Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Tawaran Kehangatan dari Istri Kakak Ipar

Ceritanya asik...

Si amir termasuk orang romantis juga
 
Setelah istri kakak iparku menghilang masuk ke dalam kamar tidurnya, aku ambil celana panjang yang juga tergeletak di lantai. Dengan menutupi bagian depan selangkangan dengan celana, aku buka pintu belakang. Setelah menengok kiri kanan dan merasa aman, cepat aku melangkah keluar dan mengambil asoy yang tadi tertinggal di teras belakang. Kembali aku masuk dan menutup pintu luar, menguncinya.

Dengan asoy di tangan kiri dan celana di tangan kanan, aku mendekati pintu kamar tidur istri kakak iparku. Saat melongok ke dalam kamar tidur itu, istri kakak iparku melarang aku masuk, maka aku memilih duduk di kursi meja makan. Setelah menaruh asoy dan celana di atas meja makan, aku ambil kendi, wadah air yang terbuat dari tanah liat, yang ada di meja makan dan meneguknya berkali-kali. Kubuka tudung saji, tapi tidak ada yang bisa aku makan, maka, aku keluarkan roti dari dalam asoy dan menyantapnya.

Setelah roti yang ada di tanganku habis, baru istri kakak iparku keluar dari kamar tidurnya. Berjalan dia ke arahku. Setiba didekatku, dia elus pipiku seperti meminta maaf karena telah mengabaikan aku. Maka aku ambil dua tangannya dan aku ciumi bergantian.

Selesai menciumi tangan itu, aku dudukkan dia di pangkuanku. Dengan manja istri kakak iparku mengalungkan tangan kanannya ke leherku dan bersandar dia di dadaku, sehingga dapat aku rasakan kenyalnya buah dadanya. Aku juga lingkarkan tangan kiriku ke pinggangnya, menaruh telapak tangan di pahanya.

"Amir, dongkraknya naik-turun,"bisiknya di telingaku.

"Iya. Dongkraknya sudah tidak sabar lagi mau mendongkrak Eceu,"jawabku juga dengan berbisik.

Hihihi... genit tawa istri kakak iparku terdengar di telinga, membuat dongkrakku makin mengeras. Apalagi ditambah cubitannya di lenganku.

"Bawa apa malam ini?"Istri kakak iparku menyingkap asoy yang ada di meja makan. Dia keluarkan satu buah roti, dia sobek plastik pembungkusnya, dan dia arahkan roti tadi ke mulutku, tapi,"Tahan!"

Sontak istri kakak iparku menghentikan gerak tangannya sehingga roti pun mengambang di depan mulutku. Lalu dia bertanya,"Amir sudah kenyang?"

Seraya membagi senyum, aku menatapnya dan,"Cium dulu."

Dengan menggunakan roti yang dipegangnya, gemas dia memukulku."Saya kira ada apa?"

"Cium dulu, baru aku mau makan rotinya,"ujarku lagi.

"Tidak mau makan juga tidak apa-apa, kok,"balasnya ringan."Tidak ada yang rugi ini."

Tapi tetap aku cium pipinya. Karena istri kakak iparku membiarkannya, kembali aku daratkan ciuman di pipinya, berkali-kali, panjang, dan dalam. Puas menciumi pipinya, aku ambil celana panjang yang ada di atas meja makan dan meletakkannya di pangkuan istri kakak iparku. Diam dia melihat tanganku yang masuk ke dalam saku celana. Setelah lama merogohnya, aku tarik tanganku keluar.

"Banyak sekali, Amir,"ucapnya dengan nada terkejut,"Buat apa malam-malam bawa banyak uang?"

"Aku ini orang kaya, Ceu. Sekarang aku mau bagi-bagi rezeki,"gurauku."Coba Eceu julurkan lidahnya?"

"Buat apa?"

"Untuk menghitung uangku ini."Aku kibas-kibaskan helaian uang di depan wajahnya.

"Sombong,"ucapnya kesal.

Hahaha! Berderai tawaku. Senang sekali aku bisa membuatnya kesal.

Sementara istri kakak iparku menyantap roti, aku menghitung uang yang ada di tanganku.

"Nah! Ini untuk Eceu."Aku taruh beberapa helai uang di telapak tangannya."Jatah bulanan Eceu."

Jatah bulanan memang selalu aku beri untuk istri kakak iparku sejak awal hubungan asmara ini terjalin. Awalnya dia menolak dengan alasan dia bukan lonte yang meminta bayaran setelah melayani aku, tapi setelah aku jelaskan niatku memberinya uang adalah sebagai bukti keseriusan aku dalam menjalin hubungan dengannya, istri kakak iparku pun mau menerimanya dengan catatan dia tidak pernah meminta atau memaksa meminta uang kepadaku dan aku mengiyakan.

Memang tidak menentu uang yang aku beri ke istri kakak iparku tiap bulannya dan dia pun tidak pernah menagih bila aku terlambat memberi. Apabila mempergunakan uang jatah bulanan, istri kakak iparku selalu memberitahu aku. Dia selalu memamerkan barang-barang yang dibelinya dari uang jatah bulanan itu. Pakaian untuknya dan anak-anaknya adalah barang yang paling sering dia beli. Pernah dia hendak membelikan aku pakaian tapi aku tidak mau karena istriku, Juju, pasti akan curiga kalau aku memakai pakaian yang bukan dia belikan.

Nah, apabila jatah bulanan, karena tidak terpakai, sudah banyak terkumpul, istri kakak iparku akan membeli perhiasan emas, bisa kalung, cincin, atau giwang. Perhiasan-perhiasan tadi akan dipakainya saat kami berkencan, seperti malam ini, misalnya.

"Dan ini untuk berobat si Neng."

"Jangan, Amir. Itu tanggung jawab Bapaknya si Neng."Istri kakak iparku menolak uang yang aku berikan."Eneng 'kan anaknya."

"Kan aku sudah sering ngomong, anak Eceu juga anakku."Kutatap dia dan dia tersenyum canggung.

"Enaknya disimpan dimana uangnya, Ceu?"tanyaku.

Terlihat bingung dia. Entah pura-pura atau tidak. Yang pasti aku sentuh buah dadanya, meremasnya dan,"Ups, maaf, Eceu tidak pakai beha rupanya."

Manyun bibirnya mendengar guyonanku, tapi tetap dibiarkannya aku terus memegang buah dadanya.

"Atau aku simpan di sini saja?"Aku tinggalkan buah dadanya. Celana panjangku yang ada dipangkuannya, aku turunkan dan lalu menarik dasternya naik, sehingga pahanya terlihat.

"Amir mau apa?"

"Aku simpan uangnya di sini, ya."Uang yang aku pegang aku selipkan di antara dua pahanya yang merapat, tepat di selangkangannya.

Setengah terkejut, istri kakak iparku membuka pahanya sehingga uang yang aku selipkan terlepas dari jepitan dua pahanya, tapi jatuh di pangkuanku.

Kemudian dia lebarkan pahanya. Tangannya masuk di antara dua pahanya untuk mengambil uang yang berada di bawah pantatnya, tapi tepat berada di atas kontolku yang menegang.

"Aduh, enak, Ceu,"desahku dengan nada seperti terangsang akibat, tanpa sengaja, istri kakak iparku menyentuh kontolku."Terus, Ceu. Ya, seperti itu..."

"Gelo,"celetuk istri kakak iparku.

"Jangan buru-buru di lepas, Ceu,"desahku lagi tetap dengan nada terangsang "Ah... ah... ah..."

"Amir gelo,"lanjutnya lagi."Dipegang juga tidak burungnya."

"Ya sudah kalau begitu. Eceu pegang saja burungku sekalian biar desahanku jadi benar,"ucapku."Biar Eceu juga ikut konak."

"Sudah, ah."Dia angkat tangannya dengan uang berada di genggamannya dan lalu turun dari pangkuanku."Amir mau minum apa? Teh? Kopi? Atau susu?"

"Kopi saja. Kopi pahit,"jawabku."Susunya biar aku sedot langsung dari tempatnya bergantung."

Hihihi.. lirih tawanya.

"Saya masak airnya dulu, ya."Istri kakak iparku beranjak menjauh.

"Tunggu, Ceu."

"Ada apa lagi?"

"Ada yang lupa."Dengan tersenyum simpul, aku berucap,"Bikin kopinya jangan pakai baju, ya."

"Ya, iyalah,"tukasnya,"Masak bikin kopinya dicampur baju."

"Maksudku, dasternya dibuka."

"Ha?"

"Iya. Eceunya telanjang."Kutatap dia untuk meyakinkan bila aku tidak main-main.

"Saya mau buat kopi,"ucapnya segan,"bukan hendak mandi."

"Iya. Aku mau lihat Eceu buat kopinya sambil telanjang,"tukasku."Pasti enak sekali kopinya."

"Ada-ada saja Amir ini,"gumamnya meski masih dapat aku dengar.

"Kalau Eceu keberatan, ya tidak apa-apa, sih."Posisi dudukku aku ubah, menghadap ke arahnya yang masih berdiri didepanku.

Meski dengan wajah merengut, istri kakak iparku mulai meninggikan dasternya.

"Tunggu!"kataku cepat.

"Apalagi?"Kembali diturunkan dasternya. Menatapku dia.

"Eceu mundur tiga langkah,"perintahku.

Mundur dia. Beberapa langkah.

"Setop."

Langkahnya terhenti. Kini istri kakak iparku berdiri di tengah ruang belakang rumahnya, tepat dibawah lampu neon panjang yang menempel di langit-langit.
Diam dia. Menatap aku yang masih duduk di kursi.

"Ayo, dibuka dasternya."

Perlahan daster itu terangkat.

"Ayolah, Ceu,"ucapku,"Senyumnya mana?"

Meski sedikit terpaksa, akhirnya ada senyum di wajahnya. Terlihat malu dia melihat mataku yang nanar menatap kemaluannya yang telah terlewati dasternya.

"Matanya, Amir,"ucapnya sembari menutupi kemaluannya.

Tersenyum aku. Lidah aku ulaskan ke bibirku dan mulutku berkicap-kicap layaknya orang yang kelaparan hendak melahap sesuatu. Memerah pipinya karena malu.

"Lanjut, Ceu,"perintahku karena daster itu kembali turun.

Tertelan ludahku melihat dua gundukan daging yang menggantung muncul dari balik daster yang tertarik ke atas itu. Daster pun terus melewati kepala istri kakak iparku. Telanjang sempurna istri kakak iparku, tapi dia tutupi buah dada dan kemaluannya dengan daster yang masih dipegangnya.

Bersandar aku di kursi, kuselonjorkan kedua kaki memanjang, dan kudekap kedua tangan ke dada, menatap tubuh bugil istri kakak iparku yang putih bersih itu.

"Dasternya dilepas, Ceu."

Daster dia buang ke lantai. Kini tubuh telanjang itu benar-benar polos. Indah sekali buah dadanya yang imut menggunung putih itu. Areal kelaminnya yang menghitam itu membuat detak jantungku tidak karuan. Sengaja aku angkat kaosku meninggi untuk memperlihatkan kontolku yang mengacung panjang ke arahnya.

"Kapan saya bikin kopinya?"

"Maaf, Ceu,"ucapku,"Aku lupa gara-gara lihat memek cantik Eceu."

Dan berlalu istri kakak iparku menuju dapur di sudut ruang belakang. Pantatnya yang putih bergoyang-goyang saat dia berjalan. Segera kompor dia hidupkan. Setelah itu dia mengambil panci kecil yang bergantung di dinding dan mengisinya dengan air. Diletakkannya panci di atas kompor. Sambil menunggu air mendidih, dia ambil satu buah gelas dari rak piring. Dengan gelas di tangan, dia menuju lemari makan dan mengisi gelas dengan kopi dan gula.

"Airnya belum masak,"ucapnya memberitahu aku.

Sambil menunggu air masak, masih bertelanjang-ria, berdiri dia didepan kompor. Sepertinya dia mencari kehangatan dari pijaran api kompor.

Maka, beranjak aku dari dudukku dan melangkah ke arahnya. Setiba disampingnya, aku berucap."Dingin, ya, Ceu?"

Menoleh dia dan tersenyum. Segera tangan aku lingkarkan ke pundaknya dan istri kakak iparku merapatkan dirinya. Dingin tubuhnya. Ada rasa bersalah menyergap aku, karena membiarkan dia telanjang di tengah malam ini.

"Kompornya dimatikan saja, Ceu,"ucapku kemudian.

"Kenapa?"tanyanya dengan nada heran."Airnya sebentar lagi masak."

"Dimatikan saja dulu."

Tanpa banyak protes, istri kakak iparku mematikan api kompor."Jadi, batal bikin kopinya?"

Mengangguk aku. Lalu, aku pegang tangannya dan, "Ah!"menjerit dia karena aku angkat tubuhnya, membopongnya. Tangannya memegang erat aku ketika kubawa dia meninggalkan dapur.

"Jangan di kamar, Amir,"pintanya saat kami tiba di ambang pintu kamar tidurnya.

Maka, langkah aku hentikan di depan pintu kamar tidur itu. Tubuhnya aku turunkan. Berhadapan kami dan lalu melangkah mundur aku beberapa langkah, meninggalkan dia.

Indah sekali selangkangan yang diselimuti bulu jembut tipis itu, sama indahnya dengan buah dada-buah dada yang menggantung ranum miliknya. Saat terpandang wajah manis itu, ada seulas senyum di wajah cantik istri kakak iparku.

Dan pinggang langsing istri kakak iparku mulai berlenggak-lenggok ke kiri dan ke kanan. Melotot mataku karena buah dada-buah dadanya ikut bergerak. Di tengah tariannya, dua tangannya dia angkat ke atas, memperlihatkan ketiaknya yang tanpa bulu. Bak penari ular, menggeliat dia. Tak lama kemudian, istri kakak iparku membelakangi aku. Seksi pantatnya bergoyang.

Tak tahan melihat tarian telanjangnya, aku langkahkan kaki mendekati sang kekasih. Pantatnya aku elus dan menoleh kepalanya, mendongak untuk memandang ke arahku. Di bibirnya terulas satu senyuman.

Aku rengkuh tangannya, menariknya berhadapan dengan aku. Sebelum aku sempat memeluknya, istri kakak iparku menarik ke atas kaos yang aku pakai. Maka, kaos aku lepaskan. Kini kami sama-sama telanjang.

Bergidik tubuhku jadinya ketika jari-jari tangan istri kakak iparku mengelus dadaku, memainkan puting susunya. Mata aku pejamkan, tubuh pun menggeliat menikmati rasa geli yang istri kakak iparku berikan.

Teng! Jam dinding di ruang tengah berdentang. Serentak dengan itu, elusan jemari istri kakak iparku terhenti dan,"Sudah jam satu."

Kutatap dia. Dia pun menatapku, lalu kuajak dia lesehan di lantai, lalu aku ajak dia berbaring, lalu di telinganya aku berbisik,"Rupanya Eceu sudah tidak tahan lagi, ya?"

Tanpa menjawab pertanyaanku, dia ambil bibirku dan dikulumnya. Aku pun balas mengulum bibirnya. Ketika lidahku menjilat bibirnya, dia sambut lidahku. Akhirnya lidah-lidah kami menyatu, berpilin, dan bergumul.

Ketika aku hendak menaiki tubuhnya, dia melepaskan bibirku dan berucap,"Kita pindah, Amir."

Terdiam aku. Menatapnya heran. Apa maunya makhluk ini? Pikirku. Saat sedang berkonsentrasi untuk memberinya kepuasaan, dia malah menghancurkannya. Bahaya kalau mood sudah hilang.

"Pindah kemana?"tanyaku sambil duduk,"Kan di kamar ada yang sakit?"

"Di sini terlalu terbuka,"ucapnya untuk bangkit dia dari rebahnya dan bersila dia."Kita pindah ke pojok saja."

Mengalah aku. Daripada tak mendapat lubang kenikmatannya, daripada tak dapat berbagi kehangatan dengannya malam ini, aku harus mengalah.

"Mau jalan atau digendong?"tawarku kepadanya.

Tersenyum mesum dia dan mendadak istri kakak iparku memunggungiku. Birahiku melonjak-lonjak, memandang belahan pantatnya yang bergoyang-goyang siap aku tusuk ketika dia merangkak meninggalkan aku, menuju pojokan yang tadi disebutnya.

Aku ikut merangkak untuk menyusul dia. Sayangnya dia sudah tiba di pojokan dan sudah kembali duduk. Dengan kedua tangan ditaruhnya ke belakang untuk menopang tubuhnya, santai dia memandang aku. Kakinya yang menyelonjor panjang ke depan membuka lebar dan digoyang-goyangkan telapak kakinya. Dari posisiku yang masih merangkak mendekatinya, dapat aku lihat pangkal pahanya yang menghitam.

"Hei, hei, hei!"teriak istri kakak iparku karena aku terus merangkak hingga masuk di antara kedua pahanya, hingga tubuhnya terdorong rebah.

"Amir, pelan-pelan,"ucapnya ketika aku angkat kedua kakinya meninggi dan menguakkannya lebar-lebar.

Melenguh dia saat aku tempelkan kepala kontolku di ambang lubang kemaluannya. Karena lubang kemaluan itu sudah basah, tanpa kesulitan lagi kontolku berhasil terhujam masuk ke lubang kemaluannya yang membuat matanya memejam, mulutnya setengah membuka, dan lenguhannya terdengar panjang.

Secepatnya aku gerakkan pantatku maju mundur dan tubuh istri kakak iparku menggelepar-gelepar menikmati kontolku yang mengobrak-abrik lubang kemaluannya. Nafas-nafas birahi kami menyelimuti tubuh telanjang kami.

Aku tarik kontolku dari kemaluannya, aku tinggalkan tubuh telanjangnya. Bersimpuh aku di antara dua pahanya yang melebar. Setelah kedua kakinya aku satukan dan aku peluk didadaku, aku tekan kontolku masuk ke lubang kemaluannya dan melenguh dia.

"Ah.. uh... ah!"desahannya kembali terdengar berirama seiring dengan irama tusukan kontolku di lubang kemaluannya. Berulang kali aku lakukan dan semakin cepat. Semakin cepat dan keras pula desahan istri kakak iparku terdengar.

"Ah...."terdengar jeritannya ketika, dengan tiba-tiba, aku cabut kontolku dari lubamg kemaluannya.

Belum sempat dia bernafas normal, aku miringkan tubuhnya ke samping. Aku angkat kaki kanannya tinggi dan aku selipkan kontolku masuk ke belahan pantatnya. Aku cari lubang kemaluannya dan kembali aku tusukkan masuk dan kembali istri kakak iparku menjerit kecil untuk kemudian mendesah-desah hangat.

Kembali aku tinggalkan lubang kemaluannya. Kuangkat pantatnya meninggi. Dalam posisi dia yang menungging, kembali aku tusukkan kontolku ke lubang kemaluannya. Sambil tetap memajumundurkan kontolku di lubangnya kemaluannya, aku rapatkan tubuh ke punggungnya dan kuraih buah dadanya, meremasnya.

Plak! Sambil menampar pantatnya, aku terus menusukkan kontolku dan terus saja istri kakak iparku mendesah nikmat. Beberapa kali dia terjatuh ke lantai tapi kembali ditegakkan tangannya.

Ketika kontolku berdenyut pertanda sperma hendak keluar, aku tarik keluar kontolku dari lubang kemaluannya. Dengan terburu-buru aku terlentangkan istri kakak iparku ke lantai. Melebar kedua kakinya karena aku jatuh menimpa tubuh bugilnya. Sambil mencumbui lehernya, aku tusukkan kontolku ke lubang kenikmatannya. Sembari terengah-engah menikmati tusukkanku, istri kakak iparku memeluk tubuh telanjangku yang membasah erat.
Aku naikkan paha kiriku menimpa paha kanannya dan aku percepat tusukan kontolku di lubang kemaluannya sementara tangan istri kakak iapku lebih erat memeluk aku. Akhirnya dapat aku rasakan sperma dengan cepat mengalir dari pangkal kontolku melaju menuju lubang yang ada di ujung kepala kontol.

"Ah!"teriakku tertahan ketika sperma tersemprot di dalam ke kedalaman lubang kemaluan itu.

Setelah semprotan sperma terhenti, terbaring lemas aku di atas tubuh telanjang istri kakak iparku yang basah dengan keringat. Dengan kepala yang terkulai di pundaknya, aku nikmati debaran jantungnya yang menempel di kulitku, dapat aku dengar nafas kami yang bersahut-sahutan. Diam aku memasrahkan diri ketika istri kakak iparku mengelus tubuhku yang sama basah.
 
Terakhir diubah:
Setelah istri kakak iparku menghilang masuk ke dalam kamar tidurnya, aku ambil celana panjang yang juga tergeletak di lantai. Dengan menutupi bagian depan selangkangan dengan celana, aku buka pintu belakang. Setelah menengok kiri kanan dan merasa aman, cepat aku melangkah keluar dan mengambil asoy yang tadi tertinggal di teras belakang. Kembali aku masuk dan menutup pintu luar, menguncinya.

Dengan asoy di tangan kiri dan celana di tangan kanan, aku mendekati pintu kamar tidur istri kakak iparku. Saat melongok ke dalam kamar tidur itu, istri kakak iparku melarang aku masuk, maka aku memilih duduk di kursi meja makan. Setelah menaruh asoy dan celana di atas meja makan, aku ambil kendi, wadah air yang terbuat dari tanah liat, yang ada di meja makan dan meneguknya berkali-kali. Kubuka tudung saji, tapi tidak ada yang bisa aku makan, maka, aku keluarkan roti dari dalam asoy dan menyantapnya.

Setelah roti yang ada di tanganku habis, baru istri kakak iparku keluar dari kamar tidurnya. Berjalan dia ke arahku. Setiba didekatku, dia elus pipiku seperti meminta maaf karena telah mengabaikan aku. Maka aku ambil dua tangannya dan aku ciumi bergantian.

Selesai menciumi tangan itu, aku dudukkan dia di pangkuanku. Dengan manja istri kakak iparku mengalungkan tangan kanannya ke leherku dan bersandar dia di dadaku, sehingga dapat aku rasakan kenyalnya buah dadanya. Aku juga lingkarkan tangan kiriku ke pinggangnya, menaruh telapak tangan di pahanya.

"Amir, dongkraknya naik-turun,"bisiknya di telingaku.

"Iya. Dongkraknya sudah tidak sabar lagi mau mendongkrak Eceu,"jawabku juga dengan berbisik.

Hihihi... genit tawa istri kakak iparku terdengar di telinga, membuat dongkrakku makin mengeras. Apalagi ditambah cubitannya di lenganku.

"Bawa apa malam ini?"Istri kakak iparku menyingkap asoy yang ada di meja makan. Dia keluarkan satu buah roti, dia sobek plastik pembungkusnya, dan dia arahkan roti tadi ke mulutku, tapi,"Tahan!"

Sontak istri kakak iparku menghentikan gerak tangannya sehingga roti pun mengambang di depan mulutku. Lalu dia bertanya,"Amir sudah kenyang?"

Seraya membagi senyum, aku menatapnya dan,"Cium dulu."

Dengan menggunakan roti yang dipegangnya, gemas dia memukulku."Saya kira ada apa?"

"Cium dulu, baru aku mau makan rotinya,"ujarku lagi.

"Tidak mau makan juga tidak apa-apa, kok,"balasnya ringan."Tidak ada yang rugi ini."

Tapi tetap aku cium pipinya. Karena istri kakak iparku membiarkannya, kembali aku daratkan ciuman di pipinya, berkali-kali, panjang, dan dalam. Puas menciumi pipinya, aku ambil celana panjang yang ada di atas meja makan dan meletakkannya di pangkuan istri kakak iparku. Diam dia melihat tanganku yang masuk ke dalam saku celana. Setelah lama merogohnya, aku tarik tanganku keluar.

"Banyak sekali, Amir,"ucapnya dengan nada terkejut,"Buat apa malam-malam bawa banyak uang?"

"Aku ini orang kaya, Ceu. Sekarang aku mau bagi-bagi rezeki,"gurauku."Coba Eceu julurkan lidahnya?"

"Buat apa?"

"Untuk menghitung uangku ini."Aku kibas-kibaskan helaian uang di depan wajahnya.

"Sombong,"ucapnya kesal.

Hahaha! Berderai tawaku. Senang sekali aku bisa membuatnya kesal.

Sementara istri kakak iparku menyantap roti, aku menghitung uang yang ada di tanganku.

"Nah! Ini untuk Eceu."Aku taruh beberapa helai uang di telapak tangannya."Jatah bulanan Eceu."

Jatah bulanan memang selalu aku beri untuk istri kakak iparku sejak awal hubungan asmara ini terjalin. Awalnya dia menolak dengan alasan dia bukan lonte yang meminta bayaran setelah melayani aku, tapi setelah aku jelaskan niatku memberinya uang adalah sebagai bukti keseriusan aku dalam menjalin hubungan dengannya, istri kakak iparku pun mau menerimanya dengan catatan dia tidak pernah meminta atau memaksa meminta uang kepadaku dan aku mengiyakan.

Memang tidak menentu uang yang aku beri ke istri kakak iparku tiap bulannya dan dia pun tidak pernah menagih bila aku terlambat memberi. Apabila mempergunakan uang jatah bulanan, istri kakak iparku selalu memberitahu aku. Dia selalu memamerkan barang-barang yang dibelinya dari uang jatah bulanan itu. Pakaian untuknya dan anak-anaknya adalah barang yang paling sering dia beli. Pernah dia hendak membelikan aku pakaian tapi aku tidak mau karena istriku, Juju, pasti akan curiga kalau aku memakai pakaian yang bukan dia belikan.

Nah, apabila jatah bulanan, karena tidak terpakai, sudah banyak terkumpul, istri kakak iparku akan membeli perhiasan emas, bisa kalung, cincin, atau giwang. Perhiasan-perhiasan tadi akan dipakainya saat kami berkencan, seperti malam ini, misalnya.

"Dan ini untuk berobat si Neng."

"Jangan, Amir. Itu tanggung jawab Bapaknya si Neng."Istri kakak iparku menolak uang yang aku berikan."Eneng 'kan anaknya."

"Kan aku sudah sering ngomong, anak Eceu juga anakku."Kutatap dia dan dia tersenyum canggung.

"Enaknya disimpan dimana uangnya, Ceu?"tanyaku.

Terlihat bingung dia. Entah pura-pura atau tidak. Yang pasti aku sentuh buah dadanya, meremasnya dan,"Ups, maaf, Eceu tidak pakai beha rupanya."

Manyun bibirnya mendengar guyonanku, tapi tetap dibiarkannya aku terus memegang buah dadanya.

"Atau aku simpan di sini saja?"Aku tinggalkan buah dadanya. Celana panjangku yang ada dipangkuannya, aku turunkan dan lalu menarik dasternya naik, sehingga pahanya terlihat.

"Amir mau apa?"

"Aku simpan uangnya di sini, ya."Uang yang aku pegang aku selipkan di antara dua pahanya yang merapat, tepat di selangkangannya.

Setengah terkejut, istri kakak iparku membuka pahanya sehingga uang yang aku selipkan terlepas dari jepitan dua pahanya, tapi jatuh di pangkuanku.

Kemudian dia lebarkan pahanya. Tangannya masuk di antara dua pahanya untuk mengambil uang yang berada di bawah pantatnya, tapi tepat berada di atas kontolku yang menegang.

"Aduh, enak, Ceu,"desahku dengan nada seperti terangsang akibat, tanpa sengaja, istri kakak iparku menyentuh kontolku."Terus, Ceu. Ya, seperti itu..."

"Gelo,"celetuk istri kakak iparku.

"Jangan buru-buru di lepas, Ceu,"desahku lagi tetap dengan nada terangsang "Ah... ah... ah..."

"Amir gelo,"lanjutnya lagi."Dipegang juga tidak burungnya."

"Ya sudah kalau begitu. Eceu pegang saja burungku sekalian biar desahanku jadi benar,"ucapku."Biar Eceu juga ikut konak."

"Sudah, ah."Dia angkat tangannya dengan uang berada di genggamannya dan lalu turun dari pangkuanku."Amir mau minum apa? Teh? Kopi? Atau susu?"

"Kopi saja. Kopi pahit,"jawabku."Susunya biar aku sedot langsung dari tempatnya bergantung."

Hihihi.. lirih tawanya.

"Saya masak airnya dulu, ya."Istri kakak iparku beranjak menjauh.

"Tunggu, Ceu."

"Ada apa lagi?"

"Ada yang lupa."Dengan tersenyum simpul, aku berucap,"Bikin kopinya jangan pakai baju, ya."

"Ya, iyalah,"tukasnya,"Masak bikin kopinya dicampur baju."

"Maksudku, dasternya dibuka."

"Ha?"

"Iya. Eceunya telanjang."Kutatap dia untuk meyakinkan bila aku tidak main-main.

"Saya mau buat kopi,"ucapnya segan,"bukan hendak mandi."

"Iya. Aku mau lihat Eceu buat kopinya sambil telanjang,"tukasku."Pasti enak sekali kopinya."

"Ada-ada saja Amir ini,"gumamnya meski masih dapat aku dengar.

"Kalau Eceu keberatan, ya tidak apa-apa, sih."Posisi dudukku aku ubah, menghadap ke arahnya yang masih berdiri didepanku.

Meski dengan wajah merengut, istri kakak iparku mulai meninggikan dasternya.

"Tunggu!"kataku cepat.

"Apalagi?"Kembali diturunkan dasternya. Menatapku dia.

"Eceu mundur tiga langkah,"perintahku.

Mundur dia. Beberapa langkah.

"Setop."

Langkahnya terhenti. Kini istri kakak iparku berdiri di tengah ruang belakang rumahnya, tepat dibawah lampu neon panjang yang menempel di langit-langit.
Diam dia. Menatap aku yang masih duduk di kursi.

"Ayo, dibuka dasternya."

Perlahan daster itu terangkat.

"Ayolah, Ceu,"ucapku,"Senyumnya mana?"

Meski sedikit terpaksa, akhirnya ada senyum di wajahnya. Terlihat malu dia melihat mataku yang nanar menatap kemaluannya yang telah terlewati dasternya.

"Matanya, Amir,"ucapnya sembari menutupi kemaluannya.

Tersenyum aku. Lidah aku ulaskan ke bibirku dan mulutku berkicap-kicap layaknya orang yang kelaparan hendak melahap sesuatu. Memerah pipinya karena malu.

"Lanjut, Ceu,"perintahku karena daster itu kembali turun.

Tertelan ludahku melihat dua gundukan daging yang menggantung muncul dari balik daster yang tertarik ke atas itu. Daster pun terus melewati kepala istri kakak iparku. Telanjang sempurna istri kakak iparku, tapi dia tutupi buah dada dan kemaluannya dengan daster yang masih dipegangnya.

Bersandar aku di kursi, kuselonjorkan kedua kaki memanjang, dan kudekap kedua tangan ke dada, menatap tubuh bugil istri kakak iparku yang putih bersih itu.

"Dasternya dilepas, Ceu."

Daster dia buang ke lantai. Kini tubuh telanjang itu benar-benar polos. Indah sekali buah dadanya yang imut menggunung putih itu. Areal kelaminnya yang menghitam itu membuat detak jantungku tidak karuan. Sengaja aku angkat kaosku meninggi untuk memperlihatkan kontolku yang mengacung panjang ke arahnya.

"Kapan saya bikin kopinya?"

"Maaf, Ceu,"ucapku,"Aku lupa gara-gara lihat memek cantik Eceu."

Dan berlalu istri kakak iparku menuju dapur di sudut ruang belakang. Pantatnya yang putih bergoyang-goyang saat dia berjalan. Segera kompor dia hidupkan. Setelah itu dia mengambil panci kecil yang bergantung di dinding dan mengisinya dengan air. Diletakkannya panci di atas kompor. Sambil menunggu air mendidih, dia ambil satu buah gelas dari rak piring. Dengan gelas di tangan, dia menuju lemari makan dan mengisi gelas dengan kopi dan gula.

"Airnya belum masak,"ucapnya memberitahu aku.

Sambil menunggu air masak, masih bertelanjang-ria, berdiri dia didepan kompor. Sepertinya dia mencari kehangatan dari pijaran api kompor.

Maka, beranjak aku dari dudukku dan melangkah ke arahnya. Setiba disampingnya, aku berucap."Dingin, ya, Ceu?"

Menoleh dia dan tersenyum. Segera tangan aku lingkarkan ke pundaknya dan istri kakak iparku merapatkan dirinya. Dingin tubuhnya. Ada rasa bersalah menyergap aku, karena membiarkan dia telanjang di tengah malam ini.

"Kompornya dimatikan saja, Ceu,"ucapku kemudian.

"Kenapa?"tanyanya dengan nada heran."Airnya sebentar lagi masak."

"Dimatikan saja dulu."

Tanpa banyak protes, istri kakak iparku mematikan api kompor."Jadi, batal bikin kopinya?"

Mengangguk aku. Lalu, aku pegang tangannya dan, "Ah!"menjerit dia karena aku angkat tubuhnya, membopongnya. Tangannya memegang erat aku ketika kubawa dia meninggalkan dapur.

"Jangan di kamar, Amir,"pintanya saat kami tiba di ambang pintu kamar tidurnya.

Maka, langkah aku hentikan di depan pintu kamar tidur itu. Tubuhnya aku turunkan. Berhadapan kami dan lalu melangkah mundur aku beberapa langkah, meninggalkan dia.

Indah sekali selangkangan yang diselimuti bulu jembut tipis itu, sama indahnya dengan buah dada-buah dada yang menggantung ranum miliknya. Saat terpandang wajah manis itu, ada seulas senyum di wajah cantik istri kakak iparku.

Dan pinggang langsing istri kakak iparku mulai berlenggak-lenggok ke kiri dan ke kanan. Melotot mataku karena buah dada-buah dadanya ikut bergerak. Di tengah tariannya, dua tangannya dia angkat ke atas, memperlihatkan ketiaknya yang tanpa bulu. Bak penari ular, menggeliat dia. Tak lama kemudian, istri kakak iparku membelakangi aku. Seksi pantatnya bergoyang.

Tak tahan melihat tarian telanjangnya, aku langkahkan kaki mendekati sang kekasih. Pantatnya aku elus dan menoleh kepalanya, mendongak untuk memandang ke arahku. Di bibirnya terulas satu senyuman.

Aku rengkuh tangannya, menariknya berhadapan dengan aku. Sebelum aku sempat memeluknya, istri kakak iparku menarik ke atas kaos yang aku pakai. Maka, kaos aku lepaskan. Kini kami sama-sama telanjang.

Bergidik tubuhku jadinya ketika jari-jari tangan istri kakak iparku mengelus dadaku, memainkan puting susunya. Mata aku pejamkan, tubuh pun menggeliat menikmati rasa geli yang istri kakak iparku berikan.

Teng! Jam dinding di ruang tengah berdentang. Serentak dengan itu, elusan jemari istri kakak iparku terhenti dan,"Sudah jam satu."

Kutatap dia. Dia pun menatapku, lalu kuajak dia lesehan di lantai, lalu aku ajak dia berbaring, lalu di telinganya aku berbisik,"Rupanya Eceu sudah tidak tahan lagi, ya?"

Tanpa menjawab pertanyaanku, dia ambil bibirku dan dikulumnya. Aku pun balas mengulum bibirnya. Ketika lidahku menjilat bibirnya, dia sambut lidahku. Akhirnya lidah-lidah kami menyatu, berpilin, dan bergumul.

Ketika aku hendak menaiki tubuhnya, dia melepaskan bibirku dan berucap,"Kita pindah, Amir."

Terdiam aku. Menatapnya heran. Apa maunya makhluk ini? Pikirku. Saat sedang berkonsentrasi untuk memberinya kepuasaan, dia malah menghancurkannya. Bahaya kalau mood sudah hilang.

"Pindah kemana?"tanyaku sambil duduk,"Kan di kamar ada yang sakit?"

"Di sini terlalu terbuka,"ucapnya untuk bangkit dia dari rebahnya dan bersila dia."Kita pindah ke pojok saja."

Mengalah aku. Daripada tak mendapat lubang kenikmatannya, daripada tak dapat berbagi kehangatan dengannya malam ini, aku harus mengalah.

"Mau jalan atau digendong?"tawarku kepadanya.

Tersenyum mesum dia dan mendadak istri kakak iparku memunggungiku. Birahiku melonjak-lonjak, memandang belahan pantatnya yang bergoyang-goyang siap aku tusuk ketika dia merangkak meninggalkan aku, menuju pojokan yang tadi disebutnya.

Aku ikut merangkak untuk menyusul dia. Sayangnya dia sudah tiba di pojokan dan sudah kembali duduk. Dengan kedua tangan ditaruhnya ke belakang untuk menopang tubuhnya, santai dia memandang aku. Kakinya yang menyelonjor panjang ke depan membuka lebar dan digoyang-goyangkan telapak kakinya. Dari posisiku yang masih merangkak mendekatinya, dapat aku lihat pangkal pahanya yang menghitam.

"Hei, hei, hei!"teriak istri kakak iparku karena aku terus merangkak hingga masuk di antara kedua pahanya, hingga tubuhnya terdorong rebah.

"Amir, pelan-pelan,"ucapnya ketika aku angkat kedua kakinya meninggi dan menguakkannya lebar-lebar.

Melenguh dia saat aku tempelkan kepala kontolku di ambang lubang kemaluannya. Karena lubang kemaluan itu sudah basah, tanpa kesulitan lagi kontolku berhasil terhujam masuk ke lubang kemaluannya yang membuat matanya memejam, mulutnya setengah membuka, dan lenguhannya terdengar panjang.

Secepatnya aku gerakkan pantatku maju mundur dan tubuh istri kakak iparku menggelepar-gelepar menikmati kontolku yang mengobrak-abrik lubang kemaluannya. Nafas-nafas birahi kami menyelimuti tubuh telanjang kami.

Aku tarik kontolku dari kemaluannya, aku tinggalkan tubuh telanjangnya. Bersimpuh aku di antara dua pahanya yang melebar. Setelah kedua kakinya aku satukan dan aku peluk didadaku, aku tekan kontolku masuk ke lubang kemaluannya dan melenguh dia.

"Ah.. uh... ah!"desahannya kembali terdengar berirama seiring dengan irama tusukan kontolku di lubang kemaluannya. Berulang kali aku lakukan dan semakin cepat. Semakin cepat dan keras pula desahan istri kakak iparku terdengar.

"Ah...."terdengar jeritannya ketika, dengan tiba-tiba, aku cabut kontolku dari lubamg kemaluannya.

Belum sempat dia bernafas normal, aku miringkan tubuhnya ke samping. Aku angkat kaki kanannya tinggi dan aku selipkan kontolku masuk ke belahan pantatnya. Aku cari lubang kemaluannya dan kembali aku tusukkan masuk dan kembali istri kakak iparku menjerit kecil untuk kemudian mendesah-desah hangat.

Kembali aku tinggalkan lubang kemaluannya. Kuangkat pantatnya meninggi. Dalam posisi dia yang menungging, kembali aku tusukkan kontolku ke lubang kemaluannya. Sambil tetap memajumundurkan kontolku di lubangnya kemaluannya, aku rapatkan tubuh ke punggungnya dan kuraih buah dadanya, meremasnya.

Plak! Sambil menampar pantatnya, aku terus menusukkan kontolku dan terus saja istri kakak iparku mendesah nikmat. Beberapa kali dia terjatuh ke lantai tapi kembali ditegakkan tangannya.

Ketika kontolku berdenyut pertanda sperma hendak keluar, aku tarik keluar kontolku dari lubang kemaluannya. Dengan terburu-buru aku terlentangkan istri kakak iparku ke lantai. Melebar kedua kakinya karena aku jatuh menimpa tubuh bugilnya. Sambil mencumbui lehernya, aku tusukkan kontolku ke lubang kenikmatannya. Sembari terengah-engah menikmati tusukkanku, istri kakak iparku memeluk tubuh telanjangku yang membasah erat.
Aku naikkan paha kiriku menimpa paha kanannya dan aku percepat tusukan kontolku di lubang kemaluannya sementara tangan istri kakak iapku lebih erat memeluk aku. Akhirnya dapat aku rasakan sperma dengan cepat mengalir dari pangkal kontolku melaju menuju lubang yang ada di ujung kepala kontol.

"Ah!"teriakku tertahan ketika sperma tersemprot di dalam ke kedalaman lubang kemaluan itu.

Setelah semprotan sperma terhenti, terbaring lemas aku di atas tubuh telanjang istri kakak iparku yang basah dengan keringat. Dengan kepala yang terkulai di pundaknya, aku nikmati debaran jantungnya yang menempel di kulitku, dapat aku dengar nafas kami yang bersahut-sahutan. Diam aku memasrahkan diri ketika istri kakak iparku mengelus tubuhku yang sama basah.
Ceritanya enak di baca.....romantis...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd