Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Vivi: Jurnal Perselingkuhanku [CGU]

Siapakah fucking hero CGU favorit kalian?


  • Total voters
    66
FINAL BONUS B


Di atas matras ruangan utama, Natasja, Dan, Ron, dan Ken masih bergumul secara triple penetration. Area tempur ini adalah yang paling luas dan semua dapat melihat macam-macam gaya bercinta, dan masing-masing begitu sibuk dengan pasangannya. Ken yang sebelumnya mengantar Natasja ke puncak kenikmatan kini menyusulnya. Pemuda Jepang itu mengejang dan melenguh nikmat, penisnya menyemprotkan sperma kental yang membasahi wajah si gadis Polandia. Di tengah gempuran terhadap dubur dan vaginanya, Natasja menangkap penis Jepang itu dengan mulutnya lalu dihisap hingga tetes sperma terakhir dan menyusut di mulutnya sehingga pemuda itu semakin mengejang dan akhirnya lemas lunglai. Ron menyusul lima menitan setelahnya, ia tak dapat menahan lagi himpitan erat dubur gadis itu.
“Ooohh yeaahhh... take ittt!!” erang Ron mencabut penisnya dan menyemburkan spermanya ke punggung Natasja.
Melihat Natasja mulai kelelahan, Dan mengambil alih kendali, ia berguling ke samping membaringkan tubuh gadis itu di matras. Dan tahu gadis itu sebentar lagi orgasme, ia pun menindihnya, bibirnya melumat payudara Natasja dan meremas-remas yang satunya. Perbuatan ini membuat Natasja semakin menggelinjang dan tersengal-sengal. Sodokan Dan semakin lama semakin dalam dan kuat, gerakan tubuhnya mulai tidak beraturan, dengusan penuh nafsu mereka semakin terdengar. Tak lama kemudian, Natasja mengejang dan menjerit keras, kukunya menggores punggung Dan yang merasakan cairan hangat menyelubungi penisnya. Ia terus menggenjot selama dua menit ke depan hingga plop … Dan mencabut keluar batangnya dari vagina Natasja yang sudah banjir. Ia segera beranjak ke samping kepala Natasja mengarahkan penisnya dan mengocoknya. Beberapa detik saja, ia pun melenguh dan ccreeettt… ccreeett... penisnya menyemburkan sperma membasahi wajah, rambut, dan leher Natasja. Tubuh Dan bergetar merasakan kenikmatan yang berhasil ia rengkuh. Natasja meraih penis Dan lalu menjilatinya, dijilat hingga bersih berkilap hingga benda itu menyusut di mulutnya. Dan ambruk di sebelah Natasja, pesta orgy terus berlanjut di sekeliling mereka, bunyi tumbukan alat kelamin, desahan pria dan wanita, bercampur baur dengan suara musik. Ken yang sudah mulai bertenaga lagi mencari Naoko. Pacarnya itu sudah tidak terlihat di tempat tadi, pindah entah kemana. Adegan di sekelilingnya membuat penis Ken mulai mengeras lagi. Di sofa ia melihat Janet Yeo, mahasiswi Chinese Singapura, sedang didoggy oleh Hamid, asal Pakistan. Di depan Janet, seorang mahasiswa Pakistan lain bernama Ramzi menjejali mulut mungil gadis Singapura itu dengan penis besarnya. Janet nampak agak kewalahan namun ia segera beradaptasi menikmati genjotan Hamid sambil mengoral penis Ramzi. Nampak kontras sekali tubuhnya yang putih mulus di antara dua pemuda Pakistan berkulit gelap dan badannya berbulu itu. Dekat mereka, di atas matras, ada Faiza, mahasiswi asal Malaysia sedang memicu tubuhnya naik-turun di atas selangkangan Tonny, yang sebelumnya menggarap Rachel itu, sambil mengulum penis Rizal, pacarnya yang sama-sama asal Malaysia.
“Wanna join us Ken!” sapa Rizal yang adalah teman sefakultasnya.
“I find Naoko first, do you see her?”
“Nope” Rizal menggeleng, “she is not little girl, just let her free herself for tonight lah!” Rizal kadang meringis dan mendengus menikmati sepongan pacarnya itu.
“Yea, come on dude, she is so hot!” sahut Tonny.
Ken pun berlutut di samping Faiza dan melumat payudara B-cup berputing coklat gadis itu.
“Eeemmffhh!!” desah Faiza tertahan sambil terus menaik-turunkan tubuhnya di penis Tonny.


“Aaakkhh!!” erang Noinar dengan wajah meringis ketika penis Tom memasuki vaginanya.
Senjata si bule itu jelas lebih besar dari milik Boby dan mantan pacar Thai-nya dulu sehingga wajar terasa sesak dan sedikit nyeri. Tom menekan penisnya perlahan agar gadis itu juga menikmatinya, mili per mili hingga akhirnya ujung penisnya menyentuh bagian dalam vaginanya. Secara refleks Noinar merapatkan pahanya, ia merasakan benda itu sangat mengganjal sekali, besar, keras dan panjang.
“You okay baby?” tanya Tom.
Noinar hanya mengangguk lalu mulailah pemuda bule gempal itu memompakan penisnya halus dan perlahan. Gesekan penis bule itu dengan dinding vaginanya dengan cepat menaikkan kembali birahi Noinar, nafasnya terengah-engah dan mendesah-desah. Tangan Tom meraih sepasang payudaranya dan meremasinya. Penis Tom bergerak maju-mundur dengan mantapnya, seolah sedang mengaduk-aduk liang senggama Noinar. Gadis Thai itu terpejam, terbeliak, terpejam lagi dan terbeliak lagi dalam buaian kenikmatan sensual. Sekali ia menoleh ke samping melihat Brooke bergerak naik-turun memicu tubuhnya, Boby tidak terlihat, hanya terlihat tangannya yang sedang menggerayangi payudara besar gadis berambut coklat itu.
“It’s great Boby... fucking great!! Again... thrust me... aaahh!!” desah Brooke disusul jeritan ketika Boby menghentak pinggulnya ke atas sehingga penisnya semakin menghujam vagina Brooke.
Brooke menindih Boby dan memagut bibirnya dalam. Boby menyambutnya dengan mengulum lidah gadis itu lalu lidahnya masuk ke rongga mulutnya menyapu-nyapu di dalam. Mereka berguling ke samping sehingga kini Boby menindih gadis itu dan mengambil alih kendali. Kini Boby aktif menggenjoti vagina Brooke sampai gadis itu menceracau tak karuan. Boby mengeri bahwa Brooke semakin hanyut. Maka makin gencar ia melumat bibir dan leher gadis itu, remasan terhadap payudaranya juga makin kuat. Dengan tusukan yang kuat, dihimpitnya klitoris Brooke diteruskan dengan goyangan mengaduk.
“Damnnn... Boby... I... oohh... got it!!” erang Brooke dengan tubuh mengejang
Boby juga merasakan vagina gadis itu berdenyut lebih cepat dan mencengkram penisnya lebih kuat. Ia meningkatkan temponya sambil menjilati lehernya atau daun telinga Brooke. Cairan orgasme mengucur deras dari vagina Brooke membasahi selangkangan mereka. Boby meneruskan genjotannya merasakan kontraksi dinding vagina gadis itu meremasi penisnya hingga lima menit kemudian ia mencabut penisnya. Ia menaiki dada Brooke dan menghimpit penisnya yang basah itu dengan kedua gunung kembar gadis itu. Tanpa menunggu lama, Boby segera memompa penisnya di antara dua daging kenyal itu hingga sebentar kemudian...
“Ooohh... it’s coomiiingggh!!” Boby mengerang dengan tubuh bergetar.
Penisnya menyemprotkan cairan putih kental yang langsung membasahi wajah Brooke, sebagian juga mengenai rambut dan lehernya. Sementara di ranjang atas....
“Ooohhh... aahhh!!!” erang Noinar diterpa gelombang orgasme.
Tubuh gadis Thai itu mengejang dan melenting ke atas sampai tulang rusuknya terlihat. Vaginanya kembali mengucurkan cairan kewanitaannya. Melihat Boby menumpahkan spermanya di wajah teman wanitanya, Tom pun melakukan yang sama. Sebelum muncrat di dalam ia mencabut penisnya dan berlutut di sebelah kepala Noinar. Gadis Thai itu agak gelagapan menerima semburan sperma Tom yang lumayan banyak, begitu kental dan beraroma tajam. Tom juga menjejali penisnya ke mulut gadis itu, Noinar yang masih lemas pasrah menerima semburan sperma bule itu di mulutnya. Cairan itu mau tidak mau ditelannya. Boby antara cemburu dan horny melihat gadis yang mendapat tempat di hatinya itu diperlakukan demikian.

Iris terbaring di sofa mendesah-desah menikmati putingnya dikenyoti oleh Henry bergantian, lalu kepala pemuda itu turun meninggalkan jejak liur dan cupangan pada payudaranya. Mulutnya bergerak menelusuri tubuh gadis itu lengan, ketiak, perut, hingga tiba di selangkangan. Lidah Henry menyelusuri setiap ruang dalam liang senggama Iris. Sesekali mulutnya menyedot liang itu sehingga gadis itu menggeliat nikmat.
“Aaahhh... Henry... ooohh lick it.... ahhh!!”
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Henry sehingga ia menengok.
“Come on! You haven’t finished with me!” sahut Carmen menarik lengan pemuda Chinese itu.
Carmen meraih penis Henry dan naik ke pangkuannya dengan memunggungi. Ia arahkan benda itu ke vaginanya, setelah pas di bibir bawah, ia turunkan tubuhnya hingga terbenamlah penis Henry ke vaginanya. Keduanya melenguh merasakan kenikmatan bersatunya alat kelamin mereka. Iris cemberut karena merasa terganggu oleh Carmen yang menginterupsi dan merebut pasangannya. Tiba-tiba ia merasa lututnya dijamah.
“Hei... I’ll continue!” kata Juan meraih kaki gadis itu yang satu lagi
Juan memposisikan Iris bersandar pada sofa, tepat di sebelah Henry yang sedang menikmati genjotan Carmen yang tengah bergerak naik-turun. Kedua belah paha gadis itu ia bentangkan kemudian ia benamkan wajahnya ke liang sorgawinya. Kombinasi antara jilatan dan kocokan jari tangan Juan di vagina Iris membuat gadis itu menggeliat dan mendesah dalam nikmat sambil meremas-remas kepala pemuda itu. Kenikmatan yang tadi terganggu kini berlanjut, Iris merasa melayang-layang terbuai dengan permainan pria berdarah Latin ini di vaginanya. Saking terbuainya, Iris tidak memperhatikan seseorang duduk di sandaran lengan sofa itu. Ia baru menengok ketika tangan gelap berbulu itu meremas payudaranya.
“Hei... may I join?” sapa seorang pemuda India Australia bernama Sunil, ia baru saja menyelesaikan persetubuhan dekat situ, tubuh telanjangnya yang berkeringat dan berotot itu membuatnya nampak macho.
Iris yang sudah birahi tinggi itu hanya mengangguk dan memegangi tangan Sunil yang meremas payudaranya. Tangan yang satunya meraih penis India itu dan mulai mengocoknya.
“So big and hard!” kata gadis Chinese itu dalam hati merasakan penis yang basah oleh cairan orgasme karena habis memuaskan pasangan sebelumnya.
Juan begitu telaten menyusuri vagina gadis Chinese itu dengan lidahnya sehingga membuatnya berkelejotan dan mendesah. Desahan Iris tertahan ketika Sunil menunduk dan memagut bibirnya. Sementara di sebelah, Carmen mempercepat gerakan naik-turun tubuhnya di pangkuan Henry, vaginanya yang sudah basah mempercepat gerakan penis pemuda itu di vaginanya. Keduanya mendesah-desah menikmati beradunya alat kelamin mereka. Tangan Henry aktif menggerayangi payudara Carmen, memilin-milin putingnya, lalu tangan yang satu turun mengelus-elus klitoris gadis itu yang mencuat sehingga membuatnya semakin menceracau tak karuan. Pundak dan leher Carmen tak luput dari jilatan dan cupangan pemuda Chinese itu.

Masih di ruangan itu, di sofa lain, Robert, si negro Afrika Selatan sedang mendogie Kania yang mengulum penis Carl yang duduk berselonjor.
“Hei handsome!” sapa seorang gadis pirang menghampiri Carl dan duduk di sampingnya.
“Heeiii...” Carl memeluk tubuh telanjang gadis itu dan memagut bibirnya.
“My girlfriend, Ashley!” sahut Carl memperkenalkan gadis itu pada Robert yang sedang sibuk menggenjot.
“Robert!” sapa negro itu melambai.
“Not playing anymore?” tanya Carl sambil meremas payudara pacarnya.
“Need break for a while, just finished with Gary down there”
“Uuugghh... ohhh!!” Robert mendengus-dengus dan semakin cepat menyodoki Kania.
Sementara itu Kania akhirnya merengkuh puncak kenikmatannya, ia melepas sejenak kuluman terhadap penis Carl untuk menjerit dan menggelinjang menikmati orgasmenya. Wajah gadis itu saat orgasme sungguh membuat Carl makin bernafsu.
“Cum it to me!” sahut Ashley saat penis Robert yang berkondom itu lepas.
“Aaahh... okay, but hurry!” kata Robert susah payah menahan spermanya yang mau muncrat.
Gadis pirang itu segera pindah berlutut di antara kedua kaki negro itu, tangannya dengan lincah mencabut kondomnya lalu langsung menjilat dan mengulum penis hitam itu.
“Oohh... “ lenguh Robert tak tahan lagi, penisnya menyemburkan sperma putih kental ke wajah Ashley saat gadis itu menjilati kepala penisnya.
Ashley malah mempercepat kocokannya hingga penis itu menyembur-nyemburkan cairan putih ke wajah, leher dan dada gadis itu. Ia juga membuka mulutnya menangkap cipratan cairan putih itu. Setelah semprotan itu melemah, dimasukkannya penis hitam itu ke mulut dan dihisap-hisap. Robert sampai kejang-kejang dan menceracau nikmat akibat hisapan dahsyat gadis itu. Di sebelah mereka, Carl sedang melumat payudara Kania sambil tangannya menggerayangi vaginanya yang sudah banjir itu. Birahi gadis itu pun berangsur-angsur mulai naik lagi, ia menarik kepala Carl yang mengenyot payudaranya lalu memagut bibirnya dengan sebuah ciuman yang dalam dan permainan lidah yang liar. Sebentar kemudian, mereka sudah memulai ronde berikut, Kania menyandar ke sofa dalam posisi menyamping dengan Carl memeluknya dari belakang dan memasukkan penisnya ke vagina gadis itu. Mereka dalam posisi berhadapan dengan Ashley dan Robert yang melakukannya dalam posisi yang sama. Dua pemuda itu mulai menggenjot vagina pasangan masing-masing sambil menggerayangi tubuh mereka. Kania menjilati ceceran sperma di payudara dan leher Ashley hingga bibirnya bertemu bibir gadis bule itu dan berpagutan dengan penuh gairah sambil menikmati sodokan penis pasangan pada vagina masing-masing. Penis hitam Robert nampak begitu ganas menghujam-hujam vagina Ashley yang mulus tanpa bulu. Carl dan Ashley saling cemburu melihat pasangan masing-masing disetubuhi dan menyetubuhi orang lain, rasa cemburu yang membakar gairah bercinta sehingga semakin liar dan panas.


Di sofa ruang utama, Gary, si tuan rumah, sedang menikmati rasanya jadi raja dengan ber-French kiss dengan Ploy yang sudah kembali dan membersihkan diri, tangan si bule itu menggerayangi tubuh gadis Thai itu, meremas payudara lalu turun merambahi vaginanya yang sudah becek. Tangan Gary yang satunya meraih dan meremasi payudara Malika, seorang gadis India Australia, pacar Sunil yang sedang mengerjai Iris di atas, yang sedang membungkuk mengulum penisnya. Ploy yang mabuk nampak begitu bebas bercinta dengan pria selain Darren tanpa merasa risih di depan banyak orang seperti sekarang. Ia merespon pagutan si bule itu dengan permainan lidah yang liar hingga ludah mereka sedikit meleleh-leleh di pinggir bibir. Darren yang sedang berdiri dan penisnya dioral Rachel tidak bisa tidak cemburu melihat keliaran Ploy sehingga ia melampiaskannya dengan menggerakkan pinggulnya menyetubuhi mulut Rachel. Ciuman Gary merambat turun ke leher Ploy yang putih dan jenjang. Ploy mengangkat sedikit tubuhnya dan menyodorkan dadanya di depan wajah Gary yang segera mencium dan meremas payudaranya bergantian, putingnya ia hisap dengan lahap sambil tangan satunya memilin-milin puting Malika hingga makin mengeras. Sebelum orgasme duluan di mulut Malika, Gary meminta kedua gadis itu menungging, keduanya menumpukan siku mereka pada meja fiber di depan sofa. Ia elus-elus sejenak bibir vagina mereka agar licin, lalu....
“Aaaahhh... “ Malika menjerit kaget dan nikmat ketika Gary melesakkan penisnya ke vaginanya.
“Eeenngghh” Ploy juga mendesah merasakan jemari si bule itu mencucuk-cucuk vaginanya.
Malika mendesah-desah menerima sodokan Gary dari belakang, payudaranya juga digerayangi oleh si bule itu, demikian juga Ploy yang merasakan jari-jarinya mengocoki vaginanya hingga menyentuh klitoris dan memainkannya. Ekspresi kenikmatan di wajah dua gadis itu serupa, mata mereka terpejam atau kadang merem-melek, desahan keduanya saling bersahutan berpadu dengan desahan pasangan lain di ruangan itu bak sebuah opera erotis. Gary menggilir vagina mereka dengan jari dan penisnya, merasakan perbedaan di antara keduanya, satu rasa Thai, satu rasa India. Lebih setengah jam ia menggarap dua gadis beda bangsa itu secara simultan, hingga akhirnya sampailah mereka di puncak kenikmatan, pertama Ploy, sentakan kuat penis Gary menghantarnya ke orgasme, jeritannya sungguh bebas lepas tanpa beban, vaginanya mengucurkan banyak sekali cairan hingga tubuhnya melemas. Kemudian Gary beralih ke Malika, ditelentangkannya tubuh gadis India itu di meja fiber lalu ia kembali menancapkan penisnya dan menggenjotnya keras seolah berpacu menuju puncak. Malika mendesah-desah tak karuan hingga akhirnya tubuhnya menegang dan vaginanya berdenyut keras. Gadis India itu diterpa gelombang orgasme, ia mendesah panjang sambil meremas tangan Ploy yang terkulai lemas di sebelahnya. Gary terus menggenjot, semakin cepat sambil meremasi payudara Malika hingga akhirnya tak sampai lima menit, ia pun melenguh mencapai orgasmenya, penisnya menyemprotkan sperma yang tertampung di kondomnya. Akhirnya pemuda bule itu ambruk menindih Malika, tubuh keduanya yang sudah basah berkeringat nampak kontras, Gary yang putih bule dan Malika yang berkulit eksotis. Keduanya berpelukan dan berciuman ringan menikmati surutnya gelombang kenikmatan.

Di dekat mereka, Rachel baru menurunkan tubuhnya ke selangkangan Darren yang berbaring sehingga penisnya melesak masuk. Selanjutnya Raul menyapukan kepala penisnya ke dubur gadis pirang itu dan mulai menekannya.
“Ooouuccchh!!” erang Rachel memejamkan mata saat penis Raul menyeruak masuk, terasa penuh sesak.
Ekspresi Rachel saat itu begitu menggairahkan sehingga Darren tidak tahan untuk tidak mengulum payudaranya. Penis Raul secara pelan dan pasti merangsek maju, terasa sekali mili demi mili benda itu menerobos liang anal Rachel, keduanya melenguh merasakan nikmatnya kelamin mereka bersatu.Setelah penis Raul tertancap seluruhnya, pemuda Meksiko iu menghentikan gerakannya sesaat.
“Ready my lady?” tanya Raul terengah-engah.
Rachel mengangguk, “gently please, it’s a little bit hurt”
Ketiganya lalu mulai bergoyang menyelaraskan gerakan. Perlahan Rachel mulai beradaptasi dengan dua penis di dua liangnya, ia mulai ikut bergerak mengimbangi kocokan dua batang tersebut. Mereka bertiga saling bergoyang dengan irama permainan yang sama, tiga gerakan berpadu menjadi suatu sensasi dan kenikmatan yang sangat tinggi. Setiap tusukan penis Darren maupun Raul selalu menghasilkan siksaan sekaligus kenikmatan bagi Rachel, yang tak mampu ditanggungnya sendiri. Rintihannya seakan meminta, memohon, kepada siapapun untuk turut berbagi siksa nikmat yang sedang melandanya, serta sepenuhnya melukiskan keadaan gadis itu yang dengan sepenuhnya sedang terjajah oleh nafsu birahi dan naluri hewaninya. Yang dirasakan Rachel sekarang ini hanyalah kenikmatan yang memabukkan akibat tusukan penis Darren dan Raul di dua liangnya. Setelah sepuluh menitan terdengar rintihan tak tertahankan dari mulut Raul, pertanda bahwa tak lama lagi spermanya pasti muncrat. Benar saja, Raul sudah tidak tahan lagi sejak tadi menahan orgasme, serta merta ia mencabut penisnya dari dubur Rachel lalu melepaskan kondomnya. Baru mengocok sebentar penisnya di depan wajah Rachel, ia sudah melenguh memuncratkan banyak sekali sperma membasahi wajah, rambut dan leher gadis itu. Rachel meraih batang yang masih memuncratkan isinya itu dan mengulumnya
“Ooohh... yesshh.... suck it... !!” erang Raul dengan tubuh berkelejotan merasakan hisapan gadis itu.
Darren segera membalik posisi mereka setelah Raul menyingkir agar tidak ketetesan sperma. Diangkatnya kaki kiri Rachel yang terbaring dalam posisi menyamping, lalu kembali ia tusukkan penisnya. Dengan posisi ini, Darren dapat menggenjot lebih keras hingga serasa mengaduk-aduk rongga vagina Rachel.
“Uuhh.... uugghh... shower it to me!” pinta Rachel.
“Okay!” jawab Darren terus menggenjot
Setelah sepuluh menitan Darren merasakan spermanya sudah siap muncrat lagi lalu ia mencabut penisnya lalu menyodorkan penisnya di wajah Rachel yang segera meraih batang itu. Baru dikocok sebentar saja, Darren melenguh dan tak bisa lagi menahan orgasmenya, menyemprotlah spermanya ke wajah gadis itu. Rachel juga mengarahkan penis itu ke dadanya, lalu ia membuka mulutnya mengulum penis tersebut hingga tetes terakhir. Rachel tersenyum puas, merasa seksi dengan dirinya yang berlumuran sperma.

Di ranjang king size di kamar, Crystal dan Mike sudah ganti posisi ke gaya doggie. Pemuda bule itu merem-melek merasakan empotan vagina Crystal yang seret. Crystal sendiri mengikuti gerakan pompaan penis Mike diselingi goyangan putar sehingga membuat pemuda itu merasakan kenikmatan tiada tara pada batang penisnya.
“Uuugghh... what a tight Asian pussy!” erang Mike mempercepat sodokan penisnya sembari mengecengkram dan meremas buah payudara Crystal dengan bernafsu.
Di sebelah mereka, Arief juga sama-sama melakukan doggie style terhadap Shannon. Catherine berada di bawah gadis berambut pendek itu mengenyoti dan meremas payudara montoknya. Arief berusaha mempermainkan birahi Shannon di saat gadis itu semakin liar. Tempo yang semula tinggi dengan spontan ia kurangi sampai seperti gerakan lambat, sehingga centi demi centi batang penisnya terasa sekali mengoyang dinding vagina gadis lesbian itu.
"More... why do you stop??" protes Shannon.
Arief menyeringai melihat permainannya memancing birahi Shannon untuk mencapai kepuasan birahinya. Barulah ia memulai genjotannya lagi, kali ini gerakan penisnya dibuat patah-patah, sehingga membuat birahi gadis lesbi itu semakin tak terkendali, apalagi Catherine terus mengenyoti payudaranya.
"God.... oohh it’s greaattt... aahh" rintihnya panjang dengan tubuh menggelinjang
Bersamaan dengan rintihan tersebut, Arief menghentak penisnya dengan keras hingga mentok di langit-langit vagina Shannon. Ia merasakan semburan cairan membasahi seluruh penisnya. Arief berusaha menyusul Shannon ke puncak kenikmatan, kedua tangannya mencengkeram pantat Shannon dan menekan tubuhnya supaya penisnya bisa lebih menusuk ke dalam lubang vaginanya. Gadis lesbi itu memejamkan matanya menikmati tusukan penis Arief yang tiada hentinya sampai akhirnya pemuda itu tidak bisa lagi menahan orgasmenya. Ia mencabut penisnya dan membaringkan tubuhnya di samping Catherine, detik berikutnya creett... creett... crreett... sperma putih kental berhamburan menyirami kedua gadis itu, wajah dan dada mereka terkena cipratan cairan itu. Catherine bangkit menegakkan tubuh lalu meraih penis Arief, dijilatinya dari zakar, batang hingga ujungnya, lalu dikulum hingga benda itu menyusut dalam mulutnya. Arief pun akhirnya terkulai lemas di sebelah Shannon.
"It’s amazing" puji gadis itu tersenyum lemas.
Sementara di sebelah mereka, Crystal merintih keras taktala penis Mike menghujam-hujamkan penisnya dengan cukup keras dan dalam. Sudah dua pulum menit lebih mereka bergumul hingga akhirnya tubuh Crystal mengejang, vaginanya berkontraksi cepat dan mencengkeram kuat-kuat penis Mike diiringi cairan orgasme yang mengucur. Crystal benar benar merasakan kenikmatan yang luar biasa. Mike masih meneruskan genjotannya hingga lima menitan kemudian saat ia sendiri merasa sudah di ambang orgasme. Dengan beberapa sodokan keras akhirnya pemuda bule itu mencapai orgasmeku juga. Ia mencabut penisnya dan berejakulasi di atas perut gadis Chinese itu.
“Where are you going baby?” tanya Mike pada Catherine yang turun dari ranjang.
“Hang around! Enjoy the party” jawab gadis itu tersenyum nakal lalu berjalan ke arah pintu meninggalkan empat orang yang terkulai lemas di ranjang.

Setelah mengumpulkan cukup tenaga, Natasja bangkit perlahan. Ia melangkah agak terhuyung akibat masih terasa berputar menuju ke kamar mandi terdekat untuk membersihkan tubuhnya yang mulai terasa tidak nyaman akibat ceceran sperma yang lengket. Di kanan kiri semua sudah telanjang atau nyaris telanjang saling menikmati, beberapa pria mengajak gadis itu untuk bercinta namun ditolaknya karena ingin membersihkan diri dulu. Akhirnya sampailah ia di kamar mandi yang pintunya setengah terbuka, terlihat cahaya lampu kuning menyala dan terdengar suara shower di dalam. Natasja sedikit terhenyak ketika masuk melihat Sani, si negro Mali sedang menggenjoti Naoko, gadis Jepang yang pacarnya baru saja menyetubuhinya, di bawah kran shower yang menyirami mereka dengan air hangat. Keduanya menengok ke samping melihat kedatangan gadis Polandia itu.

“Hai!” sapa Sani, “wanna join us?”
“Eeeerr... I need to clean myself first” kata Natasja.
“Please!” Sani bergeser sedikit memberi tempat bagi gadis itu.
Natasja berjalan ke bawah shower sehingga air hangat mengguyurnya, terasa segar dan kepenatan hilang.
“I’m Sani!” sapa pemuda negro itu, “this is Naoko” sambil terus menggenjot dan meremas payudara gadis Jepang itu.
“Natasja!” balas gadis itu sambil menyabuni wajah dan dadanya, “just call me Nat!”
“Excuse me Nat!” kata Sani meraih payudara kanan gadis itu.
Mereka saling tatap beberapa detik lalu Natasja mendekati negro itu dan bibir mereka berpagutan. Sani mendekap tubuh gadis Polandia itu, mengelus punggung hingga pantatnya yang montok. Sementara Naoko yang semakin mendekati puncak sudah menggerakkan sendiri pinggulnya untuk mencari kenikmatan. Ia mendesah dan menceracau dalam bahasanya hingga akhirnya tubuhnya menggelinjang. Sani merasakan vagina gadis itu semakin meremas penisnya dan cairan hangat menyelubunginya. Sebenarnya pemuda negro itu juga sudah tidak tahan ingin keluar, apalagi sambil merasakan sensasi beradu lidah dengan Natasja dan gadis itu sengaja menggesekkan paha mulusnya ke pahanya. Setelah orgasme Naoko mereda, Sani mencabut penisnya sehingga membatalkan orgasmenya, penis hitam bersunatnya masih tegak dan siap memulai ronde berikutnya. Natasja menungging sambil menyandarkan lengan ke tembok di sebelah gadis Jepang itu. Tangan Sani menggenggam penisnya mengarahkannya ke liang senggama Natasja. Segera ia menekan pinggulnya dan melesaklah penis hitam itu ke dalam vagina Natasja, diiringi lenguhan nikmat keduanya. Sani mulai bergerak maju-mundur menyenggamai gadis Polandia itu.
“You finished?” tanya Sani pada Naoko yang mengambil handuk dan mengeringkan tubuhnya.
“Yes... I need break, and some drink” jawab Naoko dengan logat Jepang, “you two, just enjoy!”
“Okay then, see you!” kata Sani terus menggenjot Natasja.
Gadis Jepang itu pun meninggalkan mereka berdua di kamar mandi.

Di ruang utama....
“Aaaahhh... sampai lah aku!!” erang Faiza mencapai puncak kenikmatannya setelah hampir setengah jam memicu tubuhnya di atas penis Tonny.
Tubuh gadis Malaysia itu tergoncang-goncang dan menggelinjang hebat, vaginanya mengucurkan banyak cairan hingga akhirnya ambruk menindih tubuh Tonny.
“Faiza... aku tinggal sebentar ya!” kata Rizal menepuk pundak pacarnya itu.
Faiza hanya mengangguk lemas bersandar di dada pemuda bule itu.
“Guys, you two, take care of her, would you?” pesan Rizal pada Ken dan Tonny
Ternyata perhatian Rizal tertuju pada gadis pirang dengan rambut diikat ke belakang yang sedang menikmati snack dan minuman di dekat meja hidangan.
“Hai!” sapa pemuda Melayu itu sambil mengambil minuman
“Hai” Catherine balas menyapa dan tersenyum, ia tahu pemuda itu memandangi tubuh telanjangnya, namun berlagak cuek di tengah situasi seperti ini, sama seperti yang lain.
“Taking a break?” tanya Rizal, gadis itu hanya mengangguk.
“Rizal, from Malaysia!” ia mengulurkan tangannya mencoba berkenalan.
“Catherine” balas gadis itu menjabat tangannya, “Malaysian... I’ve just done it with your neighbour”
“My neighbour?”
“Indonesian guy”
“Oohh... so there are Indonesians here?”
“Ya... As I know, there are four, one girl, three guys”
Catherine nampak santai dan tidak menolak ketika Rizal semakin mendekatkan diri dengannya, juga ketika pemuda itu mendekap pinggangnya. Saat itu, dekat mereka...
“Oooohhh!!” Hamid, pemuda Pakistan, yang sedang menyetubuhi Janet asal Singapura, mencapai klimaksnya.
Spermanya tertumpah di kondom, tubuh kekarnya mengejang sambil meremas payudara gadis itu.
“Hurry, replace him!” Janet melepas penis Ramzi dari mulutnya.
Walau lelah, gadis itu masih menginginkan penis besar si Pakistan itu mengaduk-aduk vaginanya karena merasa tanggung belum mencapai puncak. Setelah memasang kondom, Ramzi segera membaringkan gadis berdarah Chinese itu dalam posisi menyamping, lalu diangkatnya kaki kanan gadis itu. Ramzi menempelkan kepala penisnya yang bersunat itu ke bibir vagina Janet
“Aaahhh!!” desah Janet saat penis hitam itu melesak masuk ke vaginanya dan mulai bergerak menggenjot.
Janet meraih penis Hamid yang lemas selonjoran pada sandaran tangan, dicabutnya kondom yang terpasang pada penis pemuda itu lalu diteguknya sperma yang tertumpah di dalamnya. Kemudian dijilatinya penis yang sudah setengah loyo itu. Terpengaruh oleh kenikmatan akibat sodokan penis Ramzi pada vaginanya, Janet semakin bergairah menjilat dan mengulum penis itu. Sambil menggenjot tangan Ramzi meraba-raba punggung hingga ke dada gadis itu, sementara Hamid menekan-nekan kepala gadis itu ke selangkangannya. Dekat situ, Faiza terbaring di matras sambil mengulum penis Tonny. Ken berlutut di antara kedua belah paha gadis Melayu itu dan menekan penisnya. Faiza menggeliat ketika penis si Jepang itu menerobos masuk membelah bibir vaginanya. Di dekat meja makanan, Rizal dan Catherine berciuman dan saling raba. Tangan gadis itu menggenggam penis pemuda Melayu itu dan mengocoknya pelan, sementara tangan Rizal meremasi payudara gadis pirang itu.

Di kamar, Boby dan Tom agaknya masih belum ingin cari pasangan lain. Kini Tom tengah mendoggie Brooke yang sedang mengulum penis Boby yang sudah mulai bangun lagi. Boby sendiri duduk selonjoran sambil mengenyoti payudara Noinar, jarinya mencucuk-cucuk vagina basah gadis itu sehingga membuatnya menggeliat dan mendesah, juga menimbulkan bunyi berdecak.
“Oohhh… eenngghh” desah Noinar sembari sesekali menggigit bibir bawahnya.
Nikmatnya kuluman Brooke pada penis Boby menyebabkan gerakan jarinya pada vagina gadis Thai itu semakin liar pula. Penisnya akhirnya kembali mengeras dan siap tempur lagi. Mereka mengatur posisi, kini Noinar berbaring di bawah Brooke dalam posisi 69, Boby melesakkan penisnya ke vagina gadis itu, Tom melanjutkan genjotannya terhadap Brooke. Mereka seolah berlomba-lomba memuaskan pasangan masing-masing. Di saat yang sama pula, Noinar mengulum zakar Tom dan sesekali menjilati vagina Brooke yang juga melakukan hal serupa. Tangan Tom meremas-remas sepasang payudara Brooke. Keringat bercucuran dari badan keempatnya. Sekitar 10-15 menit kemudian Tom merasakan kalau ia akan mengalami orgasmenya lagi, ia mempercepat genjotannya.
“Ooohh... I’m coming sooonn!!” lenguh pemuda gempal itu.
Desahan Brooke pun semakin menjadi-jadi karena sodokan yang lebih cepat terhadap vaginanya dan remasan terhadap payudaranya juga makin brutal.
“Brooke... uuugghh... !!” Tom mendesah parau beriringan dengan cairan spermanya yang tertumpah di vagina gadis itu.
Gadis berambut coklat itu hanya bisa menerima semprotan sperma itu dengan memejamkan mata karena ia sudah mencapai orgasmenya juga, vaginanya mengucurkan cairan orgasme yang bercampur dengan sperma pria itu. Cairan itu meleleh dan menetes ke wajah Noinar yang lalu melahapnya. Setelah pasangan bule itu ambruk, tinggallah Boby bergumul dengan Noinar. Gadis itu terlihat sudah lemas setelah orgasme berkali-kali.
“Noinar... it almost done... aahh... ahhh” desah Bobby menatap wajah Noinar yang bersemu merah dan basah oleh cairan senggama.
Menyaksikan adegan panas mereka, Brooke beranjak ke arah mereka, lalu ia mulai menjilati batang penis Boby yang sedang menyodok-nyodok vagina Noinar, sesekali gadis bule itu mengulum zakar Boby sehingga membuatnya semakin melayang, sementara tangannya menggerayangi payudara Noinar.
“Shit… I’m cuming, damn this is great... akhhh… ” erang Boby menyemburkan seluruh cairan spermanya di dalam liang vagina Noinar.
Sementara Noinar juga mencapai orgasmenya akibat stimuli yang dilakukan oleh Brooke.
“Oooohhh.... Bobyyy!!” gadis itu mengerang dengan tubuh menggeliat hebat
Brooke menjilat cairan vagina gadis Thai itu yang meluap di sela-sela vaginanya yang telah bercampur dengan sperma Boby. Akhirnya tubuh pasangan Asia dan bule itu tergolek lemas di ranjang.
“What a fantastic swing dude!” sahut Tom
“Yea... your girlfriend is really hot!” balas Boby lemah
Mereka saling puji dan berbincang kesan-kesan tentang seks ganda barusan. Semua sudah tidak ada tenaga lagi, mau mencoba yang lain di luar tapi sudah tidak kuat, akhirnya mereka tertidur berempat di kamar itu.

“Aaaakkhhhh... ooh my god!!” Iris mendesah panjang, kedua bola matanya terlihat memutih saat berada di puncak kenikmatan akibat hisapan dan permainan jari Juan pada vaginanya.
Vaginanya squirting, mengucurkan cairan orgasmenya dengan deras seperti kencing. Juan langsung melahap cairan itu dan menyeruputnya. Tangan gadis itu makin cepat mengocoki penis Sunil. Juan terus membenamkan wajahnya di vagina gadis Chinese itu, menyeruput cairan orgasmenya hingga alirannya reda dan gadis itu sudah tenang. Setelah itu ia rebahkan tubuh Iris di sofa dan mengarahkan penisnya ke vagina gadis itu. Iris yang sudah sangat terangsang meraih batang itu dan membimbingnya masuk ke liang senggamanya yang sudah sangat basah. Setelah pas di bibir vaginanya, pemuda Latin itu pun menekan penisnya.
“Mmmhh…”, Iris mendesah dan menggeliat merasakan penis itu memasuki vaginanya.
Sunil, si India mengangkat kepala gadis itu dan menyandarkannya pada pahanya sambil menyodorkan penis hitamnya ke wajah gadis itu. Tanpa diminta, Iris sudah mengerti permintaan Sunil, tangannya segera meraih penis itu dan mulailah ia mengulum dan menghisap, ia juga memberikan gigitan kecil pada penis itu, membuat Sunil mengerang keenakan dan penisnya semakin berdenyut. Sunil melenguh nikmat merasakan sepongan gadis itu sambil tangannya meremasi sepasang payudaranya. Sementara Carmen dan Hendry sudah berpindah tempat. Pemuda Chinese itu membaringkan Carmen di meja bilyard dan menyetubuhinya dengan penuh gairah
“Oh.. deeper... nggghh... harder…”, ceracau Carmen, “mmmhh!!” Henry memajukan badan memagut bibir gadis itu meredam ceracauannya.
Carmen balas memagut bibirnya dan bermain lidah sehingga keduanya makin tenggelam dalam kenikmatan. Ahirnya Carmen mencapai orgasme yang sudah dinantinya sejak tadi, tubuhnya mengejang hebat, kedua kakinya melejang lejang, pinggangku melengkung dan mulutnya mengeluarkan desahan tak karuan. Cairan cintanya membanjir, membuat selangkangannya semakin licin dan basah.
“Oohhh... your tight and wet pussy is delicious... sshh!!” Henry mengerang panjang.
Kenikmatan itu semakin memuncak ketika penis Henry berkedut keras dan spermanya yang hangat itu menyembur deras mengisi relung-relung vagina gadis bule itu. Henry ambruk menindih tubuh Carmen di meja bilyard. Nafas mereka tersengal sengal serasa hampir putus, keringat di tubuh mereka membanjir deras dan saling bercampur. Henry kembali memagut mesra bibir Carmen. Gadis itu memejamkan mata dan dengan penuh penyerahan ia biarkan Henry mencumbuinya sepuas hati.
“Are you with your boyfriend?” tanya Henry.
Carmen menggeleng, “I’m single”
“So am I... would we be couple?”
Carmen tersenyum lemas, lalu kembali menarik kepala pemuda Chinese itu dan memagut bibirnya mesra. Sementara di sofa, Iris mendesah-desah tertahan sambil mengulum penis Sunil yang masih terus memilin-milin kedua putingnya. Sementara Juan terus menghela pinggulnya sehingga penisnya menghujam-hujam vagina Iris, tangannya juga aktif merambahi lekuk tubuh sintal gadis itu. Perasaan terangsang hebat yang melanda sekujur tubuh membuat Iris menggeliat-geliat, mata gadis itu merem-melek oleh kedua pemuda itu. Tubuhnya gemetar menahan arus kenikmatan yang menerjang dengan kuat, Iris merasakan vaginanya berdenyut semakin cepat dan pantatnya mulai mengejut-ngejut, menyambut datangnya puncak kenikmatannya. Tak lama berselang, sssrrr... sssrrr... vagina Iris menyemburkan lahar kenikmatannya diiringi desahan panjang. Beberapa detik kemudian, Sunil juga mengerang mencapai orgasmenya, spermanya muncrat di wajah cantik Iris. Gadis itu langsung memasukkan penis hitam itu ke mulutnya menyeruput sisa sperma Sunil. Begitu ia melepaskan kulumannya, pemuda India itu pun terduduk lemas.

Ashley dan Kania berpagutan bibir sambil menikmati sodokan-sodokan penis dari pasangan masing-masing pada vagina mereka. Carl mencium dan menjilati leher jenjang Kania sambil meremasi payudaranya, Robert, si negro, juga tangannya menjelajahi tubuh Ashley dan merangsang titik-titik sensitifnya. Carl semakin cemburu dan terangsang melihat pacarnya yang tampak begitu menikmati penis hitam Robert sehingga ia semakin bernafsu menggenjot Kania. Kedua pasangan itu terus berlomba memacu birahi. Sambil terus menggenjot, Robert menyusupkan kepalanya di antara ketiak Ashley lalu mengenyoti payudara montoknya, ia terlihat begitu gemas dengan payudara gadis pirang itu, terkadang ia juga mengecup dan memagut bibir Ashley. Sodokan penis hitamnya yang semakin bertenaga membuat Ashley merasa puncak kenikmatannya semakin mendekat, hingga suatu ketika tubuhnya menggelinjang.
“Ooohh good... it’s comingg!!” erang Ashley saat orgasmenya mendera, tubuhnya menggelepar-gelepar dalam dekapan Robert yang masih terus menggenjotnya
Sementara Kania juga merasakan yang sama, ia semakin mendaki ke puncak dan vaginanya semakin berdenyut-denyut. Gerakan Carl memompa liang vaginanya semakin lama semakin cepat, hingga dua menit setelah Ashley mencapai orgasmenya....
“Aaarrrgghhh... aaahhh,” jerit kenikmatan mahasiswi asal Makasar itu meramaikan ruangan yang sudah riuh oleh desahan erotis.
Tubuhya meliuk, kedua bola matanya membeliak, hanya tinggal putihnya saja. Orgasme kali ini benar-benar membuat Kania puas walaupun ia merasakan tubuhnya lemas, tulang-tulangnya seperti dilolosi dari tubuhnya. Melihat kondisi Kania yang semakin kepayahan, Carl mempercepat genjotannya, sehingga kedua mata gadis itu kontan membeliak-beliak dan mulutnya semakin menceracau. Tak lama, Robert mengeluarkan penisnya dari vagina Ashley, negro itu berdiri di depan Ashley dan....
“Uugghh... take this!” lenguhnya sambil menyemprotkan sperma ke arah gadis itu.
Wajah, rambut, dan dada Ashley pun terkena cipratan cairan putih kental itu. Ashley yang masih lemas membuka mulutnya membiarkan cairan itu masuk ke mulut. Carl juga melakukan yang sama tak lama kemudian, saat spermanya udah di ujung penis, ia mencabutnya dari vagina Kania lalu berdiri di hadapan gadis itu. Creet... creet.... spermanya berhamburan mengenai Kania, sebagian bahkan mengenai Ashley di sebelahnya. Dengan sisa tenaganya, Kania meraih penis Carl yang masih menyemprotkan spermanya, juga penis hitam Robert. Ia jilat dan hisap kedua penis beda bangsa itu, juga ia telan sisa-sisa spermanya hingga akhirnya kedua penis itu pun melemas di genggaman dan mulutnya. Robert ambruk di sebelah Ashley dan Carl di sebelah Kania. Mereka sungguh merasakan kepuasan yang luar biasa di malam tahun baru yang liar ini.

Di ruang utama...
Darren dan Malika tengah berpagutan beradu lidah, tangan gadis keturunan India itu mengocoki penis Darren yang pada saat yang sama menggerayangi payudaranya serta merambahi lekuk-lekuk tubuh indahnya. Belasan menit sudah mereka saling cumbu, saling raba dan saling mempermainkan kelamin masing-masing membuat darah keduanya semakin menggelegak. Malika kini langsung naik ke pangkuan Darren dengan posisi membelakangi. Digenggamnya penis Darren yang sudah tegang dan siap tempur itu, lalu dengan penuh perasaan Malika menempelkannya di belahan vaginanya yang telah basah. Bleess.... kelamin mereka pun bersatu diiringi desahan keras dari mulut mereka yang merasakan nikmatnya.
"Aaaahh... so tight!", erang Darren sambil mulai mengiringi goyangan pinggul Malika yang mulai turun-naik di atas pangkuannya.
Disibaknya rambut pendek sebahu gadis itu lalu diciuminya leher jenjangnya yang sudah berkeringat. Tangannya meraih sepasang payudaranya sambil meremasnya seiring tubuh gadis itu yang bergerak liar. Sesekali puting berwarna coklat itu dipilinnya sehingga gadis itu semakin histeris
"Ohh what a hard cock!" desah Malika sambil terus bergoyang
Gadis India itu benar-benar seperti kuda betina liar yang baru lepas dari kandangnya. Gerakannya di pangkuan Darren semakin liar dan cepat, Darren sendiri juga menikmatinya sambil meremasi payudara gadis itu dan menciumi leher serta pundaknya.
“Woo.... hoo... Malika!” sapa seseorang sehingga keduanya menengok melihat seorang pria berwajah timur tengah, “it’s fucking hot!”
“Hassan, come here and stop teasing me!” panggil Malika.
“Your boyfriend?” tanya Darren.
“Nope, only friend in college” jawab gadis itu.
Setelah basa-basi sebentar, mereka lanjut lagi kali ini threesome dengan masuknya Hassan, mahasiswa asal Maroko yang sekampus dengan Malika. Masih dalam posisi yang sama, Malika lanjut memacu tubuhnya di pangkuan Darren sambil menggenggam penis Hassan yang ereksi dan basah oleh cairan kewanitaan pasangan yang bercinta sebelumnya. Ia mulai menjilat kepala penis sebesar pisang tanduk itu dengan penuh nafsu. Tubuh ketiga insan beda bangsa itu menyatu terpatri birahi. Hassan tak mau hanya dikulum saja, dia pun aktif memaju-mundurkan penisnya di mulut Malika. Gadis itu sempat kewalahan juga, apalagi penis Hassan ukurannya di atas rata-rata. Desisan kedua pemuda itu terdengar bersahutan. Remasan-remasan Darren pada buah dada Malika semakin membawa gadis itu terbang tinggi. Goyangan Malika yang kian liar membuat Darren tidak bisa bertahan lagi ketika penisnya berdenyut hebat.
“Oohh... Malika! Take it!” erang Darren memuntahkan spermanya langsung ke dalam vagina gadis itu.
Malika sudah mempersiapkan diri dengan pil anti hamil sehingga tidak perlu khawatir bila ada yang buang di dalam. Gadis itu menyambutnya dengan terus menggoyang-goyang pantat memeras hingga seluruh semprotan Darren berhenti. Darren terengah-engah setelah Malika meninggalkannya untuk fokus dengan Hassan. Ia melihat ke sebelah dan diliputi kecemburuan melihat Ploy bercinta dengan panas dan liar.


Pada saat yang sama Darren dan Malika bercinta, Ploy pun terlibat pergumulan seru di sebelahnya. Gadis Thai itu sedang melakukan gaya doggie di lantai dengan Raul yang menyodokinya dari belakang sambil mengoral penis Gary yang duduk di sofa sambil melumat payudara montok seorang gadis berambut coklat bernama Courtney. Selain menyusu, jemari Gary juga mencucuk-cucuk vagina gadis itu yang sudah basah. Sodokan penis Raul memberikan kenikmatan bagi Ploy, lenguhannya terdengar di tengah suara kulumannya pada penis Gary, matanya merem-melek merasakan gesekan penis Raul dengan dinding vaginanya. Raul sendiri menggenjot lembut agar betul-betul merasakan geseran dinding vagina gadis Thai itu di batang penisnya, dihayatinya sensasi khas vagina Asia milik Ploy yang baru pernah dirasakannya. Vagina Ploy yang seret dan becek itu membuat pemuda Meksiko itu merem-melek, memang beda dari vagina bule yang biasa dirasakannya. Lama-lama ritme genjotan Raul mulai meningkat, seiring dengan memuncaknya nafsu birahi. Gary menarik penisnya yang sedang digenggam dan dikulum Ploy sebelum orgasme, lalu meminta Raul membantunya membentangkan sofa lipat itu agar lebih lega. Setelah sofa dibentangkan, Raul membaringkan Ploy yang sudah mabuk birahi dan alkohol dan kembali memasukkan penisnya ke vagina gadis itu, sementara Gary mengarahkan penisnya ke vagina Courtney yang telah menungging. Courtney merintih dan mengejang saat penis Gary menerobos masuk ke vaginanya, tidak sulit memang karena vaginanya sudah sangat basah hasil ronde-ronde sebelumnya. Raul dan Gary menggenjot pasangan masing-masing seperti sedang berlomba. Courtney menggeser sedikit badannya sehingga wajahnya di atas wajah Ploy, ia lalu menunduk memagut bibir gadis Thai itu. Keduanya pun berpagutan dengan panas sambil menikmati sodokan penis pada vagina masing-masing. Tangan Courtney meraih payudara kanan Ploy, meremas dan memilin-milin putingnya membuat gadis Thai itu semakin menggeliat nikmat. Posisi itulah yang disaksikan Darren ketika ia baru saja selesai dengan Malika di sebelah. Raul dengan penuh semangat memompa penisnya di dalam vagina Ploy hingga menimbulkan bunyi berdecak. Setiap mendorong batang penisnya, Raul menekan kuat-kuat sehingga ujung kepala penisnya mengenai dinding rahim Ploy yang memberinya sensasi lebih. Demikian pula yang dilakukan Gary terhadap Courtney, sambil tangannya menggerayangi payudara gadis itu, sodokannya juga semakin dalam dan kuat, gerakan tubuhnya mulai tidak beraturan, dengusan penuh nafsu pemuda itu semakin terdengar. Dan plop … Gary mencabut keluar penisnya lalu buru-buru beranjak ke depan wajah gadis itu. Sebentar kemudian...
“Uuugghh!!” erang Gary dan ccreeettt…ccreeett… cairan putih kental pun bercipratan di wajah Courtney, sebagian juga mengenai wajah Ploy.
Gary meregang merasakan puncak kenikmatan yang berhasil direngkuhnya. Melihat Courtney belum klimaks, Raul segera mencucukkan jarinya ke vagina gadis itu sambil terus menggenjot Ploy. Desahan mereka pun makin sahut-menyahut. Lima menit kemudian Ploy mendesah panjang dan menggelinjang, genjotan Raul telah membuatnya orgasme. Setelah gadis itu melemas, Raul mencabut penisnya dan beralih ke Courtney yang digenjotnya dalam posisi doggie. Tidak sampai sepuluh menit, keduanya mencapai orgasme berbarengan, juga berbarengan dengan Hassan dan Malika di sebelah mereka. Raul menembakkan spermanya di dalam vagina Courtney, kontraksi dinding vagina gadis itu seakan meremasi penisnya hingga tetes terakhir. Sementara Hassan mencabut penisnya dan menumpahkan spermanya di wajah dan dada gadis India itu.

Rachel kini tengah bergumul dengan tiga pria, ia menaik-turunkan tubuhnya dengan liar di atas penis pemuda bule botak bernama Edward sambil mengoral dan mengocok penis Jim dan Hugh.
“Mmhhh… ngghhh… mmhhh…,” Rachel menggumam nikmat mengulum penis hitam Jim yang blasteran bule-negro, sambil tangan satunya mengocoki penis Hugh.
“Oohhh… Rachel, what a naughty girl you are!!” respon Jim tersengal-sengal.
Sementara itu, Edward kelihatan bersemangat menerima genjotan Rachel, sesekali ia menyentakkan pinggulnya ke atas, tangannya mengelus-elus paha terkangkang gadis itu, menikmati kulit mulusnya, juga meremasi payudaranya yang tergoncang-goncang. Tak lama kemudian, Edward mengernyit, mulutnya agak menganga dan urat-uratnya tampak tercetak di dahinya. Dengan tubuh yang tampak sudah mengilap karena keringat, ia berkata terengah-engah
“Aahhh… Rachel… cannot hold it anymore.... “
Mendengar itu, Rachel malah semakin mempercepat gerak naik-turunnya disertai gerakan memutar sehingga membuat pemuda botak itu semakin berkelejotan.
“Ohh… here it’s comingg!!” desah Edward kelabakan.
Edward menyentak pinggulnya ke atas hingga penisnya menghujam sedalam-dalamnya. Matanya membelakak sambil memegang kuat payudara Rachel. Penisnya menyembur-nyemburkan sperma yang tertampung di kondomnya. Sebelum menyingkir Edward melepaskan kondomnya dan menumpahkan isinya ke wajah Rachel, sesuai yang diminta gadis itu sejak awal. Gadis itu menutup mata sambil membuka mulutnya menikmati cairan putih kental itu meleleh ke wajah dan mulutnya. Ia semakin merasa seksi dibasahi dengan sperma seperti ini, ia juga membersihkan penis pemuda itu hingga bersih dengan jilatannya.
“Okay guys, back to our bussines!” kata Rachel setelah membuat Edward lemas, “you lie down!” perintahnya pada Jim.
Jim melakukan yang diminta gadis itu dan Rachel segera mengambil posisi di atasnya dengan membelakanginya. Dalam posisi setengah jongkok sambil menopangkan tangannya ke belakang, ia langsung menurunkan tubuhnya. Vaginanya pun menelan dengan sempurna penis hitam besar di bawahnya. Tanpa menunggu lama, Rachel segera menggoyang tubuhnya sambil mengulum penis Hugh. Ketiganya bersinergi memburu kenikmatan disertai dengusan nafas saling bersahutan. Bagai kesetanan, Jim yang berada di bawah tubuh Rachel mengayunkan pinggulnya dengan kecepatan tinggi sambil berpegangan pada pinggang ramping gadis itu, penisnya menghujam vaginanya dengan kencang. Rachel yang sedang asyik dengan penis Hugh sontak melepaskan kulumannya.
“Aahhh… Jim… oohhh… fuck… fuck… “ ceracaunya penuh nafsu setiap penis pemuda itu menghujamnya, ia fokus sebentar ke bawah untuk orgasme yang hampir tiba.
Hingga akhirnya Rachel memekik keras dan menggelinjang sejadi-jadinya. Jim menyeringai sambil meremas payudara gadis itu menambah kenikmatannya. Kini dua pemuda itu berdiri mengerubunginya membiarkan penis mereka dikulum dan dikocok bergantian oleh gadis itu sampai lima menitan kemudian mereka pun tak tahan lagi. Spema mereka pun bermuncratan bak shower ke arah gadis itu. Kembali Rachel merasakan sensasi yang dinanti-nantinya, disembur sperma hingga basah kuyup. Dihisapnya kedua penis itu hingga tetes terakhir dan melemas. Akhirnya mereka pun ambruk kelelahan. Rachel menjilati ceceran sperma sekitar mulutnya, ia tersenyum lemas ke arah Gary yang juga sudah lemas di sofa.

“Ah... ahh... ahh... ahh!!” desah Crystal sambil menaik-turunkan pinggulnya di atas selangkangan Arief.
Arief mendekap tubuh gadis Chinese itu, pinggulnya sesekali bergerak naik-turun menyambut genjotan gadis itu. Crystal sudah tenggelam dalam nafsu birahi, wajah manisnya terlihat lebih binal, gerakan naik-turun pinggulnya pun semakin liar, apalagi dengan gerakan memutar, membuat Arief semakin merem-melek dan kelojotan. Sementara di sebelah mereka, Mike sedang bergumul dengan Shannon, teman masa sekolahnya yang berjumpa lagi. Ia menindih tubuh gadis berambut pendek itu. Sambil terus memompa liang vaginanya, ia memagut bibir ranum Shannon yang membalasnya dengan liar, persetubuhan yang dibumbui percumbuan itu terlihat begitu panas. Shannon sendiri juga merasakan nikmat di dalam lorong vaginanya yang menjalari sekujur badannya. Sedikit demi sedikit tempo genjotan Mike semakin cepat. Pemandangan tubuh sintal Shannon yang terhentak-hentak mengkilat karena keringat, membuat Mike maupun Arief di sebelah mereka semakin buas menggenjot. Cairan yang keluar dari liang senggama Shannon membuat kocokan Mike menjadi lembab berkecipak.
“Akh...oohh... harder Mike... aaahh.” erangan dan rintihan penuh nafsu keluar dari mulut Shannon yang terkadang menganga dan terkadang menggigit bibir bawahnya.
Sodokan demi sodokan dari penis Mike membuat gadis lesbi itu merasa seperti dibawa ke surga yang penuh kenikmatan. Begitu juga dengan Mike yang sangat bernafsu menyetubuhi teman sekolahnya yang sudah tumbuh menjadi wanita cantik bertubuh molek ini. Tangannya meremas payudara montok Shannon yang berguncang seiring dengan sodokan penisnya. Saat dua pasangan itu sedang sibuk bergumul, seseorang masuk dari pintu yang setengah terbuka itu.
“Hai!” sapa Siof, si negro asal Mali, yang sudah tidak memakai apa-apa lagi.
Arief dan Mike juga balas menyapa singkat. Melihat mereka tidak keberatan, Siof ikut naik ke ranjang. Ia mendekati Crystal yang tengah memacu tubuhnya di atas selangkangan Arief. Diraihnya dagu gadis itu dan dipagutnya bibirnya yang ranum. Crystal yang sedang birahi tinggi membalas pagutan itu tak kalah liarnya sambil terus menaik-turunkan tubuhnya, lidah mereka saling membelit dan bertukar ludah. Tangan Siof bergerilya meremas dan memilin payudara gadis Chinese itu. Ciuman Siof lalu bergeser menurun ke payudara Crystal, ia mengenyoti dan terkadang menggigit kecil puting payudaranya, membuat gadis itu menggelinjang nikmat. Perlakuan negro itu mendorong Crystal semakin mendekati puncak kenikmatan. Tak lama kemudian Crystal bergetar bagai tersengat aliran listrik tegangan tinggi. Gerakannya semakin cepat dan cairan orgasme mengucur dari vaginanya. Sensasi basah dan remasan dinding vagina gadis itu pada gilirannya juga mengantarkan Arief ke puncak kenikmatan. Penisnya menyemprotkan sperma yang bercampur dengan cairan orgasme Crystal. Di sebelah, Mike dan Shannon juga sudah di ambang orgasme. Satu sodokan keras akhirnya membuat tubuh Shannon mengejang dan menjerit nikmat. Mike segera menyusul, ia mencabut penisnya dan membawanya ke samping kepala gadis lesbian itu. Crreett... creeettt... sperma bercipratan membasahi wajah Shannon. Gadis itu meraih penis itu dan memasukkan ke mulutnya, merasakan sisa semburan sperma itu sambil menghisapnya.

Di kamar mandi bawah...
Natasja dan Sani saling menyabuni hingga tubuh mereka licin oleh sabun dan berbusa. Mereka berpelukkan dan ketika moncong penis Sani yang bersunat itu bertempelan dengan mulut vagina Natasja, pemuda negro itu mendorongnya dengan kuat dan blessss... benda itu pun melesak masuk ke dalam liang senggama Natasja diiringi desahan gadis Polandia itu. Natasja tersenyum, lalu memeluk leher pemuda negro itu yang mulai mengayun penisnya. Mereka bersetubuh sambil berdiri dan berciuman penuh nafsu. Sani mendorong tubuh gadis itu hingga punggungnya bersandar pada tembok agar lebih nyaman. Natasja terpejam-pejam sambil memeluk si negro itu erat-erat. Sedang asyik-asyiknya, mereka tidak menyadari seseorang masuk ke kamar mandi yang pintunya terbuka ini.
“Wow... excuse me!” sapa Shawn, si pemuda Chinese Australia itu pada mereka, “I need to pee!” katanya sambil menuju ke kloset dan segera kencing di situ.
Tentu saja matanya tidak bisa tidak curi-curi pandang ke arah Natasja dan Sani yang tengah enjoy di bawah shower itu. Penisnya pun mulai tegang lagi.
“Why only watching? Come join us!” panggil Sani melihat Shawn terbengong dengan penis sudah tidak mengeluarkan kencing lagi.
Natasja membeliak-beliak karena selanjutnya Sani mempergencar genjotannya sehingga kenikmatan yang dialaminya membuat lupa segalanya. Shawn mendekati mereka dan berhenti di sebelah kanan Sani. Pemuda Chinese itu lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Natasja memagut bibir gadis itu sehingga desahan nikmatnya teredam. Gadis itu juga menggerakkan tangannya meraih penis Shawn yang sudah setengah tegang. Saat itu Sani sudah mau mencapai orgasmenya dan semakin mempercepat sodokannya terhadap vagina Natasja.
“Oh... Nat.... your pussy is sooooo tight… akhhh... yess!” erang Sani beriringan dengan spermanya yang ditumpahkan di liang senggama gadis itu.
Pemuda negro itu mencabut penisnya sehingga gadis Polandia itu merasakan sensasi aneh, tiba-tiba saja vaginanya yang sebelumnya penuh terasa kosong dan dari bibir vaginanya mengalir cairan putih kental membasahi paha dalamnya yang segera tersiram air shower. Natasja yang masih nanggung segera menyuruh Shawn duduk di kloset, lalu ia naik ke pangkuannya dengan posisi memunggungi.
Natasja mengarahkan penis itu ke vaginanya, lalu menurunkan pinggulnya. Shawn meringis merasakan penisnya ditekan kuat oleh dinding vagina gadis itu hingga akhirnya masuk sepenuhnya. Natasja merasa milik pemuda Chinese ini tidak sepanjang dan sebesar milik Sani, tapi cukup keras, yang penting nanti bisa memuaskan. Natasja pun mulai bergerak liar di pangkuan Shawn yang menggerayangi kedua payudara dan menciumi leher dan pundaknya. Sambil memicu tubuhnya, Natasja juga menjilati dan mengulum penis Sani yang sudah loyo setelah orgasme tadi. Sani terdiam pasrah, masih agak lemas, ia hanya mengelus-elus rambut Natasja sambil memejamkan matanya menikmati sepongan gadis itu.
“Aaahh... aaaaaahhh...” desah Natasja melepas sejenak penis hitam itu namun tetap mengocoknya dengan tangan, ia menaik-turunkan tubuhnya lebih cepat hingga kepala penis Shawn menyundul-nyundul dasar liang senggamanya.
Goyangan ini membuat Shawn juga makin menuju ke puncak. Pemuda itu akhirnya menggeram dan berkelojotan, penisnya menyemburkan sperma hangat yang mengisi vagina Natasja. Gadis itu menggoyang pinggulnya lebih cepat mumpung penis Shawn masih keras hingga tibalah detik-detik yang teramat indah itu. Liang vagina Natasja berkedut-kedut mengucurkan cairannya, tubuhnya bergetar dalam nikmat yang luar biasa. Sani juga mengerang dan creett... creett... penisnya yang dikocok oleh Natasja menyemprotkan sperma ke wajah gadis itu, tidak banyak memang karena sudah banyak terkuras sebelumnya.

Beralih ke ruang utama....
Di matras, Ken, si Jepang, menyetubuhi Faiza yang menungging dengan kecepatan sedang sementara Tonny yang berlutut di depan gadis itu menjejali mulutnya dengan penisnya yang ia gerakkan maju-mundur seperti bersenggama. Sesekali Ken menampar pantat semok mahasiswi Malaysia itu sehingga tubuhnya menggeliat dan mengerang tertahan. Faiza semakin dekat dengan orgasmenya, pinggulnya semakin aktif bergoyang menyambut hujaman Ken, klitorisnya tergesek-gesek hingga menyembul keluar dari labia mayoranya. Lapisan dalam bibir vaginanyapun terkadang ikut keluar karena terlampau kuat menjepit batang penis si Jepang itu. Ken mempercepat gerakan pinggulnya dan menekan lebih dalam penisnya. Dengan penis Tonny di mulutnya, Faiza jadi gelagapan, ia menggeleng-gelengkan kepala hendak melepaskan penis si bule itu tapi malah berakibat sebaliknya, gelengan kepalanya membuat penis Tonny serasa dikocok-kocok sehingga ia tambah bernafsu menyetubuhi mulut gadis itu dan....
"Aaagghh... cum in your mouth aahhh!" lenguh Tonny, spermanya menyembur deras di dalam mulut Faiza membuat gadis itu tersedak, sebagian meluncur ke tenggorokan sebagian lagi tercecer keluar dari mulutnya.
Badan Tonny menegang membiarkan penisnya mengeluarkan isinya di mulut Faiza, ia rasakan hisapan gadis itu, juga sapuan lidahnya, sungguh kenikmatan oral yang luar biasa hingga akhirnya penisnya menyusut di mulut Faiza dan pemuda itu pun terkapar puas dan lemas. Kini Faiza tinggal melayani Ken yang menekan lebih dalam lagi. Setiap tusukan dan tarikan penisnya membuat gadis Melayu itu menggelepar-gelepar.
"Ssshh... good.... more... aku suka itu!" desahnya merasakan nikmat hujaman-hujaman kejantanan pemuda Jepang itu.
Peluh-peluh birahi membasahi tubuh mereka. Jeritan, desahan dan lenguhan memenuhi ruangan itu. Akhirnya Faiza tak mampu lagi menahan letupan birahinya.
"Aaauuuhhh!!!" erangan panjang terlepas dari mulut gadis itu.
Tubuh gadis itu mengejang, vaginanya mengeluarkan cairan kenikmatan yang membanjiri relung-relung kewanitaannya dan penis Ken. Pemuda Jepang itu membalikkan badan gadis itu hingga berbaring telentang. Setelah itu kembali ia memasukkan penisnya dan langsung memompa. Faiza nampak sudah lemas dan tidak bertenaga setelah beberapa orgasme, tetapi masih terdengar desahan dan rintihannya. Wajahnya setelah orgasme berkali-kali dengan rambut kusut dan berkeringat itu nampak lebih cantik dan menggairahkan. Genjotan Ken berlangsung sekitar sepuluh menitan hingga akhirnya ia pun tak dapat lagi menahan orgasmenya. Dengan satu hujaman kuat, tubuhnya pun mengejang, tangannya meremas payudara Faiza lebih keras, spermanya muncrat mengisi kondom yang membungkus penisnya. Ia ambruk di sebelah kanan Faiza sehingga mengapit gadis itu bersama Tonny yang sudah lebih dulu terkulai lemas. Nafas mereka memburu setelah menyelesaikan pertempuran seru itu. Di antara suara desah erotis dan tumbukan alat kelamin di ruangan itu, telinga Ken menangkap suara desahan yang tidak asing. Ia menggerakkan kepala ke arah sumber suara,

“Aahh” desah Naoko yang sedang dilumat vaginanya dalam posisi berdiri oleh Hamid, si Pakistan yang duduk di sofa.
Kumis Hamid memberi sensasi geli, jilatan dan cupangan Hamid di kewanitaannya membuatnya seperti melayang-layang di atas awan sambil tangannya meremasi rambut pemuda itu. Bukan hanya melumat vaginanya, tangan Hamid juga merambahi lekuk-lekuk tubuh indah gadis Jepang itu seperti pantat, paha, punggung, dan payudaranya. Harum tubuh Naoko yang baru mandi membuat jilatan dan gerayangan Hamid semakin liar. Sambil menikmatinya, pandangan Naoko menyapu sekitarnya dimana semua orang sudah tenggelam dalam kegilaan hingga akhirnya matanya bertemu pandang dengan Ken yang sudah terkapar di matras setelah menuntaskan hasrat bersama si gadis Malaysia itu. Naoko tersenyum dengan tatapan mata sayu pada pacarnya itu. Tepat di sebelah mereka, Janet, si gadis Singapura sedang memicu tubuhnya dengan liar di pangkuan Ramzi. Bibir mereka saling melumat, menghisap dan bertukar lidah, lalu wajah Ramzi merambat turun dan melumat payudara gadis itu. Janet mendesah dan menengadahkan kepala merasakan hisapan pada putingnya yang kadang disertai gigitan kecil. Pinggulnya semakin bergoyang naik-turun dengan liarnya kadang diselingi gerakan memutar, ia begitu menginginkan penis hitam besar si Pakistan itu mengaduk-aduk seluruh isi rongga kewanitaannya yang meminta lebih dan lebih lagi. Sementara Faiza yang sudah tergolek lemas juga menyaksikan di dekat meja makanan, Rizal, pacarnya, sedang menyetubuhi Catherine yang menungging sambil berpegangan pada meja.
“Crepppp… clepp… clepp...” penis Rizal terus maju-mundur menggesek-gesek dinding vagina Catherine yang lembut dan bergerinjal-gerinjal.
“Ennngghh... aahh... faster... faster!!” gadis pirang itu merintih-rintih menerima kenikmatan yang menerpa tubuhnya.
Genjotan Rizal di vagina Catherine menimbulkan suara beradunya paha dengan paha serta suara berdecak yang bercampur baur dengan desah kenikmatan di ruangan ini menciptakan sebuah simfoni erotis yang indah di pergantian tahun ini. Sesekali Rizal menghentak keras, akibatnya tentu saja Catherine semakin histeris. Di sofa, Ramzi semakin berkelejotan karena goyangan liar Janet. Karena ingin meraih kepuasan bersama gadis itu, ia pun mengambil alih kendali. Direngkuhnya tubuh bugil Janet dan didekapnya erat. Kemudian hentak-hentakkan pinggulnya naik-turun memompa liang vagina gadis itu. Janet dibuatnya membeliak-beliak menikmati sodokan penis besarnya dari bawah hingga akhirnya...
“Aaaarrrhhh!!” geram Ramzi mendekap erat Janet, tubuhnya mengejang, disusul oleh Janet yang juga mendapat orgasmenya.
Sungguh orgasme berbarengan yang luar biasa, mereka saling peluk dan menceracau tak karuan. Sperma Ramzi tertumpah banyak sekali di vagina gadis Singapura itu. Janet tidak khawatir karena sebelum ke sini ia sudah mempersiapkan diri dengan pil anti hamil.

Hamid membaringkan tubuh Naoko di atas matras yang baru saja ditinggalkan pasangan lain. Pemuda Pakistan itu berlutut di antara kedua belah kaki Naoko. Ia tempelkan kepala penisnya yang seperti cendawan ke vagina Naoko yang sudah basah dan ditekannya hingga masuk mengisi rongga vagina gadis Jepang itu.
“Ooohh!!” desah Naoko menggeliatkan badan.
Seketika itu pula saraf-saraf peka pada dinding vagina gadis itu bekerja menyambut penis hitam Hamid, meremas-remasnya, mengencang dan mengendor bergantian. Ramzi langsung memompakan penisnya diiringi erangan Naoko yang juga kepalanya bergoyang ke kanan dan ke kiri, seperti menggeleng-geleng, karena nikmat yang tak terkira itu. Sementara di dekat meja, Rizal terus menggenjot Catherine sambil meremasi payudaranya. Pemuda Melayu itu menciumi pundak Catherine lalu turun ke punggung hingga menyusup ke ketiaknya yang bersih dan menciumnya. Paduan genjotan penis pemuda itu pada vaginanya dan ciuman pada ketiaknya membuat gadis pirang itu melayang dalam gelombang nikmat tak terperikan. Pantatnya ikut bergoyang menyambut tusukan penis Rizal. Mereka tenggelam dalam gelombang kenikmatan yang bertalu-talu. Akhirnya Rizal tak mampu bertahan lagi, ia memuntahkan spermanya langsung ke dalam vagina Catherine yang masih terus menggoyang-goyang pantatnya, vaginanya seolah memeras cairan sperma Rizal hingga habis. Dan tepat pada saat tetes terakhir sperma Rizal, Catherine merasakan desakan nikmat seperti akan kencing disusul tubuhnya mengejang hebat. Ia mendesah panjang dan mengucurkan banyak sekali cairan orgasme bercampur dengan sperma Rizal, cairan itu sampai meluap keluar membasahi paha dalamnya. Di matras, Naoko dan Hamid sudah berganti gaya, kini gadis Jepang itu bergerak naik-turun di atas penis si Pakistan yang meremasi payudaranya dengan gemas. Mereka adalah pasangan terakhir yang masih bergumul di ruang utama, yang lain sudah tumbang kelelahan, beberapa bahkan sudah tertidur, sehingga suara Naoko terdengar nyaring di situ. Dua pria bule mendekati mereka, tangan-tangan mereka menggerayangi tubuh gadis Jepang itu. Yang rambutnya agak gondrong mengeyoti payudaranya, satunya yang kurus memagut bibirnya dan bermain lidah. Akibatnya tentu saja birahi gadis itu naik lebih cepat, ia pun semakin ganas menaik-turunkan tubuhnya di selangkangan Hamid. Mungkin karena sensasi yang terlalu berlebihan, Naoko tak bisa menahan lebih lama lagi, dan meledaklah orgasmennya tanpa terbendung. Tak sampai lima menit, desahan orgasme kembali terdengar, kali ini dari Hamid. Kontraksi dinding vagina gadis itu yang makin kuat meremas penisnya mengantar Hamid ke puncak kenikmatannya. Tubuh gadis Jepang itu langsung lemas dan terkulai dalam dekapan Hamid yang langsung menyambutnya dengan pelukan, napas mereka menyatu dalam pacuan tak berirama, penis Hamid menyusut dan terlepas dari vagina gadis Jepang itu. Naoko menoleh ke arah pacarnya, Ken, di matras lain. Ken mengacungkan jempol padanya yang dibalas senyuman lemas. Waktu sudah menunjukkan lebih dari jam tiga subuh. Tubuh-tubuh telanjang bergelimpangan di ruang utama baik di sofa ataupun matras, juga di tingkat dua dan di kamar-kamar. Aroma seks yang terdiri atas keringat, sperma, dan cairan kewanitaan sangat terasa. Pesta pergantian tahun yang berujung menjadi pesta seks yang liar ini tidak akan pernah dilupakan oleh semua yang berpartisipasi. Para muda-mudi terpelajar dari berbagai bangsa, ras, dan agama dipersatukan dalam kenikmatan seksual. Mereka meninggalkan sejenak rasa malu, sungkan dan harga diri untuk melepaskan naluri hewani yang liar hingga nafsu birahi mereka semua betul-betul telah terlampiaskan dan terkulai lemas tapi puas. Memang seks terbukti dapat menyatukan semua orang.

Kebanyakan baru terbangun sekitar jam sembilanan dengan tubuh penat dan beberapa kepala masih berputar, sisa pengaruh alkohol. Ketika terbangun, Arief menemukan di ranjang king size itu dirinya bersama Mike dan Shannon yang masih tidur berpelukan tanpa busana. Ia turun dari ranjang untuk mengambil air mineral yang telah tersedia di meja dan meminumnya. Telinganya menangkap suara shower di kamar mandi yang terletak di kamar itu. Merasa ingin kencing, Arief menuju kamar mandi dan membuka pintunya yang tidak dikunci. Ia tidak terkejut mendapati Siof, si negro Mali, dan Crystal, si gadis Chinese Australia, sedang bercinta di bawah siraman shower. Agaknya Siof masih penasaran kemarin malam belum sempat menggenjot Crystal yang sudah keburu tumbang kelelahan.
“Morning!” sapa Arief sambil mengarahkan penisnya ke kloset dan kencing.
Mereka juga balas menyapanya.
“Come, make it threesome!” ajak Siof terus menggenjot Crystal yang menungging dengan menyandarkan kedua sikunya pada tembok.
“No thanks... so tired” tolak Arief lemas.
Sambil menyodok-nyodokkan penisnya ke vagina Crystal, tangan Siof juga meremas payudara Crystal yang basah oleh air shower itu dan terlihat menggantung seksi. Hanya sedikit saja dari para tamu yang ngeseks lagi setelah bangun pagi, itu pun hanya seks kilat. Kebanyakan mandi dulu lalu pamit pulang, ada juga yang setelah berpakaian cuci muka langsung pulang. Beberapa masih menunggu teman mandi sambil berbincang mengenai kesan-kesan semalam. Dari acara ini beberapa mendapat teman/ kenalan baru, bahkan ada yang mendapat pasangan seperti misalnya Henry Cho, si pemuda Chinese Australia itu, yang pamitan pada Gary sambil menggandeng tangan Carmen, bersama mereka juga ada Shawn dan Iris yang sudah mesra lagi.
“Si Arief mana?” tanya Darren pada Kania di lantai dua.
“Uuuhh... gak liat yah, kemaren gua disini aja, di kamar mana kali” jawab Kania yang masih lemas baru bangun.
‘What are you talking about? Sounds exciting” tanya Boby pada Noinar dan Ploy yang ngobrol sambil cekikikan dalam bahasa mereka di ruang tamu, keduanya sudah berpakaian dan rambutnya masih agak basah karena baru mandi.
“Noinar said that shee.... “
“Ssshhh!!” Noinar mencubit lengan Ploy sebelum ia berkata lebih, “hihihi.... it’s nothing, really!” katanya pada Boby.
“Boby!” panggil Tom dari jarak lima meteran, “we go first, maybe you wanna go with us?”
“Ooohh, no thanks, we are waiting for our friend, he has car” jawab Boby.
Mereka lalu bertukar nomor sebelum berpisah.
“Okay, see you then!” pamit bule gempal itu.
“Sampai jumpa!” pamit Brooke, pacarnya, dalam Bahasa Indonesia, “see you!”
“Eeerr... excuse me!” panggil sebuah suara ketika Janet hendak masuk ke kamar mandi.
Gadis Chinese Singapura itu menengok melihat Robert, si negro Afrika Selatan.
“Ya?”
“I also need to use bathroom, or maybe we can use it together?” tanyanya sambil tersenyum memandangi ketelanjangan Janet.
“Sure” jawab gadis itu setelah memandangi sesaat pemuda itu terutama penisnya yang setengah bangun.
Selanjutnya bisa ditebak apa yang terjadi. Robert menggenjoti vagina Janet sambil menciumi bibirnya. Kedua kaki gadis itu sudah tidak menginjak lantai dan dipegangi oleh lengan kokoh Robert yang terus menyodoki vaginanya di bawah shower. Ken dan Naoko pulang menumpang mobil Rizal, di apartemen Rizal mereka malah terlibat swinger. Rizal menggenjot Naoko di ranjang dan Faiza naik turun di pangkuan Ken di sofa. Boby dan Darren serta yang lain pulang dengan mobil Arief. Ploy dan Kania tertidur pulas di mobil, mereka masih perlu istirahat setelah bertempur habis-habisan kemarin. Semua pulang membawa kesan-kesan tersendiri dari pesta semalam.

The End
 
Gokil gokil orgynya.
Makasih hu
:tegang:

Queen of orgy kalo ane si Crystal aja :genit:
 
POST CREDIT ENDING

Lima tahun kemudian....
Pukul 15. 24

POV Vivi


“Duluan yah cik! Udah mau jemput yang gede les piano” pamit wanita bernama Ambar (30 tahun) itu sambil bangkit dari bangku taman.
“Iyah Mbar! Hati-hati yah!” balasku
Wanita berdarah Sunda itu pun meninggalkan kami di taman kompleks sambil mendorong kereta bayinya yang berisi anak keduanya yang berusia dua tahun. Ambar tinggal agak jauh dari blok kami, aku mengenalnya karena ia atau suaminya beberapa kali belanja di toko kami. Aku curiga Ambar juga termasuk wanita yang ada affair dengan Afif, si pengantar air galonan itu karena anak keduanya itu ada sedikit kemiripan dengan pria itu.
“Children!” panggilku pada keempat buah hatiku yang sedang asyik main bersama, “udah mainnya?”
“Bentar lagi ma! Belum! Dikit lagi!” berbarengan mereka satu suara masih ingin main.
“Mama gives you twenty minutes, ok?”
Mereka pun kembali bermain dengan riang, biarin deh, daripada di rumah mainnya gadget, kan tidak sehat. Ya, aku kini sudah berusia 36 tahun dan menjadi ibu dari empat anak, dua kembar perempuan dan dua laki-laki. Gilanya, secara biologis mereka berasal dari ayah yang berbeda-beda, Jena dan Jeni adalah hasil hubunganku yang sah dengan suamiku, Martin; Justin dari keponakanku, entah Darren atau Boby; Jason yang bungsu, lahir setahun setelah Justin, sempat membuatku agak shock sejak pertama kali melihatnya, feelingku mengatakan ia bukan dari bibit Martin melainkan Afif, si tukang air galon. Seiring pertumbuhannya, sepertinya memang demikian, hidung Jason tidak semancung kakak-kakaknya, agak lebar mirip Pak Afif, juga bentuk dagu dan mulutnya. Rahasia ini hanya diketahui oleh Viona, teman curhatku. Aku dan Martin menyayangi keempatnya tanpa membeda-bedakan, walau awalnya aku tidak menginginkan bibit dari si tukang air itu, namun Jason begitu lucu dan penurut sehinga memupus semua pandangan negatifku. Aku memutuskan steril setelah kelahirannya agar tidak melahirkan lagi, empat saja cukup. Kesibukanku mengurus empat anak dengan dua yang masih batita membuatku tidak pernah berhubungan gelap lagi dengan siapapun, apalagi situasinya juga tidak memungkinkan dengan rumah yang semakin ramai karena aku menyewa pembantu, orang tuaku juga kadang datang menginap di sini, selain itu mertuaku juga kini pindah di sebelah rumah. Hari-hari penuh kenakalan telah lewat, kini aku sangat menikmati kehidupanku sebagai seorang ibu dan istri. Pak Afif pun mengerti setelah kuberitahu kondisinya, ia tidak pernah memancing-mancing apalagi memaksa. Lagipula ia pasti masih punya ‘mainan’ lain selain diriku, apalagi pihak pengembang sudah membuka blok baru dan mulai banyak dihuni, yang pastinya mereka butuh pasokan air minum. Blok baru itu lebih elite dari blok-blok yang sudah ada, rumah-rumahnya lebih megah, juga membidik pangsa pasar ekspatriat, sehingga tidak heran sejak mulai dihuni tahun lalu banyak warga negara asing membeli barang di toko kami.

Aku mengecek smartphone-ku, keasyikan ngobrol dengan Ambar tadi sampai tidak tahu ada pesan WA masuk dari ciciku.
+ kita mau ke Thailand Vi jumat depan, mau titip apa gak?
-dalam rangka apa nih? Bulan madu ke-sekian? 
+ you must be shocked Vi? Ngelamar

Aku terpaku melihat jawaban itu, sejak dulu aku sudah feeling yang seperti ini bakal terjadi mengingat kenakalan mereka, akhirnya benar juga terjadi.
-Hah? Mendadak amat, siapa emang?
+ Udah ada isi sebulan, kalau nunda lagi keburu gede perutnya, si Darren, bener-bener dah tuh anak!
-waduh kecelakaan ternyata
+ iya gitu deh, si Boby juga tuh lagi pacaran sama cewek Thailand, temennya yang mau dilamar ini. Kita udah wanti2 tuh anak, kalau sampe kecelakaan kaya koko lu, tanggung sendiri semua biaya merit dll. Anak muda sekarang gaulnya kelewatan bener”

Yah ciciku tidak tahu saja, mereka bahkan menghamili aku, tante mereka, entah ada berapa banyak lagi wanita yang berhasil mereka ajak bercinta.
-ntar tinggalnya mau dimana nih udah merit? Indo? Thai?
+Ausie yah, mereka berdua kan udah kerja di sana.

Ciciku juga mengirimkan foto gadis itu berdua dengan Darren. Cantik, berambut panjang, seperti artis Korea, namanya Ploy.
-Pestanya gimana?
+Pesta yang ceweknya di sana, nanti pesta yang cowok ya di sini, kita sekarang udah mulai cari-cari ini, rusuh bener gara-gara mendadak gini.
-Oke deh, ga usah titip apa-apa deh lagi rusuh gitu mah, kita ya congrats aja deh akhirnya dapet mantu impor juga.
+ wakaka... oke deh, dah dulu, mau keluar
-ok, cu!

Dari percakapan tadi aku mendapat pelajaran bahwa kelak ketika anak sudah beranjak dewasa atau dewasa pun harus tetap perhatikan baik-baik. Mungkin tidak senakal anak-anak balita, tapi kenakalannya dalam bentuk berbeda. Aku yang pernah nakal ini kan mengalaminya, Wandi si brondong, juga dua keponakanku itu.

“Vivi!” panggil sebuah suara wanita, “aahh... lagi sama anak-anak nih!”
“Om! Tante! Sore nih!” sapaku pada sepasang suami istri tetangga yang rumahnya dekat kami, “eeii... siapa itu? cucu?” aku menghampiri mereka yang sedang berjalan di trotoar luar taman ini sambil mendorong kereta bayi.
“Iya lagi jalan-jalan sama cucu, pas bangun dianya!” jawab pria yang rambutnya sudah tipis itu.
“Eeeh lucu, rambutnya merah ya!” aku gemas sekali melihat bayi perempuan itu.
“Kan papanya bule” kata si tante.
“Oohh.. ini yang dulu merit itu kan?” aku ingat sekitar dua tahun lalu diundang ke pernikahan putri mereka dengan seorang pria bule, “Melina kan?”
“Melisa!” jawab si tante menepuk lenganku, “Melina mah masih sama kita, udah kerja dia”
“Oh iya itu, namanya mirip soalnya hehe, sekarang tinggal di mana?”
“Di Australi, sekarang lagi main ke sini”
Aku menggendong bayi blasteran itu, imut dan tidak takut pada orang asing, tidak menangis. Sampai akhirnya mereka pamitan dan berlalu. Waduh.... keasyikan ngobrol sampai lewat waktu yang dijanjikan pada anak-anak.
“Children!!” panggilku menepuk tangan, “It’s the time!”
“Udah lebih ma!” kata Jeni, mulai pintar mendebat putri besarku ini.
“Iya sori, itu kan ada engkong sama oma sebelah, basa-basi dulu” kataku, “ayo pulang, mandi!”
Si kembar masing-masing mengawal dua adik kecilnya itu yang mengayuh sepeda roda tiga. Aku berjalan di belakang mereka, senang melihat keempatnya akur begini, walau kadang ada saja pertengkaran yang bikin pusing. Begitulah suka-duka membesarkan anak. Sebuah motor gerobak melintas di jalan dari arah berlawanan dengan kami.
“Sore cik!” sapa Afif si tukang air galon dari atas jok gerobak bermotornya.
“Sore!” balasku sambil tersenyum
Aku menengok sejenak ke belakang melihat kendaraan itu menjauh ke arah blok baru. Pria itu masih setia dengan pekerjaannya sebagai pengantar air galonan walau rambutnya mulai beruban.
“Saya udah tua, keluarga juga gak punya, ga ada ambisi apa-apa lagi cik, dengan gaji sekarang hidup sendiri udah lebih dari cukup cik” katanya padaku suatu hari sehabis antar air.
“Apalagi banyak cewek di kompleks sini mau sama bapak ya? Hihihi!” godaku.
“Hahaha... itu sih rejeki sampingan cik, rejeki datang ya gak baik dong ditolak” katanya cengengesan, “emang cik lagi pengen?” tanyanya sambil memegang tanganku.
“Ssshh... saya mah udah gak lagi yah” aku menepis pelan tangannya.
“Hehe... ngerti kok cik, kalau cik butuh ya gampang cari saya aja, siap kapan aja!” katanya lalu pamit.
Sekarang ini apakah cuma mengantar air galon atau sama ‘yang lain’? Fantasiku mulai kemana-mana, aah... tidak... tidak.... kembali fokus sebagai mama dari empat anak. Aku kembali menengok ke depan membimbing keempatnya pulang ke rumah.

=========
Sepuluh menit kemudian
Sebuah rumah di blok baru



“Sore cik!” sapa Afif ketika seorang wanita muda membukakan pintu.
“Sore!” balasnya menyapa sambil membukakan gerbang.
Wanita itu bernama Liani (26 tahun), ia adalah pengantin baru yang setengah tahun lalu menempati rumah ini bersama suaminya, Albert. Semua nampak berlangsung biasa saja, Afif memarkirkan gerobak motornya di halaman lalu mengganti galon-galon kosong dengan yang terisi air hingga menerima pembayaran dari sang nyonya rumah.
“Pas yah Pak uangnya nih!” kata Liani menyodorkan uang pembayaran.
“Iyah bener, ini aja? Atau masih ada perlu yang lain lagi?” tanyanya sambil tersenyum lebar dan memandangi Liani yang saat itu memakai kaos oblong dan hotpants putih yang memamerkan paha indahnya.
Liani balas tersenyum memahami arti pertanyaan pancingan tersebut. Bisa ditebak apa yang selanjutnya terjadi.... Liani berjongkok di hadapan si pengantar air galon itu dan mengulum batang kejantanan pria itu dengan bernafsu. Digerakkannya bibir mungilnya itu maju-mundur mengulum penis bersunat itu menyebabkan Afif mendesah keras menahan kenikmatan oral seks wanita itu. Terkadang lidah Liani bermain di kepala penis mirip jamur itu dan menjilati lubang kencingnya memberi kenikmatan ekstra bagi Afif sampai tubuhnya bergetar dan tangannya tanpa sadar mendorong kepala wanita itu agar lebih dalam mengulum penisnya.
“Akhh… terus cik… sepongan cik paten bener... oohh!!!” erang Afif.
Pemandangan erotis yang luar biasa, seorang wanita high class secantik Liani mengulum penis seorang pengantar air setengah baya dengan cukup liar. Setelah sepuluh menit kurang, Afif menghentikan wanita itu mengoral penisnya sebelum orgasme duluan. Ditelanjanginya wanita itu lalu ia rebahkan di sofa. Kedua kakinya ia bentangkan sehingga terlihat vaginanya yang merah dan basah oleh lendirnya. Ditindihnya tubuh mulus itu dan tangannya membimbing penisnya ke arah bibir vagina wanita itu. Kedua tangan Liani memegang pinggul Afif dan menariknya ke arahnya, seolah-olah mengatakan ‘silakan mulai’
“Aaahh!!” desah Liani ketika penis si tukang air menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya.
Afif memagut bibir wanita itu sebelum akhirnya mulai menggerakkan pinggulnya menyodoki liang vaginanya. Liani sudah menikmati persenggamaan ini, terlihat dari desahan-desahannya saat batang penis pria itu merojok-rojok liang senggamanya. Sesaat Afif menengok ke dinding seberang sofa mereka dimana tergantung foto besar pernikahan wanita yang sedang ia setubuhi ini.
“Hehehe.... bini lu emang yahud!” katanya dalam hati menatap ke arah Albert di foto itu.
Seiring dengan desahan Liani yang semakin tidak karuan, Afif pun meningkatkan intensitas sodokannya menjadi lebih liar. Kedua payudaranya ia remas-remas dan putingnya ia jilati sambil sesekali dihisap dalam-dalam. Akhirnya Liani mendapatkan orgasmenya, kedua tangannya mencengkeram erat punggung Afif hingga mencakar kulitnya, kedua kakinya yang semula mengangkang bebas kini menjadi mendekap pinggul pria itu. Vaginanya mengeluarkan cairan bening yang menyelubungi batang penis Afif serta memberinya sensasi hangat. Pria itu masih meneruskan genjotannya sekitar lima menitan, hingga mencabut penisnya dan dikocoknya tepat di atas dada Liani
“Uuugghh!!” lenguh Afif mengejang dan menyemburkan cairan putih kental membasahi payudara dan wajah wanita itu.

=========
Keesokan harinya
Pukul 7. 18

POV Vivi

Aku tengah jogging mengelilingi blok-blok kompleks kami, kegiatan yang rutin kulakukan demi menjaga bentuk badanku bila giliran Martin yang mengantar anak-anak ke sekolah seperti hari ini. Sudah tiga putaran, keringat sudah banyak yang keluar membasahi badanku dan terasa gerah, maka kubuka resleting jaketku memperlihatkan kaos tanpa lengan dengan potongan dada rendah di baliknya, bawahnya aku memakai celana olahraga yang pendek sehingga memamerkan keindahan tubuhku, tidak heran selama jogging tadi beberapa pria memandangiku. Kupikir sudah waktunya pulang dan mandi, lalu menjalani rutinitas harian seperti biasa. Di perjalanan pulang, aku melewati depot air minum, kulihat Pak Afif sedang mengelap gerobak motornya di pekarangan. Hhmm... sekalian saja pesan air pikirku
“Pagi Pak!” sapaku
“Eh, cik Vivi!” sapanya menengok ke belakang lalu buru-buru berdiri, “joging nih?”
“Iya, mau sekalian pesan air, dua buat toko, dua buat rumah yah” kataku.
“Siap cik, siang saya antar” kata pria itu sambil memandangi tubuhku, “masih ada perlu yang lain lagi?”
“Eeerr... ga kayanya, itu aja hehehe” jawabku tapi anehnya tidak beranjak
“Bener gak ada perlu yang lain lagi?” pancingnya dengan senyum lebar.
“Iyah itu aja kok pak, pulang dulu yah!” aku berbalik dan berjalan menjauhinya.
Baru lima langkah, aku merasa ada yang kurang dan terasa berat sehingga aku berbalik lagi ke arahnya. Dan lima menit berikutnya....
“Eeemhh... nnngghhh... aaahh!!” desahku yang sudah terbaring di meja tanpa sehelai benang pun di tubuhku yang basah berkeringat.
Di ujung meja sana, Pak Afif sedang duduk sambil melumat vaginaku. Lidahnya bergerak seperti ular menyapu-nyapu dinding vaginaku hingga menyentuh klitoris. Tubuhku pun menggeliat sambil meremas payudara sendiri saat ia menghisap bagian sensitif tersebut.
"Ooohhh... terus pak.... enak sekali... terus ... ssssshh..." desahku.
Pak Afif semakin membabi-buta memburu lendir yang keluar dari vaginaku. Saat pria itu mengenyot klitorisku, aku pun melolong dengan tubuh menggelepar-gelepar di atas meja. Agaknya ia tak menghiraukannya dan terus mengulek vaginaku di mulutnya.
"Paakk... nggak kuat lagi! Ooohhhh... " desahku.
Pak Afif menjulurkan lidahnya menerobos keluar masuk liang kewanitaanku yang sudah banjir itu. Lendir yang keluar dari vaginaku cukup banyak terdengar suara seruput ketika ia menjilati dan menghisapnya. Lima tahun lebih berlalu, sepertinya ia semakin mahir memuaskan wanita

Kemudian Pak Afif bangkit berdiri menurunkan celananya. Penis bersunat itu mengacung dengan tegaknya menantang diriku. Penis yang kurindukan yang dulu sering memanjakanku, benda itu tidak kehilangan keperkasaan seiring bertambahnya usia sang pemilik.
“Siap yah cik!” kata Pak Afif menempelkan kepala penisnya di bibir vaginaku.
Aku mendesah merasakan benda itu mulai mengisi rongga vaginaku, sementara kedua tangannya meremasi pantatku.
“Ouughhh... masih legit yah cik memeknya” puji si pengantar air.
Pak Afif mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, gerakannya semakin lama semakin cepat dan mulai stabil, membuatku semakin mendesah tak karuan. Penis yang kurindukan setelah lima tahunan tidak kurasakan itu memang masih mantap.
“Aaakkkh... aaahh... aahh!!” suara desahanku memenuhi ruang depan depot air ini.
Pagi itu aku merasakan gairahku begitu meledak-ledak sampai harus melanggar komitmenku untuk tidak melakukan perselingkuhan lagi.
“I’m really sorry Tin!” kataku dalam hati mengingat suamiku, “aku khilaf, aku bener-bener lagi butuh.... ini yang terakhir... semoga!!”
Pak Afif terus menggenjot vaginaku, kedua tangan kasarnya meremasi sepasang payudaraku. Ini sungguh indah, aku tidak bisa menyangkal bahwa diriku sungguh menikmatinya. Kepuasan terlarang yang diberikan pria ini memang tak pernah terlupakan olehku yang ingin kembali merasakannya walau sudah bertekad untuk berhenti, kurasa perasaan yang sama juga dirasakan oleh wanita lain yang pernah digaulinya. Kulingkarkan kedua kaki di pinggang Pak Afif, sementara pria itu mencondongkan tubuh ke depan dan mengenyoti kedua payudaraku.
"Ohh... cik Vivi... enakk... serettt!!" ceracau Pak Afif terus mengocok vaginaku maju mundur dan akupun semakin menikmatinya.
Setelah seperempat jam, aku akhirnya mengejang dan menyemburkan cairan kewanitaan. Untuk beberapa saat Pak Afif menghentikan gerakannya dan memeluk erat tubuhku sambil melumat bibirku, penisnya yang masih keras itu tetap menancap di vaginaku. Aku benar-benar menikmati orgasme ini, mataku terpejam sambil membalas permainan lidahnya. Ia baru mulai menggenjotku lagi setelah gelombang orgasme itu menyurut. Kali ini kedua pahaku ia naikkan ke pundaknya yang kokoh sehingga pantatku sedikit terangkat dari meja. Ia semakin gencar menyodok vaginaku, gerakannya semakin cepat hingga akhirnya aku kembali mencapai orgasme berikutnya sedangkan ia masih saja menggenjot vaginaku. Aku harus mengakui keperkasaannya, ia masih sanggup bertahan lama menggauliku setelah memberiku multi orgasme.
"Akhh.." Pak Afif mengerang panjang sambil mencabut penisnya
Ia buru-buru ke samping badanku dan creett... crett.. cairan putih kental dengan aroma tajam bercipratan membasahi wajah dan dadaku. Kuraih batang penis itu, kujilat dan kuhisap, semburan sperma yang kian melemah masuk ke mulutku. Sejurus kemudian suasana di ruangan ini hening, hanya terdengar deru nafas kami yang tersengal-sengal. Aku mengusap cairan kental itu pada payudara dan wajahku. Melelahkan, namun kepuasakan yang kurasakan luar biasa. Aku berharap semoga ini terakhir kalinya aku melakukan hubungan terlarang ini, semoga... semoga tidak khilaf lagi hari-hari seterusnya.

THE END

THE END
 
walah si afif, tebar bibit gile... 1 komplek mungkin banyak saudara 1 ayah beda2 ibu... gimana kalo ada yg saling naksir ya itu anak2 ntar gedenya
 
POST CREDIT ENDING

Lima tahun kemudian....
Pukul 15. 24

POV Vivi


“Duluan yah cik! Udah mau jemput yang gede les piano” pamit wanita bernama Ambar (30 tahun) itu sambil bangkit dari bangku taman.
“Iyah Mbar! Hati-hati yah!” balasku
Wanita berdarah Sunda itu pun meninggalkan kami di taman kompleks sambil mendorong kereta bayinya yang berisi anak keduanya yang berusia dua tahun. Ambar tinggal agak jauh dari blok kami, aku mengenalnya karena ia atau suaminya beberapa kali belanja di toko kami. Aku curiga Ambar juga termasuk wanita yang ada affair dengan Afif, si pengantar air galonan itu karena anak keduanya itu ada sedikit kemiripan dengan pria itu.
“Children!” panggilku pada keempat buah hatiku yang sedang asyik main bersama, “udah mainnya?”
“Bentar lagi ma! Belum! Dikit lagi!” berbarengan mereka satu suara masih ingin main.
“Mama gives you twenty minutes, ok?”
Mereka pun kembali bermain dengan riang, biarin deh, daripada di rumah mainnya gadget, kan tidak sehat. Ya, aku kini sudah berusia 36 tahun dan menjadi ibu dari empat anak, dua kembar perempuan dan dua laki-laki. Gilanya, secara biologis mereka berasal dari ayah yang berbeda-beda, Jena dan Jeni adalah hasil hubunganku yang sah dengan suamiku, Martin; Justin dari keponakanku, entah Darren atau Boby; Jason yang bungsu, lahir setahun setelah Justin, sempat membuatku agak shock sejak pertama kali melihatnya, feelingku mengatakan ia bukan dari bibit Martin melainkan Afif, si tukang air galon. Seiring pertumbuhannya, sepertinya memang demikian, hidung Jason tidak semancung kakak-kakaknya, agak lebar mirip Pak Afif, juga bentuk dagu dan mulutnya. Rahasia ini hanya diketahui oleh Viona, teman curhatku. Aku dan Martin menyayangi keempatnya tanpa membeda-bedakan, walau awalnya aku tidak menginginkan bibit dari si tukang air itu, namun Jason begitu lucu dan penurut sehinga memupus semua pandangan negatifku. Aku memutuskan steril setelah kelahirannya agar tidak melahirkan lagi, empat saja cukup. Kesibukanku mengurus empat anak dengan dua yang masih batita membuatku tidak pernah berhubungan gelap lagi dengan siapapun, apalagi situasinya juga tidak memungkinkan dengan rumah yang semakin ramai karena aku menyewa pembantu, orang tuaku juga kadang datang menginap di sini, selain itu mertuaku juga kini pindah di sebelah rumah. Hari-hari penuh kenakalan telah lewat, kini aku sangat menikmati kehidupanku sebagai seorang ibu dan istri. Pak Afif pun mengerti setelah kuberitahu kondisinya, ia tidak pernah memancing-mancing apalagi memaksa. Lagipula ia pasti masih punya ‘mainan’ lain selain diriku, apalagi pihak pengembang sudah membuka blok baru dan mulai banyak dihuni, yang pastinya mereka butuh pasokan air minum. Blok baru itu lebih elite dari blok-blok yang sudah ada, rumah-rumahnya lebih megah, juga membidik pangsa pasar ekspatriat, sehingga tidak heran sejak mulai dihuni tahun lalu banyak warga negara asing membeli barang di toko kami.

Aku mengecek smartphone-ku, keasyikan ngobrol dengan Ambar tadi sampai tidak tahu ada pesan WA masuk dari ciciku.
+ kita mau ke Thailand Vi jumat depan, mau titip apa gak?
-dalam rangka apa nih? Bulan madu ke-sekian? 
+ you must be shocked Vi? Ngelamar

Aku terpaku melihat jawaban itu, sejak dulu aku sudah feeling yang seperti ini bakal terjadi mengingat kenakalan mereka, akhirnya benar juga terjadi.
-Hah? Mendadak amat, siapa emang?
+ Udah ada isi sebulan, kalau nunda lagi keburu gede perutnya, si Darren, bener-bener dah tuh anak!
-waduh kecelakaan ternyata
+ iya gitu deh, si Boby juga tuh lagi pacaran sama cewek Thailand, temennya yang mau dilamar ini. Kita udah wanti2 tuh anak, kalau sampe kecelakaan kaya koko lu, tanggung sendiri semua biaya merit dll. Anak muda sekarang gaulnya kelewatan bener”

Yah ciciku tidak tahu saja, mereka bahkan menghamili aku, tante mereka, entah ada berapa banyak lagi wanita yang berhasil mereka ajak bercinta.
-ntar tinggalnya mau dimana nih udah merit? Indo? Thai?
+Ausie yah, mereka berdua kan udah kerja di sana.

Ciciku juga mengirimkan foto gadis itu berdua dengan Darren. Cantik, berambut panjang, seperti artis Korea, namanya Ploy.
-Pestanya gimana?
+Pesta yang ceweknya di sana, nanti pesta yang cowok ya di sini, kita sekarang udah mulai cari-cari ini, rusuh bener gara-gara mendadak gini.
-Oke deh, ga usah titip apa-apa deh lagi rusuh gitu mah, kita ya congrats aja deh akhirnya dapet mantu impor juga.
+ wakaka... oke deh, dah dulu, mau keluar
-ok, cu!

Dari percakapan tadi aku mendapat pelajaran bahwa kelak ketika anak sudah beranjak dewasa atau dewasa pun harus tetap perhatikan baik-baik. Mungkin tidak senakal anak-anak balita, tapi kenakalannya dalam bentuk berbeda. Aku yang pernah nakal ini kan mengalaminya, Wandi si brondong, juga dua keponakanku itu.

“Vivi!” panggil sebuah suara wanita, “aahh... lagi sama anak-anak nih!”
“Om! Tante! Sore nih!” sapaku pada sepasang suami istri tetangga yang rumahnya dekat kami, “eeii... siapa itu? cucu?” aku menghampiri mereka yang sedang berjalan di trotoar luar taman ini sambil mendorong kereta bayi.
“Iya lagi jalan-jalan sama cucu, pas bangun dianya!” jawab pria yang rambutnya sudah tipis itu.
“Eeeh lucu, rambutnya merah ya!” aku gemas sekali melihat bayi perempuan itu.
“Kan papanya bule” kata si tante.
“Oohh.. ini yang dulu merit itu kan?” aku ingat sekitar dua tahun lalu diundang ke pernikahan putri mereka dengan seorang pria bule, “Melina kan?”
“Melisa!” jawab si tante menepuk lenganku, “Melina mah masih sama kita, udah kerja dia”
“Oh iya itu, namanya mirip soalnya hehe, sekarang tinggal di mana?”
“Di Australi, sekarang lagi main ke sini”
Aku menggendong bayi blasteran itu, imut dan tidak takut pada orang asing, tidak menangis. Sampai akhirnya mereka pamitan dan berlalu. Waduh.... keasyikan ngobrol sampai lewat waktu yang dijanjikan pada anak-anak.
“Children!!” panggilku menepuk tangan, “It’s the time!”
“Udah lebih ma!” kata Jeni, mulai pintar mendebat putri besarku ini.
“Iya sori, itu kan ada engkong sama oma sebelah, basa-basi dulu” kataku, “ayo pulang, mandi!”
Si kembar masing-masing mengawal dua adik kecilnya itu yang mengayuh sepeda roda tiga. Aku berjalan di belakang mereka, senang melihat keempatnya akur begini, walau kadang ada saja pertengkaran yang bikin pusing. Begitulah suka-duka membesarkan anak. Sebuah motor gerobak melintas di jalan dari arah berlawanan dengan kami.
“Sore cik!” sapa Afif si tukang air galon dari atas jok gerobak bermotornya.
“Sore!” balasku sambil tersenyum
Aku menengok sejenak ke belakang melihat kendaraan itu menjauh ke arah blok baru. Pria itu masih setia dengan pekerjaannya sebagai pengantar air galonan walau rambutnya mulai beruban.
“Saya udah tua, keluarga juga gak punya, ga ada ambisi apa-apa lagi cik, dengan gaji sekarang hidup sendiri udah lebih dari cukup cik” katanya padaku suatu hari sehabis antar air.
“Apalagi banyak cewek di kompleks sini mau sama bapak ya? Hihihi!” godaku.
“Hahaha... itu sih rejeki sampingan cik, rejeki datang ya gak baik dong ditolak” katanya cengengesan, “emang cik lagi pengen?” tanyanya sambil memegang tanganku.
“Ssshh... saya mah udah gak lagi yah” aku menepis pelan tangannya.
“Hehe... ngerti kok cik, kalau cik butuh ya gampang cari saya aja, siap kapan aja!” katanya lalu pamit.
Sekarang ini apakah cuma mengantar air galon atau sama ‘yang lain’? Fantasiku mulai kemana-mana, aah... tidak... tidak.... kembali fokus sebagai mama dari empat anak. Aku kembali menengok ke depan membimbing keempatnya pulang ke rumah.

=========
Sepuluh menit kemudian
Sebuah rumah di blok baru



“Sore cik!” sapa Afif ketika seorang wanita muda membukakan pintu.
“Sore!” balasnya menyapa sambil membukakan gerbang.
Wanita itu bernama Liani (26 tahun), ia adalah pengantin baru yang setengah tahun lalu menempati rumah ini bersama suaminya, Albert. Semua nampak berlangsung biasa saja, Afif memarkirkan gerobak motornya di halaman lalu mengganti galon-galon kosong dengan yang terisi air hingga menerima pembayaran dari sang nyonya rumah.
“Pas yah Pak uangnya nih!” kata Liani menyodorkan uang pembayaran.
“Iyah bener, ini aja? Atau masih ada perlu yang lain lagi?” tanyanya sambil tersenyum lebar dan memandangi Liani yang saat itu memakai kaos oblong dan hotpants putih yang memamerkan paha indahnya.
Liani balas tersenyum memahami arti pertanyaan pancingan tersebut. Bisa ditebak apa yang selanjutnya terjadi.... Liani berjongkok di hadapan si pengantar air galon itu dan mengulum batang kejantanan pria itu dengan bernafsu. Digerakkannya bibir mungilnya itu maju-mundur mengulum penis bersunat itu menyebabkan Afif mendesah keras menahan kenikmatan oral seks wanita itu. Terkadang lidah Liani bermain di kepala penis mirip jamur itu dan menjilati lubang kencingnya memberi kenikmatan ekstra bagi Afif sampai tubuhnya bergetar dan tangannya tanpa sadar mendorong kepala wanita itu agar lebih dalam mengulum penisnya.
“Akhh… terus cik… sepongan cik paten bener... oohh!!!” erang Afif.
Pemandangan erotis yang luar biasa, seorang wanita high class secantik Liani mengulum penis seorang pengantar air setengah baya dengan cukup liar. Setelah sepuluh menit kurang, Afif menghentikan wanita itu mengoral penisnya sebelum orgasme duluan. Ditelanjanginya wanita itu lalu ia rebahkan di sofa. Kedua kakinya ia bentangkan sehingga terlihat vaginanya yang merah dan basah oleh lendirnya. Ditindihnya tubuh mulus itu dan tangannya membimbing penisnya ke arah bibir vagina wanita itu. Kedua tangan Liani memegang pinggul Afif dan menariknya ke arahnya, seolah-olah mengatakan ‘silakan mulai’
“Aaahh!!” desah Liani ketika penis si tukang air menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya.
Afif memagut bibir wanita itu sebelum akhirnya mulai menggerakkan pinggulnya menyodoki liang vaginanya. Liani sudah menikmati persenggamaan ini, terlihat dari desahan-desahannya saat batang penis pria itu merojok-rojok liang senggamanya. Sesaat Afif menengok ke dinding seberang sofa mereka dimana tergantung foto besar pernikahan wanita yang sedang ia setubuhi ini.
“Hehehe.... bini lu emang yahud!” katanya dalam hati menatap ke arah Albert di foto itu.
Seiring dengan desahan Liani yang semakin tidak karuan, Afif pun meningkatkan intensitas sodokannya menjadi lebih liar. Kedua payudaranya ia remas-remas dan putingnya ia jilati sambil sesekali dihisap dalam-dalam. Akhirnya Liani mendapatkan orgasmenya, kedua tangannya mencengkeram erat punggung Afif hingga mencakar kulitnya, kedua kakinya yang semula mengangkang bebas kini menjadi mendekap pinggul pria itu. Vaginanya mengeluarkan cairan bening yang menyelubungi batang penis Afif serta memberinya sensasi hangat. Pria itu masih meneruskan genjotannya sekitar lima menitan, hingga mencabut penisnya dan dikocoknya tepat di atas dada Liani
“Uuugghh!!” lenguh Afif mengejang dan menyemburkan cairan putih kental membasahi payudara dan wajah wanita itu.

=========
Keesokan harinya
Pukul 7. 18

POV Vivi

Aku tengah jogging mengelilingi blok-blok kompleks kami, kegiatan yang rutin kulakukan demi menjaga bentuk badanku bila giliran Martin yang mengantar anak-anak ke sekolah seperti hari ini. Sudah tiga putaran, keringat sudah banyak yang keluar membasahi badanku dan terasa gerah, maka kubuka resleting jaketku memperlihatkan kaos tanpa lengan dengan potongan dada rendah di baliknya, bawahnya aku memakai celana olahraga yang pendek sehingga memamerkan keindahan tubuhku, tidak heran selama jogging tadi beberapa pria memandangiku. Kupikir sudah waktunya pulang dan mandi, lalu menjalani rutinitas harian seperti biasa. Di perjalanan pulang, aku melewati depot air minum, kulihat Pak Afif sedang mengelap gerobak motornya di pekarangan. Hhmm... sekalian saja pesan air pikirku
“Pagi Pak!” sapaku
“Eh, cik Vivi!” sapanya menengok ke belakang lalu buru-buru berdiri, “joging nih?”
“Iya, mau sekalian pesan air, dua buat toko, dua buat rumah yah” kataku.
“Siap cik, siang saya antar” kata pria itu sambil memandangi tubuhku, “masih ada perlu yang lain lagi?”
“Eeerr... ga kayanya, itu aja hehehe” jawabku tapi anehnya tidak beranjak
“Bener gak ada perlu yang lain lagi?” pancingnya dengan senyum lebar.
“Iyah itu aja kok pak, pulang dulu yah!” aku berbalik dan berjalan menjauhinya.
Baru lima langkah, aku merasa ada yang kurang dan terasa berat sehingga aku berbalik lagi ke arahnya. Dan lima menit berikutnya....
“Eeemhh... nnngghhh... aaahh!!” desahku yang sudah terbaring di meja tanpa sehelai benang pun di tubuhku yang basah berkeringat.
Di ujung meja sana, Pak Afif sedang duduk sambil melumat vaginaku. Lidahnya bergerak seperti ular menyapu-nyapu dinding vaginaku hingga menyentuh klitoris. Tubuhku pun menggeliat sambil meremas payudara sendiri saat ia menghisap bagian sensitif tersebut.
"Ooohhh... terus pak.... enak sekali... terus ... ssssshh..." desahku.
Pak Afif semakin membabi-buta memburu lendir yang keluar dari vaginaku. Saat pria itu mengenyot klitorisku, aku pun melolong dengan tubuh menggelepar-gelepar di atas meja. Agaknya ia tak menghiraukannya dan terus mengulek vaginaku di mulutnya.
"Paakk... nggak kuat lagi! Ooohhhh... " desahku.
Pak Afif menjulurkan lidahnya menerobos keluar masuk liang kewanitaanku yang sudah banjir itu. Lendir yang keluar dari vaginaku cukup banyak terdengar suara seruput ketika ia menjilati dan menghisapnya. Lima tahun lebih berlalu, sepertinya ia semakin mahir memuaskan wanita

Kemudian Pak Afif bangkit berdiri menurunkan celananya. Penis bersunat itu mengacung dengan tegaknya menantang diriku. Penis yang kurindukan yang dulu sering memanjakanku, benda itu tidak kehilangan keperkasaan seiring bertambahnya usia sang pemilik.
“Siap yah cik!” kata Pak Afif menempelkan kepala penisnya di bibir vaginaku.
Aku mendesah merasakan benda itu mulai mengisi rongga vaginaku, sementara kedua tangannya meremasi pantatku.
“Ouughhh... masih legit yah cik memeknya” puji si pengantar air.
Pak Afif mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, gerakannya semakin lama semakin cepat dan mulai stabil, membuatku semakin mendesah tak karuan. Penis yang kurindukan setelah lima tahunan tidak kurasakan itu memang masih mantap.
“Aaakkkh... aaahh... aahh!!” suara desahanku memenuhi ruang depan depot air ini.
Pagi itu aku merasakan gairahku begitu meledak-ledak sampai harus melanggar komitmenku untuk tidak melakukan perselingkuhan lagi.
“I’m really sorry Tin!” kataku dalam hati mengingat suamiku, “aku khilaf, aku bener-bener lagi butuh.... ini yang terakhir... semoga!!”
Pak Afif terus menggenjot vaginaku, kedua tangan kasarnya meremasi sepasang payudaraku. Ini sungguh indah, aku tidak bisa menyangkal bahwa diriku sungguh menikmatinya. Kepuasan terlarang yang diberikan pria ini memang tak pernah terlupakan olehku yang ingin kembali merasakannya walau sudah bertekad untuk berhenti, kurasa perasaan yang sama juga dirasakan oleh wanita lain yang pernah digaulinya. Kulingkarkan kedua kaki di pinggang Pak Afif, sementara pria itu mencondongkan tubuh ke depan dan mengenyoti kedua payudaraku.
"Ohh... cik Vivi... enakk... serettt!!" ceracau Pak Afif terus mengocok vaginaku maju mundur dan akupun semakin menikmatinya.
Setelah seperempat jam, aku akhirnya mengejang dan menyemburkan cairan kewanitaan. Untuk beberapa saat Pak Afif menghentikan gerakannya dan memeluk erat tubuhku sambil melumat bibirku, penisnya yang masih keras itu tetap menancap di vaginaku. Aku benar-benar menikmati orgasme ini, mataku terpejam sambil membalas permainan lidahnya. Ia baru mulai menggenjotku lagi setelah gelombang orgasme itu menyurut. Kali ini kedua pahaku ia naikkan ke pundaknya yang kokoh sehingga pantatku sedikit terangkat dari meja. Ia semakin gencar menyodok vaginaku, gerakannya semakin cepat hingga akhirnya aku kembali mencapai orgasme berikutnya sedangkan ia masih saja menggenjot vaginaku. Aku harus mengakui keperkasaannya, ia masih sanggup bertahan lama menggauliku setelah memberiku multi orgasme.
"Akhh.." Pak Afif mengerang panjang sambil mencabut penisnya
Ia buru-buru ke samping badanku dan creett... crett.. cairan putih kental dengan aroma tajam bercipratan membasahi wajah dan dadaku. Kuraih batang penis itu, kujilat dan kuhisap, semburan sperma yang kian melemah masuk ke mulutku. Sejurus kemudian suasana di ruangan ini hening, hanya terdengar deru nafas kami yang tersengal-sengal. Aku mengusap cairan kental itu pada payudara dan wajahku. Melelahkan, namun kepuasakan yang kurasakan luar biasa. Aku berharap semoga ini terakhir kalinya aku melakukan hubungan terlarang ini, semoga... semoga tidak khilaf lagi hari-hari seterusnya.

THE END

THE END
[/QUOTE
POST CREDIT ENDING

Lima tahun kemudian....
Pukul 15. 24

POV Vivi


“Duluan yah cik! Udah mau jemput yang gede les piano” pamit wanita bernama Ambar (30 tahun) itu sambil bangkit dari bangku taman.
“Iyah Mbar! Hati-hati yah!” balasku
Wanita berdarah Sunda itu pun meninggalkan kami di taman kompleks sambil mendorong kereta bayinya yang berisi anak keduanya yang berusia dua tahun. Ambar tinggal agak jauh dari blok kami, aku mengenalnya karena ia atau suaminya beberapa kali belanja di toko kami. Aku curiga Ambar juga termasuk wanita yang ada affair dengan Afif, si pengantar air galonan itu karena anak keduanya itu ada sedikit kemiripan dengan pria itu.
“Children!” panggilku pada keempat buah hatiku yang sedang asyik main bersama, “udah mainnya?”
“Bentar lagi ma! Belum! Dikit lagi!” berbarengan mereka satu suara masih ingin main.
“Mama gives you twenty minutes, ok?”
Mereka pun kembali bermain dengan riang, biarin deh, daripada di rumah mainnya gadget, kan tidak sehat. Ya, aku kini sudah berusia 36 tahun dan menjadi ibu dari empat anak, dua kembar perempuan dan dua laki-laki. Gilanya, secara biologis mereka berasal dari ayah yang berbeda-beda, Jena dan Jeni adalah hasil hubunganku yang sah dengan suamiku, Martin; Justin dari keponakanku, entah Darren atau Boby; Jason yang bungsu, lahir setahun setelah Justin, sempat membuatku agak shock sejak pertama kali melihatnya, feelingku mengatakan ia bukan dari bibit Martin melainkan Afif, si tukang air galon. Seiring pertumbuhannya, sepertinya memang demikian, hidung Jason tidak semancung kakak-kakaknya, agak lebar mirip Pak Afif, juga bentuk dagu dan mulutnya. Rahasia ini hanya diketahui oleh Viona, teman curhatku. Aku dan Martin menyayangi keempatnya tanpa membeda-bedakan, walau awalnya aku tidak menginginkan bibit dari si tukang air itu, namun Jason begitu lucu dan penurut sehinga memupus semua pandangan negatifku. Aku memutuskan steril setelah kelahirannya agar tidak melahirkan lagi, empat saja cukup. Kesibukanku mengurus empat anak dengan dua yang masih batita membuatku tidak pernah berhubungan gelap lagi dengan siapapun, apalagi situasinya juga tidak memungkinkan dengan rumah yang semakin ramai karena aku menyewa pembantu, orang tuaku juga kadang datang menginap di sini, selain itu mertuaku juga kini pindah di sebelah rumah. Hari-hari penuh kenakalan telah lewat, kini aku sangat menikmati kehidupanku sebagai seorang ibu dan istri. Pak Afif pun mengerti setelah kuberitahu kondisinya, ia tidak pernah memancing-mancing apalagi memaksa. Lagipula ia pasti masih punya ‘mainan’ lain selain diriku, apalagi pihak pengembang sudah membuka blok baru dan mulai banyak dihuni, yang pastinya mereka butuh pasokan air minum. Blok baru itu lebih elite dari blok-blok yang sudah ada, rumah-rumahnya lebih megah, juga membidik pangsa pasar ekspatriat, sehingga tidak heran sejak mulai dihuni tahun lalu banyak warga negara asing membeli barang di toko kami.

Aku mengecek smartphone-ku, keasyikan ngobrol dengan Ambar tadi sampai tidak tahu ada pesan WA masuk dari ciciku.
+ kita mau ke Thailand Vi jumat depan, mau titip apa gak?
-dalam rangka apa nih? Bulan madu ke-sekian? 
+ you must be shocked Vi? Ngelamar

Aku terpaku melihat jawaban itu, sejak dulu aku sudah feeling yang seperti ini bakal terjadi mengingat kenakalan mereka, akhirnya benar juga terjadi.
-Hah? Mendadak amat, siapa emang?
+ Udah ada isi sebulan, kalau nunda lagi keburu gede perutnya, si Darren, bener-bener dah tuh anak!
-waduh kecelakaan ternyata
+ iya gitu deh, si Boby juga tuh lagi pacaran sama cewek Thailand, temennya yang mau dilamar ini. Kita udah wanti2 tuh anak, kalau sampe kecelakaan kaya koko lu, tanggung sendiri semua biaya merit dll. Anak muda sekarang gaulnya kelewatan bener”

Yah ciciku tidak tahu saja, mereka bahkan menghamili aku, tante mereka, entah ada berapa banyak lagi wanita yang berhasil mereka ajak bercinta.
-ntar tinggalnya mau dimana nih udah merit? Indo? Thai?
+Ausie yah, mereka berdua kan udah kerja di sana.

Ciciku juga mengirimkan foto gadis itu berdua dengan Darren. Cantik, berambut panjang, seperti artis Korea, namanya Ploy.
-Pestanya gimana?
+Pesta yang ceweknya di sana, nanti pesta yang cowok ya di sini, kita sekarang udah mulai cari-cari ini, rusuh bener gara-gara mendadak gini.
-Oke deh, ga usah titip apa-apa deh lagi rusuh gitu mah, kita ya congrats aja deh akhirnya dapet mantu impor juga.
+ wakaka... oke deh, dah dulu, mau keluar
-ok, cu!

Dari percakapan tadi aku mendapat pelajaran bahwa kelak ketika anak sudah beranjak dewasa atau dewasa pun harus tetap perhatikan baik-baik. Mungkin tidak senakal anak-anak balita, tapi kenakalannya dalam bentuk berbeda. Aku yang pernah nakal ini kan mengalaminya, Wandi si brondong, juga dua keponakanku itu.

“Vivi!” panggil sebuah suara wanita, “aahh... lagi sama anak-anak nih!”
“Om! Tante! Sore nih!” sapaku pada sepasang suami istri tetangga yang rumahnya dekat kami, “eeii... siapa itu? cucu?” aku menghampiri mereka yang sedang berjalan di trotoar luar taman ini sambil mendorong kereta bayi.
“Iya lagi jalan-jalan sama cucu, pas bangun dianya!” jawab pria yang rambutnya sudah tipis itu.
“Eeeh lucu, rambutnya merah ya!” aku gemas sekali melihat bayi perempuan itu.
“Kan papanya bule” kata si tante.
“Oohh.. ini yang dulu merit itu kan?” aku ingat sekitar dua tahun lalu diundang ke pernikahan putri mereka dengan seorang pria bule, “Melina kan?”
“Melisa!” jawab si tante menepuk lenganku, “Melina mah masih sama kita, udah kerja dia”
“Oh iya itu, namanya mirip soalnya hehe, sekarang tinggal di mana?”
“Di Australi, sekarang lagi main ke sini”
Aku menggendong bayi blasteran itu, imut dan tidak takut pada orang asing, tidak menangis. Sampai akhirnya mereka pamitan dan berlalu. Waduh.... keasyikan ngobrol sampai lewat waktu yang dijanjikan pada anak-anak.
“Children!!” panggilku menepuk tangan, “It’s the time!”
“Udah lebih ma!” kata Jeni, mulai pintar mendebat putri besarku ini.
“Iya sori, itu kan ada engkong sama oma sebelah, basa-basi dulu” kataku, “ayo pulang, mandi!”
Si kembar masing-masing mengawal dua adik kecilnya itu yang mengayuh sepeda roda tiga. Aku berjalan di belakang mereka, senang melihat keempatnya akur begini, walau kadang ada saja pertengkaran yang bikin pusing. Begitulah suka-duka membesarkan anak. Sebuah motor gerobak melintas di jalan dari arah berlawanan dengan kami.
“Sore cik!” sapa Afif si tukang air galon dari atas jok gerobak bermotornya.
“Sore!” balasku sambil tersenyum
Aku menengok sejenak ke belakang melihat kendaraan itu menjauh ke arah blok baru. Pria itu masih setia dengan pekerjaannya sebagai pengantar air galonan walau rambutnya mulai beruban.
“Saya udah tua, keluarga juga gak punya, ga ada ambisi apa-apa lagi cik, dengan gaji sekarang hidup sendiri udah lebih dari cukup cik” katanya padaku suatu hari sehabis antar air.
“Apalagi banyak cewek di kompleks sini mau sama bapak ya? Hihihi!” godaku.
“Hahaha... itu sih rejeki sampingan cik, rejeki datang ya gak baik dong ditolak” katanya cengengesan, “emang cik lagi pengen?” tanyanya sambil memegang tanganku.
“Ssshh... saya mah udah gak lagi yah” aku menepis pelan tangannya.
“Hehe... ngerti kok cik, kalau cik butuh ya gampang cari saya aja, siap kapan aja!” katanya lalu pamit.
Sekarang ini apakah cuma mengantar air galon atau sama ‘yang lain’? Fantasiku mulai kemana-mana, aah... tidak... tidak.... kembali fokus sebagai mama dari empat anak. Aku kembali menengok ke depan membimbing keempatnya pulang ke rumah.

=========
Sepuluh menit kemudian
Sebuah rumah di blok baru



“Sore cik!” sapa Afif ketika seorang wanita muda membukakan pintu.
“Sore!” balasnya menyapa sambil membukakan gerbang.
Wanita itu bernama Liani (26 tahun), ia adalah pengantin baru yang setengah tahun lalu menempati rumah ini bersama suaminya, Albert. Semua nampak berlangsung biasa saja, Afif memarkirkan gerobak motornya di halaman lalu mengganti galon-galon kosong dengan yang terisi air hingga menerima pembayaran dari sang nyonya rumah.
“Pas yah Pak uangnya nih!” kata Liani menyodorkan uang pembayaran.
“Iyah bener, ini aja? Atau masih ada perlu yang lain lagi?” tanyanya sambil tersenyum lebar dan memandangi Liani yang saat itu memakai kaos oblong dan hotpants putih yang memamerkan paha indahnya.
Liani balas tersenyum memahami arti pertanyaan pancingan tersebut. Bisa ditebak apa yang selanjutnya terjadi.... Liani berjongkok di hadapan si pengantar air galon itu dan mengulum batang kejantanan pria itu dengan bernafsu. Digerakkannya bibir mungilnya itu maju-mundur mengulum penis bersunat itu menyebabkan Afif mendesah keras menahan kenikmatan oral seks wanita itu. Terkadang lidah Liani bermain di kepala penis mirip jamur itu dan menjilati lubang kencingnya memberi kenikmatan ekstra bagi Afif sampai tubuhnya bergetar dan tangannya tanpa sadar mendorong kepala wanita itu agar lebih dalam mengulum penisnya.
“Akhh… terus cik… sepongan cik paten bener... oohh!!!” erang Afif.
Pemandangan erotis yang luar biasa, seorang wanita high class secantik Liani mengulum penis seorang pengantar air setengah baya dengan cukup liar. Setelah sepuluh menit kurang, Afif menghentikan wanita itu mengoral penisnya sebelum orgasme duluan. Ditelanjanginya wanita itu lalu ia rebahkan di sofa. Kedua kakinya ia bentangkan sehingga terlihat vaginanya yang merah dan basah oleh lendirnya. Ditindihnya tubuh mulus itu dan tangannya membimbing penisnya ke arah bibir vagina wanita itu. Kedua tangan Liani memegang pinggul Afif dan menariknya ke arahnya, seolah-olah mengatakan ‘silakan mulai’
“Aaahh!!” desah Liani ketika penis si tukang air menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya.
Afif memagut bibir wanita itu sebelum akhirnya mulai menggerakkan pinggulnya menyodoki liang vaginanya. Liani sudah menikmati persenggamaan ini, terlihat dari desahan-desahannya saat batang penis pria itu merojok-rojok liang senggamanya. Sesaat Afif menengok ke dinding seberang sofa mereka dimana tergantung foto besar pernikahan wanita yang sedang ia setubuhi ini.
“Hehehe.... bini lu emang yahud!” katanya dalam hati menatap ke arah Albert di foto itu.
Seiring dengan desahan Liani yang semakin tidak karuan, Afif pun meningkatkan intensitas sodokannya menjadi lebih liar. Kedua payudaranya ia remas-remas dan putingnya ia jilati sambil sesekali dihisap dalam-dalam. Akhirnya Liani mendapatkan orgasmenya, kedua tangannya mencengkeram erat punggung Afif hingga mencakar kulitnya, kedua kakinya yang semula mengangkang bebas kini menjadi mendekap pinggul pria itu. Vaginanya mengeluarkan cairan bening yang menyelubungi batang penis Afif serta memberinya sensasi hangat. Pria itu masih meneruskan genjotannya sekitar lima menitan, hingga mencabut penisnya dan dikocoknya tepat di atas dada Liani
“Uuugghh!!” lenguh Afif mengejang dan menyemburkan cairan putih kental membasahi payudara dan wajah wanita itu.

=========
Keesokan harinya
Pukul 7. 18

POV Vivi

Aku tengah jogging mengelilingi blok-blok kompleks kami, kegiatan yang rutin kulakukan demi menjaga bentuk badanku bila giliran Martin yang mengantar anak-anak ke sekolah seperti hari ini. Sudah tiga putaran, keringat sudah banyak yang keluar membasahi badanku dan terasa gerah, maka kubuka resleting jaketku memperlihatkan kaos tanpa lengan dengan potongan dada rendah di baliknya, bawahnya aku memakai celana olahraga yang pendek sehingga memamerkan keindahan tubuhku, tidak heran selama jogging tadi beberapa pria memandangiku. Kupikir sudah waktunya pulang dan mandi, lalu menjalani rutinitas harian seperti biasa. Di perjalanan pulang, aku melewati depot air minum, kulihat Pak Afif sedang mengelap gerobak motornya di pekarangan. Hhmm... sekalian saja pesan air pikirku
“Pagi Pak!” sapaku
“Eh, cik Vivi!” sapanya menengok ke belakang lalu buru-buru berdiri, “joging nih?”
“Iya, mau sekalian pesan air, dua buat toko, dua buat rumah yah” kataku.
“Siap cik, siang saya antar” kata pria itu sambil memandangi tubuhku, “masih ada perlu yang lain lagi?”
“Eeerr... ga kayanya, itu aja hehehe” jawabku tapi anehnya tidak beranjak
“Bener gak ada perlu yang lain lagi?” pancingnya dengan senyum lebar.
“Iyah itu aja kok pak, pulang dulu yah!” aku berbalik dan berjalan menjauhinya.
Baru lima langkah, aku merasa ada yang kurang dan terasa berat sehingga aku berbalik lagi ke arahnya. Dan lima menit berikutnya....
“Eeemhh... nnngghhh... aaahh!!” desahku yang sudah terbaring di meja tanpa sehelai benang pun di tubuhku yang basah berkeringat.
Di ujung meja sana, Pak Afif sedang duduk sambil melumat vaginaku. Lidahnya bergerak seperti ular menyapu-nyapu dinding vaginaku hingga menyentuh klitoris. Tubuhku pun menggeliat sambil meremas payudara sendiri saat ia menghisap bagian sensitif tersebut.
"Ooohhh... terus pak.... enak sekali... terus ... ssssshh..." desahku.
Pak Afif semakin membabi-buta memburu lendir yang keluar dari vaginaku. Saat pria itu mengenyot klitorisku, aku pun melolong dengan tubuh menggelepar-gelepar di atas meja. Agaknya ia tak menghiraukannya dan terus mengulek vaginaku di mulutnya.
"Paakk... nggak kuat lagi! Ooohhhh... " desahku.
Pak Afif menjulurkan lidahnya menerobos keluar masuk liang kewanitaanku yang sudah banjir itu. Lendir yang keluar dari vaginaku cukup banyak terdengar suara seruput ketika ia menjilati dan menghisapnya. Lima tahun lebih berlalu, sepertinya ia semakin mahir memuaskan wanita

Kemudian Pak Afif bangkit berdiri menurunkan celananya. Penis bersunat itu mengacung dengan tegaknya menantang diriku. Penis yang kurindukan yang dulu sering memanjakanku, benda itu tidak kehilangan keperkasaan seiring bertambahnya usia sang pemilik.
“Siap yah cik!” kata Pak Afif menempelkan kepala penisnya di bibir vaginaku.
Aku mendesah merasakan benda itu mulai mengisi rongga vaginaku, sementara kedua tangannya meremasi pantatku.
“Ouughhh... masih legit yah cik memeknya” puji si pengantar air.
Pak Afif mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, gerakannya semakin lama semakin cepat dan mulai stabil, membuatku semakin mendesah tak karuan. Penis yang kurindukan setelah lima tahunan tidak kurasakan itu memang masih mantap.
“Aaakkkh... aaahh... aahh!!” suara desahanku memenuhi ruang depan depot air ini.
Pagi itu aku merasakan gairahku begitu meledak-ledak sampai harus melanggar komitmenku untuk tidak melakukan perselingkuhan lagi.
“I’m really sorry Tin!” kataku dalam hati mengingat suamiku, “aku khilaf, aku bener-bener lagi butuh.... ini yang terakhir... semoga!!”
Pak Afif terus menggenjot vaginaku, kedua tangan kasarnya meremasi sepasang payudaraku. Ini sungguh indah, aku tidak bisa menyangkal bahwa diriku sungguh menikmatinya. Kepuasan terlarang yang diberikan pria ini memang tak pernah terlupakan olehku yang ingin kembali merasakannya walau sudah bertekad untuk berhenti, kurasa perasaan yang sama juga dirasakan oleh wanita lain yang pernah digaulinya. Kulingkarkan kedua kaki di pinggang Pak Afif, sementara pria itu mencondongkan tubuh ke depan dan mengenyoti kedua payudaraku.
"Ohh... cik Vivi... enakk... serettt!!" ceracau Pak Afif terus mengocok vaginaku maju mundur dan akupun semakin menikmatinya.
Setelah seperempat jam, aku akhirnya mengejang dan menyemburkan cairan kewanitaan. Untuk beberapa saat Pak Afif menghentikan gerakannya dan memeluk erat tubuhku sambil melumat bibirku, penisnya yang masih keras itu tetap menancap di vaginaku. Aku benar-benar menikmati orgasme ini, mataku terpejam sambil membalas permainan lidahnya. Ia baru mulai menggenjotku lagi setelah gelombang orgasme itu menyurut. Kali ini kedua pahaku ia naikkan ke pundaknya yang kokoh sehingga pantatku sedikit terangkat dari meja. Ia semakin gencar menyodok vaginaku, gerakannya semakin cepat hingga akhirnya aku kembali mencapai orgasme berikutnya sedangkan ia masih saja menggenjot vaginaku. Aku harus mengakui keperkasaannya, ia masih sanggup bertahan lama menggauliku setelah memberiku multi orgasme.
"Akhh.." Pak Afif mengerang panjang sambil mencabut penisnya
Ia buru-buru ke samping badanku dan creett... crett.. cairan putih kental dengan aroma tajam bercipratan membasahi wajah dan dadaku. Kuraih batang penis itu, kujilat dan kuhisap, semburan sperma yang kian melemah masuk ke mulutku. Sejurus kemudian suasana di ruangan ini hening, hanya terdengar deru nafas kami yang tersengal-sengal. Aku mengusap cairan kental itu pada payudara dan wajahku. Melelahkan, namun kepuasakan yang kurasakan luar biasa. Aku berharap semoga ini terakhir kalinya aku melakukan hubungan terlarang ini, semoga... semoga tidak khilaf lagi hari-hari seterusnya.

THE END

THE END
YEA
POST CREDIT ENDING

Lima tahun kemudian....
Pukul 15. 24

POV Vivi


“Duluan yah cik! Udah mau jemput yang gede les piano” pamit wanita bernama Ambar (30 tahun) itu sambil bangkit dari bangku taman.
“Iyah Mbar! Hati-hati yah!” balasku
Wanita berdarah Sunda itu pun meninggalkan kami di taman kompleks sambil mendorong kereta bayinya yang berisi anak keduanya yang berusia dua tahun. Ambar tinggal agak jauh dari blok kami, aku mengenalnya karena ia atau suaminya beberapa kali belanja di toko kami. Aku curiga Ambar juga termasuk wanita yang ada affair dengan Afif, si pengantar air galonan itu karena anak keduanya itu ada sedikit kemiripan dengan pria itu.
“Children!” panggilku pada keempat buah hatiku yang sedang asyik main bersama, “udah mainnya?”
“Bentar lagi ma! Belum! Dikit lagi!” berbarengan mereka satu suara masih ingin main.
“Mama gives you twenty minutes, ok?”
Mereka pun kembali bermain dengan riang, biarin deh, daripada di rumah mainnya gadget, kan tidak sehat. Ya, aku kini sudah berusia 36 tahun dan menjadi ibu dari empat anak, dua kembar perempuan dan dua laki-laki. Gilanya, secara biologis mereka berasal dari ayah yang berbeda-beda, Jena dan Jeni adalah hasil hubunganku yang sah dengan suamiku, Martin; Justin dari keponakanku, entah Darren atau Boby; Jason yang bungsu, lahir setahun setelah Justin, sempat membuatku agak shock sejak pertama kali melihatnya, feelingku mengatakan ia bukan dari bibit Martin melainkan Afif, si tukang air galon. Seiring pertumbuhannya, sepertinya memang demikian, hidung Jason tidak semancung kakak-kakaknya, agak lebar mirip Pak Afif, juga bentuk dagu dan mulutnya. Rahasia ini hanya diketahui oleh Viona, teman curhatku. Aku dan Martin menyayangi keempatnya tanpa membeda-bedakan, walau awalnya aku tidak menginginkan bibit dari si tukang air itu, namun Jason begitu lucu dan penurut sehinga memupus semua pandangan negatifku. Aku memutuskan steril setelah kelahirannya agar tidak melahirkan lagi, empat saja cukup. Kesibukanku mengurus empat anak dengan dua yang masih batita membuatku tidak pernah berhubungan gelap lagi dengan siapapun, apalagi situasinya juga tidak memungkinkan dengan rumah yang semakin ramai karena aku menyewa pembantu, orang tuaku juga kadang datang menginap di sini, selain itu mertuaku juga kini pindah di sebelah rumah. Hari-hari penuh kenakalan telah lewat, kini aku sangat menikmati kehidupanku sebagai seorang ibu dan istri. Pak Afif pun mengerti setelah kuberitahu kondisinya, ia tidak pernah memancing-mancing apalagi memaksa. Lagipula ia pasti masih punya ‘mainan’ lain selain diriku, apalagi pihak pengembang sudah membuka blok baru dan mulai banyak dihuni, yang pastinya mereka butuh pasokan air minum. Blok baru itu lebih elite dari blok-blok yang sudah ada, rumah-rumahnya lebih megah, juga membidik pangsa pasar ekspatriat, sehingga tidak heran sejak mulai dihuni tahun lalu banyak warga negara asing membeli barang di toko kami.

Aku mengecek smartphone-ku, keasyikan ngobrol dengan Ambar tadi sampai tidak tahu ada pesan WA masuk dari ciciku.
+ kita mau ke Thailand Vi jumat depan, mau titip apa gak?
-dalam rangka apa nih? Bulan madu ke-sekian? 
+ you must be shocked Vi? Ngelamar

Aku terpaku melihat jawaban itu, sejak dulu aku sudah feeling yang seperti ini bakal terjadi mengingat kenakalan mereka, akhirnya benar juga terjadi.
-Hah? Mendadak amat, siapa emang?
+ Udah ada isi sebulan, kalau nunda lagi keburu gede perutnya, si Darren, bener-bener dah tuh anak!
-waduh kecelakaan ternyata
+ iya gitu deh, si Boby juga tuh lagi pacaran sama cewek Thailand, temennya yang mau dilamar ini. Kita udah wanti2 tuh anak, kalau sampe kecelakaan kaya koko lu, tanggung sendiri semua biaya merit dll. Anak muda sekarang gaulnya kelewatan bener”

Yah ciciku tidak tahu saja, mereka bahkan menghamili aku, tante mereka, entah ada berapa banyak lagi wanita yang berhasil mereka ajak bercinta.
-ntar tinggalnya mau dimana nih udah merit? Indo? Thai?
+Ausie yah, mereka berdua kan udah kerja di sana.

Ciciku juga mengirimkan foto gadis itu berdua dengan Darren. Cantik, berambut panjang, seperti artis Korea, namanya Ploy.
-Pestanya gimana?
+Pesta yang ceweknya di sana, nanti pesta yang cowok ya di sini, kita sekarang udah mulai cari-cari ini, rusuh bener gara-gara mendadak gini.
-Oke deh, ga usah titip apa-apa deh lagi rusuh gitu mah, kita ya congrats aja deh akhirnya dapet mantu impor juga.
+ wakaka... oke deh, dah dulu, mau keluar
-ok, cu!

Dari percakapan tadi aku mendapat pelajaran bahwa kelak ketika anak sudah beranjak dewasa atau dewasa pun harus tetap perhatikan baik-baik. Mungkin tidak senakal anak-anak balita, tapi kenakalannya dalam bentuk berbeda. Aku yang pernah nakal ini kan mengalaminya, Wandi si brondong, juga dua keponakanku itu.

“Vivi!” panggil sebuah suara wanita, “aahh... lagi sama anak-anak nih!”
“Om! Tante! Sore nih!” sapaku pada sepasang suami istri tetangga yang rumahnya dekat kami, “eeii... siapa itu? cucu?” aku menghampiri mereka yang sedang berjalan di trotoar luar taman ini sambil mendorong kereta bayi.
“Iya lagi jalan-jalan sama cucu, pas bangun dianya!” jawab pria yang rambutnya sudah tipis itu.
“Eeeh lucu, rambutnya merah ya!” aku gemas sekali melihat bayi perempuan itu.
“Kan papanya bule” kata si tante.
“Oohh.. ini yang dulu merit itu kan?” aku ingat sekitar dua tahun lalu diundang ke pernikahan putri mereka dengan seorang pria bule, “Melina kan?”
“Melisa!” jawab si tante menepuk lenganku, “Melina mah masih sama kita, udah kerja dia”
“Oh iya itu, namanya mirip soalnya hehe, sekarang tinggal di mana?”
“Di Australi, sekarang lagi main ke sini”
Aku menggendong bayi blasteran itu, imut dan tidak takut pada orang asing, tidak menangis. Sampai akhirnya mereka pamitan dan berlalu. Waduh.... keasyikan ngobrol sampai lewat waktu yang dijanjikan pada anak-anak.
“Children!!” panggilku menepuk tangan, “It’s the time!”
“Udah lebih ma!” kata Jeni, mulai pintar mendebat putri besarku ini.
“Iya sori, itu kan ada engkong sama oma sebelah, basa-basi dulu” kataku, “ayo pulang, mandi!”
Si kembar masing-masing mengawal dua adik kecilnya itu yang mengayuh sepeda roda tiga. Aku berjalan di belakang mereka, senang melihat keempatnya akur begini, walau kadang ada saja pertengkaran yang bikin pusing. Begitulah suka-duka membesarkan anak. Sebuah motor gerobak melintas di jalan dari arah berlawanan dengan kami.
“Sore cik!” sapa Afif si tukang air galon dari atas jok gerobak bermotornya.
“Sore!” balasku sambil tersenyum
Aku menengok sejenak ke belakang melihat kendaraan itu menjauh ke arah blok baru. Pria itu masih setia dengan pekerjaannya sebagai pengantar air galonan walau rambutnya mulai beruban.
“Saya udah tua, keluarga juga gak punya, ga ada ambisi apa-apa lagi cik, dengan gaji sekarang hidup sendiri udah lebih dari cukup cik” katanya padaku suatu hari sehabis antar air.
“Apalagi banyak cewek di kompleks sini mau sama bapak ya? Hihihi!” godaku.
“Hahaha... itu sih rejeki sampingan cik, rejeki datang ya gak baik dong ditolak” katanya cengengesan, “emang cik lagi pengen?” tanyanya sambil memegang tanganku.
“Ssshh... saya mah udah gak lagi yah” aku menepis pelan tangannya.
“Hehe... ngerti kok cik, kalau cik butuh ya gampang cari saya aja, siap kapan aja!” katanya lalu pamit.
Sekarang ini apakah cuma mengantar air galon atau sama ‘yang lain’? Fantasiku mulai kemana-mana, aah... tidak... tidak.... kembali fokus sebagai mama dari empat anak. Aku kembali menengok ke depan membimbing keempatnya pulang ke rumah.

=========
Sepuluh menit kemudian
Sebuah rumah di blok baru



“Sore cik!” sapa Afif ketika seorang wanita muda membukakan pintu.
“Sore!” balasnya menyapa sambil membukakan gerbang.
Wanita itu bernama Liani (26 tahun), ia adalah pengantin baru yang setengah tahun lalu menempati rumah ini bersama suaminya, Albert. Semua nampak berlangsung biasa saja, Afif memarkirkan gerobak motornya di halaman lalu mengganti galon-galon kosong dengan yang terisi air hingga menerima pembayaran dari sang nyonya rumah.
“Pas yah Pak uangnya nih!” kata Liani menyodorkan uang pembayaran.
“Iyah bener, ini aja? Atau masih ada perlu yang lain lagi?” tanyanya sambil tersenyum lebar dan memandangi Liani yang saat itu memakai kaos oblong dan hotpants putih yang memamerkan paha indahnya.
Liani balas tersenyum memahami arti pertanyaan pancingan tersebut. Bisa ditebak apa yang selanjutnya terjadi.... Liani berjongkok di hadapan si pengantar air galon itu dan mengulum batang kejantanan pria itu dengan bernafsu. Digerakkannya bibir mungilnya itu maju-mundur mengulum penis bersunat itu menyebabkan Afif mendesah keras menahan kenikmatan oral seks wanita itu. Terkadang lidah Liani bermain di kepala penis mirip jamur itu dan menjilati lubang kencingnya memberi kenikmatan ekstra bagi Afif sampai tubuhnya bergetar dan tangannya tanpa sadar mendorong kepala wanita itu agar lebih dalam mengulum penisnya.
“Akhh… terus cik… sepongan cik paten bener... oohh!!!” erang Afif.
Pemandangan erotis yang luar biasa, seorang wanita high class secantik Liani mengulum penis seorang pengantar air setengah baya dengan cukup liar. Setelah sepuluh menit kurang, Afif menghentikan wanita itu mengoral penisnya sebelum orgasme duluan. Ditelanjanginya wanita itu lalu ia rebahkan di sofa. Kedua kakinya ia bentangkan sehingga terlihat vaginanya yang merah dan basah oleh lendirnya. Ditindihnya tubuh mulus itu dan tangannya membimbing penisnya ke arah bibir vagina wanita itu. Kedua tangan Liani memegang pinggul Afif dan menariknya ke arahnya, seolah-olah mengatakan ‘silakan mulai’
“Aaahh!!” desah Liani ketika penis si tukang air menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya.
Afif memagut bibir wanita itu sebelum akhirnya mulai menggerakkan pinggulnya menyodoki liang vaginanya. Liani sudah menikmati persenggamaan ini, terlihat dari desahan-desahannya saat batang penis pria itu merojok-rojok liang senggamanya. Sesaat Afif menengok ke dinding seberang sofa mereka dimana tergantung foto besar pernikahan wanita yang sedang ia setubuhi ini.
“Hehehe.... bini lu emang yahud!” katanya dalam hati menatap ke arah Albert di foto itu.
Seiring dengan desahan Liani yang semakin tidak karuan, Afif pun meningkatkan intensitas sodokannya menjadi lebih liar. Kedua payudaranya ia remas-remas dan putingnya ia jilati sambil sesekali dihisap dalam-dalam. Akhirnya Liani mendapatkan orgasmenya, kedua tangannya mencengkeram erat punggung Afif hingga mencakar kulitnya, kedua kakinya yang semula mengangkang bebas kini menjadi mendekap pinggul pria itu. Vaginanya mengeluarkan cairan bening yang menyelubungi batang penis Afif serta memberinya sensasi hangat. Pria itu masih meneruskan genjotannya sekitar lima menitan, hingga mencabut penisnya dan dikocoknya tepat di atas dada Liani
“Uuugghh!!” lenguh Afif mengejang dan menyemburkan cairan putih kental membasahi payudara dan wajah wanita itu.

=========
Keesokan harinya
Pukul 7. 18

POV Vivi

Aku tengah jogging mengelilingi blok-blok kompleks kami, kegiatan yang rutin kulakukan demi menjaga bentuk badanku bila giliran Martin yang mengantar anak-anak ke sekolah seperti hari ini. Sudah tiga putaran, keringat sudah banyak yang keluar membasahi badanku dan terasa gerah, maka kubuka resleting jaketku memperlihatkan kaos tanpa lengan dengan potongan dada rendah di baliknya, bawahnya aku memakai celana olahraga yang pendek sehingga memamerkan keindahan tubuhku, tidak heran selama jogging tadi beberapa pria memandangiku. Kupikir sudah waktunya pulang dan mandi, lalu menjalani rutinitas harian seperti biasa. Di perjalanan pulang, aku melewati depot air minum, kulihat Pak Afif sedang mengelap gerobak motornya di pekarangan. Hhmm... sekalian saja pesan air pikirku
“Pagi Pak!” sapaku
“Eh, cik Vivi!” sapanya menengok ke belakang lalu buru-buru berdiri, “joging nih?”
“Iya, mau sekalian pesan air, dua buat toko, dua buat rumah yah” kataku.
“Siap cik, siang saya antar” kata pria itu sambil memandangi tubuhku, “masih ada perlu yang lain lagi?”
“Eeerr... ga kayanya, itu aja hehehe” jawabku tapi anehnya tidak beranjak
“Bener gak ada perlu yang lain lagi?” pancingnya dengan senyum lebar.
“Iyah itu aja kok pak, pulang dulu yah!” aku berbalik dan berjalan menjauhinya.
Baru lima langkah, aku merasa ada yang kurang dan terasa berat sehingga aku berbalik lagi ke arahnya. Dan lima menit berikutnya....
“Eeemhh... nnngghhh... aaahh!!” desahku yang sudah terbaring di meja tanpa sehelai benang pun di tubuhku yang basah berkeringat.
Di ujung meja sana, Pak Afif sedang duduk sambil melumat vaginaku. Lidahnya bergerak seperti ular menyapu-nyapu dinding vaginaku hingga menyentuh klitoris. Tubuhku pun menggeliat sambil meremas payudara sendiri saat ia menghisap bagian sensitif tersebut.
"Ooohhh... terus pak.... enak sekali... terus ... ssssshh..." desahku.
Pak Afif semakin membabi-buta memburu lendir yang keluar dari vaginaku. Saat pria itu mengenyot klitorisku, aku pun melolong dengan tubuh menggelepar-gelepar di atas meja. Agaknya ia tak menghiraukannya dan terus mengulek vaginaku di mulutnya.
"Paakk... nggak kuat lagi! Ooohhhh... " desahku.
Pak Afif menjulurkan lidahnya menerobos keluar masuk liang kewanitaanku yang sudah banjir itu. Lendir yang keluar dari vaginaku cukup banyak terdengar suara seruput ketika ia menjilati dan menghisapnya. Lima tahun lebih berlalu, sepertinya ia semakin mahir memuaskan wanita

Kemudian Pak Afif bangkit berdiri menurunkan celananya. Penis bersunat itu mengacung dengan tegaknya menantang diriku. Penis yang kurindukan yang dulu sering memanjakanku, benda itu tidak kehilangan keperkasaan seiring bertambahnya usia sang pemilik.
“Siap yah cik!” kata Pak Afif menempelkan kepala penisnya di bibir vaginaku.
Aku mendesah merasakan benda itu mulai mengisi rongga vaginaku, sementara kedua tangannya meremasi pantatku.
“Ouughhh... masih legit yah cik memeknya” puji si pengantar air.
Pak Afif mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, gerakannya semakin lama semakin cepat dan mulai stabil, membuatku semakin mendesah tak karuan. Penis yang kurindukan setelah lima tahunan tidak kurasakan itu memang masih mantap.
“Aaakkkh... aaahh... aahh!!” suara desahanku memenuhi ruang depan depot air ini.
Pagi itu aku merasakan gairahku begitu meledak-ledak sampai harus melanggar komitmenku untuk tidak melakukan perselingkuhan lagi.
“I’m really sorry Tin!” kataku dalam hati mengingat suamiku, “aku khilaf, aku bener-bener lagi butuh.... ini yang terakhir... semoga!!”
Pak Afif terus menggenjot vaginaku, kedua tangan kasarnya meremasi sepasang payudaraku. Ini sungguh indah, aku tidak bisa menyangkal bahwa diriku sungguh menikmatinya. Kepuasan terlarang yang diberikan pria ini memang tak pernah terlupakan olehku yang ingin kembali merasakannya walau sudah bertekad untuk berhenti, kurasa perasaan yang sama juga dirasakan oleh wanita lain yang pernah digaulinya. Kulingkarkan kedua kaki di pinggang Pak Afif, sementara pria itu mencondongkan tubuh ke depan dan mengenyoti kedua payudaraku.
"Ohh... cik Vivi... enakk... serettt!!" ceracau Pak Afif terus mengocok vaginaku maju mundur dan akupun semakin menikmatinya.
Setelah seperempat jam, aku akhirnya mengejang dan menyemburkan cairan kewanitaan. Untuk beberapa saat Pak Afif menghentikan gerakannya dan memeluk erat tubuhku sambil melumat bibirku, penisnya yang masih keras itu tetap menancap di vaginaku. Aku benar-benar menikmati orgasme ini, mataku terpejam sambil membalas permainan lidahnya. Ia baru mulai menggenjotku lagi setelah gelombang orgasme itu menyurut. Kali ini kedua pahaku ia naikkan ke pundaknya yang kokoh sehingga pantatku sedikit terangkat dari meja. Ia semakin gencar menyodok vaginaku, gerakannya semakin cepat hingga akhirnya aku kembali mencapai orgasme berikutnya sedangkan ia masih saja menggenjot vaginaku. Aku harus mengakui keperkasaannya, ia masih sanggup bertahan lama menggauliku setelah memberiku multi orgasme.
"Akhh.." Pak Afif mengerang panjang sambil mencabut penisnya
Ia buru-buru ke samping badanku dan creett... crett.. cairan putih kental dengan aroma tajam bercipratan membasahi wajah dan dadaku. Kuraih batang penis itu, kujilat dan kuhisap, semburan sperma yang kian melemah masuk ke mulutku. Sejurus kemudian suasana di ruangan ini hening, hanya terdengar deru nafas kami yang tersengal-sengal. Aku mengusap cairan kental itu pada payudara dan wajahku. Melelahkan, namun kepuasakan yang kurasakan luar biasa. Aku berharap semoga ini terakhir kalinya aku melakukan hubungan terlarang ini, semoga... semoga tidak khilaf lagi hari-hari seterusnya.

THE END

THE END
YEAH!! Afif the best!!
 
Thanks suhu buat update sekaligus endingnya Vivi.

Tetap berkarya hu
:tegang:
 
Suhu @caligula1979 thq buat ceritanya yg luar biasa.. kirain abs party itu dah tamat eh ternyata masih ada lanjutan lagi.. semoga tetap sehat untuk terus berkarya..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd