Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG SIDE STORY (The Lucky Bastard - racebannon)

Setelah Anggia, mau bahas siapa?

  • Nica

    Votes: 76 16,6%
  • Karen

    Votes: 109 23,8%
  • Mayang

    Votes: 145 31,7%
  • Nayla

    Votes: 152 33,2%

  • Total voters
    458
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
MDT sudah update..
Habis itu anggia sama mbak mayang..
Ditunggu suhu..
 
Ane kira udah update.. Blom ya.. Penasaran Story Anggia ma rendy,. ayo yg ini jg di update hu..
 
mantab bener nih cerita suhu sampek bikin gua baper...
oiya suhu riquest cerita si adrian mampus ketabrak metromini dong soalnya gua sebel banget ama tu bocah songong :marah:
 
Hadeuh karen kalah voting padahal masih penasaran kehidupan dia setelah putus sama "aku" dan juga ss nya sama stefan, pembaca MDT kan ga ada yg tau gaya bercinta stefan.
 
Tidak kenapa harus nayla :galau:

Yg ini kpn di update suhu.?
Ane mewakilin suhu RB yah suhu cerita ini bakal diupdate kalo ada yg berhubungan dengan MDT
 
SIDE STORY
ANGGIA | PART - 16

------------------------------------------

glitch11.jpg

“Laper?” tanya Anggia, melihat Rendy sedang melahap makanan di depannya. Restoran cepat saji yang ada di daerah Plaza Festival Kuningan itu menjadi perbehentian Rendy, sebelum dia diantar Anggia ke tempat kosnya. Waktu sudah menunjukkan jam makan malam. Anggia hanya menikmati dessert dan minuman ringan. Dia tidak terlalu berani untuk sering-sering memakan makanan cepat saji.

“Banget” jawab Rendy pelan.
“Segitunya siang tadi pas syuting ama Hantaman situ makannya dua porsi”
“Maap”
“Maap-maap… untung mereka mau bantuin abisin, kalo enggak, makin gendut aja elu” kesal Anggia.
“Abisnya gimana dong?” jawab Rendy yang tampaknya lebih berkonsentrasi untuk menghabisi potongan ayam di depan mukanya dibanding menatap wajah cantik Anggia, dengan rambut pendeknya yang edgy, bajunya yang stylish dan posturnya yang ramping sempurna itu.

“Bodo ah, lebih sayang ama makanan kayaknya daripada ama gue”
“Engga kooook” rajuk Rendy tanpa melihat Anggia.
“Hnnggghhh….” Anggia meregangkan tangannya ke atas. Setidaknya, yang dia kesal soal Rendy adalah kemalasan dan porsi makannya. Selebihnya? Dia sangat nyaman bersama mahluk ini. Pengertian, selalu bisa mendengar, sabar, baik, selalu bisa diandalkan, dan so on. Sempurna. Sempurna buat Anggia. Dan Cuma satu yang mengganjal. Eh sebentar, ada dua. Sepertinya kepala Anggia sedang sibuk untuk mengkatalog-kan masalah yang ia hadapi.

Satu, yang ringan.

Anggia ingin Rendy diet. Rendy lumayan good looking sebenarnya, tapi tertutup oleh buncitnya, dan gaya hidupnya yang tidak sehat. Oke, memang pekerjaan di dunia Rendy membutuhkan dia untuk tidur tidak teratur, kadang begadang, dan pola hidup yang tidak sehat. Tapi pola makan Rendy, yang harusnya bisa diatur, seringkali menjadi berlebihan. Ada orang bilang, kalau orang sibuk sama pekerjaan dan tidak tahu caranya untuk menghilangkan stress, maka dia akan mereward dirinya sendiri dengan makanan. Makanan yang memberikan sensasi enak, tentunya berlemak, tidak sehat dan sebagainya. Makanan seperti itu secara cepat memberikan rasa nyaman ke tubuh. Sehingga menimbulkan perasaan puas dan penuh setelah memakannya.

Dan itu problemnya. Semakin sering makan yang tidak sehat, lemak akan menumpuk dan merusak kesehatan. Minimal bentuk badan. Ini harus Anggia pecahkan. Bagaimana caranya mengatur makan Rendy.

Dua, yang berat.

Ayahnya lagi-lagi keberatan. Rendy memang bukan nama yang asing. Tapi lagi-lagi urusan agama jadi pembicaraan panjang. Ayahnya masih ingin Anggia berpacaran dengan yang agama di KTP nya sama, minimal. Kalau anak gereja? Wah, poin plus sekali, sepertinya Ayahnya akan langsung buru-buru menyuruh Anggia menikah dengan orang itu.

Tapi Rendy? Agama mayoritas. Muslim. Muslim casual. Muslim pada umumnya. Dan ini masalah, setidaknya bagi ayah Anggia. Keluarga Rendy? Sejauh ini mereka santai-santai saja, karena mereka sudah mengenal Anggia sejak lama. Dan sepertinya tidak ada wacana dari mereka untuk menanyakan agama Anggia. It’s personal anyway.

Dan sekarang Anggia sedang bingung, mau bagaimana lagi ia memuluskan jalan Rendy di depan ayahnya. Tapi jalan untuk apa? Wait-wait-wait-wait? Kawin? Sama Rendy? hmm….. Anggia sedang memandangi pria penuh nafsu di depan matanya. Nafsu untuk makan tapi. Dan Anggia merasa sepertinya dia akan nyaman jika tiap hari dia bertemu dengan orang seperti Rendy. Cool sepertinya.

Ah, nikah, lalu beda agama, lalu lala-lala lainnya, sepertinya harus Anggia masukkan dalam peti masalah dulu di kepalanya sebelum ia bongkar lagi ketika saatnya tepat. Sekarang yang di depan mata dulu. Dua masalah tadi. Masalah Diet Rendy dan keberterimaan sang ayah atas Rendy. Itu dulu.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

“Kemaren kocak banget loh, kata Dian, si Kyoko itu, pacarnya Arya, keliatannya gemes banget sama anak gue” bangga sahabatnya, saat sore hari di teras kantor. Tenang, tidak ada asap rokok lagi. Yang ada hanyalah dia dan Anggia yang memandangi macet Jakarta.

“Hmmm… Sombong… Tapi Alika emang super lucu sih, untung emaknya Dian, jadi sehat bener anaknya…. Coba Karen, hahahahaha” tawa Anggia.
“Tokai emang anak nih” kesal sahabatnya.

“Karen pa kabar sih?” tanya Anggia menyelidik.
“Mana gue tau” jawab sahabatnya dengan cuek.
“Kemaren gue liat tuh, yang waktu acaranya bahas Hantaman”
“Terus?”
“Ya gitu aja”
“Gitu aja gimana”
“Ya kayak Karen yang gue tau”
“Oh”

“Ah oh ah oh” ledek Anggia ketus.
“Eh, si Anin tuh, pas lagi nengok anak gue, tengsin bener ketemu elo” tawa sahabatnya.
“Tu anak gak berubah-berubah, tiap ketemu gue selalu aja kaku kayak lap mobil kering, padahal gue udah pacaran sama siapa tau….. Sekarang malah ama Rendy, tetep aja tuh si Anin tingkahnya kayak pas kita jaman kuliah” sahut Anggia panjang.
“Emang gitu anaknya, baperan, gue malah denger dari si Arya, kalo dia baper banget sama cewek pas di Jepang sono”

“Orang Jepang?” tanya Anggia.
“Orang Singapur”
“Kok?”
“Temennya Ilham, ngebantuin dokumentasi mereka pas di Jepang, nih anaknya” sahabatnya membuka instagram dan memperlihatkan foto Zee ke Anggia.

glitch65.jpg

Zee

“Ih, cakep” komentar Anggia. “Rambutnya bagus, jadi pengen panjangin, segitu lah panjangnya, dan lehernya bagus tuh… cakep banget”
“Kalo setelah gue kepoin sih, ini orang singapur itu Anggia versi Arab”

“Heh”
“Serius, sama gaya berpakaiannya, tomboy, edgy, terus keliatan cuek dan galak. Padahal kalo Anggia gue tau aslinya kayak gimana…. Super duper mewek girl” ledek sahabatnya.
“Mewek… Bilang aja kangen gue mewek-mewekin lagi biar bisa ngewe lagi sama gue”
“Hus!”

“Bodo”

Mendadak ada sebuah motor vespa dengan warna kuning lucu, masuk ke dalam parkiran kantor. Seorang pemuda tanggung, yang tampaknya berusia pertengahan 20-an menaikinya. Tak lama kemudian setelah motor itu berhasil parkir dengan posisi nanggung, pemuda itu membuka helmnya dan menghampiri Anggia dan sahabatnya.

“Misi, Kalau Nicanya ada?” tanya si pemuda dengan sopan.
“Oh ada, di dalem tuh, lagi kerja, samperin aja” jawab sang sahabat dengan agak kaget.
“Makasih mas”

Pemuda itu bergegas berjalan, masuk ke kantor.

Anggia dan sahabatnya berpandangan.

“Itu pacarnya Nica?” tanya Anggia.
“Tauk”
“Kan udah punya pacar ya dia?”

“Mana gue tau”
“Kan elo mantannya”
“Tapi gue bukan emaknya”
“Ah elo mah, kebanyakan ganti-ganti pacar sih, dasar playboy sok gentle” ledek Anggia.

“Taik”

Dan kemudian Nica dan pemuda itu berjalan keluar.
“Keluar dulu ya mas, sebentar” senyum Nica dengan formal ke arah seniornya.
“Ok” jawabnya ringan. Kemudian, adegan obrolan kecil mesra sebelum mereka pergi, terlihat di mata dua orang senior kantor itu. Anggia dan sahabatnya. Nica tampak menggemaskan seperti biasa, dan terlihat mungil saat dibonceng oleh motor kuning buatan Italia itu.

“Lucu amat, kayak bocah” komentar Anggia.
“Gitu deh”
“Dan pasti udah lo bolak balik pake sana sini ya” tawa Anggia.
“Bukan urusan elu”
“Kasian tu cowok, dapet bekas elu” ledek Anggia.
“Dan elo gak ngaca ketika ngomong itu” dengus sahabatnya pelan sambil berdiri, menarik punggungnya agar rileks kembali.

“Eh si TAI” umpat Anggia.
“Makanya jangan ngomong sembarangan, kan balik ke elo lagi” ucap sang sahabat sok bijak, bagai motivator tai kotok yang malang melintang di televisi nasional.
“Hmm… pinter ya sekarang”
“Pinter lah, dah bisa bikin anak”

“Sombong, ntar gue bikin anak sama Rendy lo gak gue izinin nengok”
“Bagus lah, biar gue gak repot harus ngasih kado segala”
“Pelit”
“Biarin”

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

“Adrian ngga ada kabar lagi?” tanya Asthia, kakak Anggia, di restoran cepat saji di selatan Jakarta itu. Kebiasaan mereka dari keci, ketika selesai misa di gereja hari minggu, mereka selalu pulang dan makan di restoran cepat saji itu. Kebiasaan tersebut masih terbawa sampai sekarang. Bahkan ketika Asthia sudah menikah sekalipun.

“Ya ampun, Maria Asthia Tan… masih aja yak nanyain si bajingan itu” pusing Anggia mendengar pertanyaan kakaknya, sambil memasukkan sendok plastik yang berisi eskrim dengan rasa datar itu ke mulutnya.
“Kirain ada apaan lagi gitu cerita tentang dia yang aneh-aneh”
“Tauk, males taunya juga, mendingan gini lah, ilang gitu aja”
“Iya”

Dari kejauhan Anggia melihat suami Asthia yang sedang mengawasi anak mereka yang bermain di area permainan anak. Tatapan pria itu tampak penuh kasih sayang, memperhatikan buah hatinya yang sedang asyik menjelajah tempat tersebut.

“Apa yang lo pikirin sih pas lo mutusin buat nikah?” tanya Anggia mendadak.
“Ga ada”
“Hah, jawaban macem apa itu?”
“Yang kayak gitu mah otomatis, tiba-tiba lo ngerasa pengen hidup bareng sama orang yang lo sayang” jawab Kakaknya diplomatis.

“Oh jadi lo kayak dapet wahyu gitu ya, cling gitu, terus nikah ah, bilang Papa, terus langsung ke gereja?” tanya Anggia dengan tololnya, dan berbau meledek dan bercanda.
“Dek Josephineku sayang, lo gimana sih, kalo mau ngeledek jangan pas lo lagi dalem posisi gini dong”

“Posisi apaan?”
“Posisi lo pacaran ama yang beda agama lagi” lanjut Asthia.
“Rendy? Gue pikir kalo pacaran ama Rendy, ga ada yang bakal nanya-nanya lagi”

“Justru karena Rendy, itu jadi pikiran Papa…” Asthia menatap lekat ke arah Anggia.
“Duh, apalagi sih nih….”
“Biasa, mama yang curhat ke aku, kalo papa ngedumel-ngedumel lagi pas tau lo pacaran sama Rendy”
“Papa kan dah kenal Rendy”
“Justru karena dia kenal, dan tau orangnya baik, jadi dia makin khawatir sama elo tau” sambung Asthia.

“Takut kenapanya?” Anggia kadang memang heran dengan jalan pikiran ayahnya sendiri.
“Dia takut lo bakal end up nikah ama Rendy”
“Terus?”

“Sayang, emang nikah beda agama itu wajar jaman sekarang, apalagi kalo lo terbang ke singapur sana, balik-balik jadi suami istri, tapi…..” Asthia menghela nafas.
“Tapi apa?”
“Papa takut, kamu pindah agama ikut Rendy, atau ntar anak-anak kalian ngikut bapaknya, lo tau kan Papa pengen besarin cucu-cucunya di lingkungan gereja”

“Kayak gue bakal nikah ama Rendy aja” komentar Anggia.
“Papa ngeliatnya kayak gitu, lagian udah beberapa bulan lo bareng ama Rendy gak ada masalah apa-apa”
“Oh, jadi biasanya kalo gue punya pacar itu pasti ada masalah gitu ya?” kesal Anggia.

Anggia dan Asthia bertatap-tatapan dengan tajam, tapi Anggia tahu bahwa kakaknya Cuma jadi penyambung lidah ibunya, dan ibunya Cuma jadi penyambung lidah ayahnya. Dan selalu begini lagi, pacaran lagi sama yang beda agama, lalu polemik lagi, belum-belum sang ayah sudah berpikir, gimana kalau Anggia jadi menikah dengan pacarnya yang beda agama itu, lantas gimana kalau Anggia pindah agama, lantas bagaimana kalau anak-anak Anggia nanti dibesarkan dengan ajaran agama lain?

“Kenapa sih orang tua kita overthink kayak gitu?” tanya Anggia dengan muka kesal.
“Lo kenal Papa kan, harusnya udah gak nanya kayak gitu lagi” jawab sang kakak.
“Dan gue ikut ke KFC bareng elo instead gue milih balik atau main abis misa itu Cuma buat nginget jaman kita kecil dulu, bukan buat diceramahin soal isi kepala Papa sama elo” ketus Anggia sambil terus menyuapkan eskrim tersebut ke mulutnya sendiri.

“Tapi lo ada kepikiran gak sih, nikah ama Rendy?” selidik sang kakak.
“Sekarang? Detik ini? Kagak”
“Serius?”
“Lo pengen gue nikah ama dia?” kesal Anggia.

“Ya… bukan gitu, Papa pasti ga mau, tapi…. Gue ada feeling kalo lo bakal super nyaman terus ama Rendy ya…” komentar Asthia.
“Tumben pemikiran lo beda ama Papa” balas Anggia.
“Hmm”

“Kok lo ham hem ham hem sih” tatap Anggia ke kakaknya dengan muka super judes.
“Jujur, gue seneng pas tau lo bareng ama Rendy, tapi mengingat dia beda agama ama elo, jadinya gue malah mikirin Papa, dan ternyata gue dicurhatin Mama soal keluhannya doi”
“Bodo ah, kalo ntar Mama nanya soal gue, atau malah Papa nanya, bilang aja Anggia belom mau kawin, jangan mikir kejauhan ke anak dulu”

“Dan gue juga musti bilangin kalo impian Papa itu adalah lo nikah sama cowok gereja baik-baik dan lo aktif di gereja sama keluarga lo ntar nya” Asthia nyengir dengan awkwardnya, memperlihatkan deretan giginya ke Anggia.
“Persetan”
“Hus”

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

“Gimana pandangan lo soal pernikahan?” tanya Anggia mendadak ke Rendy.
“Hah?”
“Kok hah”
“Hah?”
“Elu ngedengerin gak sih?” kesal Anggia ke Rendy sejadi-jadinya.

“Hmmm…..”
“Kebanyakan mikir”

Malam itu Anggia menghabiskan waktunya di kosan Rendy. Masih jam 9 malam, setelah Anggia habis-habisan berjibaku mengalahkan macetnya Jakarta pada perjalanan dari Kemang sampai ke Kuningan. Anggia sedang berbaring dengan malah di kasur Rendy, sementar Rendy masih disibukkan dengan pekerjaannya di laptop.

“Jawab eh” tegur Anggia.
“Hmm… menurut gue, pernikahan itu sakral, dan perlu, karena dia adalah tonggak pembentuk masyarakat dan…”
“Duh"
“Kenapa Nggi?” tanya Rendy bingung.

“Maksud gue itu, lo apakah pernah ngebayangin diri lo dalam pernikahan gak?” tanya Anggia lagi.
“Perasaan tadi pertanyaannya soal pandangan gue atas pernikahan” bingung Rendy.
“Ihhh maksud gue soal elunya sendiri Ren”

“Oh, hmm…. Kalo soal itu sih gue pengen lah ada dalam ikatan pernikahan, siapa yang ga pengen tinggal bareng dan tumbuh sama orang yang lo sayang” senyum Rendy penuh arti.
“Ow” Anggia hanya melirik ke Rendy, dan lalu kembali guling-guling tak jelas di atas kasur sambil mempermainkan handphonenya.

“Kenapa nanya soal nikah?” selidik Rendy.
“Gapapa”
“Gak pengen buru-buru kan?”
“Udah gapapa”

“Tapi kalo emang kita arahnya mau kesana, gue mau banget sih Nggi” senyum Rendy sambil sedikit tersipu malu.
“Ngarang, kita agamanya beda”
“Siapa bilang itu gak bisa diatur?”

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Wow..finally back! Lucu ya ngeliat gmn mesranya anggia ama rendy, with their own ways
 
anggia.......
tul kata rendy.....
y kalau emang mau pasti bisa....
semangat nak rendy.....
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd