Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Tawaran Kehangatan dari Istri Kakak Ipar

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
wah mantep nih. tapi dibikin lebih degdegan dong misal juju mergokin
 
Sambil menunggu istri kakak iparku menyelesaikan urusannya di kamar mandi, aku duduk di kursi di depan meja kecil yang berada di sudut lain kamar hotel. Kamar hotelnya bersih. Harum merebak memenuhi kamar. Kipas angin yang berdiri tegak di sudut kamar membuat kamar tidak begitu panas.

Senyumku membersit. Sebenarnya keinginanku untuk mengajak sang kekasih, istri kakak iparku, ke hotel ini spontan, dadakan.

Siang itu, dari warungku, aku melihat istri kakak iparku, dengan pakaian rapi, naik taksi, sebutan angkutan umum di Palembang. Dari dalam taksi itu, istri kakak iparku melambaikan tangannya dan taksi pun menghilang dari pandanganku.

Tiba-tiba saja, timbul keinginanku untuk menyusulnya. Maka, aku cepat-cepat pulang ke rumah. Pada Juju, istriku, yang saat itu berada di rumah, kukatakan kalau aku harus pergi ke pasar untuk membeli barang-barang kebutuhan warung dan meminta dia untuk menggantikan aku menjaga warung. Istriku setuju dan segera menuju warung. Setelah mengganti pakaian, aku kembali ke warungku. Setelah mengantongi uang belanja, aku menyetop taksi dan naik.
Dengan berdebar-debar aku berdoa agar taksi yang kutumpangi melaju cepat sehingga dapat menyusul taksi yang ditumpangi istri kakak iparku.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, taksi yang kutumpangi tiba di Terminal Lemabang. Setelah turun dari taksi, kutuju trotoar agar aku bisa mencari istri kakak iparku di antara para pejalan yang berlalu lalang. Dimana dia?

Astagfirullah! Aku terlonjak saking kagetnya karena ada seseorang menepuk punggungku. Aku berbalik, ingin mengetahui siapa orang iseng itu. Dan ternyata, dia adalah orang yang sangat ingin kutemui saat ini. Dia, istri kakak iparku.

"Amir mau kemana?"tanyanya.

"Mau belanja,"bohongku.

"Bukannya mencari saya?"tanyanya sembari memamerkan senyumannya yang memabukkan.

"Belanja apa?"Aku mengalihkan pertanyaannya.

"Ada yang order kue untuk acara syukuran."jawabnya.

"Sudah belanjanya?"

"Ini."Dia menunjuk beberapa asoy, sebutan keresek bagi orang Palembang, yang dia taruh di trotoar.

"Banyak sekali bawaannya? Memang banyak buat kuenya?"

"Lumayan. Pokoknya kerja keras nanti malam."

"Nanti malam, mau dibantu?"

"Terima kasih, Amir. Tidak usah,"jawabnya jenaka."Nanti malah tidak jadi kuenya."

Aku tertawa mendengar ucapannya. Kutatap dia. Dia melempar senyum.

"Sekarang mau kemana?"tanyaku.

"Pulang."

"Kita minum dulu?"tawarku.

Istri kakak iparku mengangguk.

"Tapi ikut aku dulu."

"Kemana?"

"Belanja."

"Lama, dong?"

"Aku tinggal menitipkan catatan belanja ke toko langgananku,"ujarku."Sambil menunggu barang-barang kumpul, kita bisa minum."

"Boleh kalau begitu."

Sambil menjinjing barang belanjaan istri kakak iparku, aku berjalan menuju toko langgananku yang berada di lingkungan Pasar Lemabang sementara dia mengekoriku. Oh ya, Pasar Lemabang itu letaknya berdampingan dengan Terminal Lemabang. Saat itu, kami menyebut Pasar Lemabang dengan Pasar Kecik untuk membedakan dengan Pasar 16 Ilir yang menjadi pasar sentral kota Palembang. Kami menyebut Pasar 16 Ilir dengan sebutan Pasar Besak.

Setelah memberikan daftar belanjaan ke Koh Akeng, pemilik toko, dan berjanji akan datang beberapa saat kemudian untuk mengambil barang-barang belanjaanku, aku membawa istri kakak iparku ke toko pempek langgananku. Sebelum masuk ke toko pempek, mataku tertumbuk pada papan iklan yang terpasang di sisi toko. Ada hotel di dalam gang itu rupanya. Heran, kenapa baru kali ini aku memperhatikannya.

Aku suruh istri kakak iparku memesan pempek. Sambil menunggu datangnya pempek pesanan, aku minta izin keluar dengan alasan ada yang perlu dibeli. Sekeluar dari toko pempek, mengikuti arah panah yang ada di papan iklan, aku memasuki gang disamping toko pempek itu.

Ternyata tidak jauh lokasi hotel itu. Hotel itu berupa satu buah rumah dua tingkat yang memanjang ke belakang. Tidak menyolok dan semoga saja tidak menarik perhatian orang. Aku melangkah masuk. Lobby hotel sepi. Tidak ada seorang pegawai pun. Apa karena ini siang hari, ya?

Aku mendekati meja resepsionis. Jam dinding yang bergantung di belakang meja resepsionis menunjuk ke angka setengah dua.

Kutekan bel."Ting-tong!"

Dan seorang pria muncul dari pintu, berjalan mendekatiku dan tersenyum.

"Mau pesan kamar, Om?"tanyanya.

Kuanggukkan kepala.

"Short time?"

Kembali aku mengangguk.

"Satu jamnya lima ribu,"ucapnya."Bisa diperpanjang kalau Oom mau. Bayar di depan."

Aku mengangguk. Kukeluarkan dompet dari saku belakang, membukanya dan menarik uang senilai lima ribu rupiah. Mahal sekali untuk ukuran di tahun 70-an.

Setelah aku menyerahkan uang tadi, pegawai hotel menyerahkan kunci kamar. Kamar nomor 10. Langsung kuambil kunci itu. Kukantungi kuncinya dan aku keluar hotel. Aku kembali ke toko pempek.

Istri kakak iparku sudah duduk menghadapi sepiring beragam pempek dengan satu botol besar berisi cuka dan setumpuk piring kecil sebagai tempat cuka. Rupanya dia menunggu aku. Jadi, dia belum menyentuh sama sekali pempek-pempek itu.

Kupanggil pegawai toko pempek ini dan kusuruh dia membungkus pempek beserta cuka.

"Pempeknya belum dimakan, Amir,"protes istri kakak iparku.

"Kita pindah, Ceu,"terangku.

"Kemana?"

"Eceu ikut saja."

Aku membayar pempek di meja kasir. Dengan bungkusan pempek di tangan, kuajak istri kakak iparku menelusuri gang itu. Masih protes dia, tapi tak aku hiraukan. Aku hanya diam hingga akhirnya tiba di hotel.

"Ini apa?"tanyanya.

"Hotel. Kita istirahat dulu di sini."

"Tidak mau."

"Jangan bikin malu, Ceu,"ucapku."Aku sudah bayar kamarnya."

"Malu, Amir. Nanti orang pada lihat kita."

"Makanya Eceu ikut saja apa kataku."Kutatap dia tajam-tajam."Nanti orang malah curiga."

Dia menghentakkan kakinya, kesal. Dicubitnya pinggangku, tapi dia tetap mengikuti aku yang melangkah mencari kamar 10. Sengaja aku tidak meminta bantuan pegawai hotel karena aku perkirakan akan mudah mencarinya.

Berdua kami menelusuri selasar hotel yang memanjang sepi. Hingga akhirnya kami temui pintu yang bertera 10. Nomor kamar kami. Kunci aku keluarkan dan sekarang kami berada di kamar ini. Bersiap untuk memadu birahi.

Suara pintu kamar mandi yang membuka membangunkan aku dari lamunanku. Istri kakak iparku berjalan keluar dari kamar mandi. Tubuh mungilnya berlilitkan selembar handuk.

Saat dia berjalan mendekat, aku berdiri. Kulepaskan kemeja dan aku turunkan celana katun yang kupakai. Terakhir, celana dalam pun aku lepas. Tersenyum istri kakak iparku melihat aku yang telanjang, berdiri sambil berkacak pinggang.

"Airnya segarnya,"ucap istri kakak iparku. Tapi, berhenti dia didepan cermin, mematut-matut diri.

Sialan, umpatku dalam hati. Aku yang sudah berdiri telanjang, siap menyambut hangat tubuhnya benar-benar kecele dibuatnya. Dengan penuh kesal aku dekati dia. Tanpa rasa bersalah, istri kakak iparku terus saja mengaca.

"Amir tidak mau mandi?"Melalui cermin, dia bertanya padaku yang berdiri disampingnya.

Aku tidak menanggapi pertanyaannya. Harum tubuhnya dan rambut hitam panjangnya yang basah jatuh melekat di pundak putihnya melumerkan rasa kesalku. Kutarik dia menghadap ke arahku. Istri kakak iparku mendongak, menatap aku. Dibiarkannya handuk yang melilit tubuhnya aku tarik, membiarkan tubuhnya sama telanjang.

Tidak puas-puasnya mataku menelusuri tubuh telanjang itu. Tersenyum dia, malu-malu. Kemudian, rambutnya yang basah melekat di pundaknya dia ambil dan digerainya menutupi kedua buah dadanya, bak putri duyung. Dua tanganku kutaruh di dua pundaknya, kutekan dia ke bawah. Bersimpuh dia di depan aku. Matanya memandang ke kontolku yang berada dihadapannya, lalu memandang aku, dan kembali memandang kontolku.

"Tegang sekali burungnya,"komentarnya seraya dengan ujung jarinya menyentuh kepala kontolku.

Aku tidak merespon komentarnya karena aku menikmati sentuhan-sentuhan lembut jemarinya itu. Aku hanya memainkan rambut panjangnya yang melekat basah itu.
Istri kakak iparku mulai mencumbui kontolku, tapi, sebentar kemudian, dia melepaskan kontolku. Memandang dia ke atas, memandang aku, lalu,"Burungnya bau gosong."

Hanya tersenyum aku mendengar ucapannya. Kubiarkan saja dia yang meremas dan memijit pelan kepala kontolku.

Hihihi! Tawa genitnya terdengar. Sepertinya dia merasa lucu melihat kontolku yang tersentak setiap kali dia menyentuh bagian bawah kepala kontolku yang sensitif. Berulang-ulang bagian bawah kepala kontolku disentuhnya dan berulang kali pula kontolku menyentak ke atas.

Tak tahan dengan perlakuan istri kakak iparku terhadap kontolku, maka kupegang kedua pipinya dan kudekatkan mulutnya ke kontolku yang sudah maksimal menegang itu. Seperti hendak bermain-main, istri kakak iparku membungkamkan mulutnya, menolak untuk menelan kontolku. Dengan gemas, akhirnya aku menekan pipinya agar mulutnya membuka. Begitu membuka, kupaksakan kontolku masuk ke dalam mulutnya.

Hangat aku rasa manakala bibirnya menjepit kontolku, saat kontolku bersentuhan dengan lidahnya. Nikmat sekali. Mataku terpejam dan nafas beberapa kali tersendat.
Tanganku menjambak rambutnya, memajumundurkan kepalanya yang membuat batang kontolku pun maju mundur di kedalaman mulutnya.

Istri kakak iparku mendorong selangkanganku menjauh sehingga kontolku terlepas dari mulutnya. Matanya berair dan hendak muntah dia. Sepertinya aku terlalu dalam memajukan kontolku hingga tersedak dia. Kulihat istri kakak iparku menyeka air matanya. Aku hanya diam sembari tetap mengelus rambut panjangnya. Setelah menormalkan alur nafasnya, istri kakak iparku menggenggam batang kontolku dan menjilati ujung kepala kontolku.

"Asin,"ucapnya seraya mengelap bibirnya.

Aku mundur dan duduk dipinggir tempat tidur. Sambil tetap bersimpuh, istri kakak iparku mengejar aku. Kubuka dua pahaku lebar-lebar dan istri kakak iparku masuk. Oleh tangan kirinya, direngkuhnya kembali batang kontolku sementara dua jari tangan kanannya mengusap-usap ujung kepala kontol yang basah oleh lendir yang keluar dari lubang pler, membuat aku menggelinjang geli.

Kontolku ditinggalkannya. Istri kakak iparku berdiri. Naik dia ke atas tempat tidur, dan dia duduk di atas selangkanganku. Kontolku dia pegang, dan kemudian menaruhnya di lubang kemaluannya. Lenguhannya terdengar saat pantatnya menenggelamkan kontolku. Setelah meletakkan tangannya di pundakku, pantatnya pun dimajumundurkannya menelan kontolku. Mata itu menatap aku dan bibirnya yang membuka seksi mendesah.

Aku nikmati ekspresi wajah yang penuh birahi itu, menikmati kedua matanya yang merem melek menatapku sendu. Kupeluk dia. Buah dadanya yang kenyal hangat menempel di tubuhku. Kuciumi lehernya. Desahan istri kakak iparku semakin keras dan pantatnya semakin kencang maju mundur. Tempat tidur yang kami duduki berbunyi ribut, tapi tak kami hiraukan. Kami tenggelam dalam asyik masyuk dunia birahi.

Gerakan istri kakak iparku terhenti. Kepalanya terkulai di dadaku. Napasnya terputus-putus. Detak jantungnya keras memukuli dadaku. Punggungnya yang membasah dengan keringat.

Sambil tetap merangkulnya, kubawa dia rebah di tempat tidur. Dengan posisi istri kakak iparku berada di atas, kali ini aku yang mengambil inisiatif untuk ganti menyerang kemaluannya. Aku pegang pantatnya dan aku maju mundurkan kontolku menerjang kemaluannya. Istri kakak iparku tak mampu menahan desahannya. Kamar hotel dipenuhi suaranya.
Di atas tempat tidur itu, bergulingan kami. Kini aku berada di atas dia yang termehek-mehek menikmati kontolku yang menancap buas di lubang kemaluannya. Lehernya aku jilat-jilat. Asin karena keringat. Desahannya memenuhi kamar.

"Aku mau keluar, Ceu,"bisikku.

Dan karena kontolku mulai berdenyut-denyut, maka aku timpakan paha kiriku naik ke paha kanannya dan mempercepat gerak kontolku menusuki lubang kemaluannya. Istri kakak iparku mempererat pelukannya dan desahannya menjadi tidak beraturan.

Cairan itu dengan deras merambat dari perutku menuju ujung kemaluanku. Berbarengan dengan teriakannya, aku tekan dalam-dalam kontolku. Nafasku tercekat, aku melenguh pelan, dan ada kenikmatan yang tak terkira saat lubang di ujung kepala kontolku memercikkan sperma.

Setelah sperma berhenti tertuang dalam kemaluannya, aku tetap berbaring di atas tubuh itu. Nafas kami seperti bersaing cepat, detak jantung pun menyatu melalui kulit-kulit kami. Bersama-sama kami menikmati kekalahan kami.

Istri kakak iparku mendorong aku yang masih menindihnya. Terlentang aku di tempat tidur, membiarkan tubuh telanjangku menikmati kipas angin yang berputar dari pojok kamar. Aku biarkan istri kakak iparku yang turun dari tempat tidur dan memunguti pakaian kami yang berserak di lantai.

Dilemparkannya pakaian milikku untuk menutupi selangkanganku yang tak tertutup. Lalu, aku duduk di pinggir tempat tidur. Menatap dia yang cepat-cepat melilitkan handuk ke tubuh telanjangnya.

"Buru-buru sekali,"ucapku."Pempeknya saja belum dimakan, Ceu."

Dengan tubuh telanjang, aku turun dari tempat tidur dan melangkah menuju meja. Plastik bungkus pempek aku sobek. Setelah menuangkan cuka ke piring, kuambil pempek dan menyocolkannya ke cuka. Kulahap pempek itu.

"Lapar, Ceu."Aku duduk di kursi dan kembali kuambil pempek dari bungkusnya."Ayo di makan pempeknya. Tidak lapar?"

Melihat aku yang lahap menyantap pempek, istri kakak iparku ikut mengambil pempek dan memakannya.

"Enak, kan, pempeknya?"

Istri kakak iparku hanya mengangguk. Dari satu piring yang sama, kami berlomba menghabiskan pempek-pempek itu. Sesekali kami saling menyuapkan pempek. Wajah kami berpeluh. Bibir pun memerah karena pedasnya cuka.

"Awas, Amir, jangan sembarangan pegang."istri kakak iparku mengingatkan aku ketika aku melap tangan yang penuh minyak ke pahaku."Nanti panas burungnya."

"Kalau panas, aku suruh Eceu mengipas-ngipasinya."Aku menunjuk ke arah burungku.
Istri kakak iparku tertawa centil. Lalu,"Nanti malah habis burungnya saya gigit."

"Aku mau, aku mau."Aku meninggalkan kursi dan berjalan mendekati dia.

"Awas! Jangan pegang-pegang."Istri kakak iparku mundur, menjauhiku.

"Mau numpang ngelap tangan, Ceu,"ujarku.

"Jangan, jangan, Amir."Istri kakak iparku terus mundur menghindariku. Ke dalam kamar mandi, akhirnya dia menghilang, tapi tetap aku mengejarnya. Untung dia belum sempat mengunci pintu kamar mandi. Meski terjadi aksi dorong mendorong, akhirnya aku berhasil bergabung di dalam kamar mandi itu. Kamar mandinya tidak begitu luas, tapi bersih. Keramiknya putih. Air yang ada didalam bak pun jernih.

"Keluar, keluar!"usirnya.

"Aku mau cuci tangan, Ceu,"alasanku sembari menutup pintu kamar mandi.

Istri kakak iparku menjauh dari aku. Berdiri dia di sudut kamar mandi. Tangannya menutupi buah dadanya yang masih dililit handuk. Kuabaikan dia. Aku mengambil sabun dan mencuci tanganku. Gayung air yang berada di bak mandi, aku ambil dan membilas tanganku yang penuh busa sabun.

"Eceu tidak cuci tangan?"tanyaku.

"Nanti. Gantian,"ucapnya."Kalau sudah selesai, Amir keluarlah."

Aku menatap dia yang masih berdiri di sudut kamar mandi. Dengan gayung, kuambil air dari bak, lalu dengan cepat kusiram dia.

"Hei!"Spontan istri kakak iparku teriak. Tubuhnya basah, handuknya pun basah.

"I-ih. Amir jahat,"rajuknya setengah teriak.

Cepat-cepat kuisi gayung dan menyiramkannya kembali. Tawaku pecah melihat dia yang gelagapan.

"Amir jelek, Amir jelek,"ucapnya.

Tak buang kesempatan, aku dekati dia dan ikatan handuk yang melilit tubuh itu aku tarik. Istri kakak iparku menahannya. Dan di dalam kamar mandi yang sempit itu, kami tarik menarik handuk. Istri kakak iparku menahan handuknya agar tubuhnya tidak telanjang, sementara aku berharap dapat merebut handuk itu agar tubuhnya menjadi telanjang.

Ditengah perang tarik menarik handuk tadi, aku sentak ujung handuk yang aku pegang, sehingga tubuh istri kakak iparku tertarik mendatangi aku. Segera aku tangkap dia dalam dekapanku. Kuangkat dia. Dalam gendonganku, istri kakak iparku masih berontak, tapi aku ajak dia berputar. Setelah beberapa putaran, akhirnya istri kakak iparku menyerah. Dirangkulkannya kedua tangannya ke leherku, ditatapnya aku, dan diciumnya ujung hidungku sekilas. Setelah itu, pasrah dia mengikuti gerakan aku yang berputar-putar di dalam kamar mandi. Sambil menari, bibir kami berulang-ulang bertemu.

Tarian pun berhenti. Aku turunkan dia. Handuk yang menutupi tubuhnya jatuh. Dihadapanku, dia kembali telanjang. Selangkah aku maju untuk merundukkan kepala dan kudatangi wajahnya. Bibirnya aku kulum. Dengan tangan kiri, aku rangkul pundaknya dan tangan kananku meremas buah dadanya. Kontolku yang mengacung panjang aku tempel dan aku gesek-gesekan ke tubuh telanjangnya. Bibir kami tetap bertemu.

Istri kakak iparku mendorong aku dan menjauh dari aku. Bibir kami pun terlepas."Dingin, Amir. Nanti sakit."

"Amir mau apa?"tanyanya saat aku mengambil tangannya, lalu mengambil sabun.

Istri kakak iparku diam, membiarkan aku yang menyabuni tangannya. Dia malah menyerahkan satu tangannya lagi untuk aku sabuni. Buah dada-buah dadanya yang ranum membulat pun aku sabuni. Istri kakak iparku terkikik karena saat menyabuni buah dadanya, aku pasang wajah konak. Berlama-lama aku menyabun gundukan daging kenyal itu dengan diselingi pilinan di puting susunya.

Kini bagian perutnya yang aku sabuni. Sesekali aku menggelitikinya. Dia pun tertawa-tawa. Tawa yang mengundang birahi.

"Yang disitu, jangan lama-lama."Dia menahan tanganku yang menempel di areal kelaminnya.

Wajah manisnya menjengit dan mulutnya melenguh pelan kala jari telunjukku masuk ke belahan memanjang itu, memainkan klitorisnya.

Sebelum jari-jariku beraksi lebih lanjut, istri kakak iparku menahan tanganku. Ditariknya jariku menjauh dari kemaluannya.

Mendongak dia, menatap aku yang menjulang tinggi didepannya. Kemudian dipeluknya aku. Tubuhnya menari, membagi busa sabun. Tangannya mengelus punggungku.

Dilepaskannya aku. Diambilnya sabun dan disabuninya dadaku. Jemarinya menyelusup di ketiakku, menggelitikinya, membuatku bergelinjang. Begitupula saat puting susu milikku dielus dan ditekan-tekannya.

Dua tangan istri kakak iparku aku ambil. Kuabaikan rasa herannya, aku bawa tangannya menuju selangkanganku untuk menggenggam batang kontolku. Dalam genggaman, bersama-sama kami meremas-remasnya pelan.

"Sudah, ah. Dingin."Istri kakak iparku melepaskan kontolku dan bergerak menjauhiku.

"Sini."Dilambaikannya tangannya, memanggil aku mendekat.
Aku manut. Aku mendekat. Lalu, "Jongkok."

Didepannya, aku berjongkok. Belahan memanjang di selangkangan itu tepat berada di depan mataku, tapi istri kakak iparku menyiramkan air ke kepalaku. Gelagapan aku jadinya dan kukibas-kibas kepalaku tetapi istri kakak iparku terus saja menyiram aku.

"Sudah hilang sabunnya,"Istri kakak iparku berucap."Cepat dikeringkan badannya. Nanti masuk angin."

Sambil mengibas-ibaskan rambut, aku berdiri.

"Di badan Eceu masih ada sabun tuh."Tunjukku ke badannya."Aku bantu membersihkannya, ya?"

"Tidak perlu,"ucapnya sambil menjauh dariku."Ada handuknya di belakang pintu."

Dan memang ada handuk yang tergantung di hangger. Kuambil handuk itu. Sambil mengeringkan badan, pintu kamar mandi aku buka dan aku keluar.

"Hei, handuknya jangan dibawa?"teriak istri kakak iparku dari dalam kamar mandi.

Aku berdiri didepan cermin, mengeringkan tubuhku, dan mengabaikan panggilannya. Kutatap tubuh telanjangku yang terpampang di cermin itu.

"Amir!"istri kakak iparku memanggil aku."Amir."

Kutolehkan kepala ke asal suara. Istri kakak iparku bersembunyi dibalik pintu kamar mandi. Hanya kepalanya saja yang terlihat.

"Handuknya,"ucapnya padaku."Kemarikan handuknya."

Tersenyum aku padanya.

"Ke sini, Amir,"ambeknya karena aku tetap diam di tempat."Saya sudah kedinginan, nih."

Melangkah aku mendekat. Pintu kamar mandi aku dorong membuka. Kutarik istri kakak iparku keluar. Tubuh telanjangnya masih dipenuhi bulir-bulir air yang mengalir turun. Dua tangannya menutupi buah dadanya. Gemetar dia. Bibirnya pun bergetar.

"Makanya, kalau mandi itu jangan lama-lama."Bak seorang ibu yang memarahi anaknya yang nakal, aku mengomelinya."Nanti kalau sakit orang lain juga yang susah."

Manyun dia saat aku mengeringkan tubuhnya. Diam dia saat kedua buah dadanya aku handuki bergantian atau saat areal selangkangannya aku keringkan. Pasrah saat, dengan handuk, aku selimuti dia.

"Mau kemana?"tanyanya karena aku bopong dia.

"Katanya Eceu kedinginan, jadi sekarang aku kasih kehangatan."Sambil membopongnya, aku berjalan menuju tempat tidur.

Setelah merebahkan istri kakak iparku di tempat tidur, aku buka handuk yang menyelimutinya. Sebelum dia sempat bergerak, aku tindih dia, melingkar dua tangan ke tubuh telanjangnya.

"Aduh, Amir. Apa-apaan ini."Dibawah tindihan aku, istri kakak iparku berusaha menurunkan aku. Maka, aku tinggikan tubuhku, tapi dua tangannya kupegang erat agar dia tidak bisa bergerak.

"Eceu diam. Biar aku hangati tubuh Eceu,"ucapku karena istri kakak iparku masih berusaha untuk bangkit dari rebahnya.

"Ini sudah jam berapa, Amir?"rengeknya.

"Makanya, Eceu turuti saja biar kita cepat pulang,"pintaku dengan masih tetap tidak melepaskan pegangan di kedua tangannya.

Akhirnya istri kakak iparku mengikuti permintaanku. Diam dia berbaring. Pahanya melebar karena aku sudah masuk di antara dua pahanya. Tubuh telanjangnya yang masih basah itu aku timpa dan kucari bibirnya. Hangat bibirnya menyambut bibirku. Dua tangan istri kakak iparku melingkari tubuhku dan aku pun melingkarkan tangan ke tubuhnya. Bibir kami semakin bertaut erat.

Bibirnya aku lepaskan. Kutatap d etia. Tersenyum dia. Kutegakkan dua tangan di sisi tubuhnya lalu kontol aku gerakkan untuk mencari lubang kenikmatan miliknya. Wajah imut istri kakak iparku menjengit, menikmati kontolku yang masuk ke dalam lubang kemaluannya. Mulutnya membuka, membiarkan lenguhannya terdengar. Dalam-dalam, aku menekan kontolku. Kontolku memutari kemaluannya, beberapa kali sebelum kembali aku memajumundurkan kontolku.
Sambil tetap memajumundurkan kontolku dalam kemaluannya, kupeluk dia. Kucumbui lehernya, menjilati lubang telinganya. Mendesah-desah istri kakak iparku dibuatnya. Tubuhnya menggeliat bak cacing kepanasan.

"Aaah..."panjang teriakan istri kakak iparku manakala dengan tiba-tiba kucabut kontolku dari lubang kemaluannya.

Cepat-cepat aku turun dari tubuh telanjang istri kakak iparku dan beralih duduk di antara dua pahanya. Istri kakak iparku melebarkan kedua pahanya saat aku mendekatkan kontolku ke lubang bersemak itu. Diambilnya kontolku dan ditekankannya ke lubang kenikmatan miliknya. Desahannya keluar.

Pinggangnya aku pegang dan aku percepat gerak kontolku menyetubuhinya. Dengan mata terpejam, istri kakak iparku yang terbaring didepanku menggeliat dan mendesah seirama dengan tusukan kontolku di lubang kenikmatan miliknya.

Dapat kurasakan cairan di pangkal kontolku memberontak. Maka, dengan posisi setengah menungging, dengan dua pahanya tertimpa dua tanganku, gerakanku menyetubuhinya aku percepat. Tubuhku mengejang manakala sperma mengalir cepat mengalir dalam batang kontol untuk akhirnya menyemprot di dalam kedalaman lubang nikmat itu.

Terjatuh aku menimpa istri kakak iparku. Kehilangan keseimbangan. Istri kakak iparku mengelus punggungku yang basah keringat, sementara kepalaku terbaring lemah di sisi kepalanya. Detak jantung kami yang tak beraturan, dengus nafas kami yang sama-sama berlari, menyatu melalui kulit kami yang basah.

Begitu aku dari atas tubuh telanjangnya. Istri kakak iparku bangkit dan duduk bersila. Dengan tanganku, aku memangku kepalaku dan tubuh menyamping menghadap ke cermin. Dari cermin, dapat terlihat buah dada-buah dadanya yang ranum membulat. Punggung putihnya aku elus, pundaknya aku sentuh.

"Kita pulang, yuk, Amir."Suara lembut istri kakak iparku terdengar.

Bangkit aku dari baringku dan duduk dibelakangnya. Kucium pundaknya, kuambil buah dadanya dan meremasnya sebentar.

"Eceu siap-siaplah,"bisikku di telinganya.

Istri kakak iparku turun dari tempat tidur. Dikenakannya beha dan celana dalamnya. Kemudian ia mengenakan pakaiannya. Setelah itu,"Sisir mana?"

Kucari sisir dari saku belakang celana dan kuserahkan kepadanya. Sambil menunggu istri kakak iparku merapikan rambutnya, aku berpakaian.

"Amir,"panggil istri kakak iparku pelan dengan muka meringis.

"Ada apa?"

"Mau pipis."

"Ya, pipislah."

"Tapi, jangan menyusul masuk, ya."

Hahaha! Tawaku pecah.

"Iya. Aku janji,"ucapku setelah berhenti tertawa."Tapi, aku boleh datang lagi nanti malam 'kan, ke kamar Eceu?"

Istri kakak iparku menatap aku heran.

"Jangan marah dulu. Bukannya tidak tidak puas, Ceu,"jelasku,"tapi ketagihan. Habis memek Eceu syeedaap..."

"Gombal."Istri kakak iparku menghilang ke dalam kamar mandi.
Dalam kesendirian, aku hanya bisa berucap terima kasih kepada Tuhan yang sudah menyatukan aku dengan Eceu, istri kakak iparku, perempuan sempurna dan super buas itu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd