Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAN IMPIAN

CHAPTER 6

Citra sudah terlihat rapi setelah mandi dengan sabun wangi. Tak lupa memberikan sentuhan aroma lembut nan seksi di sekujur tubuhnya. Citra memutar-mutar di depan cermin untuk memastikan kalau dress pink pudar dua centi di atas lutut itu sudah pas. Citra pun keluar dari kamar lalu menemui John yang masih setia menunggunya di dapur. Tubuh Citra yang hanya berbalutkan dress pink pudar dua centi di atas lutut, hingga dengan mata telanjang saja, John bisa melihat bra dan celana dalamnya yang membayang dibalik dress tembus pandang itu. John terkejap menahan nafasnya, Penampilan Citra sukses menjemput nafsunya di penghujung batas. Rambutnya yang terurai rapi dan kulit paha yang terekspos itu membuat Citra terlihat sangat hot. John merasa tubuhnya semakin memanas tatkala wanita itu menatapnya dengan tatapan yang tak biasa, dengan kilatan mata yang terlihat lain. Tentu saja Citra sengaja melakukan ini karena ia berniat menggoda pemuda yang telah membuat hatinya tertambat.

“OMG … Apa yang sedang terjadi di sini?” Ujar John yang bergumam dengan dirinya sendiri.

Mendengar gumaman John seperti itu, Citra justru semakin berniat untuk mengusik John, mengukur seberapa dalam pemuda itu bisa bertahan. Citra menggigit bibir bawahnya lalu mengedipkan mata seksinya pada John dengan nakal, sengaja mengikat rambut hitam yang tertata itu menjadi sanggul kecil hingga leher jenjangnya terpampang nyata. Kakinya melangkah seksi menuju kursi meja makan yang ditempati John dan duduk di atas pangkuan pemuda itu yang sedang tegang dan kaku, melingkarkan kedua tangannya di leher si pemuda sambil bergelayutan manja.

Ditatap wajah pemuda yang sedang melototinya dan kehilangan akal. Citra mendekatkan tubuhnya membelai pipi John yang sudah memanas sejak tadi. Aroma tubuh Citra menguar dengan kuat, membuat John sudah benar-benar tercekat sekarang. Jantung pemuda itu bekerja lebih keras dari biasanya. John sangat tahu ia tidak akan bisa mengontrol nafsunya lagi. Alangkah ingin rasanya John merasakan Citra saat ini juga, tetapi ia masih mengikuti permainan Citra. Karena ia juga ingin tahu, apa yang sedang Citra pikirkan hingga memancingnya seperti ini.

“Kenapa diam saja?” Tanya Citra yang sengaja berbisik dan melepas nafasnya di telinga kiri John. Citra pun meninggalkan gigitan lembutnya di daun telinga yang memerah itu. John sudah melepas lenguhan kecilnya. Rasa geli di telinga pemuda itu membuat dirinya memejamkan mata. Citra yang duduk di pangkuan John tersenyum puas saat melihat wajah John terangsang. Jarinya menari-nari di pipi John, menggoda pemuda yang tak berdaya di bawahnya.

“Kenapa tante melakukan ini?” tanya John penasaran.

“Kamu adalah pahlawanku, sayang … Kamu layak mendapatkan semua ini dariku …” ucapan Citra memang benar adanya tapi tak sempurna. Selain ingin membalas budi, sesungguhnya rasa suka dan kagum Citra kepada John sudah berlangsung cukup lama. Itu terjadi saat pertama kali John berkunjung ke rumah ini sekitar tiga tahun yang lalu.

“Tante tidak perlu melakukan ini,” ucap John dengan nafasnya yang tersengal.

“Aku harus melakukannya. Terimalah hadiahku ini. Aku tidak ingin kamu menolaknya,” kata Citra mendesah seksi.

Citra mendekatkan wajahnya pada John, menatap mata yang sudah sayu menanti belaian itu. Citra mengecup pelan bibir John dan mengulumnya lembut sambil membelai rambut John. Ciumannya makin memanas, John sudah benar-benar hanyut dengan aliran nafsunya. Citra yang awalnya masih mencium pelan, kini sudah bermain kasar melumat bibir John. Bibir John yang setengah merenggang memberi Citra kesempatan untuk menggelitikkan lidahnya di dalam mulut John. Decapan ciuman mereka terdengar nyaring memenuhi seisi ruangan. Gelombang nikmat mulai merasuki jiwa John memacu perjalanan birahinya terbangkitkan. Kini John sudah benar-benar terbakar, sekarang John membalas setiap belaian bibir Citra, memberi tanda bahwa ia juga menginginkan lebih.

John tiba-tiba menggendong Citra dengan menempatkan lengan kiri di bawah lutut dan tangan kanan di bawah leher, membawa wanita itu menuju sofa di ruang depan. Citra pun tersenyum girang sambil melingkarkan tangannya di leher John. Sesampainya di tempat yang dituju, John meletakkan tubuh Citra di sofa panjang. John pun langsung berusaha melepaskan celana dalam yang dikenakan Citra. Setelah celana dalam itu terlepas, tanpa aba-aba, John menenggelamkan wajahnya di selangkangan Citra, mencecap setiap incinya.

“Aaaaahhhh …!!!” Citra mengerang karena terkejut dengan aksi John yang menjilati vaginanya dengan tiba-tiba.

Kedua paha wanita itu dipegang oleh John, merenggangkannya hingga menempel pada alas sofa, membuat daerah jamahan John semakin lebar dan dalam. John melesakkan lidahnya dalam, masuk ke dalam lubang Citra yang menjepitya keras. John menjilat vagina Citra dari klitoris hingga bawah lubang vagina. Ia meremas paha dalam Citra, lalu menghisap klitoris wanita itu keras, hingga menyentuh gigi-giginya yang membuat Citra mengerang hebat. Citra pun meremas kepala John akibat sensasi nikmat di vaginanya.

John melepaskan cengkramannya pada paha Citra, membuat wanita itu merapatkan kakinya hingga menjepit kepala John. John tidak peduli, kedua tangannya bergerak ke depan bibir vagina Citra. Membuka lubang itu lebih dalam, hingga lidahnya mampu menjangkau lebih dalam vagina itu. John menatap vagina merah Citra dengan nafas terengah. Kedua tangannya aktif membuka jalan vagina hingga lubang kecil itu terbuka sedikit lebar. John memasukkan hidungnya, mendorong lebih dalam.

“Aaaahhhhh … Sayyaaanggghhh …” Desahan Citra semakin membuat pemuda itu gelap mata. John mengeluarkan hidungnya dari dalam vagina Citra lalu menghisap lagi vagina Citra dengan keras dan kasar. Bunyi kecipak antara bibir John dan lendir Citra terdengar menyatu dengan desahan Citra. Akhirnya Citra sampai pada puncaknya.

John menegakkan tubuhnya dan menatap Citra yang tubuhnya setengah bersandar di sandaran sofa. Ekspresi muka wanita itu seperti masih menikmati sisa-sisa orgasmenya. John mulai melucuti seluruh pakaiannya kemudian membantu Citra melepaskan pakaian yang ia kenakan, hingga keduanya sama-sama telanjang. Citra tersenyum sambil menatap kejantanan John yang menurutnya besar dan panjang.

“Saya akan memulainya, tante …” kata John sembari memposisikan tubuhnya di tengah paha Citra yang mengangkang. Mengarahkan kejantanannya tepat di depan lubang vagina Citra yang masih mengeluarkan cairan. John mencolek cairan Citra lalu mengoleskan pada kepala kejantanannya yang menegang dengan urat-urat yang menyembul keluar.

“Lakukanlah … Cepat …!” ujar Citra.

John pun tersenyum lalu mendekatkan kepalanya pada wajah Citra yang tergolek pasrah dengan nafas memburu. John mencium bibir Citra lalu menghisapnya pelan. Citra menatap John yang sudah dipenuhi oleh kabut nafsu sama seperti dirinya. Sambil terus berciuman, John mulai mengarahkan kepala kejantanannya di depan lubang vagina Citra. Namun, sebelum John menggerakan pinggulnya, Citra bersuara.

“Bolehkah aku di atas?” pinta Citra sambil tangannya menahan perut laki-laki di atasnya.

“Tentu …” jawab John sembari bergerak dan memposisikan dirinya duduk di atas sofa.

Citra pun kemudian merangkak di atas tubuh John dan mendudukkan pantat sintalnya di atas selangkangan pemuda itu. John memejamkan mata kala tangan halus Citra membelai kejantanannya dengan gerak lembut berpengalaman. John sudah berada di ujung gairah. Dengan cepat diangkatnya pinggul Citra tepat di atas kejantanan tegangnya.

“Aaaakkhhh …” desah Citra saat kepala kejantanan John menyapa pusat gairahnya yang panas, basah dan mengkilap.

“Aaaakkhhh …” desah Citra lagi ketika John menurunkan pinggul Citra dengan sekali tarikan. Dan kejantanan John sudah tenggelam sempurna dalam panasnya lubang kewanitaan Citra. Pijitan dinding vagina wanita ini sungguh membuat John ingin segera menghujamkan kejantanannya dengan kecepatan maksimal. Namun pemuda itu tidak melakukannya. Ia menunggu mata Citra terbuka yang saat ini masih terpejam erat.

“Kenapa?” tanya John agak khawatir.

“Tidak apa-apa … Nikmati saja aku, rasakan diriku, dan puaskan aku, sayang,” ujar Citra sambil membuka matanya.

Sejurus kemudian, Citra mengangkat tubuhnya hingga kepala kejantanan John hampir terlepas dari lubangnya, lalu turun membungkus kejantanan itu lagi, dan begitu seterusnya. Keduanya bergerak, membiarkan kelamin mereka saling menyapa dalam irama persenggamaan. Ketika Citra tidak lagi menyempitkan jalannya. John menyodok dengan pinggulnya yang terangkat dan menghempas pantatnya agar gesekan di kejantanannya semakin terasa. Tak lama berselang, Citra tidak menghentak, ia menggesek selangkangan John. Memaju-mundurkan pinggangnya dengan kejantanan pemuda tersebut yang keluar masuk bagai dihisap oleh vaginanya.

“Aaaakkhh … Saayyaaanngghh … A..akkuu mmaauuu …” erang Citra dengan badan mengejang, dan wanita itu berpikir orgasmenya akan datang tak lama lagi.

“Keluarkan saja …” kata John tenang.

“Ooohhh … Ooohhh … Aaahhh … Yaaaaaaa … Daattaaaannggghh …!” Citra menjerit-jerit nikmat sambil memeluk erat tubuh atletis John saat orgasme menerjang kewanitaannya. John melenguh merasakan semprotan hangat melumuri kejantanannya. Sensasi lengket yang membuat John diam-diam menyeringai senang. John bisa mendengar suara nafas Citra yang terengah serta gerakan pinggul wanita itu yang melemah.

“Bagaimana enak?” goda John setengah berbisik.

“Enak … Enak sekali …” jawab Citra yang masih kepalanya bersandar di bahu John.

John tersenyum, Citra tersenyum. Keduanya mengagumi masing-masing apa yang inderanya tangkap. Berciuman kembali, meraba lagi hingga tak tertahan lagi. Lenguhan mengudara, semakin panas. Beberapa menit berlalu, mereka pun sudah siap bercinta kembali. John mengangkat tubuh Citra hingga kelamin mereka berpisah untuk sementara. Lalu membaringkan wanita itu di sofa.

Setelahnya, John membuka paha Citra lebar-lebar saat akan melakukan penetrasi. Citra menahan nafas kala merasa benda tumpul menyapa lubangnya. Memberi salam dan mengetuk pintu nikmat yang Citra ketatkan. John memegang kejantanannya kuat. Memajukan pantatnya ke depan agar si junior masuk ke lubang menawan yang menggoda. Citra mendesah saat menerima benda asing yang kian melesak masuk perlahan.

“Ooooohhhh ….” John pun mendesah merasakan juniornya diremas-remas oleh Citra.

John pun mulai menggerakan kejantanannya keluar masuk menggesek dinding permukaan vagina Citra, mencari kenikmatan di dalamnya. Semakin licin hingga merasa lebih lancar. Gerakannya makin cepat. Menikmati apa yang kini ia telah dapatkan. Tak seperti apa yang mereka bayangkan ternyata rasanya begitu tak bisa dijabarkan. Ini begitu nikmat. Begitu membahagiakan. Begitu panas. Berbagai desisan dan desahan nikmat meluncur bebas dari mulut Citra dan John, mengisyaratkan betapa mereka sangat menikmati semuanya.

Sepuluh menit berlalu, Citra terus mendesah-desah kenikmatan ketika vaginanya dipompa dengan hebat oleh John. Wanita itu bisa merasakan penis besar, panjang dan berotot milik John menumbuk-numbuk vagina miliknya. Hal ini membuat Citra tidak bisa menahan lebih lama lagi puncak kenikmatan yang dia terima, sebentar lagi. Sebentar lagi dunia putih akan menyambutnya.

“Ouuhhhhh …! Saayyaaanngghh …!” Citra sampai melengkungkan tubuhnya ketika orgasmenya datang.

Orgasmenya tidak berhenti begitu saja, John masih menyodok-nyodok penisnya dan membuat orgasme Citra datang bertubi-tubi. John sendiri tidak bisa menghentikan sodokannya, karena vagina Citra yang semakin basah dan licin meremas kejantanannya dengan erat. Saat itu Citra sudah tak dapat bersuara lagi. Kenikmatan ragawi dirasakan begitu dahsyatnya dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun. Ia merasa seperti berada di awang-awang, melayang-layang penuh kenikmatan. Orgasme yang kesekian kalinya ini membuat Citra hanya samar-samar mendengar ucapan pemuda yang sedang menyetubuhinya dengan penuh kebuasan yang memabukkan itu. Citra hanya bisa berkelojotan dengan sensasi kenikmatan yang menggila.

John pun mulai merasakan sesuatu akan keluar dari dalam batang kemaluannya. Hujamannya pada lubang kenikmatan Citra mulai tak teratur lagi, hingga akhirnya sang perkasa mengaum, mengerang nikmat setinggi langit saat lahar panasnya menyembur di dalam lubang kenikmatan wanita yang digagahinya. Air mani John sedikit demi sedikit tampak meluber keluar dari lubang vagina Citra dan membentuk genangan membasahi sofa.

Pening kepala keduanya berangsur mereda. Peluh mengalir dari dahi serta sela-sela rambut mereka. Hembusan nafas yang cepat perlahan memelan dan terasa hangat. Basah seluruh tubuh oleh keringat yang keluar. Citra memeluk erat punggung John. Kakinya yang terbebas ikut mengerat, pantat John pun terlingkupi, tak melepaskan tautan di bawah. John mengelus kepala Citra. Berbisik di telinga Citra. Mengucapkan terima kasih atas hadiah yang ia persembahkan untuknya.

“Tante yang seharusnya mengucapkan terima kasih, karena kamu telah memberikan tante kepuasan yang terbaik,” Citra mengelus wajah John sangat mesra.

“Sama-sama tante … Tapi …” belum juga usai ucapan John, tiba-tiba terdengar suara motor ribut di depan rumah.

Tentu saja keduanya panik. Mereka langsung berhamburan memunguti pakaian dan langsung ke ruang belakang. Di ruangan itu, John dan Citra seperti berlomba-lomba mengenakan pakaian. Selanjutnya, John dan Citra membasuh mukanya di wastafel untuk menghilangkan keringat. Bel rumah pun berbunyi. Dengan perasaan yang tak menentu, Citra kembali ke ruang depan untuk membukakan pintu. Citra menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan kasar sebelum akhirnya menarik kunci slot dan pintu pun terbuka.

“Kok pulangnya telat? Mana ayahmu?” tanya Citra kepada Dedi yang terlihat pulang sendirian.

“Ayah belum selesai. Aku pulang duluan,” suara Dedi terdengar kesal. Ia pun langsung duduk di sofa setengah membanting pantatnya. Tanpa sadar, Dedi menatap ibunya heran karena tumben sekali ibunya memakai pakaian seksi seperti ini.

“John ada di dapur,” ucap Citra sangat kaku.

“Oh, ya … Nanti aku ke sana … Buka sepatu dulu …” Dedi tampak sumringah.

Citra pun kembali ke dapur dengan hati yang berantakan. Sementara itu, Dedi mulai membuka sepatunya. Saat ia membungkuk, mata Dedi menangkap sesuatu yang ganjil di sofa panjang. Walaupun samar tapi terlihat olehnya ada bagian sofa yang berwarna agak gelap seperti tersiram air, dan sebagian lain tampak kering. Dedi pun bangkit lalu menyentuh sofa pada bagian yang agak gelap. Benar saja, tangannya merasakan basah namun hangat. Tidak sampai di situ, Dedi melihat ada noda putih di bagian tengah sofa. Tanpa ragu, jari telunjuk dan jari tengahnya menyentuh noda putih tersebut lalu membauinya.

Seketika itu juga ekspresi wajahnya berubah drastis. Tak perlu berpikir dua kali, Dedi tahu betul cairan apa yang baru saja ia sentuh. Hentakan tak nyaman pada jantungnya mulai bekerja. Nafasnya tercekat seolah baru saja ada yang merenggut oksigen di sekitarnya. Pikirannya langsung dipenuhi oleh bayangan tentang ibunya yang bercinta dengan John di sofa ini. Apa yang dibayangkan sangat beralasan, karena fakta-fakta yang ia temukan mengarah pada itu semua.

Bener-bener nih si John!” batin Dedi geram.

Dedi menarik nafasnya dalam-dalam mencoba untuk menenangkan pikirannya. Cara ini memang yang paling efektif untuk menenangkan pikirannya yang sudah penat terkurung oleh berbagai masalah yang ia hadapi. Setelah dipikir-pikir dan dirasa-rasa, akhirnya Dedi merasa ini bukan waktu yang tepat untuk membesar-besarkan kejadian ini. Tetapi tetap, ia harus bicara kepada ibunya dan John secara baik-baik. Dedi pun melangkah menuju dapur, dan menemukan ibunya dan John yang sedang asik mengobrol.

“Hai …” sapa John duluan kepada Dedi.

“Udah lama?” tanya Dedi sambil berdiri di samping John. Tangannya meremas kuat bahu John sekedar untuk melampiaskan kekesalannya.

“Lumayan … Gimana kerjamu?” tanya John.

“Ya, begitulah … Kadang lancar, kadang banyak kendala … Oh, ya … Gimana kalau kita ngopinya di belakang?” ajak Dedi pada John.

“Siap …” jawab John.

Dedi dan John bergerak ke halaman belakang. Sebuah bangku kayu yang cukup untuk berempat menjadi tempat duduk mereka. Keduanya menikmati udara sore menjelang malam yang kini terasa sedikit hangat dengan kopi di tangan mereka. Dedi sengaja mengajak John mengobrol dengan tema yang umum-umum saja, seperti sepakbola, cewek atau masalah keuangan. Dan setelah dirasa waktunya tepat, Dedi pun akhirnya memulai pembicaraan tentang sesuatu yang ingin ia ketahui.

“John … Saat aku pulang tadi … Di ruang tamu aku menemukan air mani yang masih hangat di sofa. Kenapa kamu melakukannya?” Pertanyaan Dedi langsung to the point dengan keyakinan seribu persen.

Mendengar pertanyaan itu, John merasa ditohok berkali-kali hingga pemuda itu hanya bisa membisu sambil menundukkan wajah. John tidak bisa mengelak dari temuan Dedi. Berbohong pun tak ada gunanya bahkan akan menambah keadaan semakin ruwet.

“John … Kenapa kamu lakukan itu?” Dedi bertanya lagi dengan nada yang masih sama.

“Maafkan aku, Ded … Aku gak bisa menahan diri …” ungkap John sambil menghela nafas panjang.

“Aku akan memaafkanmu kalau alasannya dapat dibenarkan,” kata Dedi tegas.

“Ego pikiran memang ingin melawan. Ego perasaan merasa diri cukup kuat. Ego nurani yakin benar akan fakta dosanya. Tapi ego nafsu sama sekali tidak berdaya. Sekali godaan melambai-lambai di depan mata langsung saja diserbu,” kata John lalu menarik nafas dalam-dalam.

“Itu bukan alasan yang benar karena kau tidak bisa mengendalikan nafsu. Aku ingin alasan yang masuk akal,” respon Dedi atas jawaban John.

“Karena ibu yang memintanya …” tiba-tiba terdengar suara Citra dari arah belakang kedua pemuda itu. Hanya Dedi yang menoleh ke arah ibunya, sementara John tetap tertunduk sambil memainkan gelas kopi di tangannya.

“Kenapa?” tanya Dedi yang kini tertuju pada ibunya.

“Karena John telah menyelamatkan ibu. Ibu sangat tertolong olehnya. Dan hanya dia yang mau mengerti kesusahan ibu. Jadi ibu ingin sekali membalas budi padanya,” jelas Citra dengan suara bergetar akibat menahan tangis.

“Menyelamatkan ibu?” Dedi bergumam untuk dirinya sendiri.

“Ya, John telah menyelamatkan nyawa ibu. Jadi, dia pantas mendapatkannya,” ungkap Citra yang mulai terisak-isak. Citra pun duduk di antara Dedi dan John.

Akhirnya, Citra menceritakan masalah lilitan hutang pada rentenir akibat tertipu oleh arisan bodong secara gamblang kepada Dedi. Tak lupa, Citra pun mengungkapkan niatnya untuk mengakhiri hidup jika terjadi penyitaan rumah. Citra menceritakan juga kalau John lah yang membayar semua hutangnya, sekaligus kekecewaan dirinya pada suami dan anaknya yang tidak peka dengan kesusahan yang berbulan-bulan membelitnya.

“Ibu merasa harus membalas kebaikan John … Tapi hanya itu yang bisa ibu berikan,” pungkas Citra mengakhiri ceritanya.

“Sekarang aku mengerti … Maafkan aku John dan terima kasih atas pertolongannya … Tapi seharusnya kamu bisa menolak ibuku …” kini suara Dedi menjadi lirih.

“Seandainya … Posisi kita dibalik … Apakah kamu mampu menolaknya?” tanya John tajam pada Dedi.

“Hhhmm … Aku rasa …” Dedi tak mampu meneruskan ucapannya.

“Lihatlah ibumu baik-baik …! Dia cantik, seksi dan menarik. Aku sangat yakin kamu tak akan mampu menolaknya jika ada di posisiku. Dan aku juga yakin, walau kamu berstatus anaknya, kamu tidak akan bisa menolaknya jika saja ibumu menghendakimu,” kata John tanpa ragu.

“Jaga ucapanmu, kawan!!!” Dedi tiba-tiba marah.

“Ded … Kita ini laki-laki normal. Ibarat kucing disodori ikan. Tidak pakai pikir lagi. Tidak pakai malu-malu lagi. Tidak pakai rasa bersalah lagi. Pokoknya, sikat saja. Itu fakta yang tidak bisa terbantahkan. Apalagi ibumu adalah ikan yang cantik, sementara kita adalah kucing garong yang hidup di lorong-lorong. Apakah kamu sanggup menolak bila ikan cantik ini mendatangimu?” John terus memprovokasi Dedi.

“Aku tak akan bercinta dengan ibuku sendiri,” tegas Dedi sambil geleng-geleng kepala.

“Berarti kamu tidak menyayangi ibumu,” kata John mulai menantang.

“Apa? Apa aku tidak salah dengar? Aku tidak melakukannya karena aku sayang ibuku!” Dedi menaikan nada suaranya.

“Benar kata John … Kamu tidak menyayangi ibu …” lirih Citra yang sukses membuat Dedi terperanjat hebat.

“Bu … Apa yang ibu katakan?” Dedi mengambil tangan ibunya dan diciumnya berkali-kali.

“Kalau ibu menginginkanmu dan bahagia kalau kamu meniduri ibu. Tapi kamu tidak mengingkannya, itu berarti kamu tidak sayang sama ibu,” ucap Citra tegas.

“Bu, tapi itu salah …” bantah Dedi namun dengan suara lembut.

“Itu tidak salah, Ded …” sambar John. “Selama dilakukan suka sama suka atau tidak ada paksaan, itu sah-sah saja. Incest bukan sekedar hubungan seks tetapi juga membangun hubungan batin yang lebih kuat. Kewujudan pasangan incest adalah saling melengkapi satu dan yang lain,” jelas John.

“Kalau kamu menyayangi ibu … Bawa ibu ke kamarmu …” kata Citra menantang dan tampak wajah Dedi semakin pucat pasi.

“Ded … Apalagi yang kamu pikirkan? Bawa ibumu … Bahagiakan dia … Percayalah! Kamu akan menikmatinya,” provokasi John pun berlanjut.

“Ba...baiklah … Kalau itu yang ibu inginkan,” ucap Dedi terdengar ragu.

“Sip … Itu namanya laki-laki sejati … Selamat bersenang-senang … Aku akan pulang sekarang …” kata John langsung bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan ibu dan anak yang akan melakukan sebuah ritual.

John sedikit berlari meninggalkan rumah teman dekatnya. Setelah menghidupkan mesin motor itu, John pun lekas memutar gas. Dengan mulus motor itu berjalan dan mulai meninggalkan rumah Dedi. John termasuk tipe yang menyukai kecepatan. Jadi tak heran jika ia menyetir kendaraannya dengan sangat cepat. Sepanjang perjalanan John tersenyum puas karena drama yang dimainkan dengan Citra berjalan lancar. John jadi teringat kejadian beberapa menit yang lalu, saat dirinya dan Citra mengetahui kalau Dedi menemukan bukti sudah terjadi hubungan seks di sofa ruang tamu.
-----ooo-----​

Flashback

Citra kembali ke dapur dengan wajah pucat setelah membukakan pintu untuk Dedi. Rasa takut terlihat jelas dari garis wajahnya, juga saat dia menggigit bibir bawahnya. Citra duduk dengan badan gemetar di hadapan John. Sementara itu, John memandang heran pada wanita di depannya.

“Kenapa?” tanya John dengan suara pelan.

“Tante takut Dedi mengetahui perbuatan kita karena sofa bekas kita basah oleh keringat,” jawab Citra panik.

John yang tersadar akan fakta itu langsung loncat dari kursinya. Pemuda itu berjalan ke arah pintu tengah yang menghubungkan dapur dengan ruang tamu. John mengintip dari sela-sela pintu yang tidak tertutup sempurna. Benar saja, apa yang dikhawatirkan Citra terbukti. John melihat tangan Dedi menyentuh bagian tengah sofa lalu jarinya ia tempelkan pada hidungnya. John pun melihat ekspresi kekecewaan Dedi sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Tante … Harus bisa mengajak Dedi bercinta dengan tante,” ujar John pelan sambil kembali ke tempat duduknya.

“Apa?” Citra terbelalak hebat tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

“Kalau kita ingin selamat, tante harus melakukannya,” tegas John bersungguh-sungguh.

“Ta..tapi …” ucapan Citra langsung disambar John.

“Itu terserah tante … Tapi kalau tante mau hubungan tante dengan Dedi tetap baik, lakukan saja saran saya. Dan percayalah, tante akan mendapatkan kepuasan seksual kalau mau melakukannya,” kata John sangat serius.

“Maksud kamu apa?” tanya Citra tidak mengerti.

“Saya mengenal Dedi sudah empat tahun lebih. Salah satu keahliannya adalah dia pandai memanjakan wanita di ranjang. Dia juga punya stamina yang sangat kuat, dia bisa berkali-kali bercinta. Banyak wanita yang ketagihan dengan permainan ranjang Dedi. Saya yakin tante pun akan ketagihan kalau sudah merasakan keperkasaan Dedi,” John berucap setengah mempromosikan Dedi. Selain itu, John berharap Citra setuju dengan sarannya demi kebaikan bersama.

“Hai …” sapa John duluan kepada Dedi saat melihat Dedi masuk ke ruang dapur.

“Udah lama?” tanya Dedi sambil berdiri di samping John. Tangannya meremas kuat bahu John sekedar untuk melampiaskan kekesalannya.

“Lumayan … Gimana kerjamu?” tanya John.

“Ya, begitulah … Kadang lancar, kadang banyak kendala … Oh, ya … Gimana kalau kita ngopinya di belakang?” ajak Dedi pada John.

“Siap …” jawab John. Dedi dan John pun bergerak ke halaman belakang.

Flashback End
-----ooo-----​

John tahu pasti, orang akan berpikiran aneh saat melihat ia tersenyum sendiri sambil mengendarai motornya. Tetapi John tidak peduli karena hari ini ia sangat senang. Selain kedatangan Rafael ke Indonesia, ia pun terhindar dari masalah dengan Dedi. Laju motor John semakin cepat membelah jalanan di hadapannya. Pemuda itu sudah tidak sabar sampai ke rumah. Mandi dan tidur adalah aktivitas yang terbayang di pikirannya saat ini.

Selang 30 menit, John sampai di rumahnya, ia langsung menuju kamarnya. John langsung saja membasuh tubuh di kamar mandi dengan air dingin dan merasakan tubuhnya sangat segar. John tak dapat menahan ekspresi kagetnya saat keluar dari kamar mandi. John mendapati Tina tengah duduk di pinggiran tempat tidur yang menampilkan mimik sedih dan putus asa. John yang hanya mengenakan boxer di tubuhnya kemudian menghampiri adiknya.

“Kenapa?” tanya John sesaat setelah duduk di samping Tina.

“Galau …” jawab Tina sembari menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya dan menunduk.

“Kenapa galau?” tanya John lagi menyusul. Terdengar helaan nafas berat dari mulut Tina menandakan jika dirinya sedang mempunyai masalah.

“Andi … Ada apa dengan dia?” jawab Tina pelan.

“Apakah benar kamu mencintainya?” John malah balik bertanya sebab pemuda itu pernah mendengar ‘kabar burung’ kalau adiknya menjalin hubungan dengan Andi.

“Ya,” jawab Tina sambil menganggukan kepala.

“Untuk kasus Andi, aku tidak akan menyalahkannya, karena hati manusia memang sulit ditebak. Bahkan ia bisa berubah-ubah tanpa kita sadari. Salah satunya adalah betapa mudahnya hati ini berubah pada sebuah keadaan. Ya memang, hati itu sering berubah-ubah. Bisa hitam, putih, abu-abu, atau berwujud seperti pelangi. Tergantung cara orang mengendalikan setiap warnanya. Oleh karena itulah, kalau ingin mencintai seseorang, pilihlah orang yang sudah mempunyai kekuatan hati dan tidak mudah goyah. Aku rasa Andi belum mempunyai itu,” jelas John sedikit berteori.

“Aku rasa juga begitu,” gumam Tina.

“Terkadang perasaan cinta dan jatuh cinta memiliki misteri serta keajaibannya sendiri. Tapi ada pepatah yang mengatakan lebih baik dicintai daripada mencintai. Artinya kita gak perlu lagi susah payah untuk memakai topeng atau menyembunyikan hal-hal yang membuat kita tak percaya diri di depannya. Dia sudah menerima kita apa adanya. Tak perlu lagi kita susah payah untuk membuatnya terkesan atau suka dengan semua kepribadian kita. Dan itu sudah cukup jadi alasan kita untuk bisa menjalani hidup bahagia bersamanya. Saat seseorang sudah mencintai kita dengan tulus, maka hati ini dengan sendirinya akan memberikan arahan untuk membalasnya dengan cara yang terbaik,” jelas John lagi.

“Ya, aku mengerti,” Tina mulai tersenyum.

“Lagi pula dengan kehidupan kita yang sekarang seperti ini, yang penuh dengan kasih sayang, cinta, dan keagungan seks, rasa-rasanya kita gak perlu lagi mencari-cari apa yang dinamakan cinta. Bukankah rasa cinta itu perwujudan dari rasa suka, senang dan bahagia? Kurang apa kita sekarang? Kita sudah memilikinya semua,” tegas Andi.

“Hi hi hi … Benar juga,” Kini Tina bisa tertawa.

“Bebaskan hatimu. Ketika hal-hal terjadi diluar keinginanmu, jangan menjadi pahit hati. Cuci wajah dan lanjutkan kehidupan. Bersiaplah untuk hal-hal baru yang mungkin akan lebih menyenangkan,” lanjut John.

“Oke … Makasih …” ucap Tina sumringah lalu berdiri dan berjalan menuju pintu.

Saat baru dua langkah, Tina berhenti melangkah lalu membalikan badan. Gadis itu kemudian mendekati John kemudian mencium kening kakaknya agak lama. John pun tersenyum bahagia karena sudah bertahan-tahun dia tidak merasakan ciuman seperti itu dari adiknya. Setelah melepaskan ciuman, Tina menangkup wajah John sambil menatap matanya dalam.

“Kamu seksi juga,” ucap Tina pelan lalu mencubit hidung John. Pemuda itu pun tertawa sambil membalas cubitan Tina, sama di bagian hidung.

Tina melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda dan keluar dari kamar John. Sementara itu, John segera mengenakan pakaian santai lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Satu lagi berkah yang John dapatkan hari ini yaitu adiknya yang seksi dan cantik sudah ‘memaafkannya’ seratus persen. Rasanya tidak berlebihan kalau dirinya membayangkan kesenangan dan kebahagiaan apa yang akan ia peroleh bersama adiknya di masa yang akan datang.

Bersambung

Chapter 7 di halaman 10​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd