PART 3
Haduh, panas sekali ternyata, 2 kali kena tampol kak Kiki, untung dia itu kakakku bukan musuh ultraman, kalau ngga pasti udah tak bales dengan cara saksama dan dalam tempo yang secepat-cepatnya perlakuannya tadi.
"Kok ditampar lagi sih kak? padahal kan mau minta yang itu", protesku sambil memonyongkan bibir.
"Salah siapa cabul banget, coba cabulnya pake tata krama, pasti kakak kasih", jawabnya seraya memeletkan lidahnya.
Baiklah, baiklah, aku memang terlalu cabul tadi, tapi kan seharusnya gak usah pakai tampol-tampolan juga kali. Inikan namanya kekerasan dalam rumah tangga dan bisa mengurangi kadar ketampananku. Untung saja gak ada yang liat aksi penganiayaan tanpa pandang saudara tadi, andai ada yang liat, bisa malu aku sama kucing meong meong.
Dari pada kena tampol lagi mending aku ajak kak Kiki pulang, kan lumayan dada menonjol itu akan menempel lagi dipunggungku. Ya meskipun tadi sempat sedikit pegang-pegang setengah merangsang tapi itu cuma dikit doang. Serius kok cuma dikit, gara-gara Malaikat membuat kak Kiki tiba-tiba sadar. Dasar malaikat kurang kerjaan, kalau aja berani menampakan diri pasti udah tak ajak berantem. Dasar payah, mengganggu kesenanganku aja, lain kali mbok ya diperpanjang dikit waktu grepenya biar aku puas.
"Pulang aja yuk kak" .
"Ngapain cepet-cepet? Masih terang ini", tolak kak Kiki.
"Tapi disini sepi kak. Nanti tak perkosa lho", ancamku .
"Emang berani?"
Ya Tuhan, malah ditantangin balik lho, masa iya aku harus minta tolong setan biar aku jadi khilaf?. Kan gak enak kalo nikmatnya harus ku bagi sama setan. Males banget deh, iya kalau setannya tampan masih ikhlas aku bagi-bagi sama dia. Kalau jelek dan gak wangi ya amit-amit deh.
"Udah ayo pulang aja ya kak, sepi banget ini lho", paksaku ke kak Kiki.
Namun kak Kiki tetap saja gak mau menuruti permintaanku untuk segera pulang ke rumah. Aku cuma gak mau setan bener-bener datang dan memaksaku untuk memperkosa kak Kiki, apalagi tempatnya sangat mendukung untuk kegiatan asusila. Tapi ini kan di hutan, kalau beneran tak perkosa, terus nanti gak bisa dilepas gimana?. Kan gak lucu kalau besok ada berita di koran tentang seorang cowok ganteng yang memperkosa kakaknya sendiri sampai gak bisa lepas tititnya. Hih ampun deh, jangan sampai.
“Kalo kakak gak mau ya gak mau”.
Hiiiihhhh, ngeyel banget si kuntilanak ini. Beneran mau diperkosa kayaknya. Apa dia masih pengen aku cium lagi sampai-sampai gak mau pulang? Ya elah, terpaksa aku duduk lagi disebelah kak Kiki. Meskipun sekarang aku duduk disebelah kak Kiki dengan suasana yang sangat mesumable tapi aku harus mengusir semua pikiran jorok yang ada di otakku.
Bukan aku gak mau berbuat mesum-mesuman dengak kak Kiki, tapi rasa tampolannya itu masih membekas lho. Warna merahnya aja mungkin belum hilang dari pipiku, masa iya mau tambah merah lagi kayak dandanan cabe cabean yang nongkrong di fly over?
“Huuuuuufffftttt”, aku menghela nafas sambil memandang ke atas mencari ide biar kak Kiki mau ku ajak pulang.
Tapi sepertinya memang setan mesum sedang main-main disini, buktinya nggak ada 5 menit kemudian entah bagaimana muasalnya, lagi-lagi bibirku langsung nyosor aja dibibir kak Kiki. Dan kak Kiki bukannya menolak malah sekarang jadi pasrah gitu aja. Ya ampun, terima kasih setan udah bantuin aku kaya gini.
Lidahku tanpa sungkan mulai masuk ke dalam rongga mulut kak Kiki mencari lidahnya. Ku gerakkan ke atas dan ke bawah untuk menggali kenikmatan yang ku inginkan. Sambil mengingat adegan Rangga dan Cinta saat di bandara, bagian ter-cipokable kak Kiki ini, benar benar aku nikmati sepenuh hati. Bibir dan lidah kami saling beradu dan pertukaran ludah tak bisa kami hindari. Untung saja di rumah, aku menggunakan pasta gigi yang iklannya amburegul emesuyu bahrelway bahrelway itu sehingga aroma nafasku segar sepanjang hari. Malu dong ya kalo ciuman ama cewek tapi aroma mulut kita baunya pete.
"Ssssslllllrruuuppp".
"Ssssshhhhhhsssss".
Aku benar benar sangat bernafsu sekarang. Hampir semua area yang enak sudah aku jelajahi. Sumpah rasanya nikmat banget loh. Lebih nikmat dari kejadian di Kukup waktu itu. Kalo yang sekarang kayak ada manis manisnya gitu. Masa bodo lah dengan statusku, yang penting aku nggak mau melewatkan momen istimewa ini. Para lelembut yang ada di hutan dan malaikat yang tadi ngeganggu kenikmatanku sudah ku beri kode untuk tidak usah ikut campur dalam acara Berpacu Dalam Birahi yang ku selenggarakan bersama kak Kiki. Atas perhatian, kesempatan dan kerjasama para setan dan malaikat ini, nanti tak lupa akan ku ucapkan terima kasih pada mereka.
Kini tak hanya lidahku saja yang bergerak aktif, si setan mesum juga memberi komando untuk meremas lagi payudara kak Kiki. Walau bekas tamparannya masih hangat, tapi si setan tadi udah mengkonfirmasi kalo tak akan ada lagi tamparan selanjutnya.
"Uuuuuggggghhhhh", desah lirih kak Kiki semakin menambah semangatku untuk memberinya kenikmatan lebih.
"Mojo mesum nakal ihh ..… kakaknya dicabuli", rintihan kak Kiki semakin menjadi saat aku meremas lembut payudaranya bergantian sambil mengecup leher jenjangnya.
"Enak kak?"
"Ssssssshhhssshh".
Tak ada jawaban tapi yang jelas dari suaranya kak Kiki sangat menikmati kegiatan cabul terlarang ini.
"Enak banget, sssshhh. Kamu bener bener jago. Aahhh itu kakak kamu apain Jo?", sambil merem melek kak Kiki mendesah ketika tanganku sudah menyusup di bagian dalam celananya dan menggesek gesek bagian luar cd nya.
Beneran deh sekarang ini aku udah dalam mode siap tempur. Tinggal sat set sat set akan terjadi sebuah hal yang selama ini cuma ada dalam mimpiku. Si Jocil pun tampaknya deg degan menunggu detik detik akan ketemu si Vagimut.
Tiba tiba ku rasakan tubuh kak Kiki perlahan melemas. Hmm kayaknya dia sudah siap untuk memasuki babak utama permainan yang enak. Kepalanya sudah menggeletak pasrah di dadaku dan aku pun sudah memulai ancang ancang untuk melepaskan Jocil dari dalam kurungannya.
"Kak, boleh ya?" tanyaku dulu pada kak Kiki. Biar udah mupeng dan sange gini, aku ga mau mengulangi kesalahan yang sama. Makanya aku meminta ijin sebelum mengambil jalan yang salah ini. Seumpama nanti kalo kak Kiki marah setelah acara ini selesai, aku sudah punya alibi.
"Boleh ya kak?" ulangku sambil berharap harap cemas karena kak Kiki tampak tidak merespon ijinku tadi.
"Kak?"
"Kak?"
"Kak Kikiiiii"
Lho kok malah diem sih, aku panggil-panggil bukannya merespon, mata kak Kiki malah terpejam, dan sudah aku goyang-goyang masih saja dia tak bergerak.
"Kaaakkk, jangan rese deh, gak lucu tau", kataku sambil masih tetap menggoyang-goyangkan tubuh kak Kiki.
Namun tubuh kak Kiki tidak bergerak sama sekali. Kalau dilihat dari kebiasaannya sih dia pasti bercanda, tapi bercandanya kali ini paling gak lucu deh, masa diam aja kaya gitu. Kaya orang kesambet aja.
Aku plites agak kenceng hidung kak Kiki, berusaha agar dia mau menghentikan ulah isengnya, tetapi dia masih saja diam. Bahkan tidak ada hembusan nafasnya sama sekali. Aku pegang kedua dadanya, jangan ngeres ini serius aku lagi deg-deg an, karna aku merasa detak jantung kak Kiki sama sekali tidak ada.
"Kak Kiki, Kakkkk", teriakku gemes sambil mencubit cubit lengannya.
"Kak bangun kak." sekali lagi aku berusaha menggoyang-goyangkan badannya tetapi tetap saja tidak ada jawaban dari kak Kiki.
Aku mulai panik. Aku bener bener bingung harus ngapain. Apalagi disini suasana sepi sekali. Ingin ku berlari meminta pertolongan tapi takutnya kak Kiki bener bener ngerjain aku saat aku datang nanti. Tapi sepertinya dia sekarang nggak lagi bercanda dan aku …………
Aaaaaaaaaaaaaaarrrrrrgggghhhhhhhhh….
****************************************************************************
Air mataku menetes melihat apa yang ada di depanku, seorang kakak yang aku sayangi kini tergeletak tanpa nyawa. Aku masih tidak percaya apa yang terjadi saat ini.
Setelah kak Kiki tidak merespon apa yang telah aku perbuat padanya, aku segera berlari meminta bantuan orang orang terdekat saat kami berdua di Hutan itu. Kami membawa kak Kiki ke rumah sakit secepatnya. Namun takdir telah berkata lain. Tuhan tampaknya ingin kak Kiki kembali padaNya saat itu juga.
Menurut keterangan dokter, kak Kiki mengalami gagal jantung. Para petugas kesehatan tak mampu lagi untuk menyelamatkan nyawanya. Aku yang tak mempercayai kenyataan ini langsung berteriak histeris seperti orang gila.
Ya Tuhan mengapa semua ini harus terjadi pada kakakku tercinta di saat kami sedang berindehoy ria ?
***********************************************************************************
Kini aku berdiri sambil menatap nanar batu nisan bertuliskan nama orang yang sangat aku sayangi itu. Seorang kakak yang sangat berarti dalam hidupku kini telah meninggalkanku selamanya. Tubuhku terkulai lemas dan langsung menangis. Aku meraung raung sambil mengaruk garuk tanah tapi tak lama kemudian aku tertawa ngakak sepuasnya. Begitu seterusnya berulang ulang seperti orang yang baru di masukkan ke rumah sakit jiwa. Ayah dan Ibu yang menemaniku ke peristirahatan terakhir kak Kiki, hanya bisa memandangku dengan perasaan trenyuh.
“Sudahlah le, biarkan kakakmu tenang di alam sana. Ikhlaskan saja.” ujar ibu sambil meneteskan air mata dan menepuk nepuk pelan bahuku.
“Huwaaaaaaaaaaa…. Kak Kikiiiiiii", tangisku malah meledak semakin kencang.
Seperti anak kecil yang minta mainan tapi tak dituruti oleh orang tuanya, aku menangis sambil menjejakkan kakiku kesana kemari sambil ndlosor ndlosor ke tanah. Mau nangis sambil salto gitu tapi kok area kuburan ini terlalu sempit. Kanan kiri banyak batu nisan. Kalo salto terus kepalaku kejedot nisan gimana? Kan gak enak lagi sedih tapi kepala pada benjol semua.
“Sudahlah le, sudah” ucap ayah sambil di iringi air matanya yang berderai sambil berusaha memelukku.
Aku yang masih terisak kemudian mencoba menenangkan diri. Bisa ku rasakan pelukan hangat dan tetes air mata yang jatuh di kepalaku. Masih sesenggukan, ku pererat lagi pelukanku ke ayah. Ya Tuhan, sulit sekali rasanya menerima cobaan berat dari-Mu ini.
Butuh waktu hampir satu jam bagiku untuk bisa tenang dan nggak nangis lagi. Ayah dan Ibu yang juga masih sembab oleh air mata, kemudian menuntunku untuk duduk disamping pusara kak Kiki dan bersama sama memanjatkan doa untuknya.
Setelah dirasa cukup, kami segera berdiri. Rasanya berat sekali untuk pergi meninggalkan makam kak Kiki. Tapi beginilah hidup. Ada kelahiran pasti ada kematian. Ada pertemuan pasti juga ada perpisahan. Semua sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa tanpa bisa kita menolak atau mendelay apa yang sudah tiba waktunya.
Sebelum kami pergi, ku letakkan sebuah foto saat aku dan kak Kiki liburan 3 tahun lalu. Walau dunia kami sekarang sudah berbeda, ku harap kak Kiki masih ingat betapa kami semua sangat menyayanginya. Semoga disana, dia bisa melihatnya. Ku langkahkan kakiku berjalan menjauhi makam kak Kiki sambil dipapah oleh ayah karena badanku sekarang rasanya sangat lemah.
“Yah, bolehkah ku foto makam Kak Kiki?”, ucapku pada ayah.
“Buat apa, le?” , ayah tampak terkejut dengan permintaanku.
“Biar aku bisa menemui Kak Kiki setiap hari, yah. Walau hanya lewat foto”, masih dengan suara serak aku berusaha minta pengertian dari ayah.
Ayah hanya mengangguk sambil memutar kembali langkahnya ke arah makam Kak Kiki. Setelah puas dengan beberapa jepretan dari berbagai posisi, aku mengambil juga beberapa bunga dan sedikit tanah yang ada di sekitar makam lalu ku bungkus dengan plastik. Ayah yang tampak terheran heran dengan sikapku ,hanya bisa memandangiku tanpa bertanya apapun. Lalu kami segera pergi meninggalkan kuburan ini setelah semuanya selesai.
Satu minggu setelah kepergian kakakku, hidupku benar benar terasa hampa. Makan tak enak, tidur tak nyenyak dan yang lebih ngenesnya lagi aku ga ada bahan buat coli. Eh bukan bukan. Kakakku hanya sekedar fantasi saja sih. Ngga lebih dari itu. Lagi pula ini masih dalam suasana berduka ngapain kalian mikir yang jorok jorok sih ? Dasar ga punya tenggang rasa !
Kini tak ada lagi tawa dan keusilannya. Wajah yang sengaja di buat sok imut saat menggodaku itu benar benar ku rindukan. Omongannya yang kadang membuatku jengkel masih terngiang-ngiang. Pokoknya segala hal tentang kak Kiki masih terekam jelas di ingatanku.
Ku pandangi foto makam kak Kiki yang ada di hp ku. “Kak Kiki, sekarang ngapain di sana? Udah makan apa belum?” ucapku lirih sambil mulai terisak. Ku tatap juga bunga dan sedikit tanah dari makam kak Kiki yang ku ambil saat terakhir aku datang ke makamnya. 2 benda itu kini aku letakkan di mangkuk kecil di meja belajarku bersanding dengan foto kak Kiki di sebelahnya.
Sementara tembokku kini sudah penuh dengan berbagai kliping foto kak Kiki yang sengaja ku buat. Foto masa kecil kami, foto saat liburan, foto saat kak Kiki makan dan banyak lagi. Pokoknya aku ingin kak Kiki ada di kamarku untuk mengobati rasa kangenku padanya.
Malam kini semakin larut. Ku lihat jarum jam yang pendek telah menunjukkan angka 1. Aku yang mulai ngantuk, mencoba memejamkan mata sambil memeluk hp ku. Berharap kak Kiki datang dan memelukku lagi.
Suara jangkrik kini mulai terdengar bersahutan. Menandakan malam benar benar telah membuai manusia dalam rengkuhan mimpi indah. Mungkin hanya para kupu kupu malam yang sekarang masih terjaga untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Dek, bangun dek”.
Sayup sayup terdengar seperti ada yang memanggilku.
“Mojo cabul, bangun .. Ini kakak datang, dek”
Aku langsung tersentak dan terbangun sambil berusaha mengumpulkan kembali nyawaku yang tadi lagi jalan jalan entah kemana.
“Kak Kiki dimana?” sambil tolah toleh ku cari keberadaan suara yang membangunkanku tadi.
“Kakak disini.” jawabnya.
Aku yang masih belum menyadari apakah ini mimpi atau nyata, segera bangkit dari tempat tidurku. Ku cari suara yang benar benar mirip suara kak Kiki itu kesana kemari. Seperti orang yang terburu buru, segera ku telusuri semua tempat yang ada di kamar ini.
Kamar mandi kosong.
Di dalam lemari tak ada.
Di bawah kolong ranjang, nihil.
Di saku celana, di balik lipatan dompet, di balik jendela, di dalam kolor yang sekarang ku pakai. Lho kok malah tampak Jocil yang terlelap dengan pulasnya?
Dafuq, ngapain aku mencari Kak Kiki di dalam kolor. Masa iya tiba-tiba dia menjadi tengu yang nongkrong di pelerku?
Tampaknya aku benar benar sudah mulai gila sekarang. Semua tempat yang ada, sudah ku jelajahi tetapi hasilnya tetap kosong.
“Kak Kiki dimana? Aku pengen ketemu, kak”, ucapku kini pasrah sambil mulai menangis.
“Kakak disini, dek. Kakak disini." Suara itu kembali menyahut namun masih tetap tak bisa ku temui keberadaannya.
Suaranya masih saja terdengar jelas tetapi entah darimana muasalnya. Semakin dibuat bingung aku sekarang. Ku coba mencari lagi sumber suara itu berharap Kak Kiki akan bisa ku temui. Ku cari diseluruh ruangan kamarku namun sama sekali tidak ada hasilnya. Aku coba peruntungan dengan memasuki kamar milik kak Kiki, berharap ada keajaiban di dalamnya. Entah ketemu dengan sosok kak Kiki sungguhan atau paling tidak benda-benda peninggalan dari kak Kiki.
Sebenarnya aku juga tidak tahu apa yang harus aku lakukan, cuma instingku mengatakan bahwa aku akan menemukan kakakku di dalam kamarnya. Mungkin sedang terlentang di atas tempat tidurnya tanpa pakaian, atau dengan berbalut kain kafan. Entahlah, yang pasti aku yakin kakakku berada di dalam sana.
Jantungku berdegup semakin kencang saat aku mencoba membuka handle pintu kamar kak Kiki.
bersambung…………….