Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Wishing Upon A Shooting Star

Chapter 1

Who Is He?


Termenungku malam ini. Duduk dengan lutut tertekuk, kedua lengan ku buat memeluknya di atas ranjang kamar kos. Berteman dengan sepi malam, tembok-tembok sekeliling kamar yang telah menua. Meninggalkan goresan cat berwarna putih memudar. Menjadi saksi kegelisahan dalam hatiku.

Gelisahku malam ini, menghapus keinginan untuk mencari makan malam. Selera makanku kini telah hilang, meninggalkan kerinduan akan sosoknya. Bagian dalam kalbuku selalu saja tak henti mengingatnya, mengenang setiap goresan senyuman di wajahnya. Meskipun sejujurnya aku tak ingin membiarkan kalbu ini menghuni tentangnya.

Aku mengenangmu. Mengingat ketika aku masih belum mampu mencerna kalimat yang di ucapkan oleh-mu, Pak Darma! Kesaksian di antara sinar sang surya yang mulai menenggelam, pohon-pohon rindang seakan menatap kami berdua. Menunggu sebuah kepastian.

Perpisahan sore tadi di pintu karyawan. Menjadi awal pengharapan terhadap lelakiku.

Aku mengingat sebuah awal. Suara-nya terdengar begitu merdu. Walau meninggalkan rasa kesal terhadapnya.

“Sya. Minggu nanti, aku ada 2 tiket nonton.” Dua tiket? Ah! Pak Darma. Sejujurnya, mendengar kalimat darimu diawal membuat pipiku terasa panas, sekujur tubuh ini merasakan getaran aneh. Jantung ini telah berdebar-debar. Tak luput Keinginan dalam hati, yaitu menunggu sebuah ajakan nonton berdua dengannya.

Ah! Lagi-lagi aku Mengingatnya. awal yang di ucapkan oleh lelaki khayalanku. Membuat kesal kembali menyeruak dalam pikiran. Ingatan tentangnya. Tentang kejadian sore itu. Tentang ketidakmampuannya untuk berterus terang kepadaku.

Lagi, lelakiku berucap. “Kalau kamu mau, nanti kamu bisa pergi berduaan dengan cowok kamu. Karena aku sejujurnya malas pergi nonton kalau sendirian.” Duhh, apa-apaan sih Pak? Kan! Kan! Kan! Siapa coba yang tidak kesal mendengarnya?

Kesal! Ketika itu aku berfikir, sebaiknya aku berhenti memikirkannya. Sudah cukup engkau telah membuat hati ini galau! Alangkah indahnya jika bapak mengajakku nonton berdua. Aku tidak menginginkan tiket itu Pak, jika engkau tidak ikut bersamaku. Sama juga bo’ong. Hiks! Hiks! Hiks! Dalam hati ini merasakan pedih karena jawabannya.

Menatapnya adalah sesuatu yang mesti ku paksakan. Meminta suatu harapan kepadanya.

“Nih” Bukan hal yang menyenangkan yang ku rasakan, ketika Pak Darma mengeluarkan dari saku kemeja dua tiket yang kini berada di hadapanku. Tangannya masih saja ku tatap dengan kening mengernyit.

Selama ini aku memang tak pernah mempunyai waktu berduaan dengannya. Seorang lelaki yang cukup sibuk dengan kerjaannya. Workholic banget! Bahkan ketika aku berada di shift pagi, aku tau ia masih sibuk bekerja. Dan ketika malam hari, saat aku berbelanja keperluan pribadiku di toko. Aku-pun masih melihatnya sibuk berkerja di toko. Ck! Ck! Ck! Pantasan saja masih jomblo. Hihihi!

Jomblo akut, garis keras! Sama sepertiku.

Menurut kabar yang beredar, Pak Darma sampai saat ini sama sekali belum pernah dekat dengan perempuan. Apakah engkau menungguku Pak? Ahh! Aku makin malu semalu-malunya dihadapannya.

“Sya!”

“I-iya Pak?” Nada suaraku seperti sedang bertanya. Ku rasakan keanehan dalam diri ini, ketika mendapatkan tatapan mengernyit darinya.

Hal yang membuatku makin kesal adalah, ketika senyuman itu berubah menjadi senyuman jahil. Ku kernyitkan kening ini sambil memasang wajah penuh tanya di hadapannya.

“Why?” Walau hanya sebatas gerakan di bibir, tapi yakinlah ia mengetahui maksudku.

“Kamu kebanyakan melamun. Dah, kalau gak mau terima tiket ini. Gak apa-apa, biar aku kasih ke SPG lain.” Enak aja! Pak Darma sangat gak peka dengan perasaan perempuan.

“Eh. Yang bilang nda mau siapa so Pak?” Secepat kilat ku sambar dua tiket itu dari tangannya, lalu memasukkan ke dalam saku. Elsya! Kamu gak tau malu. Biarin! Aku mencoba melawan sisi lain dalam hatiku. Mencoba berfikir, bahwa apa yang kulakukan adalah sesuatu yang benar.

Dia tersenyum. Aku-pun membalas senyuman itu. Sedikit berbicara, hanya menampakkan senyuman di antara kami. Sepertinya mampu terbaca apa isi hati kami masing-masing. Aku begitu yakin, kalau Pak Darma mengetahui bahwa aku punya perasaan terhadapnya.

Begitupun denganku, mengetahui jika ia sepertinya ‘juga’ mempunyai rasa seperti yang aku rasakan. Ups! Sadar Sya.

Rasa inilah yang akan menjadi awal dari semuanya. Wahai pangeranku, kekasih khayalanku. Apakah semuanya akan menjadi kenyataan nantinya? “Biarkan waktu yang akan menjawabnya”



Pasti kalian menunggu apa yang selanjutnya terjadi sore tadi? Uhhh! Seperti biasa, dia hanya menggidikkan bahu lalu mengucapkan sebuah kalimat yang membuatku kesal beribu kesal, Plus kecewa! “Hati-hati dijalan, jangan lupa makan malam yah.”

Ahhhhhh! Bukannya berkata ‘Kalau gitu, kita nonton bareng aja.’

Atau, ‘Kamu mau nonton denganku? Sya!’

Terus kalimat terakhirnya, dan juga menjadi kata penutup antara kami. “Salam sama cowok kamu yah Sya.” Aku menunggumu Pak. Ihhhh Gak peka banget sih.

Siapa coba yang tidak kesal sama dia? Seperti merasakan kebahagiaan yang tertunda. Apa coba yang ia tunggu?

Untung saja, aku berusaha tak membuatnya bersedih. Ca-ileh! Yah maksudnya, aku menjawab dengan gelengan kecil. Pertanda aku tidak mempunyai cowok saat ini.

Karena aku menunggunya. Menunggu ungkapan perasaannya terhadapku. Menunggu seorang pangeran yang datang menjemput. Tetapi semua itu hanyalah khayalanku semata. Karena lelaki itu bertahan dengan gengsinya dihadapanku. Apa sih yang engkau tunggu Pak? Duhai pangeran khayalanku.

Andai saja aku mampu mengungkap duluan perasaan ini kepadamu. Mungkin tidak akan menjadikan diriku galau gulana berkepanjangan.

Eh! Tapi apakah dia akan menerima perasaanku? Arggghhhh! Entahlah, memikirkan hal itu membuat perasaan ini makin tambah kacau.




Kringg!!! Suara khas dering ponselku baru saja terdengar.

“Siapa sih yang nelfon.” Gumamku kesal. Mengganggu kesenangan orang saja.

Karena dering ponsel tersebut sangat mengganggu khayalanku saat ini. Aku hanya menoleh ke arah ponsel yang terletak begitu saja di atas meja rias dalam kamar. Malas banget beranjak dari duduk ku saat ini.

Aku masih acuh dengan suara ponsel. Ketika berdering kedua kali, aku masih mengabaikannya.



Kringg!!! Ok, karena ini sudah ketiga kalinya berdering. Maka aku dengan rasa malas beranjak mengambil ponsel tersebut. What? Pikiran makin kacau, perasaan makin tak karuan, bahkan tubuhku kini terasa panas dingin. Bolak-balik aku memperhatikan layar ponsel yang menunjukkan sebuah nama.

“Duhhh... Apa yang aku harus lakukan nih?” Sekilas aku melirik jam di dinding yang ternyata masih menunjukkan pukul 9 malam, aku merasa jam itu berubah dalam tempo yang sangat lama. Apa coba hubungannya dengan waktu saat ini?

Dasar Elsya! Oke, Setidaknya aku tak perlu lagi merasa gundah gulana saat ini. Karena lelaki yang sejak tadi hadir dalam pikirkan, kini sedang menelfonku.

Sambil membetulkan posisi baju, rambut dan juga rok yang ku gunakan malam ini. Astagaaa, kenapa juga aku lakukan hal itu? Emang dia bisa melihatku saat ini. Ahhh, ok waktunya menjawab panggilan telponnya. “Halo.” Sebisa mungkin, aku bersuara merdu. Menurut-ku! Hihihihi.

“Hi Sya, udah bobo?” Kalau sudah tidur, gak mungkin aku menjawab telpon anda ‘Bapak Darma Setiawan yang terhormat’. Kesal!

“Belum pak. Nih, Cuma da duduk-duduk dalam kamar.”

“Ohh, jadi gimana. Sudah di sampaikan salamku ke cowok kamu?” Damn! Gelo nih bapakku yang tampan. Oke sepertinya dia memancingku untuk hal lain nih. Baiklah pak, aku ngikutin permainan bapak sekarang.

“Iya sudah.” Rasain kamu pak.

“Ohhh.” Dah gitu saja? Lama aku menunggu respon selanjutnya.

Aku hanya mendengar helaan nafas beberapa kali di seberang. Sejujurnya, aku tak tega menjawab seperti itu tadinya. Huuhh! Kan, aku ikutan galau lagi sekarang. “Ya sudah. Kalau gitu sampai ketemu besok ya.”

Mengetahui respon darinya, membuatku menggelengkan kepala. Ada rasa kesal, bercampur dengan rasa gemas terhadap lelaki yang masih saja tak mampu mengutarakan perasaannya terhadapku. Bukannya aku ke-pede’an yah. Karena kadang hati tak pernah bohong. Dan hati ini, merasakan bahwa lelaki itu mempunyai perasaan yang sama denganku.

“Pak.” Aku bergumam sesaat.

“Ya Sya?” Terdengar nada bertanya darinya.

“Hmm, mau nonton bareng deng Elysa nda?” Tik! Tok! Tik! Tok! Huhhh, akhirnya keluar juga kalimat itu.


Aku menunggu jawabannya. Getaran-getaran hati dan jiwa berasa sekali sedang menghantui diriku. Takut, was-was, menyesal telah mengucapkan kalimat sakral. Jika saja jawaban darinya menyesakkan dada.

Namun aku dibuatnya makin tersika, karena rasa ini tak mampu lagi ku bendung. Ingin rasanya, aku berlari memeluknya. Merajut asa, merajut hubungan dengannya. Mendapatkan kasih sayang darinya yang sungguh selama ini menjadi khayalanku.



“Boleh deh.” YES! Untung saja hanya dalam hati ku berucap demikian. Aku tersenyum merasakan kebahagiaan saat ini. Asa-ku, mulai tampak di permukaan.

“Oke deh Pak. Sampai ketemu neh.”

“Iya Sya. Met bobo Beautifull” Duhhh. Pipi ini berasa panas. Jantung ini, telah berdetak semakin kencang. Ritme detakannya makin kencang, ketika mendengar lelaki itu memberiku kecupan di seberang.

“Eh, Pak”

“Sekali lagi. Muach!” Aku tersadar ketika komunikasi kami terhenti dengan di tandai suara, Tut! Tut! Tut!



Bahagia itu sederhana.
Bahagia berasal dari hati.
Hati menjadi rumah untuk bahagia.
Hati menjadi sumber datangnya bahagia.


Dan, bahagiaku.
Cukup dengan apa yang telah berubah dari kebiasaanmu.
Wahai lelaki, Khayalanku!



---©---

Dua hari telah berlalu sejak mendapatkan telfon dari kekasih khayalanku. Dan setiap malamnya, komunikasi kami makin intens. Walaupun masih belum ada pembahasan menuju ke sebuah hubungan pasti.

Minggu yang aku tunggu-tunggu, juga masih dua hari lagi. Dan selama itu, aku merasa waktu berjalan begitu lambat.

Malam ini aku sengaja hadir di sebuah pesta pernikahan salah satu sahabatku di sebuah hotel. Memakai gaun sederhana, tapi cukup membuatku terlihat cantik. Ups! Bukan kepedean ya, karena begitulah kata beberapa teman saat berpapasan denganku di pintu lobby tadi. Hihihi, hanya dua saja yang mengatakan hal demikian.

Aku mulai melangkahkan kaki memasuki Ballroom tempat diadakannya pesta pernikahan, pesta yang konon dihadiri oleh kalangan orang-orang yang berkecukupan. Termasuk sahabatku yang menikah kali ini. Karena sebetulnya, sahabatku ini berasal dari perempuan keturunan chinese. Dan lelaki yang kini berdiri berdampingan dengannya, adalah seorang pengusaha yang juga telah lama berpacaran dengannya.

Aku hanya menghela nafas beberapa kali setelah menyadari ternyata hadir di pesta ini hanya sendiri tanpa pasangan. Dasar jomblo!

Menurut penglihatanku sesaat, banyak pebisinis tua maupun muda menghadiri pesta ini. Aku sendiri, hanya perempuan yang mempunyai pekerjaan sebagai SPG. Akan tetapi, aku berusaha tak menampakkan rasa minder terhadap para perempuan yang ada di dalam ruangan.

Semoga kedatanganku kesini tidak akan menarik perhatian banyak orang. Perhatian bahwa di antara mereka, hadir seorang perempuan udik yang berasal dari kampung.

Ku sapu penglihatanku ke sekeliling Ballroom, memperhatikan tamu-tamu yang menghadiri acara. Penampilan mereka semua terlihat sangat memukau. Aku sering menghadiri pesta, tapi tak pernah datang ke pesta semacam ini. Aku baru menyadari, kalau hanya aku yang tidak menggunakan perhiasan apapun melekat di tubuhku.

Cuek aja, Sya! Aku lalu berjalan pelan menuju ke panggung kecil tempat kedua mempelai menyambut para tamu undangan. Ketika mulai naik ke atas panggung, ekor mata ini menangkap sekilas lelaki dihadapanku yang baru saja menoleh. Aku berjalan dibelakang lelaki itu. Perhatian teralihkan ketika aku kini berdiri berhadapan dengan sahabatku. Senyumnya terkembang ketika menyadari kehadiranku.

“Hei... Da datang katu ngana kang! Mana dunk ngana pe cowok?”

Dasar mulut tidak bisa dijaga. Aku melotot kepada sahabatku, Merlyn. “Hei ngana do eh. Bekeng malu pa kita.”

“Hihihi, lupa katu. Kalau ngana masih jomblo.” Ujarnya kembali.

Aku tak menghiraukannya. Segera saja mengajaknya bersalaman sambil tak lupa melakukan cipika-cipiki. “Selamat neh say. Semoga langgeng sampe kakek nenek.”

“Makase neh Sya. Sama ley, ngana juga semoga cepat dapat jodoh.” Gelo! Maki ku dalam hati. Karena sahabatku ini masih saja berucap hal yang memalukan. Apalagi lelaki berjas hitam dihadapanku. Gestur tubuhnya menunjukkan seperti mengetahui percakapan kami.

“Duhh... udah ah, pokoknya selamat neh say.” Segera kuputuskan untuk berganti berjabat tangan dengan lelaki di sampingnya. Suaminya, yang juga selama dua bulan ini telah ku kenal. Setelah beberapa kali kami bertemu di acara nongki-nongki bersama.

Maka, ia tersenyum ketika melihatku berdiri di hadapannya. “Selamat neh kokoh” Ucapku dengan panggilan bagi lelaki keturunan chinese.

“Makasi ya Sya!” Ia membalasku. Lalu, setelah itu aku mengikuti lelaki yang berada di depanku meninggalkan panggung.

Aku melihat lelaki itu segera melangkah menuju ke sebuah meja panjang yang telah tersedia beberapa makanan. Beberapa perempuan kulihat mulai mendekatinya. Ah! Dasar. Sya! Ngapain juga kamu memperhatikan dia? Tidak! Tidak! Gelengkan kepala ini menandakan, bahwa kesadaran mengenai kebodohan yang baru saja kubuat.

Agar tidak muncul kecurigaan, maka kulangkahkan kaki menuju ke meja ‘Yang sama’ karena perut juga sudah tak bersahabat lagi. What! Kesadaranku menggelitik, kenapa aku jadi aneh gini ya?

Hipnotisnya telah meninggalkan jiwaku dari alam sadar. Memunculkan rasa penasaran terhadapnya.

Lagi! Perhatianku terganggu oleh keadaan itu. Keadaan dimana lelaki tadi, telah berada di antara beberapa perempuan muda. Sedang tersenyum manis. Gestur tubuhnya yang sedang memegang gelas di tangan kanan, sedangkan tangan kirinya dimasukkan ke dalam saku celananya. Pria berbalut tuxedo hitam begitu mempesona, dengan sorotan mata yang terlihat kosong. Kenapa? Apakah dia tak senang mendapatkan perhatian dari para wanita-wanita itu?

Halaaah! Kenapa juga aku memikirkan lelaki itu? Mending, aku segera mengambil makan.

Tangan kanan ini sibuk mengambil beberapa lauk pauk. Namun masih saja pikiranku terganggu. Aura-nya masih saja membodohiku. Karena kedua mata ini kembali menoleh ke arahnya. Hati ini merasa lega, perempuan-perempuan muda yang sedang mengelilinginya tadi terlihat telah bubar. Aku mengernyit, merasa keanehan dalam pikiranku. Kenapa merasa lega seperti ini?

Kaki ini-pun kenapa seakan bergerak sendiri. Seperti sengaja berjalan mengelilingi meja agar dapat berposisi dekat dengannya. Aku berjalan pelan-pelan mulai mendekatinya.

Aku merasa gugup, tiba-tiba saja kepalaku terasa kosong. Kemudian pandangannya mengarah padaku, ia tersenyum. Malah dia berjalan mendekat. “Duhhh. Batu deh nih kaki. Duh, plis Sya! Jangan jadi aneh gini deh!”

“Hai nona, sejak tadi aku lihat kamu sering memperhatikanku ya?” Tanyanya begitu sampai dihadapanku.

“Ih sembarang ngana eh!” Ups!

“Sendirian?” Ah, Elsya bodoh. Kenapa mengangguk sih? Kan, sama saja mempermalukan diri sendiri. Ingin sekali aku memukul kepalaku sendiri, tapi itu tidak mungkin kulakukan didepannya.

“Kalau begitu perkenalkan, aku Reynand Adrian Pradipto” Dia mengulurkan satu tangan, menginginkan satu jabatan tangan.

Terhanyut akan kharisma lelaki ini. Membuatku Lupa akan segalanya. Bodohnya! Tangan ini ikut bergerak.

Aku bernafas lega, ketika tanganku hampir bersentuhan. Untung saja seorang pria menginterupsi. “Pak Iyan, wah! apa kabar… long time no see.” Iyan? Aku menyebut namanya hanya dalam hati.

Entah kenapa aku justru merasa terselamatkan dengan kedatangan lelaki itu. Aku buru-buru mundur, dan berjalan cepat mencari ruang dan udara segar. Aku tak tahu apakah lelaki bernama Iyan menyadari kepergianku atau tidak.

Aku duduk cukup lama di sudut Ballroom, memperhatikan para tamu undangan yang sedang menikmati hidangan makan malam. Bercanda gurau bersama. Menunjukkan keadaan sosial mereka yang berkecukupan. Selain itu, aku telah kehilangan pandanganku dari Iyan. Entah kemana pria itu menghilang. Bodoh! Bodoh! Bodoh! Sya, stop mikirin lelaki itu.

Kini aku hanya menikmati hidangan makan malam. Sendirian tanpa pasangan. Andai saja, Lelaki khayalanku ada disini. Mungkin tak akan membuatku merasakan bosan seperti ini. Dasar, lelaki gak peka! Masih saja memikirkan pekerjaannya dari pada aku.

Ketika sedang sibuk memperhatikan beberapa Round Table, aku merasa seseorang berdiri di belakangku. Aku menoleh. “Ya ampun, dia mengejutkanku” Lelaki itu tersenyum begitu mempesona.

“Kamu cepat sekali menghilang”

“...” Aku kehilangan kata-kata.


“Aku perhatikan kamu sejak tadi. Nona?” Aku terpaku. Mataku masih menatapnya. Penegasan kata terakhir dengan nada tanya, hampir saja membutakan diri ini untuk ikut menyebut nama. “Dan. Sepertinya keberadaanku mengganggu kesendirianmu. Maaf!” Gak sopan! Main pergi begitu saja. Ihhh, ingin rasanya berteriak memanggilnya.

Hampir saja aku terperanjat dan mengeluarkan isi dalam mulut, ketika melihatnya berhenti melangkah. Lelaki itu menoleh, “Senang berbincang denganmu, Nona!”

Huh! Aku bernafas lega ketika lelaki itu telah pergi. Aku harus cepat-cepat pulang sekarang, jangan sampai aku lepas kontrol.

Ku letakkan piring makan di bawah, lalu dengan tergesa-gesa keluar dari tempat ini. Semoga ada taxi yang lewat, saat aku sudah berada di pinggir jalan nanti.

Setelah melewati pintu utama Ballroom, aku mencoba berlari lebih cepat. Meskipun sedikit sulit karena gaun yang press.

Ketika aku berjalan menuruni tangga di depan teras Ballroom, sosoknya telah berdiri memperhatikanku dari atas. Di ujung tangga, sosok lelaki misterius tadi berhasil menyadarkanku dari kekhilafan.

Sempat aku melihat ia tersenyum. Mengabaikannya cara jitu agar aku terselamatkan dari hipnotisnya. Aku berlari. Bergegas meninggalkannya dan menghentikan taxi yang kebetulan lewat ketika aku baru saja sampai ke bahu jalan raya. Aku masih bersyukur karena keberuntungan sedikitnya masih mau datang padaku.


Aku kenapa?
Kenapa aku jadi aneh malam ini?

Ahhhh, Aku merindukanmu kekasih khayalanku.
Aku membutuhkanmu untuk mengalihkan pikiran kacauku kepada lelaki misterius tadi. Hiks! Hiks! Hiks!


 
Percakapan sebaiknya menggunakan bahasa indonesia saja
Sengaja, suhu
Agar lebih menguatkan kesan original dari daerah tersebut

Mohon maaf jika kurang berkenan
:ampun:.
Dan ane baca cerita ini karena tertarik id ts namanya dora. Padahal kagak tau arti judul ceritanya yg pakai bahasa asing.
Terima kasih, suhu
:ampun:

Judul kalo di-bahasa indonesia-kan intinya berdoa saat melihat bintang jatuh
 
Keren banget pembawaan ceritanya.
Asik banget.. Berasa perasaan elsya dapat tersampaikan dengan baik.

Untuk penggunaan bahasa manadonya agak sedikit mengganggu tapi masih bisa dipahami lah. Diksi katanya juga bagus gampang dicernah. Over all ini cerita keren.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd