Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI (Update Part 15!) Pengalaman yang Mengubah Hidupku Bersama Mama dan Tante Lia

Status
Please reply by conversation.
Yah nggak jadi update sepertinya :hua:
 
Setelah berbulan-bulan ane bertapa, akhirnya ane keluar goa dan siap memeras peju-peju kalian dengan kelanjutan cerita si Rendy :tegang::tegang::tegang:. Selamat menikati agan-agan!

Part 11: Gara-gara Rendang
Sabtu pagi menjelang siang yang cerah ini diganggu oleh mama yang menyuruhku ke rumah Tante Lia untuk mengantarkan rendang buatan mama. Huft, harusnya hari ini aku bersantai di rumah sambil menonton film porno karena tidak ada jadwal bimbel di hari sabtu. Tapi gak apa deh, aku kangen juga sama Tante Lia ku yang cantik itu hehe. Aku segera mengambil kunci mobil dan meluncur ke rumah Tante Lia di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Sesampainya di rumah Tante Lia aku disambut oleh Om Ifan yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah mereka. Rumahnya memang cukup besar dan memiliki halaman yang asri.

“Eh Rendy, ayo masuk”, sapa Om Ifan.

“Iya om”, balasku sambil menyalaminya. Biarpun omku itu bukan om kandungku, tapi karena aku diajari sopan santun sejak kecil, aku juga
menghormatinya.

“Nadia! Anya! Ada Mas Rendy tuh!” Teriak seorang wanita dari dalam rumah ketika aku membuka pintu rumah.
Nadia dan Anya, kedua sepupuku, dengan malas meninggalkan mainan mereka dan salim kepadaku. Tak lama kemudian ibunya muncul dari dapur. Tante Lia memakai kaos biru muda longgar dengan celana hotpants berwarna krem. Kaos longgar itu tak mampu menyembunyikan rahasia tonjolan keindahan di bagian dada tante. Rambutnya dikuncir kebelakang. Di wajahnya kulihat bulir-bulir keringat membasahi permukaan wajah kuning langsatnya, menambah kesan menggairahkan untukku. Tak henti-hentinya ia tersenyum melihatku, entah mengapa.


“Kamu bawa rendang buatan mama ya? Aduh makasih ya Ren” katanya sambil menyeka keringatnya.

“Asik! Ada rendang buatan Bude Linda!” Anya, si bungsu berumur 8 tahun, bersorak. Harus kuakui, rendang buatan mama memang paling enak dan disukai oleh seluruh keluargaku. Sementara itu, kakaknya, Nadia, kembali memainkan bonekanya di ruang tamu.

“Iya nih tan”, kataku, padahal dalam hatiku jengkel sekali karena waktu bersantaiku dirampas.

“Tante lagi ngapain?” tanyaku basa-basi.

“Ah anu, tante tadi lagi yoga di halaman belakang”

Setelah itu, aku tidak langsung pulang. Seperti biasa aku menyempatkan bermain dengan Nadia dan Anya, atau sekedar mengobrol dengan Om Ifan. Beberapa kali kupergoki Tante Lia diam-diam mencuri-curi pandang kepadaku. Meski aku juga bernafsu kepada Tante Lia, jujur aku risih dilihatin seperti itu. Dengan jurus kilat, aku melesat ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka dan melemaskan keadaan. Dan… kutemukan suatu benda di balik pintu kamar mandinya, yang tak lain adalah celana dalam tante. Warnanya putih pucat transparan bermotif bunga dan memiliki renda. Tentu saja aku ciumi celana dalam itu dan kugesek-gesek ke penisku. Duh, kangen sekali aku kepada tubuh tante yang sintal itu. Tak mau berlama-lama, agar tidak dicurigai, aku menyudahi saja aksiku. Kugantungkan lagi benda milik tante itu seperti semula dan keluar dari kamar mandi.


Saat aku melewati dapur (kamar mandi di lantai bawah memang dekat dengan dapur), kulihat Tante Lia sedang berdiri di sana membelakangiku, sedang menyiapkan makanan, termasuk rendang yang kubawa tadi. Tapi ada yang aneh dari gerak-gerik Tante Lia kali ini. Entah mengapa ia terkangkang-kangkang ketika berdiri, sesekali ia juga menggeliat, seakan ada sesuatu yang mengganjal di selangkangannya. Tangannya meraba-raba ke arah bagian vitalnya itu seperti membetulkan sesuatu di selangkangannya. Beberapa kali Tante Lia malah kewalahan dengan tubuhnya sendiri.

Dengan memberanikan diri, kusapa Tante Lia,”Lagi nyiapin makanan ya tan?”

Tante hanya menoleh sedikit tanpa memutar badannya, dan menjawab, “Eh iya ahhh… iya Ren, nanti kita makan bareng-bareng ya hmphhh” jawabnya sambil menggigit bibir bawahnya.

“Engh… tante ga kenapa-kenapa?” tanyaku curiga.

“Tante ga kenapa-kenapa kok.. ugh…, Cuma pegel aja abis yoga tadi… aduh….”, secara tidak sengaja tante menjawab dengan terpekik sedikit.

“Mhmmm Ren, bantuin tante sebentar dong”, pinta tante. Saat itu badannya masih membelakangiku.

Aku mendekati Tante Lia. Ketika aku sudah berada disampingnya, dengan sigap Tante Lia meremas selangkanganku dan mengelusnya dengan lembut. Aku terkejut tapi tak bisa berkata-kata. Aku hanya memandang aneh terhadap tante.

“Ren, kamu ngerti kan?” tanyanya seperti memberi kode. Dari matanya kulihat api nafsu yang membara.

Aku yang mengerti kode tante hanya mengangguk-angguk. Perlahan tatapan anehku berubah menjadi senyum kepada tanteku itu. Tangannya kini menurunkan sedikit karet celana yang kupakai hingga mirip orang yang mau kencing (tidak dipelorotkan semuanya). Saat itu aku memang hanya menggunakan celana tiga perempat yang tidak membutuhkan resleting apalagi ikat pinggang. Begitu juga dengan celana dalamku. Tante Lia langsung menggenggam kemaluanku yang masih sedikit tegang karena aksiku sebelumnya.

“Duh baru diginiin kok udah tegang Ren? hihihi”, bisik tante lia

“Enak tan…”, padahal penisku memang sedang tegang daritadi akibat melihat celana dalamnya yang menggantung di kamar mandinya.

Tante Lia mulai mengocok perlahan penisku. Tangan kanannya sibuk memotong timun. Karena hanya menggunakan satu tangan, alhasil timun yang dipotong tante melompat kesana-kemari. Melihatnya aku tertawa dan mulai menggodanya, “Awas tan jangan sampe salah potong haha.”

“Hush! kamu jangan berisik, nanti sepupu dan om mu dengar. Kalau sampai ketahuan, nanti punyamu yang tante potong” ancamnya.

“Hahaha.... ughh enak tan kocokannya” lenguhku. Tante pun meresponku dengan menggeliatkan badannya. Aku semakin curiga, pasti ada sesuatu di selangkangannya.

“Maa!!” Teriak Nadia yang berlari dari ruang keluarga. “Anya ngerebut mainan kakak lagi!!!”

Dengan cepat tante melepaskan kocokannya. Aku pun menaikkan karet celanaku lagi. Duh lagi enak-enaknya juga, eh sepupuku ini malah mengganggu.

“Aduh nak... kamu ngalah aja dong...” kata tante sambil menyeka keringat. “Yaudah kamu bantuin mama aja sini nyiapin makan siang”

Setelah itu suasana menjadi canggung karena kehadiran sepupuku. Aku berkata kepada Tante Lia, “Tan, nanggung nih, enak banget padahal tadi.”

Mendengar itu wajah tante langsung tersipu. Wajahnya merah merona.

“Apanya yang nanggung mas Rendy?” Nadia menyeletuk.

“Eh anu Nad… maksudnya kurang mateng mamamu masaknya, harus dimasak sebentar lagi baru enak”.

“Ssttt kamu kok ngomongnya keras-keras sih!” bisik tante kepadaku

“Nanti lagi kan tan?”

“Iya, iya nanti di meja makan aja ya”

Aku tidak mengerti apa yang diucapkannya tapi aku diam saja.

Akhirnya semua makanan sudah siap dan tersaji di meja makan. Meja makan persegi panjang itu punya taplak meja yang panjang menjuntai hingga lantai. Aku duduk di sisi kanan meja makan sedangkan tante duduk di seberangku. Om Ifan duduk di ujung meja, dan ujung satunya diduduki oleh Anya. Sedangkan Nadia masih ngambek dan menolak ikut makan. Kami mengambil makanan masing-masing.

Ketika makan kurasakan ada yang meraba-raba selangkanganku, sementara kulihat orang di sekelilingku nampak biasa-biasa saja. Aku mengenali benda yang merabaku itu adalah sepasang telapak kaki. Kuperhatikan Tante Lia, ia nampak biasa saja. Tapi aku yakin betul itu kaki Tante Lia. Untuk memastikannya kupura-pura menjatuhkan sendokku ke lantai dan menendangnya sedikit hingga ke kolong meja makan.

“Prang!!!”

Dengan sigap aku langsung menunduk dan kusingkap sedikit taplak meja yang terurai itu. Ya benar saja, di bawah kolong meja kulihat kedua kaki tante sedang mengongkang-ngongkang, seperti memberi kode padaku untuk tutup mulut dan menikmatinya saja. Momen itu kugunakan juga untuk memeloroti celanaku sedikit. Kududuk dengan perlahan agar penisku tidak terlihat oleh Om Ifan maupun Anya. Aku memajukan kursiku hingga kakiku semuanya tertutup juntaian taplak meja itu. Tak ada sedikitpun perasaan curiga dari Om Ifan apalagi Anya. Mereka melanjutkan makan mereka dengan lahap.

Sementara itu, Tante Lia melanjutkan aksinya. Penisku yang sudah terbebas dari celananya kembali diurut oleh Tante Lia. Ahh enak sekali dijepit dengan kaki lembut tanteku...


“Ahh”, desisku.

Tante melepaskan sejenak telapak kakinya dari penisku. Tante Lia mengedipkan sebelah matanya, menyuruhku untuk tetap tenang.

“Kenapa Ren?” Tanya Om Ifan

“Enggg gak om, Cuma kegigit biji cabe”, kataku sambil pura-pura minum.

Adik mamaku itu kembali menjepit penisku dari bawah meja. Kini aku sudah lebih bisa menguasai keadaan. Kulambatkan makanku agar tidak cepat habis. Aku nikmati setiap urutan kaki tanteku. Sementara tanteku juga berusaha bertingkah biasa saja agar tidak dicurigai suaminya.

Nafasku tertahan ketika pada suatu momen dimana nafsuku mulai memuncak. Aku menggemgam sendokku kuat-kuat. Tante Lia bisa membaca wajahku sehingga mempercepat kocokan kakinya. Dan… crot… crot… crot…. Aku mengeluarkan spermaku di bawah meja makan itu. Setelah itupun Tante Lia masih mengocok-ngocok perlahan penisku dengan kakinya. Aku tak menyangka adik mamaku ini berubah jadi binal. Rentetan peristiwa misterius nan mesum sebelum ini pasti sudah mempengaruhi pikirannya.

Aku cepat-cepat menghabiskan makananku dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan celanaku. Ada-ada saja memang kelakuan tanteku, kan celanaku jadi kotor gara-gara sperma. Setelah keluar kamar mandi tiba-tiba di depan pintu sudah berdiri tegak tanteku. Dengan sigap ia membekap mulutku dan menyeretku ke kamar di sebelah kamar mandi. Dekor kamar itu bernuansa pink dan penuh dengan boneka serta buku-buku. Itulah kamar Nadia dan Anya, sepupuku. Tante cepat-cepat menutup pintu.

Tanpa izinku, tante mencium bibirku. Aku kaget tapi akupun membalas ciumannya. Aku membelitkan lidahku dengan lidahnya di dalam mulutnya, Tingginya yang hanya sediit lebih pendek dari ku memudahkan kami dalam berciuman. Dengan nakal aku meremas-remas payudaranya. Tangan Tante Lia juga meremas selangkanganku. Kami semakin larut dengan ciuman dan pelukan ini. Sejenak kemudian tante melepaskan ciumannya.

“Ren, yang cepet aja ya?” pintanya

Tak perlu banyak kata, aku mengerti maksud tanteku. Aku mengangguk.

Tante Lia langsung melepas celananya legging kremnya. Rupanya ia sudah tidak pakai celana dalam lagi. Aku mengikuti dengan melorotkan celana tiga perempat beserta celana dalamku hingga sebetis. Tante mulai merogoh vaginanya dan mulai seperti menarik sesuatu dari dalamnya. Dan… sleppp…. Keluarlah sebuah potongan timun yang diselaputi lendir bening. Astaga… antara mau ketawa dan jijik aku melihatnya. Tante juga hanya cengengesan melihat tampangku. Ternyata itu lah yang membuat tante berlagak seperti cacing kepanasan di dapur tadi, rupanya ia memasukkan 3/4 potongan buah timun ke vaginanya. Sudah bernafsu sekali tampaknya tanteku itu.

“Tante ih, jorok!” Kataku sambil menahan tawa.

“Biarin!” Jawabnya ketus tapi sambil senyum senyum.

Setelah itu Tante Lia langsung jongkok untuk mengulum penisku. Ia hanya tersenyum melihat penisku di hadapan wajahnya. Ia mulai menjilat lubang kencingku. Dia menatapku dengan tatapan menggoda.

Selesai itu kami mulai bersetubuh dibalik pintu sambil berdiri. Saat itu aku yang bersandar di dinding. Kuangkat satu kaki Tante Lia untuk memudahkanku memasukkan penisku. Kakinya juga bertumpu ke dinding di belakangku. Bless… masuklah penisku. Kugenjot ia perlahan-lahan. Ia menutup mulutnya sendiri agar desahannya teredam. Aku menyingkap kaosnya ke atas dan mendapati payudaranya yang terbungkus oleh BH. Di perut bawahnya terdapat bekas jahitan operasi caesar. Kubenamkan wajahku ke belahan payudaranya, sungguh wangi tubuh tanteku ini. Dengan bantuan mulut dan tanganku, aku berhasil menyingkap sedikit cup BH kirinya sehingga melompatlah isi payudara kirinya dari dalam cupnya tepat di depan wajahku. Kini mulutku dengan leluasa menghisap puting lebarnya. Tanganku juga tak diam saja, ku acak-acak rambutnya agar terkesan semakin erotis.


Tante Lia mendesah, “Ahhh enak Ren… ughhh, katanya sambil merem melek. Kuangkat lagi satu kaki Tante Lia sehingga kini ia berada dalam gendonganku. Tangannya melingkar di pundakku, sementara tanganku menopang pantatnya. Untung saja aku sedang bersandar di tembok sehingga aku bisa menjaga keseimbangan kami. Di posisi ini penisku rasanya terjepit di dalam vaginanya, membuat kedutan vaginanya semakin terasa. Bibir kami terus berpagutan. Payudara satunya pun sudah berhasil menyembul keluar dari sarangnya.


Kugenjot terus Tante Lia, kini dia yang bersandar di tembok. Tangan kami saling berpegangan dan menyiku mengangkat ke atas, menambah susana erotis seks kilat antara tante dan keponakannya. Di posisi ini aku dapat dengan leluasa menciumi leher dan ketiaknya. Dan dalam posisi ini pula, Tante Lia mendapat orgasmenya. Ia menggelinjang hebat. Ia berusaha mati-matian menahan desahan orgasmenya. Tangannya menutup mulutnya sendiri agar suara desahannya tidak kedengaran sampai luar. Ia terengah-engah sementara penisku masih besar menancap di vaginanya. Aku menghentikan genjotanku agar kami mengatur nafas.


“Tan nungging tan”


Tante Lia berbalik. Kini ia menungging menghadap meja belajar milik Anya dan Nadia. Kumasukan lagi penisku ke vaginanya. Kuteplak pantat sekalnya itu.

“Plakkk….!!!”

“Jangan kenceng-kenceng Ren mukulnya ahhh”

Dari belakang sini, kumasukan tanganku ke balik kaosnya. Tentu saja tujuanku adalah kedua payudaranya. Aku memilin puting serta meremas payudaranya yang menggantung indah.

“Hiyaaahhh entot tante binalmu ini, sayang…. ahhghh” tante mulai memanggilku sayang.

Tangan kiriku meraba perutnya. Sungguh menggairahkan memegang perut seorang wanita 38 tahun yang sudah beranak dua ini. Perutnya tidak gemuk tapi tidak kurus juga, khas perut ibu-ibu. Sedikit berlemak dan mempunyai lipatan, tapi itu lah yang keindahannya. Kuraba perutnya terutama di bagian jahitan caesar itu dan kugoda tanteku.

“Tante nakal ya… masa punya anak dua masih ngentot sama keponakannya” godaku sambil terus menggenjot vaginanya.

“I.. i.. iya…. Tante nakal aaaahhh, tante sukaaa nghhh….”

Beberapa genjotan kemudian aku mendesah, “Tan, Rendy mau keluar nih….”

“Tante juga mau keluar, Rendy sayang…”

“Keluarin di dalem aja Ren…” pintanya

“Oke tan…”

“AARRGHHH Rendy keluaaaarrr yanggg….”

“Iya sayang… Aku juga keluar……hiyaaaa” desahnya pelan

Crot.. crot.. crott… aku menyemprotkan air maniku ke rahim Tante Lia yang sedang nungging di meja belajar anaknya itu.

Aku tak langsung mencabut penisku. Kami mengatur nafas sambil meraba-raba sisa kenikmatan ini. Dengan lembut kukecup pundak belakang tante dan mengucapkan terima kasih.

“Makasih ya tan… enak banget tante, hebat deh”

“Makasih juga sayang… kamu juga hebat, tante suka.”

Aku mencabut penisku yang sudah mengecil dari sarangnya. Sejenak kemudian mengalir cairan kental berwarna putih dari selangkangan tante, mengalir pelan ke paha belakangnya. Aku membayangkan apa jadinya kalau aku melakukan ritual yang diajarkan Pak Simo itu (lihat part 8), bisa-bisa spermaku makin banyak. Tidak pakai ritual saja sudah sebanyak ini hingg tidak mampu ditampung vagina Tante Lia. Tante yang masih nungging di meja belajar segera bangkit dan mengambil tisu di meja belajar itu dan mengelap bagian intimnya. Setelah itu aku menaikkan kembali celana dalam dan celana tiga perempatku. Tante juga membetulkan BH dan kaosnya serta memakai kembali celana leggingnya.

“Ngg Tan, boleh nanya?”

“Nanya apa Ren?”

“Tante pakai KB?”

“Iya dong sayang… kamu ga usah khawatir ya…”

“Hehe bisa main terus dong tan”

“Hush ah! Nanti ketauan om sama mama kamu gimana coba”

“Kan bisa sembunyi kaya gini hehe. Tante mau kan?”

“Hehe liat nanti ya Ren”

“Eh iya tan, satu lagi”

“Apa?”

“Hmmm tadi tante manggil sayang ke Rendy, itu beneran tan?”

“Aduh Ren... kamu ini kan keponakan tante, wajar dong kalau tante sayang sama Rendy”

“Berarti mulai sekarang kita manggilnya sayang aja ya tan hehe kan tante adik mamaku”

“Iya deh iya. Tapi jangan di depan om, Nadia, Anya, sama mama mu ya”

“Siap, makasih tante sayang” kataku sambil mengecup pipinya.

Pipi tante merona merah. Setelah itu tante mengajakku keluar dari kamar anaknya secara bergantian. Tante giliran pertama. Setelah membuka pintu sedikit dan tengok kanan-kiri ia akhirnya melesat keluar. 2 menit kemudian aku mendapat pesan di Whatsapp dari tanteku yang bertuliskan “Udah aman yang”. Aku langsung melesat keluar. Ternyata Om Ifan dan anak-anaknya sudah selesai makan siang. Om Ifan sudah kembali mengurusi pekerjaan di halaman rumahnya sedangkan Anya serta Nadia sibuk kembali dengan bonekanya di ruang keluarga. Dan ternyata ibu mereka sudah duduk di sofa di ruang keluarga sambil membaca majalah. Melihatku berjalan, ia mengerlingkan satu matanya sambil tersenyum.

“Capek ya yang?” godaku sambil duduk di samping tanteku.

“Hush jangan begitu! Kan ada Anya dan Nadia di sini!” bisiknya keras sambil meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, menyuruhku untuk tidak berisik. Aku hanya cekikian kecil.

“Tan, Rendy boleh nanya lagi gak?”

“Nanya apa lagi sih sayang?”

“Ngggg tante jangan marah ya? Kenapa kok tante nafsu banget sama Rendy?”

Tante menutup majalah yang ia baca dan menatap kosong ke depan.

“Yaaa semenjak kejadian itu, kamu tau kan, tante jadi kebayang-bayang kejadian itu terus. Walaupun tante gak sadar diri, tapi tante ingat
sekelebat-sekelebat apa yang kamu dan si orang tua itu lakukan ke tante dan mamamu, persis seperti yang kamu ceritain pas udah nyampe rumahmu itu. Tante berusaha lupain kejadian itu, anggap semuanya cuma mimpi buruk. Tante menganggap tante masih punya harga diri. Tapi ternyata gak Ren, tante gak bisa melawan kenyataan, tante gak bisa ngelupain, setiap hari tante kepikiran kamu. Toh sebenernya tante udah gak punya harga diri lagi. Manusia mana yang diperkosa oleh kakek-kakek, oleh anjing dan kuda --- hewan yang gak tau itu hewan beneran atau bukan, diperkosa 6 orang sekaligus, dan… oleh keponakannya sendiri.” katanya sambil meneteskan air mata.

Kemudian tante menatapku sambil menyeka air matanya dan melanjutkan ucapannya, “Tante ingat bagaimana kamu memperkosa tante dan mamamu dengan begitu bernafsu. Di beberapa momen saat itu tante juga ikut menikmatinya. Lalu tante berpikir, kenapa kita tidak melanjutkan kenikmatan ini di kehidupan nyata?”

Mendengar jawaban panjang lebar tanteku hatiku terenyuh. Ingin sebenarnya aku memeluk tanteku untuk memberikan rasa nyaman dan aman kepadanya, tetapi kondisi sedang tidak memungkinkan karena ada dua sepupuku di dekat situ. Belum lagi kalau tiba-tiba omku masuk ke dalam rumah. Akhirnya kupegang tangannya saja, kuangkat dan kuamati jari-jari indahnya, lalu kucium tangannya. Kuseka air mata di pipinya. Di sisi lain aku menghormati wanita ini sebagai adik ibuku, tapi di sisi lain pula, aku mencintai wanita ini bukan sebagai adik ibuku. Ada rasa ingin memilikinya.

Tiba-tiba terdengar suara pintu rumah dibuka, pasti itu Om Ifan. Langsung kulepaskan genggaman tanganku. Tante Lia yang mau melanjutkan bicaranya juga tercekat. Benar saja itu Om Ifan yang sudah selesai mengurusi halaman rumahnya. Ia berlalu dan naik ke lantai dua, mungkin ingin langsung istirahat di kamarnya.

“Oh iya Ren”, lanjut tanteku ketika omku sudah naik. Dengan sengau karena masih terisak, ia melanjutkan, “Cincin kawin tante hilang juga, mungkin diambil orang tua itu. Sialan.”

Belum tahu saja, sebenarnya aku yang simpan cincin kawinnya setelah Pak Simo memberikannya kepadaku. Tapi aku diam saja takut menghancurkan suasana ini. Dalam budaya kami cincin kawin yang hilang memang pertanda buruk, bahwa suatu rumah tangga akan retak. Mungkinkah keretakan rumah tangga akan menimpa keluarga Tante Lia dengan Om Ifan?

Waktu telah menunjukan pukul 2 siang ketika kami selesai mengobrol. Nadia dan Anya sudah pindah bermain ke kamar mereka atau mungkin sudah tidur siang. Aku berpamitan dengan Tante Lia. Tak lupa kuberikan ciuman di bibirnya. Yah, pada akhirnya aku berhasil mendapatkan tanteku. Tapi masih kurang, aku masih menginginkan satu orang lagi untuk memuasi nafsuku, dialah mamaku.

To be continued...
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd