- Daftar
- 10 Oct 2018
- Post
- 743
- Like diterima
- 198
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
User is banned, content is deleted automatically.
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
CERPEN Tugas Kelompok [TAMAT]
- Thread starter Libiyaha
- Start date
- Status
Akangbubun
Semprot Addict
- Daftar
- 30 Mar 2018
- Post
- 429
- Like diterima
- 407
Numpang baca cerbung di mari...
Episode 2
“Dimana? Kita udah di lokasi” sebuah chat dari Ina.
“Baru bangun, sorry. Aku mandi dan langsung otw ke sana” balasku
Seperti biasa, bangun pagi hal yang paling sulit buatku. Karena itu juga kuliahku banyak yang ngulang.
Selesai mandi dan berpakaian rapih, aku pergi ke sebuah instansi pemerintah untuk observasi tugas kuliah. Ketika tiba di sana, aku berjumpa dengan Ina yang sedang mewawancara resepsionis.
“Ririn mana?” Tanyaku
“Lagi di ruangan admin di lt2 minta berkas data dan surat balasan observasi” Jawab Ina.
Aku pun mengeluarkan HP dan memotret kegiatan wawancara Ina agar aku ada kontribusi di kelompok.
Sekitar 40 menit, Ririn datang. Aku hanya melihatnya dan menyapa dengan mengangkat alis saja karena takut mengganggu rekaman percakapan Ina dan Resepsionis.
Observasi selesai sekitar pukul 2 siang.
Sambil berjalan ke selasar depan tempat observasi:
Ina : Abang bau rokok banget ih.
Aku : Iya, ini kemeja lama. digantungin di kamar. Kamar aku kan smoking area. Hehehe
Ina : Pake parfum atuh bang.
Aku : Gapunya. Ehehehe. Eh aku belum makan ini dari pagi. Kalian udah?
Ina : Pagi sih udah tadi pas mau ke sini aku bareng Ririn makan ketoprak. Mau nyari tempat makan dulu sekalian ngobrol kelompok?
Aku : Bebas
Ririn : Aku mah nanti aja makan di kostan. Soalnya tadi masak nasi, tinggal beli lauknya.
Ina : Abang gimana? Mau makan?
Aku : Bebas. Biasa nahan lapar aku mah. Wkwkwkk
Ina : Bentar atuh ah aku ke toilet dulu. Nitip dong (sambil memberikan tas dan beberapa bawaan ke Ririn, kemudian Ina pun pergi ke toilet)
Aku memberi senyum semanis mungkin ke Ririn.
Ririn : Dih genit.
Aku : Dih jutek. Pake apa tadi ke sini?
Ririn : Grab.
Aku : Mobil?
Ririn : Motor.
Aku : Reptil? (Reptil = rengkep tilu) a.k.a satu motor bertiga
Ririn : yakali.
Aku : oh dua motor
Kita sama-sama diam. Aku hanya melihat sekitar lingkungan tempat itu dan sesekali melirik Ririn. Ririn scrolling timeline IG.
Sepertinya kejadian cipokan waktu itu berdampak pada psikologis Ririn. Aku dilema. Antara enak dan pengen lagi tapi bingung.
Ina keluar dari toilet.
“Jadi gimana? Ngobrol di sini atau cari tempat makan?” Tanya Ina
“Di sini aja deh biar cepet. Pulangnya aku mau ke Baltos dulu.” Jawab Ririn
Kita rapat kelompok tentang hari ini dan tugas selanjutnya yang dibagi-bagi.
Hasil pembagian tugas:
Ina : Melanjutkan mengetik BAB 2 dan 3 untuk menambahkan teori dan desain penelitian
Ririn : Merekap data administrasi yang didapat
Aku : Mentranskrip wawancara antara Ina dan Resepsionis.
Setelah Ririn naik Grab, aku pulang bersama Ina. Kebetulan aku bawa helm 2.
Seperti biasa. Kalau ngebonceng Ina pasti sunyoto karena dia gendut. Aku sempet sih agak gaceng dan mundurin posisi dudukku biar makin kerasa. Tapi yaa tetep aja masih gak bisa kalau buat ngebayangin ML bareng Ina.
Ina : Bang, aku nanti turun di tukang makaroni makka aja yah
Aku : Ok.
Tukang makaroni makka lumayan dekat dengan kostan Ina. Jadi dia bisa jalan.
“Na, kirim file audio via Google Drive yah. Ntar aku Transkrip. Aku pulang. Daaahh” aku pun menancap gas motor Mio ku ke kostan.
Sampai di kostan, setelah nonton youtube, rokok dan ngopi, aku iseng chat Ririn. “Kalau mau dijemput dari Baltos berkabar aja.”
Sampai jam 8 malam. Chatku tidak kunjung centang biru.
Tidak lama, ada chat Ina di grup kelompok. “Bang udah aku upload ke Google Drive (sambil menyertakan link)”
“Oke Makasih” Jawabku.
Ririn pun muncul di grup kelompok, “Deadline kapan nih? Lusa yah, sepakat?”
Ina : Diusahakan BAB 2 dan 3 beres lusa.
Aku : Anjay transkrip banyak ☹ jangan lusa dong
Ririn : Do the best dulu bang.
Ina : Semangat temen2 dan jangan lupa istirahat
Kemudian aku PC ke Ririn, “Di grup nongol, chat ini gak diread. SAD”
Ririn membalas “Sotoy. Dibaca tapi gak dibuka”
“Lah emang bisa?” balasku
Ririn balas lagi “Katro ih. Bisa lah kebaca dari notif juga.”
Kemudian aku mencoba chat dengan serius, “Rin, Did I make mistake?”
“gausah dibahas, bang.” Balas Ririn
“I’m so sorry” Balasku
Ririn hanya membacanya dan tidak membalas chat permintaan maafku.
Kemudian aku mengeluarkan jurus pamungkas berupa bacotan lewat chat
“Aku tau hal itu memang salah. Terlebih dari perspektifmu yang taat. Aku meminta maaf dengan sangat. Aku menerima kemarahanmu. Sebesar apapun kemarahanmu akan aku terima. Tapi satu hal Ririn, aku siap dimarahi tapi tidak siap dibenci”
“GAK USAH DIBAHAS” balas Ririn.
Aku membalas : Bukan mau membahasnya, aku hanya ingin meminta maaf. Orang kalau minta maaf Cuma butuh 2 jawaban. Dimaafin atau Enggak dimaafin.
Ririn hanya membaca pesanku. Aku berfikir mungkin tidak baik jika aku terus mengirim chat padanya. Aku memutuskan untuk main PES 2019 saja di laptop.
Jam 1 malam, saat aku sedang bermain PES, chat dari Ririn masuk.
“Aku yang membuat prinsip, tapi aku juga yang menghancurkan prinsipku. Aku telah berjanji untuk menutup hati untuk laki-laki (pacaran), tapi justru aku yang malah membuka hati untuk lelaki. Bang, aku takut Ina tau, aku takut temen-temen kelas tau, aku banyak ketakutan terlebih kekecewaan pada diri sendiri”
“Aku telepon yah?” Balasku
“G” balas Ririn.
Aku membalas pesan Ririn dengan
“Aku paham apa chat kamu yang itu. Untuk malam ini, selain ucapan selamat tidur dan maaf, aku akan mengucapkan Aku suka kamu. I can live without you, but I’m perfect with you. If I have a choice between breathing and loving you, I will choose breathing. Because I can use my last breath to say ‘I Love U’”
Jam 6 Pagi aku masih belum tidur. Aku iseng chat Ririn.
“Selamat pagi. Sarapan yuk.”
“Tumben udah bangun.” Balas ririn
“Belom tidur wkwkwk”
“ngerjain transkrip?” Balas ririn
“Iya sedikit, banyaknya main PES”
“dih” Balas ririn
“Sarapan yuk?”
“Shaum sunnah” Balas ririn
“Wadaw, gagah anjir. Hebat.”
“Insha allah” Balas ririn
“ikutan juga ah”
“Emang belum makan + minum?” Balas ririn
“kebetulan belum”
Di hari itu aku berpura-pura puasa, padahal dari subuh juga rokok habis 7 batang dan ngopi. Karena semalaman tidak tidur, aku pun tidur jam 10 dan bangun jam 4 sore.
Pas bangun aku langsung chat Ririn, “Bukber yuk?”
“Seriusan ikut puasa? Hahaha
) balas Ririn
“Iya. Yuk bukber”
“Konyol ih puasa sunah ada bukber segala” balas Ririn
“Ehehehe ya kan ini mah sesuai motivasi aku puasa biar samaan sama kamu dan bisa bukber sama kamu. Ihihii”
“Ih parah. Motivasinya ibadah dong bang” balas Ririn
“Anak kecil aja motivasi awalnya puasa biar dapet hadiah lebaran”
“Ada anak kecil kuliah semester 8 tapi banyak matkul ngulang?” balas Ririn
“Bercandanya jelek. Sleketep!!!”
“Hahaha” balas Ririn
“Hayu bukber yuk biar ketemu. Eh…”
“Seriusan ikutan puasa?” balas Ririn
“ASLI”
“wkwkwkwk bingung aku tuh antara kagum tapi bodor ih pengen ngakak” balas Ririn
“Iya dah bebas mau ngetawain juga, ini mau gak bukber?”
“Makan bareng aja yah, ngebatalinnya di kostan masing-masing aja dulu biar gak susah solat maghrib, nanti selesai solat maghrib makannya bareng”
“SIAP BU HAJI”
Akhirnya akupun makan malem bareng Ririn. Saat makan kita berbincang dan Ririn terus menanyakan kebenaran apakah aku puasa, tapi aku pun tak kalah pandai untuk berbohong. Ririn tampak percaya.
Selesai makan, aku rencananya mengajak Ririn ke kostan. Tapi Ririn menolak. Terus aku ajak tapi Ririn semakin kuat menolak. Aku takut Ririn malah “Curiga” kalau terlalu memaksakan. Akhirnya setelah makan kami pulang.
Tidak ada kejadian apapun selain perasaan antara kami berdua yang semakin terbuka dan sikap Ririn yang lebih tidak jutek dibanding hari saat observasi. Dan ada yang penting lagi. Besok kami berjanji sarapan bersama.
Ini hari Jumat. Sore ada kerkol. Semalam aku berjanji untuk sarapan dengan Ririn.
“Yuk, bubur, lontong kari, ketoprak atau apa?” Chatku pada Ririn
“Asal jangan ketoprak.” balas Ririn
“Apa atuh yah?”
“Bebas” balas Ririn
“Bubur?”
“Boleh” balas Ririn
“Di lembang yuk?”
“Jauuuuhhh” balas Ririn
“Tapi enak buburnya. Pinggir jalan sih. Tapi enak”
“Mandi dulu atuh aku” balas Ririn
“Ih gak usah, aku juga enggak.”
“Bau” balas Ririn
“Biarin. Bau surga. Wkwkwk”
“Ngaco” balas Ririn
“Lesgow kita?”
“Iya. Jemput di gang warteg biasa” balas Ririn
“Laksanakan”
Jalan-jalan pagi, berbincang, dan seru. Aku semakin percaya aku sudah cukup ada di hatinya Ririn meskipun harus tetep hati-hati dan pelan-pelan.
Di jalan pulang sarapan, aku mengeluhkan pada Ririn karena transkrip belum tuntas. “Payah ih abang, semangat dong bang nugasnya. Ini tugas kelompok, team work harus bagus” respon Ririn.
Aku mengajak Ririn ke kostanku selesai sarapan untuk membantu mentranskrip wawancara.
Aku : Ke kostan aku dulu yuk bantuin transkrip
Ririn : Belum mandi udah gerah
Aku : Sama
Ririn : Enggak mau ah, aku pulang aja ke kostan
Aku : Susah ngetranskrip sendiri. Bantuin dong, Kamu yang denger rekaman, terus omongin, terus aku yang ngetik. Biar agak gampang
Ririn : Ih lagian ini udah mau jumatan. Abang jumatan ih!! Yang 5 kali sehari udah bolong-bolong malahan gak pernah, masa yang seminggu sekali juga enggak sih. Parah.
Aku : Iya mau jumatan mah. Pas aku jumatan, kamu di kostan aku aja.
Ririn : Enggak ah. Aku pulang aja ke kostan. Belum mandi. Mau beres-beres. Lagian jam 3 kan harus ke Ina kita kerkol.
Aku : Oh yaudah atuh iya
Aku mencoba untuk tidak pernah memaksa Ririn.
Aku kembali membujuknya, “Beres dari Ina atuh yah ke kostan aku ngetranskrip? biar Senin selesai.”
Ririn : Gimana nanti aja
Aku : Atuh bantuin
Ririn : Usahain aja sekarang sore di Ina ngetranskrip sampe selesai.
Akhirnya aku mengantarkan Ririn pulang dan aku pun ke kostan. Aku membersihkan dan merapihkan kostan. Membuang botol-botol miras, membuang puntung rokok di asbak, menyimpan pakaian kotor di laundry. Kostan menjadi sangat bersih dan rapih juga wangi. Jaga-jaga barangkali berhasil ngajak Ririn ke kostan.
Saat kerkol, aku tidak membahas tentang sarapan takut Ina tau. Segala hal tentang aku dan Ririn jangan boleh diketahui siapapun, Itu permintaan Ririn. Kami kerkol seperti biasa.
“Ina maaf aku belum nyelesain transkrip”, ucapku.
Ina : Ih abaaaanngg
Ririn : Ih parah. Bang jangan males-malesan dong bang (Ririn pura2 baru tau)
Aku : Susah nih yah. Aku dengerin rekaman, pause. Ketik, play, pause, ketik. Belum lagi kalo kelewat dan lupa kata-katanya harus di back lagi. Ribet pisan sendiri mah,
Ina : Yaudah sini aku bantuin. Aku yang ngedengernya, abang yang ngetik.
Terlihat Ririn seperti “tersaingi” ketika Ina langsung menawarkan diri membantuku. Ina memang cenderung lebih spontan dibanding Ririn. Akhirnya aku mengerjakan transkrip dengan bantuan Ina. Ririn sesekali melihat pekerjaanku, membantu mengulang ucapan Ina, dan bermain HP.
Di sela-sela istirahat mentranskrip, saat Ina solat maghrib, aku mengirim chat ke Ririn. Meskipun kita di tempat yang sama tapi takut terdengar Ina, lagi pula posisi duduk kita tidak terlalu dekat.
“Mau ke kostan gak bantuin nyelesain transkrip?” Chatku
“gatau” balas Ririn
“ih malah gatau. Itu kamu gimana?”
“Masih banyak?” balas Ririn
“Masih pisan”
“gabisa diselesaikan di sini?” balas Ririn
“Bisa kalau gak tidur sama sekali mah dan itu pun bakalan nyampe subuh kayaknya. Mau temenin aku di kostan aku ngerjainnya?”
“Apa bedanya ngerjain di sini dengan di kostan abang?” balas Ririn
“Di sini bertiga di sana berdua”
“Terus?” balas Ririn
“Gamau berduaan gitu biar so sweet nugasnya? Wkwkwkw”
“Gak usah macem-macem, bang. Tugas ini yang harus selesai” balas Ririn
“Iya tugas maksudnya bantuin transkrip di kostan”
Ririn tidak menjawab dan malah bergantian solat maghrib dengan Ina yang sudah selesai.
Saat Ririn solat, Ina mengajak aku melanjutkan mentraskrip. Dia duduk tepat di sampingku.
Aku pun berbisik ke Ina supaya tidak didengar Ririn.
Aku: Aku nginep di sini ya malem ini? Ssstt jangan keras-keras nnti kedenger Ririn
Ina : Emang knpa kalo kedenger?
Aku : Biar nginepnya berdua aja ihihii
Ina : Ish… knpa gtu? Mau ngapain?
Aku : Mau nugaslah ngetranskripkan
Ina : Trus knpa Ririn jangan tau?
Aku : Biar Ririn gak nginep juga
Ina : knpa gtu?
Aku : Klo berdua kan bisa selain nugas. Ihihii (sambil aku kedipin dan pasang muka genit)
Ina : ha?
kitapun terdiam sesaat.
“boleh?” aku menyambung obrolan
“trserah ah, tpi abang yang bilang dan ngatur skenario ini-itunya aku gak ngerti” kata Ina pelan
Aku memberi acungkan jempol pada Ina tanda setuju.
Aku melakukan itu ke Ina karena merasa respon Ririn yang cenderung seperti menolak ajakanku ke kostan sedangkan nafsu biarahiku terasa cukup tinggi. Tak ada rotan akarpun jadi, kira-kira seperti itulah kenapa aku mempersiapkan Ina. Maaf Ina.
Selesai Ririn solat, Ririn mengajak memesan Grabfood.
Ririn : Makan yuk ngegrabfood
Aku : Pesen apa?
Ririn : Ayam penyet sambel
Ina : Aku berasa pengen yang kuah
Aku : Berapa itu penyet di grab?
Ririn : 20 sama ongkir
Aku : Mending beli di situ 15 ribu
Ririn : Yaudah abang yang beli mau?
Aku : oke, why not.
Ina : Sekalian atuh aku nitip soto babat
Aku : Kalian suit aja yang kalah temenin aku beli.
Ririn dan Ina suit. Ina kalah. Ina dan aku pergi membeli makanan.
“Asik sunyoto lagi” ucapku dalam hati.
Di jalan, Ina menanyakan maksud sebenarnya dari percakapan bisik-bisik tadi
Ina : Tadi tuh maksudnya gimana sih bang?
Aku : Nginep di kostan kamu tapi jangan ada Ririn
Ina : Emang kenapa?
Aku : Sekalian pengen curhat
Ina : Curhatin siapa? Ririn?
Aku : Curuk jahat hahahaha becanda
Ina : (pura-pura gak ngerti makna curhat) Abang seriusan ke Ririn?
Aku : Seriusan gimana?
Ina : Abang suka ke Ririn?
Aku : curhat curuk jahat. Bisa curhat ke kamu bisa ke Ririn. Wkwkwkk
Ina : Ih apaan sih. Abang suka ke Ririn?
Aku : Kamu baik, Ririn baik, Kamu good looking, Ririn juga. Potensi aku suka sama Ririn ada, potensi aku suka sama kamu juga ada.
Ina : Jiah mulut senior mah buaya banget.
Aku : Tapi kalau ngobrol enakan sama kamu. Ririn kaku.
Ina : Ih Ririn tuh sholehah tau kang. Istri-able.
Aku : ah kejauhan mikirin nikah, Kuliah aja belum lulus.
Aku mencoba tebar pesona ke Ina. Ina memang berbodi gendut. Kira-kira berat badan aku dan dia selisih 30 atau bahkan 50 Kg, Tapi yaa kalau ada kesempatan kenapa enggak.
Aku yang sudah kadung ingin mesum memberanikan ntot-ntotkan motorku pake rem depan dengan sengaja hingga Ina sadar bahwa aku melakukannya agar payudara Ina menyentuh punggungku.
Ina : Ih abang ih bete ih bawa motornya jelek
Aku : wkwkwkwkk… sambil tertawa
Ina : Yang bener ah bang. (Ina menepuk pundakku dengan kecang dan memegang pundakku untuk menahan supaya tidak sunyoto)
Aku : ahahah becanda, Na. Nyari kesempatan dalam kesempitan. Wkwkwk
Ina : halaaahhh kucing… dah tau aku tuh LANGSING
Aku : Gapapa enak, hug-able. Wkwkwkwk. Btw nanya hal privasi dong boleh? Kepo nih.
Ina : Gamau ah. Jangan. Nanya berat badan kan? Sensitif ah. Liat aja nanti aku mau program pelangsingan.
Aku : Yaudah iya enggak. Maaf.
Sesampainya di tukang ayam penyet. Ina memesan makanan. Aku kembali mengechat Ririn.
“Gimana?” chatku
“Apaan?” balas Ririn
“Mau?”
“Enggak ah” balas Ririn
“Asli enggak?”
“Iya enggak.” balas Ririn
Aku kecewa dan tidak membalas chat Ririn. Di jalan pulang, rasanya aku ingin bermesum saja dengan Ina. Toh, pada saat aku coli dengan BH dan Cangcut Ina, aku bisa penetrasi. Akhirnya di jalan pulang aku mengode dengan Ina.
Aku : Yah Na yah aku nginep?
Ina : Lah biasanya juga kalo kerkol nginep
Aku : Iya jangan ada Ririn tapi
Ina : Ih emang kenapa sih? Aneh deh. Kalau mau curhat sok atuh sekarang aja. Bawa motonya dipelanin biar bisa curhat sampei kostan.
Aku : ah enggak ah.
Aku tidak berani ternyata mengajak langsung ke Ina. Takut malah blunder.
Setibanya di kostan Ina, aku membuka HP dan ternyata ada chat tambahan dari Ririn yang belum aku baca. Ketika aku buka chatnya;
“Besok Pagi aku ada kegiatan di Ganesha, kalau nginep males harus bawa-bawa pakaiannya, apalagi kalau besok pagi harus ke kostan aku dulu terus berangkat. Ribet banget. Kalau ngerjain di kostan abang terus pulang jam 12an, mendingan di kostan Ina aja. Hemat waktu”
Aku membalasnya singkat. “Ok, no problemo”
Kita pun makan bersama.
Mentraskip ternyata belum juga selesai hingga jam 11 malam. Sialnya, Ririn pun menginap di kostan Ina. Aku mau pulang tapi malas. Akhirnya aku pun menginap di kostan Ririn.
Aku : Udah dulu lah transkripnya. Capek.
Ina : Iya nanti aja lanjutin.
Ririn : Yang penting Senin udah selesai. Dicicil bang biar Senin bisa selesai.
Aku : Iya. Udah ah mau maen game.
Ririn dan Ina tidur di kasur. Aku begadang bermain game ular di HP. Sesekali aku keluar kamar Ina untuk merokok. Terbesit untuk melakukan coli dan pelan-pelan mengambil BH Ina di lemari, tapi aku takut ketauan. Akhirnya aku hanya bermain ular saja.
Sekitar pukul 2 dini hari. Ina dan Ririn sudah terlelap tidur, aku melirik mereka berdua. Kasur berada di sebelah kiriku, aku duduk di karpet, menghadap TV dan menyender pada tembok. Posisi kepala Ririn dan Ina itu di arah jam 11 dariku (sejajar kakiku yang berselonjor). Riri di sisi lebih jauh dariku, sedangkan Ina di sisi yang lebih dekat denganku.
Ina tidur dengan menggunakan baju kaos pantai bali yang ada rumbai-rumbainya. Kerudung Ina di lepas. Sedangkan Ririn menggunakan pakaian yang masih tertutup beserta jilbabnya. Dari awal kerja kelompok, Ririn memang tidak pernah melepas kerudung jika ada aku. Sedangkan Ina sering membuka kerudung. Iya, Ina tidak begitu syar’i.
Saat tidur, Ina menggeliat tanpa sadar, tangan kirinya tergeletak di atas kepala, dan tangan kanannya berada di atas perut. Secara otomatis aku melihat Ina dan ternyata ketek Ina ada bulunya.
Jujur aku tidak begitu suka dengan perempuan yang keteknya bebulu. Aku tiba-tiba hilang hasrat. Tapi lipatan-lipatan lemak di bahunya cukup membuat aku penasaran untuk “menggigit genit”. Namun tetap saja, bulu ketek membuat aku kecewa. Ditambah lagi, singkayo di pinggangnya yang kadang terlihat karena kaos pantai bali yang tidak begitu cukup menutupi pinggang Ina jika Ina merubah posisi berbaring.
15 menit sebelum adzan subuh, HP Ririn berdering tanda alarm. Aku mendekatkan HP Ririn ke kepala Ririn, dan Ririn pun terbangun.
“Belum tidur bang?” tanya Ririn
“Belum” jawabku
“Ngapain aja?” tanya Ririn
“Maen game ular” jawabku
Ririn melanjutkan tidurnya hingga suara adzan berkumandang Ririn bangun lagi dan bergegas pulang ke kostan.
“Pulang?” Tanyaku
“Iya.” Jawab ririn
“Ke Ganesha?” Tanyaku
“Iya” Jawab ririn
“Mau dianter?” tanyaku
“Belum tidur kan abang” jawab Ririn
“Gapapa kalau mau” Ucapku
“Gausah, makasih” Jawab Ririn
“Anter ke depan, bukain gerbang” Pinta Ririn
“ok”
Gerbang kostan Ina terkunci, sehingga aku harus mengantar Ririn ke gerbang.
Ririn : Makasih ya bang, aku pulang.
Aku : Iya, tiati. Ini gembok lagi jangan yah gerbangnya?”
Ririn : Gausah udah pagi
Aku : Masih gelap ah. Aku gembok lagi aja
Ririn : Yaudah
Di akhir percakapan aku berucap “Rin, kamu bangun tidur makin cantik”
“Abang belum tidur makin kusam mukanya” jawab Ririn sambil tertawa pelan.
Kostan Ina dan Kostan Ririn terbilang dekat. Sekitar 200-300 Meter.
Aku kembali ke kamar Ina. Hasrat mesum sudah tidak begitu terasa saat mengingat bulu ketek Ina, meskipun sekarang tidak terlihat lagi karena posisi tidur ina yang tidak telentang.
Jam setengah 6, Ina terbangun.
“Ririn pulang bang?” tanya Ina
“Iya” jawabku
Ina buru-buru solat subuh. Aku lanjut bermain game di HP. Setelah sarapan, sekitar jam 8. Aku pulang ke kostan.
Sesampainya di kostan, sambil menunggu kantuk yang sangat aku merokok sambil liat IG Story.
Ada Story akun Ina yang isinya boomerang layar laptop ketika aku dan Ina mentranskrip wawancara. Aku mengomentari storynya, “Semoga nanti akhir semester nilainya bagus yah. Tugasnya bikin kerja Rodi”
Ina membalas di DM Instagram “Aamiin. Tidur, bang!”
Aku balas “Siap, nona. Makasih udah perhatian”
Ina membalas lagi “Kalo abang sakit, nanti aku dan Ririn yang sue harus nugas berdua doang. Wkwkwkwk”
“Ahahahaha bener sih tapi kampret juga” balasku.
Akhirnya aku DM-an di IG dengan Ina cukup panjang sampai aku membahas hal yang aku lihat semalam.
Aku : Ina, I’m so sorry before.
Ina : what for?
Aku : Jangan marah apalagi benci. Ini mah resiko kita banyak waktu bersama karena tugas kelompok. Aku ngomong gini bukan maksud apa-apa. Tapi lebih pengen ngasih pandangan aja.
Ina : Wiiihhh serius nih. Kenapa kenapa?
Aku : mmm… Semalem kamu tidur telentang, terus menggeliat, tangan kiri kamu ke atas, dan aku liat bulu ketek kamu.
Ina : [mengirim emot kaget dan nangis] kemudian disusul kalimat “abang ih”
Aku : Slow. Bukan maksud apa-apa. Tapi ini kan aku mau kasih tau persepsi aku aja. Itupun kalau kamu gak keberatan.
Ina : Lah aku mah udah keberatan bang badan segini
Ina mencoba mencairkan suasana dengan mengungkit badannya padahal sebetulnya dia paling tidak mau jika ada yang membahas berat badannya.
Aku : Bukan gituuuuuuu.. Sebagai lelaki normal wajar aku ada “hasrat” pas liat ketek cewek. Nah kalau menurut aku, alangkah lebih baik kalau kamu cukuran. Jangan pake bulu ketek.
Ina : Lagian kan aku enggak pernah pake tanktop ke tempat umum. Lagian ketek aku gak pernah aku liat-liatin.
Aku : Ya bebas itu mah, ini mah saran aja. Kesehatan dan kebersihan organ yang gak diliatin di depan umum juga kan penting. Apalagi kalau kamu punya pacar nanti.
Ina : Heh bukan pacar tapi suami!!!!
Aku : Ahahahaha iya suami iyaaa..
Ina : yeeee bahaya nih pacaran sama abang belum apa-apa minta ngeliat ketek.
Aku : Lah malah aku mah minta lebih. Wkwkwkwk canda.
Ina : Parah omesh ih pagi-pagi.
Aku : ahahhaa. Yaudah gitu aja. Sorry kalau ucapan aku ngerusak suasana.
Ina : Iya, makasih sarannya.
Kemudian aku pun tertidur.
Bersambung ke Episode 3
Observasi Tugas Kuliah
“Dimana? Kita udah di lokasi” sebuah chat dari Ina.
“Baru bangun, sorry. Aku mandi dan langsung otw ke sana” balasku
Seperti biasa, bangun pagi hal yang paling sulit buatku. Karena itu juga kuliahku banyak yang ngulang.
Selesai mandi dan berpakaian rapih, aku pergi ke sebuah instansi pemerintah untuk observasi tugas kuliah. Ketika tiba di sana, aku berjumpa dengan Ina yang sedang mewawancara resepsionis.
“Ririn mana?” Tanyaku
“Lagi di ruangan admin di lt2 minta berkas data dan surat balasan observasi” Jawab Ina.
Aku pun mengeluarkan HP dan memotret kegiatan wawancara Ina agar aku ada kontribusi di kelompok.
Sekitar 40 menit, Ririn datang. Aku hanya melihatnya dan menyapa dengan mengangkat alis saja karena takut mengganggu rekaman percakapan Ina dan Resepsionis.
Observasi selesai sekitar pukul 2 siang.
Sambil berjalan ke selasar depan tempat observasi:
Ina : Abang bau rokok banget ih.
Aku : Iya, ini kemeja lama. digantungin di kamar. Kamar aku kan smoking area. Hehehe
Ina : Pake parfum atuh bang.
Aku : Gapunya. Ehehehe. Eh aku belum makan ini dari pagi. Kalian udah?
Ina : Pagi sih udah tadi pas mau ke sini aku bareng Ririn makan ketoprak. Mau nyari tempat makan dulu sekalian ngobrol kelompok?
Aku : Bebas
Ririn : Aku mah nanti aja makan di kostan. Soalnya tadi masak nasi, tinggal beli lauknya.
Ina : Abang gimana? Mau makan?
Aku : Bebas. Biasa nahan lapar aku mah. Wkwkwkk
Ina : Bentar atuh ah aku ke toilet dulu. Nitip dong (sambil memberikan tas dan beberapa bawaan ke Ririn, kemudian Ina pun pergi ke toilet)
Aku memberi senyum semanis mungkin ke Ririn.
Ririn : Dih genit.
Aku : Dih jutek. Pake apa tadi ke sini?
Ririn : Grab.
Aku : Mobil?
Ririn : Motor.
Aku : Reptil? (Reptil = rengkep tilu) a.k.a satu motor bertiga
Ririn : yakali.
Aku : oh dua motor
Kita sama-sama diam. Aku hanya melihat sekitar lingkungan tempat itu dan sesekali melirik Ririn. Ririn scrolling timeline IG.
Sepertinya kejadian cipokan waktu itu berdampak pada psikologis Ririn. Aku dilema. Antara enak dan pengen lagi tapi bingung.
Ina keluar dari toilet.
“Jadi gimana? Ngobrol di sini atau cari tempat makan?” Tanya Ina
“Di sini aja deh biar cepet. Pulangnya aku mau ke Baltos dulu.” Jawab Ririn
Kita rapat kelompok tentang hari ini dan tugas selanjutnya yang dibagi-bagi.
Hasil pembagian tugas:
Ina : Melanjutkan mengetik BAB 2 dan 3 untuk menambahkan teori dan desain penelitian
Ririn : Merekap data administrasi yang didapat
Aku : Mentranskrip wawancara antara Ina dan Resepsionis.
Setelah Ririn naik Grab, aku pulang bersama Ina. Kebetulan aku bawa helm 2.
Seperti biasa. Kalau ngebonceng Ina pasti sunyoto karena dia gendut. Aku sempet sih agak gaceng dan mundurin posisi dudukku biar makin kerasa. Tapi yaa tetep aja masih gak bisa kalau buat ngebayangin ML bareng Ina.
Ina : Bang, aku nanti turun di tukang makaroni makka aja yah
Aku : Ok.
Tukang makaroni makka lumayan dekat dengan kostan Ina. Jadi dia bisa jalan.
“Na, kirim file audio via Google Drive yah. Ntar aku Transkrip. Aku pulang. Daaahh” aku pun menancap gas motor Mio ku ke kostan.
Sampai di kostan, setelah nonton youtube, rokok dan ngopi, aku iseng chat Ririn. “Kalau mau dijemput dari Baltos berkabar aja.”
Sampai jam 8 malam. Chatku tidak kunjung centang biru.
Tidak lama, ada chat Ina di grup kelompok. “Bang udah aku upload ke Google Drive (sambil menyertakan link)”
“Oke Makasih” Jawabku.
Ririn pun muncul di grup kelompok, “Deadline kapan nih? Lusa yah, sepakat?”
Ina : Diusahakan BAB 2 dan 3 beres lusa.
Aku : Anjay transkrip banyak ☹ jangan lusa dong
Ririn : Do the best dulu bang.
Ina : Semangat temen2 dan jangan lupa istirahat
Kemudian aku PC ke Ririn, “Di grup nongol, chat ini gak diread. SAD”
Ririn membalas “Sotoy. Dibaca tapi gak dibuka”
“Lah emang bisa?” balasku
Ririn balas lagi “Katro ih. Bisa lah kebaca dari notif juga.”
Kemudian aku mencoba chat dengan serius, “Rin, Did I make mistake?”
“gausah dibahas, bang.” Balas Ririn
“I’m so sorry” Balasku
Ririn hanya membacanya dan tidak membalas chat permintaan maafku.
Kemudian aku mengeluarkan jurus pamungkas berupa bacotan lewat chat
“Aku tau hal itu memang salah. Terlebih dari perspektifmu yang taat. Aku meminta maaf dengan sangat. Aku menerima kemarahanmu. Sebesar apapun kemarahanmu akan aku terima. Tapi satu hal Ririn, aku siap dimarahi tapi tidak siap dibenci”
“GAK USAH DIBAHAS” balas Ririn.
Aku membalas : Bukan mau membahasnya, aku hanya ingin meminta maaf. Orang kalau minta maaf Cuma butuh 2 jawaban. Dimaafin atau Enggak dimaafin.
Ririn hanya membaca pesanku. Aku berfikir mungkin tidak baik jika aku terus mengirim chat padanya. Aku memutuskan untuk main PES 2019 saja di laptop.
Jam 1 malam, saat aku sedang bermain PES, chat dari Ririn masuk.
“Aku yang membuat prinsip, tapi aku juga yang menghancurkan prinsipku. Aku telah berjanji untuk menutup hati untuk laki-laki (pacaran), tapi justru aku yang malah membuka hati untuk lelaki. Bang, aku takut Ina tau, aku takut temen-temen kelas tau, aku banyak ketakutan terlebih kekecewaan pada diri sendiri”
“Aku telepon yah?” Balasku
“G” balas Ririn.
Aku membalas pesan Ririn dengan
“Aku paham apa chat kamu yang itu. Untuk malam ini, selain ucapan selamat tidur dan maaf, aku akan mengucapkan Aku suka kamu. I can live without you, but I’m perfect with you. If I have a choice between breathing and loving you, I will choose breathing. Because I can use my last breath to say ‘I Love U’”
Antara yang Puasa hari Kamis dan yang Pura-pura Puasa di hari Kamis
Jam 6 Pagi aku masih belum tidur. Aku iseng chat Ririn.
“Selamat pagi. Sarapan yuk.”
“Tumben udah bangun.” Balas ririn
“Belom tidur wkwkwk”
“ngerjain transkrip?” Balas ririn
“Iya sedikit, banyaknya main PES”
“dih” Balas ririn
“Sarapan yuk?”
“Shaum sunnah” Balas ririn
“Wadaw, gagah anjir. Hebat.”
“Insha allah” Balas ririn
“ikutan juga ah”
“Emang belum makan + minum?” Balas ririn
“kebetulan belum”
Di hari itu aku berpura-pura puasa, padahal dari subuh juga rokok habis 7 batang dan ngopi. Karena semalaman tidak tidur, aku pun tidur jam 10 dan bangun jam 4 sore.
Pas bangun aku langsung chat Ririn, “Bukber yuk?”
“Seriusan ikut puasa? Hahaha
) balas Ririn“Iya. Yuk bukber”
“Konyol ih puasa sunah ada bukber segala” balas Ririn
“Ehehehe ya kan ini mah sesuai motivasi aku puasa biar samaan sama kamu dan bisa bukber sama kamu. Ihihii”
“Ih parah. Motivasinya ibadah dong bang” balas Ririn
“Anak kecil aja motivasi awalnya puasa biar dapet hadiah lebaran”
“Ada anak kecil kuliah semester 8 tapi banyak matkul ngulang?” balas Ririn
“Bercandanya jelek. Sleketep!!!”
“Hahaha” balas Ririn
“Hayu bukber yuk biar ketemu. Eh…”
“Seriusan ikutan puasa?” balas Ririn
“ASLI”
“wkwkwkwk bingung aku tuh antara kagum tapi bodor ih pengen ngakak” balas Ririn
“Iya dah bebas mau ngetawain juga, ini mau gak bukber?”
“Makan bareng aja yah, ngebatalinnya di kostan masing-masing aja dulu biar gak susah solat maghrib, nanti selesai solat maghrib makannya bareng”
“SIAP BU HAJI”
Akhirnya akupun makan malem bareng Ririn. Saat makan kita berbincang dan Ririn terus menanyakan kebenaran apakah aku puasa, tapi aku pun tak kalah pandai untuk berbohong. Ririn tampak percaya.
Selesai makan, aku rencananya mengajak Ririn ke kostan. Tapi Ririn menolak. Terus aku ajak tapi Ririn semakin kuat menolak. Aku takut Ririn malah “Curiga” kalau terlalu memaksakan. Akhirnya setelah makan kami pulang.
Tidak ada kejadian apapun selain perasaan antara kami berdua yang semakin terbuka dan sikap Ririn yang lebih tidak jutek dibanding hari saat observasi. Dan ada yang penting lagi. Besok kami berjanji sarapan bersama.
Bulu
Ini hari Jumat. Sore ada kerkol. Semalam aku berjanji untuk sarapan dengan Ririn.
“Yuk, bubur, lontong kari, ketoprak atau apa?” Chatku pada Ririn
“Asal jangan ketoprak.” balas Ririn
“Apa atuh yah?”
“Bebas” balas Ririn
“Bubur?”
“Boleh” balas Ririn
“Di lembang yuk?”
“Jauuuuhhh” balas Ririn
“Tapi enak buburnya. Pinggir jalan sih. Tapi enak”
“Mandi dulu atuh aku” balas Ririn
“Ih gak usah, aku juga enggak.”
“Bau” balas Ririn
“Biarin. Bau surga. Wkwkwk”
“Ngaco” balas Ririn
“Lesgow kita?”
“Iya. Jemput di gang warteg biasa” balas Ririn
“Laksanakan”
Jalan-jalan pagi, berbincang, dan seru. Aku semakin percaya aku sudah cukup ada di hatinya Ririn meskipun harus tetep hati-hati dan pelan-pelan.
Di jalan pulang sarapan, aku mengeluhkan pada Ririn karena transkrip belum tuntas. “Payah ih abang, semangat dong bang nugasnya. Ini tugas kelompok, team work harus bagus” respon Ririn.
Aku mengajak Ririn ke kostanku selesai sarapan untuk membantu mentranskrip wawancara.
Aku : Ke kostan aku dulu yuk bantuin transkrip
Ririn : Belum mandi udah gerah
Aku : Sama
Ririn : Enggak mau ah, aku pulang aja ke kostan
Aku : Susah ngetranskrip sendiri. Bantuin dong, Kamu yang denger rekaman, terus omongin, terus aku yang ngetik. Biar agak gampang
Ririn : Ih lagian ini udah mau jumatan. Abang jumatan ih!! Yang 5 kali sehari udah bolong-bolong malahan gak pernah, masa yang seminggu sekali juga enggak sih. Parah.
Aku : Iya mau jumatan mah. Pas aku jumatan, kamu di kostan aku aja.
Ririn : Enggak ah. Aku pulang aja ke kostan. Belum mandi. Mau beres-beres. Lagian jam 3 kan harus ke Ina kita kerkol.
Aku : Oh yaudah atuh iya
Aku mencoba untuk tidak pernah memaksa Ririn.
Aku kembali membujuknya, “Beres dari Ina atuh yah ke kostan aku ngetranskrip? biar Senin selesai.”
Ririn : Gimana nanti aja
Aku : Atuh bantuin
Ririn : Usahain aja sekarang sore di Ina ngetranskrip sampe selesai.
Akhirnya aku mengantarkan Ririn pulang dan aku pun ke kostan. Aku membersihkan dan merapihkan kostan. Membuang botol-botol miras, membuang puntung rokok di asbak, menyimpan pakaian kotor di laundry. Kostan menjadi sangat bersih dan rapih juga wangi. Jaga-jaga barangkali berhasil ngajak Ririn ke kostan.
Saat kerkol, aku tidak membahas tentang sarapan takut Ina tau. Segala hal tentang aku dan Ririn jangan boleh diketahui siapapun, Itu permintaan Ririn. Kami kerkol seperti biasa.
“Ina maaf aku belum nyelesain transkrip”, ucapku.
Ina : Ih abaaaanngg
Ririn : Ih parah. Bang jangan males-malesan dong bang (Ririn pura2 baru tau)
Aku : Susah nih yah. Aku dengerin rekaman, pause. Ketik, play, pause, ketik. Belum lagi kalo kelewat dan lupa kata-katanya harus di back lagi. Ribet pisan sendiri mah,
Ina : Yaudah sini aku bantuin. Aku yang ngedengernya, abang yang ngetik.
Terlihat Ririn seperti “tersaingi” ketika Ina langsung menawarkan diri membantuku. Ina memang cenderung lebih spontan dibanding Ririn. Akhirnya aku mengerjakan transkrip dengan bantuan Ina. Ririn sesekali melihat pekerjaanku, membantu mengulang ucapan Ina, dan bermain HP.
Di sela-sela istirahat mentranskrip, saat Ina solat maghrib, aku mengirim chat ke Ririn. Meskipun kita di tempat yang sama tapi takut terdengar Ina, lagi pula posisi duduk kita tidak terlalu dekat.
“Mau ke kostan gak bantuin nyelesain transkrip?” Chatku
“gatau” balas Ririn
“ih malah gatau. Itu kamu gimana?”
“Masih banyak?” balas Ririn
“Masih pisan”
“gabisa diselesaikan di sini?” balas Ririn
“Bisa kalau gak tidur sama sekali mah dan itu pun bakalan nyampe subuh kayaknya. Mau temenin aku di kostan aku ngerjainnya?”
“Apa bedanya ngerjain di sini dengan di kostan abang?” balas Ririn
“Di sini bertiga di sana berdua”
“Terus?” balas Ririn
“Gamau berduaan gitu biar so sweet nugasnya? Wkwkwkw”
“Gak usah macem-macem, bang. Tugas ini yang harus selesai” balas Ririn
“Iya tugas maksudnya bantuin transkrip di kostan”
Ririn tidak menjawab dan malah bergantian solat maghrib dengan Ina yang sudah selesai.
Saat Ririn solat, Ina mengajak aku melanjutkan mentraskrip. Dia duduk tepat di sampingku.
Aku pun berbisik ke Ina supaya tidak didengar Ririn.
Aku: Aku nginep di sini ya malem ini? Ssstt jangan keras-keras nnti kedenger Ririn
Ina : Emang knpa kalo kedenger?
Aku : Biar nginepnya berdua aja ihihii
Ina : Ish… knpa gtu? Mau ngapain?
Aku : Mau nugaslah ngetranskripkan
Ina : Trus knpa Ririn jangan tau?
Aku : Biar Ririn gak nginep juga
Ina : knpa gtu?
Aku : Klo berdua kan bisa selain nugas. Ihihii (sambil aku kedipin dan pasang muka genit)
Ina : ha?
kitapun terdiam sesaat.
“boleh?” aku menyambung obrolan
“trserah ah, tpi abang yang bilang dan ngatur skenario ini-itunya aku gak ngerti” kata Ina pelan
Aku memberi acungkan jempol pada Ina tanda setuju.
Aku melakukan itu ke Ina karena merasa respon Ririn yang cenderung seperti menolak ajakanku ke kostan sedangkan nafsu biarahiku terasa cukup tinggi. Tak ada rotan akarpun jadi, kira-kira seperti itulah kenapa aku mempersiapkan Ina. Maaf Ina.
Selesai Ririn solat, Ririn mengajak memesan Grabfood.
Ririn : Makan yuk ngegrabfood
Aku : Pesen apa?
Ririn : Ayam penyet sambel
Ina : Aku berasa pengen yang kuah
Aku : Berapa itu penyet di grab?
Ririn : 20 sama ongkir
Aku : Mending beli di situ 15 ribu
Ririn : Yaudah abang yang beli mau?
Aku : oke, why not.
Ina : Sekalian atuh aku nitip soto babat
Aku : Kalian suit aja yang kalah temenin aku beli.
Ririn dan Ina suit. Ina kalah. Ina dan aku pergi membeli makanan.
“Asik sunyoto lagi” ucapku dalam hati.
Di jalan, Ina menanyakan maksud sebenarnya dari percakapan bisik-bisik tadi
Ina : Tadi tuh maksudnya gimana sih bang?
Aku : Nginep di kostan kamu tapi jangan ada Ririn
Ina : Emang kenapa?
Aku : Sekalian pengen curhat
Ina : Curhatin siapa? Ririn?
Aku : Curuk jahat hahahaha becanda
Ina : (pura-pura gak ngerti makna curhat) Abang seriusan ke Ririn?
Aku : Seriusan gimana?
Ina : Abang suka ke Ririn?
Aku : curhat curuk jahat. Bisa curhat ke kamu bisa ke Ririn. Wkwkwkk
Ina : Ih apaan sih. Abang suka ke Ririn?
Aku : Kamu baik, Ririn baik, Kamu good looking, Ririn juga. Potensi aku suka sama Ririn ada, potensi aku suka sama kamu juga ada.
Ina : Jiah mulut senior mah buaya banget.
Aku : Tapi kalau ngobrol enakan sama kamu. Ririn kaku.
Ina : Ih Ririn tuh sholehah tau kang. Istri-able.
Aku : ah kejauhan mikirin nikah, Kuliah aja belum lulus.
Aku mencoba tebar pesona ke Ina. Ina memang berbodi gendut. Kira-kira berat badan aku dan dia selisih 30 atau bahkan 50 Kg, Tapi yaa kalau ada kesempatan kenapa enggak.
Aku yang sudah kadung ingin mesum memberanikan ntot-ntotkan motorku pake rem depan dengan sengaja hingga Ina sadar bahwa aku melakukannya agar payudara Ina menyentuh punggungku.
Ina : Ih abang ih bete ih bawa motornya jelek
Aku : wkwkwkwkk… sambil tertawa
Ina : Yang bener ah bang. (Ina menepuk pundakku dengan kecang dan memegang pundakku untuk menahan supaya tidak sunyoto)
Aku : ahahah becanda, Na. Nyari kesempatan dalam kesempitan. Wkwkwk
Ina : halaaahhh kucing… dah tau aku tuh LANGSING
Aku : Gapapa enak, hug-able. Wkwkwkwk. Btw nanya hal privasi dong boleh? Kepo nih.
Ina : Gamau ah. Jangan. Nanya berat badan kan? Sensitif ah. Liat aja nanti aku mau program pelangsingan.
Aku : Yaudah iya enggak. Maaf.
Sesampainya di tukang ayam penyet. Ina memesan makanan. Aku kembali mengechat Ririn.
“Gimana?” chatku
“Apaan?” balas Ririn
“Mau?”
“Enggak ah” balas Ririn
“Asli enggak?”
“Iya enggak.” balas Ririn
Aku kecewa dan tidak membalas chat Ririn. Di jalan pulang, rasanya aku ingin bermesum saja dengan Ina. Toh, pada saat aku coli dengan BH dan Cangcut Ina, aku bisa penetrasi. Akhirnya di jalan pulang aku mengode dengan Ina.
Aku : Yah Na yah aku nginep?
Ina : Lah biasanya juga kalo kerkol nginep
Aku : Iya jangan ada Ririn tapi
Ina : Ih emang kenapa sih? Aneh deh. Kalau mau curhat sok atuh sekarang aja. Bawa motonya dipelanin biar bisa curhat sampei kostan.
Aku : ah enggak ah.
Aku tidak berani ternyata mengajak langsung ke Ina. Takut malah blunder.
Setibanya di kostan Ina, aku membuka HP dan ternyata ada chat tambahan dari Ririn yang belum aku baca. Ketika aku buka chatnya;
“Besok Pagi aku ada kegiatan di Ganesha, kalau nginep males harus bawa-bawa pakaiannya, apalagi kalau besok pagi harus ke kostan aku dulu terus berangkat. Ribet banget. Kalau ngerjain di kostan abang terus pulang jam 12an, mendingan di kostan Ina aja. Hemat waktu”
Aku membalasnya singkat. “Ok, no problemo”
Kita pun makan bersama.
Mentraskip ternyata belum juga selesai hingga jam 11 malam. Sialnya, Ririn pun menginap di kostan Ina. Aku mau pulang tapi malas. Akhirnya aku pun menginap di kostan Ririn.
Aku : Udah dulu lah transkripnya. Capek.
Ina : Iya nanti aja lanjutin.
Ririn : Yang penting Senin udah selesai. Dicicil bang biar Senin bisa selesai.
Aku : Iya. Udah ah mau maen game.
Ririn dan Ina tidur di kasur. Aku begadang bermain game ular di HP. Sesekali aku keluar kamar Ina untuk merokok. Terbesit untuk melakukan coli dan pelan-pelan mengambil BH Ina di lemari, tapi aku takut ketauan. Akhirnya aku hanya bermain ular saja.
Sekitar pukul 2 dini hari. Ina dan Ririn sudah terlelap tidur, aku melirik mereka berdua. Kasur berada di sebelah kiriku, aku duduk di karpet, menghadap TV dan menyender pada tembok. Posisi kepala Ririn dan Ina itu di arah jam 11 dariku (sejajar kakiku yang berselonjor). Riri di sisi lebih jauh dariku, sedangkan Ina di sisi yang lebih dekat denganku.
Ina tidur dengan menggunakan baju kaos pantai bali yang ada rumbai-rumbainya. Kerudung Ina di lepas. Sedangkan Ririn menggunakan pakaian yang masih tertutup beserta jilbabnya. Dari awal kerja kelompok, Ririn memang tidak pernah melepas kerudung jika ada aku. Sedangkan Ina sering membuka kerudung. Iya, Ina tidak begitu syar’i.
Saat tidur, Ina menggeliat tanpa sadar, tangan kirinya tergeletak di atas kepala, dan tangan kanannya berada di atas perut. Secara otomatis aku melihat Ina dan ternyata ketek Ina ada bulunya.
Jujur aku tidak begitu suka dengan perempuan yang keteknya bebulu. Aku tiba-tiba hilang hasrat. Tapi lipatan-lipatan lemak di bahunya cukup membuat aku penasaran untuk “menggigit genit”. Namun tetap saja, bulu ketek membuat aku kecewa. Ditambah lagi, singkayo di pinggangnya yang kadang terlihat karena kaos pantai bali yang tidak begitu cukup menutupi pinggang Ina jika Ina merubah posisi berbaring.
15 menit sebelum adzan subuh, HP Ririn berdering tanda alarm. Aku mendekatkan HP Ririn ke kepala Ririn, dan Ririn pun terbangun.
“Belum tidur bang?” tanya Ririn
“Belum” jawabku
“Ngapain aja?” tanya Ririn
“Maen game ular” jawabku
Ririn melanjutkan tidurnya hingga suara adzan berkumandang Ririn bangun lagi dan bergegas pulang ke kostan.
“Pulang?” Tanyaku
“Iya.” Jawab ririn
“Ke Ganesha?” Tanyaku
“Iya” Jawab ririn
“Mau dianter?” tanyaku
“Belum tidur kan abang” jawab Ririn
“Gapapa kalau mau” Ucapku
“Gausah, makasih” Jawab Ririn
“Anter ke depan, bukain gerbang” Pinta Ririn
“ok”
Gerbang kostan Ina terkunci, sehingga aku harus mengantar Ririn ke gerbang.
Ririn : Makasih ya bang, aku pulang.
Aku : Iya, tiati. Ini gembok lagi jangan yah gerbangnya?”
Ririn : Gausah udah pagi
Aku : Masih gelap ah. Aku gembok lagi aja
Ririn : Yaudah
Di akhir percakapan aku berucap “Rin, kamu bangun tidur makin cantik”
“Abang belum tidur makin kusam mukanya” jawab Ririn sambil tertawa pelan.
Kostan Ina dan Kostan Ririn terbilang dekat. Sekitar 200-300 Meter.
Aku kembali ke kamar Ina. Hasrat mesum sudah tidak begitu terasa saat mengingat bulu ketek Ina, meskipun sekarang tidak terlihat lagi karena posisi tidur ina yang tidak telentang.
Jam setengah 6, Ina terbangun.
“Ririn pulang bang?” tanya Ina
“Iya” jawabku
Ina buru-buru solat subuh. Aku lanjut bermain game di HP. Setelah sarapan, sekitar jam 8. Aku pulang ke kostan.
Sesampainya di kostan, sambil menunggu kantuk yang sangat aku merokok sambil liat IG Story.
Ada Story akun Ina yang isinya boomerang layar laptop ketika aku dan Ina mentranskrip wawancara. Aku mengomentari storynya, “Semoga nanti akhir semester nilainya bagus yah. Tugasnya bikin kerja Rodi”
Ina membalas di DM Instagram “Aamiin. Tidur, bang!”
Aku balas “Siap, nona. Makasih udah perhatian”
Ina membalas lagi “Kalo abang sakit, nanti aku dan Ririn yang sue harus nugas berdua doang. Wkwkwkwk”
“Ahahahaha bener sih tapi kampret juga” balasku.
Akhirnya aku DM-an di IG dengan Ina cukup panjang sampai aku membahas hal yang aku lihat semalam.
Aku : Ina, I’m so sorry before.
Ina : what for?
Aku : Jangan marah apalagi benci. Ini mah resiko kita banyak waktu bersama karena tugas kelompok. Aku ngomong gini bukan maksud apa-apa. Tapi lebih pengen ngasih pandangan aja.
Ina : Wiiihhh serius nih. Kenapa kenapa?
Aku : mmm… Semalem kamu tidur telentang, terus menggeliat, tangan kiri kamu ke atas, dan aku liat bulu ketek kamu.
Ina : [mengirim emot kaget dan nangis] kemudian disusul kalimat “abang ih”
Aku : Slow. Bukan maksud apa-apa. Tapi ini kan aku mau kasih tau persepsi aku aja. Itupun kalau kamu gak keberatan.
Ina : Lah aku mah udah keberatan bang badan segini
Ina mencoba mencairkan suasana dengan mengungkit badannya padahal sebetulnya dia paling tidak mau jika ada yang membahas berat badannya.
Aku : Bukan gituuuuuuu.. Sebagai lelaki normal wajar aku ada “hasrat” pas liat ketek cewek. Nah kalau menurut aku, alangkah lebih baik kalau kamu cukuran. Jangan pake bulu ketek.
Ina : Lagian kan aku enggak pernah pake tanktop ke tempat umum. Lagian ketek aku gak pernah aku liat-liatin.
Aku : Ya bebas itu mah, ini mah saran aja. Kesehatan dan kebersihan organ yang gak diliatin di depan umum juga kan penting. Apalagi kalau kamu punya pacar nanti.
Ina : Heh bukan pacar tapi suami!!!!
Aku : Ahahahaha iya suami iyaaa..
Ina : yeeee bahaya nih pacaran sama abang belum apa-apa minta ngeliat ketek.
Aku : Lah malah aku mah minta lebih. Wkwkwkwk canda.
Ina : Parah omesh ih pagi-pagi.
Aku : ahahhaa. Yaudah gitu aja. Sorry kalau ucapan aku ngerusak suasana.
Ina : Iya, makasih sarannya.
Kemudian aku pun tertidur.
Bersambung ke Episode 3
Terakhir diubah:
saitamaman
Semprot Lover
- Daftar
- 26 Dec 2015
- Post
- 218
- Like diterima
- 123
Lanjutan nya di tunggu huu..
DambaPrewi
Suka Semprot
- Daftar
- 21 Dec 2017
- Post
- 10
- Like diterima
- 4
Sip mantap ceritanya ngalir hu,,,
mantap huuEpisode 2
Observasi Tugas Kuliah
“Dimana? Kita udah di lokasi” sebuah chat dari Ina.
“Baru bangun, sorry. Aku mandi dan langsung otw ke sana” balasku
Seperti biasa, bangun pagi hal yang paling sulit buatku. Karena itu juga kuliahku banyak yang ngulang.
Selesai mandi dan berpakaian rapih, aku pergi ke sebuah instansi pemerintah untuk observasi tugas kuliah. Ketika tiba di sana, aku berjumpa dengan Ina yang sedang mewawancara resepsionis.
“Ririn mana?” Tanyaku
“Lagi di ruangan admin di lt2 minta berkas data dan surat balasan observasi” Jawab Ina.
Aku pun mengeluarkan HP dan memotret kegiatan wawancara Ina agar aku ada kontribusi di kelompok.
Sekitar 40 menit, Ririn datang. Aku hanya melihatnya dan menyapa dengan mengangkat alis saja karena takut mengganggu rekaman percakapan Ina dan Resepsionis.
Observasi selesai sekitar pukul 2 siang.
Sambil berjalan ke selasar depan tempat observasi:
Ina : Abang bau rokok banget ih.
Aku : Iya, ini kemeja lama. digantungin di kamar. Kamar aku kan smoking area. Hehehe
Ina : Pake parfum atuh bang.
Aku : Gapunya. Ehehehe. Eh aku belum makan ini dari pagi. Kalian udah?
Ina : Pagi sih udah tadi pas mau ke sini aku bareng Ririn makan ketoprak. Mau nyari tempat makan dulu sekalian ngobrol kelompok?
Aku : Bebas
Ririn : Aku mah nanti aja makan di kostan. Soalnya tadi masak nasi, tinggal beli lauknya.
Ina : Abang gimana? Mau makan?
Aku : Bebas. Biasa nahan lapar aku mah. Wkwkwkk
Ina : Bentar atuh ah aku ke toilet dulu. Nitip dong (sambil memberikan tas dan beberapa bawaan ke Ririn, kemudian Ina pun pergi ke toilet)
Aku memberi senyum semanis mungkin ke Ririn.
Ririn : Dih genit.
Aku : Dih jutek. Pake apa tadi ke sini?
Ririn : Grab.
Aku : Mobil?
Ririn : Motor.
Aku : Reptil? (Reptil = rengkep tilu) a.k.a satu motor bertiga
Ririn : yakali.
Aku : oh dua motor
Kita sama-sama diam. Aku hanya melihat sekitar lingkungan tempat itu dan sesekali melirik Ririn. Ririn scrolling timeline IG.
Sepertinya kejadian cipokan waktu itu berdampak pada psikologis Ririn. Aku dilema. Antara enak dan pengen lagi tapi bingung.
Ina keluar dari toilet.
“Jadi gimana? Ngobrol di sini atau cari tempat makan?” Tanya Ina
“Di sini aja deh biar cepet. Pulangnya aku mau ke Baltos dulu.” Jawab Ririn
Kita rapat kelompok tentang hari ini dan tugas selanjutnya yang dibagi-bagi.
Hasil pembagian tugas:
Ina : Melanjutkan mengetik BAB 2 dan 3 untuk menambahkan teori dan desain penelitian
Ririn : Merekap data administrasi yang didapat
Aku : Mentranskrip wawancara antara Ina dan Resepsionis.
Setelah Ririn naik Grab, aku pulang bersama Ina. Kebetulan aku bawa helm 2.
Seperti biasa. Kalau ngebonceng Ina pasti sunyoto karena dia gendut. Aku sempet sih agak gaceng dan mundurin posisi dudukku biar makin kerasa. Tapi yaa tetep aja masih gak bisa kalau buat ngebayangin ML bareng Ina.
Ina : Bang, aku nanti turun di tukang makaroni makka aja yah
Aku : Ok.
Tukang makaroni makka lumayan dekat dengan kostan Ina. Jadi dia bisa jalan.
“Na, kirim file audio via Google Drive yah. Ntar aku Transkrip. Aku pulang. Daaahh” aku pun menancap gas motor Mio ku ke kostan.
Sampai di kostan, setelah nonton youtube, rokok dan ngopi, aku iseng chat Ririn. “Kalau mau dijemput dari Baltos berkabar aja.”
Sampai jam 8 malam. Chatku tidak kunjung centang biru.
Tidak lama, ada chat Ina di grup kelompok. “Bang udah aku upload ke Google Drive (sambil menyertakan link)”
“Oke Makasih” Jawabku.
Ririn pun muncul di grup kelompok, “Deadline kapan nih? Lusa yah, sepakat?”
Ina : Diusahakan BAB 2 dan 3 beres lusa.
Aku : Anjay transkrip banyak ☹ jangan lusa dong
Ririn : Do the best dulu bang.
Ina : Semangat temen2 dan jangan lupa istirahat
Kemudian aku PC ke Ririn, “Di grup nongol, chat ini gak diread. SAD”
Ririn membalas “Sotoy. Dibaca tapi gak dibuka”
“Lah emang bisa?” balasku
Ririn balas lagi “Katro ih. Bisa lah kebaca dari notif juga.”
Kemudian aku mencoba chat dengan serius, “Rin, Did I make mistake?”
“gausah dibahas, bang.” Balas Ririn
“I’m so sorry” Balasku
Ririn hanya membacanya dan tidak membalas chat permintaan maafku.
Kemudian aku mengeluarkan jurus pamungkas berupa bacotan lewat chat
“Aku tau hal itu memang salah. Terlebih dari perspektifmu yang taat. Aku meminta maaf dengan sangat. Aku menerima kemarahanmu. Sebesar apapun kemarahanmu akan aku terima. Tapi satu hal Ririn, aku siap dimarahi tapi tidak siap dibenci”
“GAK USAH DIBAHAS” balas Ririn.
Aku membalas : Bukan mau membahasnya, aku hanya ingin meminta maaf. Orang kalau minta maaf Cuma butuh 2 jawaban. Dimaafin atau Enggak dimaafin.
Ririn hanya membaca pesanku. Aku berfikir mungkin tidak baik jika aku terus mengirim chat padanya. Aku memutuskan untuk main PES 2019 saja di laptop.
Jam 1 malam, saat aku sedang bermain PES, chat dari Ririn masuk.
“Aku yang membuat prinsip, tapi aku juga yang menghancurkan prinsipku. Aku telah berjanji untuk menutup hati untuk laki-laki (pacaran), tapi justru aku yang malah membuka hati untuk lelaki. Bang, aku takut Ina tau, aku takut temen-temen kelas tau, aku banyak ketakutan terlebih kekecewaan pada diri sendiri”
“Aku telepon yah?” Balasku
“G” balas Ririn.
Aku membalas pesan Ririn dengan
“Aku paham apa chat kamu yang itu. Untuk malam ini, selain ucapan selamat tidur dan maaf, aku akan mengucapkan Aku suka kamu. I can live without you, but I’m perfect with you. If I have a choice between breathing and loving you, I will choose breathing. Because I can use my last breath to say ‘I Love U’”
Antara yang Puasa hari Kamis dan yang Pura-pura Puasa di hari Kamis
Jam 6 Pagi aku masih belum tidur. Aku iseng chat Ririn.
“Selamat pagi. Sarapan yuk.”
“Tumben udah bangun.” Balas ririn
“Belom tidur wkwkwk”
“ngerjain transkrip?” Balas ririn
“Iya sedikit, banyaknya main PES”
“dih” Balas ririn
“Sarapan yuk?”
“Shaum sunnah” Balas ririn
“Wadaw, gagah anjir. Hebat.”
“Insha allah” Balas ririn
“ikutan juga ah”
“Emang belum makan + minum?” Balas ririn
“kebetulan belum”
Di hari itu aku berpura-pura puasa, padahal dari subuh juga rokok habis 7 batang dan ngopi. Karena semalaman tidak tidur, aku pun tidur jam 10 dan bangun jam 4 sore.
Pas bangun aku langsung chat Ririn, “Bukber yuk?”
“Seriusan ikut puasa? Hahaha
“Iya. Yuk bukber”
“Konyol ih puasa sunah ada bukber segala” balas Ririn
“Ehehehe ya kan ini mah sesuai motivasi aku puasa biar samaan sama kamu dan bisa bukber sama kamu. Ihihii”
“Ih parah. Motivasinya ibadah dong bang” balas Ririn
“Anak kecil aja motivasi awalnya puasa biar dapet hadiah lebaran”
“Ada anak kecil kuliah semester 8 tapi banyak matkul ngulang?” balas Ririn
“Bercandanya jelek. Sleketep!!!”
“Hahaha” balas Ririn
“Hayu bukber yuk biar ketemu. Eh…”
“Seriusan ikutan puasa?” balas Ririn
“ASLI”
“wkwkwkwk bingung aku tuh antara kagum tapi bodor ih pengen ngakak” balas Ririn
“Iya dah bebas mau ngetawain juga, ini mau gak bukber?”
“Makan bareng aja yah, ngebatalinnya di kostan masing-masing aja dulu biar gak susah solat maghrib, nanti selesai solat maghrib makannya bareng”
“SIAP BU HAJI”
Akhirnya akupun makan malem bareng Ririn. Saat makan kita berbincang dan Ririn terus menanyakan kebenaran apakah aku puasa, tapi aku pun tak kalah pandai untuk berbohong. Ririn tampak percaya.
Selesai makan, aku rencananya mengajak Ririn ke kostan. Tapi Ririn menolak. Terus aku ajak tapi Ririn semakin kuat menolak. Aku takut Ririn malah “Curiga” kalau terlalu memaksakan. Akhirnya setelah makan kami pulang.
Tidak ada kejadian apapun selain perasaan antara kami berdua yang semakin terbuka dan sikap Ririn yang lebih tidak jutek dibanding hari saat observasi. Dan ada yang penting lagi. Besok kami berjanji sarapan bersama.
Bulu
Ini hari Jumat. Sore ada kerkol. Semalam aku berjanji untuk sarapan dengan Ririn.
“Yuk, bubur, lontong kari, ketoprak atau apa?” Chatku pada Ririn
“Asal jangan ketoprak.” balas Ririn
“Apa atuh yah?”
“Bebas” balas Ririn
“Bubur?”
“Boleh” balas Ririn
“Di lembang yuk?”
“Jauuuuhhh” balas Ririn
“Tapi enak buburnya. Pinggir jalan sih. Tapi enak”
“Mandi dulu atuh aku” balas Ririn
“Ih gak usah, aku juga enggak.”
“Bau” balas Ririn
“Biarin. Bau surga. Wkwkwk”
“Ngaco” balas Ririn
“Lesgow kita?”
“Iya. Jemput di gang warteg biasa” balas Ririn
“Laksanakan”
Jalan-jalan pagi, berbincang, dan seru. Aku semakin percaya aku sudah cukup ada di hatinya Ririn meskipun harus tetep hati-hati dan pelan-pelan.
Di jalan pulang sarapan, aku mengeluhkan pada Ririn karena transkrip belum tuntas. “Payah ih abang, semangat dong bang nugasnya. Ini tugas kelompok, team work harus bagus” respon Ririn.
Aku mengajak Ririn ke kostanku selesai sarapan untuk membantu mentranskrip wawancara.
Aku : Ke kostan aku dulu yuk bantuin transkrip
Ririn : Belum mandi udah gerah
Aku : Sama
Ririn : Enggak mau ah, aku pulang aja ke kostan
Aku : Susah ngetranskrip sendiri. Bantuin dong, Kamu yang denger rekaman, terus omongin, terus aku yang ngetik. Biar agak gampang
Ririn : Ih lagian ini udah mau jumatan. Abang jumatan ih!! Yang 5 kali sehari udah bolong-bolong malahan gak pernah, masa yang seminggu sekali juga enggak sih. Parah.
Aku : Iya mau jumatan mah. Pas aku jumatan, kamu di kostan aku aja.
Ririn : Enggak ah. Aku pulang aja ke kostan. Belum mandi. Mau beres-beres. Lagian jam 3 kan harus ke Ina kita kerkol.
Aku : Oh yaudah atuh iya
Aku mencoba untuk tidak pernah memaksa Ririn.
Aku kembali membujuknya, “Beres dari Ina atuh yah ke kostan aku ngetranskrip? biar Senin selesai.”
Ririn : Gimana nanti aja
Aku : Atuh bantuin
Ririn : Usahain aja sekarang sore di Ina ngetranskrip sampe selesai.
Akhirnya aku mengantarkan Ririn pulang dan aku pun ke kostan. Aku membersihkan dan merapihkan kostan. Membuang botol-botol miras, membuang puntung rokok di asbak, menyimpan pakaian kotor di laundry. Kostan menjadi sangat bersih dan rapih juga wangi. Jaga-jaga barangkali berhasil ngajak Ririn ke kostan.
Saat kerkol, aku tidak membahas tentang sarapan takut Ina tau. Segala hal tentang aku dan Ririn jangan boleh diketahui siapapun, Itu permintaan Ririn. Kami kerkol seperti biasa.
“Ina maaf aku belum nyelesain transkrip”, ucapku.
Ina : Ih abaaaanngg
Ririn : Ih parah. Bang jangan males-malesan dong bang (Ririn pura2 baru tau)
Aku : Susah nih yah. Aku dengerin rekaman, pause. Ketik, play, pause, ketik. Belum lagi kalo kelewat dan lupa kata-katanya harus di back lagi. Ribet pisan sendiri mah,
Ina : Yaudah sini aku bantuin. Aku yang ngedengernya, abang yang ngetik.
Terlihat Ririn seperti “tersaingi” ketika Ina langsung menawarkan diri membantuku. Ina memang cenderung lebih spontan dibanding Ririn. Akhirnya aku mengerjakan transkrip dengan bantuan Ina. Ririn sesekali melihat pekerjaanku, membantu mengulang ucapan Ina, dan bermain HP.
Di sela-sela istirahat mentranskrip, saat Ina solat maghrib, aku mengirim chat ke Ririn. Meskipun kita di tempat yang sama tapi takut terdengar Ina, lagi pula posisi duduk kita tidak terlalu dekat.
“Mau ke kostan gak bantuin nyelesain transkrip?” Chatku
“gatau” balas Ririn
“ih malah gatau. Itu kamu gimana?”
“Masih banyak?” balas Ririn
“Masih pisan”
“gabisa diselesaikan di sini?” balas Ririn
“Bisa kalau gak tidur sama sekali mah dan itu pun bakalan nyampe subuh kayaknya. Mau temenin aku di kostan aku ngerjainnya?”
“Apa bedanya ngerjain di sini dengan di kostan abang?” balas Ririn
“Di sini bertiga di sana berdua”
“Terus?” balas Ririn
“Gamau berduaan gitu biar so sweet nugasnya? Wkwkwkw”
“Gak usah macem-macem, bang. Tugas ini yang harus selesai” balas Ririn
“Iya tugas maksudnya bantuin transkrip di kostan”
Ririn tidak menjawab dan malah bergantian solat maghrib dengan Ina yang sudah selesai.
Saat Ririn solat, Ina mengajak aku melanjutkan mentraskrip. Dia duduk tepat di sampingku.
Aku pun berbisik ke Ina supaya tidak didengar Ririn.
Aku: Aku nginep di sini ya malem ini? Ssstt jangan keras-keras nnti kedenger Ririn
Ina : Emang knpa kalo kedenger?
Aku : Biar nginepnya berdua aja ihihii
Ina : Ish… knpa gtu? Mau ngapain?
Aku : Mau nugaslah ngetranskripkan
Ina : Trus knpa Ririn jangan tau?
Aku : Biar Ririn gak nginep juga
Ina : knpa gtu?
Aku : Klo berdua kan bisa selain nugas. Ihihii (sambil aku kedipin dan pasang muka genit)
Ina : ha?
kitapun terdiam sesaat.
“boleh?” aku menyambung obrolan
“trserah ah, tpi abang yang bilang dan ngatur skenario ini-itunya aku gak ngerti” kata Ina pelan
Aku memberi acungkan jempol pada Ina tanda setuju.
Aku melakukan itu ke Ina karena merasa respon Ririn yang cenderung seperti menolak ajakanku ke kostan sedangkan nafsu biarahiku terasa cukup tinggi. Tak ada rotan akarpun jadi, kira-kira seperti itulah kenapa aku mempersiapkan Ina. Maaf Ina.
Selesai Ririn solat, Ririn mengajak memesan Grabfood.
Ririn : Makan yuk ngegrabfood
Aku : Pesen apa?
Ririn : Ayam penyet sambel
Ina : Aku berasa pengen yang kuah
Aku : Berapa itu penyet di grab?
Ririn : 20 sama ongkir
Aku : Mending beli di situ 15 ribu
Ririn : Yaudah abang yang beli mau?
Aku : oke, why not.
Ina : Sekalian atuh aku nitip soto babat
Aku : Kalian suit aja yang kalah temenin aku beli.
Ririn dan Ina suit. Ina kalah. Ina dan aku pergi membeli makanan.
“Asik sunyoto lagi” ucapku dalam hati.
Di jalan, Ina menanyakan maksud sebenarnya dari percakapan bisik-bisik tadi
Ina : Tadi tuh maksudnya gimana sih bang?
Aku : Nginep di kostan kamu tapi jangan ada Ririn
Ina : Emang kenapa?
Aku : Sekalian pengen curhat
Ina : Curhatin siapa? Ririn?
Aku : Curuk jahat hahahaha becanda
Ina : (pura-pura gak ngerti makna curhat) Abang seriusan ke Ririn?
Aku : Seriusan gimana?
Ina : Abang suka ke Ririn?
Aku : curhat curuk jahat. Bisa curhat ke kamu bisa ke Ririn. Wkwkwkk
Ina : Ih apaan sih. Abang suka ke Ririn?
Aku : Kamu baik, Ririn baik, Kamu good looking, Ririn juga. Potensi aku suka sama Ririn ada, potensi aku suka sama kamu juga ada.
Ina : Jiah mulut senior mah buaya banget.
Aku : Tapi kalau ngobrol enakan sama kamu. Ririn kaku.
Ina : Ih Ririn tuh sholehah tau kang. Istri-able.
Aku : ah kejauhan mikirin nikah, Kuliah aja belum lulus.
Aku mencoba tebar pesona ke Ina. Ina memang berbodi gendut. Kira-kira berat badan aku dan dia selisih 30 atau bahkan 50 Kg, Tapi yaa kalau ada kesempatan kenapa enggak.
Aku yang sudah kadung ingin mesum memberanikan ntot-ntotkan motorku pake rem depan dengan sengaja hingga Ina sadar bahwa aku melakukannya agar payudara Ina menyentuh punggungku.
Ina : Ih abang ih bete ih bawa motornya jelek
Aku : wkwkwkwkk… sambil tertawa
Ina : Yang bener ah bang. (Ina menepuk pundakku dengan kecang dan memegang pundakku untuk menahan supaya tidak sunyoto)
Aku : ahahah becanda, Na. Nyari kesempatan dalam kesempitan. Wkwkwk
Ina : halaaahhh kucing… dah tau aku tuh LANGSING
Aku : Gapapa enak, hug-able. Wkwkwkwk. Btw nanya hal privasi dong boleh? Kepo nih.
Ina : Gamau ah. Jangan. Nanya berat badan kan? Sensitif ah. Liat aja nanti aku mau program pelangsingan.
Aku : Yaudah iya enggak. Maaf.
Sesampainya di tukang ayam penyet. Ina memesan makanan. Aku kembali mengechat Ririn.
“Gimana?” chatku
“Apaan?” balas Ririn
“Mau?”
“Enggak ah” balas Ririn
“Asli enggak?”
“Iya enggak.” balas Ririn
Aku kecewa dan tidak membalas chat Ririn. Di jalan pulang, rasanya aku ingin bermesum saja dengan Ina. Toh, pada saat aku coli dengan BH dan Cangcut Ina, aku bisa penetrasi. Akhirnya di jalan pulang aku mengode dengan Ina.
Aku : Yah Na yah aku nginep?
Ina : Lah biasanya juga kalo kerkol nginep
Aku : Iya jangan ada Ririn tapi
Ina : Ih emang kenapa sih? Aneh deh. Kalau mau curhat sok atuh sekarang aja. Bawa motonya dipelanin biar bisa curhat sampei kostan.
Aku : ah enggak ah.
Aku tidak berani ternyata mengajak langsung ke Ina. Takut malah blunder.
Setibanya di kostan Ina, aku membuka HP dan ternyata ada chat tambahan dari Ririn yang belum aku baca. Ketika aku buka chatnya;
“Besok Pagi aku ada kegiatan di Ganesha, kalau nginep males harus bawa-bawa pakaiannya, apalagi kalau besok pagi harus ke kostan aku dulu terus berangkat. Ribet banget. Kalau ngerjain di kostan abang terus pulang jam 12an, mendingan di kostan Ina aja. Hemat waktu”
Aku membalasnya singkat. “Ok, no problemo”
Kita pun makan bersama.
Mentraskip ternyata belum juga selesai hingga jam 11 malam. Sialnya, Ririn pun menginap di kostan Ina. Aku mau pulang tapi malas. Akhirnya aku pun menginap di kostan Ririn.
Aku : Udah dulu lah transkripnya. Capek.
Ina : Iya nanti aja lanjutin.
Ririn : Yang penting Senin udah selesai. Dicicil bang biar Senin bisa selesai.
Aku : Iya. Udah ah mau maen game.
Ririn dan Ina tidur di kasur. Aku begadang bermain game ular di HP. Sesekali aku keluar kamar Ina untuk merokok. Terbesit untuk melakukan coli dan pelan-pelan mengambil BH Ina di lemari, tapi aku takut ketauan. Akhirnya aku hanya bermain ular saja.
Sekitar pukul 2 dini hari. Ina dan Ririn sudah terlelap tidur, aku melirik mereka berdua. Kasur berada di sebelah kiriku, aku duduk di karpet, menghadap TV dan menyender pada tembok. Posisi kepala Ririn dan Ina itu di arah jam 11 dariku (sejajar kakiku yang berselonjor). Riri di sisi lebih jauh dariku, sedangkan Ina di sisi yang lebih dekat denganku.
Ina tidur dengan menggunakan baju kaos pantai bali yang ada rumbai-rumbainya. Kerudung Ina di lepas. Sedangkan Ririn menggunakan pakaian yang masih tertutup beserta jilbabnya. Dari awal kerja kelompok, Ririn memang tidak pernah melepas kerudung jika ada aku. Sedangkan Ina sering membuka kerudung. Iya, Ina tidak begitu syar’i.
Saat tidur, Ina menggeliat tanpa sadar, tangan kirinya tergeletak di atas kepala, dan tangan kanannya berada di atas perut. Secara otomatis aku melihat Ina dan ternyata ketek Ina ada bulunya.
Jujur aku tidak begitu suka dengan perempuan yang keteknya bebulu. Aku tiba-tiba hilang hasrat. Tapi lipatan-lipatan lemak di bahunya cukup membuat aku penasaran untuk “menggigit genit”. Namun tetap saja, bulu ketek membuat aku kecewa. Ditambah lagi, selulit di pinggangnya yang kadang terlihat karena kaos pantai bali yang tidak begitu cukup menutupi pinggang Ina jika Ina merubah posisi berbaring.
15 menit sebelum adzan subuh, HP Ririn berdering tanda alarm. Aku mendekatkan HP Ririn ke kepala Ririn, dan Ririn pun terbangun.
“Belum tidur bang?” tanya Ririn
“Belum” jawabku
“Ngapain aja?” tanya Ririn
“Maen game ular” jawabku
Ririn melanjutkan tidurnya hingga suara adzan berkumandang Ririn bangun lagi dan bergegas pulang ke kostan.
“Pulang?” Tanyaku
“Iya.” Jawab ririn
“Ke Ganesha?” Tanyaku
“Iya” Jawab ririn
“Mau dianter?” tanyaku
“Belum tidur kan abang” jawab Ririn
“Gapapa kalau mau” Ucapku
“Gausah, makasih” Jawab Ririn
“Anter ke depan, bukain gerbang” Pinta Ririn
“ok”
Gerbang kostan Ina terkunci, sehingga aku harus mengantar Ririn ke gerbang.
Ririn : Makasih ya bang, aku pulang.
Aku : Iya, tiati. Ini gembok lagi jangan yah gerbangnya?”
Ririn : Gausah udah pagi
Aku : Masih gelap ah. Aku gembok lagi aja
Ririn : Yaudah
Di akhir percakapan aku berucap “Rin, kamu bangun tidur makin cantik”
“Abang belum tidur makin kusam mukanya” jawab Ririn sambil tertawa pelan.
Kostan Ina dan Kostan Ririn terbilang dekat. Sekitar 200-300 Meter.
Aku kembali ke kamar Ina. Hasrat mesum sudah tidak begitu terasa saat mengingat bulu ketek Ina, meskipun sekarang tidak terlihat lagi karena posisi tidur ina yang tidak telentang.
Jam setengah 6, Ina terbangun.
“Ririn pulang bang?” tanya Ina
“Iya” jawabku
Ina buru-buru solat subuh. Aku lanjut bermain game di HP. Setelah sarapan, sekitar jam 8. Aku pulang ke kostan.
Sesampainya di kostan, sambil menunggu kantuk yang sangat aku merokok sambil liat IG Story.
Ada Story akun Ina yang isinya boomerang layar laptop ketika aku dan Ina mentranskrip wawancara. Aku mengomentari storynya, “Semoga nanti akhir semester nilainya bagus yah. Tugasnya bikin kerja Rodi”
Ina membalas di DM Instagram “Aamiin. Tidur, bang!”
Aku balas “Siap, nona. Makasih udah perhatian”
Ina membalas lagi “Kalo abang sakit, nanti aku dan Ririn yang sue harus nugas berdua doang. Wkwkwkwk”
“Ahahahaha bener sih tapi kampret juga” balasku.
Akhirnya aku DM-an di IG dengan Ina cukup panjang sampai aku membahas hal yang aku lihat semalam.
Aku : Ina, I’m so sorry before.
Ina : what for?
Aku : Jangan marah apalagi benci. Ini mah resiko kita banyak waktu bersama karena tugas kelompok. Aku ngomong gini bukan maksud apa-apa. Tapi lebih pengen ngasih pandangan aja.
Ina : Wiiihhh serius nih. Kenapa kenapa?
Aku : mmm… Semalem kamu tidur telentang, terus menggeliat, tangan kiri kamu ke atas, dan aku liat bulu ketek kamu.
Ina : [mengirim emot kaget dan nangis] kemudian disusul kalimat “abang ih”
Aku : Slow. Bukan maksud apa-apa. Tapi ini kan aku mau kasih tau persepsi aku aja. Itupun kalau kamu gak keberatan.
Ina : Lah aku mah udah keberatan bang badan segini
Ina mencoba mencairkan suasana dengan mengungkit badannya padahal sebetulnya dia paling tidak mau jika ada yang membahas berat badannya.
Aku : Bukan gituuuuuuu.. Sebagai lelaki normal wajar aku ada “hasrat” pas liat ketek cewek. Nah kalau menurut aku, alangkah lebih baik kalau kamu cukuran. Jangan pake bulu ketek.
Ina : Lagian kan aku enggak pernah pake tanktop ke tempat umum. Lagian ketek aku gak pernah aku liat-liatin.
Aku : Ya bebas itu mah, ini mah saran aja. Kesehatan dan kebersihan organ yang gak diliatin di depan umum juga kan penting. Apalagi kalau kamu punya pacar nanti.
Ina : Heh bukan pacar tapi suami!!!!
Aku : Ahahahaha iya suami iyaaa..
Ina : yeeee bahaya nih pacaran sama abang belum apa-apa minta ngeliat ketek.
Aku : Lah malah aku mah minta lebih. Wkwkwkwk canda.
Ina : Parah omesh ih pagi-pagi.
Aku : ahahhaa. Yaudah gitu aja. Sorry kalau ucapan aku ngerusak suasana.
Ina : Iya, makasih sarannya.
Kemudian aku pun tertidur.
~BERSAMBUNG~
Terakhir diubah:
- Status
Similar threads
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
