11
Mereka sudah sangat rileks siang itu. Mereka hanya menunggu moment yang tepat untuk melakukan ciuman pertama di bibir. Setelah itu, kuda liar yang ada di dalam jiwa mereka akan terlepas dan berlari serta meringkik seliar-liarnya.
Mereka sejenak terbawa curahan hati dan keluhan terhadap bisnis yang makin sulit. Selintas Suradi menanyakan hubungan Lani dengan Melinda, masih ada hubungan saudara, sebut Lani. Tapi mereka tidak membahasnya lebih jauh.
Lani itu usianya sama dengan Iis. Suradi tahu. Tetapi beberapa titik spotnya berbeda. Iis lebih senang dipijat pada pundaknya lebih dahulu, kemudian dicium punggungnya, lalu putingnya. Setelah itu barulah dijilati klitorisnya. Digenjot 5 sampai 15 menit, Iis bisa orgasme berkali-kali.
Tetapi Melani lain. Dia mungkin pernah orgasme bersama almarhum suaminya, Derry. Atau dengan sejumlah brondong. Hanya saja, entah bagaimana, Suradi mengetahui bahwa Melani belum pernah merasakan puncak orgasme yang benar-benar puncak. Denyutan memeknya yang Suradi rasakan ketika Lani mengentotnya di Kafe Unyu itu, belum sepenuhnya meledak di puncak tertinggi. Mungkin baru level 2 atau 3, dari top level 5.
Mungkin karena tubuhnya yang tinggi, yang membuat Lani membutuhkan sentuhan dan penetrasi ekstra agar dia bisa mencapai puncak orgasme tertingginya.
Suradi jadi teringat tehnik yang diajarkan Stefani McLeland, turis berpasport Australia yang berasal dari Irlandia itu, yang pernah tidur dengannya selama 3 malam. Stef demikian terbuka mengkritisi Suradi dalam hal merayu dan merangsang yang dianggap terlalu terburu-buru.
"I want you to touch me here... here... there... and there... don't ever rush... take your time no hurry... treat me like a princess... maybe I'll get my pleasure..." Suradi ingat betul kata-katanya.
"Take your time no hurry... tenang, jangan terburu-buru." Bisik Suradi dalam hatinya.
Untuk ukuran rata-rata wanita Indonesia, tubuh Lani memang bisa dibilang tinggi. Saat Suradi memeluknya dari belakang dan menemukan pundaknya yang putih halus, dia tidak perlu terlalu menunduk. Dari luar gaun stretch setengah rajutnya, Suradi mengelus-elus perut Lani yang agak menyendul. Sementara mulutnya menyusuri pinggiran leher Lani seperti mesin jahit menyusuri pinggiran kain, lalu mengecup rahang di bawah telinga dan melahap daun telinga Lani di bagian bawahnya. Mulut itu mengemuti pinggiran telinganya dan berbisik, "Kamu menginginkannya, Lan?"
Tapi Lani tidak menjawab. Matanya terpejam dan jantungnya sibuk bergedup.
Lani menengadahkan wajah, menyandarkan kepalanya di atas bahu Suradi. Ke dua pinggiran payudaranya merasa nyaman tergesek-gesek oleh lengan Suradi yang bergerak di bagian perut lalu turun ke pangkal paha. Kedua tangan Lani bergerak ke belakang untuk menemukan buah pinggul Suradi dan mencoba meremas-remasnya.
Lani tidak menyesal dia lupa memakai celana dalam.
Suradi memeluknya dari belakang sambil berdiri, membimbing Lani melangkah memasuki ruangan dan meninggalkan balkon. Lani merasa seperti melayang.
Tangan Suradi masuk ke balik rok Lani dan membelai-belai pinggangnya, perutnya dan bagian bawah payudaranya. Meremasnya dengan lembut sambil menggunting putingnya dengan jari telunjuk dan jari tengah Suradi. Bibir Suradi kemudian menyosor pinggiran bibir Lani, mengecupnya pelahan.
Lani membalikkan badan. Menyambut kecupan itu dengan bibirnya. Tangan Lani menarik dan melepaskan ikat pinggang Suradi. Membuka kancing dan risluitingnya agar celana denim itu mudah didorong turun oleh tangan Lani. Sementara tangan Suradi meraih gagang risluiting gaun Lani yang berada di punggung. Menariknya ke bawah dan membiarkan gaun itu terbuka di bagian belakang.
Punggung putih mulus itu diraba dan dibelai. Tangan Suradi menemukan kaitan BH Lani dan membukanya dengan mudah hingga lepas. Namun ciuman bibir-bibir itu tak pernah lepas. Bahkan ketika Suradi agak kesulitan melepaskan celana denim dan kemejanya, pagutan bibir itu tak juga lepas.
Mereka sabar mengikuti lonjakan-lonjakan nafsu berahi itu dan mengendalikannya supaya bisa saling memberi kenikmatan dengan sempurna.
Sementara itu dari lubang intipnya, Opik meneteskan keringat dingin dengan nafas memburu.