Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Work is work, sex is sex [Tamat]

Saya ingin meng-explore cerita tentang rekan-rekan kerja Ted dan Nita, apakah tertarik?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
ada tambahan sedikit... menurut ane sebaiknya masuk di chapter yang ini...

Sekalian mau bikin quize...
menurut suhu sekalian apakah hubungan keluarga Tjahjadi dengan Ai Meily???
bisa di jawab dengan balas comment ini, yang benar ane kasih ucapan selamat...

Bisnis keluarga anita bersinggunga dengan keluarga tjahjadi, dan menyebabkan ayah anita depresi dan kehilangan nyawa karena menanggung malu
 
Welcome back gan, akhirnya ada update ny lagi, semakin pelik masalah tedy dan keluarga ny, di tunggu next ny gan..
 
Chapter XLI
Truth?


Apa itu, aku tidak tahu, apa yang harus ku lakukan, apa yang baru saja di katakan Ai Meily membuatku tidak bisa berpikir jernih, aku tidak mengerti. Aku berusaha menghubungi Nita, aku menephonenya, aku chat dia aku sms, tidak ada satupun yang dia balas. Aku tanyakan hal itu pada Toni dan Jack yang tadi berada di depan, mereka juga tidak mengerti mengapa Ai Meily tampak gusar dan kosong di saat ketika dia tahu baru mereka mengabdi untuk keluargaku.

Aku tidak mengerti, aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, apa yang membuat ai Meily seperti itu, aku harus segera menyelesaikan ini.

***

Aku terduduk di mejaku, aku tidak tidur sepanjang malam, aku berusaha mencari tahu apa hubungan keluarga Nita dengan keluargaku tapi tidak ada apapun yang kuperoleh apakah aku harus bertanya pada bang Andre. Aku sendiri tidak tahu, aku hanya berharap jawaban dari Nita hari ini. Aku berharap dia bisa memberikan jawaban atas semua pertanyaan ku hari ini di kantor.

Nita tidak kunjung datang, tidak membalas pesanku, waktu sudah pukul 0815. Pak Stanly juga sudah tampak memperhatikan jamnya dan melirik ke meja Nita, dia juga sepertinya tidak mengabari pak Stanly. Pak Stanly melirikku dan mengangkat alisnya dengan ekspresi seolah bertanya padaku. Apa yang harus ku jawab, Aku tidak tahu apakah Nita akan datang atau tidak.

“TING”, handphoneku berbunyi, pesan dari Pak Stanly.

Stanly : “Kalian berantem?”

Ted : “Tidak…”

Stanly : “So?”

Ted : “I don’t know”

Stanly : “dia tidak mengabarimu, dan kamu tidak mencarinya?”

Ted : “Ibunya memintaku menjauhi Nita”

Stanly : “WHAT!?”

Aku tidak tahu harus menjawab apa pesan dari Pak Stanly lagi, aku sendiri masih kacau, aku tidak mengerti apa yang terjadi semalam. Pak Stanly tidak menggangguku lagi dengan chat, mungkin dia tahu aku sendang gundah-gulana juga. Malah sekarang pesan dari Inggrid yang masuk.

Inggrid : “Jie Anita baik-baik saja kan? Tidak ada hubungannya dengan hal itu kan?”

Ted : “Tidak, semua teratasi…”

Inggrid : “Ada apa?”

Ted : “Not now…”

Ted : “Sorry”

Hanya itu yang bisa ku balas pada Inggrid, pikiranku tidak karuan. Kerjaku jadi lambat dan tidak benar, aku tidak konsentrasi, selain karena memikirkan Nita aku juga tidak tidur. Sialan, rasa kantuk ini baru menyerang saat jam makan siang.

“Ted, kamu berantem sama Nita?”, tanya Boby padaku, sudah berkongkok di samping kursiku membuatnya tidak terlihat dari pandangan rekan yang lain, tumben dia perhatian dan hari ini nada suaranya sepertinya sangat bijak dan hanya berbisik padaku.

“Nope… more complex”, jawabku singkat dan berusaha kembali ke perkejaanku, tapi percuma pikiranku tidak di pekerjaanku.

“I know we not that close, but you always can talk with me…” sambil beranjang dari posisinya dan meninggalkan ruangan kerja kami, sepertinya dia pergi makan siang. Ruangan ini terasa begitu kosong ketika semuanya sudah tidak ada. Aku hanya memandangi seluruh ruangan, rasa sunyi rasa kosong ini.

Apakah mereka masih akan memperlakukanku sama jika mereka tahu Aku adalah seorang Tjahjadi? Apakah mereka masih bersikap sama padaku? Apakah mereka tidak pernah disakiti keluargaku? Apakah aku masih bisa menjadi aku?

Sepasang tangan merangkul leherku, membuyarkan semua lamunanku, membuyarkan semua pikiranku itu. Lengan yang hangat melingkar di leherku, aroma wangi ini, aroma yang ku kenal. Inggrid memelukku erat dari belakang, kedua tangannya melingkar dan wajahnya bersandari di kepalaku. Mungkin saat ini Inggridlah yang bisa ku temani ngobrol dan mengerti situasiku, mungkin hanya Inggrid yang akan sama, karena dia akan selalu seperti itu di sisiku.

Dia memelukku tanpa sepatah katapun, aku pun diam, sembari membelai rambutnya. Airmataku mengalir, perasaan ini, perasaan apa ini. Rasanya dadaku sesak, rasanya air mataku semakin deras mengalir dari mataku, pipiku terasa basah, dadaku terasa sesak. Aku menangis.

***

Andre : “Aku tidak bisa menemukan data apapun tentang keluarga Nita yang berhubungan dengan Tjahjadi…”

Andre : “tapi aku akan mencari lebih lanjut, akan ku kabari segera”

Pesan yang tidak berguna dari Bang Andre, sama sekali tidak membantu. Aku masih harus menemukan informasi segera, aku ingin kerumah Nita, tapi itu pilihan yang bagus jika aku bertemu dengan Ai Meily tentunya aku akan di usir lagi. Lagipula seluruh anggota tim Bang Andre juga masih mengawasi rumah itu.

Dari pagi Nita sudah berangkat bersama Ibunya entah kemana, mereka kehilangannya ketika memasuki kawasan padat lalulintas, seharusnya mereka mengikuti Nita dengan motor bukan dengan mobil, dasar bodoh. Hingga sore ini Nita dan Ibunya belum kembali, adik-adiknya di rumah tidak kemana-mana. Hanya Nita dan Ibunya saja, membuatku semakin yakin mereka pasti membicarakanku.

***

Aku duduk di apartementku, tidak tahu apa yang harus kulakukan, aku hanya mengganti chanel tv berputar dan berputar, entah sudah berapa kalai chanel itu terulang saat ku pencet-pencet remot itu. *Ting tong*, bel apartementku berbunyi, aku bergegas menuju pintu, berharap itu adalah Nita. Tidak ku intip lagi, langsung saja ku buka pintu itu dengan lebar.

Di balik pintu terlihat Inggrid sedang mengangkat sebuah rantang di hadapannya, dan melihatku dengan senyuman. Sedikit kecewa tapi aku juga senang Inggrid datang dan memperhatikanku. Seperti biasa dia juga langsung menyelonong masuk, paling tidak kali ini dia tidak membuka pintuku sendiri.

“Ko Tedy pasti belum makan kan? Ling buatkan sedikit makanan”, sambil dia meletakkan rantang itu di atas meja makanku dan mulai membuka rantang itu satu persatu, rantang empat susun itu di letakkan satu persatu di atas meja.

“Ko pintunya biar saja terbuka”, tiba-tiba Inggrid mengatakan itu saat aku hendak menutup pintu, tentunya aku heran kenapa seperti itu, dan aku menatapnya.

“Seperti sinetron gitu, nanti JIe Aniita datang, liat kita berdua di apartement malah salah paham, biarkan saja terbuka”, sambil dia mengedipkan matanya padaku. Aku hanya bisa tersenyum kecil padanya. Inggrid masih memikirkan hubunganku dengan Nita dalam keadaan seperti ini. Aku tidak mengerti bagaimana perasaannya padaku saat ini, aku tidak mengerti pandangannya tentang hubungan kami berdua saat ini. Sebenarnya apa hubunganku dengan Inggrid saat ini, bagaimana perasaan ku pada Inggrid saat ini.

Akhirnya kami makan berdua dengan bekal yang di bawakan oleh Inggrid, dia masak cukup banyak, makanannya pun masih hangat, ada sup, ayam, capcai dan nasi goreng. Dia benar-benar repot pastinya, sepulang kerja menyiapkan semua ini.

“Thank you Ling…” sambil ku tatap matanya, hanya itu saja yang bisa ku katakan padanya saat ini.

“Sudah seharusnya kan mei mei mu ini menghibur disaat kokonya senyadih…” dia pun tersenyum padaku, apakah ini yang Inggrid rasakan saat ini, seperti koko dan meimei. Kami makan bersama, dan tidak lama juga setelah semuanya selesai, Inggrid berbenah dan langsung pulang juga. Kembalilah aku sendiri dalam sunyi di apartementku.

Daripada bosan mungkin sebaiknya aku mengunjungi safehouse, mungkin ada sedikit informasi juga dari orang Jepang itu. Paling tidak aku jalan sejenak meninggalkan tempat ini.

***

Safe house, 2120

Aku berada di sana, sambil membawakan beberapa cemilan untuk kru yang sedang berjaga, sedangkan kedua orang Jepang itu sedang di tahan di ruang di basement. Aku hanya di ruangan tamu di atas sambil duduk termenung dan ku liat sepertinya Bang Andre dan Jie Yanin sedang mendiskusikan sesuatu di telphone, mungkin dengan Ko Alex mengenai kedua orang tahanan kami ini.

Dua orang Jepang itu sepertinya cukup kukuh dan belum memberikan informasi apapun, JIe Yanin dan Krunya masih berupaya membobol smartphone dan laptop mereka mencari tahu semua yang bisa mereka dapatkan dari sana. Pasti orang yang menyuruh mereka juga sedang panik mencari mereka yang menghilang, makanya Jack juga sudah di suruh juga berjaga di apartement Panthouse mereka, mungkin ada yang muncul mencari mereka.

Masalah penyerangan ini juga pasti sudah di informasikan ke Ko Alex, biar di beberapa kota lain bisa lebih waspada, terutama Ko Alex dan Jie Crys, karena incaran mereka sudah menuju keluarga kami secara terbuka. Tapi sepertinya ada yang membuat Jie Yanin dan Bang Andre Resah dengan kondisi saat ini.

“Gimana?” tanyaku kepada mereka, yang berdiri di pojokan ruangan agak berjarang dari kru yang lain.

“Sepertinya masalah lebih pelik dari dugaan kita…” kata Bang Andre sambil setengah berbisik, mungkin agar tidak kedengaran kru yang lain.

“Menurut tim di Jakarta, katanya di kelompok bisnis Jepang ini ada yang berhianat dan berusaha menggulingkan yang sedang pegang kendali”, sambung Bang Andre dengan nada kawatir.

“Terus hubungannya dengan kita?”, tanyaku yang tidak mengerti peta kekuasaan yang sedang bermain di Jakarta.

“Nah si Damyo yang sekarang menguasai bisnis di Jakarta itu berkualisi dengan kita…”, sambung bang Andre.

“Berarti si pembelot itu yang mengincar kita?” tanyaku lagi pada mereka berdua.

“Belum tentu, bisa saja Damyo itu yang menyerang kita, seolah itu ulah kelompok yang lain, agar kita membantu mereka menumpas penghianatnya”, jawab Jie Yanin, masuk akal juga.

“Dan ketika kita tidak kuat lagi di Jakarta, malah mereka yang mengusur kita…”, sambung Jie Yanin, dengan begitu mereka tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga dan bisa jadi kami malah yang melemah karena itu. Masalah kekuasaan dunia bisnis ini sebenarnya sama saja perang antar gang yang merebut kekuasaan satu wilayah, karena pasti kami akan mengeluarkan biaya dan tenaga untuk melakukan itu, tapi bentuknya pasti bukan perang terbuka.

Jadi kalau kami berlum berhasil mencari tahu pihak mana yang menyuruh mereka, posisi ini tetap saja tidak berguna untuk kami. Tetap harus waspada bagaimanapun, tidak bisa bertindak gegabah dulu. Tapi biarlah urusan ini dipikirkan oleh Bang Andre dan Jie Yanin, juga Ko Alex dan Jie Crystal. Aku tidak ingin terlibat dalam hal ini.

Aku masih juga memirkan Nita, adaapa dengan ai Meily, aku masih harus mencari tahu tentang itu.

“Bang, gimana ada kabar tentang info yang aku minta?”, tanyaku mengejar info yang ku inginkan dari keluarga Nita, apa hubungannya dengan keluargaku.

“Sementarasih belum ada apa-apa nih Ted… Masih aku suruh beberapa orang cari tahu mengenai itu…” jawab Bang Andre sedikit kecewa dan menggelengkan kepalanya.

“Tentang apa?”, jie Yanin bertanya karena mungkin bang Andre tidak memberi tahukan hal itu pada Jie Yanin. Bang Andre lalu melihat Jie Yanin dan melirikku lagi, sepertinya agak ragu memberitahukannya kepada Jie Yanin.

“Hubungan Keluarga Nita dan keluarga Tjahjadi, entah mengapa sepertinya Ibu Nita sangat tidak menyukai keluarga ini”, jawabku kepada JIe Yanin. Yanin lalu memperhatikan Aku dan Bang Andre.

“Anita Xxxxxx, Putri dari Tuan Richardo Xxxx dan Nyonya Meily Xxxxx , lahir tahun 1989, selain itu masih ada dua saudari Anastasha lahir tahun 1996 dan Alyssa lahir tahun 1998, Ayahnya meninggal tahun 2005, saat dia berusia 16 tahun…”, jawab Jie Yanin dengan lancar, dia mempelajari semua berkas yang di serahkan padanya dengan seksama sepertinya.

“Richardo Xxxx dalam datanya meninggal karena kecelakaan dan di kebumikan di Kota ini, tapi setelah ku periksa ada beberapa perbedaan dari kondisi yang seharusnya dan adanya manifes yang berbeda atas kejadian itu, makanya Aku mencari lebih jauh lagi…” kata Jie Yanin. Tunggu dulu ada manifes yang berbeda, ada informasi yang berbeda?

“Ada informasi yang berbeda?” tanyaku mengejar pernyataan Jie Yanin tadi.

“Ya ada telah mengubah data itu, telah mengubah informasi mengenai kematian Ayah Anita ini”, jawabnya sambil memandangku dengan serius, dan Bang Andre pun mendengarkannya dengan serius, tentunya karena Jie Yanin berhasil mendapatkan informasi lebih baik darinya.

“Siapa yang mengu…”, belum selesai aku bertanya, jie Yanin sudah memotongku.

“Keluarga Tjahjadi yang mengubahnya…”, katanya tegas, keluargaku yang mengubahnya. Jelas pasti ada hubungan antara keluarga Nita dengan keluargaku hingga informasi seperti ini harus di ubah oleh keluargaku. Masalah mengubah informasi administrasi seperti ini tentunya bukan hal sulit bagi keluargaku, dan tentunya ada sesuatu yang berusaha di tutupi. Apakah kematiannya ada hubungannya dengan keluargaku?

“Apa… keluargaku yang…” aku berusaha bertanya tapi aku tidak ingin mengucapkan kalimat itu, tapi aku harus mengetahuinya.

“Mungkin bukan di sini tempat yang tepat ku beritahu. Tunggulah dulu, kita ke suatu tempat…” sambil dia berlalu sepertinya mengambil kunci mobil. Aku hanya bisa terpaku, memandangi bang Andre, tubuhku sepertinya sudah gemetar, rasa marah dan sedih bercampur, keluargaku yang bertanggung jawab atas kematian Ayah Nita, aku tidak tahu, dan aku harus masuk lagi ke hidup ai Meily yang telah berusaha melupakan keluargaku yang merusak hidupnya.

“Ayo jalan...”, jie Yanin menepuk pundakku dan memanggilku untuk keluar. Aku dengan guntai lalu ikut dengannya, dia nyalakan mobil dan kami bergerak. AKu lebih banyak diam selama di mobil, pikiranku masih terus berpikir.

“Turun…”, mobil terhenti tanpa aku sadari. Eh.. kenapa kami berada di sini, ini kan pemakaman Tionghoa di Kota ini. Aku bahkan tidak sadar sudah berada di tengah perkuburan, aku benar- benar sedang kacau. Mau apa lagi Jie Yanin membawaku kemari. Apakah ini tempat Ayah Nita di makamkan, apakah di sini persemayaman terakhirnya.

Kami berjalan menelusuri jalan setapak yang ada di perkuburan itu, gelap, tapi masih samar terlihat diterangi lampu-lampu kecil yang berjauhan. Aku tidak tahu mesti berkata apa, aku hanya bisa mengikuti Jie Yanin dalam sunyi. Kami akhirnya terhenti di sebuah kuburan, yang bersih dan terawat. Sepertinya ada bunga yang masih cukup segar baru di tabur di atasnya. Ada yang baru saja mengunjungi makam ini.

“Ini tempatnya…”, kata Jie Yanin singkat. Tubuhku makin guntai memandang tempat ini, rasanya lututku lemas dan tidak bisa berkata-kata.

“Apa kamu Ingat kejadian 10 tahun lalu, 2005 saat kebakaran besar?”, sepuluh tahun lalu, di Kota kelahiran kami, apa hubungannya dengan kami berada di sini sekarang. Kebakaran itu terjadi di Hotel saat keluarga kami sedang melakukan persamuan, perayaan atas keberhasilan proyek ayah saat itu.

“Iya apa hubungannya dengan ayah Nita?” aku bertanya tidak mengerti di mana benang merah kejadian ini, apa yang sebenarnya terjadi.

“Ayah Nita ada di tempat itu, dia meninggal dalam kebakaran itu…”, Jie Yanin berbalik menatapku, dia mengatakannya dengan lugas tapi tanpa ekspresi. Ayah Nita ada di tempat itu, kejadian itu, sepuluh tahun yang lalu.

“Bagaimana mungkin?”

***
 
Terakhir diubah:
Masih banyak hal perlu digali, permasalan makin melebar.
Banyak kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi...
 
Masalah makin besar, inggrid mulai layu, Nita mulai membenci, luar binasa. akankah dapat menjinakkan mereka berdua atau salah satu dan kemungkinan terburuk lepas semua, di tunggu next ny gan..
 
Bimabet
Duh....Sedih liat Nita Pisah....Mdh2an mereka bisa bersatu kembali...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd