Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Terjebak Hasrat (Lisa dan Labirin)

poligan24

Semprot Kecil
Daftar
20 Oct 2021
Post
95
Like diterima
3.392
Bimabet
Thread ini pindahan karena salah kamar dan kurang teliti dari saya.
Hi, Saya ingin share cerita pertama. Jika ada kata yang menyinggung nama, ras, suku, agama atau apapun tidak ada niat sedikit pun dari saya untuk menyinggung.
Selamat membaca
.

Prolog
Dingin dan sejuknya hawa kota bandung tidak menyurutkan semangat Lisa dalam mencari rezeki atau bisa dikatakan dosa. Malam ini pula hutang orang tuanya lunas terbayar, tak terhitung sudah berapa batang rokok yang Ia bakar untuk menghilangkan rasa jenuhnya menunggu Asep.

5 tahun lalu, kejadian yang sama terjadi. Hujan baru saja selesai mengguyur kota Bandung, Lisa menunggu di halte dekat kampus tercintanya, ditatapnya jam yang melingkari tangan indahnya.

Adzan magrib sudah terdengar namun bus yang ia tunggu tak kunjung datang hingga suara klakson mobil mengalihkan pandangannya. Logo biru putih yang tak asing menyita perhatiannya, ya dia Reza.
Kakak kelas yang sejak ospek sudah mencuri perhatiannya mulai turun dari mobil, semua terasa singkat ketika ia sudah berada di dalam mobil.
Harum kopi mulai menggelitik indera penciumannya saat pintu mobil tertutup, semua terasa terasa hangat ditambah lantunan band Mocca lebih terdengar romantis.

I remember

Begitu lirik yang dinyanyikan bersama ketika Reza mulai menggenggam wanita incarannya, tak ada hal spesial selain tatapan serius dan tingkah lucu Lisa. Saat itu pula mobil tepat berhenti di depan pagar yang Lisa tahu betul tidak ada variasi bendera kuning tadi pagi.

Sayup suara tahlil memenuhi ruang tamu dan pekarangan rumah di kawasan komplek rumah Lisa. Luruh sudah semua air mata yang ia punya. Kedua orang tuanya memilih pergi bersama dengan sejuta luka dan hutang yang membengkak.
Ia menyesal memilih kuliah, ia menyesal pulang telat dan ia menyesal akan dirinya yang tidak bisa berguna selama ini.
Dering telepon menghentikkan lamunannya akan masa lalu.

“Kamu pulang sendiri mulai malam ini, aku udah ga diperintah lagi sama si Mami.”
“Terus ini gimana, gak mungkin ada ojol jam segini.”
“Huft, yaudah aku jemput, gak kerasa ya udah 5 tahun aja.”
“iya, yaudah cepet.”

Malam ini akan menjadi sejarah bagi hidupnya, menjajakan tubuh bukan pilihan ke depan.
I remember.
 
SATU | KELABU

Sentuhan bedak menjadi penutup make up Lisa pagi ini, di tatapnya sekali lagi tubuh yang saat ini memakai kemeja putih ini. Masih tampak sama, hanya payudaranya yang sedikit mengendur dimakan usia dan ribuan tangan jail yang saling menggapai.
Hari ini Ia mencoba melamar pada salah satu toko klontong di daerah pasar Bandung. Minggu kemarin menjadi hari terakhirnya menjadi kupu-kupu malam, sekarang ia sudah menjadi kepompong dan akan menjadi ulat kemudian.

“Neng, ini kembaliannya.”
“Iya mang.” Angkot berwarna hijau mulai menjauh tergantikan panasnya kota Bandung.

CV.MAJU ENGGA

Lantunan lagu mandarin membisiki telinga Lisa. Toko dengan nuansa merah dan ornament naga terlihat memutari setiap sudut toko. Hanya bisa menunduk dan mulai memperkenalkan diri pada ko Atong.
“Jadi, dulu kamu pernah kerja di toko juga begitu?.”
“Iya ko, kemarin baru aja keluar karena udah tutup toko nya. Saya bisa komputer.”
“Hehe, iya saya tahu. Sebenernya toko ini mau tutup, tapi anak saya mau nerusin.”
“Jadi saya di terima ko?.” Tanya Lisa penuh harap

Pintu rauangan itu terbuka tanpa ada jeda diantaranya.

“Beh, itu ada om Andre di depan. Katanya pesenan 1 minggu lalu udah ada belum?.”
“Si Andre ngeganggu banget. Yan kamu ganti interview neng Lisa.” Ucap Ko Atong sembari meninggalkan Lisa.

Suasana hening pun terjadi. Lisa sudah biasa menghadapi situasi ini, kala permainan berakhir dan menunggu rupiah yang ia dapat.
Tatapan hina selalu memenuhi penglihatan nya. Tarikan resleting menyentuh indera pendengaran. Dan tak lupa ‘kamu enak, cuma saya kurang puas’.

Tapi tidak dengan hari ini, tatapan Ryan begitu berbeda. Tak ada meremehkan apalagi menghina.
Tatapan sewajaranya, tatapan yang pernah ia lihat sebelum menjadi sampah.
Air mata nya menetes perlahan.
Ryan mengambil tissue yang harusnya Babeh simpan di toilet.
Lisa tertawa melihat tingkah malu Ryan yang memberikan tissue toilet kepada dirinya.

Ryan hanya bisa menahan malu dan mulai mengalihkan pertanyaan.
“Kamu ngerokok?.”
“Iya, tapi udah jarang kalo sekarang”

“Aku Ryan anaknya Ko Atong. Kamu?”

“Lisa, kamu suka nonton film gak?.”

“Tergantung, kalo ada waktu sama yang nemenin. Tapi yang jelas bukan tissue wc.” gurau Lisa dengan senyum jahilnya.

“hehe, kamu cantik.” puji Ryan tanpa sadar.

Saling lempar canda dan rayuan mengisi toko klontong kala itu.

Andai Lisa bisa memutar waktu dan memlih untuk tidak dilahirkan mungkin ia memilih seperti itu. Rasa dosa dan jijik bercampur dan merasa tak pantas berdialog bersama Ryan.

Lisa diterima bekerja, mulai besok tak ada lagi menunggu jemputan-melayani-dan merasa berdosa.

04.00 WIB
Lisa tak kunjung tidur.
Begitu pun dengan Amelia yang masih asik dengan gawai di tangannya, terlihat notifikasi mengedip malu di ujung gawai nya.

“Kemarin Ryan bilang suka sama aku.”
“Terus?.”
“Aku bingung, harus jujur atau gimana. Kalo aku jujur kayaknya dia bakal nolak bahkan pecat aku. Apalagi kalo aku bohong pasti kedepannya bakal gak bener.”
Lisa menghela nafas. Ia bingung apakah Ryan sungguh-sungguh mendekati atau hanya takjub sesaat pada bentuk tubuhnya. Ia tak menyangkal jika banyak tatapan tak senonoh dengan jelas iya tangkap, tak ayal dengan Ko Atong selaku ayah Ryan.
“Kok diem Lis?”
Hanya terdengar helaan nafas. Amelia pun bingung harus menjawab apa, posisinya pun serba salah. Ia pun saat ini sedang bertelanjang dada bersama pelangganya. Jika ia menyuruh Lisa jujur sama saja dengan bunuh diri.

“Saran kamu gimana mel?”
“Kamu jujur aja. Itu lebih baik kedepannya.”
“Tapi iya juga si, eh udah adzan Mel. Aku tutup dulu teleponnya.”

Suara adzan shubuh mulai terdengar, Lisa pun beranjak dan memulai ruitinitasnya hari ini.
Mandi-Makan-Bekerja
Sudah 3 bulan rutinitas ini iya lakukan, dan tak ada yang salah hingga kemarin Ryan menyatakan perasaannya. Kemarin sore tepat diantara lemari yang menyimpan persedian toko

“Lisa bisa bantuin aku pegangin tangga gak?.”
“Bentar ko, ini dikit lagi.” Jawab Lisa yang sedang merapihkan uang hasil penjualan hari ini.

“Tahan sebentar Lis, ini aku mau ngambil tepung yang udah expired.” ucap Ryan yang sudah menaiki tangga.

“Iya Ko. Eh emang tepung nya kok cepet banget expired?.”
“Gatau nih si Ko Atong beli dari cewe kemarin, ditipu kayaknya.”

“Padahal spg nya cantik loh Ko, Aku aja kalah.” Helaan nafas Lisa terdengar merdu ditelinga Ryan.
Perlahan debu dan butiran tepung mulai berjatuhan dan membentuk hujan tepung yang sangat syahdu kala itu.
Ryan yang sudah turun dari tangga seketika takjub melihat Lisa yang sedang menutup hidung dan menepuk bajunya.

Tingkah lucu dan cantik membuat Ryan tak sadar dan mendekat ke arah Lisa.

Dengan perlahan tangan Ryan mulai menggapai pundak Lisa, dengan tangan bergetar dan suasana semakin sepi saat Joni, pegawai Ko Atong pamit pulang 10 menit lalu.

Hanya ada suara kipas angin dan denting jam dinding yang saling mengejar.

Ditatapnya lensa cokelat milik Lisa yang semakin mengecil, senyum penuh makna saling tergambar. Dingin yang Ryan rasakan saat menggigit bibir Lisa dengan penuh sukma.

Lisa tahu betul jika Ryan sedang dipengaruhi nafsu besar, tangan mungilnya mulai menggapai kejantanan Ryan yang mulai menegang.

Di tatapnya raut muka Ryan yang mulai menikmati permainan tangan Lisa, genggaman yang berubah menjadi gerakan konstan dan terus-menerus.

Lisa tahu ukuran kejantanan Ryan tak sebesar Ko Atong yang ia lihat saat diberi servis spg tepung beberapa hari lalu, namun perasaan cinta membuat nafsu Lisa memuncak dan sampailah orgasme Ryan yang pertama.

Cairan berwarna putih itu mengenai kemeja kerja Lisa, seketika hawa panas melingkupi keduanya. Suasana canggung mulai memenuhi ruangan yang dipenuhi bahan sembako itu.

Dengan tak sabar tangan Ryan membuka kemeja Lisa hingga salah satu kancing seragam Lisa terlepas.

Ryan terperangah akan ciptaan tuhan yang sempurna. Aerola berwarna merah muda dan terlihat mungil diantara gundukan lembut milik Lisa.

Sungguh kacau pikiran Ryan saat Lisa dengan perlahan membuka pengait celananya, waktu seakan berjalan lambat saat Lisa mulai mengoral penis Ryan dengan perlahan, sensasi pengapnya udara bercampur rasa geli membuat Ryan tersadar Lisa belum merasakn orgasmenya.

“Kamu kenapa gak bilang Lisa kalo belum nyampe?.”
“Hah?.” Baru pertama kali Lisa mendapat respon yang peduli akan kepuasan dirinya.

Hanya terpaku akan pesona Ryan yang semakin menjadi disaat mulai menurunkan rok span miliknya.

“Punya kamu harum Lisa, aku suka.” Lagi dan lagi rayuan Ryan membuat pipi putih Lisa merona dan kian panas.

“Ryan ih, kan aku malu kalo kamu gitu terus. Aku marah nih.” Namun Ryan tak menggubris Lisa dan dengan serius menjilati vagina Lisa. Tak ada satu inchi pun yang terlewat.

Tubuh Lisa mulai bergetar dan tanpa sadar tangan Lisa menjambak rambut Ryan.
“Asssshhh Ryannnn.”
"Hehehe" Ryan hanya bisa tertawa jahil melihat Lisa yang terus bergetar menikmati oral darinya. Vagina yang berwarna pink mulai basah dan semakin bajir saat lidah kasar Ryan mengcap dengan tempo cepat.

"Sshhhh Ryannssshhh". Lisa semakin gelagapan menikmati rasa yang begitu hebat. Vaginanya seperti dimasuki benda asing yang menggeliat begitu cepat.

Ryan tak menggubris jambakan Lisa yang mendekati orgasme nya.

Hingga.....

"Aaahhhhhh" Lisa pun squirt. Cairan vaginanya menyembur ke arah wajah Ryan yang sudah dipenuhi keringat.

Pacuan detak jantung keduanya kian bertabuh seirama dengan jatuhnya hujan di kota kembang sore itu.

Tubuh Lisa masih bergetar dan matanya memejam menahan rasa rindu terhadap besarnya kasih sayang.

“Lisa aku cinta sama kamu.” Ucap Ryan tanpa memperdulilkan muka Lisa yang semerah kepiting rebus.

Pandangan Lisa kabur dan hanya bisa memeluk dada tegap Ryan yang saat itu Lisa baru tahu ada tatto Naga di antara leher dan dada Ryan.

“Kamu gak usah jawab sekarang. Aku suka kamu lebih dari yang kamu tahu.”

Dengan perlahan Ryan kembali memakaikan kemeja Lisa dan saling membersihkan diri sebelum memilih pulang.
 
2|RASA BERSALAH
Setelah menimbang akhirnya Lisa memilh untuk jujur dan berkata apadanya tentang masa lalu yang ia simpan rapat-rapat.

Sepulang bekerja, Ryan mengajaknya untuk menghangatkan badan di sebuah kedai bakso satelah hujan mengguyur kota Bandung sejak pagi hari.

“Mang yang satu gak pake bawang goreng.” Ucap Ryan final menyebutkan menu yang ia pesan bersama Lisa.

Semangkuk bakso di malam hari rasanya berhasil mencairkan suasana yang canggung sejak kemarin sore.
Make out yang tak disangka oleh Ryan membuat jantungnya bekerja dua kali lipat dari biasanya.

Mimpinya kini terasa nyata kala wajah cantik Lisa tersenyum kearahnya.
“Maaf ya, kalo kemarin sore aku buat kamu kaget, Lis.” ucap Ryan memecah keheningan.

“Aku juga minta maaf kalo lancang sama A Ryan.” Pergolakan dalam otak Lisa kian menjadi jika hubungan ini tak berawal dari kejujuran diawal.

Mungkin ini saat yang tepat untuk mengungkapkan rahasianya selama ini.
“A Ryan, Aku mau jujur.” Raut muka Ryan berubah kala bibir mungil favoritnya mengucap kalimat yang tak tepat saat makan.

“Aku mantan kupu-kupu malam A, kalo kamu gak suka masa lalu aku. Lisa mundur aja, A Ryan ganteng, masih banyak cewek yang mau sama AA kok.”

Bagai palu yang sudah menghantam kepala Ryan malam itu, Ia tak menyangka Lisa yang ia kira polos ternyata menyimpan masa lalu yang kelam. Rasa ingin melindungi kian membesar saat mata indah milik wanita dengan rambut bondol itu menitikan air mata yang tambah deras seiring kuatnya rangkulan Ryan.

Tempat bakso bukan tempat yang tepat untuk Lisa bercerita, Ryan tahu keputusannya sudah bulat untuk memilih Lisa sebagai pelabuhan hatinya, biar hatinya karam dan tertanam bersama cinta yang saling melengkapi.
----------
“Kamu yakin A Ryan boleh masuk kamar kost ini?.” Seling Ryan sembari membantu Lisa membuka pintu yang sudah ditempati Lisa semenjak memilih keluar dari pekerjaan lamanya itu.
“Iya A gapapa, Aku juga sebenernya kesepian. Apalagi udah gapunya saudara di Kota ini.” Prihatin dan rasa ingin memiliki Lisa semakin besar dan kuat. Ia yakin keputusannya tak akan salah.

“A Ryan duduk aja di kasur, maaf kamarnya sempit. Aku mandi dulu ya A.” putus Lisa sembari mengambil beberapa pakaian yang akan ia ganti.

Ditengah ritual Lisa di dalam kamar mandi, Ryan meneliksik setiap detail ruang tidur Lisa. Tak banyak barang yang ada di ruangan ini hanya ada satu lemari, kasur dan rak di samping tempat tidur.

Namun, ada yang sangat menarik minat pria yang tahun ini berusia 28 tahun itu. Ada foto usang yang diambil dengan latar rumah gaya minimalis namun terlihat elegan.

Hanya ada Lisa yang ia taksir masih SMA dan dua orang tua yang mungkin adalah kedua orang tua pujaan hatinya itu.
Senyum polos yang sama, kulit putih bersih dan rambut yang masih terurai panjang. Tak ada kesan nakal dan semua terasa benar jika ia tak langsung teringat pada pengakuan Lisa sesaat lalu.

Sentuhan tangan Lisa membuat lamunan Ryan buyar dan ia dikejutkan dengan penampilan Lisa sehabis mandi.

Rasa penasarannya tak hilang setelah kejadian di toko kemarin sore, Lisa yang polos tanpa make up dan hanya mengenakan hot pants dan kaos oversize berwarna putih.
Sekilas sport bra berawarna merah muda terlihat meski samar. Hanya bisa meneguk ludah sendiri Ryan kembali lupa akan tujuannya datang ke dalam kos Lisa.

“Kamu gak ada baju lagi, Lis.” Tanya Ryan sembari menahan gejolak nafsu yang kian memuncak.

“kebetulan dari kemarin…” ucapan Lisa terpotong saat Ryan dengan tak sabar menyingkap kaos Lisa.

Tatapannya bak predator yang siap memakan mangsanya. Namun, tak ada tatapan takut hanya ada penyatuan yang saling menyambut.
“A Ryan aww geli Ih, ahhhhh…” Ryan hanya menanggapi dengan senyuman saat Lisa merasa geli disekujur tubuhnya.

Bekas ciuman Ryan mulai memerah dan kontras dengan tubuh Lisa yang berkulit putih mulus.
Tubuh Lisa menggelinjang menahan rasa berlebih yang diberikan Ryan, vaginanya mulai basah dan ingin segera dihujami penis milik Ryan.

Namun keinginannya tak disambut oleh Ryan yang masih asyik menciumi dan mengigiti setiap jengkal tubuh Lisa.
“A Ryan gak jijik jilatin vagina Lisa?.” Lisa heran karena pengalaman seks nya selama ini berubah 180 derajat karena ia bagai tak diberi kesempatan untuk melayani Ryan.

Kendali dipegang penuh oleh Ryan, saat ini Ryan sedang memilin payudara Lisa sembari menjilati ketiak yang sebagian orang mungkin jijik dan menghindari.
Entah mengapa ada satu detik tatapan mereka bertemu, tak ada tatapan nafsu. Hanya ada senyum penuh ikhlas yang saling berpadu dalam renjana dan kasih yang ingin dilengkapi.

Dengan perlahan tangan Lisa mengapai penis Ryan dengan pelan.
“Kamu udah gak tahan Lis?. Buru-buru gitu hehe.” Canda Ryan sembari menyamankan posisi.

“A Ryan mah bikin Lisa malu terus ahhhhh….” Tanpa aba-aba Ryan langsung melakukan penetrasi yang terus bergulir hingga bulir keringat Lisa bermuculan.

Aura kecantikan khas gadis desa mulai terpancar, meski tanpa make up, pipi merona Lisa terlihat kontras dan terkesan penuh misteri.
“ssshhhhh ahhhh A Ryan lebih cepet dong genjotnya. Lisa udah gak tahan pengen keluar sssshhhh ahhhhhh.”

Suara kesakitan bercampur nikmat menambah semangat Ryan dalam menggenjot dan menikmati setiap sensasi yang di berikan vagina Lisa.

Puting Lisa yang berwarna merah menjadi santapan Ryan berikutnya setelah menggigiti daun teliang Lisa, lagi dan lagi Lisa tak berkutik diperlakukan lembut seperti sekarang ini.

Mungkin semua jengkal tubuhnya sudah di jamah mulut Ryan tanpa ada rasa jijik sedikitpun.
Tatapan lisa tiba-tba menghitam kala ledakan orgasmenya menjadi, squirt pun menjadi respon yang membuat Ryan terkejut.

Senyuman penuh cinta yang diberikan Lisa menjadi penutup malam itu. Rasa lelah setelah bekerja seharian membuat fisik Lisa tak siap menerima ledakan yang terjadi.
“Lis, kamu kenapa?.” Ryan terkejut saat Lisa ternyata pingsan setelah orgasme. Seketika keinginannya hilang dan menambah rasa ingin memiliki yang begitu besar dan akan terus bertambah setiap berjalannya waktu.

Rasa lelah pun menghinggapi Ryan, meski tak mencapai puncaknya sendiri Ryan tetap merasa senang saat Lisa berada di dekapannya.

Saling melindungi dan menguatkan, rasa hangat kembali menjalar dalam hati Ryan saat Lisa bergerak menyamankan posisi dan menggumamkan namanya dengan lirih.

“Makasih A Ryan, Lisa suka sama AA.” Hanya kalimat itu yang bisa membuat Lisa tak karuan menahan simpanan rasa yang ia simpan sejak dulu, rasa nyaman yang ibunya berikan terasa hampir sama bahkan berlebih.

Malam itu menjadi saksi cinta Lisa dan Ryan saling menguatkan.

Disisi lain Ko Atong masih terjaga dari tidurnya, bayangan bentuk payudara Lisa yang tak sengaja Ia lihat membuat waktu tidurnya teganggu selama ini.

Namun, pengakuan Ryan beberapa hari lalu menutup kemungkinan ia untuk mendekati Lisa. Akibatnya Ia membeli terigu cukup banyak tanpa memikirkan kualitas demi mendapatkan oral seks yang tidak lain untuk menuntaskan hasratnya selama ini.
 
3|TAMU TAK DIUNDANG

Tak banyak yang tahu jika selama ini Lisa berprofresi sebagai wanita pemuas nafsu dikalangan atas, Amelia selaku temannya pun baru tahu akhir-akhir ini jika Lisa hanya mau melayani jika kliennya memberi uang diatas 10 juta.

Maka tak heran hutang orang tuanya bisa lunas hanya dalam waktu 5 tahun semenjak ia berumur 19 tahun.

Tepat pada hari ini Lisa genap berusia 26 tahun, perayaan yang biasa ia lakukan bersama Amelia kini telah terisi oleh binar bahagia Ryan.

Sajian sederhana bebagai jenis mie dan camilan lainnya memenuhi meja makan rumah keluarga besar keluarga Ko Atong.

Lisa hanya bisa berterima kasih karena telah diterima sebagai bagian keluarga itu. Tak ada harapan yang lebih besar seperti keluarga yang utuh dan saling melengkapi.

Ko Atong yang saat ini berusian 60 tahun tersenyum melihat senyum tulus Ryan yang sudah hilang semenjak Maya (istri kok Atong) meninggal 5 tahun lalu.

Maya adalah ibu kandung kedua anaknya sekaligus istri tercintanya. Namun sayang, besar cintanya belum bisa menutupi besarnya kasih tuhan.

Kanker ganas sudah menggrogoti tubuh cantik Maya, jelas diingatan Ko Atong bentuk hingga tingkah ketika Maya tersenyum yang anehnya sangat mirip dengan Lisa.

Entah kebaikan Tuhan atau akalnya yang tidak sedang baik-baik saja. Kejantanan Ko Atong mulai berdiri ketika tak sengaja menjatuhkan sendok ditengah makan malam yang memaksanya menunduk mengambil sendok.

Namun, tujuannya terpecah kala rok bermotif bunga milik Lisa tersingkap dan menampilkan betis hingga paha yang putih bersih.

Hanya bisa menahan gejolak dan logika, Ko Atong mulai bangkit dan memilih mengakhiri makan malam lebih cepat dengan alasan migrain.

'Yan, Ayah tidur dulu ya' ucap Ko Atong

Kasur empuk yang menjadi sandaran saat ini menghadirkan suasana nyaman 30 tahun lalu saat senyum Maya masih terkenang dengan manis.

30 TAHUN LALU

Ko Atong yang saat itu dipanggil Anto mulai merapihkan pekerjaannya sebagai staf admin grosir pasar Maju Jaya sore hari itu.

Maya yang saat masih bekerja di pabrik bakpao menunggu dengan senyum yang tak pernah pudar, Anto dengan penuh semangat menjemput Maya sembari ditemani rokok kretek favoritnya.

Tak ada motor yang menemani, hanya berjalan kaki menikmati pertukaran tugas matahari dan bulan. Aroma parfum yang bercampur keringat membuat Anto tak bisa menahan nafsunya.

Genggamannya semakin erat saat Maya dengan sengaja menggoda dengan mengelus jamari Ryan dengan perlahan dan desahan yang ia buat-buat.

“A Ryan udah ga sabar yahss, bayi nya mau dijenguk lohh..” goda Maya yang saat itu tengah hamil.

“Hehe, eneng tau aja kalo AA lagi pengen jenguk debay xixi.”

Perjalan menuju kontrakan mereka berdua terasa singkat saat Maya langsung melakukan blowjob di ruang tengah tanpa menghiraukan jika ada tetangga yang datang tiba-tiba.

Dengan ritme yang sama mulut Maya menikmati penis Anto yang berukuran diatas rata-rata itu.

Keringat Maya yang mulai mengucur deras seirama dengan gerakan pinggul Anto, berbagai respon seperti mendesah dan menjambak ikut meramaikan nafsu keduanya.

Cairan milik Ryan bercampur dengan liur Maya menghasilkan sensasi erotis yang membuat Anto tak fokus menahan sperma nya.

“Neng AA udah mau keluar, udahan yah ngemutnya…. Sssshhhhhh.” Maya hanya tertawa dan maklum, pengalaman selama 10 tahun memang tak bisa diragukan kala tempo dan teknik yang terus diasah.

“Eneng nungging aja yahh ssshhh, AA udah gak kuat pengen jenguk debay.”

Seakan mengerti, Maya langsung mengambil posisi memegang lemari hiasan yang berada dekat dengan jendela ruang tamu, Maya yang sudah siap dengan posisi menungging tak melihat jika didepannya ada seorang pria yang sedang jongkok membelakangi nya.

Dia adalah Pak Eko, tetangga Anto yang sedang mencuci motor dikala magrib.

Vagina Maya yang sudah merekah seakan siap menerima setiap penetrasi Anto, namun penis yang ia tunggu tak kunjung datang.

Mata Maya pun menoleh dan tidak menemukan sosok Anto. Bingung dan rasa penasaran terjawab kala pinggul Maya mulai diremas perlahan, namun yang Ia rasakan berbeda.

“Astaga, Pak Eko!!!!, lepas Pakk…” Maya tak menyangka jika yang sedang meremasi pinggulnya adalah Pak Eko, seorang pensiunan abdi Negara yang bertubuh besar namun berwajah cacat, banyak yang bilang jika beberapa luka didapatkan dari preman beberapa tahun lalu.

“Saya gini karena suami kamu, minggu lalu dia minta saya untuk memuasi kamu hhahahaha…” Maya tak bisa berkutik saat rengkuhan Pak Eko semakin kuat.

Dengan tergesa Pak Eko mulai menggigiti tengkuk Lisa hingga mulai tampak memerah. Daun telinga Maya tak luput dari penglihatannya, harum sabun dan bau badan khas Maya menguar mengganggu penciuman Pak Eko yang semakin menggebu.

“Maya tubuh kamu indah sekali….” Racau Pak Eko yang sedang mahsyuk melintir puting Maya dengan tergesa-gesa.

“Lepas Pakkkkkk, ini gak bener….. sssshhhhh ahhhhh.” Berbanding terbalik dengan yang diucapkan oleh Maya. Tubuhnya merespon dengan baik bahkan melebihi sentuhan suaminya sendiri.

Pak eko masih memeluk dan meremasi setiap jengkal tubuh Maya yang masih memberontak. Pakaian kerja Maya mulai kusut dan dipenuhi oleh keringat yang bersatu dengan keringat Pak Eko yang belum mandi sejak pagi hari.

Maya tahu kekuatan besar yang sedang merengkuhnya tidak main-main dan asal dalam lumatan serta gerakannya. Begitu professional dan tahu dimana titik lemah Maya yang terus menjerit.

“Pakkkk Maya udah gak kuat kalo gini terus. Jilat memek Maya PAKKKK sssshhhhhh…” pipi maya sudah seperti kepiting rebus saat Pak Eko tak menggubris keinginannya dan masih asyik memeluk Maya dari belakang sembari menggesekkan penis jumbonya.

“Neng Maya tenang aja. Kontol suami kamu gak seperti punya Aku HAHAHAH…” racau Pak Eko yang semakin congkak melihat pantulan bayangan Anto yang sedang mengelus selangkangannya.

Ia tak mengerti pola pikir Anto karena rela jika Maya yang secantik ini dipakai olehnya, bahkan kemarin dengan luwesnya Dia memohon seperti tak ada jalan keluar lain.

Disisi lain Anto masih fokus mempehatikan Maya yang pasrah diangkat dari lemari menuju sofa, dimana tempat itu adalah posisi favoritnya pagi hari karena biasa bercengkrama sembari meminum secangkir teh hangat.

Tubuh Maya saat ini hanya ditutupi BH berwarna biru tua dan rok. Ia melihat tangan jail Pak Eko sudah menarik celana dalam istrinya sebelum menggendong Maya layaknya karung beras.

Sofa yang biasa diisi oleh tiga orang itu mulai ikut basah dibanjiri keringat Maya yang terus bergerak tak karuan, Maya diletakkan dalam posisi duduk sembari bersandar pada sofa, sedangkan Pak Eko berlutut dan tenggelam dalam selangkangan Maya yang ia lihat berwarna merah menggoda.

“ckckckck, vagina kamu harum dan bersih Maya hahahaha….” Pak Eko semakin tak percaya jika saat ini bukan mimpi. Vagina yang bersih dipadu dengan bulu kemaluan Maya yang tercukur rapih.

“ssshhhh Pak Ekooooo…” Maya seketika menjerit kala lidah dan gigi Pak Eko bergeriliya dengan cepat dan menjilati tanpa ragu atau jijik.

Anto sedikit panik saat Pak Eko terlihat menjlati vagina istrinya itu. Muka Maya yang putih bersih berubah menjadi merah dan tangannya sibuk menggapai rambut Pak Eko yang sudah botak dibagian tengah kepalanya.

Anto hanya bisa diam dan dilema karena saat ini rasa cemburu, marah dan horny bercampur jadi satu.

Namun ada waktu saat Maya yang melihat kearah matanya seakan berbicara namun ia tak dapat menangkap maksud istrinya.

Maya mulai menggila saat klitorisnya digigit dengan gemas dan semakin tak berdaya dengan adanya kumis tebal Pak Eko yang ikut menyapu bagian atas vaginanya.

“sssshhh Pak Eko, aku mau ssshhh.” Kalimatnya terpotong saat orgasme nya yang akan didapat hilang begitu saja saat membuka mata.

Ditatapnya wajah seram Pak Eko yang berubah menjadi beraura sejati dan tak terbantahkan. Saat ini Maya merasakan seperti diayomi dan dilundungi oleh Pak Eko.

“Kamu suka?.” Tanya Pak Eko yang tersenyum jahil dan berdiri tepat didepan Maya yang masih membuka lebar pahanya.

“Pak Ekooooo. Ssshhh” desah Maya tak kuat sembari memainkan klitorisnya sendiri. Namun gerakan itu segera diberhentikan oleh tangan Pak Eko.

“sabar dong cantik.” Pak Eko segera membuka pengait celananya. Gerakan itu seakan melambat dimata Maya, waktu seakan berkonspirasi dan bekerja dengan lambat.

Hanya bisa tercengang. Begitu respon yang Maya melihat saat melihat penis Pak Eko. Kejantanan yang berwarna hitam itu berukuran 22 centimter dengan diameter yang tak bisa Ia tebak.

Namun adegan itu seketika terhenti saat pintu belakang rumahnya tiba-tiba terbuka oleh Anto yang memilih pergi karena tak kuat melihat Istri tercintanya berubah binal dan menggoda.

“Anto ngapain sih” Batin Maya berbicara melihat Anto yang marah karena ulahnya sendiri. Namun lamunan Mya lagi-lagi hilang saat Pak Eko mulai berlutut dan kembali menjilati vaginanya.

Lidah Pak Eko terasa kasar, belum lagi jari besar yang ikut meremasi kedua gunungnya itu.

Maya tak tinggal diam, tangan mungilnya mulai memelintir aerola Pak Eko yang membuat sang empu tersenyum bangga.

“Enak Maya.?... kamu suka kan hahahaha…” Pak Eko kembali meracau dengan congkak saat Maya menciumi telinganya.

Ia tahu betul wanita didepannya ini sudah dikuasai nafsu yang begitu besar karena sedang hamil.

“sssshhh Pak Eko awwww jangan di gigit dong klitoris Maya…” Maya merasa orgasmenya akan datang sebentar lagi, tubuhnya mulai bergetar.

Namun, lagi-lagi Pak Eko kembali menghentikan kegiatannya itu.

“Pak Eko apa-apaan sih dari tadi.” Maya marah karena pria botak dihadapannya hanya tertawa jail dan berdiri kembali.

“Saya cape Maya, umur saya bukan seperti kamu. Ayo emut kontol saya hahahaha…” Pak Eko yang mulai bertukar posisi dengan Maya.

Saat ini Maya yang mengambil alih permainan, ditatapnya kontol Pak Eko yang berukuran sama dengan Anto. Namun, diameternya lebih besar.

“hehehe, kontol Pak Eko lucu wkwwwk. Maya sukaaaa…” desah Maya merayu tetangganya itu.

Mulut lucu Maya mulai menggigiti ujung kontol Pak Eko yang agak bau pesing itu.
“hehehe, kontol bapak enak loh ssshhhh;” sembari menatap mata Pak Eko yang sudah kelewat sange itu, Maya terus menikmati sajian kontol yang kian menegang dan menonjolkan urat-urat berwarna hijau itu.

“masukin neng sshhhh” dengan patuh Maya langsung menenggelamkakan kontol super itu, namun hanya setengah yang bisa masuk.

“glkgkgkg knontl Apa Gkkk Muatjh.” Racau Maya tak jelas karena disodok dengan paksa sehingga deep throat yang terjadi membuat Maya menangis dan ingin muntah.

Karena tak tega Pak Eko memilih menyudahi sesi blowjob nya itu, dengan gerakan cepat Maya dipindahkan dengan posisi menungging sembari memegang lemari hiasan.

Terlihat vagina yang masih basah dan punggung Maya yang dilapisi keringat.

Meski terhalang cabang bayi, perut Maya masih terlihat seksi bahkan auranya terlihat berbeda seperti mantan istri Pak Eko.

Dengan sedikit paksaan penis yang berukuran jumbo itu berhasil masuk kedalam vagina Maya yang masih sempit.

“ssshhhhh ahhhh, Pak Ekoooooo…” saat ini Maya masih memegang lemari hiasan dengan erat, sodokan penis Pak Eko terasa menusuk dinding rahimnya, terasa perih namun menimbulkan sensasi yang berbeda ketika Anto melakukan penetrasi.

Perih dan geli bercampur aduk , Maya hanya bisa merespon dengan desahan yang begitu kencang saat pola gerakan penis Pak Eko bertambah cepat.

Anto yang saat itu kembali dan mengintip melalui jendala dapur.
Dia hanya bisa menikmati pemandangan yang indah dan tanpa sadar tangannya mulai melakukan onani.

Fantasi yang selama ini Ia pendam akhirnya terlaksana sesuai rencananya, Maya yang berkulit putih bersih sedang tak berdaya dibawah kendali Pak Eko yang sedang kesetanan.

Tangan Pak Eko tak tinggal diam semenjak melakukan penetrasi dengan penuh semangat, tanganya mulai menggapai payudara Maya dan meremas dengan gemas.

Ia lupa kapan terakhir kali penisnya dimanjakan seperti ini terlebih vagina Maya memiliki rasa yang berbeda dengan mantan istrinya.

“ssshhhh Pak Ekooo kontolnya enakkkk, A Anto mana siehhhhh…” Pak Eko hanya tertawa melihat Maya pura-pura tidak menikmati sodokan kontolnya.

Di remasnya payudara Maya dengan gemas sembari menciumi tengkuk yang begitu putih dan harum.

Ia tak menyangka jika hayalannya selama ini bisa terlaksana, perasaan aneh ketika ia melihat Anto sedang onani dengan ekspresi cemburu.

Bagai hewan yang mendapat kesempatan besar Pak Eko menambah kecepatan dalam setiap penetrasi, Maya semakin bergetar dan akhirnya orgasme pertama datang dengan begitu hebat.
"Sshhh Pakk.... Maya keluarchh"

Vaginanya seperti air mancur yang terus membasahi tubuh Pak Eko.

Senyum nakal tiba-tiba muncul dimuka Maya.
“Ayooo Pak. Genjot lagi dong memek Maya.” Desah Maya yang masih menungging sembari mentap lalu lalang orang di depan halamanya.

Semua tak menyadari jika rumah Anto kini sedang terjadi kegiatan yang tak senonoh.
Dengan menampar pantat Maya dengan gemas, Pak Eko dengan sigap langsung mengambil posisi dan mensejajarkan kontolnya dengan lubang vagina Maya.

“ssshhhaahhhh.” Hanya desahan yang keluar dari mulut Pak Eko, vagina Maya seperti memilin dan menyedot lebih dalam hingga ujung kontolnya seperti menabrak dinding tebal.

“ayooo goyang PAKKKK.” Maya berteriak manja sembari menatap wajah Pak Eko dengan ekspresi binal.

“Gak semudah itu geulis, sabar dong hahaha.” Kontol Pak Eko masih tetap di dalam vagina Maya namun tak kunjung digerakkan.

Tangan yang sudah berkeriput itu menggapai payudara Maya dan meremasnya dengan gemas. Terlihat sebagian tubuh Maya memerah akibat sedotan yang begitu kuat.

“ayo dong Pakkk ssshhhhh.” Maya kian gemas karena Pak Eko tak kunjung bergerak, dirinya bak dipermainkan dan itulah yang menimbulkan sensasi baru.

Vagina Maya mulai bereaksi dengan meremas secra tiba-tiba, Pak Eko terkejut karena baru kali ini rasa yang begitu hebat jatuh bersamaan.

Vagina Maya yang rapat. Kulit putih mulus. Beberapa helai rambut yang jatuh lepas dari ikat rambut.

Pantulan wajah cantik Maya yang bersemu merah terlihat dari kaca ruang tamu itu.

Dengan perlahan Pak Eko mulai mengayunkan penis yang sejak tadi hanya diam. Entah mengapa staminanya kembali berkobar setelah mendengar Maya mendesah.
“Jangan ditahan kalo emang mau desah.” Rayu Pak Eko sembari memainkan rambut Maya dengan lembut.

“BAPAK sshhhh gak liat didepan orang lalu lalang?.. sshhh aww.” Maya menjawab dengan terus bergerak maju-mundur karena penetrasi Pak Eko semakin beritme cepat.

“ssshhhh ahhh Pakkkk.” Pak Eko masih fokus dalam menggenjot Maya tanpa menghiraukan lalu lalang orang di depan halaman rumah Maya. Kesempatan ini tak akan Ia sia-siakan.
“ssshhh Pak Aku mau nyampessshhhh ahhh awww.”

“Tahan Maya, Aku juga mau nyampe… shhh uhhh memek kamu enak banget..”
Pak Eko menambah kecepatannya, ditariknya rambut Maya hingga sang empu terpaksa mendongak.

“pakk eughhh aww terus Pak lebih cepat… sshhh.”
“ssshhhh ahhhhh aku nyampe Mayaaaa ssshh.” Pak Eko memuntahkan mani yang begitu banyak

“AWWW SHHH Aku nyampee Pakkkk.” Seperti terbang menuju nirwana, Maya terus bergetar seiring dengan cairan yang terus keluar dari rahimnya.

Bau sperma dan kemaluan Maya bercampur dan menetes hingga ruang tamu yang saat ini ditempati kian basah.

Perlahan Pak Eko mencabut penisnya dan duduk mensejajarkan dirinya dengan Maya.
Dengan tatapan sayu dan lelah Maya mulai menegakkan badan, pipinya memerah saat Pak Eko tiba-tiba memeluk dan mencium keningnya dengan penuh rasa nyaman.

“Maaf ya saya tiba-tiba kayak gini.” Ucap Pak Eko sembari mengusap kening Maya yang penuh dengan bulir keringat. Terlihat dengan jelas Anto datang dan langsung ikut memeluk Maya dengan tatapan rasa bersalah.

Maya tahu betul suaminya memiliki fantasi yang berbeda dengan orang lain dan Ia memaklumi itu.

Tak ada penyesalan dalam diri Pak Eko, jiwa mudanya seketika bangkit dan menjadi buas saat melihat Maya tersenyum meski hanya dia yang bisa melihat, sangat kecil tapi sangat berarti.

Sepintas senyumannya sama persis seperti mendiang istrinya meski vagina Maya jauh lebih enak dan legit.

“Jaga istri kamu baik-baik Anto, Dia wanita yang nerima fantasi aneh kamu. Panggil saya kalo kamu masih penasaran.” Tanpa memakai baju kembali Pak Eko langsung keluar menju rumahnya dan melanjutkan kegiatan cuci motornya yang sempat terpotong oleh kenikmatan duniawi yang masih bisa ia rasakan.

Lamunan Anto seketika buyar saat Ryan mengetuk pintu kamarnya.

“Pah, Lisa mau nginep malam ini.” Anto hanya bias mengangguk pelan.

“Papah sakit?.” Balas Ryan dengan nada khawatir.

“Engga, Cuma kangen Ibu kamu. Yaudah suruh Lisa tidur di kamar kakak kamu aja. Jangan ngelewatin batas kalo belum halal.” Sembari menutup pintu, Ko Atong mulai tertegun saat Ryan dengan begitu gamblang mencintai Lisa.

Hanya bisa menatap jendela kamar yang langsung menghadap taman bunga seluas 12 meter persegi itu.

Malam ini seakan menenggelamkan rasa rindunya terhadap Maya, seakan tergantikan oleh prilaku lembut Lisa yang sampai saat ini masih Ia bayangkan jika bisa menikmati tubuh wanita pujaan anaknya.

Rasa lelah segera menghinggapi mata Ko Atong yang mulai menyamankan tubuhnya.
Malam ini menjadi saksi dimana Ko Atong yang kembali bergairah dan Lisa yang mulai merindukan belaian pria jantan, bukan Ryan tentunya.
 
4 | SANG PENAWAR
Pagi ini semua pria kampung sedang bergotong-royong membersihkan lingkungan sekitar, tak terkecuali Ryan dan Ko Atong yang kini sedang mencabuti rumput di sekitar jalan depan rumahnya.

Kabar terakhir menyebutkan minggu depan beberapa pejabat akan datang untuk konsolidasi masalah K3.
“Koh, cape atuh kalo dicabut terus.” sapa Pak Beni sembari mengacungkan gunting rumputnya.

“Pas pisan euy Pak Beni datang….” Ko Atong terkekeh sembari menepuk pundak Pak Beni.

Pria yang lahir di tanah timur Indonesia itu terkenal ramah dan tak sungkan memberi bantuan.
Masih jelas dalam ingatan Ko Atong akan jasa Pak Beni yang membantu istrinya saat melahirkan Ryan.

Saat itu ia sedang ditugaskan untuk memasarkan produk baru dari perusahaan ia bekerja. Satu bulan lamanya ia meninggalkan Maya yang tengah hamil besar.

Berharap pada Pak Eko hanya akan menimbulkan masalah baru, hinga ada tetangga baru yang dengan terbuka siap siaga jika sewaktu-waktu Maya melahirkan.

“Ehh Pak Beni, gimana pak operasi kemarin?.” Ryan yang menyudahi kegiatannya, mulai ikut dalam percakapan dengan ayahnya itu.

Diseruputnya teh panas buatan Lisa yang kini menjadi isteri sahnya.

“Syukur Yan, operasinya lancar tinggal check up lanjutan tiap minggu. Gimana nih pengantin baru, lagi panas-panasnya ya hahahaha.” Pak Beni ikut menuangkan teh panas.

Mendengar candaan itu Ryan dengan spontan menyemburkan teh yang baru diminumnya sehingga langsung mengenai baju Ko Atong.

“Astaga Yann, nih baju bapak jadi basah..aku tinggal dulu ya Pak Beni.” Ko Atong terpaksa meninggalkan percakapan yang mulai seru itu.

Dengan tergesa karena mulai terasa lengket, Ko Atong kembali masuk rumah tanpa memperdulikan jika ada orang di kamar mandi.

Lisa yang saat itu sedang mencuci baju terkaget karena pintu kamar mandi yang terbuka secara tiba-tiba.

Saat itu Lisa hanya memakai celana hot pants dan BH yang tak dapat menyembunyikan payudaranya yang ranum.

Kulit Lisa yang putih mulus sungguh kontras dengan BH yang berwarna merah darah, ditambah cepolan rambut yang tak diikat sempurna membuat aura kecantikannya bertambah.

Lisa sadar betul posisinya salah karena ia memilih untuk berdiri yang membuat penglihatan Ko Atong lebih jelas. Ditatapnya wajah mertua yang selama ini ada didalam imajinasinya saat berhubungan badan dengan Ryan.

Waktu terasa bergerak begitu lambat saat dua insan yang sudah dewasa sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Ko Atong pun memutuskan kembali menutup pintu kamar mandi dan tak dapat menyembunyikan jantungnya yang bekerja begitu cepat.
Sebenarnya Ko Atong tak begitu jelas melihat lekuk tubuh Lisa selama ini, pakaian yang longgar dan pemilihan warna yang gelap menjadi pilihan menantunya selama ini.

Baru saat ini ia bisa melihat dengan jelas bentuk tubuh Lisa yang sedang berjongkok memunggungi dirinya. Sungguh beruntung ia belum sempat membeli mesin cuci yang baru.

Lisa yang hanya memakai BH membuat nafsunya naik hingga ujung kepala, hingga tak sadar kejantannya mulai menegang dan tak bisa diatur.

Hanya bisa mengatur nafas Ko Atong langsung berjalan menuju kamarnya karena mendengar suara pintu depan terbuka, hingga tak lama suara Ryan terdengar.

Malam pun tiba.

Kondisi makan malam saat ini terasa canggung, Lisa yang terus memikirkan betapa nyamanya jika dibelai oleh penis Ko Atong hanya bisa melamun sembari menyendokkan beberapa lauk kedalam mulutnya.

Ryan yang peka pun langsung mengintrupsi dengan cara mengetukkan sendoknya.

Bunyi ketukan langsung membuat lamunan Ko Atong dan Lisa buyar.
“Ada apasih sebenernya?” Tanya Ryan dengan muka yang kebingungan.

Dengan tergesa Ko Atong langsung meneguk air putih disampingnya guna menetralisir rasa berdebar.

“eeee tadi siang Lisa ngerusak pot Bapak.” Alibi Lisa karena bingung alasan yang cocok untuk menutupi kejadian pagi tadi.

“terus, jadi saling marah gitu ?.” Tanya Ryan yang tak habis pikir jika istri dan ayahnya bertengkar karena masalah sepele.

“hehe, maafin bapak yaa Lisa. Bapak Cuma masih belum nerima pot bapak pecah.” Luntur sudah ketegangan Ko Atong.

Ditatapnya sang menantu yang saat ini memakai dress pendek yang sedikit menampakkan tali daleman berwarana merah itu.
Lisa pun menjadi salah tingkah karena mertuanya menatap dengan intens.

Waktu terasa bergerak dengan lambat hingga Ryan kembali mengetukkan sendoknya.

Ko Atong dan Lisa menjadi salah tingkah kala melihat Ryan yang tersenyum lucu, mungkin Ryan menganggap semua ini terjadi karena masalah pot bunga yang dikarang Lisa.

Dibalik itu hanyalah kebohongan yang ditutupi. Norma dan adat yang melilit menambah kebingungan Lisa yang tak dapat menyembunyikan nafsu liarnya.

Ko Atong pun memilih kembali ke kamar karena ingin segera menyudahi fantasi yang semakin tak karuan.

Seakan paham, Lisa segera membersihkan bekas makan mertuanya itu. Namun, sebelum Ko Atong berdiri Lisa dapat melihat dengan jelas bayangan penis Ko Atong yang sudah menegang sempurna.

Tanpa sadar cairan vagina Lisa menetes dengan perlahan.
Ryan masih fokus dengan makanan dimeja.

Ko Atong terkejut melihat cairan itu mengalir dengan pelan, tangannya dengan refleks mencuil cairan vagina itu, dengan cepat dijilatnya tanpa mempedulikan anakanya yang sedang makan tepat didepannya.

Rona merah tampak terlihat dengan jelas saat ini, dengan sengaja ia menjatuhkan sendok yang ada di piring mertuanya itu. Sembari menunduk Lisa menggigit dengan gemas penis berukuran jumbo milik Ko Atong, sang empu hanya bisa meringis sekaligus waswas.

Gerakan itu terjadi begitu cepat karena sesudahnya Lisa kembali bangkit dan beranjak menuju dapur.

“Pah, tadi ada bu Andri ke toko. Dia pengen pesen tepung buat bulan depan, jumlahnya lumayan banyak. Kemungkinan Ryan bakal cari produsen lain untuk nutup harga.” Namun Ko Atong masih melamun sembari memegang penisnya yang makin tegang setelah perlakuan Lisa tadi.

“Pah?.” Gubris Ryan
“Pah?” Kembali Ryang menggubris Papahnya sembari menyentuh siku sang empu.

“Ehhh, kenapa Yan hehe.”
“Ryan bakal keluar kota nyari produsen baru.” Terang Ryan yang sudah malas

“berapa hari?, kasian Lisa. Kalian baru nikah minggu kemarin masa udah ditinggal.”

“seminggu paling Pah, Aku titip Lisa ya…” Ryan mengakhir percakapan dengan memilih mengikuti Lisa yang kembali ke kamar setelah selesai mencuci piring.

Ko Atong belum kembali berdiri, lamunanya kembali terbang menuju masa lalu.

30 TAHUN LALU

Dua minggu sudah Ko Atong/ Anto meninggalkan Maya yang tengah hamil besar. Untung saja ada pemuda baik hati yang sedia jika sewaktu-waktu Maya kontraksi.

Ya dia Beni, pemuda asal timur yang baru saja diterima disalah satu perusahaan swasta. Pemuda dengan perawakan tinggi, berdada lebar dan kulit yang hitam.

Ada kesan seram ketika pertama bertemu dengan Beni, namun semua itu luntur ketika senyum manis dan tutur sopan yang ia tunjukkan.

Saat itu Anto kebingungan karena ditengah hamil besar tak ada orang pengganti yang bisa menjadi perwakilan perusahaan tempatnya bekerja, hingga keputusan menitipkan Maya tiba-tiba saja terlintas.

Sebenarnya ada Pak Eko yang siap menggantikan tugasnya menjaga Maya, namun semenjak kejadian itu Ia tak rela jika Maya diperlakukan kasar lagi.

Saat itu tugasnya selesai lebih cepat, ia memutuskan untuk pulang karena rasa rindu dan khawatir bercampur.

Perjalanan yang cukup jauh rasanya tak membuat Anto merasa lelah hingga ia sampai didepan halaman rumahnya.

Semua tampak sama, bahkan terlihat lebih rapih dari biasanya. Ia sengaja membuka pintu dengan perlahan, bertujuan untuk membuat kejutan bagi Maya.

Oleh-oleh yang sudah ia kemas sedemikian rupa tak lepas dari genggamannya.
Tampak pintu belakang rumahnya terbuka, hanya ada ember bekas menjemur yang sudah mengering dan beberapa gantungan pakaian disisinya.

Batinnya seketika bertanya dimana Maya saat ini karena hanya ada ember, gantungan baju dan pakaian yang sudah tergantung pada tali jemuran.

Lamunannya terdistraksi saat penglihatannya menjadi was-was karena beberapa baju yang beroyang dengan tidak wajar. Seperti ada seseorang yang menggerakkan dengan sengaja.

Kain sprei itu terus bergerak hingga matahari yang sebelumnya tertutup awan mulai kembali bersinar dan menampilkan bayangan yang membuat denyut nadi Anto berdesir dan detak jantungnya berdebar semakin kencang.

“Gila.”

Hanya satu kata itu yang dapat mewakili perasaannya ketika meilihat Maya yang sedang bercinta dengan Beni dengan posisi doggy style. Maya yang meremas kain lebar itu tampak sedang keenakan dan mengimbangi gerak badan Beni.

“ssshhhh Benn Awsshhh ..”
Dengan terus meracau nama Beni berulang kali, Maya tak sadar jika suaminya sedang melihat perilaku bejatnya, dengan tanpa malu suara Maya kembali terdengar dengan desahan yang semakin kencang.

Tubuh hitam itu terus menggerakkan pinggulnya sembari meremas payudara Maya yang membesar efek hamil, tubuh Maya seperti boneka yang tak berdaya setiap kali Beni menghentakkan penisnya dengan cepat.

Namun rasa yang berbeda dirasakan Anto, sensasi cemburu dan nafsu saling terbelit dan tanpa sadar tangan Anto mulai meremasi selangkangannya, Ia pun memilih untuk pergi dan tak mengganggu perbuatan bejat istrinya itu.

Dengan sedikit berlari Anto kembali meninggalkan rumahnya untuk menenangkan diri.

Ditatapnya sebotol air putih yang rasanya tak dapat menurunkan debaran dijantungnya, ide jahil pun tiba-tiba saja terlintas dalam pikirannya.

Telepon umum diseberang jalan mungkin jadi awal semua fantasi gilanya saat ini.

Setelah memasukkan koin, Anto mulai mengetik angka telepon rumahnya. Namun, panggilan itu tak kunjung dijawab.

Bingung.

Marah.

Hingga percobaan ketiga nya membuahkan hasil, terdengar suara gemerisik dan agak ribut di seberang sana.

“Halo Pah, ada apa.” Suara Maya menginterupsi lamunan Anto.

Jantungnya kembali berdebar ketika Ia mendengar suara pinggul yang beradu, meski tak bisa melihat, Ia bisa menebak jika Beni kembali memasukkan penis hitamnya ditengah ruang tamu rumahnya.

Sialan.

“Mamah apa kabar?.” Balas Anto sembari memegangi penisnya yang tegang maksimal.

“sshhhh gimana pah.” Ya Anto semakin bernafsu memainkan perannya sebagai pria bodoh.

“eee mamah kenapa.” Suara Anto bergetar karena menahan nafsunya.

Diluar sudah ada dua orang yang mengantri untuk memakai telepon umum itu. Akal sehatnya sudah buntu saat hanya suara pinggul beradu yang memenuhi pendengarannya.

Anto pun bingung karena hasratnya harus diselesaikan saat ini juga, tak ada jalan keluar lain selain onani.

Namun, Anto bingung harus dimana ia mengeluarkan penisnya. Terlihat antrian bertambah menjadi 3 orang.

Dengan sedikit malu Anto membuka pintu wartel itu dan sedikit membungkukan dirinya.

“Pak-Bu maaf yaa saya mungkin agak lama memaki teleponnya. Istri saya sedang kontraksi.”

“oh santai aja Pak, lanjutkan saja.” Ucap seorang pemuda yang ia tebak seorang mahasiswa.

Seperti mendapat lampu hijau Anto kembali menutup pintu wartel itu, sebenernya pintu itu hanya bisa menampakkan dada hingga kepala Anto.

“PAH ssshhh, masihhhh nyambungssh kan?.” Suara binal Maya kembali terdengar.

Dengan agak tergesa Anto mengeluarkan penisnya.
“Iya Mah…. Kamu lagi apasih kok berisik.” Tangan Anto mulai bergerak seirama dengan suara hentakkan pinggul Maya.

Entah kaget atau merasa bersalah jika suami nya tahu, suara hentakkan pinggul itu tidak terdengar lagi, Anto pun menghentikan kocokan tangannya.

Ditatapnya antrian wartel semakin panjang, ada rasa bersalah dihati Anto namun akal sehatnya seperti tertarik pada lubang hitam yang penuh akan dosa.

Bingung dan marah bercampur saat suara jeritan kenikmatan dan racau Beni terdengar.

“Pahhssshh, Mamah lagi bersihin rumah. Papah lagi ngapain disana.” Gila, Ia tahu betul Maya sedang disodok penis besar milik Beni sialan.

“Mhhhh Papah lagi beres rapat nih mah.” Balas Anto yang semakin mempercepat kocokan tangannya.

Terlihat diluar antrian wartel sudah panjang dan suasana semakin panas saat tak ada awan yang menghalangi sinar mathari.

Tak lama tiba-tiba Anto mendengar suara jeritan Maya.
“Pahhsshh awww Ben.”
“Pahshh..”
DEG.
DEG
DEG.
Bersamaan dengan suara Maya yang keceplosan, Anto pun mencapai orgasme terbaik sepanjang hidupnya.

Spermanya menyembur kesegala arah dan mengenai gagang telepon yang Ia genggam.

Dengan tergesa Anto membersihkan dengan sapu tangan yang selalu ia bawa, dengan cepat ia langsung keluar dari wartel.

Terlihat sudah ada lima orang yang masih setia menunggu giliran untuk menelpon.

Dengan raut bersalah Anto menunduk melewati beberapa orang yang sudah kesal dibuatnya.
 
5| PETRICHOR

Aroma tanah sehabis hujan semalaman membuat ko atong terbangun dari mimpinya, dinginnya pagi ini menusuk hingga membuat sebagian tulangnya linu. Memang, factor usia menjaid salah satu penyebab terbesarnya. Namun tidak dengan hasrat ko Atong, makin sini hayalnnya tentang Lisa kian memuncak.

Diusapnya muka yang saat ini sudah dipenuh keriput.

“hmmm, andai saja tubuh ini sekuat dulu, dan kontolku pasti menarik hati Lisa.” Ucap Ko Atong sembari mengusap penisnya yang sudah tegak mengacung.
Memang udara pagi ini sangat pas untuk melakukan hubungan badan atau sekedar saling berpelukan, tapi apalahdaya dirinya yang tak punya wanita disisi, kecuali kenangan yang semakin membiru dan hilang digantikan aroma tanah yang kian menguar.

Aroma kopi mengusik lamunan Ko Atong, dengan sedikit dorongan ia berjalan menuju ruang makan yang tepat di depan pintu kamarnya. Telihat Anto yang sedang meminum kopi sembari fokus terhadap gawainya, sedangkan Lisa entah berada dimana.

“Lisa kemana A?” tanya Ko Atong
“Ehh Pak, itu lagi bayar galon di depan. Anto berangkat jam 9 nan ya.” Ucap Anto tanpa mengalihkan pandangannya dari gawai berlogo apel itu.
“oalah, Bapak ke depan dulu.” Dengan langkah pelan Ko Atong bergerak menuju ruang tamu yang tersekat oleh partisi rak hias, memang kondisi rumah ko Atoang tak berubah banyak sejak dulu kecuali dapur yang telah direnovasi hingga terdapat pantry.

Jendela yang tersamarkan kain gordyn putih tak cukup mampu menutup bayangan Lisa yang pagi ini memakai rok lebar berwaran cream dan dipadukan dengan kaos berwarna merah pudar. Ia terllihat sedang menunggu seseorang, dan hanya terdapat motor butut dengan rak galon yang berada di belakang jok itu.

Ko Atong sedikit heran dengan Lisa akhir-akhir ini, seperti ada yang disembunyikan. Dan puncaknya semalam, ia dengan sadar merayunya bahkan seperti lebih binal.

Dan benar saja, tukang galon menghampiri Lisa dengan uang berada di genggamannya, namun saat hendak memberikannya pada Lisa, uang itu tampak sengaja di jatuhkan dan membuat tubuh Lisa menunduk dengan spontan. Tak tinggal diam tukang galon itu segera ikut menunduk sehingga keduanya berbenturan tepat dikepala.

“duhh, Akang ihh..” jerit Lisa manja.
“Aduh, maaf neng. Akang ga sengaja.” Ucap tukang galon dengan raut yang dilihat Ko Atong sedang malu-malu.
“gapapa kang.”

DEG

Ko Atong tersentak saat ucapan Lisa tadi dibarengi tangannya yang lansung meremas selankanagn tukang galon tersebut, spontan tukang galon itu limbung dan terjatuh. Lisa yang ,melihat itu hanya tertawa dan segera membantu tukang galon itu.

“Ah eneng mah gitu, kalo suamninya lihat kan bahaya.” Adu tukang galon sembari berdiri dan menepuk celananya yang tampak kotor karena tanah masih basah.
“berarti suka ya.. hihi” balas Lisa sembari menarik tangan tukang gallon, dan langsung bergerak kearah garasi yang berada di sebelah kanan Ko Atong.
Dengan tergesa-gesa ko atong langsung mengambil posisi di balik mobil yang terparkir. Terlihat siluet lisa dan tukang galon yang saling berhadapan.

Tukang glaon itu memiliki tinggi 185cm dengan badan kurus, rambutnya ikal dengan pakaian yang ia tebak didapat dari hasil pemilu tahun kemarin.
“Akang sange ya hihi.” Bisik Lisa sembari menaruh kedua tangannya di dada tukang galon itu.

Saat ini posisi Lisa berada di depan garasi dan bersebelahan dengan mobil dan tertutup pintu garasi yang terbuka setengah, namun cahaya dari sisi yang tak tertutup masih bisa membuat ko Atong melihat siluet Lisa dengan jelas, posisi yang di pilih Ko Atong adalah gudang perkakas yang memiliki jendela kecil dan berdebu.
Saat ini Ko Atong hanya harus menahan batuk karena ruangan ini sangat berdebu.

“Eeehh, jangan atuh neng…. Akang malu kalo gini mah.” Balas tukang galon menurunkan tangan Lisa dengan perlahan.

“Akang, galon nya berapa..” teriak lisa, Ko Atong tahu cara itu dilakukan agar mengelabuhi Ryan yang dari tadi sibuk bermain gawai nya.

“Sssstt, Akang diem. Di dalem ada suami aku…” bisik Lisa

“hehe, siap neng… akang harus gimana?.” Bisik tukang galon sembari mencubit payudara Lisa, dan dibalas dengan cubitan di perut tukang galon itu.

Udara semakin dingin, tapi tidak dengan hati Ko Atong yang semakin berdebar dan terus mengalihkan pandangan antara Lisa dengan Ryan.

Ryan Nampak masih fokus dengan gawainya sembari menyeruput kopi, sedangkan Lisa terkiaht mulai merendahlan hingga lututnya bersentuhan dengan lanta garasi, Ko Atong tahu jika Lisa akan melakukan apa. Dengan gerakan pelan yang berirama tangan itu mulai mengusap kejantanan tukang galon yang saat itu memaki celana jeans pendek.

“sshhhh enak neng…” desah tukang galon sembari mengusap kepala Lisa dengan penuh makhsyuk
Sang empu tidak menjawab dan masih fokus mengusap selangkangan itu.
Hujan gerimis tiba-tiba mulai menciumi tanah yang pagi ini sedang diwarnai perselingkuhan Lisa.

Siluet menghilang dan hanya menyisakan gelap.
Ko Atong hanya bisa terdiam, kaca yang semula menampilka tingkah menantunya berganti dengan pantulan mukanya yang terlihat tegang dan sedikit berkeringat.

Rintikan hujan berganti degan tempo yang lebih cepat, suara gempuran air menyamarkan percakapan Lisa dengan tukang galon. Hanya bisa pasrah Ko Atong mulai berdiri dan kembali menuju ruang tamu. Terlihat Ryan menyudahi sarapannya dan sedang berada di tempat cuci piring. Sedang Lisa entahlah, mungkin masih asik bercumbu.

Ditengah lamunanya, Ko Atong tersentak.
“Beh, Lisa mana?” tanya Ryan sembari menghampiri Ko Atong
Mungkin jika situasinya normal Ko Aatong bisa menjawab dengan cepat, tapi tidak dengan kali ini. Sama seperti menggali lubang untuk dirinya sendiri.

“eeeee, tadi di depan Yan.” Jawab Ko Atong dengan suara bergetar
Matilah sudah, batin Ko Atong.

“Lama bener..” balas Ryan sambil berlalu meninggalkan Ayahnya yang sudah tegang.

Adegan ini seperti bergerak lambat, Ryan yang santai dan Ko Atong yang berdebar menanti peristiwa berikutya.
Entahlah, pikiran Ko Atong sudah buntu.
Hingga

“Lisaaa apa apaan kamu!.”

........

Terkadang semua peristiwa harus dilihat setidaknya dari dua arah. Pagi ini habis sudah kesabaran Ryan saat melihat istrinya sedang asyik mengelap mobil ditengah kondisi kehamilan. Tentunya reaksi ini berlebihan, karena saat ini Lisa hanya bisa menangis sembari memegang mug berisi teh panas.

Tak jauh berbeda Ko Atong yang hanya bisa temenung, apakah semua itu hanya hayalannya sendiri?.

Berulang kali Ko Atong menanyakan pada benak dan ingatannya, berbagai cara sudah ia coba namun nihil, tak lama setelah teriakan Ryan, Ko Atong segera beranjak menuju garasi. Tapi sayang, hanya ada ember berisikan sabun cuci. Tak ada motor di depan apalagi tukang galon.

Heran.
Bingung.

Bahkan jari Ko Atong masih terus bergetar, melihat semua kilasan balik dari hari kemarin. Tingkah binal Lisa, tatapan merayu Lisa atau bahkan peristiwa dikamar mandi. Itu semua hayalan?

Tanda tanya besar menimpa pria tua itu. Giginya bergetar, ia tahu betul ini bisa jadi tanda-tanda penyakit pikun atau lebih parah Skizofrenia, ia tahu betul mendiang Maya menjelang akhir hayatnya di diagnosis penyakit ini. Halusinasi tak berkesudahan bahkan hampir gila.

Satu persatu rangakaian ingatan Ko Atong seperti hancur berkeping-keping, bersama turunnya hujan di Kota Bandung yang semakin besar.
Samar suara obrolan Lisa dengan Ryan mengganggu monolognya, dilihatnya Lisa yang sedang dipeluk Ryan. Akal Ko Atong seketika terfokus pada satu pilihan, bukan tentang hasrat apalagi nafsu. Ini jauh lebih besar, masalah kejiwaannya.

Pilihan pertama, ia yakin betul jika Lisa memang binal. Dan voila! Kesehatannya aman.

Namun, jika itu gagal otomatis Ko Atong bernasib sama dengan istrinya. Menjadi pengidap Skizofrenia.

Helaan nafas menjadi akhir dari segala pertarungan batin, Ko Atong meneguhkan keyakinan dan segera beranjak dari sofa ruang tamu untuk menuju kamarnya.

Saat melewati ruang keluarga, Ryan mengintrupsi ayahnya itu.
“Beh, bisa bantu jaga Lisa kan?”. Ucap Ryan polos.
“kamu jadi berangkat meski hujan gini?.” Balas Ko Atong dengan keheranan.

“Iya Beh, nanggung semua akomodasi udah di booking. Oh iya, Lisa lagi ngidam. Maaf Ryan baru ngasih tahu kabar ini ke Babeh hehe.” Ucap Ryan yang masih memeluk tubuh Lisa
“Rencananya minggu depan sekalian pas ulang tahun Babeh, tapi ya gimana lagi…. Yaudah Ryan berangkat dulu yaa.” Lanjut Ryan sembari berdiri dan masih berpegang tangan dengan Lisa.

Entah mengapa tatapan Lisa seperti menunjukkan raut jumawa, batin Ko Atong bergejolak antara kebenaran fikirannya atau ini semua masih mimpi. Entahalah, yang pasti mulai hari ini investigasi terhadap menantunya akan dimulai.
“Kamu hati-hati dijalan ya sayang” ucap Lisa dengan manja

Ko Atong hanya bisa berdecih dalam hati, jika saja Ia bisa menunjukkan pada Ryan maka hari ini wanita itu sudah pergi dari rumah ini. Tak ada lagi nafsu, hanya ada rasa amarah yang semakin memuncak di benak Ko Atong.
Tapat pukul Sembilan pagi, keluarga kecil itu melepas kepergian Ryan, terlihat Lisa masih setia di depan pintu garasi sembari melambaikan tangan kearah mobil meski tertutup derasnya hujan. Sedangkan Ko Atong memilih kembali ke kamarnya, rasanya pening jika terus memikirkan semuanya.
“Lisa, Babeh ke kamar dulu ya.” Yang hanya di balas anggukan oleh Lisa.
----
Saat ragu membelenggu
Saat mimpi berubah saru
Saat senyum manismu membiru
Saat itu pula aku meragu
---
Sore hari di kediaman Ko Atong.

Sepeninggal Ryan, rumah ini terasa sepi. Tak ada obrolan hangat antara Lisa dengan anaknya. Ko Atong sendiri sedang hanya diam dan terduduk disisi ranjang sembari memegang kalung mendiang istrinya.

Semua penyesalan memang datang di akhir, tak tanggung-tanggung semua perlakuan dia pada Maya sejak dulu berkumpul pada lubang karma yang membesar seperti lubang hitam yang menghisap segala kejahatan dan menghasilkan penyesalan dikemudian hari. Anaknya yang sedang kasmaran menjadi korban kelakuannya dahulu, mendapat isteri dengan kelakuan bejat dan segala misterinya.

Namun, itu semua tak berbanding lurus jika penyakit ini memang di idapnya.
Tok Tok Tok
“Beh, makan malam dulu…” Seru Lisa
“Iya Lis, bentar Babeh mandi dulu.” Balas Ko Atong
“Lisa tunggu ya Beh..” Putusnya.

Kaus dalam, celana dalam, celana pendek dan handuk. Semua sudah disiapkan Ko Atong diatas kasur sebelum masuk kedalam kamar mandi.
Ritual berjalan seperti biasa sampai saat Ko Atong termenung di depan cermin yang menghadap dirinya dan pintu kamar mandi.
Cermin berukuran 1 meter persegi itu menampilkan pria tua dengan keriput disana sini.

Ko Atong memegang dadanya yang istilah sunda sudah ‘manyun” itu.
Diangkat dan diusap secara perlahan sembari membayangkan jari Lisa yang sedang menyentuhnya. Sentuhan itu terus berlanjut hingga tangannya mulai turun kearah perut. Bermain antara lipatan lemak dan pusar yang tak terlewatkan untuk di jamah.

‘babeh Lisa sangeeeeee’

Bisikan itu semakin membuat penis Ko Atong berdiri, dilihatnya tegak dan mengacung. Mata Ko Atong kembali terpejam.

Sentuhan itu masih berada di perut, namun ada sentuhan lain yang bergerak dari arah bawah, setuhan itu bergerak sangat lambat diantara bagian paha hingga berakhir di pantat Ko Atong bersamaan pula degan sentuhan yang sebelumnya berada di perut, kini sudah berada di penis.

Sentuhan itu menagih dan bergerak dengan ritme acak, mengocok.
Sshhhhh
Shhhhhh
‘Lisa sangehhhhhh Behhh’
Akhhhhh sentuhan itu terus bergerak tanpa henti, dada Ko Atong tak lepas dari jamahan saat kocokan semakin cepat hingga puncak kenikmatan akan tercapai mata Ko Atong terbuka.

“akhhhhh aku keluar LISAAAAA” desah Ko Atong di depan cermin.

Hanya ada Ko Atong.
Tak ada Lisa.
Tak ada wanita lain.

Hanya pria tua yang sedang onani sembari memegang dadanya sendiri.
Rasa bingung dan benci bersatu saat mata Ko Atong menatap dirinya sendiri, air matanya menetes dengan perlahan.

“AKU SAKIT MAYAAA!!!!!”

Terkadang semua berjalan sebagaimana penglihatan kita
Tanpa tahu
Tanpa mau tahu
Meski kenyataan sudah terlihat jelas
Biar harum tanah yang mengambil peran
Tidak dengan asa ini.
Petrichor.
 
6| R A S A
Hanya suara sendok yang beradu dengan piring saat Ko Atong mengakhiri makan malamnya, tumis kangkung dipadukan dengan ikan mas goreng dan sambal dadakan berhasil membuat pria tua itu berkeringat. Hujan masih saja turun, seperti tidak tahu harus menahan beban—hanya nafas kasar dan sedikit gerakan Ko Atong melihat menantu dihadapannya itu. Sedangkan diseberang Lisa masih khusyuk memisakan daging dengan duri ikan mas. Perlahan tapi pasti tangan putihnya itu telaten menghabiskan nasi beserta lauk yang sedari sore sudah ia siapkan.

“enak gak beh ikan nya?.” Tanya Lisa memecah keheningan.

“Enak Lis, kayaknya ini bakal jadi menu favorit Babeh.” Jawab Ko Atong yang langsung menatap Lisa. Dengan masih tertunduk pada piring di bawah, Lisa hanya mengangguk.

Ko Atong terpaku pada rambut Lisa yang terurai diantara leher dan Pundak, jari-jari lentiknya menaruh duri pada samping piring---sedangkan mulut manisnya tak berhenti mengunyah. Tak terasa penis Ko Atong mulai berdiri dan otakanya berfantasi liar. Dilihatnya lagi baju yang dikenakan Lisa, kaos polos berwana putih yang bisa dengan mudah Ko Atong tebak warna dalaman Lisa.

Merah tua.

Warna favorit menantunya yang ia tahu setelah rajin melihat jemuran bkini milik Lisa dibelakang rumah yang tak jauh dari warna merah tua dan hitam, ia membayangkan jika jari-jari yang mungil itu sedang mengelus selankangan keriputnya ini. Sungguh, jantung Ko Atong berdebar tiap kali membayangkan tangan mulus menantunya bisa dengan telaten seperti memisahkan duri ikan.

Mata Ko Atong masih terfokus pada setiap Gerakan didepannya itu. Lisa masih saja memilah duri.

Penis Ko Atong masih saja berdiri, hingga terpaksa harus membenarkan posisi agar tidak sesak. Saat tangan tua itu sedang asyik memilih posisi yang tepat, mata Lisa tiba-tiba terpaku pada Gerakan mertuanya. Ia yakin jika mertuanya itu sedang apa, tapi satu hal yang ada difikirannya.

Apa penyebab Ko Atong menjadi bernafsu?.

Hilang sudah nafsu makan Lisa saat gerakan Ko Atong berubah menjadi gerakan konstan, seperti sedang mengelus---bahkan matanya terpejam dan mengeluarkan lenguhan pelan. Rasa aneh seketika menjalar hingga menyentuk titik syaraf vagina Lisa. Rasa berkedut dtambah dingginnya malam ini membuat pikiran Lisa buntu.

Nafsu.

Tubuh putihnya seketika berdiri dan memilih pergi dari meja makan, sedangkan Ko Atong masih asyik mengelus kejantannya. Mungkin suara hujan yang membesar membuat Ko Atong tak menyadari jika Lisa sudah tidak ada dihadapannya. Kepalanya bergerak menuju belakang---tapat di belakang pintu kulkas yang terbuka Ko Atong melihat Lisa sedang menungging, seperti mencari sesuatu.

Ko Atong hanya termenung sembari terus mengelus kejantannya, gesekan antara jari dengan celana kian memanas seiring dengan cepatnya gerakan tangan Ko Atong. Lisa masih saja menunungging bahkan kali ini pantatnya lebih condong dan seperti menggoda Ko Atong.

Hilang sudah kesabaran Ko Atong, entahlah jika kedepannya akan menjadi runyam---tapi saat ini pkirannya hanya tertuju pada Lisa. Sembari melangkah pelan pria tua itu terus menatap tajam kearah pantat Lisa yang sedang menungging di depan kulkas.

Semakin dekat-semakin cepat pula jantung Ko Atong berdetak, tangan keriputnya ikut bergetar dan,

“ahhhh BABEHHHHH.” Teriak Lisa yang terjekut pantatnya diremas kenacang oleh Ko Atong. Tubuhnya segera berontak namun, sisa tenaga Wanita itu seakan terkuras begitu saja. Sedangkan dibelakangnya Ko Atong masih saja meremas pantat Lisa yang hanya berlapiskan kain dress.

Mulut Ko Atong bergerak kearah tengkuk Lisa yang tepat dintara sela kulkas yang masih terbuka. Tangan Lisa memegang erat pintu kulkas, tangan kirinya berusaha menggapai kepala Ko Atong yang terus saja menciumi tengkuk dirinya.

“BEHHHHHH Lisa mohon…. Sadar behhhhh akhhhhh” ucapan Lisa tak sesuai dengan reson tubuhnya yang semakin menungging, lelehan cairan vagina Lisa sekaan tak tahu malu. Aerola merah mudanya sudah mengacung tegang.

Tak ada jawaban dari Ko Atong, tangan-mulut-penis Ko Atong masih saja menjahili tubuh menantunya. Kini penis Ko Atong sudah mengacung maksimal, namun tertahan oleh celananya, ia terus menggesek diantara belahan pantat Lisa yang kini menjadi sasaran empuk Ko Atong.

“mmmhhhh Lisaa babeh sangeeeee…..” geram babeh.

“ awhhhh behhhhh.” Jerit Lisa yang kesakitan saat payudaranya diremas dengan kuat.

“shhhhh ahh lisaaaa”

Kedua insan itu seperti kehilangan akal dan melupkan etika, bahkan kini sudah tak ada lagi perlawan berarti dari Lisa, keduanya sudah menyatu dalam untaian kenikmatan duniawi yang saling mencari akan rasa sesaat.

Nafsu.

Riuh hujan masih saja mengisi pendengaran Lisa, tatapannya kini terpaku pada wajah Ko Atong yang tepat berada di selangkangannya. Suara jilatan dan kecupan menggelitiki telinga Wanita yang kini tengah mengandung anak pertamanya itu.

Sedang Ko Atong masih saja asyik menciumi dan menjilat vagina Lisa yang memiliki wangi khas.

“akhhhhh behhh udahhh….” Desah Lisa

“shhh slrupppp…”

“akhhhhhh…” Lisa menjerit kencang saat orgasme nya memnuntahkan cairan kenikmatan yang menyembur di wajah Ko Atong. Paha Lisa bergetar dan vagina nya berkedut. Bertepatan dengan itu, gawai Lisa berdering.

Ko Atong terdiam membisu, sedang Lisa bergegas mengambil gawai di nakas samping Kasur miliknya.

Lisa berdiri dengan kaki sedikit berjinjit menahan rasa geli, entah celana nya sudah kemana---wanita itu menarik napas Panjang dan menerima panggilan yang ternyata dari suaminya Ryan.

“Haloo.”

“Iya sayang.” Balas Lisa.

“Kamu udah makan?.” Ucap Ryan diseberang

“Udah, tadi sih masuk kamar ayy.” Balas Lisa sembari melirik Ko Atong yang tersenyum kecil. Ya, kamar yang dimaksud adalah kamar Lisa dengan Ryan.

“mmmm, kamu lagi apa ayy?.” Ryan Kembali berucap.

“Ini masih.. shhhh” Lisa terkejut melihat Ko Atong yang langsung duduk diantara kedua kakinya. Batinnya hanya bisa sabar melihat mertuanya yang malah asyik menjilati vagina nya seperti tidak ada rasa puas.

“Lagi beres-beres ayy…” sembari menahan rasa geli Lisa hanya bisa menutup mulutnya, seangkan Ko Atong masih saja menjilati bahkan kini memasukkan dua jarinya kedalam vagina Lisa.

“duhhh, istirahat dulu sayang…. Jangan dipaksain.” Balas Ryan yang tidak tahu kelakuan bejat ayahnya.

“iya ini aku mau ah mmhhhh… tidur yang.” Lisa Kembali mejadi bulan-bulanan Ko Atong. Orang tua itu membalikkan posisi Lisa dari berdiri menjadi menungging hanya dalam satu gerakkan. Lisa hanaya bisa menahan rasa maraha sekaligus nafsu secara bersamaan.

“kamu kenapa sih?.” Ucap Ryan keheranan karena suara gaduh yang Lisa buat”.

“enghhh gapapa ayyy.. aku tutup dulu y aini mau tidur.” Lisa tak menampik jika Ko Atong masih perkasa di usia senja. Orang tua itu sedang khusyuk memasukkan penis ke dalam vagina nya.

“yaudah met bobo sayang.” Ryan menutup telepon.

“Sekarang giliran babeh yahhhhh… ahahahah” Ko Atong langsung menggerakkan penisnya secara perlahan.

Lisa hanya pasrah menungging dengan kedua tangan menahan beban diatas nakas. Kini hanya tersisa BH yang masih setia menutupi payudaranya.

Ko Atong bergerak dengan santai namun dihentakkan Ketika menyentuh dinding Rahim Lisa, ia tak habs pikir menantunya memiliki vagina rapat dan bisa memijat.

“sshhhh ahhh enak behhhh.” Desah Lisa yang tak bisa lagi menahan rasa nafsu.

“Yakin hmmm?.” Balas Ko Atong sembari menggigit daun telinga Lisa.”

“sshhhh sakit behhhh teruss……” Ko Atong terus bergerak, tangannya tak berhenti mengeksplorasi tubuh Lisa. Tengkuk, Tellinga bahkan ketek tak lepas dari mulut nya.

Kedua manusia itu saling mencari kenikmatan hingga keduanya sama-sama mengerti jika rasa yang dicita-citakan hamper sampai.

Lisa semakin menunggingkan pantatnya, sedangkan Ko Atong mempercepat Gerakan pinggulnya hingga terdengar suara kulit yang beradu. Hujan sudah mulai reda dan suara jeritan hingga desahan tak lagi terdengar samar.

Tiba-tiba suara telepon dari gawai Lisa Kembali terdengar.

Keduanya seakan kesetanan meskipun melihat ada foto Ryan di gawai Lisa yang meminta untuk diangkat. Tak ada kata ampun lagi berhenti, vagina Lisa berkedut dan Ko Atong pun bergetar hingga…

“akhhhh Babehhhhhhhhh” Lisa memuntahkan cairan nikmat yang disambut dengan sperma hangat Ko Atong…

Keduanya terengah dan Lisa segera mengangkat panggilan Ryan.

“Haloo uhhhh.” Angkat Lisa dengan nafas yang sudah beraturan. Di bawahnya Ko Atong menjilati sisa kebiadaban keduanya.

“Kebangun ya sayang?.” Balas Ryan

“Iya nih, ada apa sayang?.”

“Aku punya firasat gak enak, tapi kamu disana aman kan.”

Lisa hanya melirik kebawah pahanya yang sedang diagarap Ko Atong,

“mmhh aman kok, Lisa tutup ya ayyy, udah ngantuk berat.”

“ok deh, byee.” Tutup Ryan

Tangan Lisa langsung meremas kepala Ko Atong yang masih saja menjilati vaginanya, dia hanya bisa memejamkan mata dan memikirkan masa depannya yang sekarang masuk Kembali kedalam lubang rasa nafsu gelap.

Biar malam yang mengambil alih semuanya, menelan rasa panas didalam dada dan memaksa mata memejam dengan lebih cepat.

BERSAMBUNG...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd