Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERPEN Tugas Kelompok [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Bang... Bang... TS ceritanya aku suka lembut nggak grasa grusu.... Sradak sruduk... Sekedar masukan aja ada beberapa typo spt mestinya ririn tapi tertulis ina pas kejadian bersih2 dikamar. Kalo bisa diperbaiki....
Saya suka.... Saya suka...
Tetap semangat om TS ditunggu updatenya

:adek:
 
Good storytelling

Tulisannya rapi, enak dibaca, jadi kebawa ceritanya, jaman cinta²an emang paling bikin baper hu...
Semoga cepet wisuda, hu
Eh... apa wisudanya bareng ririn ya 🤣🤣🤣
 
Episode 3








Menjemput Pulang
Mendapatkan Peluang

Sabtu, 14.00 WIB. Aku terbangun dari tidur dengan badan yang pegal-pegal karena kebanyakan begadang. Aku cuci muka, minum air putih, dan merokok. Aku melihat-lihat Instagram dan beberapa medsos lainnya. Kemudian, aku menyalakan laptop dan lanjut mengerjakan transkrip wawancara. Di tengah mengerjakan, aku memfoto layar laptop dan aku kirim ke grup WA kelompok.

"MANGAT, BANG" Balas Ina

"YOSSHH" Balasku.

Kemudian ada PC dari Ririn, "Need help?"

aku balas, "Need love"

"What should I do when you need love?" Balas Ririn.

"do the interview transcript. wkwkwkk" balasku

"Nope" balas Ririn

"Yaaahh :(" balasku.

“Lagian itu jobdesc abang” balas Ririn

“Iya deh iya. :’)” Jawabku

Ririn hanya membacanya. Lalu aku mengirm lagi chat,

"Lagi dmna?"

"Dipatiukur"

"Ngapain?"

"Keppooo"

"Pulang mau dijemput? biar sekalian malam mingguan. Ehheee"

"Dari Sabtu pagi di luar, malam minggu mending istirahat di kostan"

"Gak mau mamingan?"

"Enggak"

"Kalau dijemputnya mau? Biar aku anterin pulangnya"

"Jauh, bang"

"Gapapa"

"Kenapa mau jemput?"

"Biar ketemu, eheehee"

Ririn tidak membalas. Aku menambahkan lagi chat,

"Jadi gimana? mau yah?"

"Nanti ngerepotin"

"Enggak. Ini aku berangkat atuh yah"

"Langsung? sekarang banget?"

"Mandi dulu sih. ehehehe. Shareloc dong"

"Iya nanti aku shareloc kalau 30 menit lagi mau pulang. Makasih sebelumnya"

"my pleasure, my lady"

Aku pun bergegas mandi dan bersiap-siap.

Setibanya di lokasi yang telah dishareloc oleh Ririn, aku menelepon Ririn.

Ririn menganggkat teleponku, “Hallo Assalamualaikum, apa bang?

“Aku udah di lokasi”

“Assalamualaikum!!!”

“Waalaikumsalam. Aku udah di lokasi.”

“di mananya?”

“parkiran Rabbani”

“Masuk aja ke tokonya”

“86”


Aku langsung menutup teleponnya dan bertemu dengan Ririn.

“Beli kerudung?” tanyaku

“Iya. Pashmina” jawab Ririn

“Apa bedanya kerudung sama pashmina?”

“Cari aja di google”

“Hadeuh. Nih yang ini lucu motifnya” Aku sambil menunjuk salah satu barang di sana

“Kurang lebar ukurannya”

“Kenapa sih kerudungnya harus sampe segini?” tanganku memegang perutku sendiri

“Prinsip”

“Siap”

Aku terus berjalan di belakang Ririn mengikutinya. Sambil aku bawa totebag Ririn.

“Perasaan ke lorong yang ini udah deh tadi” Kataku

“Ya biarin. Capek yah? Yaudah duduk aja sana. Lagian aku kalau beli sesuatu emang suka lama milih-milih dulu” Sewot Ririn

“Iya deh aku duduk aja, tapi kamu jangan jadi buru-buru gara-gara aku yah”

Ririn mengangkat jempolnya tanpa melihat ke arah ku. Aku menunggu di kursi balkon sambil membawa totebag Ririn.

Sekitar 15 menit kemudian

“Bang tote bag aku sini. Eh ambilin dompetnya aja deng”

Akupun membuka totebag Ririn dan memberikan dompetnya. Di dalam totebagnya ada HP Ririn yang tidak terkunci menampilkan whatsapp bekas aku menelepon. Aku nekat membuka HPnya meski tahu itu ranah privasi Ririn, tapi saking penasarannya aku pun mengoperasikan hape Ririn.



Aku melihat chat di WA, ternyata dia tidak chatingan dengan lelaki lain selain aku. Banyak sekali grup-grup yang diikuti Ririn dari muali grup keagamaan, kepemudaan, BEM Univ, dll.

Aku membuka Instgarmanya. Aku buka DM nya ternyata seperti orang pada umunya, aku lihat histori pencarian IGnya selain akun-akun dagang, akun BTS, ada di urutan paling atas. Lalu aku membuka Gallery nya, dan saat aku melihat Galeri Hpnya aku cukup kaget. Bukan bukan video porno bukan. Tapi….

“Bang, ayo.” Panggil Ririn.

Aku bergegas memasukan HP Ririn ke totebagnya dan menghampiri Ririn.

“Udah? Beli berapa pcs?” Tanyaku

“udah. 3pcs”

“Wih banyak duit nih”

“Banyak sih enggak tapi ada. Baru dikirim”

“Aku belum makan da. Ihihii”

“Oh jadi ngejemput nganterin pulang tuh pamrih? hahahaha”

“Wkwkwkk enggak lah.”

“Yaudah ayo makan, aku yang bayar tapi jangan lebih dari 150 Ribu. Kalau lebih, kurangnya pake uang abang”

“Asik siap. Makan apa?”

“Lagi pengen Iga Bakar. Ke Rumah Makan **** yuk”

“Iya hayu, yang di Jl. Riau yah?”

“Iya”

“hayu”

Seperti biasa kalau membonceng Ririn tidak bisa sunyoto karena duduknya miring. Bete sih tapi yaa gimana lagi. Sampai di Rumah Makan yang dituju aku memesan Nasi + Ayam Betutu dan Ririn memesan Iga Bakar Super Pedas.

“Doyan pedes?” Tanyaku

“Banget”

“Kenapa?”

“Enak”

“gak takut sakit perut?”

“Takut”

“Pernah sakit perut gara-gara makan pedes?”

“Pernah”

“Enggak kapok?”

“Enggak?”

“Bisa gak sih kamu tuh kalau ngobrol jangan jutek?”

“Dih aku gak jutek”

“Ngejawab singkat-singkat lagi ngobrol tuh kesannya jutek.”

“Harusnya?”

“Ya tanya balik kek atau kamu menceritakan suatu hal tanpa harus aku tanya”

“Aku emang gini orangnya”

“Yaudah deh iya. Untung aja aku cerewet mau banyak nanya, mau banyak ngomong.”

“Iya, itu juga kenapa aku nerima abang sekelompok”

“karena buat ngomong presentasi gitu?”

“Nah tau”

“Kamu kalau cari suami nanti harus yang cerewet. Kalau kamu ngomong pendek-pendek, suami nanti sama juga, gak seru”

“Iya, aku selalu punya kisah sama cowo-cowo cerewet”

“Katanya gapernah pacaran?”

“Punya kisah belum tentu pacaran”

“Kamu punya kisah sama aku?”

“Punya”

“ihiw”

“dih”

“Gimana kisahnya?”

“Yagitu”

“gitu gimana?”

“yagini”

“ih kamu mah. Pernah makan Chiken Fire Wings level maksimal?”

“Pernah”

“level berapa maksimalnya?”

“5”

“Pedes banget?”

“kalau banget sih enggak”

“Itu pas makan yang level 5 alasannya apa?

“Biasanya aku kalau lagi haid suka pengen yang pedes”

“Oh sekarang lagi enggak?”

“Kemarin kan solat di kostan Ina”

“Oh iya, ya barangkali aja tadi gitu”

“Enggak. Jadwalnya tanggal belasan aku mah”

“Oh berarti bulan ini mah udah ya”

“hooh. Eh by the way lama yah makananya”

“Iya. tebak-tebakan yuk?”

“tebakan apa?”

“Yang nganterin ke sini nya Si aa atau si teteh yang di sampingnya?”

“Si aa”

“Yah aku juga mau jawab itu”

“Dih ngikutin”

“Yaudah deh sok tebakan aku Si teteh yang bakal nganterin makanan kita ke sini”

“Yang bener dapet apa?”

“Yang bener berarti menang, yang salah berarti kalah”

“Dih dodol ya emang gitu”

“Apa atuh sok, kalau kamu menang kamu mau dapet apa?”

“Abang kalau menang mau dapet apa?”

“Dapet kamu lah, jelas. Hahahaha”

“Dih”

“Ih maksudnya, kalau tebakan aku bener, aku pengen kita pacaran. Berani?”

“Yaudah tapi kalau tebakan aku yang bener, kita enggak bakalan pernah berstatus pacaran.”

“Anjir, gak bakalan pernah? Will never pisan? Sok lah wanieun. Ayo Deal”

Aku mengajak bersalaman pada Ririn. Ririn melihat tanganku dan kemudian menatap wajahku dan kemudian melihat tanganku lagi.

“Gausah salaman. Tos aja” Kata Ririn.

“Ih dimana-mana juga perjanjian mah salaman”

“Ya kan ini mah tos aja”

“Tapi kalau tos berarti deal juga yah?”

“iya”

“oke” akhirnya tanganku dan tangan Ririn bertepuk tanda Deal.



Dan kita pun terdiam. Aku capek banyak ngomong, tenggorokan kering, sekaligus degdegan lumayan tegang. Ririn pun terdiam mungkin karena tegang juga, tapi tidak mungkin kalau dia capek ngomong atau tenggorokannya kering. Akhirnya kami sibuk dengan HP masing-masing sambil menunggu makanan.



Aku membuka Instagram, scrolling Timeline sambil mengingat apa yang tadi aku lihat di galery HP Ririn. Foto-foto selfie tanpa kerudung, ekspresi lidah menjulur, ekspresi menggigit bibir bawah, rambut yang ikal, foto setengah badan dengan kaos V neck yang sedikit memamerkan belahan payudara, ah semua foto-foto itu sangat ingin aku miliki. Seandainya ada kesempatan lagi, aku akan kirim foto-foto itu ke hapeku untuk aku jadikan bahan onani.

Aku tidak pernah menyangka sebelumnya ternyata Ririn cukup narsis dan punya banyak koleksi foto selfie dirinya tanpa kostum syar’i yang biasa dia pakai sehari-hari. Tapi di sisi lain aku mewajarkan hal itu, aku menganggap itu sifat kewanitaan yang dimiliki banyak orang. Tapi….. aku masih tak habis fikir dengan foto-foto di folder picsArt.



Di folder piscart, foto Ririn mencium Justin Bieber, Berpelukan, berciuman bibir, dan pose-pose mesra lain dengan artis korea cukup banyak. Mekipun aku tahu itu editan tapi foto-foto itu kemungkinan besar dibuat sendiri oleh Ririn. Kenapa Ririn melakukan itu? Padahal foto profil WA dan IG saja Ririn tidak pernah menggunakan foto yang menggambarkan diri/wajahnya. Foto kucing, foto bunga, dan gambar dengan kata-kata mutiara adalah yang sering Ririn gunakan untu foto profil WA atau diposting ke IG. Selain ingin mempunyai foto-fotonya untuk bahan onani, aku juga sangat penasaran ingin menanyakan kenapa Ririn melakukannya, tapi kalau menanyakan sekarang, mati aku. Dia bakal marah karena HP (Privasinya) dibuka tanpa minta izin.


“Kunci motor kayaknya masih ngegantung di motor, aku ngecek dulu” ucapku pada Ririn.

Aku turun ke bawah, ke parkiran motor.

Aku dan Ririn berada di meja atas (lantai 2), sedangkan tempat pesan dan kasir di lantai dasar. Sebenarnya, kunci motor ada di saku celana, aku berbohong pada Ririn karena sebetulnya aku mau membuat skenario supaya Si Teteh yang mengantarkan pesananku.

Aku : Kang, punten pesanan anu ieu (sambil memberikan nota) teu acan aya

Kang Pramusaji (KP) : Oh iya sedang proses dibuat. Maaf lama sedang banyak pesanan

Aku : Iya gak apa-apa. Ai nanti siapa yang nganterinnya kang?

KP : Ya nanti sama saya dianterin.

Aku : Ah gini kang. Duh punten ini ngarerepot. Euh, pengen sama Si Tetehnya (sambil nunjuk teteh pramusaji) yang nganter.

KP : Ah knpa gitu a?

Aku : bucin sih sebenernya tapi plis lah kang ini mah, sok ada tips lah asli. Hehehe

KP : Pesanan aa nomor berapa?

Aku : 44

KP : Sip atuh

Aku : Aslina kang? Si Teteh ya yang nganter makannanya nanti?

KP : Siap.

Akupun memberi KP tips Rp100 ribu. Dan kembali ke atas menghampiri Ririn sambil mengeluarkan kunci motor supaya ririn percaya kalau aku memang mengambil kunci motor yang masih tergantung di motor.

Ririn : Bang toiletnya di mana sih?

Aku : di bawah.

Ririn : yaahh jauh

Aku : Anjir di bawah doang dibilang jauh, apalagi kalo WC-nya di tanggerang. Wkwkk

Ririn : ngelawak? Iya ngelawak? HA LUCU!!!!

Ririn pun pergi ke toilet, tidak lama dari Ririn pergi, pesanan datang diantarkan oleh Si Teteh Pramusaji. Aku spontan bilang “eeuuhhh waktunya enggak ngepas, Teh”

Teteh Pramusaji (TP) : Mana a pacarnya? Kok sendiri.


Aku : Iya puguhan dia lagi ke toilet. Ah gatot alias gagal total ini mah

TP : Gimana atuh?

Aku : Iya lah gapapa teh, sok aja simpen biarin gapapa. Unlucky ini mah

TP : emang kenapa sih a?

Aku : Biasa lah teh bucin. Hahaha. Lagian bukan pacar da the. Adik tingkat kuliah.

Si Teteh pramusaji pun menyimpan pesanan di meja dan kembali lagi bekerja.

Ririn kembali dari toilet.

“Hayu makan” ucapku sambil langsung menyuap makanan ke mulut.

Ririn : Doa atuh bang!

Aku : Udah dalam hati

Setelah Ririn berdoa, dia menyantap makanannya.

Kita makan lahap, minum, dan kenyang. Aku ingin merokok tapi pasti dilarang oleh Ririn karena dia sangat anti asap rokok. Karena mulutku sangat asam dan sudah terbiasa merokok setelah makan aku mencoba minta izin.

Aku : Aku ngerokok di sini yah?

Ririn : Di sana tuh tuh di sana (Menunjuk meja kosong di pojok)

Aku : Jauh atuh gabisa sambil ngobrol

Ririn : Yaudah pilihannya mau ngerokok atau ngobrol bareng aku.

Aku : Kalau aku pilih ngerokok?

Ririn : Ya sok ke sana, aku pulang duluan.

Aku : Lah kok pulang duluan?

Ririn : Ya ngapain juga di meja sini sendirian. Makan udah.

Aku : Yaudah nanti aja deh ngerokoknya.

Ririn : Tadi siapa yang nganterin makanannya? Aku dateng dari toilet udah ada di sini makananya.

Aku : Aku yang menang. Tapi kamu gak liat, bingung juga aku cara mastiinnya.

Ririn : Iya kalau aku gak liat berarti dianulir yah.

Aku : Harusnya sih enggak, tapi yaudahlah gimana lagi. Tapi tadi kebenarannya si Teteh yang nganterin. Bebas kamu mau percaya atau enggak juga.

Ririn : Hahahaha takut dikibulin senior ah. Anulir aja.



Sebenarnya aku sedikit dongkol sih, tapi yasudahlah.



Aku : Ada yang mau dikunjungi lagi?

Ririn : Ada

Aku : Kemana?

Ririn : Masjid, solat maghrib.

Aku : Oiya udah maghrib. Jiah ujung-ujungnya berasa mamingan kalo gini. Hahahaa

Ririn : Solat abang!

Aku : Enggak ah. Celana kotor ini. Ini jeans bladus gak pernah dicuci.

Ririn : Alasan.

Aku : Serius. Jeans bladus tapi kesayangan.

Saat Ririn solat maghrib, aku merokok. Ririn selesai solat, dan kita pun pulang.

Ririn membayar semuanya termasuk parkir karena total pembayaran tidak melebihi budget yang ditentukan. Di jalan menuju pulang, jalanan macet.



“Actually I Know” ucap Ririn tiba-tiba.

“Maksudnya?” balasku.

“Aku tau kalo si Teteh yang nganter pesanan kita ke meja. Aku tau tebakan kamu bener”

“Kok bisa?”

“Orang pas aku ke toilet, di tangga papasan sama si Tetehnya, aku liat juga ada tag number 44 di nampannya” jelas, Ririn.

“Hahahahaa yesss… Aku kira kamu gatau. I was Feeling Unlucky”



Tiba-tiba aku terdiam. Bingung harus membahasnya kalau seharusnya berarti kita pacaran. Buat nembak pake ucapan kayak anak-anak SMA udah ngerasa gak pantes dan geli sendiri.

Sampai tiba di warteg depan gang kostan Ririn, Ririn turun. Kita saling berpandangan.

“Udah yah, makasih traktirannya. Aku pulang” ucapku memecah kebekuan

“Jadi sekarang kita pacaran?” Tanya Ririn

Wajah Ririn tampak malu dan ingin mendapat kejelasan karena tebakanku benar.

“Ya kita udah deal dari awal kan. Konsekuensinya ya gitu. Hahhahaha”

Ririn hanya tersenyum kecil

“Hahahaha asik udah gak jomblo” Ucapku sambil memberi senyum & kedipan pada Ririn.

“Ih genit” Ucap Ririn.

Udah atuh yah, aku pulang. Makasih traktirannya”

“Makasih juga udah jemput. Hati-hati di jalan”
Ucap Ririn.

Aku tarik gas. Pulang.



Ina “in the sky”

Ini baru pertama kalinya Ririn bilang hati-hati di jalan padaku. Aku sangat senang. Itu berarti aku pacarnya dan dia pacarku. Peluang semakin besar untuk aku bisa bertanya atau ‘melakukan’ yang aku ingin pada Ririn. Di jalan pulang menuju kostan, HP ku berdering tanda telepon masuk, aku berhenti di pinggir jalan untuk mengangkat telepon, ternyata itu telepon dari teman angkatanku, sebut saja Burhan.

“Dimana lo? Sini anak-anak pada kumpul. Senior juga pada ada” Ucap Burhan

“Di jalan pulang abis dari Jl. Riau. Siapa aja, Bur?”

“Sini dong. Banyak anak-anak. Ada Om Jagermeister dan Captain Morgan juga”

“Bidiiihh party euy. Siapa yang punya acara?”

“Yoilah anak muda kok malam minggunya enggak pusing. Kurang uhuy”

“Coba fotoin botolnya, Bur. Bokis lagi nanti ah”

“Ya Allah ke gw gapercayaan lu ya. Video call aja ayok sekarang buruan ganti mode”

“Lagi di jalan ah. Rudet VC sama cowo. Hahaha. Kirim fotonya yak.”

“Tai lo ye gapercayaan, Yaudeh iye gw kirim ntar. semlekom”

Tak lama kemudian, Burhan mengirim foto, dan ternyata benar ada Jager dan Morgan. Saat sedang melihat foto dari Burhan, aku menerima chat dari Ririn yang belum pernah Ririn kirimkan sebelumnya padaku.

“Kabarin aku kalau udah sampai di kostan” isi chat dari Ririn

“Siap” Balasku.

Ririn membalas pesanku lagi, tapi tidak aku baca. Aku kembali buka chat Burhan lalu aku mengabarkan bahwa aku akan ke sana. Kemudian aku meneruskan foto botol jager dari Burhan ke Ina. Setelah Burhan membalas“Iye ditunggu, nitip kacang, atau makanan apa kek yang enak buat dorongan” aku pun berangkat menuju kostan Burhan.


Aku mengirimkan foto Jager pada Ina karena memang sudah lama Ina menanyakan tentang Jager. Ina adalah pengagum Danila, mungkin dia terobsesi dengan Danila. Ina sangat sering mendengar lagu-lagunya. Ina sempat bertanya bagaimana rasanya minuman Jager, setelah aku kasih tau rasa jager yang manis, dan hangat seperti obat batuk OBH, Ina semakin penasaran dan ingin mencobanya. Beberapa kali juga Ina Googling dan menonton youtube tentang jagermeister. Tapi berhubung harga Jager mahal, Ina belum pernah meminumnya, aku juga gak mampu kalau harus beli sendiri. Jadi aku kirim fotonya barangkali aja dia mau ikut gabung.


Sampai di kostan Burhan, aku bersalaman ke semua orang yang ada. Sekitar 8 Orang. Adik tingkat, teman seangkatan, dan senior. Berkumpul sebagaimana anak tongkrongan pada umumnya. Ina membalas chatku.

“Siapa yang kirim fotonya bang?”

“Si Burhan. Sini bisi mau nyoba, mumpung ada.” Balasku

“Malu ah. Ada siapa aja?”

Aku membalas dengan menyebutkan semua nama yang ada.

“Tuh apalagi ada kakak tingkat yang lain. Malu ah”

“Gapapa santai aja gabakal pada comel”

Lalu aku bilang pada anak-anak,

“Si Ina mau ke sini gapapa ya? Pengen nyoba jager katanya. Hahaha”

“Ina mana?” kata satu orang temanku

“Itu angkatan 2018”

“Jiah yang gendut?” temenku itu bertanya lagi untu memastikan

“Yaelah bawa yg agak bagusan dikit gitu yg gak bikin perih mata ngapa sih,” Saut Burhan

“Bhahahahaakkk” semua orang tertawa.

“Tapi misal nih ya kalo lu mabok masih mau gak?” Tanya temanku pada Burhan.

Burhan menjawab “Yaa digenjot kalo mabok mah asal ada lubang aja dah gw mah”

Orang-orang pun tertawa lagi.

Sambil gelas diputar, aku chattingan dengan Ririn dan Ina. Dengan Ina aku terus mengajaknya barangkali dia terpikat meskipun dia tetap menolak dengan alasan malu. Chat dengan Ririn saling menanyakan identitas dan background keluarga masing-masing. Ternyata dalam kondisi pengaruh Miras yang pas, chat dengan Ririn terasa ringan meskipun banyak chat dia yang cukup serius seperti halnya pengen punya pacar yang rajin, baik, tidak suka begadang, dll.


Jam 10 minuman habis. Aku dan yang lain saling ngobrol. Ada juga yang bermain HP, ada yang sudah tiduran. Tiba-tiba, seniorku berbicara padaku pelan.

Senior : Boy, mana liat fotonya si yang pengen nyoba Jager tuh.

Aku : Oh Ina, bentar [aku membuka profil IG Ina dan meminjamkan hapeku]

Senior : Gendut banget yah. Ini emang gendut atau mata gw yang kacau?

Aku : Ahahahaa 80 atau 90 Kg palingan

Senior : Lo kenal deket sama dia?

Aku : Temen sekelompok, ngulang matkul bareng angkatan bawah gw, bos.

Senior : Ooohh, coba agak diprospek buat malem ini bisa gak boy?

Aku : Serius bos?

Senior : Coba dulu aja.

Aku mengechat Ina. Ina membalas dan belum tidur, aku bilang ada senior yang mau ngasih jager asal minum bareng.

Aku : Na, tidur belom?

Ina : belom, bang.

Aku : Tau si Abang ***** Angkatan 2014?

Ina : Yang kerjanya di PT. ****** bukan sih?

Aku : Iya. Dia ngajak minum jager asal minumnya bareng dia. Full dibayarin.

Ina : Ih Abang bilang apaaa??? Bang parah ih abang kasih tau orang-orang, aku malu ih.

Aku : Enggaak orang ke dia mah aman gabakal comel.

Ina : Ih aih gak ah malu. Lagian gak akrab juga.

Aku : Justru dia pengen akrab sama kamu.

Ina : Ih parah nih abang ini. Dia belum nikah atau tunangan atau apa gitu? Takut ah. Malu.

Aku : Belom. Ini dia ke sini main aja abis gajian, enak punya senior banyak duit. Wkwk

Ina : Sama abang juga gak? Kalau berdua doang sama abang **** gamau ah.


Komunikasi dengan senior.

Aku : Bos, malu katanya sama bos kalo minum bareng wkwkwkkw

Senior : Ya elah gabisa nih?

Aku : Kalo sama gw ikut kemungkinan besar dia mau sih bos, tapi anak-anak yang lain jangan ikut, kalo kebanyakan kasian juga dia malu gak ada temen seangkatannya mana cewenya sendiri doang.

“SENDIRI JUGA BADANNYA GEDE ANJENG. UDAH SIAP QURBAN ITU”
sela Burhan yang kemabokan dan mengudang tawa.

“Parah lo bur, gaboleh ngehina badan orang, Body shaming tuh.” Ucap Senior.

“Tau nih si Burhan kalo ngomong gak kumur-kumur dulu. Kedenger sama si Ina bakal sakit hati tuh si Ina, Lu Bakal DiSmack BIGSHOW lu. Bhaaakkk” Ucap temanku yang lain.

Anak-anak pun tertawa lagi.


Aku terus mengechat Ina, melapor ke Senior, Chat Ina, kordinasi ke Senior, sampai-sampai chat Ririn tidak aku balas. Dan hasilnya, yap. Ina mau.


Aku merancang banyak skenario dengan senior. Aku dan Senior pergi ke Redor terdekat yang telah dipesan di aplikasi. Aku menggunakan motor dan Senior menggunakan mobil miliknya. Setelah check-in, Motor aku simpan di parkiran Redor dan ikut naik mobil menjemput Ina. Untungnya, aku tidak pernah memberitahu pada Ina kalau tadi kita minum-minum di kostan Burhan, jadi Ina tidak curiga kenapa saat bertiga minumnya di Redor, Ina menyangka kita sebelumnya juga minum di Redor tempat Senior tidur selama di Bandung. Iya, senior kerja di PT ***** Kota di luar Bandung tapi masih wilayah Jabar.

“Ina, aku di depan kostan di mobil Datsun putih” aku mengechat Ina.

“Dih kok bawa mobil? Mobilnya Abang ****?” Balas Ina.

“Iya, ini Bang ***** ikut jemput. Buruan ke bawah” jawabku


Sekitar 5 menit, Ina muncul dari gerbang kostan.


Senior : Itu boy? Gak begitu gendut kalo dibanding foto-foto di IG. Tapi yaa gendut sih.

Aku : Hahaha gimana sih bos gak gendut tapi gendut wkwkwk mabok yee. Hahaha

Senior : Hahahaaa yoi kerasa nih, boy. Puyeng.




Ina membuka pintu mobil dan duduk di belakang sambil menyapa “Hallo Abang-abang.”

Senior : Halo Ina.
[Menjulurkan tangan mengajak salaman]

Aku : Yoo bosen ah salaman sama kamu mah, sering ketemu.

Ina : ahaha iya. Abang **** sehat? Hebat udah punya mobil.

Senior : Sehat. Ina gimana? Yaa hasil kerja kan kalo gak jadi barang gak keliatan

Ina : Apalah aku dan Abang (menyebut namaku) yang masih sibuk nugas boro2 kerja dapet uang. Wkwkwkwk



Mobil melaju menuju toko yang menjual miras merk jager. Sepanjang jalan, Senior dan Ina berbincang-bincang. Ina memang orang yang sangat enak diajak bicara, selalu nyambung kalau ngobrol sama siapapun. Aku hanya mendengarkan saja dan mengurus kepalaku yang pusing.


Ina tidak memakai kerudung, tapi dia menutup rambutnya dengan hoodie. Ina memakai kaos yang ditutupi jaket hoodie warna abu-abu, celana jeans panjang, dan sandal.

Resleting jaketnya hanya ditutup sampai ulu hati. Payudara Ina yang besar tampak semakin besar.

“Ina udah makan?” kata senior sambil menyetir

“Udah, bang” kata Ina.

“Kita ke Tokonya dulu yah, beli jager” ucap senior.

“Ih abang (namaku) mah parah bilang-bilang ke Abang **** aku malu” Kata Ina.

“Santai aja gausah malu, lagian abang yang nanyain Ina ke Si (namaku)” kata senior.

“ATM BCA dimana ya?” Tanya senior

“Ina gatau, bang. Ina pake Mandiri”

“Pom bensin depan juga nanti biasanya ada, bos” kataku.

“Ngambil duit dulu buat belinya” Ucap Senior

“Lah BCA mah bisa auto debit, bang di tokonya” Kataku

“Oh yaudah auto debit aja” ucap senior.



Setibanya di depan Toko, aku dan Senior keluar mobil.

“Ina tunggu di dalam aja yah, Gak lama kok” Kata senior

“Pindah aja kamu, Na ke Depan. Biar nanti abang di belakang” Kataku

“Ah udah di sini aja di belakang nunggunya” kata Ina.

“Iya Ina pindah aja ke depan, gapapa biar Si (namaku) di belakang” Kata Senior.



Akhirnya Ina pindah ke kursi depan. Aku dan Senior masuk ke toko. Aku dan Senior membeli Jager 1 botol, beer 3 dan kembali ke mobil untuk lanjut ke Redor.

Aku duduk di belakang, Ina di depan dan Senior yang nyupir.

“Ina ngerokok gak?” Tanya Senior

“Eeuuh enggak, bang” Kata Ina.

“Ya kalo entar minum terus pengen ngerokok pake aja rokok abang nih, Sampurna mild, Biasanya cewek juga ngerokok itu gak kaya rokok si (namaku) Garpit kayak guru sekolah aja. Hahahahaa” Kata senior

Aku tidak merspon karena puyeng. Mobil melaju menuju Redor.


Di jalan, Aku bergeser ke sebelah kanan tepat di belakang bangku supir. Dari posisi ini, hanya cukup melirik ke arah kiri, lekuk payudara Ina yang besar, bisa aku lihat. Aku memperhatikan kaos di bagian payudara yang muncul dari dalam jaket hoodie.

Memperhatikan payudara Ina dari sudut ini sungguh pas, meskipun lipatan lemak kulit pinggang Ina pun bisa terlihat, tapi aku fokus pada payudaranya yang bulat dan besar.

Sambil duduk santai di jok belakang, aku memasukan tangan kananku ke saku celana, dan aku usap-usap halus penisku sambil melihat lengkungan payudara Ina. Efek alkohol, lengkung payudara Ina, usapan halus dari saku adalah komposisi yang mengeraskan penisku. aaahh


Jam 11.30 kita berada di kamar Redor. Jendela dibuka, AC dinyalakan, Spotify di-play.

Ina memberi kode gerakan padaku supaya aku membuka HP, aku lihat HP ku ternyata ada chat dari Ina, “Pulangnya anterin aku yah, Bang”

“Baru juga nyampe udah mikirin pulang” balasku.

“Takut ☹” balas Ina

“Relax, its time for fun” balasku

“Gak bakal macem-macem kan? I'm still scared”

“Gabakal. Enjoy your life before you die”


Botol dibuka, air dituang, gelas diputar.


Tiga putaran pertama, Ina masih banyak bicara “Ih iya yah, manis”, “Ih Iya yah mirip OBH”, dan ucapan laiinya seputar apa yang dia bayangkan tentang jager dengan kenyataan saat dia mencoba. Ina terus minum hingga putaran ke-6, Ia menolak gelas di putaran ke-7. Aku dan Senior lanjut. Putaran ke-11 Ina minum lagi, hingga entah putaran keberapa, aku sudah tidak ingin minum, terlebih aku harus pulang membawa motor.


Botol jager masih banyak, 3 beer belum dibuka sama sekali, makanan ringan sudah hampir habis. Aku melihat Ina yang mulai menyender di tembok sambil bermain HP, Senior sudah seloyongan saat jalan ke WC. Aku pandangi payudara Ina. Iya, hanya payudara Ina yang mantap dilihat saat seperti ini. Antara pusing dan birahi menyatu jadi satu. Aku membuka HP, jam menunjukan pukul 02.10, Batre hape sisa 8%


Ternyata dari WC, senior mengechatku.

“Boy, kondisikan”

“Ngikut bos aja”.

Kemudian, Senior keluar dari WC, sambil menutup pintu WC dia berkata agak keras supaya terdengar Ina “Boy, ambilin map biru di mobil.”

Aku paham maksudnya. Aku mengambil kunci mobil dan keluar dari kamar menuju parkiran. Aku menunggu di dalam mobil. Merokok dan melamun. Sekitar 20 menit kemudian, Senior mengirim chat padaku

“Mau tidur di mobil atau balik?”

“Balik aja bos.”

“Yaudah”

“Udah terkondisikan bos?”

“sektor clear”

Aku menuju kamar untuk membawa kunci motor dan memakai jaket.


Di Kamar, Ina sudah tengkurap di kasur tapi pakaiannya belum ada yang terlepas. Saat tengkurap, Pantat Ina sangat montok besar ditambah jeans yang skinny. Paha Ina sebesar perutku, wajar kalau pantatnya sangat montok.

Aku menepuk pantat ini seolah-olah mengajak ngobrol Ina

“Na….Na….?”

“hmmmm bang?”

“Ina tidur di sini aja yah sama Bang *****”

“Abang ke mana?”

“Aku ke kostan, pulang. Ina di sini aja Gapapa nanti pulangnya dianter Bang **** pake mobil.”

“hmmm he’euh iya”


“Yaudah aku pamit” sambil aku tepuk dan sedikir diremas pantat Ina.

Ditepuk diremas pantatnya Ina gak ada respon. Ya, Ina sudah in the sky, terserah Senior selanjutnya. Aku bersalaman dengan Senior, menyimpan kunci mobil, dan pulang.



Kombinasi

Tiba di kostan aku langsung rebahan di kasur. Sepatu dan celana aku buka sambil tiduran. Salah satu situasi yang paling tai anjing dalam hidup adalah ketika mabuk terus sange tapi enggak ada yang bisa digarap.


Sambil tiduran aku mengelus-ngelus lagi penisku yang hanya ditutupi celana dalam. Aku usap lebut terus menerus sambil membayangkan Senior dan Ina bersetubuh seperti film bergenre BBW. Penisku mulai mengeras, aku berusaha berdiri dan menyalakn lampu kamar. Aku mengambil vaseline jelly untuk aku gunakan sebagai pelicin penis dan tanganku saat onani.


Aku matikan lagi lampu kamar. Aku mencuil vaseline jelly cukup banyak dengan telunjuk kanan kemudian aku simpan di telapak tangan kiri, lalu aku cuil lagi dan aku oleskan ke batang penisku.


Aku ratakan jelly itu di batang penisku dengan dua telunjuk dan jari tengah tangan kanan sambil terus membayangkan lengkung payudara Ina saat di mobil, besar pantat Ina saat tengkurap di Redor, aku bayangkan seolah aku bisa meremas Payudara Ina yang besarnya bukan main. Setelah batang penisku rata dioles jelly, aku tempelkan ujung kepala penisku di telapak tangan kiri tepat di gumpalan Jelly yang sudah aku siapkan. Lalu tangan kiriku menggenggam penisku yang sudah sangat mengeras. Sambil aku gerakan maju-mundur tangan kiriku, aku membayangkan payudara Ina yang besar, bulat, dan kenyal. Aku membayangkan kejadian sunyoto disaat membonceng Ina. Penis terus aku mainkan dengan tangan kiri.


Meski mabok dan sangat horny, bulu ketek dan singkayo Ina selalu terbayang dan mengganggu fantasiku. Aku kembali mengingat kejadian tadi sore saat membuka galery HP Ririn. Aku membayangkan Ririn memiliki payudara sebesar Ina. Aku membayangkan Payudara Ina yang besar, bulat, kenyal, adalah payudara Ririn yang aku remas saat mesum berduaan dengan Ririn di kostan Ina. Foto Ririn tanpa kerudung dengan kaos V neck yang membentuk payudara sebesar Ina ditambah lidah Ririn yang menjulur menyetuh penisku, terus aku bayangkan sambil aku remas dan mainkan penisku dengan tangan kiri bergerak maju-mundur.


Efek alkohol, wajah Ririn yang polos bersih dengan bibir merah muda, ditambah payudara sebesar Ina, Adalah kombinasi fantasi onani malam ini.



H-1 Senin

Terbangun kemudian mengingat-ingat kejadian.“Ririn pacarku, Ina dan Senior, transkrip interview” ucap benakku menyimpulkan kejadian sejak kemarin. Aku mencari HP dan ternyata HP off habis daya. Aku charge sambil aku ke kamar mandi mencuci muka, gosok gigi. Aku pergi ke warung membeli Hydro Coco dengan maksud agar rasa mual di perut hilang.Ternyata sudah jam 2 siang. Aku melihat Jam dinding di warung.


Membereskan sepatu, celana, dll sambil menunggu HP bisa menyala kembali.

Sekitar 3 menit, HP sudah bisa nyala.


tinung….tinung…tinung…tinung….

Notifikasi bermunculan, 48 pesan belum dibaca, 15 panggilan tak terjawab.


Aku membuka whatsapp dan scrolling room chat membalas pesan dari seseorang yang prioritas terlebih dulu. Aku membuka chat Ririn.

“Subuh, bang.”

“Bang?”

“S”

“U”

“B”

“U”

“H”

“Bang”

“Bang”

|3 panggilan tak terjawab|

“Bangun udah siang”

“Yaaah bukannya bangun malah ceklis satu”

“Kabarin kalau udah bangun”

Aku membalas chat Ririn, “Sorry HP baru on, aku baru bangun” setelah itu dilanjut membaca dan membalas chat Senior, Ina, dan teman-teman lain.


Menurut cerita dan pengakuan Ina yang aku elaborasikan dengan versi cerita dari Senior. Semalam mereka berdua tidak sampai ML, cipokan juga tidak. Tapi Grepe-gerepe dan Ina meng-hand job dan blow job Senior. Aku kaget dan gak nyangka Ina mau melakukan HJ dan BJ. Uniknya lagi, mereka mesum 2x. Pertama, saat dini hari ketika mabuk dan yang kedua ketika pagi menjelang siang saat sudah sadar. Bahkan pas mesum kedua, Ina setengah naked. Ina hanya menggunakan celana saja. Waw ternyata Ina brave girl. Informasi detail seperti itu aku dapat dari Senior. Ina cenderung tidak bercerita banyak dan detail. Hal yang Ina ceritakan cukup detail hanya dari chat “Yaa abang juga paham kalau malemnya udah gitu, pasti sebelum check out manfaatin waktu dulu. Wkwkwk’ Sisanya Ina banyak menceritakan kebaikan Senior yang ngasih traktir makan, ngajak main ke Mall dan pas di sport station Ina dibeliin sepatu skechers. Ina juga menyuruhku membawa minuman sisa semalam yang belum habis yang disimpan di kostan Ina.

Fakta menarik tentang Ina dari chat senior adalah bahwa Ina sudah tidak ada bulu ketek.


Ini aku ceritain rekap singkat chat sama senior:

Kepo dong bos. Perlu report dari bos barangkali bisa juga sama Ina, hehe

Gak neko-neko anaknya.

Dimasukin bos?

Masuk sih enggak, cipok juga enggak. HJ BJ Iya

Demi Tuhan HJ BJ?

Yoi

Pake cara sedikit maksa gak?

Pas malem masih mabok sih ngebukain kaos dan BH dia, gw agak maksa, tapi yang mesum kedua pas pagi itu mah enggak, malah dia yang buka sendiri.

Goks. Seniorku memang panutan

Olah aja ama lo juga bisa, boy

Gakuat gw kalo udah mesum harus kasih sepokat, wkwkwkwkwk.

Hahahaha cerita dia? Itu gw ngambil hatinya aja buat saham kalau ke bdg. Toket gede cuy, sumpah. Muka gw aja bisa ketetupan sama itu toket.

Bhaaakkk itu nutupin muka tuh toket atau topeng bos?

Serius gw. Gede. Pentil juga gede.

Ada bulu keteknya ya bos?

Kagak ada. Kenapa gitu?

Asli? Gpp soalnya gw pernah liat keteknya berbulu.

Gak ada tapinya, boy. Orang gw usap-usap kok keteknya. Doyan dia diusapin keteknya. Udah cukuran kali.

Oh iya kalo gak ada. Gw pengen nanya aja, bos. Hehee

Iya gak ada. Oiya boy, minuman masih banyak tuh. Beer belom dibuka 2 botol, Jager masih sisa banyak. Disimpen di kostan Ina. Bawa aja buat lo sama anak-anak lain.

Walah, gak abis ya. Oke bos ntar gw bawa. Makasih.

Yasiapa juga yang mau abisin. Yoi. Thanks juga.


Minggu tidak lebih dari hari biasa. Meskipun hari ini aku berstatus pacaran dengan Ririn, tapi kita tidak ketemu, hanya banyak chat dan teleponan sebentar. Diajak VC pun Ririn menolak terus. Chatnya lebih banyak nyuruh solat, komplen karena semalem aku begadang jadinya bangun siang, dan ngingetin jangan lupa mengerjakan transkrip wawancara. Hanya ada satu point yang aku petik dari hari minggu; Cerita dari seniorku tentang semalam dengan Ina menjadi udara segar dan harapan untuk ingin hidup 1000 tahun lagi.


Kelompok Berantakan, Kostan Dibersihkan

Selesai presentasi tentang progres pembuatan tugas kepada dosen pengampu mata kuliah, kondisi aku, Ririn, dan Ina tidak baik-baik saja. Kelompok kami kurang memuaskan, terlebih transkrip wawancara yang menjadi jobdesc-ku tidak selesai. Aku dimarahi tentunya oleh Ririn dan Ina. Mereka kecewa.


“Hari Rabu kita harus observasi ke sana lagi loh, bang. Kalau transkrip belum selesai gimana kita mau nyari topik selanjutnya di sana. Belum lagi nanti beres observasi pasti ada yang harus dikerjain lagi” Kata Ina dengan nada nyolot.

“Tugas kalo cuma dipikirin gak dikerjain ya gak bekel selesai, bang. Didiemin malah makin numpuk nanti kita-kita juga yang kena imbasnya” Tambah Ririn menasehatiku.

“Yaudah sorry kalau jadi benalu. Aku bakal usahain lebih” Jawabku memelas meminta belas kasih dari mereka berdua.

“Mending kamu bantu abang nyelesain transkrip aja, Rin. Aku sekarang ke fakultas mau bikin surat ijin observasi biar besok bisa diambil dan lus bisa jadi surat pengantar kita observasi lagi. Siang ini jam 2 aku ada jadwal Les Biola jadi gabisa bantuin abang” Ina berkata pada Ririn.

“Yaudah iya gitu aja aku dibantu Ririn. Mana dong sini kunci kostan kamu” Aku segera mengiyakan karena ini kesempatan untuk berduaan dengan Ririn di kostan Ina. Apalagi sekarang aku sudah berpacaran dengan Ririn, jadi aku berfikir akan lebih mudah untuk mesum dengan Ririn.

Tapi mata Ina melotot padaku memberi kode bahwasannya di kostan Ina ada botol minuman sisa kemarin dan bahaya kalau ketauan Ririn. Aku langsung mengerti kode melotot dari Ina dan langsung aku berbicara

“Eh di kostan kamu ada siapa? Aman kalau kita pake kerkol?”

“Nah itu justru ada sepupu aku di kostan.”

“Oh yaudah atuh gampil tempat mah. Yah Rin yah? Oke sip”
ucapku sambil mencoba menyudahi obrolan. Lalu Ina berpamitan denganku dan Ririn kemudiam dia pergi ke Fakultas untuk membuat surat.

Aku dan Ririn :

“Mau ngerjain di mana?” tanyaku

“gatau. Up Normal?” kata Ririn

“Berisik atuh gabakal kedenger nanti rekaman audionya”

“Hmmm… terus?”

“Lagian aku gabawa laptop. Di kostan aku aja atuh yuk? Agak berantakan sih tapi.”


Akhirnya Ririn mau diajak ke kostanku. Sebenarnya aku pun agak berat hati membawa Ririn ke kostan karena kostan belum dipersiapkan dengan mantap. Benar saja. Saat nyampe kostan, Ririn mengeluh bau rokok, gelas-gelas kotor dengan dedak kopi yang sudah mengering, asbak yang penuh puntung rokok dengan abunya yang berceceran di lantai, nyamuk-nyamuk keluar dari pakaian yang tergantung, dan banyak lainnya.

“Ih kostan kek begini betah gitu bang?” Tanya Ina sambil berdiri di luar dekat pintu.

“Hahahaha dari semester 3 aku di sini” aku sudah berada di dalam kamar

“Rajin bersihin, beresin, biar gak jadi kandang penyakit”

“Males. Kalau dibersihin dan dirapihin malah susah nyari barang-barang.”

“Hidih aneh. Ini aku masuk lepas sepatu jangan? Hahahaha?

“Kampret. buka lah. Dipikir ini kandang kambing apa.”

Ririn membuka sepatu dan masuk kamar. Kaos kakinya masih terpasang. Sambil menunggu laptop loading, aku dan Ririn ngobrol-ngobrol biasa. Ririn banyak menanyakan kegiatan-kegiatan yang telah aku lakukan saat melihat sertifikat-sertifikat yang aku pajang di dinding kostan, menanyakan nama-nama temanku saat melihat foto angkatan yang dipajang juga, dll. Dari jam 10an kami fokus mengerjakan transkrip wawancara. Mengerjakan dengan serius. Awalnya aku yang mengetik, tapi karena aku mengetik suka salah-salah dan lebih lambat dibanding Ririn, itu membuat Ririn kesal geregetan. Maka Ririn meminta untuk mengetik dan aku yang mendengarkan rekaman audio lalu mengucapkan ulang.


“Ada sejadah gak di sini? Mau solat dzuhur dulu” ucap Ririn.

“Duh perasaan pernah punya tapi gatau di mana. Bentar bentar” ucapku sambil membuka lemari pakaian dan loker-loker di kamar.

“Parah ih ampun ih amit-amit”

“Ada spanduk bekas kegiatan nih, gapapa mereun da bersih. Dibalikin aja biar alasnya pas di bagian yang polos”

“Yang bener aja kali, gak lucu ah. Buruan cari masa gak punya sih sejadah doang”

“Emang mukenanya ada?”

“Ada lah aku mah selalu bawa di tas”

“Harusnya bawa juga sejadahnya”

“Gausah jadi nyalahin aku. Buruan cari. Masa di sini gak ada”

“Iya iya kok jadi bawel sih kamu”


Ternyata aku gak punya sejadah. Padahal perasaan waktu itu sempet pernah lihat ada sejadah di kostan tapi gatau pas kapan ngeliatnya dan gatau sekarang di mana. Aku meminjam ke teman kostan, teman memberi pinjam meskipun saat memberikan sejadahnya dia bilang “Tumben euy maneh”.



Lanjut mengerjakan tugas. and then…. finished
Transkrip wawancara selesai tuntas. Fiuuuhhh tuntas. Aku lega. Sangat lega. Begitupun Ririn.

“Akhirnya yah. Makasih loh udah mau bantuin. Makasih banget” ucapku pada Ririn

Makasih doang nih?

“Sama ini” Aku merentangkan tangan posisi akan memeluk

“Idih dih dih” Kata Ririn dengan suara agak keras sambil menyilangkan tangan di dadanya.

“Yaaahhh padahal pelukan terimakasih dan kasih sayang. Aku tuh pacar kamu loh, Don’t forget about it.” Kataku sambil loncat ke kasur dan mendarat dengan posisi tengkurap.

“I didn’t forget. Terus emang kenapa? Wleeeee”

“Ahahahaa” Aku bingung berucap alias aku awkward.

“Eh di sini alamatnya apa? Mau ngegrabfood.”

“Jiaahhh kode banget sih itu mentang-mentang udah bantuin”

“Dih sotoy banget sih. Fitnah. Orang aku punya ovo yeee”

“Udah gausah pake ovo. cash aja aku yang bayar. Budget 30 ribu.”



Di dalam pikiranku aku berkata “Tugas selesai, makan juga udah, harusnya sih tinggal mesum. Tapi kaos kaki aja masih dipake sama Ririn. Belum lagi di dalem rok, Ririn pake celana panjang. Susah dan banyak yang harus dibuka”



“Beres-beres kamu tuh. Rajin sapu-sapu ngepel gitu biar kamar gak kayak gini”
kata Ririn

“Kamar kost kamu bersih?”

“Buat aku sih berantakan tapi ya kalo dibanding sama ini mah jauh. Ini kamar si parah”

“Belagu. Percuma juga kostan rapih tapi gak bebas alias aku gabisa masuk”

“Biarin. Cowok kayak abang emang harus diwaspadai sama semua pemilik kost”

“Damn”

“Enggak punya sapu gitu bang?”

“Ada di depan. Sapu umum itu mah”

“Gak pernah abang pake?”
“Jarang. Dipake kalau asbak tumpah doang”

“Hih amit-amit”


“Yaudah beresin sama kamu”

“Dih nyuruh. Katanya aku tuh pacar abang tapi disuruh-suruh kayak ke pembantu”

“Anjay lagi gini bawa status. Giliran mau dipeluk gak bisa, pacar apaan coba. Wkwk”

“Dih emang kalo pacaran harus pelukan yah? Enggak kan”

“Oh mau ngebahas tentang pacaran dan pelukan aja nih? Oke hayu”

“Engak engaak engaaakkk… yuk ah udah kita beresin kamar aja”

“Iya sok beresin”

“Seenake dewe sok sok sok… Bareeenngg.. Aturan abang yang beresin, aku yang bantuin bukan malah sebaliknya. Ini kamar kamar siapaaaa coba”

“Halah mulai dah jiwa ibu-ibunya keluar. Ngomel terus”

“Yaudah cepet bangun ambil sapu sana” Ucap ririn sambil menepuk-nepuk pelan kepalaku.


Aku dan Ririn seperti kerja bakti. Membersihkan kamar sampai bersih dan harum.

Gelas-gelas bekas kopi, piring-piring bekas indomie, bungkus-bungkus rokok dan camilan yang sudah kosong, semua sampah semua sesuatu yang kotor dibuang dan dibersihkan. Hanya tertinggal satu hal saja yang kotor dan tidak dibuang, yaitu pikiranku sendiri.



Model Pertahanan “Parkir Bus” Jose Mourinho.

Tidak ada hal yang menarik yang harus aku ceritakan saat membersihkan kamar dengan Ririn selain ketika Ririn menemukan botol minuman keras dan mengepel lantai.


Ririn dengan sapu injuknya merobek delapan penjuru mata angin. Iya, semua pojok-sisi kamarku dibersihkan. Serbuk-serbuk kayu dari kusen yang sering ada di pojokan pun bersih seketika. Mantap memang.

“Ini buang jangan?” kata Ririn sambil memperlihatkan fingerboard milikku.

“Jangan” kataku

“Ini?” Ririn memperlihatkan tempat name tag yang sudah banyak debu

“buang”

“kalo ini?” Ririn memperlihatkan tali sepatu warna hijau yang kotor

“buang”

“Ini?” Ririn memperlihatkan kawat (coil) untuk vape

“Jangan”

“Nah ini mah buang aja yah” Ririn memperlihatkan botol miras yang berdebu

“Jangan jugaa”

“Ih buat apa coba di simpen? Gak guna juga”

“Udah simpen dulu aja di toilet, nanti aku cuci”

“Dih mau diisi ulang?”

“Bhaakkk dipikir bisa isi ulang. Enggak lah. Udah simpen aja”

“Iya buat apa dulu? Lagian kamu tuh nyimpen beginian ngapain coba. Aku gasuka ah kalau kamu mabok minum-minum minuman keras gitu”

“Cieeee bilang ‘kamu’ ke aku ihiw biasanya pake ‘abang’ hahahhaa so sweet” Aku mencoba menggoda Ririn supaya teralihkan dari pembahasan miras

“Dih galucuuu” Ririn menahan senyum

“Hahahaaa uwuwuwuw” aku menggoda lagi

“Serius ih ngapain coba Abang nyimpen gituan? Gasuka ah”


“Lagian itu udah lama. Lama banget. Iya gabakal lagi minum miras. Udah simpen dulu aja di toilet nanti aku cuci. Aku mau simpen, mau dipake buat tempat cupang”

“Ih atuh nanti ikannya mati. Pusingeun”

“Yakan dicuci dulu atuh dodol”

Ririn pun menyimpannya di toilet. Sambil beres-beres, aku dan Ririn mengobrol dan tak jarang dia ngomel.


“Lagian ngapain juga lagi sosoan melihara ikan. Melihara diri sendiri aja gak bisa”

“Anjay tajem”

“Ih maaf gak maksud. Tapi kan iya bener. Abang makan jarang, begadang sering”

“Yabiarin lagian anak-anak juga banyak kok yang melihara. Si Gita juga melihara.”

“Hah? Iya gitu? Aku pernah ke kostan Gita gak ada ah”

“Kamu tau cupang?”

“Tau. Yang kalau dikasih cermin dia langsung ngebuka gitu kan insangnya. Suka diaduin gitu kasian ih padahal siripnya bagus tapi diaduin jadi rusak”

“Iya kalau yang dikasih cermin langsung dandan mah kamu, hahaha”

“Dih galucu”

“Ini mah bukan cupang yang begitu”

“Terus?”

“Cupang yang merah-merah. Coba deh kamu liat leher si Gita, cupang doang noh itu Cupangan si Burhan. Hahaha”

“Dih paraaahhhhh ih kirain tuh serius ih aih malesin” Ina menahan tawa.

“Wkwkwkwkk kamu ngerti geningan itu hayoooo wkwkwkwk”

“Ih apaan gamau ah”

“Lah? Kok gamau sih? bhahahakkk”

“Ih gatauuuu aku bilang gatauuuuu bukan gamauuuuu ih udah ah udah skip skip skip” Ririn terlihat salting sambil mendorong dan memukul-mukul bahu aku.



“Yuk ah udah tinggal ngepel”

“Dih mau dipel juga? Gausah lah basah. Ribet”

“Tanggung dong bang ih”

“Gak ada buat ngepelnya juga”

“Itu aja bisa gapapa. Tanggung, biar sekalian bersih ih” Ririn menunjuk lap dari baju partai

“Hidih yoweslah serah nyonya aja”

“Ada sabun lantai?”

“Rinso ada sunlight ada”

“Beli gih sana abang ke warung so klin lantai. Paling juga serebu”


Aku kembali ke kamar dengan membawa sabun lantai. Ririn sudah membuka kaos kakinya. Jari-jari kaki Ririn mungil, putih bersih. Mungkin karena Ririn selalu memakai kaos kaki bahkan saat pakai sendal jadinya jari-jarinya bersih dan putih. “Kaos kaki udah kebuka, masih ada jilbab lebar, ciput (daleman jilbab), gamis panjang, rok panjang, celana panjang, cangcut, BH. Belum lagi kalau dia pake tanktop. Halah anjir banyak banget sih tai emang” benakku berkata.


Aku tidak tau tepatnya ukuran kamarku tapi ada 16 lantai diagonal dan 11 lantai vertikal. Kamar mandi di dalam. Lumayan luas. Aku mengepel bagian di dekat pintu, sedangkan Ririn di belakang dekat toilet. Karena tidak pakai tongkat pel, Kita mengepel dengan posisi jonkok dan saling membelakangi. Sesekali aku menengok ke belakang melihat Ririn. Tubuhnya yang mungil dan pakaiannya yang lebar tidak membuat lekuk tubuhnya terlihat tapi bagian pinggang yang lebih kecil dari bahu dan pinggulnya menggodaku untuk memeluknya dari belakang.


Aku selesai mengepel lebih dulu, karena aku asal lap aja. Berbeda dengan Ririn yang digosok-gosok.

“Udah beres aku mah” Aku naik ke atas kasur supaya lantai yang masih basah gak kotor.

Ririn melihat lantai yang aku pel dan meneruskan pekerjaannya.

“Gosok teruuuusssss sampe keluar jin” ucapku

Ririn menengok ke arahku, “Hahahaha yakali teko aladin. Bodor ih”, kata Ririn.

Aku terus memperhatikan Ririn sambil merasa bangga bisa menjadi pacarnya.

“You are my hero today and beyond” Kataku

“I don’t want to be that kalau harus ngepel mulu kostan abang”

“Hahaa ya enggak atuh tiap hari mah. Seminggu atau dua minggu sekali lah. wkwk”
kataku

“Sialah”


Ririn selesai mengepel, dia pun naik ke atas kasur di sebelahku.

“Dah tinggal nunggu kering” katanya sambil menaiki kasur dan duduk di sampingku

“Iya, makasih”

“Sini siniin itunya” Ririn menunjuk tumpukan selimut, baju, mukena, sejadah dan beberapa kaos yang disimpan dulu di atas kasur saat tadi beres-beres. Aku memberikan selimut, Ririn melipatnya, aku memberikan kaos, Ririn melipatnya.


“Dah semua” kataku

“Itu mukena aku siniin”

“Aku juga mukena”

“Hah?

“Iya aku juga mukena. Mu-kena. Mau kena. Hahahayyy” Aku menggoda Ririn.

“Dih apaan sih. Genit. Galucu ah. Siniin buruan ih siniin”

Aku pun memberikan mukena ririn. Sambil Ririn melipat mukenanya, aku memegang kepala Ririn sambil mengusap-usap kepalanya. Ririn diam saja, Ia hanya melipat mukenannya.


Aku berada di sebelah kanan Ririn. Aku memegang dan mengusap kepala Ririn dengan tangan kiriku. Kemudian tangan kiri aku turunkan hingga memegang telinga kiri Ririn, lalu Mmmuuuaaccchhh…. I kissed her cheek. Yup Gotcha.


Reaksi awal Ririn bukan marah. Ia langsung melihat ke arah pintu kamar yang setengah terbuka seperti ingin memastikan tidak ada orang lain yang melihat kejadian tadi. Lalu kemudian dia berkata dengan nada seperti risih.

“Ish abang”

“Makasih yah, udah bantu nyelesaian tugas, beresin kostan. Aku seneng” Aku berkata seperti itu untuk mengalihkan supaya kerisihan Ririn tidak menjadi-jadi

“Iya sama-sama” Jawab Ririn singkat dengan nada sewot

“Sebenernya tanpa kamu melakukan itu semua, Cuma ada di sini bareng aku, aku bakal seneng juga. I'm always happy when I'm with you”

“Apaan sih gombal”

Aku cium lagi pipi kanan Ririn. Ririn agak menghindar sedikit menjauhkan pipinya karena tanganku sudah tidak memegang kepalanya lagi tapi ciumanku tetap mengenai pipinya.

“Udah ih bang takut ada yang liat kan bahaya.”

Aku melihat ke arah pintu kamar dan berkata, “tutup atuh yah?”

“GAK” kata ririn agak keras

“Ah ngeyel ah aku” kataku sambil beranjak mendekati pintu.

“Jangaaaannn” Ririn menahanku dengan menarik tangan kananku supaya aku tidak bisa menutup pintu.


Ririn menarik tanganku dengan ekspresi tawa dan suara yang gemas seperti anak kecil. Aku pun berusaha melawan tarikan Ririn, aku berhasil berdiri di pinggir kasur. Karena Ririn tidak melepaskan pegangannya akibatnya Ririn terbaring menyamping dengan kedua tangan memegang tanganku. Melihat posisi Ririn seperti itu, yang asalnya aku melawan tarikan Ririn justru sebaliknya. Aku mendekati Ririn dan menjatuhkan setengah tubuhku ke tubuh Ririn. Aku berdiri di lantai dengan lutut, Dadaku menindih bahu kanan Ririn yang terbaring menyamping. Ririn melepaskan pegangannya dari tanganku dan tangan kirinya pindah memegang kepalaku, mengusap-usap rambutku.


Aku mengangkat sedikit dadaku melonggarkan tindihan supaya Rrin tidak menyamping. Benar saja, Ririn langsung terlentang, lalu aku dekatkan wajahku dengan wajah Ririn. Kita saling pandang, Mata ririn sangat jernih. Putih dan hitam kontras sekali. Di posisi seperti ini bulu-bulu halus disekitar poni Ririn terlihat. Beberapa helai rambut Ririn keluar dari samping kerudung. Aku ucapkan “I really really love you” dan aku cium bibir Ririn yang tipis dan berwarna merah muda. Ririn menggerakan bibirnya merespon gerak bibirku, lalu Ririn menutup bibirnya, melepaskan ciumanku dan berkata “I love you more”. Kemudian Ririn mendakati bibirku lagi dan kita pun berciuman.


Aku menyudahi adegan ciuman, sambil berdiri aku berkata “nutupin dulu pintu”. Aku berjalan menutup pintu, Ririn bergeser mendekat ke tembok dengan posisi yang masih berbaring seperti meberikan ruang kosong di kasur untuk aku berbaring juga. Tanpa pikir panjang aku berbaring di pinggir Ririn lalu aku mencium kening, pipi, hidung, dan memandang wajah Ririn. “Buka kerudungnya?” tanyaku meminta. Ririn menggeleng-gelengkan kepala lalu mengangkat kepalanya menjangkau bibirku. Kita berciuman lagi.


Aku julurkan lidahku ke dalam mulut Ririn, Aku sentuh gigi graham Ririn, aku sentuh bagian dalam pipi kanan dan kirinya bergantian, aku lumat bibir bawahnya. Ririn menjulurkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Aku hisap lidahnya, dan aku sentuh lidah Ririn dengan Lidahku. Ririn mencoba melepaskan ciuman, tapi aku gigit manja bibir bawahnya. “ih” kata Ririn sambil bibir bawahnya masih aku gigit. Aku lepaskan bibir bawahnya sambil berkata “One more, please”. Ririn menyambar lagi bibirku dan kita berciuman lagi hingga masing-masing bibir kita benar-benar basah dan kita terhenti oleh kumandang adzan Ashar.


Saat adzan, aku berbaring menyamping dengan dada menghadap ke arah Ririn yang telentang. aku memeluk Ririn dari samping, siku tangan kiriku berada di atas perut Ririn, sekitaran pergelangan tangan tepat berada di atas payudara sebelah kanan Ririn yang mungil, jemariku menyentuh pipi kanan Ririn sambil aku usap dan cubit manja pipinya. “I love you, I love you, I love you” ucapku lembut ke arah telinga kiri Ririn.


Kita saling terdiam. Aku terdiam berharap bisa lanjut melakukan hal yang lebih dari sekedar ciuman, Ririn terdiam entah karena apa. Bagiku, biarpun harapan untuk melakukan hal yang lebih tidak terwujud dan apapun yang dipikirkan oleh Ririn, aku merasa senang bisa mesum hari ini sekaligus merasa takut jika Ririn membenciku.


-Bersambung-
Maaf banget. Episode 4 akan diupdate tanggal 9 Maret (Malam Selasa). Tugas kuliah bener2 banyak.

















🙌
Mantap..mantapp.. cerita nya seru banget..keren..semangat buat update dan tugas nya
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Waahhh... Mantab banget hu ceritanya. Akhirnya bisa menaklukkannua
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd