Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG With Benefits.

Status
Please reply by conversation.
Malam suhu-suhu sekalian, sebelumnya selamat hari raya idul adha bagi yang merayakan :Peace:

Mungkin ane ingin ngasih tau aja kalo ngga ada kendala next update akan ane upload besok malem, so stay tune :beer:

Dan untuk sekedar tambahan informasi, cerita ini bakal dibagi menjadi tiga chapter, dan setelah membuat kesalahan dengan ngeburu-buruin dan terlalu banyak adain sex-scene (terutama Hani) yang mungkin ngebuat suhu-suhu sekalian jadi bosen bahkan ketika baru di chapt. 3, ane akan lebih pelan-pelan dalem nge-explore Claudianya, so hope it won't be a big problem 🤞🤞
Bagaimanapun Alur Yang Kau Buat, You are always the best @Kocid .
Yang Terpenting Kurangi Scene-Misterinya😭, Kadang Suka Tanggung Bacanya 😁
 
Bimabet
-Keane and Scholes-


Claudia


Evelynn


Bella
*******​

"Jadi bagaimana, anak-anak? Apa sudah selesai mengerjakan latihan soalnya?" Ucap pak Rajo didepan kelas kami.

"Belomm, pakk!!" Jawab kami semua kompak.

"Hahahah, masa begitu aja udah susah? Kalian ini baru seminggu loh sekolah, kalo baru segini aja udah susah, gimana seterusnya?" Ledek pak Rajo ke kami, dan kemudian langsung dibalas oleh para laki-laki di kelasku.

"Lah bapak kali yang buru-buru, pak!" Sahut Dewa balas meledek pak Rajo.

"Tau nih, pak! Masa baru minggu pertama langsung disuruh ngerjain latihan 20 soal, pak?" Sambung Rama yang kemudian membuat para perempuan juga ikut membuat gaduh.

"Heh, heh, sudah jangan gaduh," ucap pak Rajo yang sudah kewalahan menangani kegaduhan kami.

"Sudah, sudah, kalau gitu, latihan hari ini dijadikan PR, dan taruh di meja saya besok pagi" lanjutnya, dan mendengar ucapannya pun langsung membuat sekelas kompak berteriak:

"Hore!!" Teriak yang lain membuat pak Rajo tertawa sembari menggelengkan kepalanya.

"Yasudah, kelas saya akhiri, dan karena ini jam terakhir, kalian sudah boleh pulang, dan langsung pulang, jangan main kemana-mana" ucap pak Rajo yang kemudian beranjak keluar dari kelas.

"Terimakasihh, pak!!"

Pak Rajo sudah keluar dari kelas, dan kemudian, serentak yang lain langsung membereskan barang-barangnya berhubung hari sudah sore dan kami sudah diperbolehkan untuk pulang.

"Ah, gila, baru seminggu ae udah kaya begini tugasnya, gimana kedepannya, anjir?" Ucap Adi yang terdengar kesal dan takut menghadapi minggu-minggu berikutnya.

"Emang kebagian guru apes kali kita, udah dateng telat, ngunjukin rumus doang, nggak ngasih contoh, eh langsung disuruh ngerjain soal sebanyak itu kita" balas Rama yang dilanjut dengan obrolan yang tidak ku dan Claudia gubris.

Perlahan, anak-anak dikelas ini pun beranjak meninggalkan kelas. Sementara aku dan Claudia? Kami berdua masih sibuk mengerjakan soal matematika ini. Rasanya sangat tanggung bagiku bila aku harus menjadikan tugas yang belum selesai ini sebagai PR, dan membuatku harus menghabiskan waktu di malam hari nanti untuk mengerjakannya yang padahal bisa kugunakan waktu itu untuk bermain game.

Tapi tentu saja, mengerjakan soal ini memakan waktu yang lama, yang kemudian membuat Adi dan Rama menjadi kesal menunggu kami berdua.

"Buset dah, Bay, Claud, ayo balik, udah sore, kan" ucap Adi yang sudah kesal menunggu.

"Bentar, tanggung" jawab kami berdua bersamaan yang akhirnya malah membuat Adi terdiam dan kembali menunggu.

Akhirnya pun selagi menunggu kami berdua, Rama dan Adi memutuskan untuk beranjak ke Dewa dan Aini yang masih berada dikelas menghitung uang kas. Aku terus mengerjakan soal ini, dan tak lama kemudian, Claudia membanting pensilnya ke meja.

"Ah, udahlah! Nyerah gue!" Teriak Claudia kesal yang sudah lelah mengerjakan, dan Claudia langsung memasukkan buku-bukunya ke tas dan beranjak ke Adi dan yang lainnya.

"Akhirnyaa, udah ini tinggal Bayu" jawab Rama lega karena Claudia akhirnya memutuskan untuk menyerah.

"Kalian udah sampe nomer berapa tadi?" Tanya Claudia ke mereka.

"Kita berdua baru sampe lima aja udah give up, Claud, hahahah" jawab Adi yang membuat mereka tertawa.

