat tajam dan pukulan maut, tidak terbertik sedikit pun di kepala pemuda buta itu untuk mempertahankan hidupnya seperti yang dilakukan oleh Pedang Dewa. Karang Kiamat lupa satu pepatah kuno yang berbunyi ‘bahwa diatas langit masih ada langit dan diatas gunung masih ada gunung’.
Di saat punggungnya terasa perih, barulah ia menyadari bahwa dirinya salah perhitungan!
Crass ... crasss ... !!
Kematian yang sama pun diterima oleh Karang Kiamat.
Trisula Kembar yang kini sendirian, nyalinya langsung kuncup. Tanpa banyak kata, ia langsung balik badan. Mengambil jurus paling aman. Jurus yang paling terkenal di kalangan pengecut.
Jurus langkah seribu!
“Huh! Kau boleh pergi! Tapi tinggalkan dulu nyawamu disini!” bentak Beda Kumala. Di udara, gadis itu segera meniup telapak tangan kiri-kanan bergantian. Lima bentuk hawa padat bergulung-gulung setajam pedang melesat cepat ke arah larinya Trisula Kembar yang kini sejarak dua tombak dari pintu gerbang.
Inilah jurus yang bernama jurus ‘Lima Ulat Sutera Mengukur Baju Pengantin’!
Jurus yang sekarang ini digunakan oleh si gadis segera bekerja.
Crass! Crass!
Sepasang kaki Trisula Kembar tepat di bagian lutut terpisah dari tempatnya.
“Aaaahhh ... !!”
Jerit kesakitan terdengar memilukan.
Crass! Crass!
Kali ini, sepasang tangan pun putus sebatas bahu.
“Aaaahhh ... !! Aaaaggghhh ... !! Ampunnn ... !!”
Kembali jerit kesakitan terdengar, bahkan kini semakin memilukan di telinga siapa saja yang mendengarnya. Tubuh Trisula Kembar hampir terjatuh ke tanah saat sebuah tebasan cepat mengenai lehernya.
Crasss!
Selesai sudah penderitaan yang dialami Trisula Kembar untuk selama-lamanya!
Jlegg!
Beda Kumala melayang turun. Mata indahnya memandang ‘hasil buah tangannya’. Ada rasa penyesalan dalam hati gadis itu melihat bahwa ilmu yang ia miliki ternyata sebuah ilmu yang telengas bahkan cenderung sadis dan ganas.
“Tak kukira bahwa Ilmu ‘Kepompong Ulat Sutera Perak’ yang diberikan Kakang Jalu begini menakutkan. Entah bagaimana dengan tujuh jurus lainnya,” desah lirih Beda Kumala. “Aku harus lebih bijaksana menggunakan ilmu ini.”
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd