Rabu, 12 Januari 2021, 10:22
" Atatah... Tatah... Mmmm...." Ajeng bersuara pelan sambil meraba wajahku.
" Atatatatatah.... Haaaw..." tiba tiba lengkingan suaranya membangunkanku.
" Hmmm... Cintanya Ayah bangunin ayah... Makasih Cintaku.." ucapku sambil tersenyum.
" Hmm... Hehehe..." jawab Ajeng tersenyum menatapku. Kupeluk bidadari mungil kesayangan kami. Dan baru kusadari kalau tubuhku dijadikan bantal oleh istriku dan si bontot.
" Ayahnya ajak emam nak..." ucap istriku
" Hkkng... Hehehe.... Mmm.. Hhnng..." suara Ajeng lembut
" Kenapa nak? " tanyaku
" Atatatah... Mamamam.... Hnnngg..." ucapnya sambil meraba wajahku
" Hayu.. Ayah juga lapar kok.. " jawabku.
" Haaaaw...." teriak Ajeng bahagia.
" Yu makan dulu..." ajak istriku tanpa mengangkat kepalanya.
" Iya hayu..." jawabku
" Bangun atuh yah..." ucapnya
" Agak susah bangun kalo bunda sama Nong masih nindihin mah atuh..." protesku pelan
" Oo.. Hehehe..." jawab istriku sambil bangkit dan membangunkan si bontot.
Aku bangun dengan sekujur badan terasa remuk. Tapi kupaksakan agar rasa sakit itu terabaikan.
Istriku melangkah ke kamar membangunkan Vilda
" Vil... Vildaa.. Bangun sayang.. Makan dulu..." ucap istriku sambil membelai rambut Vilda.
Vilda membuka matanya sambil meregangkan tubuhnya...
" Hmmmh...." suaranya saat meregangkan tubuh
" Hmmm... Baca doa bangun tidur dulu..." ucap istriku. Vilda menuruti lalu istriku membantunya berdiri. Selesai cuci muka dan sikat gigi ia mencari kacamatanya di tas. Setelah ketemu ia pakai.
Istriku melangkah keluar kamar Vilda dengan Vilda menggelayut manja di tangan kanannya.
Sesampai di meja makan ia masih melihatku menggeletakkan kepala diatas meja.
" Ya Allah sayang. Makan dulu ya... Beres makan tidur lagi juga boleh..." bujuk istriku kepadaku. Aku bangkit dan tersenyum.
Tak lama kemudian kami menyantap makanan yang disajikan istriku. Sesekali aku atau Vilda terlelap sesaat dengan mulut penuh makanan.
" Hahaha.. Abaang... Hahaha... Vilda juga ih.. Hahaha..." ucap si Nong menertawakan kami berdua
" Hmm.. Hah...? Kenapa..?" tanyaku
Tawa Rani dan istriku makin keras melihat respon dariku.
Butuh waktu juga untuk menghabiskan semangkuk ricebowl. Setelah selesai makan aku memaksakan diri untuk tidak tidur. Karena khawatir bablas dan terlewat waktu dzuhur.
" Assalaamu'alaikum.." suara Cipot
Kami serentak menjawab
Wajahnya sama.. Bengep bengep... bahkan ada balutan perban di dahinya. Revka pun benjut. Dan tangannya dibalut perban. Sementara Dennis tidak terlalu terlihat mengalami lebam walaupun jari kelingkingnya juga di perban.
" Wah bang.. Meriah semalem ya? " tanya Cipot sambil mengambil secangkir kopi. Aku mengangguk
" Abang minta " ucapku pada Cipot
" Johan kapan pulang kesini pot? " tanyaku
" Hari ini... Diiyh.. Kirain tau.. Kan sedang dijemput bang Budi..." jawabnya
" Oo.. " gumamku
Tak lama suara Pras, Mey Lin dan Silvia serta Tata terdengar mengucap salam. Spontan kami menjawabnya.
" Hahahaha....." aku tertawa melihat mata Pras bengkak...
Pras sempat terdiam... Lalu ia ikut terbahak...
Canda Tawa serta cerita semalam masih terdengar hingga Cici datang. Ia manyun melihat wajahku memar dan ada luka juga. Ia kesal.melihat Vilda tantenya mengalami hal yang sama.
" Wabud pasti luka luka juga da..." ucapnya ketus. Aku tertawa dan kupeluk putri giok kesayangan kami. Lalu kujelaskan apa yang terjadi.
" Naah artinya si uwa bukan berantem. Tapi bantuin negara ci..." ucap Cipot
" Tapi janji ini yang terakhir...!" ucap Cici sambil memelukku seolah takut kehilangan.
" Uwa ngga berani janji. Tapi uwa akan berusaha..." jawabku. Lalu kukecup keningnya tanda sayangku kepada anakku.
Kuserahkan Cici kepada istriku yang lalu memeluknya. Cici menangis dipelukan uwa Pipitnya yang juga menyayanginya.
Obrolan berlangsung jenaka sambil menjadikan gerombolan asuhan Megawati sebagai bahan bully.
" Vilda.. Sini sayang..." panggil istriku
Vilda menghampiri istriku
" Ini masih ada sisa darah..." ucap istriku khawatir
Lalu ia mengambil cotton buds dan mulai membersihkan hidung Vilda dengan lembut dan hati hati.
" Aaa... Sakiit..." rengek Vilda pelan.
" Sebentar.. Emmmh... Udah dapet.. Nih..." istriku memperlihatkan gumpalan darah yang ia ambil dari hidung Vilda
" Haaah... Legaa. Makasih bunda..." ucapnya sambil memeluk istriku.
Istriku balas memeluk Vilda. Sementara Rani bersandar manja kepadaku. Tanpa mau peduli sepegal apa rasanya badanku hehehe...
" Assalaamu'alaikum..." Suara Drajat dan Sonny terdengar
Kami menjawab salam tersebut.
" Owhh.. Sedang pada kumpul..." ucap Drajat
Kami mengajaknya masuk dan mereka langsung mengambil posisi menggeletak dikarpet. Belum sepicing pun mereka rehat. Demi tugas dan tanggung jawab
Obrolan hangat terjadi diruangan. Berbagai info baru ku terima termasuk mengenai Eka, Nirina dan Ika.
" Ika meninggal karena 2 tusukan di ulu hati ditambah pukulan keras di otak kecilnya. Dan cara tusukannya benar benar amatir. Alatnya juga hanya pisau biasa. Bukan pisau spesifik." ucap Drajat
Aku terdiam dengan wajah mengelam marah. Kepalan tanganku keras bagai batu
" Hmm... " suara istriku perlahan. Membuatku menoleh kepadanya. Ia tersenyum lembut dan tangannya memegang tanganku meredakan amarah dan membiaskan senyum di bibirku
" Yang gua ngga sangka mah... Gerakannya Vilda... Njiirr..." ucap Sonny kagum.
Vilda hanya tersenyum malu.
" Itu yang kepalanya kena sama sniper orang mana sih? " tanyaku
" Ooh.. Si Mikel? Dia preman kambuhan. Anakbuah Vince. Oya.. Si Vince ternyata sepupu si Fred selingkuhannya si Megawati.. Makanya dia mau turun tangan.. " jawab Drajat
" Aku mah belum puas ngehajar si Retno. Ada masalah apa dia sama Kita kita..?" ucap Vilda
" Si Retno itu kalo menurut aku si Vil Gembel arep munggah bale... Tapi gagal. Karena menurut keterangannya sementara dia merasa disepelekan dan diabaikan sama kalian. Terus dia juga ngga bisa diterima sama keluarga ini. " jawab Sonny
" Ya lagian dia juga kecentilan... Sok cantik..." kecam Rani
" Angry bird kuning komen..." ucap Cipot
" Kok angry bird kuning.?" tanya Drajat
" Iya.. Tajem banget mulutnya kalo udah sebel sama orang... Bal9k aja tembus..." jawab Revka sambil memakan gulali milik Rani.
Sonny dan Drajat terbahak mendengar jawaban Revka
Lalu Rani menceritakan pertemuannya dengan Retno saat menjenguk Johan. Dan membuatnya ingin muntah.
Sebuah suara salam mengalihkan perhatian kami. Dan serempak kami menjawab...
" Alhamdulillaaah.." seruku sambil menghambur menuju Johan dan Dhilla
Kupeluk ia...
" Bang... " ucqp Johan terputus tak sanggup melanjutkan
" Iya.. Iya.. Dah kalem aja.. " jawabku enggan membahas
Lalu Dhilla memelukku erat. Tanpa suara ia berterima kasih. Lalu ia menuju Fitri istriku. Tangis bahagia dan berbagai perasaan tumpah ruah disini.
" Cuy.. Makasih ya.. " ucapku sambil memeluk Budi
" Hey..." ucap Budi sambil mendorongku pelan
" Fight as brother... Die as brother!!! Booyaaah..!!" seru kami berdua
Seisi ruangan tersenyum melihat kami berdua.
" Perawat yang lain mana? " tanyaku
" Ntar dijemput sama Ardi selesai shift. " jawab Budi sambil menyomot kue balok yang sedang kupegang dan memakannya
" karena masih agak riskan ya.. Saya akan siapin 2 anggota sabhara buat ngawal mas. Bang Chris udah nyuruh kemaren " ucap Drajat
" Riskan gimana? " tanyaku agak was was
" Yaa.. Anakbuah si Vince masih ada beberapa yang gentayangan. Makanya para perawat bakal di amati secara tertutup " jawab Drajat
Aku mengangguk setuju. Obrolan kami masih berlangsung dan berbagai kisah kelucuan aksi kami jadi bahasan.
Bukan untuk sok jago.. Tapi.. Yaa.. Hanya sebagai bahan candaan.
Lalu kami merencanakan mengantar jenazah Erika ke keluarganya di Bogor. Kami juga meminta bantuan Drajat agar bisa disiapkan pengawalan.
Akhirnya waktu Dzuhur pun tiba. Kami semua bangkit untuk melaksanakan shalat berjamaah. Kali ini aku menjadi Imam karena opik sedang dikantor. Selesai shalat diikuti dzikir dan doa kami menuju meja makan. Disana telah tersaji beberapa menu yang special menurutku. Ada Ikan bakar khas
@stickajaib ada ayam goreng mang yana khas Sukabumi, ada juga bebek pedesan kiriman dari sanak keluarga di Majalengka.
Seperti biasa.. Dirumah Rani tak lagi memegang piringnya. Ia ku suapi atau disuapi istriku. Dan Cici pun mulai terbawa kebiasaan ini.
" Shhh.. Haah... Enak wa.. Pedess.. Seger.." komen Cici
" Izin teh.. Teh Nong sama Cici emang kaya gini manjanya ya? " tanya Drajat
" Iya.. kalo kami ngga makan ya anak 2 itu juga ngga makan.. Walaupun ada yamg mau nyuapin. Mereka ngga mau kalo selain saya atau si Ayah.. Kalo ngga di suapin Budi atau istrinya.." jawab istriku
Aku masih terus menyuapi Rani yang meminta di beri pedesan bebek. Segar memang makan makanan pedas dan enak. Tapi luka di bibirku agak sedikit menghambat.
Sebuah suara salam terdengar. Ternyata dari Haryo.
" Eh yo... Masuk yo.. " ajakku sambil menyuapi Rani
Haryo tercengang. Bagaimana tidak. Atasannya di kantor ternyata masih kusuapi saat makan.
" Siap pak..." jawabnya
" Makan dulu aja.. Makan dulu ya mas Haryo.." perintah istriku
" Siap bu.. Nanti saja saya makan di warung.." jawabnya sungkan
Budi bangkit dan mengajak Haryo makan.
" Lu ngga nurut ngga bisa balik lu..." canda Budi
Dan akhirnya Haryo menyerah dan menurut.
Selesai makan kami rehat sejenak. Dan Haryo melaporkan spek laptop dan PC yang dibutuhkan untuk di approval agar bisa segera diajukan ke A Yahya.
Rani memeriksa seksama. Beberapa pertanyaan ia lontarkan untuk mendapatkan alasan yang bisa membuatnya meng approve pengajuan itu.
Akhirnya setelah diwarnai interogasi yang lumayan. Haryo berhasil mendapatkan tanda tangan persetujuan dari Rani. Dan ia segera pamit kembali ke kantor untuk melaporkan kepada A Yahya atau Teh Ita.
Waktu surut menuju senja. Sonny dan Drajat memutuskan balik ke Mako. Sementara kami menyiapkan tempat untuk shalat berjamaah maghrib.