"Lah lu mending lima, gua baru dua nomer, anjing" sahut Dewa yang membuat mereka tertawa makin kencang.

"Emang lo udah nomer berapa, Claud?" Tanya Aini setelah selesai tertawa.

"Gue stuck di nomer 13, Ni, pusing gue udah" jawab Claudia yang membuat mereka semua terkejut.

"HAH?! 13?!" teriak mereka bersamaan.

"Kok bisa cepet banget?!?" Sambung Aini, dan tepat setelah Aini selesai bicara, aku langsung melempar pensilku kedepan dan menutup bukuku kencang-kencang.

"Boom! Kelar!" Teriakku kencang yang makin mengejutkan mereka.

"HAH?! BENERAN LU, BAY?!"

"Liat ae sendiri, coba" jawabku acuh selagi aku memasukkan barang-barangku ke tas.

Mereka pun berbondong-bondong beranjak ke mejaku, dan dengan cepat, Adi langsung mengambil buku tulis matematikaku dan melihat isinya bersama-sama, dan lagi-lagi betapa terkejutnya mereka melihat aku benar sudah menyelesaikan tugas ini.

"IH, BENERAN, DONG!!" teriak Adi kaget.

"Wah, gila sih lo, Bay, kok bisa cepet banget???" Sambung Aini yang hanya kubalas dengan tawaan.

"Bay, gua foto nggak papa, kan?" Tanya Dewa ingin mencontek jawabanku.

"Yaudah, jangan dioper ke yang lain tapi ya, buat yang disini-sini aja" jawabku, dan kemudian mereka langsung mengeluarkan hapenya untuk memotret jawabanku, kecuali Claudia.

"Ohiya, Claud, catetan yang papan tulis udah lu foto, kan?" Tanyaku ke Claudia, dan dia mengangguk tersenyum.

"Oooh, yaudah, jangan lupa kirimin ya, keburu lupa entar takutnya" lanjutku.

"Iyaa, tenang aja oke, Bay?" Jawab Claudia mengacungkan jempolnya kepadaku.

Mereka pun sudah selesai memotret seluruh jawabanku, dan berhubung hari sudah semakin sore dan sekolah sudah semakin kosong, kami sudah harus beranjak pulang.

"Yaudah, yuk, pulang" ajak Claudia untuk meninggalkan kelas.

"Kalian duluan aja, gua mau nyamper adek gua dulu" jawabku yang mengambil arah berlawanan dengan mereka.

"Oooh, yaudah kalo gitu gue duluan ya, Bay, see you tomorrow" balas Claudia, dan kami berpisah setelah melakukan fist-bump.

Akupun langsung berjalan menuju ke kantin dimana adikku menunggu. Adikku masih berada di tahun pertama jadi masih perlu waktu bagi dia untuk bisa terbiasa dengan lingkungan di sekolah ini, apalagi dia baru seminggu disini, dan kantinlah tempat yang terbaik untuk menunggu.

Suasana sekolah ketika sore ini begitu sepi. Tak terdengar lagi suara-suara tawaan dari anak-anak ketika sedang jam kosong, tak ada suara guru yang mengajar, bahkan suara daun yang bergesekkan terhembus angin pun terdengar begitu jelas. Tak kusangka hanya dalam hitungan menit pun suasana sekolah yang ramai bisa menjadi sesepi ini.

Namun, pandanganku yang mengarah ke pekarangan sekolahku yang terasa damai ini pun akhirnya teralihkan, karena aku mendengar suara bising perempuan cukup ramai dari ujung koridor. Akupun langsung menengok kedepan, dan aku langsung mengetahui asal dari kebisingan itu semua. Siapa lagi kalau bukan Evelynn dan kawan-kawannya?

Disatu sisi pun, Evelynn juga menyadari keberadaanku, dan dia langsung mempercepat langkahnya supaya kami dapat lebih cepat berpapasan.

"Yaampunn, Bayu, kasian banget sih jalan sendiri, jomblo, sihh" ucapnya meledekku, dan hanya kubalas dengan tawaan kecil.

"Makanya, Bayy, cari pacar dongg, kan enak kalo punya pacar ada yang nemenin abis pulang" lanjutnya meledekku yang langsung kubalas.

"Gua yang jomblo, lu yang ribet, lagian juga bukannya lu juga nggak punya cowi?" Balasku meledek dia yang membuatnya tertawa.

"Hahahaah, tai lo, Bay" tawanya selagi dia dan gengnya berjalan menjauhiku.

Kini aku sudah sampai di kantin sekolah, dan aku bisa langsung melihat seorang siswi berjilbab dan mengenakan pakaian yang cukup menutupi lekukan tubuhnya sedang duduk sembari bermain hape dan menggenggam plastik berisikan minuman berasa.

=====
Bella

=====

"Bella!" Teriakku memanggil adikku.

Bella pun langsung menengok kearahku, dan raut wajahnya pun berubah dari yang tadi sedang tersenyum kini berubah menjadi raut kesal dan bete. Setelah itu juga, Bella kembali mengenakan tasnya, dan kemudian, Bella langsung berjalan menghampiriku.

"Ihh kok kakak lama banget, sihh??" Tanya Bella kesal setelah lama menunggu.

"Eh maaf dek, kakak ngerjain tugas dulu tadi" jelasku selagi Bella mendekat.

"Ihh kenapa ngga ngomong?? Aku lama banget nunggu disinii" jawab Bella namun hanya kubalas dengan tawaan.

"Yaudah ayo kak, kakak juga ada latihan kan? Keburu sore" lanjutnya, dan Bella langsung menarik tanganku.

Kami pun langsung berjalan menuju parkiran berdua, dan selagi berjalan, aku menaruh tanganku di pundaknya sembari menyusuri koridor yang sudah kosong tak ada orang sama sekali.

"Jadi gimana, nih? Adek kakak udah ada yang deketin belom di SMA?" Ucapku memecah keheningan meledek Bella.

"Ih, apaan sih, kak?! Lagian juga kan baru seminggu aku sekolah!" Jawab Bella yang kesal dengan pertanyaanku.

"Lah justru karena minggu pertama dek, orang-orang udah bakal buru-buru ngamanin tempat, apalagi cewek kaya kamu yang cakep manis gini, belom lagi pasti belom ketauan kalo kamu pinter" kembali ledekku.

Bella pun sepertinya benar-benar tidak suka dengan candaanku, dan kemudian dia langsung menyingkirkan tanganku yang di pundakku dan mencubit-cubit tanganku.

"Ih kakak mah, kenapa si?! Udah dong, ah!!" Balasnya kesal selagi terus berusaha untuk mencubit-cubit lenganku.

"Ih, ih, kan bercanda doang dek, ih, udah, udah" ucapku selagi terus menangkis segala upayanya.

Setelah sekian lama Bella berusaha mencubitiku pun, akhirnya dia berhenti, dan setelah berhenti, Bella kemudian langsung menggandeng tanganku sampai kami berada di parkiran.

"Lagian mah kakak, noh, pasti kakak udah hunting-hunting cewek angkatan aku, kann??" Ucapnya yang kini gantian meledekku.

"Halah, kaya kurang kerjaan banget aja kakak nyariin begituan" jawabku sewot yang membuatnya tertawa.

"Hahahaha, tau jangan serakah mau nyari cewek-cewek angkatan aku, kak, padahal anak angkatan kakak pada cakep badai semua, apalagi itu si kak Evelynn" balas Bella membawa-bawa Evelynn.

Sebenernya pun, aku juga tidak bisa menolak fakta kalau Evelynn memang salah satu perempuan ter-'wah' di angkatanku. Tapi sayangnya, appearance-nya tidak didukung dengan sikap yang baik. Dia selalu memanfaatkan derajat dan kekuasaannya untuk hal-hal yang salah seperti mem-bully anak-anak yang lebih lemah darinya sama seperti saat hari pertama sekolah.

Selain itu, aku juga tidak suka dengan bagaimana Evelynn berusaha menunjukkan keindahan badannya dengan mengenakan pakaian yang paling ketat dan begitu banyak make-up hanya untuk membuktikan bahwa dia adalah perempuan paling dipuja di sekolah ini, sementara aku lebih menyukai perempuan yang lebih simpel terhadap urusan begitu.

"Hah? Evelynn? Nggak, lah, bukan tipe kakak" jawabku asal yang membuat Bella tertawa lagi.

Kami terus mengobrol selama kami berjalan, dan tak terasa, kami sudah sampai di parkiran. Akupun langsung mengambil motorku dan aku langsung menuju ke Bella yang menunggu di gerbang. Bella pun langsung menaiki motorku dengan posisi menyamping, dan Bella langsung menyandarkan kepalanya ke punggungku selagi tangannya memeluk perutku.

=====

Setelah mengantar Bella pulang kerumah, aku memutuskan untuk langsung berangkat ke lapangan tempat komunitas sepakbolaku berlatih. Jaraknya pun sebenarnya jauh dari rumahku, namun dengan kemampuan membawa motorku yang bisa dibilang brutal, aku bisa sampai di lapangan dengan cepat meski aku terlambat 10 menit dari yang dijadwalkan.

Aku pun bergegas untuk langsung berlari menuju ke pinggir lapangan, dan berhubung aku terlambat, sudah banyak yang sudah melakukan pemanasan sebelum latihan meski sebenarnya latihannya belum dimulai. Melihat itupun, aku langsung bergegas menuju ke orang-orang yang sedang duduk disamping lapangan, dimana aku melihat bang Irfan.

"Bang!!" Sapaku ke bang Irfan.

Bang Irfan adalah orang yang mengenalkanku kepada orang-orang di komunitas ini. Bang Irfan juga begitu ramah kepadaku meski umur kami yang berbeda sekitar 7 tahun. Bang Irfan juga menjabat sebagai pelatih tim sepakbola SMA-ku, dan dia mengajakku untuk ikut bermain disini meski rata-rata mereka jauh lebih tua dariku.

"Nah ini dia ditungguin, kemana aja, Bay??" Tanyanya selagi menggunakan sepatu.

"Ngerjain tugas bentar, bang, terus nganter Bella dulu" jawabku mendekati mereka, dan setelah berada disebelah mereka, aku langsung bergegas mengganti pakaianku.

"Ooooh, si geulis di SMA lu juga?" Kembali tanya bang Irfan, dan aku hanya menjawabnya dengan mengangguk.

"Oalah, yaudah buruan sana, Rafael daritadi nungguin lu, tuh" lanjutnya, dan setelah aku siap, aku langsung berlari kedalam lapangan menghampiri orang yang sudah menungguku untuk melakukan pemanasan.

"Raf!" Teriakku memanggilnya, dan dia langsung berbalik dan tersenyum melihatku.

Dia adalah Rafael, apa yang orang-orang sini bilang sebagai regenerasi dari Roy Keane. Dia bermain di posisi gelandang bertahan dengan mengandalkan staminanya yang tak terkalahkan dengan tackle yang begitu keras. Dia pun tadinya adalah kakak kelasku, namun karena dia mempunyai permasalahan di nilai akademisnya, dia terpaksa harus tidak naik kelas, dan pindah dan mengulang tahun di sekolah lain.

Tak hanya itu, dialah orang yang bertanggungjawab penuh atas kenapa "dream-couple" sekolahku tidak pernah terwujud. Dia adalah pacar dari teman sebangkuku, dan mereka berdua sudah menjalani hubungannya selama kurang lebih dua tahun sehingga tak ada ruang bagiku untuk bisa mendekati Claudia bila aku memang mempunyai rasa dengannya.

"Weh, lama banget lu, Bay" sapanya dan kami langsung tos bersalaman.

"Biasa lah, nganter adek dulu" jawabku, dan berhubung semuanya sudah siap, kami langsung memulai latihan.

=====

Latihan berdurasi satu jam kini sudah selesai, dan setelah selesai latihan, kami melanjutkan kegiatan dengan bermain full lapangan 11 vs 11, dimana aku dan Rafael selalu disatukan dalam satu tim sebagai dua pemain box-to-box di lini tengah.

"Bang, sini, bang!" Teriakku ke bang Irfan setelah dia berhasil merebut bola tepat di depan kotak pinalti kami.

Bang Irfan pun langsung mengoper bolanya kepadaku, dan disaat yang bersamaan, kulihat Rafael berlari menuju ke tengah lapangan. Melihat Rafael yang tak terjaga pun, dengan cepat aku langsung melakukan backheel pass ke Rafael tanpa mengontrol bolanya terlebih dahulu.

Rafael berhasil menerima bolanya, dan dia langsung berlari menggiring bolanya dengan cepat dari tengah lapangan yang sudah kosong tanpa ada yang menjaga menuju ke kotak pinalti lawan dimana sudah ada tiga pemain bertahan yang menunggu disana, memberiku ruang dan waktu untuk berlari berhubung pemain tengah tim lawan semuanya mengejar Rafael.

Belum tepat berada di depan kotak pinalti, Rafael sudah dikepung. Namun, berkat Rafael yang sudah menarik pemain di sekitarnya untuk menjaga dia, dia memberiku ruang yang kosong untuk kutempatkan, dan aku langsung memberi kode kepadanya.

"Raf! Kosong!"

Rafael pun langsung memahaminya, dan dia langsung mengoper bolanya kepadaku yang berada di zona samping kiri dia. Para pemain lawan pun terkecoh, dan kini, giliranku untuk menggiring bola menuju ke kotak pinalti. Melihatku yang bebas tak terjaga pun, akhirnya pemain bertahan yang menjaga di depan sisi kiriku memberiku pressure, namun salah satu striker tim-ku pun bisa langsung memotong kedalam kotak pinalti dan disaat yang tepat, aku memberi umpan terobosan sebelum dia menendang bola kedalam gawang.

"GOLL!!"

Akhirnya, tercipta gol yang dimulai dari kerjasama antara aku dan Rafael yang cukup cemerlang. Kami benar-benar memahami satu sama lain, dan kami bisa saling melengkapi apa yang menjadi kekurangan dari masing-masing.

Rafael lebih kuat secara fisik meski tubuhnya jauh lebih kecil daripadaku, sedangkan aku lebih bisa mengandalkan kemampuanku membaca permainan dan memberi umpan mematikan, sehingga bila mereka menganggap Rafael sebagai Roy Keane, maka aku adalah Paul Scholes. Attribute yang kami miliki pun juga cukup dekat bila pasangan lini tengah yang telah membela Manchester United selama bertahun-tahun itu dijadikan sebagai patokan.

"Nice, Bay!!" Teriak Rafael yang kemudian menghampiriku untuk melakukan tos.

Kini kedudukan sama 1-1, dan permainan terus berlanjut hingga peluit panjang dengan skor yang sama.

Kami pun langsung beranjak ke pinggir lapangan, dan kami langsung berisitrahat meregangkan kaki kami. Aku langsung duduk menyandar ke tembok, dan Rafael pun langsung duduk di sampingku setelah mengambil tasnya.

"Halah, Bay, masih nggak bisa lari, lu?" Ledeknya karena aku berlari lebih lamban darinya tadi.

"Yaelah kaya ngga tau gua aja, efisiensi adalah kunci" candaku berbicara seperti filosofis yang membuatnya tertawa.

"Yaiya kalo yang nge-cover lu ngangkat, kalo nggak bolong banget itu tengah kalo main pake dua box-to-box kaya gini" kembali jelasnya yang hanya kuiyakan.

Kami pun mengobrol cukup panjang setelah itu. Kami membicarai tentang lomba sepakbola tahunan yang diadakan untuk para tim sepakbola SMA di kota kami, dimana sekolah kami berdua yang merupakan rival selama 10 tahun belakangan ini masing-masing akan mempunyai kesempatan untuk memenangkan pialanya.

Sebenarnya pula, SMA-ku bisa saja memenangkan piala ini bila Rafael tidak pindah, dan sisi tengah lapangan akan diberkahi oleh tiga pemain tengah terbaik dengan aku bermain di nomer 10 dan Adi bersama Rafael menjadi dua pivot di belakangku. Namun sayangnya, Rafael harus pindah, dan lagi, dia berpindah ke sekolah yang sudah menjadi rival kami.

Hari sudah mulai menggelap, dan berhubung aku juga sudah harus bergegas pergi karena masih ada urusan yang harus kukerjakan, aku dan Rafael bersamaan berpamitan dengan yang lain dan kami berdua langsung beranjak ke kendaraan kami.

Baru ketika aku memasukkan kunci motorku, Rafael yang baru saja membuka pintunya langsung beranjak kembali kepadaku.

"Eh, Bay," ucapnya selagi dia beranjak mendekatiku.

"Gua mau nanya dah sekalian, lu tau nggak cewe gua sekelas sama siapa?"

Loh, kok malah dia yang jadi pacarnya sendiri tidak tahu?

"Lah, emang Claudia nggak cerita sama lu? Gua sama dia kan sebangku, Raf" jawabku bingung.

"Hah? Kok lu nya juga nggak cerita??" Balasnya lagi.

"Ya mana gua tau, gua kira dia bakal cerita, kan" belaku ke Rafael.

"Hahahaha, yaudah lah nggak usah dipikirin, yang penting sekarang gua titip cewek gua sama lu ya, Bay" lanjutnya setelah selesai tertawa.

"Titip gimane?"

"Yaiya, jagain kalo ada ape-ape, bantuin kalo dia perlu tolong, gitu-gituan dah pokoknya," jelasnya yang langsung kupahami.

"Ooooh, iya santai, Raf" balasku menerima permintaannya.

Rafael pun langsung tersenyum mendengar jawabanku, dan setelah selesai, Rafael langsung kembali ke mobil P*jero nya sedangkan aku langsung beranjak pergi menggunakan motor V*rio kesayanganku.

=====

Sudah nyaris tiap hari belakangan ini, Mamah menyuruhku untuk mendaftarkan diri ke sebuah les untuk mempersiapkanku terhadap ujian masuk PTN yang akan diselenggarakan nanti. Memang aku mendapat kuota untuk mendaftarkan diri lewat jalur SNMPTN, namun aku juga perlu mempersiapkan diri just in case aku tidak lolos.

Akupun sebenarnya tidak merasa aku perlu, toh aku bisa belajar sendiri. Namun Mamah yang selalu bersikeras membuatku hanya bisa pasrah dan mengikuti kemauannya, toh juga Mamah hanya ingin yang terbaik untukku, dan harusnya aku bersyukur Mamah dan Ayah masih mampu untuk membiayai pendidikanku.

Aku sudah sampai di depan tempat les ini, dan aku langsung memarkirkan motorku sembari melihat bangunan dari tempat ini.

"Lumayan, lah"

Akupun langsung beranjak turun dari motorku, dan aku langsung beranjak menuju ke pintu masuk. Aku langsung membuka pintu utamanya, dan baru ketika aku bisa melihat meja TU-nya, aku melihat sesosok orang yang familiar.

"Loh, itu kan..."

Ternyata, pintu yang kubuka ini mengeluarkan suara yang cukup kencang, sehingga seluruh orang yang berada di dalam bisa langsung melihatku, dan orang yang kulihat familiar itu pun juga terkejut.

"Bayu?!"

"Loh, Claud, lu les disini juga?"

Tak kusangka, setelah duduk sebangku, aku dan Claudia akan bertemu di tempat les yang sama pula. Namun, Claudia terlihat sangat berbeda.

Claudia tidak pernah mengenakan gaya yang aneh-aneh ketika berada di sekolah, namun yang kulihat saat ini begitu berbeda. Claudia saat ini mengenakan mini-dress yang sedikit seatas lutut berwarna coklat dan ditutupi dengan jaket jeans berwarna hitam. Claudia terlihat begitu menawan saat ini.

"Ngga, Bay, gue baru mau daftar, nih" jawabnya, dan aku langsung beranjak mendekati mereka dan aku langsung duduk disamping Claudia.

"Ini pacarnya, mbak?" Tanya sang TU.

"Oh, bukan, mbak, tapi kita temen sebangku di sekolah" jelasku tanpa canggung karena sudah terbiasa.

Singkat cerita, kami berdua pun memutuskan untuk dijelaskan bersamaan. Pegawai TU ini pun menjelaskan secara detil dari sistem pembelajaran, hari-hari yang tersedia untuk les-nya sendiri, serta ke biaya yang diperlukan dan keuntungan apa yang kami dapat dari les ini.

Yah, sebenarnya harganya memang relatif mahal, namun apa yang mereka tawarkan pun juga kurasa sebanding dengan apa yang kami bayar.

"Jadi kurang lebih begitu, mbak, mas," jelasnya selagi Claudia memikirkan apa yang baru saja disampaikan.

"Apa mbak dan mas jadi minat untuk les disini?" Lanjutnya bertanya.

"Oh, saya mah udah disuruh ortu saya, saya ngikut aja" candaku membuat mereka berdua tertawa.

"Hahahaha, begitu toh, kalo mbaknya gimana?" Sambung mbak TU ke Claudia.

"Boleh deh, berarti nanti bayarnya transfer terus buktinya dibawa kesini?" Jawab Claudia yang dibalas dengan anggukan.

Setelah itupun, kami diminta untuk mengurusi registrasi, dan kami memutuskan untuk mengambil di hari yang sama supaya Claudia bisa nebeng denganku menuju ke tempat les ini. Kami pun langsung menyerahkan kertas registrasi yang baru kami isi, dan mbak TU langsung menyerahkan nomor rekening untuk pembayaran, dan setelah itu kami siap untuk beranjak pergi.

"Ohiya, mbak, sebelumnya mohon maaf," ucap mbak TU ke Claudia sesaat setelah kami beranjak dari duduk kami.

"Sebelumnya, nanti setelah mbak sudah les disini, mungkin bisa make pakaian yang lebih sopan ya, mbak" lanjutnya, dan tak kusangka, Claudia menerimanya dengan lapang dada.

"Oh, iya mbak, mohon maaf ya sebelumnya" jawab Claudia meminta maaf.

Claudia benar-benar berbeda dengan teman-temannya yang lebih tidak tahu manners. Claudia bahkan bisa meminta maaf terkait pakaiannya dimana bila Evelynn yang diberi kritik seperti itu, dia bisa menjadi yang paling galak dan meneriakkan 'tubuh gue suka-suka gue!' dan semacamnya.

Singkat cerita, kami beranjak keluar, dan aku memutuskan untuk menunggu Claudia pulang terlebih dahulu.

"Lu mau daftar les aja rapih banget, Claud" ucapku basa-basi.

"Hahahahaha, iya sekalian gue mau ke Mall soalnya, ada yang mau gue beli" jawabnya.

Aku hanya menjawab dengan mengangguk, dan setelah itu tak ada yang berbicara. Tapi keheningan itu hanya bertahan sesaat karena Claudia kembali berbicara.

"Eh, Bay," ucapnya memecah keheningan.

"Lo mau ikut gue aja, nggak?"

"Hah, kemana? Ke Mall?" Tanyaku.

"Iyaa, gabut banget tau gue sendirian"

Mendengar ajakannya pun, aku langsung melihat jam, karena kalau aku pulang kemalaman, aku bisa dirajam oleh Mamah. Aku melihat jam masih menunjukkan pukul tujuh, yah aku masih bisa pulang dibawah jam 10 setidaknya.

"Ayo, deh, lu bawa kendaraan?" Terimaku.

"Nggak, hehehehe, biar gue sekalian nebeng"

Aku hanya tertawa bersamanya mendengar jawabannya, dan setelah setuju, kami langsung beranjak naik motorku menuju ke salah satu Mall terbesar yang ada di kota ini.

=====

Singkat cerita, kami sudah sampai, dan kami langsung beranjak menuju ke toko alat tulis yang berada di Mall ini.

"Lu mau nyari apaan disini?" Tanyaku bingung karena aku tak mengira dia ingin kesini.

"Gue mau re-stock pulpen sama tip x, Bay, pulpen gue udah banyak yang mau abis tintanya gara-gara dipinjem Adi sama lo mulu" jawabnya meledekku.

"Lah kan bisa di koperasi kalo ini mah" balasku bingung, namun dia hanya tersenyum.

Yah, namanya juga perempuan. Sangat berbeda dengan laki-laki dalam urusan ini.

Setelah cukup lama, akhirnya Claudia menemukan barang-barang yang dia cari, dan setelah membayarnya, kami langsung beranjak pergi.

"Lu masih ada yang mau dicari?" Tanyaku selagi kami keluar.

"Nggak, sih, lo gimana?" Balik tanyanya.

"Nggak ada sih, terus sekarang mau balik?" Kembali tanyaku.

"Lo mau makan dulu atau ngapain dulu? Masih jam segini juga, loh" ajaknya.

"Boleh deh, toh masih jam segini juga" jawabku menerima ajakannya.

Kami langsung beranjak dari toko ini menuju ke lantai bawah yang tersedia banyak restoran. Selama berjalan pun, kami juga mengobrol cukup panjang, dan terkadang kami juga melihat-lihat outlet tertentu dahulu seperti aku melihat toko sepatu, dan Claudia melihat outlet baju.

Kami sudah sampai di lantai dasar, dan aku hanya mengikuti Claudia membiarkan dia memilih restoran mana yang dia inginkan. Namun, harusnya aku ikut memberi saran, karena Claudia langsung mengajakku untuk makan di restoran yang cukup mahal untuk dompet anak SMA.

"Disini?" Tanyaku memastikan.

"Lo nggak mau?"

"Disini mahal banget ngga, si?" Kembali tanyaku yang membuatnya tertawa.

"Hahahahaha, lo nggak megang duit emang?" Kembali tanyanya.

"Ya ada si, cuma gua kaget aja lu ngajaknya disini" jelasku.

"Ooooh, nggak papa nih berarti? Soalnya disini enak tenang, gue bisa ngerjain tugas disini" jawab Claudia dan aku hanya mengangguk mengiyakan.

Kami pun langsung memasuki restoran ini, dan kami langsung diberi meja yang cukup besar oleh pelayan sehingga Claudia lebih leluasa mengerjakan tugasnya setelah kami makan nanti, dan setelah kami memesan makanan, tiba-tiba terbesit sesuatu di pikiranku.

"Eh, Claud," tanyaku yang membuatnya berpaling kearahku selagi dia memainkan hapenya.

"Lu kok nggak cerita ke Rafael kalo kita sekelas?" Lanjutku bertanya.

Mendengar pertanyaanku pun, raut wajah Claudia berubah, dan dia langsung mematikan hapenya dan menghadap kearahku.

"Loh, padahal gue kira lo udah cerita" jawabnya yang terlihat mulai kepo.

"Yeh gimana, lu kan pacarnya, gua mah temen main bolanya doang" balasku yang membuatnya tertawa.

"Hahahahaha"

"Malah ketawa lagi" ucapku yang membuat tawanya berhenti dan lanjut tersenyum.

"Yah ada misunderstanding aja berarti ya" balas Claudia yang hanya kuangguki.

"Ehiya, Bay, by the way, Rafael gimana pas lo kasih tau?" Lanjutnya bertanya.

"Gimana 'gimana'?"

"Ya, kaya responnya dia aja, how he reacted" jelasnya yang membuatku langsung paham.

"Nothing much, sih, kaya yaudah aja gitu, terus dia minta tolong ke gua buat jagain lu" jelasku.

"Dia nggak ada marah atau kaya keliatan gimana gitu?" Lanjutnya bertanya.

"Nggak, sih"

Akhirnya, Claudia pun puas dengan jawabanku, dan dia mengangguk paham. Namun, wajahnya kini berubah menjadi datar.

"Rafael tau nggak, sih, Claud? Tentang 'dream-couple'?" Kembali tanyaku ke Claudia.

"Nggak, kok"

"Nah mungkin itu kenapa dia jadi kaya biasa-biasa aja" jelasku.

"Iya, lagian juga gue sama Evelynn udah sepakat jangan sampe Rafael tau, lo tau lah Rafael kan orangnya over-reacting banget" jelas Claudia, dan setelah sekian waktu, makanan kami sudah sampai.

Kami pun mulai menyantap makanan kami. Pada awalnya pula, Claudia terlihat begitu muram, namun perlahan sembari kami mengobrol, raut wajahnya mulai perlahan berubah menjadi lebih ceria lagi, dan akhirnya dia bisa tertawa lepas lagi setelah sekian waktu.

Kami berdua ternyata memang nyambung jika kami sedang mengobrol, yang baru kusadari karena aku tak pernah mengobrol sepanjang ini dengannya saat di sekolah. Aku benar-benar menikmati berbincang berdua dengannya, dan dari yang kulihat pun, Claudia sepertinya merasakan hal yang sama denganku, karena tak pernah sebelumnya aku melihat Claudia bisa se-loose ini ketika berbicara denganku.

Setelah cukup lama kami berbincang, kami sudah menyelesaikan santapan kami. Claudia pun langsung memanggil pelayan untuk membersihkan mejanya, dan dia langsung mengeluarkan buku dari totebag-nya.

"Buset, langsung banget?"

"Hahahaha, iya, Bay, biar gue pulang bisa langsung istirahat," jawabnya selagi membuka bukunya.

Melihatnya pun, aku menjadi teringat sesuatu. Aku belum menulis ulang catatan yang tadi difoto Claudia tadi. Akupun juga ikut mengeluarkan buku dari tasku dan aku langsung mulai menulis.

Akhirnya tercipta keheningan sejenak, namun akhirnya keheningan itu kembali terpecahkan setelah Claudia kembali stuck dalam mengerjakan.

"Aaaah, nggak ngerti gue" ucap Claudia dengan nada memelas.

"Kenape, lu?" Tanyaku tanpa melihat kearah wajahnya.

"Nggak ngerti gue" jawabnya lelah.

Akhirnya melihat dia yang kesusahan mengerjakannya pun, muncul rasa simpati dalam diriku dan aku langsung menghadap kepadanya.

"Mau liat punya gua aja?"

"Nggak mau, percuma kalo gue nggak ngerti" jawabnya yang mengejutkanku, jarang sekali aku mendengar ada yang berbicara seperti itu, apalagi orang seperti dia.

"Yaudah, sini, mau gua ajarin?" Tawarku sembari menutup bukuku, dan Claudia pun langsung tersenyum mendengarnya.

"Really? Bolehh, ajarin gue dong, Bayy" pintanya.

Akupun langsung mengesampingkan bukuku, dan aku langsung memajukan dudukku supaya aku lebih mudah mengajarkannya.

Waktu berlalu begitu cepat, sampai-sampai tak terasa kini aku mengajarkan semua soal yang belum Claudia kerjakan.

"Nah, udah deh selesai" ucapku menyudahi, dan Claudia pun terlihat kembali lega dan dia langsung menutup bukunya.

"Phew, nggak kerasa ya kayaknya cepet banget" jawabnya.

"Iya, ya, kaya cepet banget" balasku asal.

"Nggak nyangka gue Bay, lo sepinter ini matematika" ucapnya yang membuatku tersenyum.

"Gimana, udah ngerti sekarang?"

"Udah kok, thanks a lot, Bay" jawabnya membuatku tersenyum, dan aku kembali menulis catatan di bukuku, sampai akhirnya aku menyadari Claudia senyum-senyum sendiri.

"Kenapa lu senyum-senyum sendiri?" Tanyaku tak berhenti menulis catatan.

"Hahahah, nothing, lucu aja bagi gue, gaya lo bukan gaya orang-orang yang sepinter ini sama matematika" jelasnya.

"Yah, if we're being fair, gaya lu juga bukan gaya orang-orang rajin, lu lebih keliatan kaya cewek yang nggak peduli sama sekolah dan pengen jadi model aja" balasku sejujur-jujurnya yang membuat dia tertawa kencang.

Akupun terus menulis di bukuku, sampai tak sadar kalo Claudia memotretku yang sedang menulis.

*Cekrek...*

"Eh, buat apaan foto-foto?" Tanyaku kaget.

"Buat story IG, nggak papa, kan?"

"Yaudah, yang penting lu siap aja kalo nanti IG lu meledak sama notif" jelasku, dan Claudia pun langsung paham.

Tak lama pun, aku juga sudah selesai mencatat, dan setelah selesai, aku kembali memasukkan bukuku ke tas.

"Udah selesai?" Tanyanya yang juga sudah beberes.

"Udah, lu mau balik sekarang?" Tanyaku, namun tak dia jawab.

"Umm... Bay..."

"Kenapa?"

"Gue... Boleh nebeng lagi, nggak?" Pintanya.

"Oooh, yaudah, santai" jawabku yang membuatnya tersenyum.

Setelah membayar makanan kami, kami langsung beranjak keluar dari restoran ini, dan kami langsung bergegas menuju ke parkiran motor untuk pulang.

Di jalan pun, lagi-lagi kami berbincang cukup panjang. Tak kusangka, ternyata hanya dalam waktu kurang lebih seminggu + beberapa hari, kami bisa menjadi klop dan kami bisa berbincang layaknya kawan yang sudah lama dekat. Claudia pun juga sudah tidak 'jaim' lagi denganku seperti di hari-hari sebelumnya, dan dia bisa menunjukkan sisi lucunya kepadaku, yang tentu saja juga pasti akan berefek ke memanasnya berita 'dream-couple' kami.

Singkat cerita, kini kami sudah sampai di tempat tinggalnya, sebuah apartemen yang ternyata masih searah dengan rumahku.

"Bay, gue turun disini aja, ya" ucapnya di pinggir jalan raya.

"Loh, nggak papa?"

"Nggak papa, kok, biar lo bisa langsung pulang" jelasnya.

"Ooooh, yaudah kalo gitu, gue pamit ya" pamitku.

"Iyaa, hati-hati lo di jalan, jangan ngebut" ingatnya yang membuatku tersenyum.

Claudia pun langsung beranjak turun dari motorku, dan kini aku sudah siap berangkat. Namun, Claudia kembali memanggilku.

"Bay" panggilnya.

"Iya?"

"Thanks a lot for today" ucapnya.

"Don't mention it" jawabku yang membuatnya kembali tersenyum, dan setelah itu aku langsung menancap gasku dan beranjak pulang.

-To be Continued-​
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd