Chapter 12 : Bunga Yang Mulai Layu
Pagi buta Subarkah baru kembali ke rumahnya. Semalaman dia tertidur di rumah Bu Marsih. Tubuhnya terasa segar dan raut wajahnya berubah semakin cerah ceria mengenang apa yang terjadi semalam. Pembicaraan dengan Bu Marsih seperti membuat Barkah mendapatkan semangat dan tujuan hidup baru.
Sesampainya di depan rumah, Barkah sangat terkejut, melihat ada seseorang wanita yang duduk di kursi teras rumahnya. Wanita itu nampak duduk dan tertidur dalam posisi duduk bersandar. Rambut panjangnya tergerai menutup wajahnya. Sambil terkejut, Barkah mendekat pelan pelan ke arah wanita tersebut.
"Ini apalagi.....kok ya hidupku jadi banyak aneh aneh to ya" gerutu Barkah sambil mendekat.
Saat sudah dekat Barkah melihat lebih detail lagi, dan dia menyadari bahwa wanita ini ternyata Harni.
"Har....har....kamu kok di sini Har panggil Barkah"
Barkah berusaha membangunkan Sri Harni dengan menepuk pelan pundaknya.
Tidak ada respon.
"Har.....har.....bangun har, kamu bisa masuk angin har" Barkah berusaha membangunkan lagi dengan menepuk lengan sebelah kanan Sri Harni. Ketika tangan Barkah menyentuh kulit Harni, terasa bahwa suhu tubuhnya begitu panas.
"Lah....kok sepanas ini badan Harni" batin Barkah.
Barkah pun dengan kedua tangan berusaha membangunkan Harni, mulai khawatir akan apa yang terjadi. Disibakkan rambut Harni supaya tidak menutupi wajahnya.
Akhirnya Harni sedikit terbangun dan bergumam lemah "Bar.....kamu udah pulang"
"Aku semalem sakit, ke sini mau minjem obat kalo ada"
Jawaban lemah Harni yang kemudian dia kembali tertidur bagai orang pada pingsan.
"Waduh Harni, maapken, aku...aku semalem ada urusan Har. Udah udah ayo masuk dulu, berbaring di dalam aja Har"
Dengan Panik Barkah menjawab kemudian berusaha memapah Harni masuk ke dalam rumahnya.
Sesampainya di dalam, Barkah menidurkan Harni di kasur kamar tidurnya. Harni masih dalam kondisi entah pingsan entah tidur Barkah tidak tau pasti. Terkadang Harni bergumam lirih tidak jelas berbicara apa.
Barkah yang panik segera mencari kain, kemudian dibasahi dengan air dari kendi, dan digunakan untuk kompres di jidat Harni. "Waduh iki pie, aku mesti gimana"
"Bar....minta minum" setelah dikompres tiba tiba Harni tersadar dan berbicara lirih. Barkah pun dengan sigap mengambilkan segelas air dan memapah Harni untuk duduk dan minum. Selepas minum Harni kembali tiduran di kasur Barkah dan sudah mulai tersadar.
"Har, kamu kenapa kok bisa demam gini?" Tanya Barkah dengan sangat khawatir.
"Ndak tau Bar, aku semalem sakit, badanku rasanya kayak dipukuli, mau minta tolong ke mana bingung. Akhirnya aku nekat ke sini Bar. Maap e yo Bar malah ngrepoti" cerita Harni menjelaskan kondisinya
Barkah malah merasa bersalah mendengar cerita Harni. Semalam dia malah enak enakan dengan Bu Marsih sedangkan Harni sedang dalam kesulitan.
"Kamu mau tak cariin apa Har? Kamu makan dulu aja ya, dikit ndak papa, yang penting perut kamu terisi" sebagai orang awam di dunia pengobatan hanya itu yang bisa terpikir oleh Barkah.
Dengan terburu buru Barkah mencari telur di dapurnya, untungnya dia masih menyimpan bahan bahan makanan. Karena telah lama tinggal sebatang kara, Barkah sudah terbiasa mengurusi pekerjaan rumah dan mengurus dirinya sendiri. Dengan sigap Barkah menyalakan kompor minyak miliknya dan membuatkan dua telur ceplok untuk Harni.
"Ayo Har, makan dulu, abis itu kamu istirahat dulu, setelah itu nanti aku tak ke tempat Bu Marsih untuk minta obat"
Harni hanya makan sedikit telur buatan Barkah. Kondisi tubuhnya membuat nafsu makannya menghilang. Setelah makan sedikit dan minum air, Harni kembali tertidur di kasur Barkah.
Posisi tidur Sri Harni menyamping. Rok panjangnya tersingkap sampai hampir ke pantat. Kaos yang dia gunakan juga kaos ketat hasil dia bekerja di kota. Sudah tak karuan posisinya, dengan bagian bawah tersingkap memperlihatkan perutnya. Dan dibagian kerah memyembul payudara besar miliknya.
Melihat pemandangan itu, Barkah sebagai pria normal, apalagi kini vitalitasnya sudah meningkat tajam, sebenarnya terangsang juga. Tapi dasar Barkah memiliki hati yang baik, dia memalingkan muka, tak sampai hati dia mengambil kesempatan dikala Harni sedang kesusahan. Dia malah mengambil selimut dan menutupi tubuh Harni agar tetap hangat. Karena itu pagi hari, dan habis melihat paha serta belahan dada Sri Harni, penis Barkah menjadi ereksi, mengacung tegak dibalik celananya.
Barkah tak memperdulikan penisnya yang sedang keras ereksi, dan segera berlari kembali ke rumah Bu Marsih untuk minta pertolongan. Dia tau, kini Bu Marsih adalah satu satunya orang di desa ini yang bisa dia harapkan.
Sesampainya di rumah Bu Marsih, barkah melihat Bu Marsih sedang berada di teras rumahnya, berdiri di depan pintu sambil sedang ngobrol dengan seseorang yang tak lain adalah Nyai Darsih. Entah apa yang sedang dibicarakan mereka tampak tertawa tawa seru berbincang bincang berdua.
Tak memperdulikan Nyai Darsih, Barkah langsung menghadap ke Bu Marsih sambil terengah engah dan berkata
"Bu Mar, anu tolong, ada orang sakit"
Bu Marsih yang melihat Barkah sepanik ini paham bahwa telah terjadi sesuatu, "sopo Bar?" Tanya Bu Marsih
"Anu, udah ikut dulu saja" Barkah bingung apakah akan menyebut nama Sri Harni atau tidak karena di sana ada Nyai Darsih. Sedangkan Harni sendiri merahasiakan kepulangannya ke Desa Banjardowo.
"Uwis wis, nanti aja ngobrolnya, bentar tak ambil tas obatku dulu ayok berangkat" Bu Marsih dengan sigap masuk ke dalam rumah dan sejurus kemudian sudah kembali keluar untuk ikut dengan Barkah.
Ketika Bu Marsih sedang mengambil obat, Nyai Darsih memperhatikan Barkah dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia sudah mendapatkan cerita bahwa Barkah sudah berubah menjadi pria perkasa dari Bu Marsih. Tepat ketika mata Nyai Darsih melihat tonjolan menggunung di celana Barkah, terkejutlah Nyai Darsih. Penis Barkah masih ereksi keras akibat tadi melihat kemolekan tubuh Harni. Meskipun sudah berlari jauh penisnya masih belum kembali lemas. Sungguh pengobatan dari Bu Marsih terbukti luar biasa mengubah stamina dan bentuk batang penisnya.
Nyai Darsih sampai menulan ludah. "Astaga, itu segede apa ya sampe udah pake celana aja kayak mau mbludag gitu manuk e" batin Nyai Darsih dalam hati sambil terbelalak.
"Dar, aku pergi bentar, kamu sini dulu aja tunggu di ruang tamu, belum selesai ngobrol e. Itu dah tak siapno kopi sama gorengan buat temen kamu nunggu, sek yo"
Pesan Bu Marsih sambil bergegas dia mengikuti Barkah menuju rumah Barkah.
Bersambung