The EX 02 - Chapter 51 A
Timeline : 2011 Oktober
–POV Intan–
Sudah 2 minggu rasanya aku harus bersabar demi adikku. Demi bisa melihatnya tersenyum lagi aku mengikat janji dengan Ruli. Aku harus melayaninya kapanpun dia mau agar Ruli bersedia memutuskan pertunangannya dengan Fitri. Tetapi sudah 2 minggu berlalu, rasanya belum ada tanda-tanda dia menepati janjinya. Adikku Hasan terkadang kembali uring-uringan saat tau Fitri belum juga putus dari Ruli. Disisi Ruli, dia selalu beralasan kalau hal ini tidak mudah. Aku paham memang urusan seserius ini tak bisa begitu saja diselesaikan dengan cepat.
Saat ini aku cuma bisa menagih janjinya saja tapi tak berani untuk menyudahi ini semua. Mungkin aku juga khawatir kalau Ruli membatalkan janjinya dan membuat adikku Hasan kembali tertekan. Aku takut kesehatan mental adikku terganggu. Jadi mau tak mau aku mengikuti semua keinginan Ruli.
Untung saja Ruli masih dalam batas wajar jika dibandingkan dengan kelakuan pak Giman. Terkadang aku takut untuk berangkat kerja. Karena sewaktu-waktu pak Giman bisa memperkosaku. Sampai-sampai saat aku bekerja, aku tak ingin berada di sebuah tempat sendirian terlalu lama, atau pergi ke tempat yang sepi sendirian seperti ruang obat maupun kontrol pasien sendirian. Bila aku 1 shift dengan Ningsih, aku mengikutinya kemana pun. Kami berdua bekerja bersama-sama tanpa bagi shift. Kalau tidak demikian, bisa-bisa pak Giman menarikku ke ruang yang sepi dan melampiaskan nafsu bejatnya disana kepadaku.
Sempat terpikir olehku kalau aku resign saja dan mencari kerja di tempat lain. Namun aku harus menjelaskan bagaimana ke orang tua ku. Di kota ini tempat ku bekerja adalah satu-satunya rumah sakit bersalin yang ada. Ditambah lagi sepertinya aku tak bisa lari dari dokter Danu. Beliau bisa saja mengancamku dengan video dan fotoku saat sedang berhubungan badan dengan pak Giman. Walaupun beliau juga ujung-ujungnya ikut menikmati tubuhku.
Aku berharap hari ini bisa bekerja dengan aman lagi karena aku kembali satu shift dengan Ningsih. Tapi ternyata ada seseorang yang nampak marah tiba-tiba datang menamparku begitu saja.
Ratna : “KAMU JAUHIN DOKTER DANU !!!”
Ratna dengan nada tinggi membentakku. Aku terdiam karena kaget, Ningsih yang berada di sebelahku juga terkaget.
Ratna : “AKU GAK NYANGKA SAMA KAMU TAN !!! MAU SIAPA LAGI YANG MAU KAMU GODA !!! DASAR LONTE !!!”
Ratna yang semakin marah menjambak rambutku dan aku juga berusaha membela diri. Ningsih berteriak-teriak minta tolong ke para perawat untuk membantunya melerai.
Akhirnya kami pun bisa di lerai dan Ratna masih nampak marah dan memaki-maki ku walau akhirnya dia berlalu pergi. Mungkin karena baru sadar dia sudah mempermalukan dirinya sendiri. Suasana yang sebelumnya ricuh, kembali berangsur tenang meskipun aku juga masih shock. Aku tak menyangka kalau Ratna akan semarah itu padaku. Jujur saja ini bukan salah ku. Tapi salah dokter Danu yang tak bisa menjaga nafsu syahwatnya.
Ratna menenangkanku dengan membawakan ku segelas air minum dan setelah melihatku sedikit tenang, dia menanyakan beberapa hal padaku.
Ningsih : “itu tadi… Ratna… yang diomongin Ratna benar Tan?”
Intan : “enggak Ning… gak semuanya benar…”
Ningsih : “maksudnya? Gini… kamu gak cerita ini sama aku lho Tan sebelumnya. Jujur aja aku shock juga tadi sama omongan si Ratna. Ya kita tau lah Ratna memang gundiknya dokter Danu. tapi, kenapa kamu keseret-seret? Kemu beneran godain dokter Danu?”
Intan : “enggak Ning… panjang ceritanya… tapi yang jelas aku gak godain dokter Danu.”
Ningsih : “lah terus?”
Ratna yang penasaran terus saja mencecarku dengan berbagai pertanyaan. Namun aku juga bingung untuk menjawabnya. Karena tak mungkin kan aku bercerita terus terang padanya kalau semua ini berawal dari ulah suaminya. Karena Indra lah aku bisa terseret sampai sejauh ini. Bila Indra tidak mengajakku berhubungan badan waktu itu, maka pak Pri tak akan sampai memperkosaku. Walau akhirnya aku juga menikmati hubungan ku dengan pak Pri. lalu sekarang merembet ke dokter Danu yang tahu skandalku dengan pak Pri.
Intan : “ya sudah aku ceritakan… tapi jangan disini…hmm…kita ke taman sana saja yang agak sepi.”
Aku dan Ningsih berjalan meninggalkan pos jaga untuk beberapa saat. Sambil aku mengulur waktu akan berbohong bagaimana ke Ningsih nanti. Tetapi saat sampai di taman, Ningsih kembali mencecarku dengan pertanyaaan.
Ningsih : “sudah…kamu cerita sekarang Tan.”
Intan : “ya udah aku ceritain nih…”
Ningsih : “gimana-gimana?”
Intan : “hih…sabar dong Ning.”
Intan : “hmmm… gini nih… kamu masih ingat almarhum pak Pri kan?”
Ningsih : “iya lah ingat, orang dia tukang bersih-bersih yang paling ramah sama kita-kita. Kenapa?”
Intan : “hmmm… aku dulu… gak dulu-dulu amat sih… eee… ada hubungan sama pak Pri.”
Dengan ragu-ragu aku mulai bercerita. Aku sengaja menutupi kejadian sebelum itu ke Ningsih.
Ningsih : “hah serius kamu? Duh Tan… itu dia sudah tua lho… katanya kamu mau serius sama Tono?”
Intan : “hehe… ya gimana… aku gak sengaja lihat burungnya pas itu gede banget… terus aku kepengen, jadi ku godain…”
Ningsih : “gila bener kamu tan!!!”
Intan : “halah kayak kamu juga gak pernah lihat batangnya aja… gede banget kan…”
Ningsih : “ii… iya sih… tapi ya aku gak segila kamu lah sampai kamu godain gitu. Aku masih sadar punya suami.”
Ningsih : “kamu sampai pacaran juga sama pak Pri?”
Intan : “ya gak pacaran sih cuma… ya gitu lah ning.”
Ningsih : “astaga…nyebut tan…nyebut… emang cukup?”
Intan : “ya awalnya sih enggak. Tapi lama-lama dipaksain juga cukup. Kayak dimasukin batang segede lengan ku gini ning…wuh…”
Ningsih pun seakan bergidik ngeri mendengarkan penjelasanku.
Ningsih : “eh bentar…sudah dulu bahas pak Pri. gimana ceritanya sampai ke dokter Danu terus si Ratna marah-marah ke kamu tadi? Kamu ada hubungan juga sama dokter Danu? Kamu godain dokter Danu juga?”
Intan : “enggak kalau itu ning… cuma… ternyata… penis pak Pri bisa se gede gitu habis dimodifikasi lah sama dokter Danu. beliau jadi objek experimentnya dokter Danu.”
Ningsih : “lalu? Kok bisa sampai ke dokter Danu? Aku masih bingung hubungannya gimana ini…”
Intan : “hmmm… awalnya dari setelah pak Pri dikabarin meninggal Ning… terus… kamu jaga rahasia ya… aku bakalan cerita kalau kamu janji jaga rahasia dulu… aku percaya sama kamu tapi aku juga masih was-was buat cerita…”
Ningsih : “iya aku janji…yang penting kamu cerita semua ke aku.”
Intan : “ya udah… aku sempat hamil kemarin Ning…”
Ningsih : “astaga… anak pak Pri?”
Intan : “gak tau… bisa juga anak mas Tono. tapi pak Pri juga buang didalam sih… terus ketahuan sama dokter Danu. dia tahu aku punya hubungan sama pak Pri. lalu… ya gitu lah. Awalnya aku di periksa dan berujung… aku diperkosa dokter Danu… tapi… aku gak bisa ngelawan Ning. dia tahu semua rahasiaku. Dia juga ngerekam aku…”
Ningsih : “kok… duh…kok rumit sih…duh…kumat itu tua bangka gak tobat-tobat. Aku kira setelah punya gundik si Ratna sudah cukup buat dia. Tapi dia ngerekam kamu kan. Bagus itu, kalau dia sebarin sama saja nyebarin aibnya dia gak sih.”
Intan : “tapi…bukan rekaman saat aku diperkosa dia. Tapi… saat aku dibius terus aku gak sadar main sama pak Giman.”
Ningsih : “HAH!!!”
Intan : “ssstttt….pelan-pelan Ning…”
Aku menyuruhnya diam agar tak ada yang kaget atau kepo.
Ningsih : “bentar…kamu dibius?”
Intan : “ya dikasih kayak obat perangsang gitu… sampai aku gak kontrol dan ya sudah akhirnya berhubungan badan sama si Giman sialan itu. Hiiiiihhh…jijik aku kalau ingat-ingat. Kalau aku sadar gini pengen muntah rasanya ngingat-ngingat itu.”
Ningsih : “iya lah aku juga jijik sama itu orang. Duh… jadi kamu juga gak bisa ngehindar dari dokter Danu ini… dia ngancam kamu pakai itu video?”
Intan : “enggak sih…cuma aku takut aja kalau sampai diancam… jadi ya gimana…mau gak mau aku juga ngelayanin dia… ini aku gak ada hubungan apa-apa lho Ning… beneran… kalau Ratna mau dokter Danu, ambil aja sana. Mana kalau main itu badan ku rasanya sakit semua. Penisnya dokter Danu sama pak Giman lebih gede dari pak Pri. itu sudah kebantu obat yang disuntikin dokter Danu. kalau gak gitu bisa pingsan aku diobrak-abrik mereka.”
Ratna pun akhirnya terdiam tak bisa berkata-kata lagi beberapa saat. Sampai aku yang membuka omongan terlebih dulu.
Intan : “jadi gitu Ning… itu sih kenapa akhir-akhir ini aku juga gak mau keliling sendirian, atau misal ke tempat sepi gak sama kamu. Setidaknya ada temennya lah… dokter Danu sih gak seberapa, si Giman sialan itu tuh yang sering maksa.”
Ratna : “ya sudah, kamu gak resign aja?”
Intan : “gak bisa…aku ngomong gimana kalau tiba-tiba resign? Kamu tau kan orang tua ku bangga banget aku kerja jadi bidan gini. Apalagi rumah sakit bersalin ya cuma disini.”
Ratna : “ruwet ah…”
Intan : “mangkanya kan… belum tentu aku bisa lepas dari ini semua meski resign. Bisa aja rekaman ku itu dipakai buat ngancam aku kedepannya.”
Ningsih : “eh sebentar… terus… kamu katanya hamil? Itu…gimana?”
Intan : “sudah aku gugurin Ning…aku cerita ke mas Tono buat ini. Itu yang aku cuti lama kemarin itu bukan nemanin mas Tono skripsi jadinya. Tapi malah bikin mas Tono nemanin aku dirawat habis aku gugurin.”
Ningsih : “pantesan kamu pas awal-awal masuk kemarin masih kelihatan lemes. Dia gimana sih bukannya nyegah kamu buat gugurin malah gini. Kan bisa jadi itu juga anak dia.”
Disini aku tak bisa menceritakan kenapa aku keguguran, tak mungkin kan aku cerita tentang bagaimana teman-teman adikku yang memperkosaku sampai aku keguguran.
Intan : “ya tapi aku juga gak yakin itu anaknya mas Tono sih Ning…”
Ningsih : “kamu ini lho Tan…sudah dewasa kok gak jaga diri…mulai sekarang jangan sembrono lagi kamu nih…”
Intan : “iya deh iya bu Ningsih…”
Ningsih : “jujur aja buat kasusmu ini aku gak bisa bantu…duh gimana…”
Intan : “ya aku sih berharap mas Tono segera nikahin aku sih Ning jadi aku bisa pergi dari kota ini. Setidaknya aku punya alasan yang jelas untuk resign.”
Ningsih : “iya sih cuma itu solusinya… ya semoga lah ya…gak ada apa-apa sama kamu lagi…”
Intan : “iya Ning…”
Setelah itu kami kembali ke pos dan bekerja seperti biasa. Namun setelah shift ku berakhir dan aku akan pulang, ada seorang perawat yang menyampaikan pesan kalau dokter Danu memanggilku ke ruangannya. Mau tak mau aku akhirnya menuju ke ruangannya. Sedangkan si Ningsih sudah pulang terlebih dahulu. Aku agak takut akan terjadi apa nanti disana. Meski demikian ku beranikan diriku untuk melangkah menuju ruangannya.
Ku lihat di depan ruangannya ada seseorang yang berjaga. Ya, dia pak Giman. Orang paling menjijikkan yang tak ingin kutemui.
Giman : “eh ada Intan cantik… mau ketemu dokter Danu ya? Sudah ditungguin tuh didalam.”
Intan : “apasih…”
Aku bersikap judes ke pak Giman karena aku memang sebenci itu sama dia. Sebelum aku masuk kedalam, samar-samar ku dengar ada suara desahan dari dalam. Aku mengurungkan niatku untuk masuk.
Intan : “ada siapa di dalam?”
Giman : “oh biasa si Ratna itu. Masuk aja. Sudah ditunggu kok kamu Tan.”
Intan : “gak ah gak enak… eh…apaan sih…”
Aku menolak masuk, namun pak Giman membukakan pintu dan mendorongku masuk kemudian kembali menutup pintunya. Aku sangat canggung saat ini karena aku melihat jelas di hadapanku Ratna yang setengah telanjang itu sedang menunggangi Dokter Danu di Sofa dengan posisi WOT. Tapi Ratna nampaknya terkejut dengan kedatanganku.
Ratna : “iihhhss…mas ini ngapain sih kok ada Intan disini? Bikin bete aja…”
Ratna menggerutu dan menyudahi apa yang dia lakukan tadi lalu berjalan melewatiku sambil mengambil pakaian atasannya yang terlepas di sudut ruangan lalu dia kenakan kembali. Sedangkan dokter Danu yang juga setengah telanjang nampak penisnya yang masih tegang dengan berlumuran cairan dari Ratna.
Dokter Danu : “tenang dulu dong sayang…” Ucapnya ke Ratna
Dokter Danu : “aku nyuruh dia kesini biar kamu sama dia baikan. Lagian kenapa sih tadi pagi itu kamu bikin rame. Sini-sini duduk dulu.”
Dokter Danu menyuruhku dan Ratna duduk di kursi didepan mejanya. Aku dan Ratna pun menurut.
Ratna : “habisnya kamu sih mas… main sama dia. Kan aku gak terima… gimana kalau kamu nanti ninggalin aku? Sudah lah pecat aja Intan.” ucap Ratna dengan penuh emosi. Andaikan aku bisa ngomong kalau aku juga tak ada niatan untuk merebut dokter Danu darinya.
Dokter Danu : “hahahaha… kamu sudah mulai ngelunjak ya Ratna. Kamu itu siapa berani-beraninya ngomong gitu ke aku.”
Ratna : “tapi mas…aku benar-benar tak terima kalau kamu lebih pilih si Intan.”
“PLAKKK….” Tiba-tiba dokter Danu menampar Ratna dan dia pun terdiam.
Dokter Danu : “sekali lagi aku tanya ke kamu. Kamu siapa mau ngatur aku kayak gitu. Sudah aku bilang ke kamu tadi. Tau diri kamu Ratna.”
Ratna : “mas…aku rela kamu apain aja. Asal kamu gak ninggalin aku.”
“PLAKKK….” dokter Danu kembali menampar Ratna.
Dokter Danu : “masih berani ngomong kamu. Apa aku sudah nyuru kamu ngomong tadi?”
Kemudian Ratna terdiam dan sepertinya menahan isak tangisnya.
Dokter Danu : “kamu tau…kelakuanmu tadi pagi itu sudah bikin malu. Gak ada otak kamu ya. Sebelum bertindak itu mikir dulu. Reputasiku sama ini rumah sakit gimana. Paham kamu! Bikin malu aja. Otak itu dipakai.”
Dokter Danu : “maaf ya Tan. ini tadi pagi Ratna sudah bikin malu memang. Kamu mau maafin dia atau tidak? Kalau buat aku sih perempuan yang gak punya otak kayak gini gak guna buat aku.”
Ratna masih terdiam dan aku juga tak tahu harus menjawab apa jadi aku mengangguk saja pertanda memaafkan Ratna.
Dokter Danu : “nah… si Intan saja sudah maafin kamu lho Ratna. Sekarang kamu mau gak berbaikan sama dia.”
Ratna : “iya mas… maafin aku ya tan… aku memang gak punya otak tadi pagi sampai ngelabrak kamu.” ucap Ratna sambil memelukku.
Dokter Danu : “nah gitu dong kan enak. Baikan semua. Hahaha.. Tapi ada yang kurang. Masa cuma dipeluk aja. Eh Ratna…cium si Intan sana. Hahaha”
Intan : “eh… mmmmpppfffttt…” aku kaget saat Ratna menciumku. Dia mengikuti perintah dokter Danu. Baru kali ini aku dicium oleh sesama wanita di bibir dan seakan dia ingin memasukkan lidahnya kedalam mulutku. Aku mencoba mendorong Ratna namun pelukannya cukup erat.
Ratna masih menciumku dan tampak penuh nafsu. Sedangkan aku berusaha untuk melepaskan ciumannya. Terdengar gelak tawa dari 2 orang yaitu dokter Danu dan pak Giman yang menyaksikanku dicium oleh Ratna. Sampai akhirnya aku yang berusaha keras mendorong Ratna terjatuh dan tertindih olehnya. Namun Ratna tak kunjung berhenti, dia masih berusaha menciumku dan akhirnya pertahananku pun melemah. Lidahnya berhasil masuk ke dalam mulutku. Ratna menghisap-hisap lidahku. Rasanya cukup aneh untukku bercumbu dengan sesama jenis seperti ini. Kupejamkan saja mataku dan membiarkan Ratna menciumiku dengan penuh nafsu. Ratna juga tak hanya mencumbuku sekarang, namun tangannya juga mulai merangsang area payudaraku dengan meremas-remasnya.
Giman : “hahaha seru ya bos.”
Dokter Danu : “masa gitu aja Ratna, lepasin bajunya dong.”
Ratna yang mendengar perintah dokter Danu mulai melucuti kancing bajuku sampai akhirnya terlepas dan dia pun kembali merangsangku dengan meremas payudaraku. Tangannya menelusup masuk kedalam bra yang ku kenakan dan sesekali memilin putingku. Diperlakukan demikian nafsu ku pun bangkit. Meski rasanya salah dan aneh, tapi rangsangan yang dilancarkan oleh Ratna cukup membuat puting ku tegang dan kemaluanku perlahan membasah.
Aku seperti sudah tak bisa mengelak lagi. Aku hanya bisa memejamkan mata ku dan membiarkan Ratna melancarkan aksinya. Dia mulai melucuti pakaianku satu per satu sambil kembali mencium bibirku. Aku pun membiarkan lidahnya masuk kedalam mulutku. Sampai akhirnya aku pun telanjang bulat bersama Ratna yang masih mencumbuku di lantai. Aku masih memejamkan mata ku dan meski ini terasa aneh namun tetap saja rangsangan ini nyata. Tubuh telanjangku bergesekan dengan tubuh Ratna. Payudaraku dan payudaranya saling bergesekan dan tangannya juga meremas-remas payudaraku. Perasaan aneh apa ini yang kurasakan…
Dokter Danu : “nah gitu dong sayang… baikan… hahaha… kan enak lihatnya.”
Giman : “hahaha seru seru bos. Tapi bos. Lebih seru kalau pakai yang biasanya.”
Dokter Danu : “iya betul juga katamu.”
Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan.
Tiba-tiba saja Ratna menyudahi ciumannya dan remasan tangannya di payudaraku. Dia memegangi tangan kanan ku. Sebelum aku sempat tersadar, dokter Danu menyuntikkan sesuatu di tanganku. Nampaknya dokter Danu menyuntikkan obat yang sering membuatku hilang kendali.
Intan : “DOK!!!” ucapku sambil membentaknya karena kaget. Saat itu aku baru melihat kembali tubuh telanjang Ratna yang berada di atasku sedang memegangi tangan kananku.
Dokter Danu : “sudah nikmati saja sayang… Ratna kamu mau juga?”
Ratna : “iya dong mas… ahss….” Ratna yang masih memegangi tanganku akhirnya disuntik dengan suntikan ke dua setelah suntikan pertama masuk lewat lenganku.
Perlahan rasa panas mulai muncul dalam dadaku. Terasa panas dan semakin lama mulai menyebar ke seluruh syarafku. Nampaknya obat perangsang dokter Danu mulai bereaksi. Aku masih berusaha menahan gejolak nafsu ku yang mulai memuncak ini. Ratna sudah tak lagi memegangi tanganku. Kini dia kembali mencumbuku. Keringat ku mulai bercucuran deras karena panas tubuhku meningkat. Nafasku pun semakin berat rasanya.
Ratna : “mas…lihat deh… si Intan mulai gak tahan nih…hahaha…kamu sih mas ngasih obatnya 3x dosis ku.”
Dokter Danu hanya terkekeh mendengar ucapan Ratna.
Aku masih berusaha menjaga kewarasanku walau tubuhku semakin lama lebih mengikuti nafsu yang bergejolak ini. Kucoba menahan namun Ratna yang terus merangsangku akhirnya membuat ku orgasme sampai squirting.
Intan : “HNNGGGGGHHHHHH!!!!!” aku mengejan berusaha menahan namun perasaan nikmat ini tak kunjung reda.
Ratna : “enak ya tan…hehehehe duh aku juga dong pengen squirting kayak kamu…mmmhhhh…” Ratna kembali menciumku dan menghisap lidahku. Kali ini aku sudah tak bisa mengontrol diriku lagi. Kucium balik dirinya meski tetap ada perasaan aneh jauh di dalam diriku.
Aku dan Ratna bergumul diatas lantai saling raba dan hisap satu sama lain. Ratna mulai menghisap putingku dan aku pun demikian. Sudah tak terkontrol lagi rasanya. Kami berdua saling merangsang satu sama lain. Sampai akhirnya aku dan Ratna kembali orgasme. Rasanya setiap kali orgasme, nafsuku bukannya malah reda, namun semakin memuncak. Ratna mengangkat kaki ku dan mulai menggesek-gesekkan kemaluannya ke kemaluanku.
Ratna : “”ouhs…tan…ouhs…nggghhh…nggghhh…tan…”
Intan : “ahs…rat..ouhs…geli…ouhs…nggghhh…ratna…ouhs…”
Gesekan kemaluanku dengan Ratna semakin lama semakin kencang. Meski pun tak ada penetrasi namun clitoris kami berdua yang bergesekan membuat sensasi yang berbeda. Sampai akhirnya aku dan Ratna kembali orgasme. Cairannya muncrat membasahi tubuhku, begitu pula dengan tubuhnya yang basah akan cairanku.
Sudah tak ada rasa malu lagi. Yang jelas aku menggapai kenikmatan dengan Ratna. Entah kenapa sekarang aku yang seperti penasaran dan ingin mencoba hal baru. Aku bergerak turun dan mulai ku jilati kemaluan Ratna yang masih basah dengan cairan kewanitaannya. Walau masih ada perasaan mengganjal, namun tetap saja kulakukan. Ku jilati area labia mayoranya dan kuselipkan lidahku menusuk-nusuk kedalam kemaluannya. Sesekali ku hisap clitorisnya yang mencuat itu. Nampak Ratna yang mulai kelojotan dengan aksiku sampai akhirnya dia orgasme lagi dan menjepit erat kepalaku dengan kedua paha nya. Dia kembali menyemburkan cairan kewanitaannya tepat dimukaku. Herannya, aku malah membuka mulutku untuk meminum semua cairan yang menyembur dimukaku ini.
Dengan posisi masih terjepit seperti ini, aku membiarkan area bawahku terbebas sepenuhnya. Kurasakan ada seseorang yang berada dibelakangku. Dia mulai meraba-raba area pantat dan pinggulku. Kemaluanku pun merasakan sebuah benda keras mulai menempel. Benar saja, tak lama kemudian dia mencengkeram erat pinggulku sambil melesakkan kemaluannya ke dalam vaginaku.
Intan : “MMMPPPPPPHHHHHH…” aku yang masih terjepit di sela-sela paha Ratna, hanya bisa menjerit tertahan saat kemaluan besar itu mendobrak masuk ke dalam vaginaku. Karena masih licin oleh cairan kewanitaanku, dia dengan mudahnya menggenjotku dari belakang. Mungkin dalam 3 sampai 5 tusukkannya sudah bisa membuatku kembali meraih orgasmeku.
Ratna yang sudah selesai orgasme, mulai melonggarkan jepitan pahanya dan kini aku pun bisa terbebas dan mulai meracau tak karuan seiring dengan hujaman penisnya kedalam vaginaku dan membentur-bentur keras di lubang cervixku.
Intan : “AHHS…YES…OOUHS…TERUS…AAHSS…AHHS…OOHS…”
Seorang pria yang sedang menyetubuhiku dalam posisi doggy style ini mulai menjamah area payudaraku yang tergantung dan bergoyang bebas. Dia meremas-remasnya kuat sambil terus menggenjotku dari belakang. Sampai akhirnya dia menarik tubuhku dan berusaha menciumku. Nampak jelas saat ini ternyata pak Giman yang sedang menyetubuhiku. Aku yang sudah tak terkontrol lagi pun membalas ciumannya. Kami bertukar ludah dan saling hisap beberapa saat sebelum kembali menggenjotku dengan kecepatan penuh. Bagai anjing kawin, aku dan pak Giman bersetubuh dengan penuh nafsu.
Intan : “AHS...AHS…OHSS…AHS…OHSS…ACK…OHS…” desahanku semakin kencang seiring genjotan pak Giman. Bahkan aku sudah tak sadar berulang kali squirting dan membasahinya. Kemaluanku meski terasa ngilu namun tetap saja aku berusaha mengimbangi genjotannya dengan goyanganku.
Nampak di sebelahku juga tergeletak Ratna. Dia sedang disetubuhi oleh dokter Danu dalam posisi misionaris. Ratna yang digenjot kencang oleh dokter Danu mulai bergerak terdorong kearahku. Entah kenapa aku dan Ratna saling tatap dan kemudian kembali berciuman panas dengan masih digenjot oleh partner masing-masing. Norma-norma yang berlaku sudah kulupakan. Yang kurasakan adalah menggapai kenikmatan ke titik yang paling tinggi.
Giman : “AHS…BOS…BOLEH AKU SEMPROT GAK SI INTAN?”
Dokter Danu : “hahaha cuma segitu ketahananmu man. Jangan dulu…”
Giman : “TAPI BOS…SUDAH GAK TAHAN…”
Dokter Danu : “sini tukar…kamu semprotin di Ratna sini…”
Dokter Danu bertukar dengan pak Giman dan kini pak Giman sedang menggenjot Ratna dengan kencang. Sedangkan dokter Danu berpindah ke belakang tubuhku dan tanpa basa basi menjejalkan penisnya kedalam vaginaku.
Nampak disebelahku kaki Ratna diangkat ke pundak pak Giman.
Giman : “AHS…AH…GAK TAHAN LAGI…AARRRGGHHH….”
Pak Giman menusukkan penisnya dalam-dalam dan Ratna pun mengejan sampai tangan kirinya mencengkeram erat tangan kiri ku seperti menahan sesuatu. Nampaknya penis pak Giman menembus kedalam rahim Ratna dan aku tahu bagaimana rasanya. Air mata pun nampak keluar dari mata Ratna. Namun aku tak ada waktu untuk memperhatikannya. Aku masih menikmati gairah nafsuku bersama dokter Danu.
Dokter Danu : “hahaha pantes aja si Giman gak tahan. Goyangan mu rasanya beda Tan. hahaha”
Intan : “OHS…YES…OUHSS…TERUS DOK…OOUHS…OHSS…”
Disaat aku semakin menikmati persetubuhanku dengan dokter Danu, tiba-tiba saja pak Giman berdiri didepanku.
Giman : “bos…ini Intan aku suruh ngemut ya. Boleh bos?”
Dokter Danu : “hahaha kalau mulut pakai aja man. Aku mau nikmatin mekinya dulu.”
Giman : “hahaha siap bos… ayo sayang… buka mulutnya…”
Pak Giman menyodorkan penisnya yang belepotan sperma itu ke mukaku. Dia yang tak sabar memencet hidungku yang membuatku kesusahan bernafas dan langsung saja dijejalkan penisnya kedalam mulutku.
Intan : “OGH…OGH…OGH…OGHH…”
Pak Giman mulai menggenjot mulutku dengan penisnya yang tak mampu ku tampung sepenuhnya didalam mulutku. Sedangkan dibelakangku dokter Danu terus saja menggenjotku dengan kencang. Lama-lama penisnya pak Giman terdorong masuk sampai tenggorokanku. Ku kulum penisnya dan air liurku menetes kemana-mana karena hentakan kedua pria ini.
Pak Giman memegang erat kepalaku dan mulai menyetubuhi mulutku karena penisnya kembali tegang, sedangkan dokter Danu memegang erat pinggulku dan menghujam keras penisnya didalam vaginaku. Penis dokter Danu membentur keras di dinding cervixku berulang kali.
Intan : “NGGGHHHH...NGGGHHH…NNNGGGHHH...NGGGHHH…”
Aku hanya bisa mengerang karena mulutku tersumpal dengan penis pak Giman.
Dokter Danu seakan ingin menjebol cervixku dan masuk sampai ke rahimku. Aku takut tak terkontrol lagi dan refleks menggigit penis pak Giman. Dan benar saja tak lama kemudian kepala penis dokter Danu menerobos masuk kedalam menyentuh area dinding rahimku. Rasa ngilu dan sakit bercampur menjadi 1. Aku berusaha sekuat mungkin untuk menahan dan tidak menggigit penis pak Giman walau air mata ku mulai mengalir kini.
Kini penis Dokter Danu sudah menyeruak masuk ke area terdalamku. Kepala penisnya menumbuk keras dinding rahimku dan dia tak mengurangi kecepatan genjotannya. Dokter Danu semakin keras mencengkeram pinggulku dan nampaknya sebentar lagi dia akan ejakulasi. Dokter Danu mempercepat ritme genjotannya, bahkan aku tak bisa mengimbanginya lagi dengan goyanganku. Pak Giman mencabut penisnya dari mulutku dan kemudian dokter Danu ejakulasi langsung didalam rahimku.
Intan : “AARGGHHH….”
Aku menjerit kuat saar cairan panasnya itu seperti memenuhi seluruh rahimku. Karena terganjal dengan batang penisnya yang menyumbat lubang cervixku, membuat perut bagian bawahku serasa mengelembung.
Dokter Danu : “hahaha enak ya tan…hahahaha”
Aku masih mengerang keras karena cairan yang dia semburkan tak kunjung berhenti. Rasanya tulang-tulang ku seperti dilolosi dari tubuhku ketika aku juga mencapai puncakku. Aku pun orgasme saat ini. Kemaluanku ngilu tak tertahan. Sampai akhirnya aku pun tak kuat lagi dan ambruk. Sedangkan dokter Danu terus memompa benihnya didalam rahimku. Aku sudah tak bisa apa-apa lagi. Meski aku sadar beberapa menit setelah dokter Danu puas, pak Giman mengambil posisi kembali dan kembali menggenjot kemaluanku. Aku tak tau lagi berapa kali aku dan Ratna digilir oleh mereka berdua.