Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Sweet As Revenge.

Halo, suhu-suhu sekalian. Newbie mohon maaf atas keterlambatan update dari cerita Sweet As Revenge ini, dikarenakan newbie masih menikmati liburan bersama keluarga di kampung Halaman. Ceritanya baru kelar kemarin malam, saat newbie lagi terombang-ambing di atas kapal di tengah Laut Jawa. Terimakasih atas pengertiannya, suhu-suhu besar sekalian. Selamat membaca!



CHAPTER 2 - THE CROSS ABOVE THE DEER'S HEAD.


Pagi itu aku terbangun di atas kasur Nadine, dengan selimut menutupi tubuhku. Aku sedikit terkejut saat menyadari bahwa Nadine sudah tak lagi disampingku. Setelah meregangkan badan dan mengusap-usap mataku, aku bangkit lalu berjalan ke dapur. Memang, apartemen Nadine cukup luas, dan memiliki ruangan yang cukup lengkap. Tak Heran mengingat Nadine juga anak semata wayang dari anggota DPRD di provinsi Jawa barat. Aku melihat Nadine sedang berkutat dengan masakannya. Aku mengendap-endap, lalu dengan secepat kilat memeluk tubuh Nadine dari belakang. Nadine yang kaget, langsung memberi kecupan di pipiku.

"Cieee, masakk. Asik nih, sarapan gratis hahaha" kataku sambil memeluk Nadine lebih erat.

"Enak aja. Buat aku sendiri nihhh" jawab Nadine sambil memeletkan lidahnya mengejekku.

"Oh yaudah. Aku makan di warteg aja ntar"

"EEHH jangan dong. Baperan ihhh" balas Nadine sambil menarikku yang berpura-pura beranjak.

"Hehehe. Iyaiyaaa makan bareng dehh"

Pagi itu kami habiskan dengan sarapan bersama. Aku kagum padanya, karena walaupun dia datang dari keluarga yang berkecukupan, hal itu tidak menumbuhkan sifat manjanya. Bisa dibilang, Nadine seorang yang mandiri, terlepas dari segala fasilitas yang dimilikinya. Setelah makan, aku bilang ke Nadine kalau aku akan pulang untuk mandi, dan bersiap untuk ke kampus.

"Yaudah, bawa aja dulu mobilku. Ntar, kamu jemput aku lagi yaa. Berangkat bareng, biar kamu bisa ngehemat" kata Nadine sambil merapikan sisa makan kami.

"Ohh oke dine. Ntar aku jemput jam setengah 12 yah."

"Oke pat. Hati-hati yah"

Aku langsung menyambar kunci mobilnya. Tak lupa, aku beri Nadine ciuman kecil. Masih terasa citarasa masakannya saat bibir kami bersentuhan. Aku lalu bergegas, dan pulang ke kos ku. Namun, sialnya air keran di kosku mendadak mati. Sesaat, terlintas ide gila di kepalaku. Aku lalu melihat jam yang masih menunjukkan pukul 9. Aku lalu mengambil pakaian, handuk, lalu memasukannya kedalam mobil Nadine, dan beranjak kembali ke apartemen Nadine. Setelah parkir, aku langsung menuju kamarnya yang ternyata tidak dikunci.

Dengan mengendap-endap, aku masuk ke kamarnya. Sambil mengunci pintu, Terdengar suara gemericik air dari arah kamar mandinya yang menandakan Nadine sedang mandi. Aku lalu melepas semua pakaianku, dan masuk secara tiba-tiba ke kamar mandi.

"AAAAHHHH BANGSAT. KELUAR LO, ATAU GUE TERIAK MALING!!!" teriak Nadine karena kaget. Kurasa Nadine belum bisa melihat jelas siapa yang masuk ke kamar mandinya. Aku lalu menyingkirkan busa shampoo dari matanya. Barulah Nadine bisa melihat kalau aku yang masuk ke dalam kamar mandinya.

"Iiiihh paatt bikin kaget aja. Kirain maling tadi." kata Nadine cemberut.

"Hahaha lagian lo sih. Mandi, pintu depan ga dikunci. Bebas masuk dong gue"

"Loh. Katanya lo mau siap-siap ngampus. Kok balik lagi?" tanya Nadine sambil kembali menggosok kepalanya.

"Iya nihh. Air kosanku mati dine. Mandi bareng yahh hehehe" jawabku sambil nyengir.

"Yaudahh. Tapi, bantuin gue dulu. Gosokin panggung gue"

"Siap, laksanakan"

Aku lalu menggosok punggungnya dengan sabun. Kucuran air dari shower diatur agar tak terlalu deras. Tak lupa aku memberi pijatan pijatan lembut pada area pundak sampai punggungnya, bahkan sesekali tanganku menyenggol bagian pinggir dari payudaranya. Nadine, yang mungkin mengerti, bahkan sesekali menyenggolkan pantatnya ke arah adik kecilku yang sejak awal sudah berdiri tegak melihat tubuh telanjang Nadine.

Sengaja aku berlama-lama dalam posisi ini, untuk melihat siapa yang lebih tahan godaan. Tanganku lalu turun ke area perutnya, dan mulai menyabuni perut sampai ke bagian bawah payudaranya dari belakang. Nadine mulai melenguh kecil saat jempolku menyentuh kecil areolanya. Semakin lama kuperlakukan seperti itu, Nadine tampaknya tak tahan. Dia lalu sedikit maju, dan berpura-pura mengatur shower agar lebih deras untuk mengguyur badannya.

"Gantian pat. Biar gue yang nyabuni punggung lo."

Aku yang pasrah, membiarkan Nadine merubah posisinya. Sekarang, Nadine berada di belakangku, lalu dengan telaten mulai menyabuni punggungku. Aku mendapat perlakuan yang sama, seperti tadi. Parahnya, Nadine lebih nekat. Setelah menyabuni punggungku, dia menempelkan payudaranya, lalu tangannya mulai merambah ke arah depan. Nekatnya lagi, Nadine bukannya menyabuni perutku terlebih dahulu. Tangannya langsung masuk ke sela-sela selangkanganku, dan tetap bermain disitu. Adik kecilku bergerak naik dan turun selaras dengan gerakan tangan Nadine. Nafasku mulai tak teratur, sambil aku berusaha menahan keinginan untuk menyergapnya. Namun ternyata, hal itu sia-sia. Aku yang tak tahan, langsung membalikkan badan dan mendorong kecil tubuh Nadine ke arah tembok dan mulai mencumbu bibir Nadine.

"Seems like someone can't hold the urge to fuck me again" kata Nadine sambil tertawa kecil.

Tanpa babibu lagi, aku kembali melahap bibir Nadine dengan rakus. Nadine yang kewalahan, hanya pasrah bersandar sambil aku kerjain. Aku mengangkat kakinya, lalu memainkan tanganku yang satunya di vagina Nadine. Kemudian, aku melepas ciumanku dan pindah ke payudaranya.

"Ssshhh .... aahhhh..... paatt..." lenguh Nadine saat aku membuat gerakan melingkar dengan lidahku di putingnya. Tangan Nadine dengan liar menjambak-jambak rambutku. Semakin liar lidahku, semakin Nadine menjadi-jadi. Tanganku yang sejak tadi sudah menemukan klitorisnya, terus mempermainkan klitorisnya hingga membuatnya kelojotan.

"Paaaattt aaaahhhh. Udaaaaahh ..... sssshhh paaaattt... Don't make meee uuugghhhh go crazy.... ohhh god it's so fucking good aaahhhhh" racau Nadine tak jelas.

Nadine lalu menghentikan gerakanku, dan memutar tubuh kami sehingga posisi kami berganti. Dengan sigap, Nadine langsung jongkok dan mulai mengulum penisku. Tangannya diposisikan di pahaku, dan aku mulai menggenjot mulutnya. Kepala Nadine bergerak mengikuti goyanganku. Tak tahan, aku memegang kepala Nadine dan menaikkan torsi goyanganku sampai maksimal.

"Haattth. Helaannhh ... helaaannhh" kata Nadine dengan mulut tersumbat penisku. Aku yang tak memperdulikan Nadine, tetap menggoyang pinggulku dengan kecepatan maksimal.

Nadine yang terus menggumam dengan mulut yang dipenuhi penisku. Tak lama, aku mencabut penisku, lalu duduk bersandar di tembok kamar mandi. Nadine yang paham, langsung jongkok dihadapanku. Tangannya yang satu menuntun penisku untuk masuk ke liang vaginanya, sementara yang lain membelai pipiku sambil bibirnya mencium mesra bibirku. Seiring dengan masuknya Batang penisku ke vaginanya, Nadine melenguh panjang. Didiamkannya tubuhnya untuk sesaat, lalu sekejap kemudian dia mulai bergerak naik turun. Aku hanya duduk terdiam, sambil sesekali mengimbangi gerakan erotis dari Nadine. Mataku merem melek keenakan, sementara tanganku membantu Nadine menaikturunkan pantatnya.


"Ssshhh aaahhh paaattt. Ennaakkk banggeeettthh..... kontol loooo. Fuuuuckkk mee harrdeerr paaatttt" jerit Nadine sambil tangannya menarik kepalaku ke arah payudaranya.

Aku yang mengerti, langsung memainkan putingnya dengan gemas. Nadine kelojotan diperlakukan seperti itu. Sekitar lima menit kemudian, aku mengambil kendali. Aku angkat kedua kaki Nadine, lalu menyandarkannya di tembok. Kembali, aku genjot Nadine sekuat tenaga.

"Aaarrrghhh gila paaaatt. Faassteerr, haardeerr, deeepeerrr...... Aahhh ahhh ahhh my god..... Fuck me like I'm your.....mmmhhh bIITTCCHHHH". Nadine tiba-tiba menjerit, seiring dengan orgasme nya. Aku yang masih dalam mode "beast" juga mulai merasakan spermaku sudah berada di ujung, siap untuk dikeluarkan. Tiba-tiba, aku dikejutkan dengan kedutan mendadak dari vagina Nadine. Dengan satu dorongan, aku menancapkan penisku dalam-dalam, dan menembakkan peju ku ke rahim Nadine.

Aku langsung roboh, karena lututku lemas akibat orgasme tersebut. Aku terduduk di lantai, sementara Nadine masih di pangkuanku, dengan guyuran kecil dari shower Nadine. Aku berinisiatif untuk mencumbu bibir Nadine mesra untuk mengakhiri permainan kami kali ini.

"Thanks dine. Itu tadi apa? Kaya nge-squeeze kontolku. Asli enak banget hahaha" kataku.

"Don't even ask, pat. Just enjoy it hehehe" jawab Nadine sambil mencubitku pelan.

Kami lalu mandi (beneran) lalu bersiap untuk berangkat ke kampus. Nadine bahkan masih bersandar lemas di jok mobilnya, sangking asiknya permainan kami pagi ini. Setelah sekitar 15 menit kami berkutat dengan jalanan kampus yang lumayan macet, kami akhirnya tiba di kampus kami.

"Pat, lo masuk duluan aja deh. Gue masih lemes nih. Gila banget lo tadi soalnya hahaha. Jangan lupa nanti temenin gue ke bawah ya. Mau ketemu sama temen-temen SMA yang kuliah disini juga."

"Ohh jelas dong. Siapa dulu. Yaudah gue masuk duluan yah. Jangan cabut lo. Hari ini presentasi. Oke aman. Ajang expose gaetan baru di Rantau, apa gimana nih?"

"Yeee lo kira gue anak SMA badung wlee. Bukan gaetan baru. Ajang pamer pembantu baru wleeeeee" jawab Nadine sambil kembali memeletkan lidahnya. Secepat kilat, aku langsung menyambar lidah Nadine dengan lidahku, dan memberinya ciuman singkat.

Aku lalu keluar, mendahului Nadine ke kelas. Ternyata, setelah di dalam kelas, baru ada satu senior kami yang kebetulan mengulang mata kuliah yang sama dengan kami. Mbak Karin namanya. Angkatan 2016 yang memang terkenal karena berhasil memenangkan kontes mahasiswa berprestasi di kampus kami. Memang, tak main-main. Prestasi nya sudah sampai tingkat internasional, terutama dalam lomba debat. Bukan hanya soal prestasi, Mbak Karin juga kelihatannya lihai dalam merawat tubuhnya. Terlihat, dari bentuk badannya yang sangat Indah dipandang mata. Lelaki manapun, pasti betah menatap tubuhnya lama-lama sangking bagusnya bentuk badan dari mbak Karin ini. Wajah orientalnya yang dipadu dengan kacamata semakin menambah kesan menggemaskan pada dirinya.


"Kamu, Ripat kan?" kata Karin sambil memalingkan wajahnya dari handphone saat mendengarku masuk ke ruang kelas.

"I...i...iya mbak." jawabku gugup. Memang, baru kali ini aku bertemu Karin yang sering dibicarakan oleh teman-teman seangkatanku karena prestasi dan kecantikannya. Karena itu, aku sangat gugup ketika harus berada dalam posisi ini, dimana hanya kami berdua yang ada dalam ruangan ini.

"Haha santai aja kali. Aku angkatan 2016 emang. Tapi, aku seumuran kok sama kamu. Kamu kelahiran '99 kan? " tanya Karin

"Aku '98 mbak hehe" jawabku malu.

"NAH KAN MALAH KAMU LEBIH TUA HAHAHAHAHA" balas Karin sambil tertawa lepas

"Yaudah, santai aja kali. Panggil Karin aja, gausah pake mbak."

"Oke mba.. eh rin. Salam kenal yaa"

"Salam kenal juga pat."

30 menit kemudian, semua mahasiswa sudah hadir, lengkap beserta dosen kami. Karin memang orang yang easy going. Mudah akrab dengan orang baru. Namun, sifat easy going nya itu sempat buat aku terkecoh. Ketika kami sedang presentasi, Karin tak henti-hentinya memberikan kami pertanyaan-pertanyaan maut seputar topik kami. Untungnya, aku mengingat apa yang kelompok kami kerjakan semalam. Dengan mudah, aku memberikan counter-argument terhadap pertanyaan dan pernyataan dari Karin. Dosen kami memberikan standing applause karena presentasi dan diskusi yang kami sajikan sangat seru, dan mengikuti alur pemikiran ilmiah.

Nadine yang berdiri disampingku masih kelihatan lemas, tersenyum kecil melihatku. Karena badan kami tertutup komputer, dan tubuh kami berdua sangat berdekatan, aku beranikan diri untuk mencolek pantat Nadine. Nadine melihatku heran, sambil mencubitku kecil. Kembali, aku beranikan diri lebih lagi, dengan meremas gemas pantatnya yang "squishy" itu. Nadine terloncat kecil, sambil mencubitku lebih keras lagi. Aku tertawa kecil saat melihat tingkahnya itu. Setelah kami keluar dari kelas, barulah Nadine cemberut kepadaku.

"Dih apaan sihh sok cemberut" ungkapku sambil mencubit kedua pipinya

"DUH ADUH ADUH sakit tau patt. Iiiiiiiihhhh bete ahhh" jawab Nadine semakin cemberut. Aku lalu berbisik ke telinga Nadine.

"I want a chunk of dat booty" bisikku sambil memberat-beratkan nafasku.

Mata Nadine berubah menjadi liar. Dia menatapku tajam sambil menjilat bibirnya, lalu menggigit bibirnya perlahan.

"Argh! What a sexy look!" batinku

"Then go for it. Come and get it" jawabnya dengan nafas yang dipacunya agak cepat.

"Dih sangean lo" jawabku sambil berlari ke arah parkiran.

"RIPAAATT" teriaknya sambil mengejarku. Aku berlari menghindari Nadine. Kami kejar-kejaran layaknya anak kecil yang bermain-main tanpa beban. Tak sadar, aku sudah berlari dari lantai 2 kampusku, sampai ke kantin. Aku melihat kebelakang, dan melihat Nadine masih mengejarku, hingga tiba-tiba tubuhku menabrak Karin yang sedang berjalan searah, namun menuju ke arah parkiran. Karin terjerembab, menjatuhkan kacamata dan minuman gelas yang dibawanya pun ikut jatuh, dan membasahi tubuh bagian depannya. Roknya ikut sedikit tersingkap saat dia terjatuh, dan menampakkan pahanya yang putih mulus.

"Duuuuhhh paaatt. Kalo lari, hati-hati dong. Liat nih kan, basah bajuku jadinyaa. Kacamata gue mana lagi nih"

"Eh eh sorry sorry rin. Gue lagi ngeliat kebelakang tadi emang. Duhh maaf banget yaa rin." jawabku sambil membantunya berdiri.

Setelah Karin berdiri, barulah aku bisa melihat dengan jelas bahwa tumpahan minumannya membuat bajunya menjadi tembus pandang. Aku bisa melihat dengan jelas, tonjolan payudaranya yang menggoda. Namun, pikiranku saat itu tidak macam-macam. Sebagai bentuk kesopanan terhadap senior, aku dengan sigap melepaskan jaket yang aku pakai, dan memakaikannya kepada Karin untuk menutupi bajunya yang basah.

"Kamu gapapa kan, rin?" tanyaku untuk memastikan keadaannya.

"Kayanya sih gapapa, pat. Lain kali hati-hati yah. Duh kacamata gue pecah lagi. Untung gue bawa kacamata cadangan."

"Yaudah, rin. Bawa aja dulu jaketku. Ntar balikinnya masalah gampang lah. Sekali lagi sorry, yah."

"Oke, pat. Aku cabut dulu yaa" jawabnya sambil berlalu. Baru beberapa langkah Karin berjalan, dia kembali mengaduh, dan hampir terjatuh. Kembali, dengan sigap aku menangkap tubuhnya, dan mendudukannya di kursi terdekat. Barulah, bisa dengan jelas aku melihat lutut sebelah kanannya ternyata lecet akibat lututnya terkena pecahan dari kacamata yang kurasa tertindih lututnya saat terjerembab tadi. Karin meringis kesakitan, sambil memegangi lututnya. Bersamaan dengan itu, Nadine datang dengan terengah-engah.

"Loh kenapa mbak? Kok bisa lecet gitu kakinya?"

"Iya nih. Tadi jatuh kedorong Ripat, terus kaki gue kena pecahan kacamata."

"Elo sih, pat. Jalan pake mata makanya" jawab Nadine sambil memperhatikan luka Karin.

"Iya iyaa ih bawel. Gimana, rin? Mau aku setirin ga? Atau aku beliin antiseptik dulu nih?" tawarku sebagai bentuk permintaan maaf pada Karin.

"Gausah, pat. Gapapa. Aku masih bisa kok ini."

"Pat, ini lukanya di lutut. Susah banget pasti bawa mobil ntar. Mending lo setirin aja dulu. Oke, mbak? Gapapa mah si hitung-hitungannya tanggung jawab juga" tukas Nadine.

"Ummmmm... Yaudah, deh. Ini kunci mobil gue pat. Pegang dulu biar ntar ga susah." jawab Karin sambil menyerahkan kunci mobil Honda Civic nya padaku.

"Yaudah, dine. Gue nganter Karin dulu ya. Ntar gue kontak lagi. Hati-hati lo nyetirnya."

Kuambil kuncinya, dan segera aku membopong Karin menuju mobilnya. Jempolku bisa merasakan kenyal payudara Karin sewaktu tubuhku membopongnya. Tetap, pikiranku masih tertuju kepada satu arah, yaitu secepatnya mengobati luka di lutut Karin. Setelah mendudukannya di jok, aku langsung mengambil kemudi dan mengarahkannya ke klinik kampus. Petugas jaga dengan sigap membaringkan Karin di tempat tidur, dan membersihkan luka Karin dengan alkohol.

"Sus, pelan-pelan ya. Perih soalnya."

Karin meremas tanganku ketika alkohol menyentuh lukanya. Suster jaga tersebut mengambil kapas, dan dengan telaten membersihkan luka Karin. Karin meringis kesakitan, dan meremas tanganku lebih keras sambil suster tetap membersihkan lukanya.

"Udah, rin. Tahan dikit. Ntar sakitnya juga ilang kok."

"Iya pat. Tapi perih banget ini."

"Halah Lo kaya orang baru pertama kali nge..." mulutku tercekat hampir keceplosan. Suster dan Karin saling bertatapan, kemudian kompak menatapku aneh.

"...rasain luka kena alkohol hehehe." sambungku sambil tertawa kecil. Karin dan Suster, kembali dengan kompak tersenyum sinis. Aku mengelus kening Karin untuk menenangkannya, sambil suster memasangkan penutup di luka Karin untuk mencegah infeksi.

"Kalau mandi, jangan basah dulu lututnya ya. Nanti keringnya lama."

"Oke deh, sus. Ini ga perlu kesini lagi kan nanti?" tanya Karin khawatir.

"Nggak kok. Asal disiplin aja, lukanya pasti cepet kering." jawab suster tersebut sambil membersihkan peralatannya.

"Oke deh sus. Makasih banyak yah sus" jawab Karin sambil mencoba duduk.

Aku langsung membantu Karin, sekaligus membopong tubuhnya kembali ke mobil. Setelah menyelesaikan administrasi, aku langsung memacu mobil dengan diarahkan Karin menuju kosnya. Kos exclusive dengan fasilitas yang lumayan lengkap. Untunglah, kamarnya berada di lantai satu, sehingga aku tak perlu capek-capek membopongnya menaiki tangga. Aku lalu membaringkan Karin di kasurnya, dan mengambil kursi untuk duduk disampingnya.

"Eh, pat. Kalo mau minum, ambil aja tuh ada air dingin kok di kulkas. Santai. Anggap aja kosan sendiri." kata Karin sambil mengambil HP dari tas nya, dan mulai tenggelam dalam dunia Maya.

Aku bergegas menuju kulkas, dan langsung menenggak sebotol air dingin yang tersaji. Sambil minum, mataku tertuju pada botol Hijau dengan salib diatas kepala rusa yang menghiasi botol tersebut. Aku tersenyum kecil, lalu mengambil dua gelas kecil, menaruh beberapa potong es batu, lalu membawanya kedepan. Karin yang masih fokus dengan gadgetnya, tidak menyadari aku membawa benda-benda tersebut ke depan. Aku meletakkan dua gelas tersebut, dan mulai menuangkan isinya. Karin menoleh, dan wajahnya mulai memerah saat tau apa yang aku tuangkan ke dalam gelas.

"Jager on ice, atau frigid Jager emang enak, rin. Tapi, ketika lo buka botol ini, segera habiskan secepatnya. Setau gue, Jager rasanya bakal berubah kalo lo simpan lama-lama. Udah berapa hari, rin?"

"Hehehe udah 2 hari, pat. Gakuat gue ngabisin sendiri. Coba-coba doang kemaren. Pusing abis kalo minum sendiri." jawabnya sambil bangkit duduk di pinggir tempat tidur.

Aku menyerahkan satu gelas untuknya, dan aku mengambil satu gelas untukku.

"Cheers." kata Karin sambil mengangkat gelasnya.

"Cheers"

Dengan serempak, kami minum sambil bertatap-tatapan. Karin, dengan gegabah langsung menenggak habis setengah gelas Jager, lalu sedikit membanting gelasnya ke atas meja.

"Cih, newbie. Awas goyang, rin. Minum itu, santai. Selingi obrolan ringan." jawabku sambil minum tipis-tipis.

"Ah, bodo pat. Tambahin lagi punya gue dong. Lagi stres juga nih." jawabnya sambil memegangi kepalanya.

"As you wish, rin." balasku sambil kembali menuangkan kembali minuman tersebut kedalam gelasnya."

"Kenapa, rin? Ada masalah apa?" tanyaku sambil menutup botol.

"Gue lagi kesel sama pembina UKM kami pat. Bulan depan, kita ada lomba di Jerman. Gue udah persiapan mati-matian buat lomba ini. Eh, masa pelatihnya nunjuk anak sains, maba, belom ada pengalaman sama sekali buat jadi delegasi. Sedangkan gue? Cuma jadi cadangan pat! Anjing ga tuh?!"

"Mungkin dia mau ngasih kesempatan buat yang baru, rin?" jawabku sambil kembali sedikit minum dari gelas. Karin yang sedang minum, langsung tersedak mendengar jawabanku.

"Pengalaman lo bilang? PENGALAMAN?! HAHAHAHAH ANJING SAMA PENGALAMAN! Kita bener-bener butuh juara ini pat. UKM kita kekurangan dana. Kalo mau dapat suntikan lebih, tahun ini harus bisa juara minimal 5 kali, supaya anggaran tahun depan lebih gede buat kita. Dan ini, adalah turnamen terakhir di semester ini. Gimme the bottle, pat. Fuck them all." bentaknya sambil merampas botol dari tanganku.

Aku yang sedang menuangkan minuman ke gelasku, hanya pasrah saat dia mengambil paksa botolnya dari tanganku. Aku hanya melongo, saat melihatnya menenggak hampir setengah dari isi botol hijau tersebut. Aku saja, yang baru minum satu gelas, mulai merasa panas, dan pandanganku sedikit bergoyang. Aku tak bisa bayangkan, seberapa mabuknya dia setelah hampir menghabiskan setengah botol Jager. Aku, dengan halus, mengambil botol dari tangannya, sambil menuangkan sisa-sisanya ke dalam gelasku.

"Woah, woah, woah, hey, hey, hey. Pull yourself together, rin. Boleh emosi, tapi jangan konyol kaya gini lah. Tenang aja dulu."

"Calm down?! CALM DOWN?! HOW THE FUCK AM I SUPPOSED TO CALM DOWN IN THIS FUCKING CHAOS SITUATION?!" bentaknya padaku.

Mendadak, tangisnya pecah memenuhi seluruh ruangan. Aku lalu keluar ruangan, lalu masuk setelah menyimpulkan bahwa kamarnya kedap suara. Aku masuk, lalu buru-buru mengunci pintu, lalu duduk di kursi tadi. Aku sedikit membungkuk, dan menatapnya dalam-dalam. Tangisnya belum berhenti. Aku berusaha mempertahankan kesadaranku, setelah efek alkohol mulai naik ke kepalaku.

"WHATCHA LOOKIN AT, HUH?" bentaknya kepadaku

"Rin. Calm down. We're in the same position here, where we both trying to keep our sanity. Gue paham, gimana perasaan lo, rin. Gue tau gimana rasanya, ketika orang lain lebih dipilih daripada lo, disaat lo merasa lebih mampu buat ngelakuin itu. Gue tau, rin. There's gotta be a reason the coach pick him or her over you. Jangan egois. Okay?".

Tangisnya mulai sedikit mereda, mendengar ucapanku. Aku memberinya selembar tissue yang sejak tadi memang terletak diatas mejanya.

"Ambil sisi positifnya, rin. Lo bisa lebih mempesona orang-orang di kampus. All you gotta do, is just... nothing! Orang-orang melongo kalo liat lo, bahkan sekedar jalan, atau bahkan sekedar berdiam diri." jawabku seadanya.

Aku bahkan tak tau apa yang aku ucapkan, karena semua keluar dari mulutku begitu saja, hanya untuk menenangkannya.

"You sure? Tell me. What do people think of me?" tanya nya sambil sesenggukan.

"Well, first one is this cutie little face. I could pinch them all day long." jawabku sambil mencubit pelan pipinya.

"And then?"

"Take a look at this". Aku lalu mengambil HP dan membuka kamera depan, lalu memposisikan HP ku tepat didepan wajahnya.

"What? You trying to mock me or what?! I know, I look like a nerd." bentaknya sedikit emosi.

"Oh, sorry. I mean, this one" jawabku sambil melepas kacamatanya. Ah, kurasa kata "cantik" tak cukup untuk mendeskripsikan bagaimana wajah Karin terlihat saat itu.

"You're not lying, are you?" tanya nya ragu

"NO! Why would I lie to you?"

"Terus, apalagi?"

"There's, one more thing." jawabku. Aku lalu mengusap air mata yang tersisa di kedua matanya, dan kembali memasang kacamatanya.

"Perfect. You look like everybody's dream girl." jawabku sambil mengusap-usap kepalanya.

"Gombal lo, pat. Buktinya, sampe sekarang, gue belom punya pacar." tanya Karin dengan cemberut.

"Temen-temen angkatan gue, semuanya sering bicarain tentang lo. Dan aku rasa, mereka semua bakal iri, rin..."

"Iri kenapa?"

"Karena, ini..."

Aku mendekatkan wajahku ke wajah Karin. Karin tampak sedikit terkejut. Namun, karena pengaruh alkohol, Karin dengan otomatis menutup matanya. Kami bisa merasakan hembusan nafas kami satu sama lain. Aku mantap memegang belakang telinga kirinya dengan tangan kananku, dan mengarahkan kepalanya agak miring ke kanan.

Ketika jarak bibir kami tinggal beberapa senti, aku langsung menyergap bibir mungilnya dengan perlahan. This is one of the sweetest kiss I've ever had. Aku menikmati ciuman ini detik demi detiknya. Kujelajahi seluruh rongga mulutnya, ketika bibir dan lidah kami saling beradu. Saling bertukar ludah dengan gadis ini bukan lagi tentang senior dan junior. Beradu lidah dengan Karin, saat ini hanya tentang sepasang manusia yang dimabuk nafsu dan dimabuk alkohol. Lidahku berpindah, dan mulai menjelajahi lehernya. Karin diam tanpa kata, dan hanya menikmati sapuan lidahku di lehernya yang jenjang. Hanya nafas dengan tempo cepat yang keluar dari mulutnya, sambil dia memejamkan matanya dan memeluk tubuhku.

Akhirnya, kesadaranku kembali. Aku bermanuver dan mendaratkan bibirku di pipinya. Karin terkejut, namun tak berusaha melepaskan ciumanku di pipinya. Malah, dia memeluk tubuhku erat. Sekejap kemudian, aku berbisik kepada Karin.

"We're under alcohol's effect. Gue gamau ada kejadian ga enak cuma karena kita sama sama lagi mabok. I'll see you tomorrow, rin."

Aku lalu membaringkannya di kasurnya, dan menunggunya selama beberapa jam agar dia tertidur. Setelah kurasa dia tidur dengan nyenyak, kuhabiskan sisa minumanku dan dengan sempoyongan aku memesan ojek online tanpa menghiraukan notifikasi lain yang masuk ke HP ku, dan beranjak pulang ke kosan. Waktu menunjukkan pukul 23.35 saat aku menjatuhkan tubuhku ke atas kasurku. Setelah 5 menit tertidur, barulah aku mengingat sesuatu...


"NADINE!!"



TBC~
 
seting semarang percakapan bhs inggris? yo wis tak nikmatin wae....
 
ijin nyimak gan
Lanjutkan....
Bolehlah titip sendalll bang
Ijin membaca bosz....
Ikut nimbrung bos
Tampaknya menarik suhu..ijin mengikuti.
Wah ada cerita baru hihihi semangat om menghadirkan karya terbaik
Lancroootttkan :tegang:
awal yg bagus bos...
wedaaaaa rejeki anak sholeh kwkww gass terusss. genjot kww
boleh nih pasang tikar
Kayaknya menarik nih ....
Nunut nongkrong kene sam
bagus nih...
Wah keren ini gas terus om
Nitip G-string Nadine dulu ya pak bos
Ada potensi. Lanjutkan
pajang papan reklame dl

Monggo suhu-suhu sekalian. Part selanjutnya, siap dikonsumsi :D


Undip iki ketok e :kuat:

Waduh, ojo nyebut merk lur. Diciduk mbe pak Rektor ngko aku wkwkwkwk.

Enak nadine nya...apa dendam suhu?

Dinikmati aja dulu hu. Ntar juga tau, apa dendamnya :D

Mulustrasinya Gan ditambahin.....

Segera menyusul, hu. Masih memilih foto yang tepat nih :D


seting semarang percakapan bhs inggris? yo wis tak nikmatin wae....

Mboten, hu. Iki setting Semarang, percakapan wong sugih mbe cah kampus sg merantau nang Semarang :D
 
Nitip tenda dulu hu,, settingan kampus mank bgus d nikmati tred nya, smangat trs hu bwt lnjutan nya...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd