Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Subarkah

Chapter 11 : Kejarlah Dia Anakku

Udara dingin Desa Banjardowo mulai menyelimuti setiap sudut desa. Kabut mulai naik. Tidak ada satupun warga yang masih berkeliaran di luar rumah, semuanya sudah mendekam di dalam selimut terbuai mimpi indah.

Berbeda dengan kondisi di dalam rumah Bu Marsih. Nampak Barkah dan Bu Marsih masih berpelukan mesra selepas pertempuran hebat mereka. Barkah memeluk Bu Marsih dengan lembut, dan Bu Marsih bersandar di lengan Barkah sambil tangannya memainkan dada bidang Barkah. Tak ada kata yang terucap dari mereka. Hanya senyuman mesra dan belaian bagai dua kekasih yang sedang dimabuk asmara.

Bu Marsih akhirnya bangkit dan mengenakan kebaya tipis menerawang miliknya, dia pindah duduk di kursi yang ada disamping kasur terapi. Barkah pun mengikuti bangkit dan duduk di kasur saling berhadapan dengan Bu Marsih.

"Bar....sebagai lelaki sekarang kamu sudah jauh berbeda dari 10 hari yang lalu. Apa rencanamu sekarang Bar dengan burungmu yang sudah berubah drastis ini?" Tanya Bu Marsih sambil mengusap usap mesra paha telanjang Barkah. Matanya tampak kagum dengan hasil karyanya yang kini menggantung bebas nampak besar membengkak meski sudah dalam kondisi lemas.

Diam sejenak, Barkah pun menjawab "Saya tidak tahu Bu Mar, saya ndak punya rencana apa apa sejujurnya, yang pasti saya hanya ingin terus bisa diberi kesempatan memberikan apa yang Bu Mar inginkan kemarin, saya....saya merasa sayang sama Bu Mar" jawab Barkah sambil tersenyum malu.

"Hahahahahahaha, cah gemblung, sayang kok sama ibu ibu ky aku to Bar" sahut Bu Marsih tertawa bahagia.

"Bar, aku tau kamu sayang ke aku itu bukan karena jatuh cinta, tapi karena kamu melihat sosok seorang Ibu di diriku Bar. Aku ini udah banyak makan asam garam kehidupan Bar, aku tau isi hatimu bahkan saat kamu sendiri belum tahu" jelas Bu Marsih panjang lebar.

Subarkah hanya bisa memandang sambil makin terpukau dengan kedewasaan Bu Marsih yang terasa mengayomi dirinya.

Bu Marsih pun melanjutkan kalimatnya "Gini Bar, kamu masih muda, jalanmu masih panjang, asal kamu mau memuaskan diriku yang udah tua ini aku udah cukup, kamu apa ndak ada pandangan gadis yang mau kamu nikahi?"

"Kalo si Prapti gimana? Anaknya Pak Samsul juragan kopi itu? Aku udah pernah nggoyang burungnya Pak Samsul yang duda itu, kalo aku yang minta pasti dikasih si Prapti ke kamu"

Barkah terhenyak akan tawaran tersebut, tapi dia tau dirinya tidak suka model wanita seperti Prapti. Prapti terkenal sebagai wanita cantik yang suka bergonta ganti pasangan. Tidak terhitung jumlah pria muda di sana yang sudah dipacari, kemudian ditiduri dan setelah bosan dicampakkan. Cepi yang temain baik Barkah salah satu korbannya. Ketika Cepi dicampakkan oleh Prapti Cepi sampai menangis berhari hari, membuat Barkah sibuk menemani dan menghibur temannya itu.

"Nggak Bu Mar, saya ndak suka Prapti, dia cantik dan seksi, tapi saya ndak suka perangainya Bu" jawab Barkah cepat.

"Benernya aku ada satu yang tak taksir Bu" lanjut Barkah

"Sopo?" Jawab singkat Bu Marsih terkejut

"Si Harni Bu, anaknya Bu Sri Wedari yang sudah meninggal" lanjut Barkah.

"La...emang Sri Harni ada di mana? Bukannya dia ke kota?" Tanya Bu Marsih penuh selidik.

Barkah pun menceritakan kisah Sri Harni kawan baiknya itu ke Bu Marsih. Barkah juga menerangkan bahwa tipe wanita yang dia sukai seperti Sri Harni. Kulitnya tidak putih tapi lebih ke sawo matang. Payudaranya besar dan pantatnya menungging kencang ke atas. Tapi yang membuat Barkah jatuh hati adalah tutur kata dan perilaku Sri Harni yang sangat lembut dan halus bagaikan putri raja. Barkah pun berpesan kepada Bu Marsih agar kisah ini jangan sampai diketahui orang lain, karena kondisi Sri Harni saat ini sedang mengalami depresi.

"Tenang aja Bar, kamu udah kuanggap keluarga dan anakku, masalahmu adalah masalahku. Rahasiamu adalah rahasiaku".

"Aku juga kasihan mendengar kisah Harni ini Bar, gini aja, kapan kapan coba kamu ajak Harni ke sini Bar, aku mau ketemu, dan siapa tau aku bisa membimbing dan menolong dia".

"Kamu tau kan, aku ini ndak punya keturunan, suamiku juga sudah meninggal, siapa yang besok meneruskan keahlian ku mengobati orang ini?"

"Coba, kamu bicarakan dan atur baik baik dengan Harni. Nanti sisanya aku yang urus"

"Soal dia telah jual diri di kota menurutku tidak perlu dipusingkan, bukankah wanita wanita di desa ini sama saja kelakuannya, suka bermain pria sampai sampai banyak Suami yang menangis di rumah karena istrinya selingkuh"

Mendengar cerita jujur dari Barkah dan mengetahui keluguan serta ketulusan Barkah membuat hati Bu Marsih berubah menjadi hangat dan keibuan. Dia paham bahwa pria di depannya ini adalah pria langka yang kebaikannya jarang ada. Bu Marsih sendiri selama menikah tidak bisa memberikan keturunan. Sehingga rasa ingin mengayomi seorang anak tak bisa dia salurkan selama ini. Hal ini juga lah yang membuat dia tidak khawatir hamil ketika disemprot sperma oleh para pria yang ditidurinya. Bu Marsih diam diam memiliki keinginan untuk membantu Barkah dengan Sri Harni agar bisa hidup bahagia kelak.

Setelah berbincang panjang Barkah kembali tertidur di kasur terapi. Bu Marsih pun menyusul dan bersandar dipelukan lengan Barkah. Mereka berdua masih sempat berbincang bincang sedikit akan kehidupan dan pekerjaan Barkah. Hingga akhirnya mereka berdua terlelap dalam tidurnya sambil berepelukan hangat bagai sebuah keluarga.

Bersambung.
 
Chapter 12 : Bunga Yang Mulai Layu

Pagi buta Subarkah baru kembali ke rumahnya. Semalaman dia tertidur di rumah Bu Marsih. Tubuhnya terasa segar dan raut wajahnya berubah semakin cerah ceria mengenang apa yang terjadi semalam. Pembicaraan dengan Bu Marsih seperti membuat Barkah mendapatkan semangat dan tujuan hidup baru.

Sesampainya di depan rumah, Barkah sangat terkejut, melihat ada seseorang wanita yang duduk di kursi teras rumahnya. Wanita itu nampak duduk dan tertidur dalam posisi duduk bersandar. Rambut panjangnya tergerai menutup wajahnya. Sambil terkejut, Barkah mendekat pelan pelan ke arah wanita tersebut.

"Ini apalagi.....kok ya hidupku jadi banyak aneh aneh to ya" gerutu Barkah sambil mendekat.

Saat sudah dekat Barkah melihat lebih detail lagi, dan dia menyadari bahwa wanita ini ternyata Harni.
"Har....har....kamu kok di sini Har panggil Barkah"

Barkah berusaha membangunkan Sri Harni dengan menepuk pelan pundaknya.

Tidak ada respon.

"Har.....har.....bangun har, kamu bisa masuk angin har" Barkah berusaha membangunkan lagi dengan menepuk lengan sebelah kanan Sri Harni. Ketika tangan Barkah menyentuh kulit Harni, terasa bahwa suhu tubuhnya begitu panas.
"Lah....kok sepanas ini badan Harni" batin Barkah.

Barkah pun dengan kedua tangan berusaha membangunkan Harni, mulai khawatir akan apa yang terjadi. Disibakkan rambut Harni supaya tidak menutupi wajahnya.

Akhirnya Harni sedikit terbangun dan bergumam lemah "Bar.....kamu udah pulang"
"Aku semalem sakit, ke sini mau minjem obat kalo ada"
Jawaban lemah Harni yang kemudian dia kembali tertidur bagai orang pada pingsan.

"Waduh Harni, maapken, aku...aku semalem ada urusan Har. Udah udah ayo masuk dulu, berbaring di dalam aja Har"

Dengan Panik Barkah menjawab kemudian berusaha memapah Harni masuk ke dalam rumahnya.

Sesampainya di dalam, Barkah menidurkan Harni di kasur kamar tidurnya. Harni masih dalam kondisi entah pingsan entah tidur Barkah tidak tau pasti. Terkadang Harni bergumam lirih tidak jelas berbicara apa.

Barkah yang panik segera mencari kain, kemudian dibasahi dengan air dari kendi, dan digunakan untuk kompres di jidat Harni. "Waduh iki pie, aku mesti gimana"

"Bar....minta minum" setelah dikompres tiba tiba Harni tersadar dan berbicara lirih. Barkah pun dengan sigap mengambilkan segelas air dan memapah Harni untuk duduk dan minum. Selepas minum Harni kembali tiduran di kasur Barkah dan sudah mulai tersadar.

"Har, kamu kenapa kok bisa demam gini?" Tanya Barkah dengan sangat khawatir.

"Ndak tau Bar, aku semalem sakit, badanku rasanya kayak dipukuli, mau minta tolong ke mana bingung. Akhirnya aku nekat ke sini Bar. Maap e yo Bar malah ngrepoti" cerita Harni menjelaskan kondisinya

Barkah malah merasa bersalah mendengar cerita Harni. Semalam dia malah enak enakan dengan Bu Marsih sedangkan Harni sedang dalam kesulitan.
"Kamu mau tak cariin apa Har? Kamu makan dulu aja ya, dikit ndak papa, yang penting perut kamu terisi" sebagai orang awam di dunia pengobatan hanya itu yang bisa terpikir oleh Barkah.

Dengan terburu buru Barkah mencari telur di dapurnya, untungnya dia masih menyimpan bahan bahan makanan. Karena telah lama tinggal sebatang kara, Barkah sudah terbiasa mengurusi pekerjaan rumah dan mengurus dirinya sendiri. Dengan sigap Barkah menyalakan kompor minyak miliknya dan membuatkan dua telur ceplok untuk Harni.

"Ayo Har, makan dulu, abis itu kamu istirahat dulu, setelah itu nanti aku tak ke tempat Bu Marsih untuk minta obat"

Harni hanya makan sedikit telur buatan Barkah. Kondisi tubuhnya membuat nafsu makannya menghilang. Setelah makan sedikit dan minum air, Harni kembali tertidur di kasur Barkah.

Posisi tidur Sri Harni menyamping. Rok panjangnya tersingkap sampai hampir ke pantat. Kaos yang dia gunakan juga kaos ketat hasil dia bekerja di kota. Sudah tak karuan posisinya, dengan bagian bawah tersingkap memperlihatkan perutnya. Dan dibagian kerah memyembul payudara besar miliknya.

Melihat pemandangan itu, Barkah sebagai pria normal, apalagi kini vitalitasnya sudah meningkat tajam, sebenarnya terangsang juga. Tapi dasar Barkah memiliki hati yang baik, dia memalingkan muka, tak sampai hati dia mengambil kesempatan dikala Harni sedang kesusahan. Dia malah mengambil selimut dan menutupi tubuh Harni agar tetap hangat. Karena itu pagi hari, dan habis melihat paha serta belahan dada Sri Harni, penis Barkah menjadi ereksi, mengacung tegak dibalik celananya.

Barkah tak memperdulikan penisnya yang sedang keras ereksi, dan segera berlari kembali ke rumah Bu Marsih untuk minta pertolongan. Dia tau, kini Bu Marsih adalah satu satunya orang di desa ini yang bisa dia harapkan.

Sesampainya di rumah Bu Marsih, barkah melihat Bu Marsih sedang berada di teras rumahnya, berdiri di depan pintu sambil sedang ngobrol dengan seseorang yang tak lain adalah Nyai Darsih. Entah apa yang sedang dibicarakan mereka tampak tertawa tawa seru berbincang bincang berdua.

Tak memperdulikan Nyai Darsih, Barkah langsung menghadap ke Bu Marsih sambil terengah engah dan berkata
"Bu Mar, anu tolong, ada orang sakit"

Bu Marsih yang melihat Barkah sepanik ini paham bahwa telah terjadi sesuatu, "sopo Bar?" Tanya Bu Marsih

"Anu, udah ikut dulu saja" Barkah bingung apakah akan menyebut nama Sri Harni atau tidak karena di sana ada Nyai Darsih. Sedangkan Harni sendiri merahasiakan kepulangannya ke Desa Banjardowo.

"Uwis wis, nanti aja ngobrolnya, bentar tak ambil tas obatku dulu ayok berangkat" Bu Marsih dengan sigap masuk ke dalam rumah dan sejurus kemudian sudah kembali keluar untuk ikut dengan Barkah.

Ketika Bu Marsih sedang mengambil obat, Nyai Darsih memperhatikan Barkah dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia sudah mendapatkan cerita bahwa Barkah sudah berubah menjadi pria perkasa dari Bu Marsih. Tepat ketika mata Nyai Darsih melihat tonjolan menggunung di celana Barkah, terkejutlah Nyai Darsih. Penis Barkah masih ereksi keras akibat tadi melihat kemolekan tubuh Harni. Meskipun sudah berlari jauh penisnya masih belum kembali lemas. Sungguh pengobatan dari Bu Marsih terbukti luar biasa mengubah stamina dan bentuk batang penisnya.

Nyai Darsih sampai menulan ludah. "Astaga, itu segede apa ya sampe udah pake celana aja kayak mau mbludag gitu manuk e" batin Nyai Darsih dalam hati sambil terbelalak.

"Dar, aku pergi bentar, kamu sini dulu aja tunggu di ruang tamu, belum selesai ngobrol e. Itu dah tak siapno kopi sama gorengan buat temen kamu nunggu, sek yo"
Pesan Bu Marsih sambil bergegas dia mengikuti Barkah menuju rumah Barkah.

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd