Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Taman Sang Dewi

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Wow.. tips menyadarkan perempuan dari 'Tipsy' ala ala Safira yg sensual dan prakteknya harus secara 'threesome'..
Ajibb gan.. Sukses gan.. dpt 'feel'nya.. :jempol:
 

Piece 4 (Dewa, Bidadari dan Malaikat)


Lagu pembuka
[video=youtube;wujbt1_5KZk]http://www.youtube.com/watch?v=wujbt1_5KZk[/video]​

Ikatan

Gemericik suara minyak yang terpanasi oleh api yang menjilat-jilat wajan, merendam beberapa potong ayam. Sebuah osengan dengan ujung terlapisi kayu membolak-balik daging ayam tersebut.

Khafi, Dewi dan Safira sedang duduk di sebuah meja menunggu pesanan datang. Dewi dan Safira duduk berdampingan, sementara Khafi ada di hadapan mereka. Suara lalu lalang mobil terdengar ramai bercampur suara minyak yang merendam ayam.

"Lo mau sampai kapan sih Dew mabok-mabokan mulu ?"

Safira nampak prihatin dengan sahabatnya, dia menopak dagunya dengan telapak tangan dan memandang wajah sahabatnya yang ada di samping.

"Semua itu terasa begitu tiba-tiba, gw gak bisa menerimanya begitu aja."

Dewi lemas memandang meja kayu di hadapannya, dia menunduk, rambutnya yang bergelombang kemerahan menerpa meja itu.

"Lo pikir orang tua gw yang tersapu gelombang setinggi 30 meter akhir 2004 silam, bukan sesuatu yang tiba-tiba."

Safira menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu, kemudian membelai pundaknya.

"Tapi apa lo bisa langsung bangkit ?"

Dewi menatap mata Safira, kini berganti Safira yang tertunduk.

"Tapi gak dengan cara kayak gitu lo melampiaskan kesedihan lo, kita pernah kehilangan dengan cara yang sangat menyakitkan, tapi lo masih lebih baik dari gw Dew."

Kedua sahabat itu berangkulan, air mata mereka terlihat mulai menetes. Mereka teringat akan orang-orang yang mereka sayangi dan pergi dengan cara yang teramat menyakitkan. Khafi menatap iba kedua gadis dihadapannya itu, walaupun dia tidak tau seberapa hebatnya kehilangan yang mereka rasakan, tapi Khafi tau seberapa sedihnya kehilangan itu.

"Sudah...sudah."

Khafi coba membuyarkan kesedihan mereka.

"....."

"....."

Dewi dan Safira hanya menatap layu Khafi yang mencoba tersenyum dihadapan kedua wanita itu.

"Bagi aku, kalian itu seperti bidadari dan malaikat. Dewi, kamu adalah bidadari di kesunyian, yang terjebak dalam kesedihan tanpa ujung. Safira, kamu itu malaikat bermata sendu, walaupun memiliki kesedihan yang lebih dari Dewi, tapi kamu berusaha mengepakkan sayap patahmu dan menghibur Dewi dengan kelembutan sayapmu."

"....."

"....."

"Dan aku," Khafi nampak bersemangat. "Aku adalah Dewa, yang akan merubah kesedihan menjadi kebahagian, aku akan menciptakan dunia tanpa musibah, dunia tanpa perang, dunia tanpa tangis, walaupun itu hanya ada dalam dunia kita bertiga saja."

Lalu mereka terdiam sesaat, Khafi nampak yakin dengan ucapannya, kedua gadis itu coba memahami perkataan Khafi.

"Ngawur."

"Ngaco."

Kedua gadis itu mencibir, dan serempak mereka bertiga tertawa.... sesaat kemudian makanan pesanan mereka sudah terhidang di meja. Dewi nampak lapar karna dia hanya makan sangat sedikit sekali di pesta dan kebanyakan minum anggur, sementara Safira dan Khafi, walaupun sudah makan di pesta tadi, tapi aktifitas birahi yang tadi mereka lakukan telah membakar kalori mereka dan kini mereka merasa lapar.

"Hmmm.... Gimana kalau kita membentuk sebuah ikatan." ucap Khafi disela kunyahan daging ayam dan nasi di mulutnya.

"Maksudnya ?"

Safira dan Dewi serentak bertanya.

"Ikatan yang saling melindungi satu sama lain, saling membantu, menangis dan tertawa bersama. Melebihi ikatan sahabat, saudara, atau bahkan keluarga."

Khafi menjelaskan, disusul dengan suapan penuh ke dalam mulutnya. Mereka bertiga saling pandang, disusul sorot kenyakinan diantara mereka, ada sebuah getaran yang terjalin diantara mereka.

"Gak ada yang ditutupi antara kita, gak ada rasa kesal yang tersembunyi diantara kita, gak ada kebencian, gak ada saling menyakiti."

Safira menambahkan.

"Saling mengutamakan, saling berbagi, saling melengkapi, kita untuk satu kesempurnaan, kesempurnaan untuk kita."

Dewi juga ikut menambahkan.

"Pak boleh pinjem baskom yang kecil itu pak ?"

Pinta Khafi kepada si penjual makanan.

"Ini mas."

Penjual itu menyerahkan 1 buah baskom kepada Khafi.

"Oke, sekarang kita bentuk sebuah ikatan," Khafi menuang seluruh es teh manis milik Dewi, seluruh es jeruk milik Safira, dan seluruh Air putih milik Khafi kedalam 1 baskom yang diberikan sipenjual. "Jika kita menyatukan minuman yang kita minum, lalu kita meminum secara bersama minuman yang telah bercampur, maka ikatan itu akan terbentuk."

Khafi menuang kembali campuran minuman dari baskom ke gelas mereka masing-masing. Minuman yang sudah berwarna aneh karna campuran yang aneh pula.

Dewi dan Safira tersenyum, walau mereka heran dengan tingkah konyol Khafi mencampur minuman mereka, tapi mereka bertiga serentak menggenggam gelas mereka masing-masing, lalu menganggkatnya.

"Untuk Bidadari yang membawa keindahan abadi." ucap Dewi tersenyum simpul menatap Safira dan Khafi.

"Untuk Malaikat yang memberi perlindungan selamanya." ucap Safira juga tersenyum manis menatap Dewi dan Khafi.

"Dan untuk Dewa yang menciptakan kebahagiaan hakiki." ucap Khafi bersemangat menatap Dewi dan Safira.

Dan serentak mereka bertiga menenggak minuman yang mempunyai rasa aneh itu. Tapi itu adalah rasa sebuah ikatan yang lebih tinggi dari sekedar ikatan antara manusia yang ada selama ini, di dunia ini. Ikatan antara Dewa, Bidadari dan Malaikat.

*****​

Mawar Hitam


VW safari hijau yang mereka naiki berhenti disebuah gang di Jl IR H Juanda.

"Gw balik ya Dew." Safira turun dari mobil, dan melambaikan tangannya. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Khafi, "Inget pesan gw tadi Khaf !"

"Pesan apa ?"

Khafi nampak tidak paham, Dewi terlihat juga tidak paham.

"Lo harus jadian sama Dewi."

Safira berbisik tanpa bisa didengar Dewi, Khafi terkejut, kembali dia teringat pembicaraan dengan Safira sewaktu di pesta. Tapi hatinya bertanya, kenapa Safira sangat ingin dia berpacaran dengan Dewi ?

Safira tersenyum kepada kedua orang itu dan kembali melambaikan tangannya. Lalu dia berjalan masuk ke dalam gang, sementara Khafi melajukan mobilnya kembali ke rumah.

Safira berjalan perlahan menelusuri gang yang hanya muat di lewati 1 unit mobil. Terlihat beberapa pemuda asik memainkan gitar sambil bernyanyi di depan warung di ujung gang. Rumah-rumah petakan nampak berjejer tak beraturan mengelilingi sebuah lapangan voli.

Ada seorang lelaki setengah baya sedang asik dengan rokoknya, duduk di bangku yang ada di teras salah satu rumah petak tersebut. Safira menghampirinya dengan langkah yang halus, tersenyum simpul kearah lelaki tersebut.

"Udah lama nunggunya om ?"

Safira mengulurkan tangan kanannya, dan disambut oleh lelaki itu, dengan lembut ia menarik lelaki itu, seraya tangan kirinya merogoh tas dan mengambil konci rumah.

"Untuk wanita secantik kamu, seumur hidup aku rela menunggu."

Goda lelaki tua tersebut, menggenggam tangan Safira dengan lembut serta mengikuti langkahnya memasuki rumah sederhana itu.

"Kreeeekkkk."

Pintu ditutup, si pria langsung memeluk Safira dari belakang, dan menghujami tengkuknya dengan kecupan-kecupan penuh nafsu.

"Hhmmmm."

Safira menahan, menggenggam kedua tangan pria itu lalu berbalik.

"Buru-buru amat sih om, emang mau cepet-cepet pulang apa ?"

Safira coba merayu, jemari lentiknya menyentuh bibir pria itu, memberi isyarat untuk bermain santai.

"Abis kamu menggoda banget sih."

Tangan pria itu melingkar diantara pinggang Safira yang ramping, lalu mengecup pipi Safira berkali-kali.

"Mandi dulu yuk om !"

Safira berbalik, lalu mengenggam jemari si pria dan menuntunnya menuju kamar mandi.

"Wah mandi malem, aku bisa masuk angin."

Pria itu melangkah mengikuti Safira.

"Hmm, kan nanti om mompa Fira, anginnya ditransfer aja ke Fira."

Oh suara Safira terdengan manja dan lembut, semakin menggoda hasrat si pria pencari kenikmatan sesaat itu.

Mereka melangkah beriringan, menuju ruangan berukuran 2 kali 2 meter. Tak ada shower ataupun perlengkapan mandi mewah layaknya di sebuah apartemen atau hotel. Hanya terdapat sebuah bak besar, 2 ember sedang, serta closed jongkok.

Safira memutar kran memancurkan air menuju bak. Gemericik air terdengar memecahkan keheningan malam, air mulai meriak-riak.

"Om bukain baju aku donk !"

Safira memanja, mengangkat sedikit kepalanya, lalu dengan anggun ia menoleh ke belakang, satu kedipan mata yang lembut membuat si pria menuruti perinta Safira.

"Slleepp."

Safira mengangkat tangannya, memudahkan si pria membuka baju Safira. Terlihat jelas lekuk punggung Safira yang masih berbalut bra hitamnya. Si pria kemudian meloloskan rok Safira, membuka sletingnya yang ada di belakang rok, lalu terjatuh kebawah. Dengan kaki jenjangnya, Safira melemparkan rok tepat masuk ke dalam ember.

Dengan tersegesa-gesa si pria melepas seluruh pakaian yang membungkus tubuhnya, dan langsung ia lemparkan ke luar kamar mandi. Safira hanya meliuk-liuk menanti si pria melepaskan semua pakaiannya.

Setelah keduanya tak berbusana, si tangan si pria merayap, melingkar di pinggang Safira. Dengan lembut Safira membungkukkan tubuhnya, meraih gayung yang telah terisi penuh oleh air. Tangan si pria membelai-belai halus punggung Safira, menggesek-gesekan penisnya diantara pantat Safira yang padat.

Safira mengangkat tubuhnya, mengguyurkan air dari ujung rambut mengalir hingga ujung kaki. Tangan si pria kembali melingkar di tubuh Safira, membelai lembut kedua payudara Safira, lalu meremas-remasnya.

Kembali Safira membungkukkan tubuhnya untuk menyiduk air ke dalam gayung, kali ini si pria tua mengikuti gerakan Safira, dia ikut membungkuk seraya tangannya meremas-remas payudara kenyal yang menggantung di dada Safira, sesekali dia plintir-plintir putingnya.

Safira mengangkat tubuhnya, kali ini dia mengguyurkan air ke si pria, hingga membasahi seluruh tubuh si pria.

"Om," Safira menoleh kebelakang dengan sangat anggun lalu berbisik, "sabunin tubuh Fira donk."

Pria setengah baya itu mengambil sebotol sabun cair dari kotak yang ada di samping kanannya. Dituangkan dengan sangat eksotis cairan sabun ke pundak, punggung serta kedua gundukan payudaranya.

Setelah menaruh sabun ke tempatnya, tangannya mulai meratakan cairan-cairan sabun ke seluruh tubuh Safira. Diusap-usapnya dengan perlahan tubuh polos yang basah itu.

"Oouuuggghhhhhh, geli om."

Safira melenguh, kepalanya menengadah menikmati sentuhan-sentuhan sensual dari lelaki itu. Safira meraih botol sampo, lalu menuangkan ke telapak tangannya sebagian, dan memijat-mijat kepalanya, meratakan ke seluruh rambutnya.

Kedua tangan pria itu naik menuju ketiak mulus Safira yang terbuka ketika Safira meremas-remas rambutnya. Digosoknya hingga semakin licin dan berkilau, lalu naik menuju lengan halus Safira hingga sampai di ujung jemari Safira yang masih asik memijat-mijat kepalanya, member nutrisi bagi rambutnya yang indah.

Tangan pria itu turun, menjamah punggung Safira yang berlekuk indah, meratakan sabun yang ada di punggung, di belai-belai mesra punggung Safira lalu naik sedikit menuju tengguknya, kemudian turun kembali menuju pinggang.

Lalu melingkar melumuri perut rata Safira lalu naik menjamahi kedua payudara yang menggelantung dengan indahnya. Meremas-remas dengan perlahan, menggosok-gosokan seluruh sabun hingga busa sabun menghiasi payudara Safira.

"Hhmmmmm, om itu yang ngegesek pantat Fira apa ?"

Safira menggoda manja ketika dirasakannya penis pria tua itu menggesek-gesek belahan pantatnya. Digerak-gerakkan pinggulnya mengikuti gesekan penis pria itu, membuat penis si pria semakin tegang.

Jemari kasar pria itu mulai turun, menuju selangkangan Safira, membusai area sekitar vagina Safira, menggesek-gesek pinggiran vagina Safira.

"Enak om, memek Safira manggil-manggil nih om."

Safira melenguh, menggoda hasrat lelaki paruh baya untuk semakin dalam menikmati tubuhnya.

"Mau diginiin," lelaki itu memasukan jari tengahnya dengan sangat kasar ke dalam vagina Safira.

"Ooouuggghhh enak bangeeet om."

Safira menekan-nekan pinggulnya, agar jari lelaki itu masuk semakin dalam, di goyang-goyangkan ke segala arah.

"Mana kontolnya om." jemari mencari-cari sebatang penis yang menggelayut diantara kedua paha lelaki itu.
"Ssshhhh," pria itu melenguh, ketika jemari lentik Safira berhasil menemukan penisnya, lalu dengan lembut mulai mengelus-ngelus penis yang sudah sejak tadi menegang.

Ditarik perlahan lalu dipilin-pilin dengan penuh kelembutan, hingga membuat penis standar nasional Indonesia itu bergetar-getar dan mendirikan bulu-bulu halus disekujur tubuh si pria.

Si pria semakin cepat memaju-mundurkan jari tengahnya di dalam vagina Safira yang telah merekah, nafas Safira mulai tersengal tak beraturan, jemarinya mulai memberi tekanan di batang penis si pria, lalu mengocok-ngocoknya.

"Sshhhhhh.....aaahhhhh."

Pria itu terpejam, tangan kirinya merapal payudara Safira, meremas-remas serta memilin putingnya. Lidahnya mulai menjilati leher Safira yang masih terbalur oleh sabun.

"Emang gak pahit om."

Pria itu masih asik menjilati, rasa pahit yang dihasilkan oleh sabun tak membuat dia menghentikan geliat lidah nakalnya, bahkan lidahnya dapat membersihkan sabun di leher jenjang Safira.

"Kocok memek Safira lebih kenceng lagi om !"

Dengan kekuatan penuh si pria menaikan kecepatan kocokan jarinya, hingga Safira menjerit-jerit menggema ke seluruh ruangan. Jemari Safira tak mau kalah, dia semakin intens memberi pijatan serta kocokan lembut tapi cepat di batang penis si pria.

"Aaaakkkkhhh masukin 2 jari om !"

Si pria mengikuti permintaan Safira, dengan sporadis memasukan satu jari lagi ke dalam vagina Safira.

"Aaaaaakkkkkhhhhhh."

Safira melenguh, vaginanya berkedut-kedut mencengkram kuat dua jari yang menerobos ke dalam liang senggamanya. Hujaman-hujaman dua jari kasar si pria membuat bunyi berdecik di vagina Safira, rasa geli semakin menjalar ke sekujur tubuh Safira.

"Enak sayang ?" bisik si pria seraya tangannya dengan kecepatan maksimal dan tanpa lelah membelah himpitan daging hingga membuat Safira mengejang-ngejang.

"Bangeeettt om sssshhhhhh."

Tubuh Safira menggeliat-geliat, meliuk-liuk merasakan kenikmatan yang mengalir ke seluruh tubuhnya. Lenguhannya semakin kencang terdengar, bahkan tetangga kanan kirinya dapat mendengar jerit birahi dari bibir mungil Safira.

"Fira keluar om ooouuggghhhhh."

Safira mengejang hebat, tubuhnya bergetar, kakinya terasa lemas ketika cairan orgasme menyembur, membasahi dua jari yang menghujam vaginanya.

Safira menunduk, menyibak air ke dalam gayung lalu membasahi seluruh tubuhnya, diulangi beberapa kali hingga seluruh busa sampo dan sabun di tubuhnya hilang.

Kemudian dia menundung kembali, menungging dengan merenggangkan kedua kakinya. Dengan elegan Safira menolehkan kepalanya ke belakang hingga rambut basahnya meriap mengikuti gerakan kepalanya.

"Kontolin memek Fira om !"

Dengan senyum birahi Safira memohon, si pria tersenyum bangga. Di gesek-gesekan penisnya di bibir vagina Safira, kedua tangannya membelai-belai punggung Safira yang terlihat mengkilap karna basah.

"Aaakkkkhhhhh."

Keduanya melenguh ketika batang penis si pria membelah vagina Safira, dengan cekatan Safira merapatkan kedua kakinya, hingga membuat penis si pria semakin kuat di cengkram oleh vaginanya.

Si pria memundurkan penisnya secara perlahan, lalu ia memajukan dengan cepat hingga tubuh Safira ikut terdorong dengan desahan binal yang semakin menggoda hasrat birahi si pria.

"Yaahhhhh, terus om, ooouugghhhh."

Diulang-ulangnya gerakan penis si pria seraya kedua tangannya menjelajahi tubuh Safira dari punggung lalu ke pinggang kemudian menggelitik perut Safira dan berakhir di kedua bongkah payudara yang menggelayut, bergoyang-goyang mengikuti hentakan penis si pria pada liang vagina Safira.

Kembali payudara kenyal itu diremas-remasnya, kali ini dengan kasar diiringi plintiran-plintiran keras di kedua puting payudara. Safira memejam, rasa sakit yang terasa nikmat di payudaranya semakin memancing hasratnya untuk ikut memainkan pinggulnya. Dia maju mundurkan mengikuti irama hentakan penis si pria.

Dengan penuh tenaga, si pria mengangkat tubuh Safira hingga posisi mereka sejajar, si pria memeluk Safira dari belakang, kedua tangannya masih asik meremas-remas serta memilin-milin bongkahan indah yang terpajang di dada Safira.

Dengan penis masih menghujami vagina Safira, si pria melumat bibir lembut Safira, menjulurkan lidahnya hingga menerobos rongga mulut Safira, dan disambut tak kalah liar oleh lidah Safira.

"HHHHmmmmmmm, ploopp..pplloooppp, cplak...cplokkk."

Suara lenguhan, peraduan kedua bibir, serta tumbukan antara dua kelamin membuat irama birahi semakin panas terdengar. Bagai orkestra nafsu yang saling melengkapi satu sama lain, membuat persenggamaan semakin megah diantara dua insan yang saling memberi kenikmatan.

Tangan Safira mulai merayap menuju kepala si pria, kemudian membelai mesra rambut si pria. Pinggulnya semakin indah meliuk-liuk diantara penis yang menghujam-hujam dengan ganasnya.

Hingga tubuh si pria mulai bergetar hebat, kedua kakinya terlihat mengejang-ngejang, penisnya terasa berkedut-kedut. Seperti ada sebuah gelombang dahsyat yang sedang menjalar dari pangkal penis menuju ujung kepala penis.

"Yeah...oouughhhh ssshhhhhh."

Lumatan bibir si pria semakin tak terkendali, remasan di kedua payudara Safira semakin menjadi-jadi hingga Safira mengerang-ngerang tak karuan.

"HHhmmmmm crootttt....crotttt....crottttt."

Semburan hebat memancur dari lubang penis si pria, membasahi rongga vagina Safira hingga membuat Safira merasakan hangatnya cairan orgasme.

"Aaakkkkkhhhhhhhhh rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr."

Si pria melepas lumatan bibirnya, kepalanya menengadah, mulutnya terbuka lebar, semburan-semburan spermanya masih memancur hingga semakin lama semakin kecil hingga habis tak bersisa.

"Hosh....hosh...hosh."

Si pria tersengal, nafasnya tak beraturan, tangannya bertopang pada dinding kamar mandi, menahan tubuhnya yang terasa lemas.

"Plup."

Penis si pria keluar dengan sendirinya dari vagina Safira saat penis itu mulai mengecil.

"Byurrr."

Safira mengguyur sekali lagi tubuhnya lalu membersihkan liang vaginanya. Kemudian mengambil handuk dari tali yang terpasang di kamar mandi lalu mengeringkan tubuhnya serta melilitkan handuk ke tubuhnya.

"Om mau lanjut mandi ?"

"......"

Si pria hanya mengangguk, Safira mendekatkan bibirnya di telinga si pria.

"Fira duluan ya om, mau dandan biar nanti lebih hot lagi," bisik Safira dengan lembut, lalu tersenyum nakal dan melangkah keluar dari kamar mandi.

Safira duduk di sebuah kursi di depan meja rias. Dia memandang wajahnya yang terpantul di cermin, diambil sebuah hair dryer yang tergeletak di meja rias, lalu menekan tombolnya dan mengarahkannya ke rambut basahnya.

Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi, diiringi suara hair dryer saat mengeluarkan udara panas yang membuat rambut Safira mulai mengering sedikit demi sedikit.

Hingga beberapa saat kemudian, si pria telah menyelesaikan mandinya, dan Safira telah mengeringkan rambutnya. Masih dengan berbalut handuk yang melingkar di tubuhnya, Safira mulai menyisir rambut lurusnya.

"Fir, aku udah ngomong sama Lia."

Si pria membelai dari belakang rambut Safira, terlihat bayangan mereka berdua dari cermin.

"ngomong apa om sama mami ?"

Safira masih asik menyisir rambutnya.

"Kamu mau nikah sama aku !"

Sontak Safira menghentikan tangannya yang sedang menyisir rambut.

"Jangan bercanda ah om."

"Aku gak bercanda Fir, dari pada kamu kerja seperti ini," si pria meraih sisir dalam genggaman Safira dan mulai menyisiri rambut Safira.

"Terus istri om mau di kemanain, terus tanggepan anak-anak om gimana ?"

"Mereka gak perlu tahu, nanti kamu, aku sediain rumah, aku akan sering-sering kunjungi kamu. Dari pada kamu tinggal di gubuk seperti ini Fir, kuliah kamu juga akan aku biayai."

Safira menunduk, dia menghela nafas panjang.

"Aku pengen hidup normal om, aku pengen hidup biasa-biasa aja, aku gak mau ada orang-orang yang merasa aku rugikan."

"Emang kamu pikir hidup kamu yang sekarang ini normal, hidup yang biasa-biasa aja, dan gak ada yang kamu rugikan ?"

Si pria mulai menyangkal perkataan Safira.

"......"

Safira hanya menunduk.

"Gak Fira, enggak...... gak mungkin kamu seperti ini terus kan Fir."

"Yah, emang gak selamanya aku hidup seperti ini, tapi paling gak suatu hari nanti, aku bisa hidup seperti wanita kebanyakan lainnya. Punya suami yang selalu menemani, punya anak-anak yang lucu."

"Terus, apa bedanya dengan menikah dengan aku. Kalau kamu mau, aku bisa menceraikan istri aku."

"Terus anak-anak om akan memusuhi aku, terus saat aku udah gak enak lagi karna udah terlalu banyak melahirkan anak, om akan ceraikan aku dan menikah dengan yang masih enak."

"Sekarang kamu tinggal pilih, aku ceraikan istri aku, atau kamu jadi istri mudaku tanpa ada yang tahu."

Safira menatap wajah si pria dari cermin, "Bagaimana aku bisa membahagiakan seseorang, jika diriku sendiri gak bahagia. Maaf om, Fira gak bisa."

Kali ini si pria yang tak bisa berkata-kata lagi, dia meletakkan sisir di meja, lalu memakai seluruh bajunya yang sedikit basah. Dari dalam saku celananya dia mengambil dompetnya.

"Ini untuk kamu," si pria menyerahkan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya, "aku pulang dulu ya."

"Lha, bukannya kita long time, dan ini uangnya juga tarif long time om," Safira sedikit terkejut.

"Aku udah lemes."

Si pria berbalik dan mulai melangkah, tapi buru-buru Safira berdiri dan memeluk si pria.

"Om Deni marah ya sama aku ?" Safira mengecupi pundak si pria.

"Enggak kok."

"Terus kenapa udah mau pulang aja, kan permainan baru dimulai."

"Aku udah lemes mau gimana lagi."

"Ya udah kalau gitu, tapi om gak kapok kan, Fira selalu kangen lho sama om." Safira menggelitik perut si pria.

"Aku gak butuh rayuan binal dari seorang pelacur, yang aku butuh cinta." si pria melepas kedua tangan Safira yang melingkar di tubuhnya.

"....."

Safira tertunduk diam.

"Tapi tenang aja kok, selama kamu masih enak, aku tetep make kamu." ucap si pria lalu berjalan menuju pintu diikuti oleh Safira.

Pria itu membuka pintu dan keluar, pergi meninggalkan kediaman Safira. Dengan perlahan Safira menutup pintunya, lalu berbalik dan menyandarkan tubuhnya di pintu. Nampak air mata menetes di pipinya.

"Umi, Abi, maafin Fira."


Dan ternyata keyakinan,
tak cukup mampu untuk melawan,
kau pun tak mampu bertahan,
kini kau mawar penghias malam.

Kau mawar hitam,
harummu kepedihan,
kau arungi waktu,
di setiap belukar.



*****​


Malam minggu di Margo City.

Aura pengamatan

Sebuah toko bertuliskan OG Shop di plang nama yang menghiasi atas pintu masuknya. Berisikan berbagai jenis game-game original untuk segala jenis perangkat.

Khafi berjalan dengan elegan diantara rak-rak game yang sudah dikelompokan berdasarkan genrenya. Sedangkan Dewi hanya mengikutinya dari belakang tanpa memperdulikan jajaran game yang berhias rapi di rak.

Sebuah aura terpancar dari tubuh Khafi, aura yang menyelimuti seisi toko, aura yang mampu mengamati setiap game tanpa menyentuh. Hingga membuat orang-orang yang berada di toko tersebut merasakan sebuah hawa yang mengagumkan.

"Kamu tau Dew, gamer tidak memilih game, tapi game lah yang memilih gamer. Sebuah game akan memancarkan aura positif ketika dia menemukan seorang gamer yang cocok dengannya, dan seorang gamer sejati akan dapat menangkap aura tersebut."

"Bodo amat," Dewi menggumam, menghela nafas kesal dengan tingkah Khafi layaknya seorang petapa game.

Mata Khafi dengan seksama memperhatikan setiap game yang dilewatinya, memandang dengan antusias cover yang menghiasi setiap game yang berjejer rapi. Tanpa menyentuh game dan tanpa membolak balik kotak game seperti yang kebanyakan orang lalukan di toko itu. Tapi dengan aura pengamatan yang terpancar dari tubuh Khafi, dia dapat menangkap aura yang dipancarkan oleh game yang memilih dirinya.

Dan pandangan dia sampai pada 1 titik, sebuah game yang bersandar dengan gagahnya diantara jajaran-jajaran game lainnya. Bagai bintang kejora yang bersinar paling terang diantara ribuan bintang lainnya, game itu terlihat memanggil-manggil Khafi.

"Bingo."

Mata Khafi terbelalak lebar, terpancar rona kekaguman, melihat game dengan cover pemandangan malam berbulan besar, serta ada seekor burung bulbul yang hinggap disebuah ranting. Dua karakter lelaki dan wanita yang saling berpandangan juga menghiasi cover tersebut.

"The Dark Nightingale."

Sebuah tulisan terpampang di cover game tersebut, game jenis FPS (First Person Shooter), game yang harus dimainkan oleh 2 player, dengan membagi layar menjadi 2. Dengan penuh senyum Khafi mengambil game itu, dan membawanya ke kasir untuk membayar.

Saat berjalan menuju kasir, orang-orang yang sedang memilih game pun menghentikan sejenak aktifitasnya. Mereka serentak memandang Khafi yang berjalan dengan langkah yang pelan namun terlihat berwibawa.

Seorang pria dengan kaca mata tebal berada di depan Khafi, dia juga memperhatikan Khafi. Semakin lama semakin dekat hingga pria itu dan Khafi berpapasan.

"Game ini memilih kamu," ucap Khafi saat berjalan melewati pria itu, seraya menunjuk sebuah game bertuliskan 'WarCraft'.

Sontak pria itu langsung menoleh ke arah game yang di tunjuk Khafi, matanya berbinar melihat game itu, seolah setuju dengan apa yang Khafi ucapkan. Buru-buru ia kembali mengalihkan pandangan kearah Khafi yang terus berjalan menuju kasir.

"Terima kasih suhu," pria itu menempelkan kepalan tangan kanannya dengan telapak tangan kirinya, membungkukkan sedikit tubuhnya, memberi hormat kepada Khafi dengan penuh haru dan mata yang berkaca-kaca membulat besar.

Setelah sampai di tempat kasir.

"Ini aja mas ?" ucap kasir lelaki, kemudian meraih game yang dipilih Khafi lalu menempelkannya di mesin barconde.

"Rp 850.000,-"

Sebuah nominal tercetak di layar monitor kasir. Khafi tersenyum lalu menoleh kearah belakang dimana Dewi berada.

"Dew," Khafi menatap Dewi dengan mata berbinar-binar.

"Ya," Dewi seakan terpaku melihat wajah Khafi yang nampak bercahaya.

"Ada duit second gak ?"

"Maksudnya," Dewi nampak bingung dengan pertanyaan Khafi, dahinya mengkerut.

"Iya duit bekas gitu, yang gak kepake, aku mau pake dulu, nanti gajian aku ganti."

"Errrrrrr." mendadak semua kesan menakjubkan hilang dari diri seorang Khafi.

Dewi melotot tajam kearah Khafi, menarik nafas panjang nan berat.

"Bilang aja mau pinjem duit."

"Oh di sini namanya minjem duit toh, kalo di kampung aku namanya make dulu, gantinya nanti," entah benar atau tidak alasan Khafi ini.

"Kepanjangan namanya. Katanya game memilih gamer, pasti game tau donk, gamer yang bisa beli dia, gak pake minjem," ucap Dewi masih kesal.

"Kadang game memilih gamer yang berkantong tipis Dew."

"Kenapa gak beli bajakan aja kalo gak punya duit ?"

"Ini sebuah ideologi Dew, sebagai seorang gamer sejati, bajakan adalah sesuatu yang menurunkan harga diri aku."

"Berak."

"Cebok lah."

Dewi memandang kasir yang juga terlihat kesal menunggu game di bayar. "Kalo kasirnya bukan cowok ganteng gw gak bakal deh minjemin lo, biarin aja malu sekalian."

"Makasih ya, hehehehe," Khafi menggeser tubuhnya, lalu dengan sikap layaknya seorang bangsawan, Khafi mengayunkan tangan kanannya melengkung dari dada ke perut lalu membungkukkan tubuhnya dengan tangan kanan menempel di perutnya, mempersilahkan Dewi untuk maju ke depan kasir.

"Bisa pake debit mas ?" Dewi mengeluarkan kartu ATM dari dompetnya.

"Bisa mbak." si kasir lalu mengambil kartu ATM Dewi dan menggeseknya di mesin EDC.

Setelah menyelesaikan pembayaran, si kasir memberikan game yang sudah di bungkus dengan kantong plastik, dan menyerahkan dua buah kaos kepada Khafi.

"Game ini lagi ada promo mas, dapet bonus kaos couple," si kasir merentangkan dua buah kaos hitam bergambar burung bulbul diatas meja, dua kaos dengan gambar karakter pria dan wanita yang ada di game pada masing-masing kaos. Kaos yang bergambar karakter pria bertuliskan 'Guardian', sementara yang bergambar karakter wanita bertuliskan 'Nightingale'.

Khafi dan Dewi saling pandang.

Guardian dan Nightingale.


Walau ada kebencian di dunia,
Walau musibah silih berganti,
Walau yang bercinta mati,
Walau yang mengasihi gugur,
Tapi di hati masih tetap ada cinta,
Cinta mereka tetap akan hidup.


Lagu penutup
[video=youtube;KJ9zVCMxISw]http://www.youtube.com/watch?v=KJ9zVCMxISw[/video]

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Pertamaxxx :haha:



* waahhh ada bara sma vega ya ,, :) ,, keren" ,, gmana nii kelanjutannya bang will penasaran abiiss :kk: :kk:

dan ahrnya ak dpet pertamax di ceritanya bang will :kk: :kk: makash :kk:
semangat teruss yaaa :) go go bang will :banzai:
 
Terakhir diubah:
hmmppsss... tarik nafas dulu,.... Kuereeeeeenn bingits gan ceritanya... salute ane salute....
 
ga da matinya deh klu baca cerita bang will....numero uno dah
 
bray,
Sedikit kripik ya.
:D

Kok waktu dialog ini agak gimana gt ya rasanya bray?

. . .

“Terus anak-anak om akan memusuhi aku, terus
saat aku udah gak enak lagi karna udah terlalu
banyak melahirkan anak, om akan ceraikan aku
dan menikah dengan yang masih enak.“


. . . .


Typo-kah?
Atau miss?
Atau memang dibuat seperti itu?

:D

Sori sebelumnya and of course that IMHO and CMIIW.:shakehand
:ampun:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
bray,
Sedikit kripik ya.
:D

Kok waktu dialog ini agak gimana gt ya rasanya bray?




Typo-kah?
Atau miss?
Atau memang dibuat seperti itu?

:D

Sori sebelumnya and of course that IMHO and CMIIW.:shakehand
:ampun:

emang dibuat gitu kok om, jadi si fira itu bayangin kalo dia mau nikah sama tuh cowok, terus dia akan bernasib sama suatu saat nanti. ane mungkin kurang jelas ya dialognya hehehe.

untuk keseluruhan gimana om ? ada yg perlu diperbaiki lagi kah ?

ada kopi susu nih om, atau mau kopi sambil nyusu ?
 
emang dibuat gitu kok om, jadi si fira itu bayangin kalo dia mau nikah sama tuh cowok, terus dia akan bernasib sama suatu saat nanti. ane mungkin kurang jelas ya dialognya hehehe.

untuk keseluruhan gimana om ? ada yg perlu diperbaiki lagi kah ?

ada kopi susu nih om, atau mau kopi sambil nyusu ?

Nah itu makanya ane tanya bray,
memang sengaja-kah?
Atau typo?
Karena ane bacanya agak gimana gt bray.
Mungkin kalau diperjelas lagi bacanya lebih sip dan ditambah dengan sedikit deskripsi perasaan si Fira mungkin akan lebih ciamik lagi bray.:jempol:
IMHO dan CMIIW ya bray.:shakehand

Overall sih oke menurut ane,
Cuman perlu lebih teliti lagi bray.
gt aja dulu sih bray, untuk lebih detail tar aja ya bray.
:D

Kopi sambil nyusu boleh tuh om.
:D
 
Meski telat pantau krn padat kerjaan, btw thanx ya bung will atas cerita bermutunya
 
:fiuh:

mirip banget sama gue pas ngeliat game Anno2070...

well walaupun waktu itu gue beli bajakan :haha:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd