Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

The EX 02 - Chapter 07 A
Timeline : 2009 Juli
Flashback ke masa dimana Intan masih PKL.

--POV Intan--

Hari ke 0
Hari ini aku mulai PKL di sebuah desa untuk syarat kelulusan ku. Desa yang akan aku datangi ini agak terpencil di bawah kaki gunung dan kasusnya disana angka kelahiran sangat tinggi karena warga desanya tidak ada yang KB. Tugas ku disana selama 2 minggu ini memberikan penyuluhan dan membantu bidan setempat. Disana hanya ada 1 orang bidan dan 1 orang asistennya yaitu suaminya sendiri.

Tidak ada dokter dan rumah sakit yang memadai. Hanya ada bidan dan orang-orang juga lebih sering ke dukun beranak daripada ke medis karena lebih murah. Bila ingin ke rumah sakit bersalin, mereka harus ke kabupaten terdekat yang jaraknya sekitar 20 km. Meski “dekat” tapi untuk tindakan darurat itu terlalu jauh dan mahal untuk mereka. Ujung-ujungnya warga desa lebih memilih ke dukun beranak dan resiko untuk kematian nya sangat-sangat tinggi.

Aku pergi PKL ini tidak sendirian, tapi berdua dengan teman ku Lisa. Lisa ini berpostur mungil kecil dan “bersemangat” jadi seru. aku berangkat dari Malang ke desa itu dan baru sampai malam harinya. Kami langsung menemui bu bidan yang bertugas di sana. Namanya bu Yati (48th), beliau sudah mengabdi di desa itu sejak lulus kebidanan karena desa tersebut merupakan kampung halamannya. Dan juga suami bu Yati, pak Rahman (50th) petani di desa ini dan terkadang merangkap asisten dari bu Yati. Setelah menemui bu Yati, kami diantarkan ke kepala desa setempat untuk memberi tahu ada anak PKL yang akan bekerja di tempat bu Yati.

Intan : “malam bu. kami anak PKL yang kemarin menghubungi bu Yati. maaf kemalaman.”
Bu Yati : “iya gak apa-apa ini saya juga buka praktek masih sampai malam kok.”
Intan : “saya Intan bu, dan ini teman saya Lisa” aku dan lisa memperkenalkan diri ke bu Yati.
Lisa : “saya Lisa bu.”
Bu Yati : “kita langsung ke rumah pak kades ya sebelum kemalaman. Tas nya taruh sini dulu aja ya.”
Lisa : “iya bu.”

Kami naik motor berdua, Lisa di bonceng oleh bu Yati dan aku di bonceng oleh pak Rahman menuju ke rumah pak Kades. Sesampainya disana kami dikenalkan ke pak Kades oleh bu Yati.
Bu Yati : “pak Sadikin, ini anak anak mahasiswi PKL di tempat saya, mereka yang saya mintakan izin kemarin pak.”
Pak Sadikin : “oh iya bu Yati. ini siapa aja namanya?”
Intan : “saya Intan pak”
Lisa : “saya Lisa pak, kami mohon ijin untuk PKL disini ya pak.”
Pak Sadikin : “iya saya malah senang ada kalian disini. Bisa memberi bantuan juga ke bu Yati yang kerja sendirian. Rencana kalian berapa lama disini?”
Intan : “kami ijin PKL nya untuk 2 minggu saja pak disini karena tugas kami saat ini yang utama memberi penyuluhan masalah KB ke warga pak selain membantu bu Yati.”

Pak Sadikin : “bagus, kapan bisa dimulai?”
Intan : “untuk jadwal terserah dari desa pak. Kami hanya bikin pengarahan mungkin 2 hari pak.”
Pak Sadikin : “kalau begitu mulai lusa ya. Saya juga harus memberi tahu warga dulu besok.”
Lisa : “baik pak terimakasih.”

Pak Sadikin : “untuk tempat tinggal kalian bagaimana?”
Intan : “untuk hal itu juga terserah bapak bagaimana. Tapi rencananya kami menginap di klinik bu Yati.”
Pak Sadikin : “kalau menginap di klinik bu Yati nanti kalian kurang bisa dikenal warga. Bagaimana kalau saya suruh menginap di rumah perangkat desa saya. Sebentar ya saya suruh pembantu saya untuk panggilkan dulu.”

Kurang lebih 1 jam kemudian ada 2 orang yang datang.
Pak Sadikin : “nah ini, perkenalkan dulu. Ini pak Darno dan pak Yatno, perangkat desa disini.” aku dan Lisa berkenalan dengan 2 orang bapak-bapak ini. Pak Darno berumur 55 tahun sedangkan pak Yatno masih berumur 35 tahun. Aku melihat mata pak Darno dan Pak Yatno rasanya kurang ajar. Mereka berdua seperti jelalatan melihatku dan Lisa. Karena mungkin di desa ini jarang ada orang dari “kota” seperti kami berdua.

Pak Sadikin : “ini perkenalkan mereka mahasiswi magang disini pak Darno dan pak Yatno. Intan dan Lisa, ini pak Darno ini yang harus kalian kasih pengarahan. Anaknya paling banyak. Haha masa anaknya 10. Kalau si Yatno ini anaknya baru 2.”
Pak Darno : “haha si pak Kades ini bikin saya malu saja pak.”
Pak Sadikin : “kan kenyataan pak. Haha. ini kalian Intan dan Lisa mau menginap dimana? Soalnya mereka kamar nya cuma kosong 1 1 saja.”

Intan : “terserah keputusan bapak saja baiknya bagaimana pak.”
Lisa : “iya pak. Terserah bapak saja.”
Pak Sadikin : “ya sudah kalau gitu Intan di rumah pak Darno ya. Kalau Lisa di rumah pak Yatno. Kalau butuh apa-apa minta bantuan mereka saja.”
Lisa : “baik pak terimakasih”
Akhirnya kami malam ini setelah dari rumah pak Kades kembali ke klinik bu Yati mengambil tas kami lalu kemudian ke rumah bapak-bapak perangkat desa yang menjadi tempat menginap selama di desa ini.

Aku berpisah dengan Lisa dan dibonceng oleh pak Darno kerumahnya. Begitu pula Lisa juga menginap di rumah pak Yatno. Rumah di desa ini agak berjarak dan tidak ramai juga. Kalau malam begini sudah sangat sepi dan juga jalanan nya gelap. Masih belum semua terpasang lampu. Jalan ke rumah pak Darno juga agak jauh sekitar 15 menitan dari klinik dan juga banyak jalanan disini yang belum di aspal. Masih seperti di hutan rasanya. Meski rumah ku juga desa dan keluar masuk persawahan tapi desa ini nampaknya lebih terpencil lagi. Aku mengecek sinyal hape sekarang cuma 1 bar saja. Sinyal pun susah nampaknya disini.

Rumah pak Darno ternyata cukup besar walaupun hanya berdinding bambu. Ada halaman yang cukup luas di depan seperti rumah desa pada umumnya.
Pak Darno : “mari mbak silahkan masuk.”
Intan : “iya pak”
Pak Darno : “bu...bu ne… ini ada tamu dari kota.”
Bu Marni : “siapa pak?” istri dari pak Darno keluar dari arah belakang rumah.
Pak Darno : “ini lho bu, mahasiswi yang mau PKL di desa sini. Disuruh sama pak kades nginap disini.”

Intan : “iya bu perkenalkan, nama saya Intan. Saya 2 minggu menginap disini ya bu. Saya lagi kerja praktek di kliniknya bu bidan Yati.”
Bu Marni : “iya mbak nama saya Marni, istrinya pak Darno. Anggap rumah sendiri ya mbak Intan. Semoga betah disini. Mbak intan bisa pakai kamarnya Rani ya. Mari saya tunjukkan.”
Intan : “terimakasih bu Marni.” bu marni mengajakku ke salah satu kamar disini. Rumah ini cukup luas dengan total 5 kamar. Mungkin karena anak dari pak Darno dan bu Marni ini banyak jadi mereka juga butuh lumayan banyak kamar. Kamar yang akan aku tempati adalah bekas kamar anak dari mereka yang bernama Rani letaknya tepat di sebelah kamar bu Marni.

Intan : “terimakasih ya bu.”
Bu Marni : “iya mbak sama-sama. Semoga betah ya disini.”
Intan : “iya bu. Ngomong-ngomong anak-anak bu Marni pada kemana?”
Bu Marni : “yang tinggal disini cuma tinggal si Qoirun aja mbak. Panggil aja Kirun. Dia anak nomer 5 saya. Sisanya sudah menikah semua dan tinggal sama keluarganya masing-masing. Anak saya ganteng lho mbak. Kali aja bisa kenalan sama mbak.” nampaknya bu Marni ingin menjodohkanku dengan anaknya (Kirun).

Intan : “oh iya bu, kalau Rani kemana bu? Ini kamar nya saya tempati tidak apa-apa?”
Bu Marni : “gak apa mbak. Rani juga sudah menikah dan tinggal sama suami dan mertuanya sekarang di desa sebelah. Jadi dia juga jarang kesini kok. Kalau kesini juga bisa pakai kamar lain yang kosong.”
Intan : “oh begitu ya bu.”
Bu Marni : “iya mbak Intan. Rani ini anak bungsu saya. Sudah nikah tahun kemarin pas sudah lulus SD kemarin mbak.”

Intan : “hah? Serius bu?” aku kaget ternyata di desa ini ada pernikahan dini seperti ini.
Bu Marni : “iya mbak di desa sini kalau sudah lulus SD sudah pada dinikahkan.”
Intan : “emang boleh bu sama KUA dan catatan sipil?”
Bu Marni : “buat legalitas sih belum mbak. Tapi sudah tradisi disini dari dulu. Dan juga karena tidak ada dana buat lanjut ke SMP mbak. Jadi nikahnya juga dibawah tangan aja alias siri. Yang penting sah secara agama.”

Intan : “kalau nikah usia terlalu muda bisa bahaya lho bu. Masih belum kuat untuk hamil dan bisa berujung kematian. Resikonya terlalu tinggi lho bu.”
Bu Marni : “oh gitu ya mbak. Iya sih mbak kadang ada yang meninggal karena melahirkan mbak disini.” ternyata masalah di desa ini cukup sulit untuk diubah karena sudah menjadi tradisi dan faktor ekonomi menunjang itu semua terjadi.
Bu Marni : “mbak Intan saya ajak keliling rumah dulu ya. Yuk mbak.”

aku pun mengikuti bu Marni. Kamar ku dan kamar pak Darno bersebelahan dan pintunya menghadap langsung ke dapur. Sedangkan 3 kamar di samping adalah kamar mas Kirun dan 2 lagi kosong. Kamar mandi di rumah ini letaknya di belakang terpisah dengan rumah utama dan dekat dengan sumur. Kamar mandinya bentuknya juga sangat sederhana. Hanya berdinding anyaman bambu juga, dan ada kendi air yang cukup besar untuk menampung air dari sumur. Jadi harus menimba dulu kalau mau mandi. Untungnya jambannya sudah cor coran walau hanya jamban jongkok. Pintu kamar mandinya juga sangat-sangat sederhana hanya pintu yang dibuat dari lembaran seng yang agak berkarat di ujung-ujungnya dan tidak menutup sempurna.


Bu Marni : “mbak Intan pasti belum makan ini. Silahkan makan dulu mbak saya tadi bikin tempe goreng sama sambel saja. Nasi nya ambil sendiri mbak jangan sungkan-sungkan pasti dari tadi belum makan kan. Ini piringnya.”
Intan : “wah makasih banyak bu.” aku pun mengambil makanan secukupnya untuk menghargai bu Marni. Bu Marni juga memanggil pak Darno untuk ikut makan bersama.
Intan : “oh iya bu Marni, tadi katanya mas Kirun juga masih tinggal disini ya?belum pulang ya bu?”

Bu Marni : “kalau jam segini belum pulang mbak Intan. Dia agak malam biasanya. Keseringan nongkrong di balai desa sama teman-temannya.”
Pak Darno : “iya itulah mbak Intan. Dia sudah umur 22. Tapi belum nikah juga. Sukanya mabuk-mabukan sama main judi sama teman-temannya.”
Bu Marni : “hus si bapak ini. Aib anaknya kok ditunjukin. Mau aku jodohin sama mbak Intan kok malah bapak bongkar aibnya. Ish bapak nih.”
Pak Darno : “ya kan mbak Intan mau nginep disini 2 minggu bu. Gak mungkin juga gak aku kasih tau kan.”
Intan : “hehe iya pak.” aku hanya bisa diam dan tetap makan karena canggung disini.

Setelah kami makan aku ijin ke kamar ku untuk beristirahat dan karena sudah terlalu malam aku malas mandi.

Hari ke 1
Pagi ini aku bangun subuh dan ingin mandi pagi biar segar lalu berangkat ke klinik diantarkan oleh pak Darno. Saat berjalan ke arah kamar mandi, di dapur ada seseorang yang belum aku kenal. Mungkin dia mas Kirun jadi aku sapa saja.
Intan : “permisi mas. Mas Kirun ya?”
Kirun : “iya. Mbak nya siapa ya?”
Intan : “maaf mas semalam gak sempat kenalan. Saya Intan, lagi PKL disini mas di klinik bu Yati. dan disuruh pak Kades buat menginap disini.”

Kirun : “oh iya mbak. Saya juga baru pulang ini mbak.”
Intan : “gak usah panggil mbak, gak enak saya mas. Kan mas nya lebih tua dari saya. Hehe”
Kirun : “iya deh Intan.”
Intan : “saya permisi dulu ya mas mau mandi. Soalnya harus ke klinik sepagi mungkin.”
Kirun : “iya Tan, silahkan. Mau saya timbakan airnya?”
Intan : “oh enggak usah mas saya ambil sendiri saja. Nanti merepotkan.”
Kirun : “gak apa Tan. kan kamu tamu disini. Masa iya aku biarin ambil sendiri.”
Intan : “oh ya sudah deh mas terimakasih ya.”

Aku segera pergi ke kamar mandi dan mas Kirun menimbakan air sumur untuk mengisi bak mandi. Mas Kirun ini cukup sopan orangnya walaupun rasanya ada bau alkohol saat dia ngobrol dengan ku tadi. Setelah itu aku pun mandi dan mas Kirun kembali ke dalam rumah. Meski demikian, pintu kamar mandi yang tidak bisa menutupi area dalam dengan sempurna ini membuatku sedikit was was dan tidak nyaman. Rasanya seperti ada yang mengintip saja dari celah celah nya. Tapi mau tak mau aku harus mandi untuk menjaga kebersihan badan. Tapi rasanya memang seperti ada yang mengintipku mandi.

Setelah selesai mandi, aku kembali ke dalam rumah dan pak Darno dan bu Marni sudah bangun ternyata. Beliau sedang duduk duduk di dapur bersama mas Kirun. Sedangkan bu Marni sudah mulai memasak.
Intan : “permisi pak, mas, bu.”
Pak Darno : “iya mbak silahkan. Mau saya antar sekarang mbak ke klinik?”
Intan : “boleh pak. Saya mau ganti baju dulu. Bapak juga ke kantor desa pagi pagi?”
Pak Darno : “oh enggak mbak saya kan cuma perangkat desa jadi agak siangan baru ke kantor nya. Jadi saya antar mbak intan dulu saja.”
Intan : “oh begitu pak, terima kasih banyak. Saya mau ganti baju dulu ya pak.”
Bu Marni : “gak makan dulu mbak? Saya sudah masakin lho”
Intan : “terimakasih bu tapi saya harus ke klinik pagi-pagi.”
Bu Marni : “ya sudah buat bekal saja ya mbak.”

bu Marni menyiapkan ku bekal untuk dibawa ke klinik. Ini membuatku agak segan dengan beliau. aku pun segera bersiap untuk ke klinik pagi ini. Aku melihat jam masih sekitar jam 5. Setelah itu aku ke ruang tamu dan pak Darno sudah bersiap disana.
Pak Darno : “sudah siap mbak Intan? Ayo saya antarkan.”
Intan : “sudah pak, bu Marni terimakasih lho masakannya. Saya berangkat dulu ya bu.”
Aku diantar pak Darno ke klinik dengan menaiki motornya. Rasanya disini jam 5 walau masih gelap tapi sudah banyak orang yang berlalu lalang ke sawah.

Setelah sampai di klinik ternyata Lisa belum datang. Hanya ada bu Yati saja. Sedangkan suami bu Yati pergi bertani di sawahnya.
Pak Darno : “nanti mau di jemput jam berapa mbak Intan?”
Intan : “jam 7 malam saja pak bagaimana?”
Pak Darno : “siap mbak Intan nanti saya jemput jam segitu.”
Intan : “terimakasih ya pak Darno.”

Bu Yati dan aku menunggu Lisa yang ternyata baru datang jam 7 karena mungkin dia kelelahan kemarin. Aku sendiri sebenarnya juga sama. Untung saja penyuluhannya bukan hari ini. Aku lihat klinik ini sangat sepi dan jarang sekali orang berkunjung kesini. Jadi untuk hari ini aku, Lisa, dan bu Yati mempersiapkan materi penyuluhan untuk besok yang akan diadakan di balai desa.

Akhirnya pada hari ke 2 dan ke 3 aku mengadakan penyuluhan di balai desa. Antusias warga cukup tinggi dan banyak sekali pertanyaan aneh-aneh seputar sex. Mereka bahkan tidak paham tentang alat kontrasepsi dan lucunya mereka tidak tahu cara menggunakan kondom. Bahkan aku dan Lisa harus mempraktekkan nya dengan memakaikan di jari sebagai ilustrasi. Sebagian dari mereka menganggap bahwa kondom itu barang yang mahal.

Acara kami terselenggara dengan baik sampai berakhirnya hari ke 3. Sekarang tinggal menyelesaikan beberapa hari untuk membantu bu Yati disini sebelum kembali ke kampus. Suasana di desa ini cukup nyaman buat ku, karena memang rumah ku sebenarnya juga desa. Namun tempat ini lebih tenang, jarang sekali ada kendaraan bermotor yang lewat.

Cuma ada beberapa hal yang membuatku kurang nyaman, yaitu aku sering merasa ada yang mengintip saat aku mandi ataupun dikamar. Aku tidak boleh berburuk sangka karena pak Darno sekeluarga sudah memberikan tempat tinggal buatku selama disini. Aku juga sudah mulai dekat dengan keluarga pak Darno ini. Sering kali aku juga membantu bu Marni memasak bahkan mencuci pakaian di dekat sumur.

Dan 1 hal lagi, karena kamar pak Darno dan Bu Marni tepat di sebelah kamar yang ku tempati. Aku bisa dengan jelas mendengar kalau setiap malam pak Darno menggenjot bu Marni dan suara rintihannya cukup berisik terdengar sampai ke kamarku. Ini membuatku terbangun tengah malam. Kalau aku bilang ingin pindah kamar tapi segan. Karena tuan rumahnya sudah memberikan ku tempat disini. Tapi lama-lama gairahku juga bangkit mendengar desahan di sebelah kamar ku. Namun apa daya, aku hanya sendirian disini dan juga sebelum PKL ini aku baru putus dengan pacarku.
 
Terakhir diubah:
The EX 02 - Chapter 07 B
Timeline : 2009 Juli
Flashback ke masa dimana Intan masih PKL.

--POV Intan--

Hari ke 4
Karena aku tiap malam selalu terbangun akibat suara berisik dari kamar pak Darno lama-lama aku juga semakin terlihat kurang tidur. Pagi ini aku kembali diantar oleh pak Darno ke klinik. Setiap hari saat ke klinik aku selalu memakai seragam praktek dan berjilbab. Seragam ku ini 2 piece baju dan celana terpisah berwarna hijau muda.
Pak Darno : “masih ngantuk banget mbak kelihatannya.”
Intan : “iya nih pak.” jawabku sambil menguap dan karena masih mengantuk aku pun memeluk pak Darno agar tidak jatuh dari motornya.
Pak Darno : “kurang nyaman ya mbak di rumah saya?”
Intan : “oh enggak kok pak cuma sering terbangun tengah malam saja.” aku keceplosan akhirnya dan pak Darno menyadarinya.

Pak Darno : “maaf ya mbak kalau suara saya berisik malam-malam sama istri. Hehe“
Intan : “ah enggak apa kok pak. Namanya juga suami istri kan. Hehe. tapi pakai pengaman seperti yang saya kasih kemarin gak pak?” aku mencoba mencairkan suasana yang masih canggung.
Pak Darno : “hehe enggak mbak. Kemarin malam saya coba cuma sobek terus mbak. Kelamaan juga pakainya. Keburu gak tahan saya.”

Intan : “yah si bapak. Nanti kalau anaknya nambah gimana? Kasihan bu Marni kan.”
Pak Darno : “hehe. Iya juga sih mbak tapi kalau kelamaan saya suka gak tahan itu mbak.”
Intan : “ah masa sih si bapak gak tahan. Saya rasa semalam lama lho pak kalau main. Hehe”
Pak Darno : “iya deh mbak nanti saya coba pakai ya. Tapi habis mbak punya saya.”
Intan : “sudah nanti saya ambilkan ya pak di klinik.”
Pak Darno : “makasih loh mbak.”

Tak lama kemudian aku sudah sampai di klinik dan disapa oleh Lisa.
Lisa : “wah tumben kusut banget muka mu Tan.”
Intan : “iya gak kusut gimana Lis, itu pak Darno tiap malam nge genjot istrinya terus. Mana berisik juga.”
Lisa : “haha. Sama. pak Yatno juga tauk. Aku tau nya juga semalam pas aku bangun malam-malam mau ke toilet. Haha”
Intan : “kamar mu sama kamar nya pak Yatno jauh kan tapi.”
Lisa : “iya Tan”

Intan : “haish...kalau aku sebelahan. Berisiknya gak nahan.”
Lisa : “yang gak nahan berisiknya apa gak nahan pengen ikutan? Haha”
Intan : “ish kamu nih” aku mencubit Lisa. memang benar semalam, mendengar pergulatan nafsu di sebelah kamar ku ini membuatku horny juga. Tapi aku tidak sampai masturbasi malam tadi. Hanya saja mungkin benar apa yang dikatakan Lisa karena aku sendiri juga sudah cukup lama tidak “dipuaskan”.

Perubahan mulai terlihat setelah penyuluhan yang kami adakan kemarin. Klinik bu Yati mulai dikunjungi oleh warga yang ingin berkonsultasi. Walaupun masih tidak begitu banyak yang datang. Tapi setidaknya sudah ada antusias warga untuk KB. Kami cukup senang dengan hal ini. Rasanya tidak sia-sia apa yang sudah kami lakukan kemarin.

Malam ini pukul 7 pak Darno sudah menjemputku dan aku berpamitan ke bu Yati untuk pulang. Di tengah perjalanan kami berbincang-bincang.
Intan : “ini pak Kondomnya sudah aku bawakan. Tadi aku ambilkan lagi di klinik.”
Pak Darno : “makasih ya mbak. Tapi. bisa ajari lagi pakai nya mbak?”
Intan : “ih si bapak. Haha cuma tinggal di buka terus di pasangin ke itunya bapak kok. Sudah aku tunjukin juga kan pak di pengarahan kemarin.” entah memang pak Darno ini pura-pura saja agar aku tunjukkan lagi caranya atau benar-benar tidak paham kemarin.

Pak Darno : “ayolah mbak ajarin sebentar saja mbak.”
Intan : “hmm ya sudah deh pak. Nanti aku ajarin lagi caranya.” tak lama kemudian pak Darno berbelok ke arah lain bukan menuju ke arah rumahnya dan ternyata menuju ke sebuah gubuk di dekat persawahan.
Intan : “loh pak kok belok kesini?”
Pak Darno : “iya kan mbak tadi katanya mau nunjukin cara pakainya. Kalau dirumah nanti ibunya salah paham mbak.hehe”

Nampaknya pak Darno ini memang cuma pura-pura saja kalau beliau tidak paham. Akhirnya aku turun dari motor pak Darno dan beliau juga memarkirkannya di dekat gubuk ini. Karena lokasinya di sisi persawahan dan hutan kalau jam segini sudah sangat sepi tidak ada orang sama sekali. Bahkan tidak ada penerangan 1 pun. Pak Darno kemudian menyalakan lampu minyak yang ada di dinding gubuk.

Intan : “beneran nih pak disini mau saya jelasinnya?”
Pak Darno : “iya mbak. Disini aja.” aku mulai curiga dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Terlebih lagi dengan mata dari pak Darno yang mulai jelalatan.
Intan : “gini lho pak caranya. Cuma dibuka aja di bagian sini terus dipakein ke itunya bapak. Bagian yang di tengah agak gembung ini dipencet dulu untuk pegangan terus di selubungkan ke itunya pak. Tapi harus tegang dulu pak baru bisa dipasang” aku menyobek bungkus kondomnya dan memberikan arahan ke si bapak.

Pak Darno : “pasangin dong mbak. Hehe”
Intan : “ihs si bapak. Masa saya yang pasangin pak sampai disitu?”
Pak Darno : “yah saya gak tau pasangnya mbak Intan. Ayo dong mbak. Ibunya juga gak ngerti sebenernya cara pasangnya.” karena aku sendiri juga agak geregetan dan ingin iseng juga maka aku iyakan untuk mengajari pak Darno.
Intan : “hemm...ya sudah deh pak. Aku ajarin deh. Tapi jangan diluar sini ya pak aku takut ada yang liat nanti salah paham.” aku masuk ke dalam gubuk bersama pak Darno.

Intan : “sini deh pak saya pasangin. Coba bapak buka dulu celananya.”
Pak Darno : “beneran nih mbak?”
Intan : “yah si bapak tadi kan minta diajarin. Kok sekarang jadi ragu pak. Hihi.” karena kelamaan akhirnya aku jongkok di depan pak Darno dan membuka celananya. Disaat aku merabanya ternyata penisnya sudah sangat tegang. Ini membuatku jadi tertarik. Terlebih lagi sudah lama aku tidak dipuaskan. Aku sudah tak memperdulikan lagi meski di depanku sekarang hanyalah bapak-bapak usia 50an. Yang jelas sekarang hanya batang keras ini yang ingin aku rasakan.

Intan : “hmm kok sudah tegang banget nih pak. Hihi gampang nih pasangnya...mmmhhhh” aku pun mengurut penis pak Darno yang sudah tegang dengan tangan ku kemudian aku kulum. Penis pak Darno ini sangat berurat dan cukup panjang. Sekitar 19 cm rasanya karena tangan ku tak cukup mengcover semua areanya. Terlebih lagi kantong buah zakarnya juga cukup besar.
Pak Darno : “wah mbak Intan jago juga yah...enak mbak...oh...”
Intan : “mmmhhh… iya dong pak...mmmhhhh...aku kulum dulu yah...mmmhhh biar tegang sempurna.” aku terus mengulum penis pak Darno dan beliau mulai mengelus-elus kepalaku yang masih terbalut jilbab. Aku merasakan penis pak Darno semakin menegang dan agak berkedut-kedut. Ini tandanya kalau aku teruskan mungkin pak Darno akan berejakulasi di dalam mulutku. Jadi aku hentikan kulumanku saat ini.

Pak Darno : “eh kok sudahan mbak. Duh mbak nanggung nih.” pak Darno nampak kecewa.
Intan : “hehe iya pak saya pasangin dulu ya.” akhirnya aku memasangkan kondom di penis pak Darno.
Intan : “sudah deh gini loh pak caranya. Hehe sudah kan ya.” setelah itu aku berdiri.
Pak Darno : “yah mbak Intan, bikin tanggung nih.”
Intan : “emang mau ngapain lagi pak? Kan sudah itu aku ajarin cara pasangnya.” tiba-tiba pak Darno memelukku dan mendorongku ke arah dipan bambu yang ada di dalam gubuk ini. Setelah itu dia menindihku.

Intan : “eh pak...mau ngapain nih? Ah... sudah dong pak.” pak Darno saat menindihku sambil meremas-remas payudaraku. Aku sendiri mencoba mendorong tubuh pak Darno yang berada diatasku.
Pak Darno : “aduh mbak. Nanggung nih.”
Intan : “pak..jangan kasar-kasar… robek nanti seragamku. Ah...sudah dong pak...” pak Darno nampaknya sudah gelap mata dan mulai membuka seragamku. Untungnya kancing baju ku tak ada yang rusak karena ditarik olehnya. Tapi aku masih mencoba untuk melawan walau sia-sia. Aku juga tak serius sebenarnya untuk menolak pak Darno tapi hanya untuk lebih memancing nafsunya saja. Dan benar saja beliau semakin bernafsu seperti bermain dalam sebuah pemerkosaan. Apalagi saat bagian atas tubuhku sudah terpampang di depan nya, beliau langsung menarik bra ku dan menghisap sambil meremas kedua payudaraku bergantian.

Intan : “ah pak...ahhs...ahh....sudah pak...ahh...” mulutku memang mengatakan tidak tapi tangan ku menekan-nekan kepala pak Darno yang sudah botak ini agar semakin terbenam di payudaraku. Tak lama kemudian pak Darno mulai mencoba melepaskan celanaku. Tak butuh waktu lama celana dan cd ku terlepas sudah.
Pak Darno : “mbak saya masukin ya…sudah gak tahan saya…” aku hanya terpejam saja menanti yang selanjutnya terjadi. Batang panjang yang tadi aku kulum dan sudah aku pasangkan kondom perlahan-lahan mulai masuk kedalam vaginaku. Pak Darno pintar mempermainkan ku rasanya. Dia memasukkan perlahan sedikit demi sedikit. Mungkin beliau menganggapku masih perawan.
Intan : “ackk..ahhhss….pak...aaahhh...”aku terpekik ketika batangnya sudah memenuhi semua rongga kemaluanku.

Pak Darno : “oh...si mbak intan ternyata sudah gak perawan ya...haha. Tau gitu saya gak usah pelan-pelan….oohs...”
Intan : “aach pak...aaachhh pelan-pelan pak...aaachhhhs….aaaahhhh” pak Darno tiba-tiba menggenjotku dengan kecepatan penuh membuatku terguncang-guncang dan dipan bambu ini berderit.
Intan : “aachh pak...stop pak...aaachh...aku keluar...AACHSS….NNGGHHH” karena hujaman yang sangat kencang ini membuatku meraih orgasme pertama ku. Cairan kewanitaanku pun keluar dengan derasnya begitu juga keringat di tubuhku. Pak Darno tetap saja menggenjotku dengan kencang walau tau aku sedang orgasme. Membuat kewanitaanku ngilu rasanya menerima hujaman penisnya. Aku pun mencengkeram erat pak Darno dan menggeleng-gelengkan kepalaku ke kanan kiri karena ngilu rasanya. Bahkan kaki ku pun mengunci pak Darno dan membuat pak Darno semakin dalam menancapkan penisnya.

Intan : “AAAHHSS..PAK..AAAHHH.. AACKKK.. AAAAHHH… OOOHHHS… MMMHHHH… MMMMHHHH..” pak Darno menutup mulutku dengan tangan kirinya karena mungkin desahan ku terlalu kencang dengan tetap menggenjotku kencang. Aku merasakan bibir cervix ku seperti dipukul-pukul oleh kepala penisnya. Sudah tak bisa ku hitung lagi berapa kali aku memperoleh orgasmeku.

Pak Darno rasanya adalah pria terkuat yang pernah menggenjotku. Sudah sekitar 1 jam an dan beliau belum selesai juga. Sedangkan aku sudah tak terhitung berapa kali meraih orgasme ku. Rasanya mau pingsan sekarang. Bahkan sedari tadi pak Darno hanya menyetubuhiku dengan gaya misionaris tanpa lelah. Aku saja sudah terkulai lemas ngos-ngosan dibuatnya dan tak bisa lagi bersuara mendesah-desah. Hanya bisa megap-megap seperti orang kehabisan nafas.

Pak Darno : “ah mbak Intan...ah.. Saya mau...keluar mbak...ooohh….ACK...aackk...oohs...” akhirnya pak Darno meraih puncaknya juga dan membenamkan penisnya sedalam mungkin ke vaginaku. Aku pun terbelalak dan mencengkeram tepian dipan bambu ini saat pak Darno memompakan spermanya didalam. Awalnya aku tak khawatir karena aku sudah memasangkan kondom tadi di penisnya. Tapi karena kuantitas spermanya cukup banyak membuat kondomnya pecah dan aku merasakan cairan hangat ini mengalir kedalam rahimku. Aku yang sudah kelelahan hanya bisa membiarkannya terjadi begitu saja. Aku membiarkannya menyiram benihnya di dalam tanpa bisa melawan. Setelah itu pak Darno ambruk diatas ku. Penisnya perlahan-lahan mengecil yang akhirnya tercabut dari dalam.

Sekitar setengah jam kami beristirahat setelah itu pak Darno duduk di tepian dan menyadari sesuatu.
Pak Darno : "loh mbak, ini kok kondomnya rusak ya?"
Intan : "iya ih...si bapak..spermanya kebanyakan...sampai pecah itu pak" aku yang masih ngos-ngosan menjawabnya dan mencoba duduk di sebelah pak Darno sambil membersihkan ceceran sperma yang masih mengalir keluar dari dalam vaginaku dengan celana dalam ku karena aku tidak membawa tissue.
Pak Darno : “terus si mbak gimana nih?saya keluar didalam nanti jadi.”
Intan : “ah si bapak baru gini aja panik. Hehe. dari tadi pas genjot saya nafsu banget gak sadar diri.”

Pak Darno : “hehe maaf ya mbak. Mbak nya juga sih tadi ngulumin burung saya. Kan saya jadi nafsu mbak. Apalagi dirumah, ibunya kalau saya suruh buat ngulum burung saya gak pernah mau. Jijik katanya.”
Intan : “jadi selama ini nikah jarang di service seperti itu sama bu Marni pak?” aku berdiri sambil mengenakan pakaian ku lagi.
Pak Darno : “ya gak pernah mbak. Biasanya langsung tancap gas saja saya. Hehe saya nya juga gak bisa gak langsung saya tancap sih.”
Intan : “iya kayak tadi saya langsung ditindihin.”
Pak Darno : “maaf ya mbak. Duh saya jadi khawatir ini sekarang kalau mbak Intan hamil gimana nanti.”
Intan : “ya semoga saja enggak pak. Nanti saya minum obat pencegah kehamilan. Untungnya saya bawa di tas. Tapi dirumah pak.” sebenarnya aku juga takut hal itu terjadi karena cukup banyak aku rasakan spermanya memenuhi rongga rahim ku.

Intan : “astaga. Sudah jam 9 malam. Duh bapak tadi tahan lama banget sih. Gimana ini nanti pak kalau kita dicurigain sama bu Marni.”
Pak Darno : “eh iya ya mbak. Kok sudah jam 9 saja. Saya gak sadar ini. Maaf ya mbak.”
Intan : “ish si bapak minta maaf terus. Gak apa kok pak.” aku mencubit lengannya yang walau sudah tua namun masih kekar ini.
Intan : “eh pak gimana kalau antar saya ke minimarket saja beli sesuatu gitu.”
Pak Darno : “agak jauh loh mbak.”

Intan : “gak apa pak buat alasan aja. Gimana?”
Pak Darno : “ya sudah mbak kalau gitu saya antar.hehe tapi ngomong-ngomong. Terima kasih ya mbak buat pelajarannya tadi. Saya diajarin caranya pakai.”
Intan : “terimakasih buat pelajaran apa buat ngentotin saya pak?”
Pak Darno : “iya dua duanya sih sudah di bolehin. Enak kan mbak?hehe”
Intan : “ish si bapak nih. Ayo pak keburu kemalaman nanti kita pulangnya. Nanti aku bawain kondom yang lebih tebal lagi kayaknya buat bapak biar gak pecah lagi.”
Pak Darno : “tapi boleh di test sama si mbak Intan lagi gak mbak? Hehe”
Intan : “iya deh pak boleh.”

Sejak hari ini, hubungan gelap ku dengan pak Darno dimulai. Sudah lama rasanya aku tak dipuaskan dan malam ini pak Darno menggarap tubuhku di gubuk pinggir sawah. Sekarang rasanya aku punya seseorang yang bisa memuaskan ku.

Malam ini aku di antar ke minimarket terdekat dari kampung ini yang berjarak sekitar 30 menit perjalanan menggunakan motor. Aku pun membeli beberapa camilan saja untuk di rumah dan ku bagikan juga ke keluarga pak Darno. Kami baru kembali ke rumah sekitar pukul 11 malam dan untung saja bu Marni sudah tidur duluan. Jadi tidak ada juga yang mencurigai kami tadi.

Karena aku merasa kotor juga bekas persetubuhanku tadi, mau tak mau aku harus mandi malam ini juga. Sekalian membersihkan area kewanitaanku dan aku juga tak lupa meminum pil pencegah kehamilan yang ku bawa. Aku hanya bisa berharap pil ini menyelamatkan ku. Bakalan jadi skandal besar bila aku pulang-pulang nanti hamil.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd