Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule ganteng di kosan cewek (Remake edition)

Episode 7 The mighty grab







POV Titien.

“Brenda.... Edooo... Brenda... Edooo!”

Kami berempat mencari Brenda dan Edo yang seharusnya menunggu kami disini. Ternyata tempatnya luas sekali dan gedung-gedung tempat ibadah berjumlah enam buah itu lebih besar dari yang ku bayangkan sebelumnya. Kelihatan kecil kalo jauh di kaki bukit.

“Kita menyebar saja, setengah jam lagi kumpul di sini. Dickhead dan Naya kearah sini, aku dan Titien ke sebelah sana!” Brian sudah memutuskan lagi.

Brian memang hebat, ia cocok jadi pemimpin. Ketika ia bicara, semua mendengar.

Setelah 10 menit berkeliling dan memanggil-manggil, tetap aja tidak kelihatan batang hidungnya. Kami jadi capek sendiri. Akhirnya Brian memanggilku duduk di pojokan bersandar di salah satu gedung. Lantai yang dari keramik membuat kami bebas menyandarkan pantat, tanpa takut kotor. Kami duduk berdekatan... hening tercipta.

Brian mulai bergerak… ia menempelkan tubuhnya padaku, lalu menjulurkan tangannya. Aku tahu maksudnya dan membiarkan aja tangannya yang takut-takut memelukku, duh! Aku hanya tersenyum kecil lalu memeluknya balik, membuatnya merasa nyaman. Mata kami bertatapan, sangat sendu. Matanya kembali bicara menyapaikan keinginannya... bibirnya kini mendekat.

Ia mau menciumku lagi… tapi kembali bibirnya terhenti setengah jalan.

“Tien..” Ia berbisik.

“Eh kenapa?” suaraku sangat lirih... malu-malu menahan gairah. Apa aku harus memulainya lagi, yah..

“Eh mau lagi, dong?” suara Brian juga bergetar.

“Mau apa?” aku pura-pura bertanya. Mencoba menguasai diri. Jaim dikit...

“Titien, bolehkah aku menciummu? Aku mencintaimu... aku menginginkanmu” Brian akhirnya mengaku... Terlihat betapa tersiksanya ia mengutarakan keinginannya. Wajahnya kini lega.

Aku hanya tersenyum... senyum yang paling manis. Kata-kata yang paling indah yang pernah aku dengar. Berbeda dengan cowok-cowok lain yang pandai berkata-kata merayu, Brian gak pake neko-neko.

“Duh, minta ke pacar sendiri pake takut-takut!” Aku meledeknya kecil.

Brian diam aja, bibirnya makin dekat.

Mataku tertutup, tapi bibirku terbuka. Semakin maju... Debaran hatiku berbisik, ayo dong Brian. Masak aku lagi yang harus memulai.. aku mengintip kecil... tapi segera menutup mata lagi. Brian sudah dekat... dan...

Cupppp!

Eh Brian mencium dahiku...penuh perasaan. Sekarang bibirnya menyentuh alisku... dan alis yang sebelah lagi. Ciumannya sempat singgah di mata ku dan kini turun ke hidung dan pipiku. Aku merasa terangkat... seperti putri-putri dongeng yang lagi dicium pangeran. Semua sentuhannya penuh perasaan. Aku tak pernah diperlakukan seperti ini….

Hilang semua pertahananku… aku hanya bisa pasrah. Tak bisa berpikir lagi. Ini terlalu indah. Aku makin kuat memeluknya, dan tanganku naik merangkul lehernya. Supaya bibirnya jangan lepas lagi…

Benar aja, tak lama kemudian bibir kami bertemu... memancarkan aliran-aliran cinta. Brian menciumku lembut. Memilin bibirku seperti ice cream. Ciumannya penuh perasaan.. aku terhanyut.

Cowok di depanku ini adalah cowok romantis... pesan-pesan cinta keluar dari cara ia memperlakukanku. Aku sangat tersanjung. Segera tanganku yang melingkar di kepalanya memeluk erat. Aku balas melumatnya penuh gairah....

I love you full, Romeo
” bisik hatiku di sela-sela ciuman.

Baru sekarang dalam ciuman aku merasa melayang... tubuhku tidak kuat lagi, rasanya mau jatuh. Brian mengerti, ia memeluk pundakku dan dibaringkan ke lantai keramik. Tubuhnya naik keatasku... aku tambah deg-degan... posisi kita sudah seperti orang bersetubuh. Badannya saja sudah menempel mesra... sementara tangannya terus membelai pipi, dagu dan leherku. Ciuman yang sangat membuai kembali kurasakan... aku membuka mata! Ini mimpi atau kenyataan, mengapa begitu sempurna? Aku semakin pasrah…

Brian kini menarik sedikit bibirnya.. ciuman harus dilepaskan dulu, kami berdua sudah kehabisan nafas. Ia memandangku dengan cinta... aku balas senyum.

“Mesum, siang-siang main ciuman aja!” Aku menyembunyikan wajahku yang merah karena malu.

“Kan cium pacar sendiri!” Ia membalas ledekanku.

Brian membelai mesra rambutku, dan aku memeluknya terpesona. Bibirnya menyeruduk lagi, tapi aku sudah siap.

Dan ciuman hangat itupun di mulai lagi... kali ini penuh dengan gairah. Ia memburu masuk ke mulutku dan menguasai bibirku, menuntut dan mendesak. Semua gairahnya sangat terasa dalam ciuman kali ini.. aku jadi terbangun. Aku tak dapat berpikir lagi.

Bibirnya kini turun ke leherku... kebagian yang terbuka di atas kaosku, mulutnya kini mengisap dan membelai. Tangannya kini tidak tinggal diam... membelai badanku membuatku mengelinjang karena payudaraku sempat dibelai dari samping. Aku coba menahan dengan tanganku, untuk sementara aman.

Tapi Brian terus meningkatkan serangan. Kini bibirnya turun ke antara dadaku… melewati lembah antara dua gunung, aku penasaran. Dan tangannya yang satu lagi menyusup kebelakang… dari pinggang terus keatas, membelai mesra punggungku.

Ah.. aku mendesah .. gairahku sudah terpancing… semakin kuat.

Selain serangan dari bibir dan tangannya, ada pula serangan yang lebih hebat lagi. Kontolnya kini sangat tegang, terasa sekali membelai-belai bagian tubuhkan yang kini menjadi sangat sensitif. Celana basket yg tipis itu tidak mampu menyembunyikan batangnya yang sudah terangsang.

Aku tidak tahan... terasa sekali kalo batangnya udah tegang, main tabrak aja. Aku tanganku bergerak menahan kontolnya... sangat terasa walau dari luar, ujungnya sudah hampir nongol. Kalau aku biarkan menyentuh tubuhku bisa bahaya nih!

Kontolnya ku tahan terus dari luar, ih... kenapa keras sekali... panjang lagi. Aku terpesona, tanganku mulai menggenggamnya, ia semakin bergerak… dari genggaman kini menjadi kocokan kecil. Brian tampaknya keenakan. Aku tersenyum, mendapatkan cara untuk menyerang balik.

Tangannya semakin nakal menyusup ke ketiak dan pungungku. Kontolnya hampir keluar, terus mendesak dan melewati kain tipis. Tak sadar tanganku sudah menyusup kedalam celananya, dan kini sudah menggenggamnya penuh. Cukup sampai segitu dulu yah...

Semakin ku belai, semakin kurasakan ukuran aslinya, uh genggamanku tak cukup. Benar-benar panjang dan besar... ihhh aku jadi nakal sekali. Tangan Brian masih di luar bajuku, mencari tonjolan nikmat dan menyerangnya dari samping.

Kaosku mulai diangkat dan tangannya mulai membelai perutku... untung masih terganjal pertahanan bra-ku. Payudaraku terasa nyut-nyut disodok-sodok dari luar bra. Aku harus kuat bertahan walau sebenarnya sudah sangat terangsang. Putingku sudah berdiri... mendesah kuat menahan gairah... tapi Brian masih mempermainkanku. Menyodok-nyodok tokedku dari kiri, kanan dan dari bawah, Toket ku kini harus ku lindungi dengan tangan kiri menahan sapuan tangannya.

Sementara itu tanganku masih memegang kontolnya, harus menyerang balik. Brian mulai mendesah….ah! terus... tiba-tiba tangannya meremas kuat, langsung menyusup di bawah braku secara tiba-tiba. Suatu serangan gerak cepat sehingga tangannya langsung menutupi payudaraku. Tadi aku cepat menepis, tetapi tak sempat menjaga pertahananku. Putingku langsung bereaksi ketika terkena permainan jarinya!

"Sayang, ternyata kamu sensitif banget!" Brian berbisik meledekku yang sudah terbakar.

"Ahhhh....!" Aku hanya bisa mendesah sambil merasakan jari dan tangannya terus mempermainkan bongkahan dada lengkap dengan pentilnya.

Brian hebat sekali, jarinya kayak punya mata aja. Dengan lincahnya memilin dan menarik pelan, membuat tubuhku kelojotan karena geli. Cepat sekali ia membawa aku ke puncak...

"Ah.. terus...!" Aku meminta, tubuhku udah melengkung. Dan tak sempat kucegah lagi... ahhhhh... Aku langsung orgasme.

“Aaahhhhh..ahhhhhh” Aku mendesah tertahan. Mengedan dengan kuat, menjemput kenikmatan yang ditawarkan. Seluruh tubuhku mengeras… Hebat sekali cowok ini, mambu membuatku nyampe hanya dengan permainan di dadaku…

“Aaaahhhhh, aduuuhhhh!” Brian setengah berteriak sambil meringis kesakitan.

“Eh kenapa?” Aku kaget, walaupun nafasku menderu, aku kasihan melihatnya yang kesakitan.

“Kamu meramas kontolku kuat-kuat!” Brian protes.

“Huh?” Aku kaget, jadi sadar sudah meremas batangnya waktu aku mengedan tadi.

“Iya… aduh!” Brian masih mengadu, tapi aku hanya bisa tertawa. Kasihan sekali cowok itu…

“Hahaha…!” Aku jadi tertawa lepas, merasa lucu melihat tingkah cowok itu yang kesakitan. Mulut cowok itu juga meringis kesakitan sambil menahan tawa.

“Hihihi.. ck ck ck” Eh ada orang.

Suara siapa itu? kayaknya familiar deh. Aku memandang keliling.

“Astaga kalian!” Terdengar suara Shaun, dan ketika berpaling aku melihat Naya sementara cekikikan disampingnya. Gelombang kesadaran kini memasuki ragaku.

“Astaga! Eh, Naya… Shaun... Ihhhhh.... pergi-pergi sana, ganggu aja.” Aku teriak kesal sambil mengusir mereka untuk menutupi rasa malu. Siapa gak malu kedapatan lagi mesum di luar.

“Kakak Tien.. kalo mo begituan cari hotel dong, masak disini... tuh sudah banyak orang sementara kemari.” Naya meledekku, membuatku tambah merah. Ih, gak ngerti banget sih dua anak ini.

“Naya... dengar baik-baik, kakak Titien dan Brian hanya, eh? ciuman doang disini. Gak buat yang macam-macam” Sahutku membela diri sambil menepis tangan Brian dari dadaku. Untung pakaianku masih tetap kupakai, walau bagian perutku sudah tersingkap lebar dan tangan Brian jelas-jelas tadi berada dibalik kaosku.

“Terus yang ditangan kanan kakak apa?”

Aku baru sadar.. eh sampe sekarang tanganku masih di dalam celana pendek Brian menggenggam kontolnya yang walaupun udah setengah lembek tetap aja terasa besar.

Segera kulepaskan kontol itu dan mengeluarkan tanganku... ternyata langkahku salah... karena tergesa-gesa, justru aku membuka celana Brian dan mengeluarkan isinya.

Kontol Brian yang besar mulai kelihatan jelas masih agak loyo karena dijepit tadi, dan dengan nakalnya batang itu bergoyang-goyang bergantung dari pangkalnya. Brian masih setengah tidur, cuek aja seakan tidak ada orang lain.

"Ahhhh" Naya menutup mukanya... Mengalihkan pandangan dari kontol besar itu.

Shaun yang selama ini tidak perhatikan, kini melihatnya dengan jelas.

“Apa itu! Kok kalian lagi jualan terong busuk disini, hahahaha!” Shaun tertawa terbahak-bahak.

“Ih.. Brian. Cepat simpan dong! Hehehehhe..."

Aku tak malu-malu lagi mengambil batang itu dan menyelipkan dibalik celana Brian. Tapi sebelum menutupnya rapi, iseng aku remas kontol lagi. Siapa suruh diam aja dari tadi, gak bela aku.

“Ahhhh... pelan-pelan dong! Masih sakit sayang…” Brian teriak kesakitan.

“Patahin aja Tien... Gak ada gunanya kontol loyo gitu, nanti tukar dengan ketimun” Shaun meledek kami lagi. Naya masih aja tertawa.

Aku malu sekali. Hanya bisa tertawa... Awas kamu Naya! Aku langsung bangun dan kembali memeluk leher Naya. Aku memegangnya erat-erat, mengeluarkan perasaan puas baru orgasme.

“Ih Kakak… apa itu tadi?” Naya memegang tanganku menarik aku menjauh, membiarkan dua cowok itu ngomong langsung.

“Ih, nakal… ganggu orang lagi pacaran!” Kataku sambil mencubitnya.

Kami tertawa-tawa lagi. Yah ampun, hari ini aku mesum sekali yah….

Aku menutup mataku. Mengingat kembali kontol Brian di genggamanku. Besar, panjang dan hangat. Memang kontol cowok bule yang istimewa. Kemudian suatu gelombang kesadaran kini menimpaku. ‘Apa bisa muat yah? Wah… Bisa hancur memekku diobrak-abrik.... Ihhh, kok sampe berpikir jorok begitu.’ aku menjadi merah sekali...

Mana pantas anak perawan mesum seperti ini.

----------------------



Naya



Dickhead aka Shaun

POV Naya


Ting…

Aku mengecek hapeku dan membuka sms yang dikirimkan. Ternyata dari Edo.

“Romeo, tenyata Nerd-ho dan si Edo sudah di mobil!” kata Shaun. mungkin juga ia dapat sms yang sama.

“Ia, aku juga dapat sms!” Aku dan Kak Titien mendekati mereka berdua yang kini sudah berbicara serius.

“Mereka baru sms? Gimana sih bikin orang kesal," jawab Brian.

“Kenapa sih kamu uring-uringan?” Kak Titien bertanya… ia mendekat cowok itu.

“Kalo tauh begitukan kita masih bisa lanjut lagi yang tadi…” Brian menatapnya sambil tersenyum.

“Huh… maunya!” cubitan Kak Titien kembali bersarang di perut dan pinggangnya. Siapa suruh menggoda cewek yang lagi malu...

“Cieeeh… yang lagi cubit-cubitan!” Aku mengejek mereka.

“Kenapa? Mau yah… minta sana sama brewokmu!” Kak Titien balas meledek.

“Cuma heran… kok tumben cubitnya di perut. Biasanya kan tangan Kak Titien langsung ke batangnya” jelas ku.

“Apa? Awas kamu yah…” Kak Titien kelihatan sewot, mungkin malu dilihat orang. Sementara Brian tertawa mendengar ocehanku, sambil menahan tangan Titien. Syukurlah, Kak Titien batal mencubitku.

Kak Tien sempat termenung sedikit, tapi cuma sebentar, lalu tertawa sendiri, dan ujung mulutnya terlihat senyuman. Kayaknya betul tebakanku …

"Kak Titien dengar baik-baik! Kak masih ada utang ke Naya!” Aku mengingatkannya untuk menceritakan apa yang terjadi secara detail. Ia tadi udah menyanggupi waktu aku mendesaknya.

Kak Titien tadi cerita kalo ia sudah pacaran dengan Brian. Cowok itu udah nembak… cepat sekali, dan aku tidak heran kalo Kak Titien menerimanya juga secepat itu. Mereka kelihatan cocok sekali. Ia juga tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya…

I am so happy for you, my sister.

---------

Jalan menurun dari Bukit Kasih terasa enteng dibandingkan dengan waktu mendaki. Kali ini kami tidak banyak bicara, karena harus memperhatikan jalan. Brian terus memegang tangan kekasihnya sepanjang perjalanan, dan Kak Titien membiarkan saja. Sementara itu Shaun juga memegang tanganku, supaya gak jatuh.

Mungkin ia udah kapok waktu aku jatuh tadi.

Kami sempat singgah di beberapa paviliun untuk sekedar mengambil gambar. Pemandangan dari sini juga tak kalah indahnya. Beberapa kali aku menyuruh Kak Titien dan pacarnya mengambil gambar berdua. Wajah mereka cantik dan ganteng, penuh pancaran kebahagiaan.

Tidak terasa kami sudah berada di bagian dasar, tempat jualan. Kami jalan perlahan sekedar memperhatikan apa yang ditawarkan. Sebenarnya kami berencana untuk merendam kaki di air panas, sambil diurut. Namun harus batal karena kami harus mencari Edo duluan.

Di jalan menuju tempat parkir mobil kami bercanda terus, dan Kak Titien tiap kali ada kesempatan memelukku waktu aku menggodanya. Wajahnya terus-terusan merah… mungkin malu kedapatan bermesraan tadi...

Kak Titien memang cantik dan lincah… tapi rasanya kok lain. Kak Titien biasanya tertutup kepada kepada orang baru, apalagi cowok. Banyak cowok ganteng yang terus mengejar ketika berkenalan dengannya, tapi dengan gaya anggunnya ia menolak. Tapi sekarang… malah dekat sekali dengan Brian dan eh, kok jadi mesum? Sejak berakhir dengan kakakku Titien terkenal paling anti yang namanya romantis, malah gak mau dekat-dekat cowok.

Kak Titien sudah berubah, dan tak ada yang tahu kenapa. Sekarang udah mesum banget… hehehe, mungkin kayak aku. Masak dari kemarin pegang-pegang kontol terus. Masak anak perawan langsung ciuman sampe grepe-grepe dengan seperti itu kepada cowok yang baru dua hari kenal. Orang bule lagian…. Mana ada cewek baik-baik sperti itu, hayooo. Eh ada… sih!

Ternyata ada juga perawan yang mesum kayak dia, namanya…. Naya! Hehehe. Baru nyadar, kali.

Aku terenyum… kembali teringat apa yang terjadi di atas waktu kita menyebar mencari Edo dan Brenda.

Hehehe… sebenarnya sih bukan Kak Titien doang yang mesum.

Flashback satu jam yang lalu.

-----

“Edo!!!! Nerd-ho!!!” Shaun menemaniku mencari kedua orang itu. Dari tadi ia sibuk memanggil-manggil tapi tidak ada jawaban. Supaya cepat, kami pun berpisah.

Tak lama kemudian aku mendengar ada suara aneh di rerumputan yang agak tinggi, tempat yang tersembunyi oleh ilalang yang setinggi kepala manusia. Kayaknya ada yang lagi goyang-goyang menyebabkan bunyi gesekan daun dan ranting.

Mungkin aja mereka dua lagi ngumpet di sana, kayaknya lagi gituan deh. Astaga! Kayak gak ada tempat lain, pake main di hutan segala.

Aku jalan pelan-pelan… rencana untuk mengagetkan mereka. Shaun masih memanggil nama mereka. Aku memanggilnya dengan lambaian tangan.

“Shhhh…!!!” Aku memberi isyarat supaya kita mengintip mereka.

Shaun langsung diam tanpa suara. Ia mengikutiku dari belakang. Aku jadi berani untuk melihat langsung.

Aku semakin mengendap, mencoba mencari dengar dengan seksama. Pasti malu deh kalo ketangkap basah… Kamera hape udah siap.

Kemudian menghitung dalam hati… 1… 2…. 3…. Dan hap! Aku lompat sambil teriak!

“Aaaaa….. Apa itu?" terlihat dua ekor monyet liar, binatang khas minahasa atau biasa disebut yaki, sementara asik makan. Yang satunya lagi menggaruk, mungkin itu suara yang ku dengar.

Kedua binatang itu tampak marah diusik, lalu lari menghambur sambil mengeluarkan suara. Aku juga kaget dan takut. Langsung berbalik arah dan lari ke arah Shaun. Dari jauh aku melompat dan memeluk tubuh Shaun. Ia langsung jatuh… dan aku menindihnya dari atas…

“Aduh…!” Shaun sempat mengeluh. Untungnya ia jatuh di rerumputan yang pendek.

Aku juga rasa sakit, jatuh ke atas tubuh cowok itu. Syukurin... tapi kan tubuhku kecil, jadi ia gak terlalu kesakitan. Kami berdua sampai terbaring di atas ilalang.

“Kamu gak apa-apa!?” Aku bertanya.

“Gak, kok. kamu?”

“Aku masih takut, Shaun!” Tanpa sadar aku memeluk tubuhnya dengan erat, tak perduli kami masih dalam posisi seperti tadi. Shaun mengerti kalau aku tadi kaget, dan ia diam aja sambil balas memelukku…

Ternyata enak juga pelukan Shaun… aku menyandarkan tubuh sambil menghirup aroma maskulin cowok itu yang cukup membius. Aku jadi betah lama-lama begini.

Eh apa ini? Tiba-tiba aku sadar.

Tangan Shaun mendarat tepat di atas dada… eh malah mulai membelai toket kiri ku. Aku kegelian, tapi Shaun tidak mau berhenti. Terus meraba dan meremas. Bibirnya mulai nakal mengecup pipi dan telingaku.

“Eh, kok jadi…!”

Kata-kataku terpotong ketika dengan nakal bibirnya membekap bibirku. Kami berciuman dengan mesrahnya, dan aku membalas.

Ciumannya kini mulai turun di leher ku, dan aku merasakan kalo nafsu cowok itu mulai naik… aduh… gimana sekarang? Apa akal?

Aku mencoba meloloskan diri tapi Shaun mendekapku dengan kuat. Ia masih bernafsu mengrepe-grepe tubuhku yang tidak bisa menolak lagi. Tanganku diam aja membiarkan Toket kanan dan kiri kini jadi bulan-bulanan tangan cowok itu. Dan dalam hitungan ketiga Bra hitam kebanggaanku sudah terlepas… kaos yang kupakai juga udah melor di bagian dada dan mengeluarkan isinya.

Toink!

Tokedku langsung terekspose bebas dihadapannya. Shaun menatapnya tanpa berkedip, ia seakan terpana tak percaya melihat toked yang kencang dan bulat itu. Ukurannya sih hanya sekitar 32B tapi ujungnya meruncing dan putingnya menantang.

“Eh Shaun!” Aku protes dan berusaha menutupnya.

"Nay... kamu cantik sekali!" Shaun menahan tanganku, sehingga ia terus menikmati pemandangan itu dengan kagumnya. Aku jadi jengah.

Tangan Shaun mulai bekerja meremas toketku dengan penuh perasaan. Aku jadi terbuai... ia memelentir putingku, membuat aku jadi kegelian. Jari-jari tangannya sangat lincah menjepit dan terus mempermainkan toket dan pentilnya. Nafsuku sudah di ibun-ubun... mulutnya mulai mendekat... menciumi dadaku dan memagut puting dan mengisap kuat.

“Ahhhhhh….” Aku justru mendesah kecil, entah kenapa aku membiarkan saja.

Shaun tidak mau berhenti nenen di toketku. Bibirnya yang rakus menjelajah dari toket satu ke toket lainnya, eh kini malah turun terus ke perut.

“Eh..eh!” Aku merintih. Ih… geli sekali. Shaun masih terus mempermainkan tubuh mungilku.

Aku tidak mampu meronta entah kenapa… astaga, ia pasti mengincar gundukan kecil di bawah sana, pertahanan terakhir ku. Tangannya sudah membelai-belai bagain bawah perutku. Aku tak mampu bertahan, tenagaku sudah lemas. Disaat tangannya hampir masuk ke celana, aku mengingat pesan Kak Titien.

“Kelemahan cowok itu di kontol, pegang kontolnya lalu remas sekuatnya!”.

Tangan ku langsung masuk ke balik celana basket Shaun dengan mudah karena longgar. Jariku terus mencari sesuatu yang akan digenggam… Wah besar sekali, panjang lagi.

Aku mencari pegangan yang pas… Shaun menggendorkan serangannya, mungkin keenakan batangnya diremas-remas ….Tapi kemudian serangan Shaun kembali memborbardir pentil di toket dan tangan satu sudah masuk ke celana mencari bibir di balik semak-belukar…

Aku tidak ada kuat lagi! di saat yang genting itu aku masih berpikir, sekarang atau tidak ada kesempatan lagi. Sedikit lagi aku akan pasrah…. Aku langsung meremas kontolnya sekuat-kuatnya.

“Ahhhh” Shaun teriak keras-keras. Gak tauh kalo dia keenakan dan kesakitan.

Ini kesempatanku, dengan segera aku mengeliat dan melepaskan diri. Uh hampir saja… kalo terlambat 30 detik lagi, bahaya ini. Pertahanan terakhir hampir saja diterobos.

“Rasain kamu, mesum!” Aku berteriak, sementara Shaun masih berguling meringis kesakitan.

“Ih, Naya bikin kentang!” Shaun meringis... “Awas yah, kalo aku dapat lagi, akan ku…”

“Emangnya kamu berani! Aku lapor ke Kak Titien”

“Eh… kalo perlu kamu berdua aku layani!’

“Ih … mesum. Kalo berani macam-macam lagi aku patahin kontolmu, hahaha!”

Dengan segera aku mengatur kembali pakaianku yang sudah terbuka. Puas rasanya memberi pelajaran kepada cowok itu. Tapi anehnya cowok itu masih terus berbaring, entah apa yang diperbuatnya.

Shaun merem, tangannya malah memegang kontolnya, lalu mengeluarkan dari celana. Apa ia kesakitan yah? Aku rasa kasihan juga, soalnya tadi aku remas kuat. Eh, tangannya mulai bergerak…

“Naya… ahhh…!” Shaun mengocok kontolnya.

‘Astaga, sempat-sempatnya cowok ini coli. Pasti kentang banget tadi… hihihi!’ Aku membiarkan aja ia bermain-main dengan miliknya yang kini sudah dikeluarkan dari celana basket. Sekali lagi kontol brewok yang bringas itu kembali tersaji didepanku, dan kali ini terlihat makin besar dan garang. Mungkin karena udah sangat terangsang!

“Oh, Naya…!” Shaun masih mengocok.

“Eh, Shaun… stop. Udah… cepat bangun, ada orang!” Pas ku rasa ia hampir keluar, aku menyetopnya.

“Huh?” Shaun masih kaget.

“Itu ada suara datang kesini, cepat tutup lagi!” Aku mulai melangkah menjauh.

"Tapi!" Shaun mau protes, kelihatan udah kentang banget.

"Cepat bangun. Itu mereka udah dekat!" Aku berteriak keras, tidak membiarkan ia berpikir.

Terpaksalah ia bergegas bangun, dan memasukkan kembali kontol tegangnya dalam celana. Ia lari mengejarku…

“Ayo cepat Shaun!” Ia makin cepat dan akhirnya menyusulku.

Aku menuju tempat Kak Titien dan Brian pergi tadi. Dari jauh aku melihat mereka berdua mojok, dengan cepat aku berlari ke sana.

“Eh, tunggu.. katanya ada orang? mana?” Shaun bingung.

“Hahaha… rasain, kentang kan?” Aku berlari meninggalkannya.

“Eh… astaga!” Shaun baru sadar udah dikerjain.

“Hahaha… siapa suruh mesum!” Aku tertawa tapi harus berlari lagi, ia mengejarku. Bahaya kalo sampai terkejar… pasti ia minta macam-macam. Aku harus cepat menuju ke tempat mereka, kalo di depan mereka mudah sekali aku, minta perlindungan kakak ku yang baik itu.

“Awas kau kalo ku tangkap!” Shaun menebar ancaman sambil mengejarku dengan cepat, tapi ia pasti gak nyangka kalo tubuh kecil ini bisa lari dengan sangat gesit.

‘Naya... kamu terlalu nakal sih.’ Aku tertawa dalam hati. Aku sudah telalu banyak menggodanya hari ini. Aku kini menyadari akibat perbuatanku. OMG! Yang tadi itu hampir aja…

Lucunya waktu aku tiba, Kak Titien juga lagi bermesraan dengan pacarnya, eh pake bercanda meremas kontol Brian. Cowok itu komplain karena Titien meramas kontolnya kuat. Aku sampai menggeleng kepala melihatnya. Pasti kejadian sama denganku… !

Kembali kejahilanku muncul dan mengintip mereka diam-diam, lalu mengambil kamera dan merekam video kejahilan mereka.

“Hihihi.. ck ck ck” Aku tak bisa tawa. Tak lama kemudian Shaun menyusulku.

“Astaga kalian!” Shaun sampai berteriak melihat mereka.

“Astaga! Eh, Naya… Shaun... Ihhhhh.... pergi-pergi sana, ganggu aja.” Kak Titien malu sekali.

“Kakak Tien.. kalo mo begituan cari hotel dong, masak disini... tuh sudah banyak orang sementara kemari.” Aku meledeknya, sambil tertawa-tawa melihat kegugupannya.

Kak Titien bergegas bangun dan mendekatiku. Tak lama kemudian kami sudah bergandengan tangan dan saling memeluk. Sungguh pengalaman luar biasa hari ini.

Walaupun diam tanpa bicara, aku tahu kalo kak Titien juga memikirkan kejadian mesum tadi. Aku langsung terbayang posisi kami.

‘Apa aku terlalu jahil yah? Bagaimana kalo aku sampai keterusan tadi?’ Aku merenung kembali.

Teringat kata-kata Kak Titien, "Naya.. keperawanan seorang gadis itu sangat berharga. Perawan adalah kehormatan dan tidak boleh sembarang orang, karena sangat menentukan kehormatan seorang gadis. Berikan tubuhmu kepada orang yang layak menerima cintamu, dan dipercaya menjaga rahasiamu yang paling dalam. Orang yang berhak adalah mereka yg telah menunjukkan kalo mereka berharga bagimu."

Kak Titien bukan orang yg naif yang percaya harus jaga perawan sampai menikah, ia juga gak alim-alim amat sih. Buktinya sampe bercumbu hot seperti tadi. Tapi ia adalah orang yang punya prinsip dan menjaga kata-katanya, Aku beruntung ia adalah pelindungku, dan kata-katanya selalu ku hormati. Eh... apa menurutnya Brian orang yang tepat?

Ihhhh, Naya jangan dulu berandai-andai.

----------

Kembali ke masa sekarang

Saya dan Titien berjalan di depan, kami terus mencurahkan perasaan kami dengan saling memeluk. Saya butuh pelukannya mengingat peristiwa tadi. Pasti Titien juga demikian.

Makasih kak… saya bilang dalam hati. Untung kakak bilang cara menyelamatkan diri. Pantesan tangan Kak Titien cari kontol terus. Hehehe.

Kedua pintu depan mobil terbuka dengan keras, aku di sebelah kanan, dan Kak Titien di sebelah kiri. Kami berdua berebutan air minum yang terletak di laci pintu.



Edo



Brenda

Ketika mengangkat kepala, aku melihat Brenda ternyata duduk di kursi tengah terengah-engah… kayaknya ia sementara melumat sesuatu dengan nikmat, lucunya dia harus tunduk baru makan…​

Brenda kayak kaget. Kak Titien yang masuk lewat pintu depan yang satunya kelihatannya terkejut melihat Brenda. Ia terpaku dan tak bisa bicara…

“Brenda, makan apa? Bagi dong?” ujar ku

“Huh???” Kak Titien hanya bengong tak tauh bilang apa… Wajahnya merah.

Penasaran….aku mencari tauh apa yang dimakan Brenda. Terdengar suara desahan cowok...

Gebyar!!!

Ternyata Brenda tadi lagi menelan kontol Edo yang sedang mengacung sempurna. Karena kaget Brenda melepaskan lumatannya.

Edo sendiri tidur terlentang menikmati kontolnya di oral Brenda dari atas tadi. Kontol besarnya terlihat jelas mengkilat dan mengangguk-angguk. Edo masih mau, kayaknya hampir keluar.

“Ahhhhhhh” Titien dan aku berteriak barengan. Kami langsung lari keluar dari mobil kayak orang kebingungan. Baru sekarang kami melihat jelas kontol cowok lagi dioral…

Shaun dan Brian mendengar teriakan kami… langsung menuju ke mobil dan membuka pintu mencari kalo ada binatang.

Ketika masuk, mereka dua turut berteriak kaget lalu tertawa…. Kontol Edo mulai loyo, tapi Brenda mulai hisap lagi, tidak mau melepas. Shaun dan Brian masih tertawa-tawa. OMG!

Aku langsung memeluk Kak Titien lagi. Kami juga masih ketawa… Iseng saya berbisik dan bertanya, “Kak Tien, mana yang besar kontol Edo ama Brian?”

“Eh, kok tanya gituan…”

“Ayolah Kak… Kak Titien kan udah pegang dua-duanya.”

“Gak ah… malu!”

“Kan hanya kita berdua…”

“Gak mau… ih, kenapa sih kamu tanya-tanya?”

“Penasaran aja! Hihihi…”

“Mulai mesum yah..” Kak Titien tertawa.


----

Bersambung
 
Episode 8 Of beauty and art




Titien




Brian




Naya




Shaun




Edo




Brenda



POV Titien.


Jam 2.00 teng kami telah tiba di restoran terapung, yang terletak di ibukota kecamatan Sonder, Minahasa. Restoran tersebut berada di atas telaga, dengan pemandangan air dan sawah di kiri dan kanan.

Suasana yang tenang menggambarkan kehidupan di desa. Sawah dan telaga membentang sampai kejauhan, dan bunyi air membuat suasana sejuk. Kami segera terbawa suasana… langsung duduk kecapean sambil diam menikmati alam.

Karena aku sudah telpon duluan, makanan cepat tersaji. Menu ikan gurame, ikan nila dan ikan mas bakar di sini enak sekali, apa lagi pas sudah kelaparan seperti ini. Selain itu Shaun ada coba menu baru, keong kecil yang di Manado disebut “Kolombie’. Saya tidak suka sih karena bentuknya, namun banyak orang bilang enak. Waktu makan kami tidak banyak lagi bicara... pasti karena kecapean. Terlalu banyak mesumnya tadi sih!

Kemudian pesanan kamipun datang, kami makan dengan nikmatnya. Masih terdiam, masing-masing dengan keinginannya. Saya melihat jam... sudah hampir jam 2.30 siang. Benar-benar hari yang melelahkan...

“Kak Tien, habisin nasinya... ini masih banyak. Kakak pesan untuk berapa orang sih?” Naya mulai bicara. Mungkin sebagai pebisnis ia gak mau buang uang percuma.

“Nanti kamu lihat, pasti habis kok” ujarku sambil membawa nasi segenggam di tangan. Nasi tersebut kulemparkan ke telaga... tiba-tiba datang segerombolan besar ikan mujair lalu menyambar nasi yang dilempar. Shaun, Brian dan Brenda langsung berteriak kaget, mereka belum pernah melihat yang seperti ini.

“Eh... bagus sekali! Saya juga dong!” Brian meminta bagian. Ia menyambar sepiring nasi di atas meja, dan berdiri disampingku. Ia masih menatapku begong... mungkin bingung saya dapat ide dari mana.

"Wah... hebat...!" Ia melemparkan nasi ke telaga dan langsung disambar oleh ikan-ikan mujair. Pemandangan yang menurutnya sangat mencengangkan.

Padahal gitu doang!

Segera ku ingat masa kecilku. Papa dulu peternak ikan, punya beberapa telaga. Aku dan papa suka kasih makan ikan. Segera aku ingat kampung halaman... usaha yang papa rintis semakin maju, ia sempat hampir bangkrut karena ikan-ikan mati kena penyakit. Sekarang selain bisnis ikan, ia juga mendistribusi pakan ternak... menjual pakan ikan dan ayam. Malah sudah merambah ke bisnis ayam daging dan telur.

Papa memang hebat... aku bangga biar jadi anak kampung! Tapi papa juga mengajarku untuk mandiri, walaupun kami hidup berkecukupan, tapi aku sudah tauh cari kerja... mampu membiayai perkuliahanku sendiri...

Tampak Shaun, Brenda dan Naya berebutan ingin membuang makanan untuk ikan. Mereka berdua bercanda lagi... Shaun memegang piring penuh nasi... mengangkatnya tinggi-tinggi, sementara Naya dan Brenda mencoba menjangkau untuk merebut. Naya malah memegang tangan Shaun supaya turun... posturnya yang mungil kalah bersaing dengan tangan Brenda yang sudah hampir menjangkau.

Untuk membela diri, Shaun menggunakan tangan yang satu... sementara tangan yang lain melindungi dari serangan. Mereka tertawa-tawa... mulai lagi. Kini perhatian kami tidak lagi di ikan...

Naya hampir kalah... ia coba mengelitik tubuh Shaun, tapi cowok itu masih bertahan.

Tiba-tiba Naya dapat ide, tangannya tiba-tiba masuk ke celana basket Shaun dan meremas batangnya... Shaun berteriak dan langsung menurunkan piring nasi, yang segera disambar sebagian oleh Brenda, Naya dapat segenggam dengan tangan kirinya ... tangan kanannya masih di dalam celana Shaun.

“Astaga Naya...! Edo teriak kaget.

“Lepasin tanganku!” Naya juga teriak sambil wajahnya menjadi merah karena jengah dengar teriakan Edo. Ternyata Shaun menahan tangannya supaya tetap di kontolnya. Ia keenakan...

Brenda tertawa terbahak-bahak melihatnya... ia langsung lari menjauh, tapi sempat meremas kecil payudara Naya...

“Rasain kamu... berani benar bermain mesum sama Dickhead!” Ejek Brenda...

“Ih... jahil! Dickhead lepasin dong... aduh sakit”

Naya makin merah. Tapi ia tidak mampu melepaskan tangannya dari genggaman Shaun. Hampir 10 detik tangannya masih memegang kontol Shaun, sementara tangan Shaun yang satunya mulai menyerang untuk menggrepe dadanya... Edo makin kaget... wajahnya semakin mesum melihat perawan cantik yang juga menjadi targetnya sementara dicabuli cowok lain.

“I told you, I would never let you go again!” Sempat-sempat lagi si Dickhead gombalin Naya.

“Kak Titien, tolong dong!”

Aku hanya tersenyum dengan penuh. Begitu melihat mataku, Naya kayak ingat sesuatu... tiba-tiba aku melihat sinar kilas di matanya. Pasti anak jahil itu merencanakan sesuatu.

“Ahhhh!” Shaun berteriak kesakitan. Kontolnya diremas kuat-kuat oleh Naya.

“Naya, sakit dong!” Dickhead teriak.

Tangan Naya lolos, ia segera lari menjauh sambil mengejek Shaun.

“Sudah ku bilang, kalo kamu macam-macam akan ku patahin!” ejek Naya.


POV Brian


Manado benar-benar surga!

Keindahan alam di Bukit Kasih dan di restoran tadi masih nampak pada bayanganku. Perasaanku sangat senang... dari tadi sebuah rangkaian nada sudah tergiang-ngiang di kepalaku. Wah... baru dua hari aku sudah merasa terinspirasi... berarti liburanku ke Manado bisa menghasilkan lagu yang baru... Aku sudah gak sabar menuangkan melodi ini ke dalam not... untung tadi sempat ku rekam sedikit di iPhone ku... supaya tidak lupa.

Yah ternyata kita belum langsung pulang. Masih ada suatu tempat... Desa Pulutan... kayaknya menarik juga. Ternyata itu sebuah desa yang punya kerajinan keramik tanah liat. Dari ujung kampung sudah kelihatan pajangan hasil karya yang indah-indah... bisa dibawa pulang, gak yah?

Titien mulai bicara. Walaupun ia sudah kelihatan capek, tetap ia tampil profesional. Ia menceritakan sejarah dan informasi umum mengenai pembuatan keramik. Kayaknya ia tahu banyak, sejak tadi di Bukit kasih ia terus mengungkap sejarah... kini ia mulai berbicara mengenai genre seni keramik. Ia membandingkan keramik yang ada disini dengan keramik yang dari Cina dan Persia.

Cara menyajikan juga sangat menarik, dengan pemihan kata-kata yang luas dan padat berisi. Cara berbicara yang teratur menggambarkan seseorang yang terdidik... apalagi ia bicara menggunakan bahasa Inggris, bukan bahasa sehari-harinya.

Naya dan Edo sendiri sampai terkagum-kagum. Ia gadis yang hebat... sangat sempurna ... mungkin sebanding dengan Deyana! Keduanya gadis yang berharga dan pantas dicintai... ‘Baby you’re more than just a face’. Dan aku yang beruntung sudah menjadi pacarnya!

Kami sudah sampai di sebuah bengkel besar tempat pembuatan keramik. Edo dan Shaun segera turun bersama kami. Naya dan Brenda masih melanjutkan tidur di mobil. Kami segera masuk dan bertemu dengan pemilik tempat itu, ia akan mengajarkan kami cara membuat keramik.

----------

Tanganku mulai kotor... kami berempat masing-masing menghadap sebuah alat untuk membuat keramik. Ku lirik ke kanan, Titien sementara konsentrasi membuat sebuah vase yang indah. Bentuknya bagus, ia memiliki selera seni yang baik. Edo juga masih sibuk dengan tanah liatnya, gak tahu apa yang diperbuatnya... Sedangkan tanah liat di tanganku juga semakin berbentuk. Aku tidak mau kalah dari Titien, akan ku buat yang terbaik.

Setelah sekitar 30 menit aku masih konsentrasi... hampir selesai. Titien juga kayaknya sudah selesai. Kami menambahkan sentuhan terakhir sebelum di bawah ke tungku pembakaran. Edo belum selesai... sedangkan Shaun sudah berdiri tertawa-tawa membakar hasil karyanya.

Sementara hasil karya kami dibakar, Titien mulai menyambung informasi. Ia menceritakan macam teknik dan sejarah bagaimana mengecat dan melukis keramik.

Sekali lagi aku terpesona melihat pengetahuannya yang luas mengenai seni. Ia tahu soal pergerakan reinasance di Eropa dan bermacam-macam era yang menandai bentuk karya seni. Ia juga tahu perbedaan gaya seni di India, Persia, Cina... bahkan sampai ke Jepang dan Korea modern. Wah... you are really a special girl. Ternyata orangnya gak cuma enak dicium aja... hehehe.

Setelah dibakar, kami masing-masing pergi ke tempat untuk memoles keramik. Sebelum dicat keramik harus halus dan licin. Setelah itu kami mengecatnya menggunakan cat areosol.

Hasilnya pasti indah. Ku keluarkan seluruh kemampuannku untuk membuat karya yang terbaik. Tujuannya sih hanya untuk membuat gadis itu terkesan. Tampak Edo dan Shaun juga masih serius. Mereka kelihatannya akan bikin surprise, karena dari tadi menyembunyikan keramik mereka.

Tada... aku sudah selesai. Aku mempertunjukkan hasil karya kepada pemilik tempat ini untuk di nilai... ia tampak sangat kaget, suatu karya yang indah. Sebuah kendi dengan desain yang tinggi dan mewah. Warna biru mendominasi latar dengan tema art deco alam... ia terheran-heran..

“Kalo yang begini sih sudah kelihatan sangat profesional.” Katanya.

Pengrajin lainnya sempat mengerumuni dan tak percaya kalo ini dibuat oleh tenaga amatir. Aku merasa bangga... Titien melihatnya dari jauh... ia juga tersenyum bangga. Pasti terkesan dengan karya ku.... entah kenapa aku jadi melayang.

“Mana punya kamu, Sayang! Aku lihat dong?”

“Gak sebagus kamu...” Titien merendah.

Titien mengeluarkan sebuah kendi yang lebih kecil tapi indah... mata saya berbinar-binar. Wah, ternyata ia jago melukis... sebuah paduan warna yang berani... merah oranye dan kuning mendominasi... saya mulai meneliti hasil karyanya. Ia tampak malu-malu...

Memang keramiknya memiliki bentuk yang indah buatan tangan seorang ahli, namun masih kalah halus. Pasti ia tidak kuat menggosoknya dengan ampelas. Tapi lukisannya luar biasa indahnya...

Pemilik tempat itu dengan pengrajin lainnya semakin terheran-heran. Dalam sehari ia bisa menyaksikan dua hasil karya seni yang luar biasa indah. Ia ingin membeli kembali karya kami... dengan harga yang mahal. Tapi Titien dan saya menolaknya.

“Tien... punyamu aku yang beli yah... akan ku bawa pulang!” kataku...

Kembali aku menatap matanya yang masih memandangku kagum. Aku bersungguh-sungguh...

“Berapa harganya? Ah... berapapun akan ku beli!” ia hanya tersenyum.

“Harganya adalah.... kendi milikmu, aku mau pajang di kamarku!”

Titien kembali menatapku. Aku langsung melayang... ‘Gadis ini tahu nilai seni... dan ia terbukti sangat berharga! Aku jadi semakin cinta!’ bisik hatiku. Kami masih bertatap lama... saling mengagumi. Shaun sudah memanggil dari jauh.

“Romeo, ayo cepat. Waktunya pulang!”

Kami langsung melangkah menuju ke mobil.

“Edo, mana aku lihat karyamu...!”

Edo mempertunjukkan topeng aneh yang dibuatnya. Bisa dipakai buat nakut-nakutin cewek. Pinter juga sih Edo.

“Aku juga buat sesuatu yang spesial lho...” Kata Shaun. “Kalo mo lihat tutup mata dulu”

Titien menurutinya. Ketika aku melihatnya, aku langsung tertawa terpingkal-pingkal. Titien membuka mata... iya terkejut melihat hasil karya Dickhead.

“Ih! Kok buat yang begituan!” Titien teriak.

Ternyata Shaun membuat sebuah kontol yang sedang tegang. Kontol tanah liat tersebut lumayan detail bentuknya mirip asli. Eh... Mungkin bisa jadi dildo...

“Hush jangan bilang-bilang yah... ini surprise buat Naya! Supaya ia punya mainan yang bisa diremas terus. Dan jangan lagi meremas kontolku!” Kata Shaun.

“Dasar, Dickhead!” Ejek ku. "Aku tahu kau buat itu sebagai pengganti kontolmu yang dipatahin Naya tadi”

Titien tertawa jengah.

“Romeo, bilang aja kalo kamu cemburu dengan karyaku!” ujar Shaun. “Siapa dulu dong yang dapat ide cemerlang segini!”

“Bukan gitu, Dickhead. Aku sih sudah pikir dari tadi buat dildo buat Titien. Tapi.... tapi...”

“Tapi apa?” Titien mendekat dan menggandengku... tangannya sudah di pinggang mengancam untuk mencubit bila aku salah ngomong.

“Tapi tanah liatnya kurang, kontolku kan besar. Tanah liatnya hanya cukup yang sebesar punyamu, Dickhead!” Aku meledeknya...

Titien tertawa sampai mengeluarkan airmata. Gantinya mencubit, tangannya mendekap tanganku... Sedangkan Dickhead langsung ngamuk-ngamuk karena diledek. Edo juga ikutan tertawa.

----



POV Naya


Waduh lama sekali mereka di tempat tanah liat, aku masih tidur-tiduran di mobil. Brenda sudah tidur enak, tapi saya masih terus berpikir. Terlalu banyak yang sudah terjadi hari ini... banyak tawa dan mesumnya.

Bayangin aja hari ini saya sudah melihat kontol ketiga cowok itu, mulai dari Shaun, Brian, lalu Edo. Eh malah kontol Shaun malah berkali-kali, eh... sempat pegang-pegang juga.... Ih.. gak bisa bayangkan kontol sebesar itu bisa masuk di memek. Apalagi memek perawan seperti milikku....

Tapi kayaknya Kak Titien juga jago pegang kontol cowok. Eh... tadi malah sempat membuat Brian kesakitan hihihin,… Kayaknya kakak ku yang cantik itu menggunakan jurus itu juga.

Nakal sekali dia... baru kenal udah main mesum dengan cowok. Padahal dulu waktu sama kak Nando gak sampe ngapa-ngapain selain peluk dan cium pipi.

Aku jadi ingat masa-masa indah dulu.

Kak Titien pacaran dengan Kakak kandungku, Nando sejak ia kelas 2 SMA waktu pindah dari SMA di kampungnya ke Kota Manado. Kak Nando waktu itu kelas 3 di sekolah yang sama. Waktu datang dari kampung Kak Titien sangat polos dan culun. Nando justru tertarik yg demikian walau banyak cewek yang kejar-kejar kakak. Waktu itu aku jadi penasaran aku cewek bagaimana yg menjatuhkan hati kakakku.

Ketika Kak Nando membawa pacarnya ke rumah, semerta-merta aku langsung menyukainya. Kak Titien sangat manis dan cantik, dan lebih lagi sangat perhatian padaku.

Mereka berdua adalah pasangan serasi, yang satu cantik manis, sedangkan kakakku juga sangat tampan. Ia juga sangat pinter dan terkenal jago dalam semuanya, gak heran mereka berdua cocok.

Mungkin satu-satunya kelemahan Kak Nando adalah tinggi badannya yang dibawah rata-rata. Mungkin malah lebih pendek sedikit dari Kak Titien, tapi tetap aja mereka selalu serasi bersama.

Kisah cinta mereka selalu diisi dengan belajar bersama dan jalan2 ke tempat yang menarik. Bayangkan aja, mereka sampe pacaran di museum... pake ajak-ajak aku segala.

Bayangin, kalo di rumah bukannya nonton film ato MTV, justru TV-nya acara NatGeo, Dicovery Channel dan history channel.

Eh iya! Kak Titien sih sebenarnya juga hobi musik, tapi bukan lagu pop ato rock yang ada di TV, tapi musik klasik. Yah benar, ia suka lagu2 dari komposer-komposer terkenal, dan juga lagu-lagu penyanyi tenor Italia. Eh, aku sih gak kenal nama2 gituan. Aku tahu kesukaannya diperkenalkan oleh sepupunya Anita yg belajar musik di luar negeri. Titien malah punya idola pemusik klasik ganteng yang ada hanya di channel youtube dan twit**ter.

Dan hal paling aneh dengan Kak Titien, dengan segala kecakapannya, ia mau jadi guru... orangnya sangat pinter, masak otak encer itu ambil sastra Inggris eh applied linguistik, kali. Sementara Kak Nando ambil sejarah dunia. Bayangkan aja!

Kak Titien selalu bertamu di rumah dan pacaran juga di rumah. Aku suka intip mereka... justru di panggil Titen belajar bersama. Aku suka sekali bersandar mendengarkan ia membahas pelajaran dengan Kak Nando. Aku akan tiduran di pangkuannya dan menikmati Kak Titien memainkan rambutku dan bercanda soal tubuh mungilku.

Sayang semua itu tinggal kenangan, Kak Nando didiagnosa kanker darah... dan hanya dalam hitungan bulan dia sudah pergi, cepat sekali

Titien dan aku sama-sama menjaga Kak Nando waktu kemo. Ia janji sama Nando menganggapku adik sendiri... aku tidak punya kakak perempuan jadi senang sekali. Sampai sekarang ia tetap menjagaku. Aku sangat kehilangan kak Nando, Titien yg selalu menghibur ku. Ia membiarkan aku tidur didadanya, dan pegang toketnya, hehehe. Enak sih... Kak Titien mulanya selalu datang, akhir2 ini malah menjauh.. padahal aku masih gemes sama toket dan pantatnya.

Ada satu peristiwa yang selalu teringat waktu masih ada Kak Nando. Kak Titien dan aku kehujanan pulang dari sekolah, terus kami mandi bersama. Pada saat itulah saya bisa melihat jelas keindahan seorang gadis, tubuhnya halus, kencang dan mulus. Eh, aku jahil sekali waktu itu.

Selesai mandi aku ambil handuk dan bajunya dan keluar ke kamar cepat-cepat. Mau tak mau Kak Titien keluar kamar mandi telanjang bulat. Aku bilang sih gak ada orang di luar, dan Kak Titien lari telanjang cepat-cepat masuk kamar dan tutup pintu, ternyata kamar Nando yang ia masuki. Ia sempat berteriak sedikit, dan dengan cepat aku kunci pintu dari luar. Sekali-kali kah Kak Nando dapat show.

Nanti setelah 10 menit kemudian Kak Titien dapat lolos dan masuk kamarku. Kali oni sudah pake sarungnya Kakakku. Mukanya merah sekali karena malu. Aku coba tanya tapi ia tidak bicara sama sekali apa yang terjadi. Ia hanya tertawa-tawa sendiri sambil menutupi mukanya. Tapi ia tidak marah, sih. Malah ia memelukku kuat-kuat, eh juga menggemesi toketku yang masih bertumbuh.

Nanti waktu Titien pulang baru aku tahu, Kak Nando tidak sendirian di kamar. Ada teman kelasnya yang juga ku kenal, iya... Edo lagi di kamar. Wah, mujur sekali si anak mesum itu.

Aku yakin palingan Kak Nando hanya bisa tertawa bersyukur. Tapi Edo palingan sudah onani, gak tahan. Mana si mesum itu mampu menahan godaan cewek yang begitu cantik dan indah, bisa-bisa kontolnya berdiri terus selama seminggu.

Bersambung...
 
Episode 9 A taste forbidden fruit




Titien




Brian




Naya

POV Titien


“Sayang, bangun… udah jam enam pagi!”

Aku kembali menjalankan tugasku membangunkan cowok romantis itu. Brian masih tidur dengan lelapnya, padahal sudah ku goyang-goyang badannya.

“Ayo dong! udah jam enam!” Kataku sambil mencubit pinggangnya.

Brian masih terlelap, tidak ada tanda-tanda bangun. Padahal kemarin ia menyuruhku membangunkannya pagi-pagi, karena ia mau latihan musik.

“Sayang…!” Aku membelai-belai rambutnya sambil menikmati wajah ganteng itu. Kapan lagi aku bisa memperhatikannya sedekat ini tanpa ia sadari?





Kali ini aku duduk ditempat tidur sambil meraba-raba wajah dan mengusap-usap dada bidang yang masih tertutup selimut itu. Aku terus memperhatikan dia sambil setengah memeluk tubuhnya yang ramping… dan membuka selimut. Mungkin setelah merasa dingin, ia akan terbangun dengan sendirinya.

Dan tepat ketika aku membuka selimut, aku terkejut melihat apa dibalik selimut itu.

“Astaga!”

Ternyata Brian tidur telanjang, dadanya yang berotot dan berbulu tersaji didepanku. Aku jadi kagum melihat keindahan tubuh cowok ini. Macho banget, padahal ia cowok yang romantis.

Mataku terus memperhatikan sekujur tubuhnya, kali ini jatuh ke bagian bawah tubuhnya yang masih ditutupi selimut. Tampaknya ada bagian tertentu yang menonjol.

‘Eh apa? Iya… itu pasti kontolnya!” Aku hampir teriak kaget melihat tonjolan di celana cowok itu.

Ih.. bukannya orangnya yang bangun, justru batangnya. Dasar mesum… Eh, iya, aku baru ingat kalo pada dasarnya semua cowok normal, biasanya ereksi pada pagi hari.

Aku jadi penasaran apa Brian tidur gak pake celana? Batang kebanggannya cukup jelas tercetak di selimut. Dengan perlahan aku mencoba membuka selimut sambil mengintip isinya… benar kelihatan dari samping kalo ia telanjang bulat. Entah kenapa aku jadi penasaran hendak melihat kontolnya

Eh tunggu… Aku melirik kembali ke wajah cowok itu, memastikan kalo ia masih tertidur..

Aman…

Kemudian tanganku dengan gemetaran menurunkan selimut itu dan membebaskan batangnya.

“Toink”

Setelah merdeka, batang yang sudah tegang itu segera melonjak naik keatas.

‘Astaga! besar sekali!’ Aku menutup mata dengan kedua tangan, karena ngeri. Tapi kemudian aku mengintip takut-takut dari sela-sela jari.

Aku jadi terkagum-kagum… bukan cuma ukurannya yang panjang dan gemuk, tapi juga helm baja itu kelihatan gagah perkasa.

Tak lama kemudian aku merasa jengah sendiri, tapi aku harus hati-hati supaya tidak membangunkannya. Dan ketika melihat ada pergerakan kecil di tangan cowok itu. Dengan cepat aku menutup kembali kontolnya kedalam selimut dan bangun hendak lari keluar.

“Hahahaha!” Brian tertawa keras membuat aku gugup.

“Eh, kamu udah bangun?” Aku pura-pura hendak membangunkannya.

“Kamu tadi ngapain, kenapa mau lari?”

“Eh, gak kok. Aku cuma kaget kalo kamu udah bangun!”

“Hahaha… sayang, ngaku aja!” Brian tertawa lagi. Apa ia tahu kelakuanku tadi? aku jadi malu sekali, tapi tunggu… mungkin ia hanya pancing.

“Ngaku apa?”

“Kamu mau lihat lagi?” Ia menyingkapkan selimutnya.

“Ih, mesum…!” Aku jadi merah… malu sekali. Ternyata ia tahu…

“Hahaha…” Ia tertawa keras, lalu menarik tubuhku hingga jatuh menimpanya.

“Eh, Brian… ahhh… nakal!”

Tapi aku tidak bisa bicara lagi setelah bibirku kembali disumpal bibirnya. Aku diam aja menikmati penodaan ini pagi-pagi.

“Cup… cup…” Kami saling berciuman dengan mesra penuh perasaan cinta.

Setelah kurasa cukup, aku mencubit pinggangnya sambil pura-pura marah.

“Kamu sih, pagi-pagi udah mesum!”

“Sayang, kalo cowok mesum pagi-pagi itu wajar, tapi kalo cewek? Pake lihat-lihat kontol lagi” Brian meledekku.

“Ihhhhh….” Aku merajuk. Malu sekali… ia terus meledekku hingga berhenti sendiri.

“Kamu habis olahraga?” Brian kini melihat keadanku. Mungkin sekali masih ada sisa-sisa keringat di wajah dan rambutku.

“Iya, tadi aku jogging terus senam!” Aku menceritakan kegiatan rutinku tiap bangun pagi.

“Pantes bauh acem…!” Aku tahu ia bercanda.

“Eh, bilang bauh tapi kamu peluk terus dari tadi!”

“Aku suka…!” Ia mengerling.

“Udah, aku mau ke dapur dulu. Kamu mau sarapan apa?” Aku bertanya.

“Aku makan apapun yang kamu masak!” Sempat-sempatnya ia merayu.

“Oke oke, asal jangan protes lagi makanannya kepedasan…!” Kataku sambil berdiri dan siap melangkah keluar.

“Eh, Tien. Besok bangunkan aku jam 5-an yah?”

“Eh, kenapa?” Tumben ia mau bangun pagi.

“Aku mau temani kamu jogging!”

“Oke…!” Aku jadi senang. Enak juga punya pacar yang perhatian seperti ini.

—--—

“Suara apa ini... pagi-pagi berisik amat!” Naya langsung ngomel waktu turun dari paviliunnya. Pasti ia terbangun oleh suara saxophone dengan nada naik turun.

Kasihan juga anak itu, tidurnya direnggut oleh Brian yang lagi latihan.. Sebenarnya pada awalnya ada nada-nada teratur ... sebuah lagu instrumen yang sangat indah. Tapi kemudian sampai di tengah berubah jadi kacau lagi... Brian seakan-akan masih mencari not yang pas!

Duh, anak itu kalo latihan bisa berjam-jam lagi, kayaknya sejak aku bangunkan tadi sampai jam 7. Kemarin sih ia juga latihan, tapi suara violin dan gitar tidak terlalu ribut kayak saxophone …

Eh jadi ingat, Naya sampai sekarang gak tahu perbedaan antara saxophone dan terompet! Padahal aku sudah jelaskan kemarin… Baginya kedua alat musik itu sama aja. Sama-sama berisik!

Tuh kan, Naya datang kepadaku minta keadilan lagi…

“Kak Titien, bisa dibilangin gak ke Brian? Apa ia gak sadar yah ada cewek cute, cantik dan manis lagi terganggu dari tidur!” Kata-kata hiperbola gadis rewel itu sudah jadi santapan harianku.

“Naya, cewek cute, cantik dan manis itu gak bangun jam 7 pagi!” Aku balas dengan klise lagi.

“Ih, mentang-mentang pacar sendiri dibela mati-matian!” Katanya cemberut.

Aku hanya tertawa dengan candanya.

“Kak masak apa?”

“Gak kok, hanya bantu bikin breakfast sama persiapan untuk di bawah ke tempat outing” Aku berkelit.

“Kak, udah dibilangin….” Naya mulai mengerutu lagi. Aku tahu apa maksudnya, hanya sengaja gak mau dengar kata-katanya.

Aku udah tahu pasti ia ngomel soal aku mengambil tugas pembantu-pembantunya. Dan aku tahu itu semua karena ia menyayangiku, gak tega menyuruh aku masuk dapur. Padahal kan itu mauku sendiri, gak mungkin kan aku bilang kalo mau buat breakfast special untuk Brian.

“Sayang, breakfeast spesial untuk ku sudah siap?” Brian tiba-tiba muncul mengagetkan kami.

“Eh, tunggu yah, lima menit lagi!”

“Oh!?!” Naya kaget mendengar percakapan tadi. Ia langsung tersenyum… ia pasti tahu sekarang.

Cepat-cepat aku masuk dapur dan kembali melanjutkan pekerjaanku. Naya ikut dari belakang, pura-pura mau bantu. Padahal aku tahu kalo ia mau meledekku lagi… Aku harus mengalihkan perhatiannya.

“Nay, Shaun udah bangun? Kamu gak bangunkan?”

“Udah kayaknya. Tadi aku dengar kamarnya udah ribut lompat-lompat!”

Pasti si Dickhead lagi main X-box pake Kinect…Lucu juga yah, biasanya orang olah raga nonton video areobik … bukan sambil main game.

“Kalo Brenda?”

“Biasa, masih sibuk dengan laptop barunya. Kan baru tiba semalam dipesan dari Jakarta, isinya besar… ada alat macam-macam!” Kata Naya.

“Baguslah, itu artinya mereka betah di sini!”

“Gimana gak betah? mereka berdua ikut pimpinan mereka, si Brian, dan ia gak mau jauh-jauh dari Kak Titien. Udah merasakan makanan yang dimasak pake bumbu cinta” Kata Naya menggodaku lagi.

“Tapi mereka suka kan tour-nya?” Aku gak mau bahas personal.

“Eh iya, kemarin seharian Shaun bicara soal keramik di desa Pulutan. Menurutnya pengalaman yang seru sekali, Kak Edo juga senang… nyesal aku tertidur. Sekarang aku akan ikut terus tour hari ini.” Kata Naya semangat.

“Baguslah, supaya Shaun semangat!”

Naya kelihatan malu.

“Kalian udah jadian?”

Naya gak menjawab.

“Nay, kakak mau ingatkan lagi. Kamu harus jaga kegadisan kamu yah, jangan kasih sembarang cowok. Kasih kepada orang yang kamu udah percaya bisa menjaga kamu, dan menjaga harga diri kamu.” Aku kembali menasihatinya.

“Itu sebabnya kamu harus hati-hati, boleh bergaul dengan cowok, boleh bermesraan tapi ingat jangan terlena. Jangan terpesona hanya karena ketampanannya, harus pelajari sikapnya juga.” Aku meneruskan kata-kataku. Dari dulu ia selalu mendengarkanku.

Naya diam aja, kayaknya ada yang ia mau bilang tapi ragu.

“Kenapa Nay?” Aku tahu pasti ada yang ia mau omongin.

“Gini Kak, kemarin Shaun memberiku hadiah, ditaruh di dalam kardus dan dibungkus rapi, katanya suatu kenang-kenangan berharga supaya aku ingat terus dirinya. Kayaknya surprise deh! Pasti hasil karya tangannya. Apa ini caranya nyatakan cinta?” Kata Naya dengan polosnya.

Aku jadi ingat hasil karya tanah liat Shaun. Hampir aja aku tertawa mendengarnya, untuk sempat kutahan. Kemudian Naya melanjutkan ceritanya.

“Tadi malam aku sudah mau buka, tapi dilarang. Katanya nanti cari waktu yang pas... apa dia tahu ultahku sudah dekat? Mungkin ia ingin aku buka waktu itu didepan semua teman-temanku yah!”

“Hah? Hahahaha….!” Aku gak tahan lagi, langsung tertawa terpingkal-pingkal membayangkan kejadian itu.

“Ih, gimana sih, kok Kak Titien ketawain aku!” Naya merajuk.

“Eh sorry sayang. Gak kok… itu artinya Shaun perhatian dan sayang sama kamu! Eh, itu makanannya sudah siap, cepat panggil mereka!”

Aku harus menjaga sikapku, untung Naya gak tanya-tanya lagi.

——

Waktu sarapan aku kembali briefing rencana hari ini. Kita akan ke kebun... yah benar! Ke kebun sawah, telaga dan buah-buahan yang berada di desa Kolongan 20 km sebelah timur kota Manado.

Aku juga membuat umpan untuk pancing ikan, dan pengalamanku di desa tinggal di samping telaga membuat aku mahir membuat umpan. Bentuknya sih mirim kue biji-biji kecil, di taruh di toples. Teksturnya agak lembek.

“Humph!!! Ahhhh....” Aku mendengar Naya lari ke wastafel membuang sesuatu yang dimakannya. Ia pake berkumur dan membersihkan mulut.

“Kak Titien... biasanya kakak jago masak. Tapi kali ini kue-nya sangat mengecewakan deh...” Katanya mengagetkannya dari belakang.

“Hadeh! Kamu makan itu?” Tanya aku

“Emangnya itu kue apa, kak?” Ia menunjuk ke umpan yang ku buat.

“Itu bukan kue, Naya. Itu umpan ikan yang rencana kita gunakan waktu mancing sebentar!” Aku jelaskan sambil tertawa.

“Pantesan, gak enak!”.

“Umpan itu dibuat dari campuran gluten sama makanan anjing dan ditaruh daging ikan mentah. Direbus aja seperti itu.” Aku coba jelaskan, Naya kelihatan tambah jijik.

“Ini salah Kak Titien... masak umpan taruh di toples... dikira kue”

“Eh... kamu aja yang langsung makan gak pake tanya-tanya!”

Naya kemudian ikutan membantu aku membereskan dapur dan mencuci piring serta belanga yang kotor dipakai tadi. Aku segera ijin mandi sebentar, sementara Naya menyuruh pembantunya menyapu dan pel lantai. Tak lama kemudian ia juga sudah rapi dan siap jalan…

“Eh Nay, kamu taruh di mana umpannya?” Aku kaget mencari toples yang tadi.

“Tadi di meja!” Naya menjawab.

Tapi ternyata meja sudah kosong... umpannya sudah hilang. Kami bingung kemana larinya, tapi kemudian pertanyaan kami segera terjawab.

“Awh! Titien kue apa ini?” terdengar suara Edo di ruang tamu.

“Ih… jijik, kok bau-nya menyengat gitu!”

“Ihhh… gak enak!”

Begitu kami melihat keruang makan, tampak Edo, Shaun dan Brenda sementara mengumpat-umpat karena makan kue yang rasa aneh.... Aku dan Naya langsung tertawa. Jadi gak tega mo jelasin ke mereka apa itu. Nanti aja mereka lihat di kolam pancing.

——



Edo




Shaun



Brenda


POV Edo

Hebat juga si Titien bisa merancang paket wisata seperti ini. Kami masih di kebun buah-buahan. Ada mangga, manggis dan rambutan. Minumnya kelapa muda langsung dari batoknya.

Ketiga tamu kami sangat menikmatinya... mereka asyik panjat-panjat di atas pohon. Bagi mereka ini adalah pengalaman pertama makan buah duku dan rambutan, apa lagi langsung di atas pohon... Brenda pake hotpants. Brian dan Shaun malah sudah melepas celananya dan hanya pake boxer aja naik pohon, pakaiannya segera dibawa Titien ke mobil, sekalian pergi mencari duren dengan pemilik kebun.

Apalagi tadi kami melewati persawahan penduduk. Jalan di litir sawah menikmati alam yang indah... Dari tadi Brian dan Shaun terus memuji keindahan alam di tempat ini. Katanya lebih indah dari yang dibayangkan. Waktu tiba di dangau, Brenda sempat minta difoto-foto, kali ini menggunakan kamera profesional milik Shaun.

Dan Titien serta Naya terus aja ceria menemani cowok-cowok bule tersebut. Titien menceritakan soal bagaimana menanam padi dan merawatnya sampe panen. Ia tahu banyak mengenai pertanian. Ia juga bercerita tentang irigasi dan pengaturan air. Wah! Memang dari dulu ia terkenal pinter.

Eh... Naya kayaknya sudah berubah deh! Kini ia makin mesum... tidak lagi seperti sebelumnya gadis mungil yang imut dan polos. Masak kemarin aku lihat sendiri tangannya masuk ke celana Shaun untuk memegang kontolnya... Wah... gile juga tu anak. Berani sekarang yah!

Kemarin mataku sempat silau melihat Shaun mengrepe-grepe tokednya... eh si Naya malah hanya tertawa dan terus menyerang kontol Shaun... sampe dia terlepas. Kepalaku jadi nyut-nyut melihatnya.

Naya itu salah satu incaranku... mungkin gadis tercantik ke dua setelah Titien. Eh gak... sama-sama nomor satu. Dua-duanya sangat cantik dan memiliki kecantikan yang berbeda. Titien mengarah ke cantik yang anggun, sedangkan Naya cantik menggoda.

Beruntung amat dua bule itu bisa dekat-dekat dengan kedua gadis idola Manado. Eh aku juga beruntung kok... Brenda itu sangat cantik.... sexy dan hot! Eh ia juga rada genit, tapi sekali-sekali muncul tomboynya. Mau dapat dimana cewek kayak gitu... hayoo? Lihat gayanya diatas pohon... benar-benar natural. Persis kayak kemarin waktu menggodaku.

Flashback kemarin dulu… bukit kasih.

Setelah dibuat penasaran di Bukit Doa, Brenda langsung menarikku di mobil dan menuntut. Terpaksa aku harus mengeluarkan ilmu yang ku dapat dari bokep dan ajaran teman, jariku harus kerja keras membelah memeknya yang legit... gayanya yang seksi membuat aku mengerjainya habis-habisan dengan jurus-jurus terdasyhatku. Untung saja jariku mengenai titik yang tepat.

Desahannya top sekali... apa lagi waktu memandangku dengan nafsu sementara memeknya diobok-obok. Wajahnya sangat cantik dengan ekspresi yang sangat menggoda. Tapi akhirnya jariku menang juga. Ia sampe dua kali orgasme dan minta-minta ampun...

Setelah itu giliranku... ia membuka celanaku dan menyuruhkan tidur terlentang. Tak puas-puasnya tangannya bekerja dan mengocok kontolku. Tangannya juga sangat ahli... membuatku berkali-kali hampir orgasme. Pas sudah mau keluar ia akan meremas pangkal helmku, membuat gairah jadi down lagi. Ia sungguh pinter membuat cowok kentang terus... kayaknya mo balas dendam perbuatanku di Bukit Kasih.

Dan akhirnya ia mulai mengemutku... tekniknya hebat, kontolku sampe menyentuh kerongkongannya di bagian dalam... huh! Luar biasa enaknya... sayang.. pas enak-enaknya hampir keluar, tiba-tiba muncul dua anak begal itu membuka pintu. Eh pake teriak-teriak kaget segala.

Bubar deh kenangan oral pertamaku, memang aku sempat petting beberapa kali, bukan cuma dengan ex-ku. Malah sampe buat cewek-cewek puas, tapi baru sekarang aku di oral. Dan kini aku belajar hal yang baru, ternyata kentang itu sangat menyakitkan.... mudah-mudahan malam ini ada lanjutannya.

End of flashback

Titien sudah datang dengan pemilik kebun. Mereka membawa durian besar-besar 10 buah... wah pesta ini. Orang bule kan gak tauh makan durian! Pasti aku yang dapat banyak. Brenda dan Brian kelihatan mereka bingung buah apa itu...

“Ini duren kan?” Tanya Shaun.

“Yah... ini buah paling enak sedunia. Dan kita belum akan jalan kalau kalian belum mencobanya.”

“Ih bauh! I dont like it!” Brenda tidak mau dekat-dekat.

Shaun dan Brian terus memperhatikan pemilik kebun membelah buah duren sesuai ruasnya, dan menyajikannya di atas meja bambu. Setelah enam buah yang dibuka, Titien menyuruh Brian mulai...Ia memberikan kepada Brian, yang memegang buah itu dan memperhatikannya. Brian mulai menggigit kecil ujungnya...

“Gimana... enak toh?” tanya Titien.

“Rasanya seperti ... seperti menggigit puting mu, sayang!” bisik Brian kepada Titien mesra.

“Hush.... makan dulu. Belum makan sudah mesum” Titien langsung memerah.

“Jadi kalo sudah habis makan boleh kan” Brian terus bertanya.

“Ihhhhh! Maunya….” kepalanya dijitak Titien.

Brian memakan durian itu dengan lahap, malah mau tambah. Tapi dengan satu syarat, disuap lagi seperti tadi. Titien sih oke-oke aja. Brian ternyata nakal juga, habis makan duriannya justru jari Titien yang dijilat. Titien kayaknya gak bisa mengelak, tangannya ditahan Brian yang sementara mengisap telujuknya. Eh sambil tertawa ia justru mencowel muka Brian dengan tangan yang masih cemot dengan durian. Brian membalas ….

Huh! Bikin cemburu aja. Dua sejoli itu terus aja bercanda. Mereka sangat cocok bersama, tapi kadang lupa teman. Pikirnya dunia hanya milik berdua. Eh... tapi ada saingannya... ternyata Naya juga sudah dekat-dekat dengan Shaun. Mereka berdua juga selalu bersama, walau banyakan berantemnya.

“Ayo Shaun... jangan bilang kamu takut” kata Naya mulai memanas-manasin

“Kalo aku makan emangnya kamu kasih apa?” Tantang Shaun.

“Emangnya kamu mau apa?” Naya tak mau kalah.

“Kalo aku makan 3 biji, kamu harus rela aku bugilin...” Bisik Shaun!

“Ih.... maunya! Ini tiga yah” Naya terus tertawa tapi ia memilih 3 biji durian yang paling besar. Gayanya memang begitu, centil dan suka main api dan segala sesuatu pake taruhan. Sekarang sampe menyerempet di hal-hal berbau mesum. Tambah genit yah!

“Ok! Deal is deal!” Shaun mulai makan durian dengan lahapnya. Ternyata sudah lama ia suka durian. Baru aku tauh kalo ada bule suka durian. Naya jadi kaget ketakutan melihatnya. Dengan cepat Shaun menghabiskan 2 buah, tinggal 1 lagi. Pasti sebentar lagi Naya akan teriak panggil Titien.

“Eh... dealnya gak jadi yah!”

“Enak aja, aku sudah capek-capek makan!” Shaun membuat gerakan seperti menyelanjangi.

“Gak mau... eh, Kak Titien, tolong dong!”. Naya lari lagi ke tempatnya Titien yang masih tertawa-tawa melihat canda mereka. Muka Titien sudah berlepotan dengan durian, pasti ulah Brian.

Aku mengambil satu potong dan kasih sama Brenda. Ia hanya menutup mata dan mulut tidak mau sama sekali. Walau ku paksa ia tetap menutup mulutnya kuat-kuat. Tubuhnya langsung ku peluk dari belakang... sedang buah durian berputar-putar depan wajahnya.

"Ayo dong makan, sayang!" Brenda masih menutup mata... tapi aku ada ide... secara tiba-tiba tangan kiriku meremas toketnya...

“Ahhhh... hap” Brenda teriak... tapi aku sudah siap. Ketika mulutnya terbuka karena berteriak, potongan durian langsung masuk. Brenda terbelalak tidak percaya sudah ada durian di mulutnya. Ia kaget tapi tak berani teriak…

Mulutnya terus diam dan coba menikmati buah itu. Tangannya di taruh di kepala… dengan ekspresi muka yang lucu. Ah... Brian dan Shaun melihat kami, tapi hanya tertawa-tawa. Eh… ia lupa tanganku yang satunya masih terus berada di dada kirinya.

“Ternyata enak sekali... tapi kok baunya gitu yah!” Brenda akhirnya menyukainya.

“Edo.... Makasih yah sudah mengajariku makan Duren” Brenda tersenyum

Anytime honey.... tenang saja, aku juga suka membelai toket mu kok!” Brenda ngamuk... ia baru sadar sempat ku cabuli. Tanganku langsung dicubit kuat-kuat.

Ketiga tamu bule itu sekarang jadi doyan durian... pastilah mereka suka. Ini durian paling enak... Titien yang memberitahu kami tipe-tipe durian lokal dan impor dan rasanya yang berbeda-beda.

“Titien... bilang dong sama pak petani, aku mau diajari lagi hal baru” kata Brian...

“Apa tuh...!” kata Titien...

“Aku mau belajar belah duren!” kata Brian dengan innocent-nya. Titien jadi merah...

Naya dan aku langsung tertawa kuat-kuat ... Brian masih terbegong dengan muka melongo, ia tidak mengerti artinya.

“Romeo, kalo yang itu nanti Titien yang ajar... tapi sebentar malam di kamar, jangan di sini!” ujarku sambil tertawa. Brian masih bingung.

——-

“Astaga, jadi itu umpannya?”

Ekspresiku seperti seorang yang melihat hantu. Titien sementara menaruh umpan di pancingan tradisional. Shaun dan Brenda datang mendekat untuk mencari tahu yang mana umpannya.

“Ahhhh!” Brenda berteriak berbarengan Shaun.

“Ini pasti perbuatan dua anak jahil itu!” Kata ku.

Brian mendekat dan bertanya-tanya apa masalahnya. Naya langsung cerita mengenai umpan yang dibuat Titin tadi pagi di dapur, dikira ‘kue’ sehingga sempat dimakan bertiga tadi. Naya pun menceritakan adonan istimewa kue itu, yang langsung disambut dengan rasa jijik. Eh... sampe Naya sendiri kelihatan menahan rasa jijik.

“Lho, kok kamu juga jijik, kan kamu dan Titin yang buat?” tanyaku kepada Naya.

“Sebenarnya yang pertama mencicipinya justru si Naya...” Jawab Titien sambil tertawa.

“Siapa suruh gak tanya-tanya sudah langsung makan.”

“Kalo begitu, kamu juga harus makan kue ini... supaya sama!” Shaun menuntut. Titien langsung mengelak, bersembunyi di belakang Brian. Mereka tampaknya kompak saling melindungi.

“Sudah-sudah... ayo mulai memancing!’ Brian kembali memutuskan. Ia cocok jadi pemimpin, selalu memberikan arahan. Semua merasa segan padanya. Padahal ia juga suka bercanda.

Kami berenam berpencar mencari spot yang nyaman untuk memancing. Kolam ini memiliki beberapa spot pancing yang menjorok ke kolam. Disana ada tempat duduk dari bambu, bisa untuk 2-3 orang.

Kolam pancing tersebut berada di kampung yang sama. Disitu ada beberapa telaga besar, dan sebuah restoran ikan mujair. Nama restorannya, Pondok Pantera, masih sedikit dikunjungi. Padahal tempatnya indah sekali. Mungkin karena jalan masuknya berupa lorong yang sempit sehingga banyak yg tidak tahu. Eh, mungkin saja tempat ini nanti rame waktu sore ato malam.

Dari mana Titien tahu tempat ini? Mungkin dari pemilik kebun tadi. Kebetulan pemiliknya adalah saudara dekat dengan pemilik kebun buah tadi.

Kami berenam masing-masing memegang alat pancing tradisional dari bambu kering, namun terbukti sangat ampuh. Setiap lemparan, tidak tunggu lama, umpannya menjadi rebutan ikan-ikan. Ternyata umpan buatan Titien sangat efektif, terbukti banyak ikan yang langsung mendekat. Heran, dari mana ia tahu cara buat umpan.

Baru sekarang aku merasakan serunya memancing. Aku sih pernah tapi gak dapat-dapat ikan, jadi malas. Tapi ini jauh berbeda, hanya dalam waktu 30 menit ember yang dibawah sudah penuh dengan ikan besar-besar.

Rencananya ikan ini akan kita bakar untuk makan siang. Wah! Selama hidup belum pernah aku dapat pengalaman seperti ini. Titien itu sangat hebat merancang paket wisata, kami bukan hanya melihat alam, tapi berinteraksi langsung dengan kehidupan di sini.

Tangan cekatan Titien dan Naya terus mempersiapkan makanan, fish and chip: ikan bakar, kentang goreng dan dabu-dabu – saos pedas mentah khas manado. Ikan yang dibakar langsung kami sambar, makan menggunakan peralatan seadanya.

Bau ikan yang harum membuat lapar, padahal baru jam 12. Titien dan Naya ternyata cekatan makan pake tangan sedang kami harus pake garpu.

Ikan mujair yang langsung di makan terasa enak dan gurih. Apalagi makan sambil duduk-duduk sejenak menikmati keindahan telaga yang besar dan luas ini. Airnya bening dan cukup dalam, ada tempat yang dua meter katanya. Pasti segar kalo mandi. Si pemilik sih sudah ijinkan kalo kami mau mandi, asal hanya di telaga ini.

Dari jauh kami lihat ada orang lain yang datang untuk mancing, tetapi di telaga satunya. Untung kami datang pagi-pagi, ternyata waktu siang tempat ini agak rame juga. Tampak di sana ada segerombolan anak sekolahan juga datang ke tempat itu. Mungkin juga akan mandi-mandi. Tetapi mereka kayaknya singgah dulu di kios sebelah untuk makan. Untunglah, privasi kami masih aman untuk 30 menit kedepan.

“Byurrr... Eh!” terdengar suara ada yang jatuh di air.

Ternyata si Brenda. Ia teriak-teriak minta tolong karena terpeleset jatuh. Anak itu sangat tidak cocok dibawa ke alam, cocoknya dibawah ke hotel, hehehe. Padahal tadi ia dengan lincah lewat jalan setapak di litir sawah. Jangan-jangan ia sengaja...

"Tolong dong!" Brenda berseru sambil mengangkat tangan kepayahan.

“Eh, tolong dong!” Kata Shaun…

“Brenda gak bisa berenang!” Kata Brian

Aku jadi panik, cepat-cepat membuka baju dan mengeluarkan isi kantongku.

“Edo... tolong dong!” Titien dan Naya juga teriak. Kedua gadis itu kelihatan sangat kuatir. Aku harus cepat.

“Byurrrr!” Tanpa pikir panjang aku lompat ke air untuk menarik Brenda. Waktu mendekat Brenda hanya tertawa-tawa melihatku.

Aku bingung… apa yang terjadi.

Ketika aku memandang sekeliling, kelihatan pula Brian dan Shaun ikutan tertawa. Brenda berenang dengan lincahnya menjauh. Astaga… Ternyata mereka sengaja menjebakku.

Harus ku balas mereka… gimana?

“Eh Brian tolong, Edo gak tahu berenang. Tuh ia mulai tenggelam!” Terdengar suara Titien menyuruh Brian menolongku. Gadis itu memicingkan sebelah mata kearahku.

Aku mengerti maksudnya, dan langsung pura-pura tenggelam.

“Tolong.!” Aku berteriak sambil mengerahkan seluruh kemampuan actingku.

“Eh, kamu juga Shaun. Tuh Edo udah hampir tenggelam…” Suara Naya juga kelihatan panik sekali.

“Cepat…!” Titien teriak lagi, padahal aku tahu ia main-main.

Aku melirik Shaun dan Brian yang lagi membuka baju, dan siap terjun dengan boxer mereka. Hehehe… acting ku ternyata berhasil juga, ini semua berkat teriakan Titien.

“Byur…!” Shaun langsung lompat ke air, lalu mendorongku mendekat ke pinggiran. Brian pinter juga, ia gak buru-buru lompat, tapi hanya memberi tangannya untuk menarikku keatas. Tinggal dia cowok yang belum basah.

“Ayo Edo, tarik tangan Brian!” Aku mendengar kata-kata Titien, dan ketika melihatnya aku melihat ia tersenyum sambil main mata kepadaku. Aku kini mengerti apa maksudnya.

Segera ku raih tangan Brian yang menarikku keatas, lalu secara tiba-tiba aku menariknya ke air…

“Eh… aduh…!” Brian hampir jatuh, keseimbangannya goyah.

Tiba-tiba Titien tambah mendorongnya dari atas, membuat cowok itu langsung jatuh ke air.

“Byurrr!”

“Hahaha…!” Terdengar tawa yang khas gadis itu. Aku juga tertawa melihat Brian dan Shaun jadi korbanku.

“Hihihihihi” Terdengar tawa dari Naya, padahal ia tadi sempat ketakutan… Brenda juga ikutan mengejek.

Aku langsung berenang menjauhi mereka, ke arah Brenda. Sementara dari atas terus terdengar suara Titien dan Naya langsung mengejek kebodohan kedua cowok itu.

“Romeo, ayo kita tangkap dua anak jahil itu, mereka harus diberi pelajaran!” Kata-kata Shaun terdengar jelas.

Brian dan Shaun cepat-cepat cari tempat untuk naik, siap menangkap Naya dan Titien.

“Awas kalau ketangkap! I’m going to strip your clothes off...” Titien dan Naya mulai lari menjauh sambil tertawa-tawa. Pasti seru melihat mereka berkejaran.

Brian mengejar Titien yang lari ke sebelah kanan, sementara Naya yang lari ke sebelah kiri adalah bagian Shaun.

“Eits tidak bisa lari kau...”

Titien terpojok, didepannya ada saluran air, Ia takut melompat. Terpaksa ia menyerah dan membiarkan tangannya ditarik oleh Brian. Tak lama kemudian keduanya sudah di air, masih berpegangan tangan.

Naya masih lolos... cepat sekali si mungil itu lari... Cukup lama Shaun mengejarnya, tapi jaraknya justru tambah jauh. Shaun kelihatannya akan menyerah ketika Naya sudah hampir mengintari telaga, namun tiba-tiba...

“Ahhhh... Byurrrr!” Naya berhenti tiba-tiba, berbalik arah dan lompat ke dalam telaga. Shaun langsung lompat turun dan mendekatinya di telaga, takut kenapa-kenapa.

“Ada apa Nay!” ia keliatan masih kaget. Shaun memegang tangannya dan membelai pundaknya. Naya memeluknya hangat.

“Yah, basah deh! Tadi ada kodok besar... aku takut!” Kata-kata Naya lucu sekali.

“Hahahaha.... rasain! Mending dari tadi langsung nyerah aja, gak pake cape kejar-kejaran.” Kata Shaun sambil nyengir. Cowok itu memeluknya dari belakang dan Naya menyandarkan diri di dada telanjang milik Shaun.

‘Astaga, apa Shaun sudah beneran jadian dengan Naya?’ Aku tahu mereka sering bersama dan saling menyukai, tapi aku gak menyangka gadis imut itu sampai bermesraan dengan cowok seperti Shaun. Kayaknya mereka udah jadian.

Sementara itu aku juga melirik kearah sebelah, dan mendapati kalo Titien lagi ciuman dengan Brian. Astaga! Gak nyangka kedua cowok bule itu sudah bisa menggaet kedua bunga kampus yang diincar hampir semua mahasiswa cowok.

Pake bermesraan di umum lagi. Brian dan Titien memang cocok sih.

Aku gak tahu harus kecewa atau bahagia. Kecewa karena aku menyukai Titien, sangat menyukainya. Berkali-kali aku menembaknya, tapi ia menolak… eh, kita pernah jadian sih, tapi gak lama. Aku yang maksa, besoknya Titien langsung ia minta putus.

Tapi aku juga harus merasa bahagia untuknya. Titien adalah pacar dari Nando, sahabat baikku. Eh, Titien juga sebenarnya sahabatku juga. Kami melalui banyak hal bersama. Udah lama ia menjomblo, bahkan kehilangan minat untuk jatuh cinta lagi setelah Nando meninggal. Sudah waktunya untuk bahagia sekarang.

Ah, udahlah. Itu urusan mereka… Kenapa aku harus stress. Kan disampingku ada bidadari bule yang gak kalah seksinya. Mesum lagi… hehehe…

——



POV Titien


"Auhhh, ihh mesum." Aku menghidar dari pelukan Brian yang mencoba menangkapku. Hush, sudah di kolam masih bercanda.

Namun kemudian ia segera memelukku, pasti sudah kangen dari tadi baru kesampaian. Aku biarkan aja, apalagi tangannya tersembunyi di air yang dalamnya sampe ke dada.

Brian membelai-belai punggungku, tapi ku tahu sebenarnya sasarannya di dadaku. Tanganku melindungi dua toketku dari jarinya yang nakal. Ia kembali mencium pipi dan leherku, pasti ada maunya. Aku pura-pura aja cuek. Tak lama kemudian bibirku berhasil dikecup dengan ciuman yang panas.

Tangannya turun kebawah, mungkin membetulkan boxernya... kelihatan sempat menarik-narik sesuatu. Kemudian kini menggenggam tangan kananku, memaksanya turun ke bawah. Aku bertahan... bahaya ini, karena tangan satu tidak cukup untuk melindungi toket dari jarinya yang lihai.

Walaupun kita masih bercanda tertawa di sela-sela ciuman, tangan kanan kami masih saling tarik menarik. Ia menarik tanganku ke bawah dan aku bertahan terus diatas. Tak lama kemudian Brian tampak kegelian. Ciumannya terlepas.

"Tien, gapain main-main di pahaku? Auw, jangan cubit dong, sakit!" Ia mengerang, gak tauh antara sakit dan geli. "Auw... jangan di helm dong aku sayang,"

Aku jadi penasaran apa uang terjadi. Ih.. ada gerakan beberapa ekor ikan di dekat selangkangannya. Tangan kiriku langsung menggenggam tangan kirinya.

"Heh... kalo tanganmu disini, siapa yang mainkan kontolku?" Tanya Brian bingung. Astaga! Tak lama kemudian ia berteriak kesakitan. "Auuhhh, ampun!" Brian memegang kontolnya sambil teriak kesakitan.

"Kenapa, kenapa?" Aku meraba-raba di daerah selangkangannya tapi kaget celananya sudah terbuka dan kontolnya yang sudah di luar. Setelah sekilas rabaan aku mendapati kontolnya lagi mengecil loyo. Tanganku pun merasakan sentuhan ikan-ikan disekelilingnya. Ah pasti kontolnya lagi menjadi santapan ikan. Jangan-jangan digigit belut ato disengat ikan lele.

"Duh kacian, hilang begalnya deh, hihihi....!" Kontolnya sempat kuurut dan kucubit.

"Auw, sakit dong Tien! Bukannya membantu malah ... terus kalo kontolku jadi apa-apa yang rugikan kamu?" Brian jadi bingung, gak tau harus meringis atau tertawa.

"Siapa suruh pikirannya mesum melulu..."

"Eh, siapa yang mesum. Kontolku lagi digigit ikan dibilang mesum!" Brian membela diri.

"Terus, kenapa boxermu sudah terbuka?' Tanyaku menyelidik.

"Eh... gini, tadi ku buka karena... eh siapa tahu kamu mau pegang-pegang" Nah kan benar tebakanku, ia mau mencabuliku.

"Ih... mesum" aku kembali mencubitnya. Kali ini di pinggang. Takut jangan nanti impoten, gimana? Hihihi.

——

Walaupun aku masih terus berciuman dengan Brian, dan menjaga asetku dari tangan nakalnya, aku terus memperhatikan Naya, adik angkatku. Mereka tadi asik kejar-kejaran, akhirnya nyerah juga.

“Byurrr…!” Naya lompat ke kolam sendiri. Astaga, jangan-jangan ada apa-apa.

“Ada apa Nay!” Terdengar suara Shaun, Naya memeluknya hangat. Pasti ada sesuatu.

Aku kini melepaskan diri lalu berjalan mendekati Naya dan Shaun. Brian mengerti kecemasanku dan Brian mengikutiku dari belakang.

“Yah, basah deh! Tadi ada kodok besar... aku takut!” Kata-kata Naya lucu sekali

Ternyata karena itu.

Mereka berdua kembali ciuman dan bercumbu mesra. Aku mau melindungi jangan-jangan mereka keterusan, Kami berjalan pelan-pelan supaya tidak ketahuan.

Mereka sibuk bercumbu, sampai gak sadar kalo kami berdua sudah dekat sekali, tepat disamping kiri mereka.

Benar aja, kelihatan Shaun sementara memeluk Naya dari belakang… tangan Shaun kayaknya udah menyusup dibalik tanktopnya dan membelai perut rata milik gadis imut itu. Permukaan air yang sampai di dada memang menyembunyikan, tapi aku bisa melihat apa yang terjadi secara samar-samar. Naya juga diam saja tapi ia melindungi toketnya dengan tangan kiri dari luar baju. Mungkin malu…

Aku membiarkan mereka, karena pada saat yang sama Brian juga kembali menyerang tubuhku. Kali ini aku biarkan tangannya merabai perutku dari dalam. Apa karena terbawa dengan tingkah Naya?

"Naya, kamu sangat cantik, sayang!" Aku mendengar rayuan Shaun, sebelum tangannya menarik dagu Naya membuat ia mengadah keatas. Dan kembali suatu ciuman mesra penuh gairah terlihat. Naya ternyata udah jago ciuman, dan ia menyambut permainan lidah cowok itu, dan membalas dengan gerakan yang sama. Gadis ini cepat sekali belajar…

Setelah Naya menutup mata, serangan Shaun makin hebat. Aku terus memperhatikan mereka dari dekat, Naya gak sadar kalo aku sudah disampingnya.

“Kamu juga mau dicium?” Bisik Brian. Aku diam aja…

Brian menarik daguku dan mulai menciumku lagi. Gak lama sih… mulutnya berpindah ke telinga dan tengkukku lalu bermain-main disana. Aku membiarkan saja sambil menahan geli.

Perhatianku terbagi, aku mau memperhatikan Naya, tapi aku juga gak boleh lengah dengan serangan pacarku yang tak kalah ganas mencoba membuat aku lupa diri.

Sementara belaian tangan Shaun mulai naik, menuju ke dua bongkahan dada gadis itu yang kenyal. Naya melonggarkan pertahanan tangannya, memberikan akses kepada cowok itu untuk membelai. Ketika tangan Shaun membekap bulatan yang padat dan kenyal, serta meremasnya dengan lembut, terdengar keluhan Naya.

Aku harus buat apa? Aku gak bisa salahkan Naya, karena aku juga sementara merasakan tangan Brian menabrak gundukan dadaku dari bawa.

Entah kenapa, melihat Naya aku jadi cepat terangsang. Aku membuka tanganku memberikan akses kepada tangan Brian. Dengan cepat ia menjelajah dibawa bra sportku… mengobrak-abrik bongkahan dadaku dengan lembut.

Brian mencium tengkukku dan telingaku. Geli sekali… sementara itu tangannya bermain-main didadaku. Rasanya geli sekali, mungkin sekali Naya juga merasakan hal yang sama…

Sementara itu disebelah kanan kami, Shaun makin berani…

Tangannya yang satu mencari mangsa lain, yaitu gundukan kecil di selangkangan gadis imut itu. Celana karetnya menyisakan celah sempit bagi jarinya yang mulai menjangkau semak belukar yang dipangkas pendek. Walau penuh perjuangan, tangan Shaun mulai menjangkau... Ini gak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Brian juga melihat kegiatan mereka.

Tangan Brian juga ikutan turun, tapi langsung ku cegah. Aku gak merasa nyaman. Ia mengerti… padahal sebenarnya aku juga udah ingin, karena melihat Naya udah mendesah saking nikmatnya.

Sementara itu aku melihat tangan Naya sudah mencubit perut di bagian atas celana Shaun. Aku tersenyum, pasti cari kontol cowok itu. Mereka saling memegang, menggenggam dengan mesra.

Aku melepaskan tangan Brian, membiarkan ia menjelajah. Aku gak perduli lagi… masak cuma Naya yang bisa merasakannya?

Tangan Brian mulai membelai gundukan selangkanganku dari luar celana. Baju renang yang tipis membuat senttuhan tangannya terasa. Aku mengelinjang kegelian… aku makin pasrah… Untunglah kami gak sampai keterusan.

"Hey, lihat ada bule ciuman," ada suara orang dari belakang. Anak-anak sekolah itu sudah mulai berdatangan.

Aku tercegang… dan cepat-cepat menarik tangan Brian serta merapikan pakaianku. Hampir aja ketahuan.

Naya juga segera tersadar dan mengibaskan tangan Shaun. Wajahnya jadi merah dan jengah.

"Ih, Shaun mesum!” Katanya pelan.

"Sayang, nanti lanjut lagi, yah" kata cowok itu lembut.

"Ih... ngarap!" Naya hanya tersenyum.

"Ehm ... cie cie, yang lagi asik pacaran,” Aku meledek mereka, Naya berbalik kearahku.

“Kak Titien, ngapain disini?” Ia kaget sekali, gak nyangka kalo selama ini aku ada didekatnya.

“Hihihi, keasikan yah, sampe gak sadar!” Aku meledek Naya.

"Ih gak lah ... kita tadi lagi cari jeruk bali yang jatuh di telaga!” Naya menjawab asal-asal.

"Gak percaya kalo cari jeruk! Cocoknya lagi nyodok-nyodok mangga!" Ejek Brian lebih menjurus lagi. Pasti ia tahu tangan Shaun tadi mempetreli toket Naya yang kecil namun padat itu dalam air.

"Bukan mangga, Brian. Kok aku lihat tadi lebih mirip nyolok jambu kayaknya!" Aku ikutan meledek mereka dengan kata-kata kiasan.

"Eh, enak aja... mentang-mentang gue kecil gini!" Naya protes.

"Sudah... sudah, gak kecil kok! Justru buahnya Naya padat dan membulat, ukurannya pas digenggam dan putingnya menantang lho." Kata Shaun membela Naya...

“Siapa bilang toket mungil itu tidak indah!” Ia keceplos lagi.

“Huh?” Brian langsung tertawa.

"Apa? Astaga... Jadi tadi sudah sempat...., Ih! Hahahaha" Aku sampai terkejut mendengar kata-kata Shaun yang polos tadi.

Naya jadi malu sekali…

"Ihhhh, Dickhead, kok ngomong jorok gitu.... ih sebel!" Tangan Naya langsung memukul-mukul pangkal lengan cowok itu. Ia kelihatan malu sekali.

Sementara Shaun hanya bingung menahan sakit serangan Naya.

"Apa salahku?”

——

Bersambung
 
Episode 10 The naked show




Naya




Titien




Brenda




Shaun




Brian




Edo


POV Naya


Kami berenam masih asyik berenang di kolam yang cukup dalam, untung kami semua bisa berenang. Aku menghidari Shaun yang sudah kembali kumat mesumnya. Masak tadi sempat-sempat mencolek pantatku waktu berenang. Pake alasan gak sengaja lagi.





Mungkin karena aku tadi terlalu dekat dengannya. Memang sih kami berdua sempat pamer peluk-pelukan mesra. Eh pasti Kak Titien juga merasakan tonjolan kontol, soalnya Shaun dan Brian hanya pake boxer berenang.





Brenda juga mesum, cuek aja walau kadang diremas pantatnya oleh Shaun dan Edo.





Itulah sebabnya kami mulai menjaga jarak… aku sih oke-oke aja dipeluk, hanya malu sama Kak Titien. Ntar dikira aku ini gadis gampangan.





“Edo, ayo tunjukan lompatan salto! Pasti Brian suka lihat!” Aku mendengar Kak Titien memancing. Eh, ternyata berhasil… Kakak ku gitu!





Gak lama kemudian mereka seakan berlomba, dan melupakan kami berdua.





Brian, Shaun dan Edo menunjukkan keahlian mereka lompat salto ke air... gayanya lucu. Sementara kami bertiga masih di air menjadi tim penilai. Kali ini Brian yang giliran lompat ...





“Byurrr” Gayanya anggun... ia mendarat di air dengan kepala duluan. Aku dan Titien tepuk tangan memberi pujian, eh Brenda malah tertawa-tawa mendekati tempat Brian mendarat. Ia kayaknya melihat sesuatu, dan berenang menuju kepada sebuah benda seperti kain yang terapung.





“Awas.... Byurrr” Shaun menyusul di belakang. Brenda sempat menghindar. Brian sudah muncul tapi malu-malu.





“Hayooo, Titien apa ini?”





Brenda berteriak sambil tertawa mengangkat sebuah kain yang berbentuk celana.





“Yah ampun… Hahaha!” Terdengar tawa Kak Titien.





“Eh.. itukan celana Brian” Aku baru sadar dan langsung ikutan tertawa, itu berarti Brian sudah bugil dalam air... gak sadar kalau celananya sudah terlepas.





Astaga, pasti boxernya gak diikat kencang, makanya mudah terlepas. Mungkin juga gara-gara Kak Titien, hehehe.





“Eh, Nerd-ho.. mari, itu punyaku!” Brian mengejar Brenda yang melemparkan kepada Shaun. Shaun juga terus bermain lempar-lemparan celana itu dengan Brenda.





Kak Titien saling berpandangan dengan ku dan tertawa terbahak-bahak... membayangkan bagaimana Brian akan keluar tanpa celana satu-satunya.





“Eh... yah ampun!“ Shaun melempar celana itu terlalu kuat... malah sampai ke saluran air disebelah dan terus mengalir sampai ke sungai.





“Astaga!” Brian langsung melongo... “Awas kamu Dickhead... mari sini ku pakai celanamu!” Kayak sudah sepakat Brian dan Brenda mulai menangkap Shaun untuk dilepaskan celananya.





“Eh... ampun Romeo, eh jangan dong, nanti aku pake apa! Ih gak mau!” Shaun protes tapi gak berdaya dikerjain dua temannya.





“Yah! Rusak deh” karena berebutan boxer yang tipis itu robek besar dan terbelah dua. Tidak bisa digunakan lagi. Brenda lari keluar kolam sambil membuang boxer robek tersebut ke saluran air.





“Eh....hati-hati kalian berenang yah, ada dua belut di kolam!” Brenda berseru kepada kami berdua, pasti meledek dua cowok itu.





Kami berdua langsung bergegas naik lalu menuju ke kamar mandi sambil tertawa-tawa. Edo juga ikutan naik, mungkin takut ditelanjangin dua buaya di kolam. Shaun dan Brian pasti lagi sibuk mencari mangsa. Untuk kami sempat lolos, kalo ketangkap pasti ngeri deh... Ihhhh gak mau! aku sudah membayangkan yang mesum-mesum…





“Titien.. Nay, tolong dong!”





Keduanya memohon-mohon.





Aku menatap wajah Kak Titien yang tampaknya kasihan. Eh, cowok seperti itu jangan di kasih hati.





Sebelum ia menjawab, aku sudah nyeletuk duluan. “Ia, bawel. Baju ganti kalian Kak Titien bawa di kamar mandi. Kak Tien... nanti sebentar ada show gratis lho, buaya putih bugil keluar dari kolam!”





Kami berdua kembali tertawa-tawa meninggalkan tempat itu.





——





Kamar mandi yang disediakan terpisah-pisah ada tiga buah. Edo dan Brenda sudah pilih masing-masing satu kamar duluan, dan satu yang tersisa terpaksa kami pakai berdua.





Gak masalah sih mandi berdua dengan cewek, apalagi ceweknya cantik kayak kak Titien.... siapa tauh diajak ciuman... Hehehe, bercanda.





Aku langsung buka baju duluan, awalnya aku ragu mau mandi bugil? Tapi setelah pikir-pikir, akhirnya aku membuka seluruh bajuku sampai telanjang bulat. Dulu juga kami pernah mandi bersama kok.





Kak Titien masih sibuk di wastafel mencuci muka. Ia hanya senyum-senyum melihat-lihat tubuhku yang polos... Aku jadi terpancing untuk bercanda dengannya.





“Apa kabar kak Titien mesum? Tumben senyum-senyum, pasti ingat ciuman panas di Bukit Kasih kemarin dulu kan?”





Kak Titien hanya tertawa...





“Eh.... Jangan bilang kalo kamu gak ngapa-ngapain juga sama Shaun!”





”Gak, kok. Cuma ciuman doang!”





“Yakin, cuma ciuman?” Kak Titien masih memancingku.





“Ia. Shaun malah gak sempat menyentuh tubuhku!” Aku bersikeras… gak mau jatuh oleh pancingannya.





“Terus tanda-tanda merah ini apa?” Kakak menunjuk ke tokedku.





Astaga, masih ada bekas cupang Shaun. Aku gak nyangka kalo di toket masih kelihatan bekasnya. Aku terdiam gak bisa menyangkal…





“Eh, kak…!” Aku bingung mau jawab apa.





“Kenapa? Mau ngelak lagi?” Kak Titien tertawa.





Aku malu sekali. eh bukan malu… gak mau kecewain Kak Titien. She is the girl I mostly look up to.





“Kak, jangan bilang-bilang orang, yah!”





“Eh, ngapain juga aku mau jual adikku…" Kata-kata yang menyejukkan.





“Naya juga harus janji jangan bilang siapa-siapa mengenai kakak dan Brian.” Tambahnya lagi.





Aku mengangguk sambil tersenyum. Kak Titien gitu lho, ia pasti selalu mau melindungi aku. Tapi aku belum puas menggodanya...





“Kak Titien... yang adegan panas kemarin, tumben kok sampe segitunya! Bukan kakak banget, deh!”





Aku mengeluarkan uneg-uneg.





Aku mengenal Titien sebagai seorang yang anggun dan agak angkuh soal cowok. Gak mungkin ia mau pamer mesum.





“Kakak sendiri masih bingung! Kok bisa yah... Apa mungkin karena Kakak terbuai ketika Brian katakan cinta?”





Wah cepat sekali Romeo itu tembak kakak...





“Hah Kakak sudah jadian dengan Brian? Wah cepat sekali! Harus ada selamatannya, lho!” Tuntut ku.





Kak Titien gak mau jawab..! Ia hanya tersenyum.





“ Ada deh!”





“Aduh selamat kak, aku turut bahagia kak.”





“Ih... gak deh. Eh ada lagi kakak mo bilang… itu… toketmu bagus, pantas Shaun suka.”





“Eh....!” belum sempat aku bereaksi, tangannya dengan jahil mencubit toked ku. Ih... Kakak mulai lagi.





“Tunggu yah, Nay. Kakak ambil shampo dulu di mobil.” Ia langsung keluar kamar mandi.





Pasti ia lari menghindari pembalasanku.








------------





Aku masih telanjang bulat menikmati air shower. Kak Titien belum lama keluar, mungkin belum dua menit. Tiba-tiba pintu dibuka lagi. Shaun dan Brian langsung aja masuk ke kamar mandi dan menutup pintu dari dalam...





“Ah...” aku menjerit keras!





“Ih... keluar-keluar!”





Aku malu sekali. Shaun dan Brian pasti sudah melihat bagian belakang tubuhku yang terekspos jelas. Aku tak berdaya karena seluruh tubuh masih bersabun. Hanya bisa berpaling sambil mencoba menutupi toket dan memekku dengan tangan.





Pasti mereka lari-lari dari kolam ikan. Untunglah mereka juga telanjang bulat... eh... bukan untunglah... tapi bahaya ini. Kami bertiga dalam ruangan sempit lagi telanjang bulat…





“Siapa yang berteriak tadi... ada apa!” Tiba-tiba terdengar suara orang ribut di luar. Aku jadi takut, jangan-jangan mereka menyangka buruk.





Kayaknya teriakanku tadi membuat mereka datang. Shaun dan Brian langsung bermohon supaya mereka tetap di dalam. Aku juga malu ketahuan berbugil ria dengan dua cowok bule... Pasti jadi cerita orang, lagi.





“Oh, gak sih... tadi ada cicak, dan aku kaget!” Aku berteriak, dan mereka memaklumi.





Untung aja mereka percaya dan tidak meminta pintu dibuka paksa. Dari pada begong, lebih baik aku mandi aja. Langsung aja aku menyiram tubuhku dengan air dan melanjutkan mandi seakan tidak ada apa-apa.





Mereka segera pergi mendengar bunyi air.





Wah, ketika tanganku bergerak, pasti bagian-bagian tubuh yang harus ditutupi sudah kelihatan. Aku tambah malu.... tapi mau ngapain lagi. Ini pasti salah Kak Titien, kedua cowok itu melihat dia keluar dan pikir kamar mandi sudah kosong.





‘Naya-Naya... kapan lagi kamu bisa show off ke dua cowok ganteng, jarang-jarang lho membuat mereka nafsu dengan tubuhmu.’ Eh... Kok aku sampe kepikiran mesum begitu, malu ah.





Aku melirik malu-malu kearah mereka berdua dan mendapati suatu pemandangan yang mencegangkan.





Kontol Shaun dan Brian sudah sangat tegang menjulang keatas. Pasti karena melihat gadis cantik dan seksi ini lagi bugil... Sekilas diujung bibirku nampak senyuman jahil.





Aku terus mandi sambil melirik-lirik. Ih ternyata bukan hanya mereka dua yang dapat durian runtuh melihat tubuh seksi gadis perawan. Aku juga beruntung kok bisa melihat dua kontol raksasa yang semakin tegang. Ku coba lirik lagi, dan kembali membilas tubuhku dengan air.





Tada... aku kini selesai mandi. Sekarang waktunya mengocok dua kontol... eh..kok sampe segitunya. Gak deh! Ih… mesum...





“Nay... ternyata belum dibugilin kamu sudah bugil sendiri.” Shaun mulai mengejek





"Balik badan dong..., cantik!" Shaun merayuku.





“Ih enak aja... awas yah kalau kalian berani macam-macam!” Aku hanya bisa mengancam dan terus mengibaskan air dari tubuhku. Aku gak berani mengambil handuk yang ada dibelakang mereka.





“Naya, eh... besaran mana kontol Brian dan aku?” Shaun mulai memancing.





Pancingannya berhasil, tapi aku juga penasaran dengan dua kontol monster itu. Mataku langsung melirik dan membanding-bandingkan keduanya.. Brian jadi merah… pasti juga ia jengah bugil di depan cewek.





Tapi Shaun lain lagi, malah senyum-senyum tebar pesona. Aku jadi penasaran sama kontolnya Brian yang agak disembunyikan.





Tanpa sadar aku sudah setengah berbalik, memberikan pemandangan indah kepada dua cowok itu.





“Wow... seksinya tu toked” Shaun terus mengejek.





Aku berbalik lagi, malu sekali tadi sempat show dikit. Brian tidak bicara tapi nampak ia juga sudah tertarik dengan tubuhku. Kelihatan dari pandangannya, sedangkan Shaun udah berbinar-binar.





Kali ini Shaun kelihatannya gak bisa mengendalikan diri. Ia segera memegang kontolnya dan mulai mengocok pelan. Mana ia bisa tahan melihat bodiku.... Aku merasa sangat seksi... ih apa yang ku lakukan, masa kasih show sama dua cowok yang baru kenal.





“Naya... oh!” Wah Shaun tambah kencang mengocok kontolnya. Ini pasti yang disebut sebagai onani. Brian juga sudah tegang maksimal, walaupun ia hanya diam dari tadi. Shaun terus mengocok, mulutnya terus menyebut namaku.





“Naya... tokedmu sangat putih dan padat, Naya... pentilmu sangat seksi dan menantang.... oh Naya... belahan memekmu kelihatan... pasti masih sangat sempit, oh andainya....” Shaun semakin mendekat kearahku





“Eh, Shaun... jangan dong! Eh kok jadi begitu.” Aku terus menghindar ketakutan tapi ia masih mendekat.





“Maaf Nay, aku tidak tahan. Tubuhmu begitu indah, toketmu sungguh menantang, dan... oh... oh!” Shaun terus mengocok kontolnya.





Tangannya semakin cepat, Brian terkejut lihat kenekadan temannya. Ih.. aku jadi merinding melihat kontol besar itu diperas kuat-kuat. Agaknya sedikit lagi akan menyemprot, aku harus hati-hati jangan kena.





“Eh Shaun, tunggu-tunggu! Diam dulu...?” Aku berseru! Tanpa malu-malu lagi aku memutarkan badan.





“Kenapa sayang...?” Shaun langsung down...





“Pelan-pelan dong, tuh kontolnya hampir patah.” Aku mengejeknya.





Brian langsung tertawa... sementara Shaun stress sudah mo hampir keluar.





“Eh! Anak jahil, ini lihat akibat perbuatanmu. Kamu harus tanggung jawab, kocokin kontolku sampai keluar, cepat!” Shaun mendekat dan menjangkau tanganku, dan menaruhnya di kontol besarnya.





Aku diam aja… masih terkagum-kagum melihat benda yang ada ditanganku. Aku malah membantu dia mengocok pelan…





Sementara itu tangan Shaun mulai mengerayangi tubuhku yang sudah terekspose sempurna. Aku tidak bisa menghindar... udah tahu kalo ini bahaya tapi aku membiarkan aja… apa yang terjadi, jadilah.





Untunglah pas detik-detik paling membahayakan dalam hidupku, sekali lagi seseorang datang menyelamatkan ku.....





“Nay... Naya..., kakak masuk yah!” Brian dan Shaun langsung kaget...





Mereka jadi kebingungan mau sembunyi di mana. Mereka lalu merapat ke belakang pintu berharap bisa bersembunyi.





“Kak Titien!” Seruku senang.





Dan tanpa dicegah pintu sudah terbuka dan Titien langsung masuk dan menutup pintu lagi.





“Astaga, apa yang kalian lakukan?” Titien melihat Brian dan Shaun lagi menatapnya ketakutan. Aku juga tidak bisa menjawab, malu sekali.





Kedua kontol yang masih tegang itu dipamerkan kedepan Kak Titien, sementara tubuh telanjangku juga masih terekspose.





“Eh, Brian... Shaun! Kenapa kalian telanjang? Ah.... kok..... ihhhhhh, Naya?!?” Kak Titien menunjukkan bermacam-macam ekspresi dari kaget ke bingung ke malu.





Pasti ia heran, kami bertiga diam saja, gak tauh mo bilang apa. Apalagi posisi kami masih saling berhadapan... aku lupa balik belakang, OMG!





“Eh... ayo, keluar-keluar! Jangan mesum-mesum disini, cepat keluar!” Kak Titien menarik tangan Brian dan Shaun dan mereka melarikan diri dari kamar mandi. Kabur tanpa bicara apa-apa... kayaknya takut sama pelindungku.





Untunglah mereka sudah pergi.





Kak Titien gitu lho…





Dia bisa membuat cowok-cowok mesum itu tak pake neko-neko langsung lari ketakutan. Untung Kak Titien datang... eh... sayang dia datang, coba tunggu lima menit lagi. Pasti aku sudah mandi peju hari ini.





Kak Titien menatapku dengan pandangan yang menyelidik. Aku jadi jengah dengan perbuatanku tadi.





“Naya!” Ia menegur pelan. Aku jadi tertunduk.





Aku takut sekali… benar-benar takut dimarahinya… dan terlebih lagi, aku takut kalau Kak Titien kecewa terhadapku. Nanti dikira adiknya yang centil ini sudah mulai genit, mau-mau aja dimesumin....





“Hahahahah!” Kak Titien tertawa kuat-kuat.





“Eh… kok?”





Ketakutanku langsung hilang, kakak tahu aja. Ia sangat mengerti perasaanku dan sangat menyayangiku.





“Kak… Naya tidak bermaksud… eh mereka berdua tiba-tiba masuk dan eh banyak orang di luar dan eh…” Aku terbata-bata coba menjelaskan.





“Iya.. iya, kakak sudah tahu ceritanya. Kamu sih dari kemarin mesum terus kerjanya. Mujur benar dua bule itu dapat show dari seorang perawan cantik!” Titien malah mengejekku.





Ia masih terus menambahkan. “Gak heran dua kontol tadi lagi tegang maksimal… showgirlnya cantik gini!” ia terus tersenyum. Aku hanya bisa tertawa malu.





Eh…. Jadi dia tahu…





“Kak Tien, jadi kakak sempat lihat dua kontol yang tegang tadi?” Candaku langsung muncul lagi.





“Ih… serem” Kak Titien terus tertawa-tawa sambil cuek aja membuka baju untuk mandi. Segera terdengar shower berbunyi dan gadis manis itu sementara mandi dengan gembira sambil menyanyi kecil. Tanpa malu-malu Ia membuka bajunya sampai telanjang bulat didepanku, memamerkan tubuh yang indah dan kencang.





Ih... bikin gemes, coba kalo aku cowok... pasti sudah kuapa-apain dia.





Aku dan Kak Titien terus aja bercanda sambil membayangkan dua kontol yang sempat mengangguk-angguk di depan kami.





“Kak, Shaun tadi malah sempat onani…” Aku kecoplosan.





Kenapa yah mulut ini tidak bisa simpan rahasia sama kak Titien.





“Huh… terus?”





“Hihihi… tidak sampe keluar, pas mo keluar Kak Titien datang… kentang deh!”





“Pasti dia uring-uringan… hehehe. Eh… Naya, dua cowo bajingan tadi tidak sempat grepe-grepe tubuh mu, kan?”





“Ih… kakak, cukup dong ledeknya, masak sampe segitunya. Naya jadi malu, Naya kan masih perawan, ntar di kira….!” Aku tidak menyelesaikan ucapanku.





Dalam hati aku menjawab ‘dikit aja... hampir kak, hampir saja’.





--------------------





POV Titien





Wah… Shaun sampe onani karena melihat Naya, hihihi…. Kok mirip yah! Untuk Naya gak tauh kalo aku juga sempat terperangkap di kamar mandi bersama Edo.





Aku kembali mengingat kejadian tadi. Pas balik dari mobil membawa perlengkapan mandi, ada kejadian yang lucu.





Flashback Titien





Aku sempat tertawa-tawa melihat Shaun dan Brian lari telanjang dari kolam ke arah kamar mandi. Anak-anak SMA dari jauh langsung menyoraki, sementara cewek-ceweknya tertawa-tawa. Pasti mereka tertawa melihat dua terong putih besar sementara tergantung dan bergoyang-goyang.





Aku sendiri sempat terpesona…. Eh, bukan… terkaget. Mereka yang lari, kok aku yang gugup.





Pintu kamar mandi itu terbuka dengan keras. Langsung ku masuk dan menutup pintu… begitu mengangkat kepala aku jadi kaget…





“Ahhhh…. Astaga!” Edo sementara telanjang bulat mandi didepanku. Jujur aku tidak melihat waktu masuk tadi. Tapi teriakanku masih kalah kuat dari kamar mandi sebelah, terdengar teriakan wanita.





Mungkin saja Naya si anak begal lagi buat sensasi. Aku melirik lagi, terlihat batang Edo sudah mengeras, pasti tegang karena ada gadis cantik dalam kamar … Edo sendiri hanya senyum-senyum melihat aku tanpa menyembunyikan kemaluannya.





“Eh sorry Edo!” Aku langsung menuju pintu hendak keluar. Malu sekali tadi, dikira mau mandi dengannya.





Tiba-tiba terdengar banyak orang diluar kamar mandi yang mungkin menanggapi teriakan tadi.





Aku jadi bingung, malu kalo orang lihat di kamar mandi sama cowok. Akhirnya aku diam aja. Sementara aku terbegong, Edo menutup pintu dan menyuruhku berdiam.





Terpaksa aku tidak jadi keluar… gak lama kemudian terdengar desahan cowok dibelakangku.





“Oh Titien… kamu cantik sekali…!” Desahan Edo terdengar jelas sambil mengocok-ngocok kontolnya.





Edo lagi masturbasi, dan ia pasti membayangkan aku waktu masturbasi. Aku jadi jengah… malu, Edo sih! kok segitunya.





Edo masih melanjutkan onaninya, sambil memuji-muji tubuhku... bikin aku panas dingin.





Masa dibilang tokedku padat, leherku putih, bibirku seksi.... tapi, kok aku diam-diam malah jadi senang... Aku terus mengintip Edo masturbasi sambil terdiam... ia makin cepat mengocok kontolnya yang sudah sangat tegang dan besar.





“Titien... boleh bantu aku...!”





“Huh... enak aja!”





‘Hanya satu menit.... pegang dong, ini sudah tegang karena kamu... ayo dong....” Edo meminta.





Aku tidak mau dan terus protes, tapi membiarkan tanganku sudah ditariknya menyentuh kontol yang sudah tegang itu.





Gila ini… kenapa jadi begini. Kontol Edo terasa keras sekali dan berdenyut... pasti Edo udah hampir keluar...





“Oh, Titien... kocok dong! Terus..... lebih cepat.. ahhhh! Edo memaksa tanganku mengocoknya. Aku masih diam... tapi turut menggerakkan tanganku pelan pelan.





Ternyata aku jadi mudah terangsang melihat kontol.





Hari ini aku sempat melihat dua kontol yang tegang dari jarak dekat. Cowoknya pada bugil-bugil lagi, milik Brian memang jauh lebih besar dan panjang, tapi milik Edo juga gak kecil-kecil amat. Malah bisa jadi lebih keras lagi, kayak kayu saja.....





“Eh!” Aku terkejut, ketika tangan Edo mulai menyentuhku... Dada Kirk menjadi sasaran rabaanya. Aku langsung tersadar akan bahaya!





“Ihhh... mesum!” Tiba-tiba aku meremas kontolnya kuat-kuat dan menggeliat membebaskan diri.





“Ahhhhh... sakit, Titien!” Edo berteriak kesakitan. Kontolnya langung melemas. Sebelum ia sadar aku sudah membuka pintu dan keluar dari kamar tersebut sambil tertawa-tawa.





Hampir saja! Coba kalo aku biarkan, pasti satu menit lagi aku sudah digrepe-grepe. Eh... tapi kontolnya kayak patah tuh... remasanku tadi sekuat tenaga lho...





End of Flashback





------------





Setelah mengganti pakaian, kami berdua dengan Naya keluar dari kamar mandi. Naya masih malu-malu bertemu dengan dua bule itu, tapi aku menariknya.





“Udah, Naya.... tenang, nanti aku hadapi mereka berdua kalo macam-macam. Eh tapi nanti kamu yang hadapi Edo yah?” Aku gak sadar keceplos.





“Kenapa emang, kak?” Naya mau tahu banget.





“Gak apa-apa!” Kataku sambil tertawa menyembunyikan kegugupanku.





Kok, bisa keceplosan gitu sih. Bahaya ini, pasti anak itu akan berusaha cari tahu. Aku harus duluan mengancam Edo supaya tutup mulut.





Shaun dan Brian masih terus mandi. Tumben lama, padahal biasanya cowok mandinya cepat. Eh, pasti mereka sempat-sempatin melanjutkan onani lagi. Dasar mesum...





Tadi sih aku hampir aja mau menggaruk memek ku yang sempat gatal….Sayang masih ada Naya. Gak mungkin kan! Hihihi.





“Mana Brenda?” Aku bertanya.





Naya menunjuk ke kiri.





Ternyata gadis manis itu sementara menggoda cowok-cowok SMA yang ikut berfoto dengannya. Mereka enak-enakan foto mesra dengan Brenda, sambil peluk-pelukan dan grepe-grepe pantat serta payudara sampingnya.





Brenda hanya tertawa-tawa membiarkan dirinya dinista... eh dilecehkan. Satu cowok malah sudah meremas toket Brenda, sambil pura-pura memeluk... Eh, Brenda biarin, justru dibalas dengan desahan kras dan senyum.





Desahannya mengundang perhatian dari cewek-cewek SMA. Cowok itu masih terus melanjutkan grepe-grepe pantat dan payudara sambil menghayal. Nampaknya ia sudah terangsang dapat barang bagus, tidak memperdulikan situasi cewek-cewek yang sudah kurang senang melihat tingkahnya.





Cowok itu masih menghayal, ‘Wah... bahan coli seminggu ini. Pasti tiga hari tiga malam kontolnya tegang terus’. Hehehe.... Ia gak sadar tangan Brenda sudah menuju sasaran, tiba-tiba ..





“Ahhhhh” ia berteriak karena kontolnya diremas oleh Brenda. Brenda masih aja meremas cowok itu yang masih bingung antara enak atau sakit.





“Plakkk!” Bukannya dibantu, malah ia dapat tempeleng dari pacarnya.... Brenda hanya tertawa. Namun ia segera datang ketika dipangging Naya.





“Wow, hello cougar….!” Ledekku dengan panggilan kepada tante-tante girang yang suka daun muda.





"Lihai juga tanganmu!” sambung Naya.





“Belajar sama siapa dulu, iya kan Titien? Harus diremas supaya hilang begalnya”





Aku jadi merah. Siapa yang bilang kepadanya?





Astaga! Jangan-jangan ia tahu soal Edo tadi. Brenda hanya tertawa. Ketiga cowok segera join denganku sambil malu-malu pergi ke mobil.





Naya makin penasaran.





--------------





Mobil segera melaju ke tujuan berikutnya. Atas permintaan Naya, ia duduk didepan dengan Edo. Katanya sih akan singgah cari kripik pisang dijalan. Sudah ku protes keras, tapi Naya memaksa.





Aku tahu rencananya untuk interogasi Edo apa yang terjadi tadi, dan parahnya aku gak sempat ngomong ke cowok itu.





Brenda duduk dengan Shaun di kursi kedua menggantikan tempat Naya, sedangkan aku duduk dekat Brian karena aku ingin menghiburnya.





Dari tadi Brian diam... pasti dia masih malu soal terperangkap basah di kamar mandi-nya Naya. Aku tidak marah sih!





“Kita makan diluar sebentar malam, yah? Kamu suka kan makanan Jawa?” Aku mencoba memecah kebuntuan.





“Gudeg?”





“Ia... juga pake telur, tempe dan tahu bacem. Restorannya namanya Malioboro. Kamu pernah ke Jogja kan?” Aku terus bicara mengalihkan perhatiannya.





“Eh... iya!”





“Kamu juga suka, Shaun? Brenda?” Aku menawarkan kepada mereka, karena dari tadi Shaun diam aja.





“Aku sih suka makan apa saja, asal jangan umpan tadi!” Shaun balas bercanda.





Kami tertawa.





Aku merasa kemajuan, akhirnya Brian tertawa juga. Gitu dong Romeo, nanti gantengnya hilang.





“Kamu masih ingat yang tadi di kamar mandi, kan?” Aku berbisik sambil tersenyum kepada Brian.





"Eh... sungguh aku gak sengaja. Maaf yah!”





“Iya... aku ngerti kok. Aku tahu apa yang terjadi…!” Senyuman termanis ku berikan membuat ia lega.





Brian hanya nyengir.





"Tapi aku masih bingung sama kamu, Brian?” Bisikku lagi.





“Eh.. bingung apa?” Brian penasaran.





“Kok bisanya kontolmu jadi tegang seperti itu.” Ooops...





Aku yang meledeknya, justru aku yang jadi merah karena malu. Brian diam aja… ia memelukku.





“Ih, pake tanya-tanya lagi!” Ia berbisik





“Ih... besar... ngeri, deh. “ Kataku sambil tertawa malu-malu menyembunyikan mukaku di dadanya.





“Kan kamu udah lihat di kamar tadi pagi!”





“Ihhh…!” Aku mencubitnya, pelan aja.





Brian tidak juga menunjukan rasa sakit. Ia malah tertawa merdu di telingaku. Ia membelai-belai rambutku. Dengan kata-kata singkat semua uneg-uneg sudah disampaikan dan persolan selesai. Kini aku merasa damai di pelukannya.





Akhirnya semua kemesuman ini bisa berakhir. Moga aja…





“Kak Titien... ini Kak Edo minta pertanggungan jawab!” Si jahil Naya mulai tertawa.





Kayaknya siap meledekku, pasti ia sudah mampu memaksa Edo bercerita. Aku makin bersembunyi.





“Kak Titien sih, masak tadi membekap kontol Edo di kamar mandi, kak Titien tega ... Tuh Kontolnya Edo sampai patah gitu! Kalo Kak Edo jadi impoten, gimana?” Naya tambah keras mengober kejahilanku tadi.





Ihhhh... dasar begal. Gak bisa diam sih. Padahal kalo Edo impoten itu justru bagus bagi keamanan cewek-cewek di Manado.





“Kak Titien ternyata hanya alasan bilang ke mobil, gak tauhnya lagi mesum-mesum sama cowok di kamar mandi” Naya terus tertawa dan meledekku. Duh... malunya...





Naya, Naya... coba kalo aku dekat, sudah ku remas tokedmu.





“Astaga.. Titien, beneran?” Tanya Shaun





Brenda langsung tertawa... Brian dan Shaun jadi kaget, gak nyangka!





“Eh bukan begitu ceritanya... aku disekap Edo di kamar mandi, gak bisa keluar. Terus aku dipaksa lihat dia onani, disuruh bantu yah…aku patahin aja terus lari...!” Aku coba meluruskan ceritanya. Semua mereka masih tertawa...





“Jadi kamu lihat Edo telanjang bulat di kamar mandi?” Tanya Shaun.





“Eh... itu sih gak seberapa, aku juga tadi melihat di kamar mandi sebelah ada cewek lagi kasih naked show! Tanya aja sama Brian, Gimana... benar-benar hot tadi kan? Lebat lagi lho....” Aku pura-pura bertanya pada Brian dan Shaun untuk membalas ledekan Naya.





“Huh...?!?” Brenda jadi bingung.





“Beneran, Tien?” Ia penasaran, sedangkan Brian dan Shaun udah tertawa.





“Eh ceritanya gimana?” Edo juga ikut bertanya-tanya.





“Begini... tadi di pas aku buka pintu, terus ada....”





“Kak Titien!?!” Naya langsung teriak.





“Hahahaha” aku balas tertawa puas, dan si begal itu tidak berani mengejekku lagi.





Terpaksa aku diam, membiarkan Brenda dan Edo penasaran apa yang terjadi.





——
 
Episode 11 The white snake legend







Brenda (Nerd-ho)





Edo





Naya





Shaun (Dickhead)





Titien





Brian (Romeo)



POV Brenda





Tadinya aku pikir pergi ke kebun tadi adalah hal yang paling luar biasa dalam liburan hari ini. Eh ternyata tidak.





Setelah makan siang kami berangkat dari kebun naik mobil sekitar 8 km menuju salah satu objek wisata di Sulawesi Utara yang bernama air terjun Tunan. Tadi aku jadi penasaran dengan cerita Titien yang menggambarkan air terjun yang masih alami dan terletak di tengah-tengah hutan tapi dapat dijangkau dengan mobil. Pasti ini menarik…





Benar aja, jalan menuju kesana sangat sempit dan banyak rusak, tapi mobil bisa terus sampai ujung jalan. Di sana ada tempat parkir yang cukup luas tapi sepi, gak ada mobil lain selain mobil kami. di ujung jalan, kami berjalan kaki menuju lokasi.





Dari sini mobil tidak bisa terus lagi karena mentok di sungai. Namun, tetap ada jalan dari beton menuju ke air terjun untuk pejalan kaki dengan dua buah jembatan menyebrangi sungai kecil.





Kami membawa kembali baju basah supaya bisa mandi-mandi lagi di air terjun. Tampaknya suasana menjanjikan bagi kami semua, sayang Brian dan Shaun sudah kehilangan boxer mandi mereka.





Di sini sudah terasa udara yang alami, dan hawa yang sejuk. Perjalanan menyusuri sungai kecil sambil mendengar bunyi air seakan menghibur jiwa kami. Romeo dari tadi tidak berkata apa-apa. Aku tahu pasti gayanya yang seperti itu, pasti muncul lagi jiwa seninya. Palingan satu lagi musik yang indah siap tercipta dari otak brilian itu.





Liburan ini ternyata membuat dia semakin kreatif, seperti Romeo yang dulu…. Kekosongan yang ditinggalkan gadisnya dulu seakan mulai terisi, apa lagi ada Titien yang disampingnya. Gadis cantik yang enak dipandang, mana bisa Romeo menampik senyumnya yang manis alami. Kini cowok itu bagaikan anjing yang sudah diikat lehernya, tidak berani lagi macam-macam. Hehehe...





Titien… Titien… seharusnya ia ku benci karena mengambil cinta cowok yang selalu ku naksir. Tapi bagaimana mungkin aku membencinya sementara ia sangat baik kepadaku… eh… kepada kami bertiga. Aku hanya berharap cinta mereka bisa bertahan, dan Romeo jangan sampe terpuruk lagi. Ia sudah cukup menderita karena cinta.





Ia seakan mengerti apa yang kami inginkan. Sejauh ini, tour yang dirancangnya membuatku lupa akan komputerku. Baru sekarang aku bisa 4 hari hidup tanpa media sosial, tak pusing soal internet ataupun semua kewajibanku. Ini betul-betul liburan.





Ku lirik Romeo yang masih diam, jalan termenung bahkan menutup mata untuk lebih menghayati alam ini. Disampingnya Titien yang masih aja memegang tangan kekasihnya, sambil membuka catatan-catatan kecil. Pasti informasi yang dihimpunnya soal tempat ini.





Dickhead dan Naya sibuk bercanda dibelakang, tak henti-hentinya si gadis manis tapi ceriwis itu berdebat dan bercanda dengan cowok itu. Baru sekarang aku melihat Dickhead ketemu tandingannya.





Romeo dan Dickhead adalah dua orang paling dekat dengan ku. Mereka mau aja terus berteman meskipun orang-orang lain menjauhiku setelah mengenalku lebih dekat. Yah, cowok-cowok banyak mendekatiku karena tampangku doang. Pasti setelah sekian lama mereka mulai perlahan-lahan menjauh, entah karena tidak dapat merayuku ataupun karena sudah sempat mencicipiku.





Aku sih cuek aja, asal sama-sama senang. Kan gak ada yang dirugikan. Tapi kini aku mengerti arti teman. Hanya mereka yang tauh siapa diriku sebenarnya, dan tak pernah sekalipun mereka menganggap aku cewek murahan.





Titien membisikan sesuatu lagi kepada Romeo yang hanya tersenyum. Ia tampak bahagia! Aku hanya bisa mendoakan mereka. Aku mengerti siapa aku yang tidak cocok bersanding dengan Romeo. Aku sudah bahagia bisa menjadi teman dekatnya. Dan aku justru senang gadis yang menjatuhkan hatinya adalah seorang yang seperti Titien, polos…. ayu… penuh perasaan… sensitif.





Awas kau Titien kalau kau hanya memberi harapan palsu pada cowok itu. Aku tauh Brian kelihatan tegar, tapi ia cowok yang rapuh, mudah terbawa oleh perasaan. Dan rasa cintanya sangat dalam, sehingga kalau ia sakit hati akan lama terobati.





Buktinya ia bela-belain datang ke Manado, yang nota bene adalah kampung halamannya pacarnya dulu, si Deyana. Walaupun sudah hampir dua tahu, tapi Romeo mau mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya. Siapa sangka ia justru kecantol lagi dengan gadis Manado.





Eh… Naya dan Shaun sudah jauh di belakang. Sempat-sempatnya mengambil foto selfie dengan latar sungai. Gadis mungil dan lincah itu memang selalu membuat sekelilingnya ceria. Penuh canda dan tawa, eh tapi ia juga berani dan jahil loh. Jangan berani tantang taruhan… pasti ia siap melayani.





Tapi kayaknya ada yang kurang…. Mana si Edo? Eh ternyata ia jauh tertinggal di belakang. Soalnya dia disuruh membawa barang-barang yang berat… Edo orangnya plin-plan, mau-mau aja diatur-atur. Dia hanya ikut-ikutan teman, dan suka show off.





Gayanya dari awal mudah terbaca. Pasti setiap ketemu orang yang dikenalnya, langsung aku diperkenalkan sebagai pacarnya... seperti tadi malam kepada anak-anak kos lainnya. Eh, sejak kapan atuh aku menerimanya. Mentang-mentang sudah melihat tubuh indahku terus menganggap aku miliknya, cape deh...





Tapi Edo mulai pinter juga sih memuaskan wanita… eh memuaskan aku! Jarinya jago juga… aku sampai kaget waktu dengar ia masih perjaka… malah oral aja belum “Hahahaha… cowok setampan masih perjaka? Am I still on earth? Cape deh!”





Tapi mungkin ia masih perjaka karena keinginannya terlalu tinggi. Ia hanya mau pacaran dengan gadis secantik Titien atau Naya. Susah sih targetnya ketinggian, karena dua gadis itu jarang ada saingannya.





Harusnya ia belajar seperti Shaun yang ekspektasinya diturunkan jauh, cewek gak jelas aja ia tetap mau pacarin. Jangankan Naya, pembantu di kos aja dia mau.... gak heran ia langsung jatuh-bangun karena kecantol dengan cewek lincah dan centil ini.





-----














Akhirnya setelah berjalan sejauh 1,5 km, kami tiba di air terjun. Dari kejauhan sudah kedengaran bunyi air yang ribut. Wah… indah sekali, air yang turun dari tebing batu vertikal. Volumenya sih gak banyak, hanya sebuah sungai kecil. Tapi keindahan alam sekitar masih original, membawa suasana mistis.





Udara dingin berhembus menusuk tulang belakangku yang hanya dilapisi oleh tanktop tipis. Dan yang terbaik dari tempat wisata ini, adalah ternyata kami berenam adalah satu-satunya manusia ditempat itu.








----------





“Byurrrr”





Kelihatannya enak sekali. Air terjun ini sangat segar dan alami. Di bagian bawah kolam tempat mandi dan kedua gadis tour guide kami sudah ikutan menceburkan diri ke air dengan pakaian bawah mereka. Aku lompat ke kolam dari batu yang ada di sebelah kanan, agak takut juga karena ketinggian batu itu sekitar 2.5 meter dari air.





Kami bertiga mandi dengan ramenya sambil bercanda, sementara ketiga cowok sekarang hanya bisa nonton dari atas batu. Ternyata di dalam air tidaklah sedingin di luar air, padahal tadi aku sudah kedinginan, kini terasa adem aja.





“Nay... hati-hati!” Titien kembali memperingatkan gadis nakal itu. Ia malah tertawa-tawa duduk tepat di bawah curahan air, dan memberikan punggungnya untuk di pijat. Melihat ia begitu enak, Titien dan saya pun mulai ikutan menikmati.





Guys, come on in!





Aku kembali memanggil mereka. Edo segera mengganti baju basahnya, sedangkan Dickhead dan Romeo tak bergeming. Dickhead malah sudah mengeluarkan kamera besarnya yang sempat dipakai tadi. Kamera professional itu memang kesukaannya, dan baru tadi pagi dikeluarkan dari koper. Ia sempat menyesal lupa membawa kamera waktu ke Bukit Kasih. Untunglah kali ini tidak lupa lagi.





Dickhead adalah seorang mahasiswa Biologi, dan Ia sangat mencintai alam. Dari tadi ia sudah mengambil gambar ratusan jenis pohon, dan binatang-binatang yang ditemuinya. Menurut cowok itu jenis pohon dan binatang di tempat ini unik dan tidak seperti yang ditemui di tempat-tempat lain. Mungkin ia akan menggunakan waktu disini untuk lebih banyak memperlajari alam.





Saya juga baru tahu kalo Dickhead punya kamera bagus dan suka fotografi. Waktu ditanya dia bilang ini bukan hobby, tetapi kebutuhan. Ahli biologi harus memiliki kamera yang bisa zoom objek supaya dapat foto binatang.





“Byurrr” Edo melompat mengikuti caraku.





Bergantian kami berempat juga turut melompat dari batu, sementara diabadikan oleh Dickhead dengan camera menggunakan mode high speed.





Selain itu karena cameranya memiliki kekuatan lensa yang tinggi, maka kami minta di foto bergaya macam-macam pas di bawah air terjun. Titien malah bergaya seperti seorang biksu yang sedang semedi, sementara Naya dengan gaya centil menunjukkan kemolekan tubuhnya yang basah dengan gaya yang panas menantang. Pasti cameraman-nya sudah panas dingin menyapu bersih kulit mulusnya menggunakan kamera.





Setelah kami merasa segar menikmati mandi-mandi di air terjun Tunan, kami menyadari kalo Romeo dan Dickhead dari tadi belum mandi. Pantesan terasa sunyi, kayak ada yang kurang.





“Romeo, Dickhead... ayo dong, tinggal kalian yang belum turun mandi.” Sekali lagi aku panggil.





“Bukannya kami tidak mau, Nerd-ho, tapi celana pendekku sudah hilang tadi!”





Aku lupa kalo mereka berdua sudah tidak lagi punya baju mandi.





“Yah, rugi deh, jauh-jauh jalan ke sini kalian tidak mandi.”





“Kalo mo mandi, bugil aja kalo berani!” Naya menantang mereka. Gadis itu memang berani sekaligus ceroboh... eh suka mementang bahaya.





“Naya, husssshhh!” Titien mencegah.





Tapi Naya terus menantang. “Ayoo kalo berani, hanya kita kok di sini! Aku dan Kak Titien juga sudah lihat punya kalian tadi!”





“Astaga!” Edo sampe kaget. Aku juga bertanya-tanya, kapan mereka melihat batang Shaun?





“Naya!” Titien pergi menutup mulut gadis itu.





Naya sendiri kelihatan kaget. Mungkin ia baru sadar sudah keceplosan bicara. Ia hanya tertawa, tetapi wajah sudah merah seperti udang, eh... semerah pipinya Titien.





Aku coba berpikir apa yang terjadi... palingan mereka berdua melihat Romeo dan Dickhead keluar dari kolam ikan. Pasti seru membayangkan dua cowok dengan kontol besar lari-lari telanjang dari kolam ke kamar mandi.





Apa lagi ada banyak orang di sana. Kontol Romeo sih aku belum tahu, tapi sempat ku dengar mereka berdua saling ledek. Kontol Romeo lebih panjang sedikit dari kontol Dickhead dengan diameter yang sama, padahal selama dalam petualangan seksku kontol Dickhead sudah termasuk ukuran jumbo, dan paling jago menyenangkan wanita.





Jadi penasaran sama milik Romeo, apa lagi ia sudah janji akan melaksanakan ‘vow’nya kepadaku di liburan ini. Pasti menyenangkan... hehehehe... aku mulai berpikiran mesum lagi





Edo masih aja tanya-tanya apa yang terjadi, tapi Titien dan Naya tetap tutup mulut sambil tertawa-tawa malu. Mereka sudah berjalan menghindar pergi ke tepian air. Edo masih aja mendesak, dasar....!





Terpaksa kami berdua mengikuti dua gadis manis itu sampai ke tepi. Akhirnya Titien mencoba memberikan jawaban diplomatis.





“Tadi di dekat telaga ada dua cowok lagi jualan terong yang nampak bergoyang-goyang ketika mereka lari dari kolam ke kamar mandi!”





Titien memberikan garis besarnya. Aku dan Naya hanya tertawa walaupun menduga ada yang disembunyikan.





“Jadi intinya kamu lihat Brian dan Shaun lari telanjang?” Tanya Edo.





Titien hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan itu.





“Eh, tunggu! Kejadiannya setelah kamu mengocok kontolku atau sebelumnya?” Tanya Edo masih penasaran!





“Apa?”





“Astaga?”





Naya dan aku sampai kaget dengar perkataan Edo. Jadi tadi Titien sempat mengocok kontol Edo? Wah skandal besar ini. Titien merah sekali... tangannya langsung memukul-mukul gemes punggung Edo, yang hanya minta-minta maaf sudah keceplosan.





Naya merasa kasihan, langsung memeluk tubuh Titien yang masih merah karena malu. Tapi aku malah mendengar bisikannya di telinga Titien....





“Kak Tien, gimana dong kontolnya? Keras ngak?” Titien hanya mencubit pinggang Naya karena gemesnya.





Naya belum puas meledek, “Wah, Kak Titien hebat deh, lengkap tiga kontol udah dilihat, berikut tinggal .... Ahhhhh!”





Aku jadi senyum-senyum sendiri mendengar canda dua gadis perawan ini. Ternyata diam-diam mereka mesum juga. Hehehe.... aku juga bangga karena kontol Edo yang keras seperti kayu itu sudah sempat ku oral ... Eh iya, oral pertamanya yang terganggu dengan kenakalan dua anak ini.





Naya tidak sempat menyelesaikan kata-katanya, ia sudah diserang oleh Titien yang meremas kedua toket gadis mungil itu. Karena baju yang dipakai tipis dan basah, bayangan toket Naya jelas terlihat oleh Edo.





Titien terus menyerang toket Naya, kini putingnya jelas tercetak dari luar. Edo sampai terbelalak melihat pemandangan seksi itu, pasti ia gak lama lagi ia coli.





“Kak Titien, sudah dong... ada Edo!” Naya akhirnya meminta ampun.





Titien baru sadar sudah sempat memberikan pemandangan yang indah kepada Edo.





Pasti si cowok mesum itu sudah terangsang, wajahnya sudah mupeng, dan celananya sudah nampak mengelembung.


——-





“Byurrrrrr” Suara apa itu? Kami berempat jadi terkejut.





“Ih... naik cepat! Ada ular ...! ayo lari....?!?” Teriak Romeo dari atas batu besar.





Naya tampak kebingungan, tapi ketika ia bilang ular semua langsung naik ke atas batu. Aku tidak tauh apakah waktunya tepat, tetapi kelihatannya mereka mulai melupakan urusan Edo dan Titien tadi.





“Apa... Ular? Ih.....”





Pandangan kami mencari-cari apa gerangan bunyi yang kuat tadi... eh akhirnya muncul juga. Tampak Dickhead keluar dari air dengan innocentnya tanpa mengenakan sepotong kain pun.





Kami berempat jadi kaget, ternyata Dickhead beneran mandi telanjang. Ketika mendengar ada ular ia juga cepat berdiri di atas salah satu batu terdekat tanpa menyadari ketelanjangannya.





"Awas, semua hati-hati. Ada ular putih ikutan mandi..." Romeo tertawa kuat-kuat membuat cewek-cewek di bawah segera mengerti ular yang dimaksud tagi.





Seruan cowok itu yang langsung disambut oleh tawa Titien dan Naya. Dickhead langsung balik belakang, ternyata malu juga diledek kami.





“Astaga, Dickhead..... kirain ada apa, ternyata ada ular putih!” Aku tambah meledek cowok itu.





Dickhead berpaling kepada Romeo... mukanya tampak begong...





“Hey, Romeo... ngapain kau, ayo turun! Katanya kamu lompat sesudahku...! Shaun berteriak...





Seruan Shaun hanya dijawab dengan gerakan Romeo yang mengambil gambar menggunakan kameranya. Kontolnya Dickhead sudah menjadi objek foto-foto dari tadi....





Ia kemudian memakai kembali kaosnya.





"Astaga... jadi ini perbuatan Romeo, yah!" Aku langsung mengerti bahwa Dickhead dikerjain tadi.





Romeo memang mengerjain cowok itu, membuka baju pura-pura akan terjun mandi, dan menyuruhnya lompat duluan.





“Dickhead... sorry aku gak jadi mandi. Ada pemandangan bagus dari atas ini, aku foto-foto aja yah!” Kata Romeo lagi.





"Benar-benar Romeo, deh. Jago mengerjain orang dengan classy-nya" Aku memberikan jempol kepadanya. Sementara Titien dan Naya dari tadi diam aja... apa sudah terpesona dengan ular putih, yah?





Kami berempat ketawa lagi... kasian Dickhead.





------





POV Naya

Setelah sebentar menemani Shaun mandi, kami ganti baju untuk pulang. Udara sudah semakin dingin, karena malam udah gak lama lagi. Kak Titien pergi menemaniku ganti baju duluan.





Salah satu alasan kami pergi duluan adalah karena merasa jengah lama-lama dengan Shaun yang telanjang bulat. Dari tadi juga kami berdua mandi tidak mau dekat-dekat Shaun.





Karena kamar mandi yang terbuka hanya dua buah, terpaksa Brenda dan Edo harus menunggu aku dan Titien selesai baru ganti baju. Shaun paling terakhir, apalagi dia masih suka berenang sendirian. Mungkin gak puas hanya sebentar.





Setelah selesai, saya pikir semua kelucuan sudah berakhir, ternyata masih ada lagi. Dengan iseng Brian meminta aku membawa tas berisi baju kering milik Shaun tanpa bilang-bilang. Aku dan Titien disuruh jalan duluan bersama Brian.





Belum 100 meter berjalan, Shaun keluar kamar mandi masih dalam keadaan bugil. Ia kelihatan bingung mencari-cari baju ganti. Akhirnya ia lihat di kejauhan bajunya lagi dibawa oleh ku.





"Naya, Naya! Eh tunggu aku!" Shaun mengejar ku. Ketika berpaling, aku jadi ketakutan ada cowok berbadan besar serta terong gantung besar berlari mengejarku.





"Eh... ampun, tolong! Ada ular putih!" Aku berteriak antara takut tapi lucu.





Atas anjuran Brian, aku sudah lari duluan ke mobil sambil dikejar-kejar Shaun. Aku tidak mengerti kenapa ia mengejarku...





Setelah berlarian sepanjang lebih 300 meter, jarak antara aku dan Shaun makin dekat, tapi kami masih terus berkejaran. Aku sudah sangat cape tapi terus berlari. Akhirnya aku harus berhenti juga ketika tiba-tiba melihat kodok berada 2 meter didepan menghadang jalanku.





"Ah... tolong, Shaun!" Segera aku berhenti dan berbalik meminta perlindungan Shaun.





Shaun membuka tangannya dan memelukku.





Dengan cepat aku menyembunyikan kepala di dadanya karena takut. Untunglah Shaun segera menenangkanku dan mengusir kodok tersebut.





"Sudah, tenang Nay. Kodoknya sudah lari... kodoknya takut sama ular" Shaun menghiburku tapi masih sempat juga bercanda.





Pelukanku segera terlepas mendengar kata-katanya tadi. 'kodok takut ular!', tanpa sadar aku melirik ke bawah...





"Astaga! Ih...." aku baru sadar Shaun masih telanjang bulat, dan ular putih itu masih saja bergantung dengan gagahnya dan bergoyang-goyang. Aku tak bisa lari karena Shaun memegang tanganku.





"Ih, jelek! Sopan dong sedikit. Masak dari tadi gak pake baju." Aku mencoba melepaskan diri dari padanya sambil memalingkan wajah.





"Justru itu, cantik... baju gantiku ada di tas itu." Shaun membela diri, dan menunjuk ke arah tas miliknya. Astaga, jadi selama ini ia mengejarku karena pakaiannya terbawa olehku? Aku jadi geli sendiri. Pantas ia ngos-ngosan mengejarku.





Aku tersenyum, baru sadar kalo kami berdua dikerjain Brian tadi. Ia yang menaruh baju Shaun, lalu menyuruhku lari menjauh.





Shaun juga tertawa mendengar ceritaku, sambil janji untuk membalas perbuatan sohib-nya.





"Dickhead..., ayo cepat pake celana!" Shaun hanya senyum-senyum memandang wajahku dengan pandangan mesum.





"Hehehehe, Naya... sekarang kau tidak bisa lari lagi. Naya harus mengocok dulu kontolku baru aku lepasin." Si brengsek itu memanfaatkan situasi.





"Ih... gak mau! Kocok aja sendiri..." Aku coba menghindar...





"Naya sayang, ayo dong selesaikan tugasmu di kamar mandi tadi... kalo tidak aku akan teriak supaya orang- orang datang lihat kita berdua!" Shaun meneggunakan segala cara, mulai dari rayuan sampai ancaman.





Aku melihat keliling, kayaknya ada orang yang bekerja di kebun-kebun sekitar. "Wah... bisa jadi skandal kampung ini, ada gadis manis dan bule telanjang!"





"Eh... gak mau!" Shaun kembali menggunakan kesempatan, tangan kirinya mengrepe-grepe dadaku. Aku tidak bisa menghindar, karena tanganku yang bebas dipakai untuk menahan kontolnya yang ditempel-tempelkan ke badanku





Aku jadi terdiam, dan membiarkan saja tangan Shaun menarik tanganku untuk menggenggam kontolnya. Tanganku mulai bergerak sambil pikiranku berjalan, 'wah, bagaimana kalo ada orang lihat? Apalagi pasti Kak Titien sudah dekat?'





"Dickhead, jangan di sini yah, takut ada orang, di mobil aja, yah?" Aku menunjukkan kunci serep mobil kepadanya.





"Ayooo... tapi ingat, janji harus kocok sampe keluar!"





Aku tak mau lama-lama langsung mengiyakan saja, dan ikut berlari bersama Shaun. Sementara berlari pandanganku terus melirik ke arah bawah, ular putih brondongku!'





-----





"Ah..., Naya aku mau mengentot memek sempitmu... aku akan membawamu ke awan-awan, ah Naya kau tak bisa lari lagi dari kontolku.... memek mungilmu akan ku entot dengan cepat ... aku ingin doggy dengan mu, Naya... ahhh .... tiap malam aku bermimpi sedang membelah keperawananmu dan membuat kamu orgasme ..."





Shaun benar-benar tenggelam dalam nafsunya sementara kontolnya ku kocok. Mulutnya terus mengeluarkan kata-kata tidak senonoh... yang membuat aku jengah. Eh... Ternyata ia terus memimpikanku.





Mendengar kata-kata mesum Shaun, lama-kelamaan membuat aku jadi bangga. 'Jadi selama ini tubuhku jadi bahan colinya. Wah...' siapa gak bangga kalo tubuh kecil ini ternyata punya seks appeal tinggi. Aku semakin bersemangat mengocoknya.





Setelah diperhatikan baik-baik, ternyata kontol Shaun sangat garang dan kekar, benar-benar kontol laki-laki sejati. Bentuknya lurus simetris dan agak bergerigi di perbatasan helmnya. Ukurannya jauh diatas rata-rata, dan cukup panjang serta nampak berotot. Selain itu kontol tersebut tampak beringas oleh bulu-bulu yang lebat.





Tangannya tidak tinggal diam dan terus meramas toketku dari luar. Aku membiarkan aja, tetapi mencegahnya waktu mau menyusup masuk ke dalam kaosku. Tetapi tangan Shaun sangat cekatan sehingga tanpa disadari kaosku mulai terangkat. Kini tangannya mulai mencari-cari kancing bra-ku.





Aku membiarkan tangannya sibuk sendiri, perhatianku dicurahkan ke kocokan ini. Aku harus membuat ia cepat muncrat. Dikit lagi Kak Titien tiba…





Aku semakin mempererat kocokanku, menggunakan dua tangan sehingga lebih terasa. Shaun terus larut dalam desahannya sementara tubuhnya yang terlentang mengangkang terus tersentak menahan nikmat.





"Astaga.... Eh!" Aku tersentak ketika bra-ku terbuka dan tangan Shaun bebas menjelajahi dadaku. Toketku segera berada dalam genggamannya, dan pentilku terus menjadi sasaran serangan jarinya.





Aku tahu Shaun sudah dekat orgasme, makanya aku terus menambah irama dan intensitas kocokanku. Aku tak perduli lagi atas pertahanan diri, aku telah terbuai... fokusku kini pada seranganku berharap Shaun akan sampai duluan.





'Gila...! Hebat sekali daya tahan cowok ini! Masak dari tadi sudah diajar habis-habisan tidak juga keluar. Bahaya ini... tangan Shaun kini bergerak menuju memekku dan mulai membelai organ vitalku dari luar. Aku sudah kepayahan... kini jarinya sudah membuka kancing celanaku dan menurunkan ritslitingnya.





Kembali ku meningkatkan daya serangku dan membiarkan memek kecilku rentan terhadap serangan jarinya, eh... CD ku dengan mudah dipinggirkannya dan tangannya sudah membelai langsung memekku. Ah... aku sampai kegelian...





Disaat-saat genting ini, terpaksa aku harus menggunakan senjata pamungkasku...





"Blupppp!" Kontol Shaun masuk ke mulutku dan terus sampai menjangkau kerongkonganku ... semponganku mulai intensif menyerang helmnya... akhirnya Shaun menyerah juga... tembakan demi tembakan kurasakan... dan peju hangat Shaun keluar begitu banyaknya dimulutku.





Shaun sempat menegang sekitar 10 detik, dan tanpa ditahan-tahan lagi melepaskan seluruh nafsunya. Ia kini terkulai lemah... tidak bergerak dengan wajah yang tersenyum menggambarkan kepuasan luar biasa.





Aku masih bingung... semuanya terjadi begitu cepat.





Astaga! Gimana ini... Shaun menyemprot di dalam mulutku.





Mulutku masih belepotan, sebagian sperma sudah memeleh di bibir bawah dan daguku,).Aku tidak bisa bicara lagi... kini hanya diam mencari tempat untuk mengeluarkan cairan itu.





Disaat aku kebingungan, tiba-tiba pintu mobil terbuka. Wajah orang yang paling tidak kuharapkan muncul…





Kak Titien…





Waduh bahaya ini! Aku jadi deg-degan.





"Astaga, Naya! Kok bisanya kamu mesum di mobil?" Ia kaget sekali. Pasti ia tahu apa yang terjadi setelah melihat kontol Shaun dan mulutku yang belepotan pejuh.





Aku tidak bisa bicara... tak mampu menjelaskan. Ahhhh.... aku malahan mencoba menelan sperma Shaun sedikit demi sedikit.





Untung saja Kak Titien mengerti dan langsung menutup pintu. Dari kaca mobil yang gelap ia menarik tangan Brian menjauh, memberikan aku kesempatan untuk beres-beres.





Astaga, aku harus ngomong apa nanti?





——-





Bersambung
 
Episode 12 The hottest show




Naya






Titien


POV Naya


Tok tok tok…


‘Siapa sih yang mengetuk di pintu kamarku?’


Terpaksa aku membuka pintu, karena ketukan itu cukup kuat dan mengganggu. Padahal aku ingin istirahat.


"Eh, Kak Tien?" Aku terkejut waktu buka pintu.


"Eits... Naya tidak bisa lari... harus cerita sama kakak apa yang terjadi tadi siang!” Ia tampak penasaran.


Gadis cantik itu langsung menaruh kakinya sehingga aku tidak bisa menutup pintu lagi. Terpaksa aku membuka pintu lebar-lebar, dan Kak Titien langsung memegang tangan ku.


Kak Titien kayaknya barusan mandi sama denganku. Bau shampo wangi keluar dari rambutnya yang lurus dan panjang. Aku masih mengenakan handuk dengan rambut basah.


Ia langsung menarikku ke tempat tidur, supaya kita bisa ngobrol dengan enak. Kita berdua duduk ditepi. Aku masih bingung mau mulai gimana. Ia menatapku lagi… ihhh


"Kak Titien... jangan sekarang dong, Naya malu..." Aku menutupi wajah dengan tangan lalu menyembunyikan muka di dadanya.


"Gak apa-apa sayang, Kakak tidak marah. Tapi Naya harus jujur, dong!"


Kak Titien membelai rambutku, kembali aku merasakan belaian seorang kakak.


Akhirnya dengan terbata-bata aku menceritakan kejadian sampai menyempong penis Shaun tadi sore. Aku menceritakan segala sesuati sejelas-jelasnya tanpa menutup-nutupi.


Salah satu kelemahanku adalah gak bisa menutup diri dihadapan Kak Titien. Tak ada yang bisa ditutupi, semuanya pasti keceplos.


Kali ini aku merasa lain, saat menceritakan pergumulan kami di mobil, aku melihat Kak Titien mulai beraksi. Tubuhnya kayak merinding... eh sempat terangsang sih. Sempat berulang kali menelan ludah menahan nafsu.


‘Kak Titien terangsang mendengar ceritaku?’ Aku bertanya-tanya dalam hati.


“Naya... Naya, kamu genit banget sih. Bukan cuma genit, tapi suka bermain api... bagaimana kalo Shaun memaksa?” Kak Titien menasihatiku lagi.


Aku berbalik menatapnya. ‘Kok kedengaran lebih ke arah ia membayangkan peristiwa itu?’


Kembali kata-kata nasihat itu muncul, menyuruh aku untuk menjaga diri... bukan berarti aku tidak boleh melakukannya dengan Shaun, tapi harus berpikir ke depan. Jangan merusak diri hanya karena nafsu sesaat.


Kata-katanya penuh dengan penghayatan… sesekali ia menutup mata membayangkan kalo itu terjadi padanya.


"Terima kasih kak, itu yang Naya mau dengar dari Kak Titien. Tolong bantu ingatin terus yah, kak!" Aku merespon dengan senyum.


Benar sekali, kak Titien pasti terangsang mendengar ceritaku.


"Sekarang Kak Titien tak bisa lari... malam ini tidur dengan Naya, dan toketnya jadi milik Naya malam ini." Aku berbalik memeluknya dan tanganku langsung meramas gundukan dada kiri milik gadis cantik itu.


Tuh kan, udah kencang…


"Eh... Naya, gak boleh dong! Ih... kok mesumnya ke kakak?” Nafas Kak Titien terengah-engah.


"Hehehe... Kak Titien jangan pura-pura lagi, tadi waktu dengar cerita Naya Kak Titien udah nafsu kan? Hehehe”


Ia menyerah juga… harus membiarkan tokednya dibelai-belai baru bisa lolos.


Untunglah ia sudah janjian putar film India dan nonton dengan Brian. Kalo tidak pasti sudah ku paksa tidur denganku semalaman.


‘Hihihi… siapa suruh desak-desak aku.’


‘Eh, kayaknya Kak Titien udah berubah banyak. Sekarang udah mudah terpancing nafsu. Ada apa yah?’


-------



Shaun



Brian

“Hahahaha” terdengar tertawa rame di ruang keluarga.


Film India yang kami tonton memang sangat seru dan lucu. Ternyata Brian dan Shaun baru sekarang menonton film “Three idiots”. Aku sudah agak lupa sih karena terakhir kali nonton masih waktu di SMA.


Malam ini kita hanya tinggal di kos, gak jadi keluar beli makanan. Jadi kami berada di family room lantai dua sementara menonton. Kami semua sudah capek hari ini banyak berenang, tapi ditambah dengan panjat pohon. Tetapi kayaknya kami lebih cape karena terlalu banyak tertawa. Ditambah cape ngemil sisa buah yang dibawa dari kebun.


Segera ruangan nonton tambah rame, karena ada dua anak kos yang ikut nimbrung dengan kita. Ada Della dan Landa...




Della, 19 mahasiswa




Landa, 17 SMA kelas 3


Sebenarnya mereka berdua masih sepupuan, Della yang kakak adalah mahasiswa seangkatan dengan Naya hanya beda fakultas. Sedangkan Landa masih kelas 3 SMA, eh baru dapat pengumuman lulus.


Keduanya sebenarnya sudah liburan dan pulang kampung, tapi tadi sempat balik ke kos untuk belanja perlengkapan. Ada pesta atau acara di kampung mereka, jadi mereka belanja perlengkapan. Rencana akan nginap sampe akhir pekan.


Della dan Landa memiliki kecantikan gadis Manado, tetapi walaupun mirip tetap aja memiliki keunikan masing-masing. Della adalah gadis berwajah damai dengan rambut pendek dan cuek soal dandan, eh... bukan cuma dandan, ia sebenarnya cuek dalam segala sesuatu. Sebaliknya Landa si adik, sangat modis dan tidak mau keluar rumah tanpa memakai make-up. Ia masih tampak cantik di usia yang ke-17 walaupun kelihatan kurang natural.


Kecantikan mereka berdua cukup menonjol, karena keduanya biasa berpakaian seksi dan seadanya di dalam kos. Cantiknya sih menurutku masih kalah dari Kak Titien.... tapi masih tergolong oke lah.


Selera keduanya dalam memilih pacar juga berbeda, Della suka sembarang cowok dan selalu berganti, namun Landa mau yang kelihatan urakan dan nakal tapi setia. Namun demikian mereka masih kelihatan segar. Sejauh ini cowok-cowoknya belum pernah nginap, eh belum ada yang ketauan sih! Mungkin saja mereka yang nginap di kos cowok.


Sejak berkenalan tadi sore, Della dan Landa kelihatan banget suka berdekatan dengan kedua cowok bule itu. Walaupun bahasa Inggris mereka terbatas, mereka tetap suka bercakap-cakap dan bercanda dengan Brian dan Shaun.


Dan sebagaimana biasanya, Brian bersifat sportif dan melayani persahabatan mereka dengan hangat, namun Shaun memang hobby “flirting” agaknya. Ia cenderung membuat mereka berbunga-bunga dengan rayuan-rayuan gombalnya...


Aku sendiri cuek aja, tapi Kak Tien jadi uring-uringan. Ia yang stress melihat kedekatan Shaun dengan keduanya. Alasannya cuma satu, masak sudah jadian denganku masih cari cewek lain.


Palingan kalo tidak kutahan, Shaun sudah dimarahinya. Kak Titien gitu…


Kedua cewek ini memang genit sih... terutama sang adik. Mau aja dipegang-pegang oleh Shaun, eh malah di peluk-peluk. Tapi setiap kali Shaun memeluk mereka, matanya selalu lari ke aku... pasti ia mau ledek.


Aku aja yang malas melayani... eh gak mungkin kan pergi ke Brian yang maunya dekat-dekat terus dengan Titien. Ihhhh.... jelek!


Dan kami semua tertawa kuat-kuat menikmati adegan pidato yang sangat lucu di film tersebut. Brian dan Titien ikutan nonton, namun masih saja tetap duduk berdekatan dan berbisik-bisik. Film sudah hampir klimaks, tapi aku sudah mulai ngantuk, padahal baru jam 9 malam. Aku sebenarnya bukan ngantuk, tapi sebel lihat tingkah Landa yang sok memeluk tangan Shaun.


Pasti tangan Shaun sudah digesek-gesekkan di payudara-nya. Ih... menang banyak deh cowok itu. Ia malah sempat cari untung dengan menyandar-nyandarkan badannya ke toket Della yang proporsional. Della sendiri kelihatan gak enak, tapi gak tahu harus ngomong apa. Sedangkan Landa malah membiarkan dasternya tersingkap menampilkan paha yang putih sambil memeluk tangan Shaun.


Ih.... sebelll..... pasti Shaun sudah lihat-lihat mulusnya tubuh mereka, apalagi keduanya hanya pake daster satu tali yang pendek yang mungkin sudah menampilkan belahan toket.


Aku segera pindah tempat duduk disamping Kak Titien dan menyandarkan kepala di pundaknya. Tampaknya ia mengerti dan membiarkan privasinya terganggu. Ini semua karena ada dua anak kos itu sehingga aku malu mendekat.


Bikin malu ajah sih Della dan Landa... Kampungan banget! Masak pake show-off tubuh mereka di depan cowok. Mana ada gadis baik-baik seperti itu, Eh.. ada.... Pasti mereka kaget kalo aku bilang tadi aku telanjang bulat di depan Shaun dan Brian.


Semakin lama pisang goreng dan tahu isi di atas meja semakin ludes tak berbekas. Brian dan Shaun makan banyak, katanya enak. Mereka gak sangka kalo harga semuanya hanya 25 ribu.


Aku pura-pura pulas tertidur, padahal masih mendengar cerita Brian tentang pengalamannya.


Kak Titien suka bertanya tempat-tempat yang ia sudah kunjungi, dan ternyata Brian sudah banyak keliling. Menurutnya ia malah pernah tinggal 2 tahun lebih di Australia, tepatnya di kota Perth untuk mendalami musik. Brian juga sempat ikut dengan tour music selama dua minggu di kota-kota musik dunia, seperti Vienna serta Venice.


Banyak kota-kota di Eropa yang sudah ia kunjungi karena urusan musik. Dan dengan rinci Brian menjelaskan keunikan masing-masing kota, membuat Kak Titien berbinar-binar ingin kesana.


“Hahahahaha” Suara tertawa Brian dan Shaun sangat nyaring membuat saya berdiri kaget.


Ternyata film sudah habis, dan Brian serta Shaun masih tertawa-tawa mengingat endingnya yang lucu.. Brian bahkan meminta copy file film tersebut untuk dibawa pulang. Walaupun film sudah selesai dan TV sudah mati, kita semua masih bercakap-cakap, belum ada yang ingin tidur.


Kali ini kami ditemani oleh lagu-lagu dari CD yang diputar.


Shaun makin asik bercanda dengan Della dan Landa. Eh.. mudah-mudahan Shaun cerita tentang petualangan dengan ku di air terjun tadi. Biasanya sih aku malu, sudah sempat mesum-mesum, tapi kini justru aku suka kalo Shaun cerita... supaya dua cewek ini gigit jari, hehehe.


Tiba-tiba aku mendengar suara desahan cewek.


“Eh, siapa itu?” Aku bertanya-tanya, Kak Titien gak mendengar apa-apa. Mungkin masih tertutup suara lagu yang diputar.


Aku berdiri dan mendekat ke arah suara. Kali ini makin terdengar dari arah kamar… Eh, kayaknya kamar di bawah.


“Oh…. Ahhh… Ahh…. Terus sayang!”


Setelah ditelusuri dengan seksama kayaknya suara datang dari kamar Brenda. Kali ini makin jelas. Pasti cewek itu lagi mesum… mungkin lagi masturbasi. Suara desahan tambah kuat, membuat aku dpenasaran dan menjauh ke arah tangga.


Eh... benar juga! Kali ini tampak bayang ada orang di kamar Brenda, yang jendela atasnya terbuka penuh. Mungkin ia tidak menyangka dapat diintip dari lobi lantai dua yang pas lagi gelap, atau mungkin juga karena asik tidak perduli lagi kalo diintip. Aku mencari tempat yang terlindung, dan duduk di lantai memperhatikan mereka dengan lebih jelas.


“Astaga!” Aku kaget sekali. Kelihatan jelas di mata saya Edo sementara bercumbu dengan Brenda.


Brenda duduk di atas meja rias yang tinggi dan bajunya sudah terbuka, eh bahkan bra-nya pun sudah terbang entah ke mana. Kedua mereka sedang berciuman hanya menggunakan celana dalam yang tipis. Bibir Edo melumat bibirnya, dan ciumannya turun ke leher.


Sementara itu tangan Edo sudah bermain-main di payudara Brenda yang besar dengan puting yang menonjol, dan meremasnya berulang-ulang serta membuat gerakan memutar-mutar. Kayaknya ada adegan hot malam ini.


Tubuh Brenda sangat seksi... rambutnya dibiarkan terurai dan masih basah... mungkin barusan mandi. Kulitnya tidak seputih Shaun tapi lebih mengarah ke ‘suntan’ ciri khas gadis mediterania. Perutnya yang rata menyanggah toket yang besar dan membulat... pasti si Edo puas deh menggenggam dua payudara yang sekal itu.


Sejenak aku sadar sedang mengintip orang bercumbu! Ih… bikin malu saja. Tapi ini bukan salahku, siapa suruh jendela lebar-lebar. Ini sih show namanya….


Aku kini mojok di pinggir tangga, sengaja bersembunyi dari Kak Titien. Kayaknya mereka tidak memperhatikanku, jadi aman.


----------



Edo




Brenda

Ciuman Edo semakin ganas.. kini bibirnya sudah menetek di payudara indah milik Brenda. Wah… tubuh Brenda ideal banget, dengan toket yang besar dan membulat … eh agak turun sedikit sih, tapi itu karena toketnya menggunung.


Ciuman Edo semakin kuat, sementara tangan satunya mulai turun menjajaki daerah memek Brenda yang gundul dibalik CD sexynya. Brenda membuka kakinya lebar-lebar, memberikan jalan ke selangkangannya. Desahan Brenda semakin kuat, kayaknya nikmat sekali…


Ini dia... kepala Edo sudah sejajar dengan pangkal paha yang seksi itu dan Edo sempat memandang keatas, melihat Brenda yang tersenyum dan muka yang sudah menahan nikmat.


Perlahan-lahan Edo menurunkan CD sexy itu dan membiarkannya lusuh di mata kaki Brenda. Edo masih terdiam, memandang memek yang indah dan gundul itu. Brenda jadi malu, wajahnya merah dan sejenak menutup organ intimnya!


Tapi Edo hanya tertawa menyibakkan tangan Brenda, dan mulutnya mendekat... desahan nafas Edo sudah cukup membuat Brenda kembali terbuai dan menutup mata.


Akhirnya penantiannya berakhir juga... mulut dan lidah Edo menyentuh vaginanya dan menciptakan rasa geli yang nikmat.


Brenda semakin membuka pahanya... dan Edo semakin merapat... lidahnya menjilat-jilat dan kadang dibarengi dengan mulut yang menyeruput, membuka lapisan-lapisan dan menyibak labia dalam yang berwarna kemerahan. Mulut Edo terus mengobrak-abrik memek legit itu membuat Brenda kembali dibuai kenikmatan. Brenda masih mendesah kuat...


Jilatan lidah Edo di memek Brenda membayang di benakku dan tak sadar tanganku sudah memasuki dinding dalam CD-ku dan mulai membelai memekku. Kenikmatan Brenda agaknya dapat ku rasakan berpindah di tubuhku. Dan aku langsung terbuai dalam masturbasi yang sangat nikmat.


Kini Brenda hampir hilang kekuatannya... lututnya agaknya tak mampu lagi menyanggah tubuhnya... dengan cepat Edo membaringkannya di tempat tidur.


Di sana dengan kaki yang mengangkang Brenda tidak mampu bertahan lama... tubuhnya segera melengkung seperti bulan sabit... dan mengejang berkali-kali tanda orgasmenya sangat indah.


-----





“Ahhhh... ahhhh...” Kali ini terdengar suara laki-laki, ternyata Brenda sudah membalas dendam. Kini posisinya sudah berpindah ke atas tempat tidur.


Edo yang tidur terlentang sementara dioral oleh Brenda... kontol besar itu tertelan semuanya masuk sampai menyentu bijinya. Edo nampaknya nikmat sekali... hanya dalam waktu kurang dari 3 menit ia sudah hampir tidak tahan... Brenda terus mengeluarkan semua keahliannya menyempong...


Dan benar saja... ketika Brenda melepaskan kulumannya... tiba-tiba muncul 5 kali semprotan melambung tinggi... Brenda sampe kaget, tapi ia hanya tertawa... Dasar perjaka! Nafsu sudah diubun-ubun terus daya tahan lemah.


Brenda segera membaringkan tubuhnya di samping Edo... agaknya ia memberikan kesempatan cowok itu untuk istirahat sejenak sebelum masuk ronde ke-2. Ia mengangkat jari telunjuk dua tangan dan mengatakan kepada Edo skor sekarang 1 – 1.


Entah berapa lama mereka istirahat, tapi kayaknya mau nyambung lagi. Setelah dikocok-kocok, batang Edo mulai bangkit lagi, dan Brenda langsung mencium bibir Edo. Kali ini Brenda ingin bertukar posisi... kepalanya di selangkangan Edo dan kepala Edo di selangkangannya... mungkin ini yang dimaksud orang 69.


Tak lama kemudian, kedua bibir dan lidah itu kembali bekerja, saling mengobel dan saling merangsang. Batang Edo sudah keras lagi... dan Brenda kembali menggeliat kegelian.


Kali ini posisi berubah lagi, Edo masih terlentang dan Brenda berjongkok diatas kontolnya. Memeknya begitu jelas menelan kontol tegang dari Edo... dan mereka mendesah bersamaan.


Brenda mulai bergerak... memutar-mutarkan pinggulnya dan menjepit kontol Edo... posisi WOT yang sangat nikmat. Edo kelihatannya kenikmatan dengan goyangan Brenda, tapi ia belum tahu mau buat apa. Pantatnya hanya berdiam kaku menunggu tarian Brenda.


Kali ini Brenda merasa enak dan semakin mempercepat gencarannya. Iramanya sangat teratur dan goyangannya sungguh lihai... suatu hubungan seks yang sangat nikmat. Tampak ia hampir kepayahan memaksakan gerakannya, pasti cape karena Edo belum tahu mengimbanginya.


Edo dan Brenda sudah menganti gayanya, sekarang Brenda yang berbaring dan Edo yang menusuk. Kaki Brenda dikangkangkan selebar-lebarnya, dan kemudian diangkat memberikan akses kepada tusukan Edo sedalam-dalamnya. Edo kelihatan lebih menggila, tidak lagi pusing soal mengatur tempo... Ia menghentak terus menerus dengan semangat yang tinggi, walau tusukannya monoton, tetapi Brenda menyukainya. Gadis ini maklum, ini adalah seks pertamanya.


Walau monoton dan belum menguasai teknik, namun kontol Edo yang sangat keras membuat Brenda mendesah tak karuan. Gerakan Edo yang tidak menahan tenaga terus menusuk membuat gadis itu melayang. Ah... Brenda tahu Edo tidak lama lagi akan tiba puncak, maka ia juga harus berkonsentrasi agar bisa menikmati. Ia tidak pusing lagi dengan mengatur tempo tapi kini membuat gerakan menyambut tusukan itu supaya bisa mencapai titik terdalam. Kontol Edo yang sangat keras membuat ia cepat sampai...


nikmat. Ahhhh... ia sudah sampai, memang orgasmenya terkesan dipaksa dan tidak maksimal... yang pasti ia sempat merasakan nikmatnya ngemtot.


Edo masih kecapean. Tusukan yang ganas dan dalam sejak awal begitu menguras tenaga. Tapi ia sangat bahagia, bisa merasakan nikmatnya. Ini kali pertama ia ngentot dan pengalaman ini sangat berkesan baginya. Kontolnya mengecil dan secara alami keluar dari memek gadis cantik yang masih mendesah didepannya.


“Astaga, Edo.... kau buang di dalam?” Tanya Brenda.


Edo baru sadar.


“Astaga... aku... aku tidak tahu kalau ...” Edo tidak mampu bicara... ia kaget, baru disadarinya Brenda bisa saja hamil akibat perbuatannya. “OMG, Brenda... I’m so sorry!”


Edo kelihatan sangat takut dan menyesali perbuatannya. Ia menatap Brenda dalam-dalam... Brenda hanya memandangnya tersenyum.


“Congratulation, you’re a man now. Do you like it?” Edo hanya mengangukkan kepalanya.


“Kamu gak apa-apa aku buang di dalam?”


“Tenang saja ini bukan masa suburku! Aku tadi hanya mau membuat kamu sadar. Soalnya kamu tadi terlalu nafsu sih... buru-buru lagi.” Kata Brenda...


“Eh... how do I do it? Did you come out? I hope i dont robe your climax...” Kata Edo malu-malu.


Ia kini sadar gadis yang didepannya sudah sangat berpengalaman, dan ia belum tahu mengatur irama.


“Kau ku maafkan karena masih pertama. Aku juga keluar kok! Hanya kalau kamu tahu mengatur irama, aku bisa sampe 2-3 kali. Masak baru satu gaya sudah keluar, malu-maluin cowok” Brenda menjelaskan. "Terus tusukan kamu monoton, gak pake variasi.”


“Oh... nanti besok malam pasti sudah lebih jago.” Kata Edo


“Huh! Ngarap ...” Brenda tersenyum dan meledeknya.... namun kemudian Brenda menambahkan... “Dengar baik-baik Edo, besok kalau aku tidak puas, akan ku bilang kepada semua orang, kamu impoten! Hehehehe..., Gimana? Berani?”


---------





Orgasme Brenda membuat aku tambah bersemangat... tanganku yang satu sudah melepaskan dasterku dan masuk dibalik bra-ku... kembali toket dan memek ku menikmati gairah yang membara.


Aku masih menikmati belaian di tubuhku bajuku sudah tidak karuan lagi.. dan bra ku sudah lepas setengahnya. Aku kini membayangan bibir Shaun yang mampir ke tubuhku membelai bagian-bagian yang paling sensitif.


Untunglah mereka sempat beristirahat, karena aku juga sudah hampir kehabisan nafas... eh nikmat sekali. Bajuku yang sudah tersingkap sampai perut tidak kupedulikan lagi... Kedua tanganku kini membelai toket mungilku dengan keras... iya sih... masih mungil, tapi padat dan indah lho... hehehe. Tapi aku masih mengatur irama, menunggu hidangan utama...


Detik-detik Edo melepas perjakanya dan masuk ke memek Brenda menandai pula intensitas masturmasiku yang tadi sempat diulur karena istirahat. Jariku kembali mencari titik-titik sensitif pada vaginaku dan terus membelai clitorisku. Aku harus berhati-hati takut jangan kebablasan.


Sementara tangan yang satu sudah memutar-mutar payudara dengan intensitas utama pada bagian putingku yang sudah tegang. Oh.. Shaun.. Aku mendesah penuh gairah.


Desahanku kini tambah kuat... aku perduli lagi apa yang terjadi disekitarku, yang ada hanya gairah... dan tubuhku sedikit lagi akan sampe, “Aahhhhhh.....!” Aku mendesah berusaha mencari kepuasan ku... kini posisiku sudah berbaring di karpet menunggu orgasme yang sudah sangat dekat. Tiba-tiba sesuatu terjadi, suatu cahaya terang menyilaukan menerpa mataku membuatku buta untuk sekejap. Aku jadi kaget... yah.., gak jadi eh.,,


Perlahan-lahan mataku mulai terbuka... aku mulai menyadari kejadian di sekelilingku... ruangan ini sudah terang benderang, siapa yang pasang lampu? Ih gak tahu diri, bikin kentang orang.


“Sudah selesai?, sayang, Gimana? Enak?” Tiba-tiba aku mendengar suara Shaun dari sampingku.


“Astaga! Shaun, pergi sana ...” Aku malu sekali, rasanya ingin sembunyi.


Pakaianku berantakan, pasti Shaun sudah melihat toket dan memekku yang sudah tersibak. ‘What the hell... ia sudah lihat sih waktu di kamar mandi.’ Aku justru tertawa menutupi rasa malu.


“Naya... tadi kamu panggil-panggil namaku, masakkan sekarang kau suruh pergi” Astaga, ternyata Shaun dengar desahanku tadi. OMG!


Di saat rasa malu semua memuncak, aku tiba-tiba berdiri dan.... membuat suatu hal yang pasti membuat ia bingung.


Aku menarik tangan Shaun dan menariknya menuju ke kamarnya.


Brian dan Titien sempat memandang kami dengan bingung ketika kami dengan terburu-buru berlari masuk ke kamarnya Shaun.


Aku gak perduli lagi. Aku butuh kontol malam ini…


——-


Bersambung
 
Episode 13 Akibat bermain api





Edo





Brenda



POV Edo


"Argh"


Akhirnya setelah bertahun-tahun menahan nafsu aku dapat merasakan surga dunia. Dan malaikat yang menuntunku juga tidak tanggung-tanggung, gadis bule yang sangat cantik dengan bodi yang mengalahkan banyak artis.


Brenda memang sempurna bagiku, ia benar-benar nikmat. Dan pengalaman pertamaku, ML dengan Brenda rasanya sempurna, tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Gadis itu masih tidur kecapean habis kita ngentot tadi. Ia tidak memperdulikan kondisinya yang telanjang bulat, ataupun posisi tidurnya sungguh menantang.


Kayaknya udah cukup tidurnya, katanya hanya merem dikit, ini udah hampir setengah jam.


“Brenda… hey… bangun!”


“Mmmmhmmm!” Ia hanya bergerak sedikit lalu tidur lagi.


Gimana caranya yah? Ah, aku rangsang aja.


Kembali ku usap tubuh mulus dan kencang itu. Ih... justru aku jadi terangsang lagi! Kakinya ku renggangkan sampai terbuka lebar dan kembali perpampanglah memek gundul yang legit itu. Tak sabaran tanganku membelai dan mengais-ngaiskan jariku.


Brenda menggeliat kecil.


"Ah... oh... " Brenda mendesah.


Aku tidak tahu ia pura-pura tidur atau beneran. Tanganku semakin aktif mempermainkannya. Kini jari tengahku mencari jalan masuk melalui lorong nikmat dan menekannya dari dalam... aku mengocoknya lagi.


“Ahhhh…!” Desahannya makin kuat.


“Sayang, bangun dong…!” Aku menggoyang badannya lagi. Tapi ia tak bergeming.


Kayaknya ia mau dibangunkan dengan cara tadi. Kembali dua jariku mengocok liang itu, aku memperhatikan air wajahnya, dan mengatur fokus serangan di tempat ia kegelian.


“Ahhh…!” Brenda mendesah lagi. Aku terus serang di tempat yang sama.


"Ah, Edo... cape dong!"


Jariku kini sudah bertambah satu dan merasakan licin ketika memasukinya. Ia pasti sudah sangat terangsang. Kembali ku kocok memek legit itu dengan kecepatan tinggi, Brenda kembali mendesah... ia langsung teriak nikmat, dan mendesah dengan keras.


Tanganku sudah pegal tapi aku tidan mau berhenti, dengan intensitas tinggi terus mengocok lobangnya. Tidak sampai 5 menit kemudian, tubuh seksi kembali menegang dan tersedak dihajar permainan jariku.


Tubuh Brenda bergetar dan mengedan lagi. Ia sudah orgasme...


"Huhhhhh" Brenda menarik nafas panjang, dia menatapku tajam.


"Dengar baik-baik Edo, tunggu lima menit, tapi kau jangan ke mana-mana. Akan ku balas perbuatanmu! Dan kau harus tanggung jawab sudah membuat birahiku naik kembali..." Brenda berkata dengan wajah mupeng.


Sekilas ada pergerakan di bagian atas, astaga. Aku baru sadar bahwa jendela tinggi dari tadi terbuka lebar dan apa yang kami lakukan selama ini bisa dilihat jelas dari lobby lantai 2. Eh... kayaknya ada tubuh seorang gadis di kegelapan sedang mengintip kami.


'Apa itu?' Terlihat bayangan itu membuat gerakan kecil dari kegelapan. Kelihatan tubuh seorang gadis sementara merapikan pakaiannya yang terbuka. Ia kelihatan sementara masturbasi.


'Astaga... bisa-bisa ia menyaksikan semuanya. Wah, harusnya kupanggil aja threesome, hehehe. Ayo dong Nerd-ho, kita harus buat pertunjukan terbaik untuk gadis itu' Aku terus berbicara dalam hati.





——





Titien





Brian


POV Titien


Aku memegang tangan Brian kali ini aku sudah berbaring di sofa dengan paha Brian menjadi bantalku. Kami tadi sempat melihat Naya menarik Shaun ke kamar dengan wajah mupeng. Pasti ia sudah gak tahan. Ini semua perbuatan Edo dan Brenda, siapa suruh ML pake buka jendela, sampe kedengaran di atas.


Sebenarnya tadi aku hanya pura-pura tidak dengar, tapi setelah Naya menjauh, aku juga ikutan ngintip Edo dan Brenda diam-diam. Aku juga bisa melihat Naya yang lagi pegang-pegang toket sendiri dipinggiran tangga.


“Sayang, bilang aja kalo mau ikutan ngintip!” Brian menutup mataku dari belakang.


Aku hanya tertawa malu.


“Kalo kamu mau, aku juga bisa kok buat kamu mendesah gitu…”


“Ihhhh…!” Aku mencubitnya lagi.


Sebenarnya Aku dan Brian sempat mengintip gak lama, tapi ketika melihat Naya udah gak tahan, terpaksa ku tarik Brian kembali menjauh ke sofa. Malu ah sama Brian.


Ketika Naya menarik Shaun ke kamar, aku jadi gelisah. Kayaknya gadis itu gak tahan lagi hendak menyerahkan keperawanannya, seharian ini dia mesum terus. Beruntung sekali cowok itu!


“Terus Shaun... ah... ah!” terdengar desahan Naya dari kamar Shaun.


Aku menutup mata lagi. Gak tahu harus buat apa, gak mungkin kan aku gedor pintunya dan memarahinya seperti anak kecil. Naya sudah dewasa, dan aku hanya bisa menasihatinya. Kalau itu ada pilihannya, maka aku gak bisa mencegahnya.


Aku bingung harus gimana.


Aku melirik ke wajah Brian, yang juga melirik ku. Segera gairah ku kembali terpancing dan adegan panas dari Edo dan Brenda serta adegan Naya yang self-service kembali terbayang jelas.


“Sayang! Kita keluar, yuk! Cari angin...” Aku juga merasakan gairahku naik. Mungkin dinginnya udara malam bisa menyejukkan hatiku.


Brian hanya mengikutiku, entah ia tahu apa yang dipikiranku.


Kembali kami melewati lobby tempat Naya tadi bersembunyi, dan terus menuruni tangga. Edo dan Brenda kembali bermesraan di tempat tidur sementara telanjang bulat.


Eh... kayaknya ada orang lain di tempat Naya tadi. Aku gak tauh apa itu Della atau Landa. Kayaknya masih terus mengintip Edo, menantikan adegan lanjutannya.


Akhirnya kita keluar… aku menarik cowok itu menjauh sedikit dari rumah. Ini penting supaya aku tidak mendengar desahan mereka yang membuat nyut-nyutan. Untung saja halaman belakang rumah cukup besar dan ada taman yang indah. Kami menuju ke sana.


Di luar sangat gelap, tidak ada bulan ataupun bintang-bintang. Apalagi lampu luar di taman belakang kos ini tidak dipasang. Cahaya yang tembus hanyalah lampu kecil dari kamar Brenda dan pada ujung bangunan.


Aku membawa Brian ketempat itu, dan tidak seperti biasanya Brian tidak perlu bertanya-tanya.


Belum sempat Brian duduk, aku sudah memeluknya dari belakang, menempelkan toketku yang sudah keras. Brian segera berpaling ke arah belakang, dan kepalanya langsung ku peluk erat...


Ciumanku yang ganas dengan gairah segera mencari bibirnya, dan langsung melumat mulut Brian. Ia masih terengah-engah mencari nafas, namun bibirku terus menuntut.


“Kenapa sayang?” Brian menganggat daguku dan memaksa kepalaku mengadah kepadanya. Aku menutup mata, karena malu.


“Aku .. mau... oh, shut up, Brian!”


Kata-kataku tidak beraturan dan aku sudah kembali menciumnya. Segera terasa balasan lumatan Brian yang juga sama bergairah. Aku tersenyum, sambil membuka mulutku menantikan french kiss yang sangat panas. Aku merasa berada di awan-awan. Desahanku keluar tak tertahankan lagi.


Kali ini aku yang mengambil inisyatif. Ku paksa Brian duduk di kursi kecil di taman, sementara aku duduk diatas pahanya saling berhadapan. Kali ini bibir Brian yang mencari bibirku, tapi sengaja ku hindari. Jariku ditempel di atas mulutnya sehingga Brian tidak bisa melumatku.


Brian melirikku yang sedang membuka kancing kaosku ... tanganku langsung ku angkat ke atas. Brian mengerti...


Brian menyentuh kaosku perlahan-lahan dan menariknya ke atas. Tak lama lagi ia akan melihat tubuh yang selama ini hanya bisa dibayangkan. Aku merasa sangat seksi membuka baju dihadapan cowok yang terus menatapku dengan terpesona. Rasanya mau menari striptease... sayang tidak ada musik.


Kini kaosku sudah terbuka... bagian atas tubuhku tinggal dibalut dengan bra merah muda. Segera tangan Brian menjamah punggungku, mencari kancing dari bra andalan ku. Tangannya sangat cekatan menemukannya dan membukanya perlahan-lahan. Bersamaan dengan turunnya bra-ku, terbukalah buah dada montok yang selama ini disembunyikan.


“Romeo, ayo dong! Jangan cuma lihat seperti itu!”


Setelah menelanjangi tubuh bagian atasku, Brian masih terus memandang toketku yang sementara mengacung menantang. Walau agak gelap, tapi bentuknya tetap membayang.


Brian diam mematung sementara menatapku. Ia melihat bongkahan dada itu dengan ekspresi terpesona sambil mulutnya terus memberikan pujian. Aku merasa sangat seksi... toketku semakin kencang saja mengundang Brian memainkannya.


Tangan Brian mulai bekerja, ia mengelus perutku dan perlahan-lahan naik ke dua bukit indah. Aku mulai terbuai. Tangannya tidak berhenti, mulai menyenggol toket dari bawah dan memutari pinggiran gunung. Sentuhannya yang penuh perasaan membuatku terus melayang jauh... aku mulai menutup mata...


Kini tangannya mulai menggengam dan meremas. Jari-jarinya yang lebar mampu merengkup toketku dan memilin dengan gerakan teratur. Aku kembali mendesah... indah sekali, gairahku terus terbakar... tapi rasanya ada yang kurang.


Dari tadi tangan Brian sepertinya menghidari pentilku, membuatku merasa penasaran. Ia sempat menyenggolnya tetapi setelah itu jarinya ditarik lagi. Aku jadi tidak puas!


“Romeo, please!” Aku tak tahan lagi.


“Please apa sayang?” Ia terus menggodaku.


“Romeo, jangan permainkan aku lagi.” Aku kini tak malu-malu meminta.


Tangannya ku taruh tepat di pentilku dan jarinya segera memutarnya.


“Begini?” Ih... bikin kentang banget.


Segera ku tarik kepalanya, dan menaruh bibirnya di toketku... karena tidak tahan lagi aku segera berkata,


“Kalau kamu tidak mengisapnya, aku tidak akan mengisap kontolmu!”


Brian hanya tertawa dan mengisap kedua putingku secara bergantian dengan penuh gairah... aku langsung melayang... Aku tidak kuat lagi menahan gairah, desahan yang kuat, aku tak sadar sudah terbakar nafsu.


Tiba-tiba Brian menghentikan nenennya, dan menatapku.


"Sekarang sebelum lanjut, aku mau kepastianmu... Are you sure you want to come with me to US?"


Aku memandangnya kembali dengan nafsu sudah diubun-ubun... dan Brian hanya menatapku penuh harap.


"Ia aku mau, cepat teruskan!" Ia membuatku tak dapat berpikir lagi.


"Beneran?"


"Iya... ahhh! Ayo dong, sayang!"


"Swear?"


"Iya, I love you, too! Puas? Sekarang lanjutkan"


Sambil tersenyum nakal Brian kembali membenamkan mulutnya di payudaraku. Puting yang kecil dan berwarna merah mudah langsung menyambutnya. Gairah perawan yang sangat kuat kembali menerpa, membelai, dan membawa aku ke langit ketujuh.


Kali ini Brian tidak bermain-main lagi. Perhatiannya dicurahkan untuk membuatku puas. Tak henti-henti mulutnya mengisap, menggigit kecil dan memutar putingku dengan lidahnya. Sementara jari-jari yang cekatan terus memanjakan payudara yang satunya lagi.


Desahanku makin kuat, aku merasakan desakan kepuasan mulai terkumpul dan siap untuk meledak... aku tidak perduli lagi apa yang terjadi, aku mendesah keras.


“Ahhhh” Tubuhku melengkung ... dengan otot perut yang menegang menahan gairah. Segera birahiku memuncak, dan CD-ku langsung terasa basah dengan cairan orgasme...


Hampir 2 menit itu aku tidak bisa berpikir, segala sesuatu terlalu indah dibayangkan. Dan tubuhku langsung ambruk didalam pelukan Brian.


—————





Naya





Shaun


POV Naya


“Ahhh.... Dickhead! Kau apakan aku? Enak sekali!


Aku kini telanjang didepan cowok itu, semua pakaian sudah terbuka, kecuali satu pertahanan terakhirku yaitu segitiga yang menutupi bukit kecil selangkangan. Tubuhku yang mungil itu kini terbuka dengan indahnya, pasti Shaun sudah gak tahan lagi.


Setelah ciuman dan belaian dengan Shaun, kami berdua kini saling menelanjangi. Sementara Shaun ingin segera membuka kaosku, aku justru ingin membuka celananya. Kayaknya aku yang menang, Shaun sudah telanjang bulat, sementara aku masih menyisahkan CD.


Shaun sih yang kelamaan, setelah membuka bra-ku ia hanya terpesona memandang toketku. Kesempatan terbuka bagiku untuk membuka CD-nya dan mengeluarkan isinya yang sudah sangat tegang.


Sementara aku mengocok kontolnya, Shaun masih terus menyerang toketku. Aku tauh dari kemarin tangannya sudah gak tahan untuk mengrepe-grepe dadaku.


Kini terbuka lebar kesempatannya, tangannya terus memilin dan menekan berirama, membuatku melayang. Kini dengan gerakan memutar ia menggenggam payudaraku... walaupun kecil dibandingkan dengan Titien, apalagi dengan Brenda, tetapi Shaun justru menganggap milikku sebagai mainan yang menyenangkan.


Kali ini mulutnya mulai bekerja, bibirnya segera terbuka menyedot putingku dengan ganas. Mulutnya tak puas-puasnya nenen di toketku, berpindah pindah dari toket yang satu ke yang lainnya.


Aku terus mendesah penuh birahi.


Kalau saja aku tidak membagi pikiranku dengan menyerang kontolnya, sudah dari tadi aku orgasme. Untuk aku masih mampu mengimbangi permainannya dan mengocok kontolnya terus. Kontol besar itu makin ganas saja, dan helmnya kini tampak berkilau.


‘Ihhhh..., dengan modal kontol seberingas ini, mana ada memek yang nolak!


“Naya... isap dong, jangan cuma pake tangan!” Ternyata Shaun mau dioral...


Eh, siapa sih cowok yang gak mau dioral gadis cantik dan perawan ini... gak mungkin nolak, toh! Aku harus membuka mulut besar-besar agar kontolnya bisa masuk, baru helmnya mulutku sudah rasa penuh.


Ia membiarkan aku bermain-main dengan kontol ini sampai aku mulai terbiasa. Pada awalnya Shaun protes tiap kali kena gigi, tapi kini ia diam saja. Pasti kulumanku semakin lama semakin dasyhat.


Sementara toketku terus dikulum, kini tangan kanan Shaun mencari target baru. Tangan itu mulai membelai turun melewati perutku dan terus menuju ke arah vaginaku.


Belaian pertamanya masih dari atas CD telah mampu membuatku terbelalak menahan gairah, aku tahu aku tak mampu bertahan lama... kubiarkan saja tangannya terus membelai memekku mencari titik-titik yang paling merangsang. Dan setelah klitorisku ditemukan, akupun langsung mendesah nikmat...


Tiba-tiba Shaun berdiri... ia tampaknya sangat bernafsu, tapi ia melepaskan kontolnya dari kulumanku. Ia menyuruhku terlentang dan ia memegang kakiku.


Aku masih terbelalak ketika Shaun menarik CD-ku turun. Aku mencoba mencegahnya tapi terlambat. Shaun kelihatannya memaksa dan menuntut. Aku bingung belum sempat bilang apa-apa dan tiba-tiba saja CD ku sudah merosot turun ke lutut.


Kini tanganku refleks bergerak menahan CD-ku dan memegang ujungnya dengan gemetar. Tapi Shaun melepaskan genggamanku, tangan kirinya langsung mencoleh kecil vaginaku dan genggamanku pada pinggiran CD mulai terlepas. Akhirnya dengan pandangan tegang aku melepaskan satu-satunya kain penutup tubuhku.


Matanya kini memandang vagina perawanku yang kini membukit dengan nafsu... aku malu dengan tatapannya yang seakan menerobos menembus bibir labiaku. Aku menutup mata menahan nafsu. Aku mencoba menutupnya dengan tanganku, tapi justru kakiku dipaksa membuka lebar.


Sekali lagi aku kalah, nampak sekali Shaun mendesakku, menuntut pelampiasan. Aku mulai menyadari kata-kata Kak Titien untuk hati-hati jangan main api. Kini aku menanggung akibatnya.


Sekilas keraguan yang muncul ternyata memperburuk posisiku. Kakiku sudah terbuka lebar sedangkan tanganku sudah ke keatas dan tidak dapat lagi menghalangi vaginaku dari tatapannya. Matanya kelihatan sangat nafsu menyapu bersih permukaan vaginaku yang ditutupi rambut-rambut tipis.


Aku menutup mata membayangkan apa yang akan terjadi. Tak dapat kusangkal nafsuku juga sudah di ubun-ubun. Tapi aku sempat menyesal kenapa jadi begini.


Dalam posisi kaki masih terbuka lebar, Shaun menarik tubuhku ke pinggir tempat tidur, dan kini kontolnya mulai mendekati memekku... kontolnya terasa hangat dan keras menyentuh pinggiran vaginaku mencari lorong kenikmatan ...ia masih mengesek memek ku...


Aku kini sangat tegang, menantikan detik-detik melepaskan keperawananku... apa? Melepaskan keperawanan? Aku jadi kaget dan sadar...


"Jangan! Oh tidak Shaun, aku masih perawan"


"I'll be gentle honey, you will never forget you'll first" Shaun mencoba menenangkanku. Kini kontolnya semakin mendesak mencari jalan masuk.


"Oh.... ahh...,ehhhh! Jangan Shaun!" Aku masih menolak, mencoba berputar ke kanan melepaskan tubuhku dan menutup kakiku.


"Oh no... you are mine honey...Aku tak tahan lagi, aku harus mengentotmu detik ini." Shaun menangkap kakiku, membuka lebar-lebar dan memegangnya kuat-kuat. Ah aku tak bisa lagi melepaskan diri kontol itu semakin kuat mencari celah, dan hanya bisa pasrah keperawananku segera akan ditembusi kontol raksasa itu…


——-


Bersambung
 
Episode 14 Don't take my treasure





Naya





Shaun


POV Naya


Jangan! Oh tidak Shaun, saya masih perawan"


"I'll be gentle honey, you will never forget you'll first" Shaun mencoba menenangkanku. Kini kontolnya semakin mendesak mencari jalan masuk.


"Oh.... ahh...,ehhhh! Jangan Shaun!" Aku masih menolak, mencoba berputar ke kanan melepaskan tubuhku dan menutup kakiku.


"Oh no... you are mine honey...Aku tak tahan lagi, aku harus mengentotmu detik ini." Shaun menangkap kakiku, membuka lebar-lebar dan memegangnya kuat-kuat. Ah aku tak bisa lagi melepaskan diri kontol itu semakin kuat mencari celah, dan hanya bisa pasrah keperawananku segera akan ditembusi kontol raksasa itu…


"Tidak, Shaun! Aku tidak mau...., lepaskan!" Aku memberontak dengan sekuat tenaga, tapi tangan Shaun sangat kuat memegang kakiku. Tenagaku hampir habis... aku gak bisa ngapa-ngapain lagi.


Kepala kontol itupun makin masuk, memek kecilku harus terbuka selebar-lebarnya. Kontol itupun menggesek dinding labia minorku yang belum pernah dimasuki sebelumnya.


Aku hendak diperkosa oleh cowok yang aku sayangi.


Aku gak nyangka kalo ia bisa senekad itu. Astaga… malang sekali nasibku. Ini karma karena aku tidak mendengar nasihat Kak Titien.


Aku mulai menangis... dan memanggil seseorang yang sangat berarti bagiku...


"Kak Titien tolong aku! Aku tak mau..... uuuuu ....Shaun kasihani aku.... aku masih perawan! Huhuu Kak Titien huhuuuuu, Shaun mau ambil keperawananku!"


Shaun kini melonggarkan pegangannya sejenak ketika melihat aku mulai menangis. Ia kayak kaget. Tapi keraguan sejenak itu sudah cukup bagiku. Segera aku menggeliat mencoba membebaskan diri dengan sekuat tenaga, kakiku terlepas dan menutup selangkanganku. Untunglah belum sempat robek…


Shaun masih terdiam, mungkin ia bingung. Kebingungan yang memberikan kesempatan bagiku menjauh.


Aku bangun dan menyambar pakaianku. Aku tidak perduli lagi dengan CD dan Bra ku, dan bergegas mengenakan baju luarku. Aku terus tertunduk tak mau lagi memandang wajahnya sambil cepat-cepat berjalan menuju arah pintu.


Dibelakang masih terdengar suara Shaun yang kebingungan.


"What's wrong with you! You've been flirting with me all day, giving me signals and now you reject me? You must be mad!" Shaun memutar-mutarkan jari telunjuk kanan diatas telinganya, tanda bahwa ia menganggapku gila. Aku hanya menarik nafas panjang. Perkataannya membangkitkan emosiku.


Menyesal aku… untunglah aku masih bisa mempertahankan kegadisanku.


"I hate you, Dickhead!" Aku berlari menuju kamar ku. Satu-satunya tempat di mana aku dapat menangis sepuasnya.





Titien





Brian


POV Titien


Orgasme yang dashyat yang ku rasakan tadi masih terus tengiang dalam pikiranku. Ini lebih dashyat dari yang pernah kuingat... sangat indah dan menyentak-nyentak. Tubuhku sempat kelonyokan karena nikmat, dengan dada dan perut yang melengkung ke depan...


Aku sangat beruntung memiliki tubuh yang sensitif, dan penuh gairah sehingga bisa orgasme walaupun hanya lewat ciuman dan permainan di toketku. Tapi tentu saja hal itu hanya dapat terjadi ketika aku benar-benar mencintai pasanganku. Seperti cowok ganteng di sampingku ini, yang lagi senyum-senyum sendiri. Gak apa-apa senyum, asal .... hehehe


Ku tarik kepalaku kebelakang untuk memandang wajahnya. Brian masih tersenyum memandangku. Ia bahagia bisa membuatku orgasme. Aku tahu, aku harus membalasnya. Aku menjatuhkan tubuhku kedepan dan disambut dengan dekapan mesra.


Aku masih pasrah di pelukan Brian, dan terus menikmati ciuman dan pelukannya yang mesra. Aku memandang sekeliling... untung tidak ada orang, coba kalo ada, bahaya ini...


“Bagaimana sayang? Enak kan?” Tanya Brian sambil tersenyum.


“Menurut kamu gimana?” Tanyaku sambil tersenyum cemberut.


“Kayaknya orgasmenya cukup dashyat, kan? Do you like it?”


Aku hanya tersenyum menutup mukaku malu. Nafasku masih terengah-engah mencari oksigen sebanyak-banyaknya.


"Sayang, berhubung kamu sudah resmi jadi pacarku... aku bersedia kok buat kamu orgasme setiap hari!" Brian mulai mengingatkanku.


“Apalagi kamu sudah janji mau ikut denganku!”


"Ihhhh, gak mau. Tadi aku dijebak terpaksa menjawab. Jadi jawabanku yang tadi itu belum sah'" Aku mencoba menaikkan harga diriku lagi.


"Eits, tidak bisa. Deal is deal! Janji harus ditepati..."


Dalam hati aku berbisik, 'Brian apa perlu sih diungkapkan kalo aku mencintaimu. I fall for you from the first sight, i kiss you in the hill and now I undress myself in front of you. Apa lagi yang masih perlu tanya?'


Saya tidak menjawab, hanya senyum misterius... cowok kayak ini harus dibuat penasaran, kalau tidak nanti keenakan, hehehe!


Brian melirik ke bawah, kearah selangkangannya. Celana basketnya masih mengelembung membayangkan isinya.


"Kenapa?" Aku tahu apa maunya, tapi jual mahal dikit dong.


"Sayang, cuma mau ingatkan kayaknya tadi ada orang berjanji akan mengoral kontol ku?" Aku tambah malu kembali mengingat perkataanku. Cowok ini pandai sekali mencari kesempatan selagi aku nafsu. Tapi ia benar, aku harus balas jasanya. Siapa tahu malah dapat cara untuk membalas dendam. Yang pasti harus memancing nafsunya dulu.


Tanpa berkata-kata, aku kini turun dari pangkuannya dan terus kebawah berlutut dihadapannya.


“Romeo, kini giliranku. Akan ku buat kau orgasme sampe minta berhenti!” Aku melirik binal.


Brian menarik nafas ketika aku membuka celananya. Dengan senyum nakal aku mengeluarkan benda yang selama ini selalu membuatku penasaran. Kontolnya yang besar itu sudah sangat tegang... dan aku mulai mengocoknya perlahan-lahan berirama.


Brian masih terus memandangku, dan mulutnya kini mulai mendesah. Aku hanya tersenyum dan mengocok kontolnya.


Lucu juga yah melihat cowok yang kekar dengan tubuh yang besar, tapi keenakan cuma dipegang kontolnya. Tatapan Brian yang sudah naik gairahnya membuat aku merasa semangat. 'Hehehe... your passion is in my hand now!'


Kini ku dapat merasakan dengan jelas betapa besar dan panjang penis yang ada dihadapanku ini, sangat kekar dan berurat. Brian kelihatan sangat menikmati kocokanku. Tanganku semakin kreatif bermain-main di helm dan di batang sampai ke bijinya, terus mengagumi onderdilnya yang luar biasa.


Pasti penis in sudah berkali-kali membuat cewek-cewek terkapar karena puas... pasti gadis-gadis akan meminta-minta terus sekali merasakan kontol monster ini.


Pikiranku terus berjalan, kali ini terbayang kepada Brenda dan gadis-gadis bule. Aku banyak mendengar tentang pergaulan bebas di negara mereka, di mana seks bukan lagi tabu bagi anak-anak SMA. Mayoritas gadis 15 tahun di Amerika sudah tidak perawan


Dan Brian dengan paras ganteng dan tubuh yang ideal pasti menjadi idola gadis-gadis di universitasnya. Pasti dia dikelilingi dengan cewek-cewek bule yang dengan toket yang montok. Apalagi di Amerika cewek-cewek tidak malu-malu minta dientot.


Wah, pasti kontol ini sudah layani banyak gadis... ukurannya yang jumbo pasti jadi idola di seantero kampus.


Pikiran yang berandai-andai membuat kocokan memakin tidak beraturan. Ih, gemes.... bikin iri aja, aku mencubit bagian pinggir bijinya di sela-sela kocokanku. Brian meringis dan kaget.


Brian menghentikan desahannya dan memandangku bertanya-tanya. Mungkin ia terganggu dan nafsunya turun lagi. Eh... ato mungkin kocokanku tidak seenak cewek-cewek bule yang jago memuaskan cowoknya. Aku makin kesal dan melampiaskannya dengan mencubit dan meremas kontolnya dengan gemas.


“Eh... Titien, kenapa? Sakit dong!” Brian protes dengan perlakuanku.


“Siapa suruh kamu main dengan cewek-cewek lain, bikin mereka terkapar puas!” Aku menjawab sambil kini meremas bijinya.


“Heh? Siapa yang main-main? Ada apa ini?” Tanya Brian bingung.


“Kamu kan sudah pernah memuaskan gadis-gadis lain?” Ada nada cemburu di suaraku


“Titien, sayang! Sejak aku datang hanya kamu dipikiranku. Aku mencintaimu sepenuh hati, dan kontol aku hanya untuk kamu seorang, kok!” Brian kembali merayu.


“Iya... tapi, jawab baik-baik pertanyaanku, apa kamu masih perjaka?” Aku menyelidiki kayak detektif. Suaraku mulai naik menandakan emosi yang ditahan.


“Eh... sudah pernah sih, tapi....!”


"Jadi apa, kau tidak mencintai mereka? Kau mempermainkan cewek?" Emosiku semakin meledak entah kenapa.


"Aku tidak permainkan mereka sayang, tapi aku mungkin mencintai...!" Brian mencoba menjelaskan tetapi semua yang keluar justru salah.


"Jadi kau mencintai cewek lain dan menduakan aku?" Emosiku semakin memuncak.


"Tapi... tapi, eh aku...!" Brian masih mencoba membela diri.


“Tidak ada tapi-tapi, go back and fuck your bitch!” Aku mulai berteriak karena emosi. “Aku mau balik ke kamar...


“Eh... jangan dulu dong. Duduk dulu sayang! duduk dulu kemudian cerita kenapa kamu marah-marah!”


Aku terdiam untuk berapa saat. Aku menatap matanya yang menatapku bingung. Mata biru itu masih memandangku sambil bertanya-tanya. Brian kelihatan tulus dan tidak mempermainkan aku.


Aku kembali mengintropeksi diri, Kenapa aku marah? Apa salah Brian? Aku ngambek karena emosi yang buta, kini kekesalanku sudah banyak berkurang.


Kini aku telah bangkit dan kini duduk disamping Brian. Pikiranku berjalan kembali bertanya, apa yang dibuat Brian sehingga aku menjadi kesal. Mungkin karena Brian belum menceritakan masa lalunya padaku. Iya, ia harus minta maaf dulu.


"Kau harus menceritakan kepadaku tentang gadis itu..." aku meminta dengan tegas. Sebelum aku buat komitmen aku ingin Brian terbuka.


"Berikan aku waktu sayang untuk menjelaskannya!"


Aku terdiam dan mencoba mengevaluasi semuanya. Brian tidak salah... aku yang egois ingin membongkar masa lalunya yang tidak ada hubungan dengan ini. Aku juga ingat betapa ku mencoba melupakan kisah Nando.


Semakin aku berpikir semakin aku malu dengan sikapku yang marah-marah tanpa sebab. Aku tertunduk dan menyadari kesalahan, rasanya malu sekali.


“Romeo?” Aku memanggil dengan lirih.


“Kenapa sayang?” Brian masih menatapnya dengan mesra.


“Maafkan aku... aku gak tauh kenapa berpikir begitu. Kamu sih..."


“Eh apa salah ku?” Brian masih bingung.


“Kesalahannya jelas di kamu.... siapa suruh kontolmu itu sangat besar, berurat dan membuat cewek-cewek puas?” Aku kembali menjatuhkan tubuhnya di dada Brian, ih malu euy!


“Ah.... hehehehehe!” Brian tertawa.


"Brian sayang, kau sungguh mencintaiku?" Mata ku menatap tajam menuntut kepastian.


"What should I do to convince you!" Brian masih memelukku makin erat. Kini tangannya mengangkat daguku dan balas menatapku...


"Brian... aku serius"


"Aku juga... I love you from the deepest bottom of my heart, you are the love of my love and ...." Sebelum Brian menyelesaikan rayuannya mulutnya sudah ku tutup dengan jari.


"Gombal!"


"Benar kok... buktinya aku rela menyerahkan kontolku untuk dikocok tadi"


"Ihhh... mesum!" Aku mencubitnya kuat-kuat.


"Auwww!" Brian sampai meringis kesakitan.


"Ada yang ku minta... kamu harus terbuka kepadaku mengenai masa lalumu, supaya aku yakin kau sungguh-sungguh mencintai ku."


"Tapi kasih aku waktu yah sayang" Permohonan yang masuk akal.


"Oke, tapi ada lagi ... satu permohonanku... eh ..." aku gugup, bingung bagaimana mengungkapkannya.


Brian memelukku mesra dan aku kembali bersandar di dada bidang ini. Hal itu membuat aku berani menyampaikan permohonanku.


"Brian, aku masih eh ... belum pernah, eh masih perawan..., dan kalau kau mencintaiku kau harus berjanji tidak meminta keperawanan ku."


"Titien sayang, aku tahu besarnya arti perawan bagi seorang gadis Indonesia. Aku akan menjagamu... aku berjanji akan menjaga keperawananmu meskipun... eh meskipun kau merengek-rengek minta dientot"


"Ih.... nakal"


Kembali sebuah cubitan hinggap di perutnya yang keras. Tangannya menangkap tanganku dan menggenggamnya.


"Benar kok sayang, cinta ku kepadamu murni dan kau adalah gadis berharga yang akan ku jaga sampai ke pelaminan. Nanti setelah tamat kamu ikut aku yah ke Amerika, aku serius... Titien sayang" Brian menempelkan tanganku ke dadanya.


"Terima kasih sayang, kamu mau mengerti!" Aku merasa bahagia.


"Eh, aku hanya janji tidak ngapa-ngapain perawanmu, tapi ingat yah bibirmu itu tidak masuk dalam janji yah"


"Eh, apa maksudmu?" Titien tidak mengerti.


"Iya... aku minta di oral, kan masih kentang!"


"Oh... hehehe, nanti kapan-kapan aja yah dilanjutkan. Sudah malam aku mau lihat Naya!" Titin mencoba mengelak.


"Kamu sudah janji tadi akan mengoralku..."


"Eh kan sudah tadi, aku kan tidak janji harus orgasme?"


"Eh tidak, kamu belum mengoralku. Dan kamu tidak boleh pergi sebelum aku puas, sayang! Aku tidak mau kentang lagi malam ini." Brian mendesak.


Terpaksa aku mulai berjongkok kembali dan memegang kontolnya yang sudah kembali tegang. Aku kembali terpesona dengan kontol ini, dan mulai mencium helmnya.


Kontol Brian kini siap untuk mengambil keperawanan mulutku. Anggaplah bahwa ini jawabanku terhadap cintanya. Aku akan melaksanakannya dengan penuh penghayatan. Mulutku ku buka lebar-lebar dan kini mulai perlahan-lahan menuju ke kontol. Masih 5 centi Brian sudah mendesah dalam antisipasinya.


Aku menutup mata ketika kontol Brian menyentuh bibirku dan siap masuk ke mulutku. Dan di saat-saat genting, tiba-tiba kami dikejutkan dengan semprotan air yang deras.


“Aaahhh apa ini!”


“Oh shit.. aku basah!” Brian juga terkejut.


Siraman air membuah basah seluruh badanku. Air itu datang memancar dari springkler tepat ke arah kami berdua. Aku lupa di kos Naya, sudah di set tiap jam 11 malam bunga dan rumput disiram otomatis. Dan salah satunya tepat menghadap ke arah kami. Brian dan aku kini basah kuyup. Tanpa banyak bicara kami lari kembali ke tempat kos.


“Edo, Naya, buka pintu!” Masih jauh aku sudah teriak. Benar saja, pintu depan sudah dikunci. Aku terus menggedor minta dibuka, sudah kedinginan karena basah kuyup.


“Edo…!”





Edo


“Iya, tunggu!” Ada jawaban dari dalam.





Akhirnya terdengar suara langkah kaki orang yang buru-buru.


“Kriiiiik” Pintu terbuka berdenyit.


Edo hanya mengenakan handuk berdiri didepan pintu. Ketika melihat Brian dan aku, ia mulai bertanya kayak orang tua.


“Kenapa kalian basah kuyup?”


“Kena siram sprinkler!” Jawabku.


“Dari mana emangnya kalian? Lagi ngapain di luar?” Edo bertanya...


“Kami hanya jalan-jalan sedikit, gak buat apa-apa!” Aku menjawab seadanya, gak mungkin cerita, lah.


“Terus... kenapa kamu telanjang dada? Kamu jalan-jalan pamer toket yah?”


“Eh…!” Aku langsung menutup dadaku dengan tangan.


“Astaga!” Brian sendiri teriak kaget.


Ini memalukan sekali.


Karena tergesa-gesa, aku lupa bagian atasku masih telanjang dan toketku pasti sudah dilihat Edo dari tadi. Brian juga tak sempat bilang, untung aja ia sudah pake celana.


Ketika kulihat, sebuah tonjolan handuk naik tepat diantara selangkangan kaki Edo.


Ihhh.... Segera aku lari menuju kamarku tanpa perduli dengan mereka lagi, Ih... malu, deh! Brian hanya tertawa dan mengejarku.


——-


Bersambung
 
Episode 15 Ini semua gara-gara Titien





Brenda





Edo


POV Brenda


“Huh... Edo bikin nafsuin”


Cowok gila itu memang bekin stress orang, masak aku sudah enak tidur dikobel-kobel memekku dengan jari... eh untung sih nikmat. Aku jadi terbangun lagi, dan pergi mengambil minum.


Aku harus menenangkan diri.


Sekarang, waktu aku mau balas dendam. Ihhhh… Edo malah pergi keluar... eh kayaknya ia pergi buka pintu karena Titien sudah panggil-panggil dari luar.


Apa Edo akan langsung balik ke kamarnya lalu membiarkan aku kentang?


Tak lama kemudian aku mendengar Edo membuka pintu kamarku lagi. Kali ini nafasnya memburu. Eh ada apa?


Edo datang mendekatiku yang baru menghabiskan minuman di pojok. Dari wajahnya kelihatan kalo ia sudah bernafsu. Ahaaaa… Batang kontol Edo sudah tegang menonjol di balik handuk.


Begitu sampai tanpa ba bu ia langsung menyambar bibirku, dan menciumnya dengan ganas. Edo begitu bernafsu…


Aku bingung dengan serangan kilatnya. Edo mengesekkan tubuhnya ke tubuhku. Tak lama kemudian handuknya jatuh, ternyata batangnya sudah keras seperti kayu.


“Kenapa, Edo?”


Aku jadi bingung kenapa, tapi ia tidak menjawab. Nafasnya masih memburu, dan gairahnya sangat panas. Edo sudah sangat terangsang.


Masih menciumku, Edo kini mendorong aku sehingga mepet ke dinding. Ia segera menyandarkan kontolnya ke memekku yang masih basah.


Ciuman Edo sangat panas... membuat gairahku naik lagi. Tangan kiri terus meremas toketku dengan keras dan cenderung kasar, tapi aku menikmatinya. Ia sudah terbakar...


Dan aku hanya bisa pasrah tersandar di dinding menanti serangan Edo. Tak tunggu lama, kaki kiriku diangkatnya dan dilipat melingkari tubuhnya. Aku hanya bertumpu pada kaki kanan, dan kini kontolnya mulai masuk... ih, ganas sekali.


“Ah... ah..... ahhhhh...!” Aku mendesah menahan serangannya.


Kontol Edo memasuki memekku dengan keras... untunglah ia sempat membasahi liang itu waktu mengobel-ngobelnya tadi. Kontolnya memaksa masuk sampai dalam.


“Ah.. ah... tahan dulu…, Oh.. Edo!” Aku mendesah.


Ia memompa dengan brutal. Palkonnya meransak masuk sampai ke rahimku, dengan keras mengikis dinding memekku yang kini berdenyut, ini sangat nikmat... ahhhh. Udah lama aku gak main kasar seperti ini.


Edo masih tetap beringas... gaya ngentot yang kasar dipenuhi nafsu...


“Ahhh... Ahh... Edo, tunggu ...” Edo tidak memperdulikan teriakanku untuk istirahat. Kakiku sudah mulai cape.


Goyangannya tetap penuh semangat, semakin menusuk dan tidak tahan-tahan. Dari tadi RPM tinggi…sepertinya malam ini energinya tak habis-habis, entah kenapa. Yang pasti aku yang menikmatinya, tanpa perlu repot menggoyang. Edo masih terus bersemangat.


“Ahhhh sayang...!” Kembali aku mendesah karena nikmat. Dinding vaginaku sempat nyut-nyut menghantar kepuasanku.


“Aaaarrrggghhhhhh!” Tubuhku kelojotan, tapi Edo tidak mau berhenti.


Sudah berkali-kali ku coba membuat serangan balasan melalui jempitan otot-otot memekku yang terlatih dan biasanya mengalahkan banyak pria, tapi Edo tidak bergeming. Kembali kontolnya terus memompa dengan semangat tinggi.


Aku nyampe lagi… “Aaarrrggghhhhh!”


Astaga… tubuhku udah melemah, tapi pinggul Edo masih terus mengedor. Aku harus mampu memberikan serangan balasan, kalo gak, terpaksa aku menyerah lagi.


Ku coba melawan dengan putaran pinggulku ataupun goyangan pantatku, membuat gerakan-gerakan yang selama ini menjadi senjataku melawan kontol beringas. Tapi tidak kali ini. Edo terus mendesak dengan gerakan yang sama.... tidak perduli apapun respon ku.


Kontol itu masih aja memompa dengan irama monoton! Kuat sekali orang ini… Tubuhku kembali bergetar tanda puncaknya udah dekat.


“Ahhhhhh!” Aku mendesah tanda sudah tak mampu bertahan.


“Aaarrgggghhhhhh!” Aku kembali mengedan.


Orgasme kali ini benar-benar dashyat. Tubuhku sempat kejang-kejang dan kini lemah terkulai. Aku tidak punya tenaga lagi, malam ini aku sudah dibuat orgasme beberapa kali. Tapi Edo belum selesai... kontolnya semakin membesar ujungnya...


Jarang ada cowok yang bisa memuaskanku berkali-kali seperti ini. Tumben tiba-tiba ia jadi sangat bernafsu, ia tidak memberikan kesempatan aku istirahat.


“Edo, cepat tuntaskan!” Aku hampir gak tahan lagi.


Cowok itu masih terus memompa... padahal aku sudah lunglai tak bertenaga, tak mampu lagi membalasan tusukannya.


Ku biarkan saja Edo terus menikmati lembutnya titik-titik rangsang di mulut rahimku... Edo masih menuntut, kini kedua kakiku dipangkunya... dan tubuhku diangkat dan bertumpu pada kontolnya. Memekku rasanya hendak terbelah... tapi nikmat karena posisi ini memungkinkan Edo mengekplorasi bagian-bagian terdalam. Ia tampaknya sangat kuat malam ini... dan akhirnya...


“Aaaaaaaarrrrrggggggghhhh" Edo mengedan…


Tidak kurang dari lima kali semprotan kembali ku rasakan di rahimku. Kedutan di kontol Edo sangat terasa... dan semburannya membuat aku kembali merasa nikmat... aku orgasme lagi.


Wah... hebat sekali cowok ini... mampu mengalahkanku dan membuatku berkali-kali orgasme. Hilang sudah kesan cowok perjaka yang tak tauh apa-apa, ato takut-takut bertindak. Edo sangat menuntut malam ini, kontolnya terus-menerus keras seperti kayu, ganas dan memaksa!


Edo berbeda dengan cowok-cowok pemain yang lain yang mengandalkan pengaturan tempo dan irama serta model gerakan, Edo tampil garang. Tapi itu justru yang ku suka. Dan ia terus mendesak sampai aku orgasme.


Entah apa yang dilihatnya di luar sehingga nafsu seperti ini.


“Nerd-ho... terima kasih... ini indah sekali!” Edo berbicara ketika tenaganya sudah habis. Ia pun terkapar lemas di tempat tidur kelelahan.


“Kok kamu kayak kesetanan karena nafsu, Edo?” Aku bertanya mencoba memahami apa yang terjadi. Tapi Edo tidak mau jawab.


Kami berdua kini tiduran telanjang. Kembali ku bertanya-tanya mengapa Edo nafsu seperti ini.


“Edo! Jawab aku sayang, apa yang kau lihat di luar tadi?”


“Eh.. aku membuka pintu buat Titien dan Brian, dan ehh... Titien lagi telanjang dada. Toketnya bagus sekali!”


“Apa?”


“Iya… aku melihat tokednya dengan jelas. Seksi sekali…!” Kata Edo menggambarkan dengan detail.


Pantesan... memang cewek itu sangat nafsuin. Pasti Edo punya rasa untuk Titien, buktinya nafsu sampe segitunya.


"Oh... ngapain dia sampe telanjang?"


"Itulah yang bikin bingung!" Edo menjawab sekedarnya.


Eh... nanti tiap kali Edo minta lagi, ku suruh dulu bikin Titien telanjang, hehehe. Parah juga sih, Titien yang cape-cape bugil, eh aku yang terima enaknya.


----


Edo terus memandang keluar jendela atas, ia sepertinya melihat sesuatu, kuikuti pandangannya dan setelah mencermati dengan seksama, aku jadi terkejut.


Ternyata setelah diperhatikan baik-baik, ada seorang gadis yang mengintip permainan kami dari lobby atas. Ia bersembunyi dibalik pagar, eh Gadis itu lagi masturbasi, pasti lagi nafsu lihat kita tadi... hihihi. Rasain!


Eh bukan cuma itu. Ternyata Shaun ada disampingnya juga.


Wah... kayaknya Shaun beruntung deh malam ini.


-----



Titien



Brian



Naya

POV Titien


Aku berlari menuju ke kamarku, dan Brian mengikutiku dari belakang. Malu sekali tadi bertemu dengan Edo dalam keadaan telanjang dada.


Aku mempercepat langkahku, sudah setengah berlari. Bukan kenapa-kenapa, aku malu kalo bertemu orang lain.


Untunglah gak ada orang sama sekali, semuanya sudah pada tidur kayaknya. Kamarku juga masih tertutup rapat dan gelap gulita. Padahal tadi perasaan aku sudah pasang lampu.


Segera aku membuka pintu dengan tergesa-gesa.


"Bruak!"


Belum sempat aku masuk kedalam, tapi Brian menahanku. Terpaksa aku berdiri dipintu berhadap-hadapan dengannya. Untunglah disini cukup gelap, hanya cahaya dari koridor dan ruang keluarga yang menyala. Jadi gak mungkin ada yang melihat kami.


‘Eh, apa sih maunya anak itu…. apa belum cukup yah?’


"Titien sayang, kamu lihat gak si Edo sampe mupeng lihat kamu telanjang dada?” Brian tertawa… candanya membuat aku teringat lagi.


"Hush... Romeo, udah dong. Jangan ungkit-ungkit lagi, ntar orang dengar! Sudah, pergi tidur, sana!"


"Ia sayang, tapi minta cium dulu dong!” Ia meraba toketku lagi…


"Hadeh! Belum puas tadi kamu cium toket aku?"


“Satu kali aja… aku mau kasih kenangan malam ini!” Tubuh Brian menunduk… ia menciumku lalu mengincar toketku lagi.


Aku mengelak… ada-ada aja. Aku takut orang bisa melihatku masih telanjang dada seperti ini.


“Sayang… sudah ah, aku sudah capek. Mau mandi dulu…” Aku mohon pamit tapi tak diijinkan.


"Eh... aku lupa gak sempat cupangin toket kamu. Sekarang aja yah?"


"Eh... Gak boleh, nanti orang lihat, gimana?”


“Emangnya kamu mau pamer kayak tadi?”


“Ihhh…” Aku tertawa lagi.


"Satu aja... yah!” Brian memohon dengan wajah memelas.


“Udah, nanti dilihat orang!” Aku protes.


“Gak ada orang kok! Tuh gelap…”


Terpaksa aku membiarkan toketku ditandai… ia mencium keduanya dengan kuat hingga kedengaran. Aku tambah gugup…


“Udah…!”


“Satu kali lagi di putingnya…!” Brian benar-benar mengambil keuntungan atas ketelanjanganku.


“Aaahhhh….” Aku mendesah.


Ia justru meramas pantatku, memaksa toketku tertempel di mulutnya.


“Ih, kenapa sih kamu nafsuan…” Aku protes.


“Gara-gara kamu kasih show toket ke Edo.” Katanya membuat aku malu lagi.


Sebelum berpisah ia masih sempat meraba-raba tubuhku.


"Romeo, udah dong! Ntar aku gak jadi sempong kontolmu besok! Dealnya batal!”


"Hehehe... nanti besok yah sayang, ku tunggu janjimu!" Brian beranjak pergi.


Akhirnya cowok itu pergi juga setelah mengobrak-abrik nafsuku.


Aku menutup pintu setelah Brian jauh, lalu segera menyalakan lampu kamar… Tiba-tiba aku mendengar ada suara cewek yang tertawa dari tempat tidurku.


"Hah! Astaga Naya?!?”


Aku kaget sekali. Ini berarti ia mendengar seluruh percakapanku dengan Brian. Gawat ini..


Tanpa sadar pipi ku langsung merona... persis kepiting rebus. aku malu sekali, dan pasti Naya sementara menikmati detik-detik kemenangannya... OMG, aku harus bilang apa…


“Boleh aku lihat cupang di toket?” Naya meledekku. Aku nyengir…


Tiba-tiba mata gadis itu terbelalak.


“Eh, kenapa Nay?”


"Kak Titien?!? Kenapa telanjang? Astaga... apa gak malu dilihat Edo? Ihhhh....." Ia teriak kaget dan tertawa terbahak-bahak.


Aku malu sekali, dan segera menutup dada montok itu dengan tangan, dan lari masuk kamar mandi. Untung Naya gak tanya-tanya lagi kenapa aku basah kuyup.


Aku mulai berpikir apa yang harus aku katakan. Pasti anak jahil itu akan tanya-tanya segala macam, dan aku tidak bisa mengelak lagi.


-----


“Byurrr"


Air hangat dari Shower membuat kepalaku segar kembali.


Nasib... harus mandi tengah malam, gara-gara springkler air di taman. Mana udah dilihat Edo lagi telanjang dada, dan eh ada Naya di kamar yang melihat pada waktu toketku dicupangi.


Ini benar-benar hari sialku.


Aku coba berpikir, kenapa anak begal itu sampai berada di kamarku? Besar kemungkinan ia datang untuk curi-curi dengar pembicaraanku dengan Brian.


Itu berarti dia sudah dengar janjiku kasih Brian oral... juga tadi aku pamer toket ke Edo! Ihhhh, sebel.


Aku gak tahu mau taruh di mana mukaku. Apa sebaiknya aku tidur aja di kamar mandi? Ih... mana gak ada baju ganti lagi. Eh ... aku sudah kedinginan, kelupaan handuk masih di luar. Pasti anak jahil itu masih senyum-senyum meledekku.


Eh tunggu! Kalo Naya sampai menunggu aku di kamar pasti ada sesuatu yang terjadi. Kayaknya ia mau curhat tentang yang tadi. Aku ingat, ia menarik Shaun ke kamar selesai masturbasi... pasti ada apa-apanya, jangan-jangan...!


"Kraakkk" bunyi pintu kamar mandi di buka.


"Naya.... tolong dong bawa sini handuk kakak!"


Eh dianya masih senyum-senyum, tapi segera mambawa handuk ke pintu kamar mandi.


Sebelum aku mengambil handuk, Naya menahan tanganku.


"Eits, tunggu dulu... Naya mau lihat dulu cupangnya, baru handuknya dikasih!"


Naya terus mempermainkanku. Ia tahu posisiku lagi tidak berdaya, aku kini memamerkan ketelanjanganku dan membiarkan dadaku diotak-atik.


Naya sempat membelai kecil toket telanjangku, sebelum aku menutupinya dengan handuk. Tangan satunya malah sempat kebawah membelai memekku. Untung aku bisa menghindar.


“Nakal!”


"Brian sudah dapat itu?" Ia berbisik sambil menatap ke jembut tebalku. Aku tahu maksudnya dan Aku hanya mengeleng.


"Benar?"


"Hush, bawel... gak dong!" Aku menjawab tegas.


Si jahil itu terus aja tertawa. Aku segera membuka lemari mencari baju tidur, tapi segera dicegah.


"Kak, malam ini Kak Titien harus pake baju tidur ini, terus gak boleh pake dalaman!" Dikeluarkan daster tidur yang sangat pendek dan tembus pandang. Wah... bisa kedinginan ini.


"Eh... kok gitu? Nanti kakak kedinginan sayang"


“Eits, tidak boleh protes! Malam ini Naya akan tidur disini sambil kelonin kakak. Jadi Kakak tidak kedinginan. Eits...., ingat? Tanpa dalaman. Kalo tidak Naya akan ceritakan ke seantero kampus apa yang terjadi tadi.”


Gawat juga ancamannya.


Aku tak berkutik, Naya memegang kartu As ku, dan aku hanya bisa berharap ini segera berakhir. Setelah memakai daster yang sangat tipis itu, aku jadi malu... tubuhku menbayang sempurna dan jelas terekspose keseksiannya. Untung cuma di kamar... kalo orang lain lihat pasti bahaya!


Segera ku berbaring disamping tubuhnya di tempat tidur. Naya memelukku, dan akupun membalas pelukannya sambil melampiaskan seluruh rasa malu.


“Naya dari tadi di kamar?”


“Iya, tadi ketok-ketok tapi Kak Titien gak ada. Jadi aku masuk aja!” Katanya polos.


“Oh, kirain masih di kamar Shaun!” Aku coba memancingnya, tapi Naya gak mau ngomong.


"Kak Tien, ceritain dong kok sampe telanjang?" Naya justru balas memancingku.


"Kakak tadi ciuman dengan Brian di taman, eh... dia buka baju kakak!" Aku makin menyembunyikan mukaku ke dadanya.


"Terus? Kenapa basah kuyup?"


"Yah, itulah... sementara ciuman, tiba-tiba air siram bunga otomatis nyala dan tepat mengarah ke kami! Kakak lupa pake baju langsung lari kemari..." Hehehehe... aku menertawakan kebodohanku.


"Wah... pasti kakak keenakan dicium toketnya!" Aku tak menjawab, hanya mencubitnya pelan.


"Terus, Edo?"


"Dia yang buka pintu depan, tadi sudah di kunci!" Aku menjelaskan singkat.


"Oh, hahahaha... pasti dia gak bisa tidur, eh palingan Brenda jadi pelampiasannya lagi.” Naya lucu sekali.


Aku kembali teringat kontol Edo sempat berdiri di balik handuk waktu melihatku tadi... ihhh. Kami berdua tertawa-tawa membahas kejadian tadi. Entah kenapa, setelah jujur aku tidak merasa malu lagi...


"Sudah-sudah... sekarang Naya harus jujur sama Kakak, tadi ngapain aja di kamar sama Shaun?"


Tiba-tiba air muka Naya berubah, kini wajahnya membayangkan perpaduan antara sedih dan marah.


Aku kaget... Naya tidak menjawab.


"Naya, jujur dong! tadi kak Kakak juga udah jujur ke Naya.”


Naya masih diam.


“Sudah sampe di mana hubungan Naya dan Shaun?" Aku bertanya to-the-point sambil menatapnya serius, wajahku membayangkan kekecewaan.


Naya masih terdiam, kini ia mulai terisak... tampak butir-butir airmata mulai mengenangi matanya. Pada saat itu aku langsung tahu...


"Astaga, Naya... apa yang kau lakukan? Naya harus jujur sama Kakak!” Aku membelai rambutnya memberikan rasa nyaman.


“Nay, apapun yang terjadi Kak Tien janji tidak akan marah!”


Naya memelukku erat.


"Kak... kak Tien ... Naya minta maaf, Kak Titien sudah peringatkan tapi Naya tetap bermain api... dan ... dan .... ahhh!" Tangis Naya kini tercurah...


Aku mendekapnya lagi sambil menebak apa yang telah terjadi. Rasanya aku mau melabrak Shaun saat ini, tapi aku harus mendengar pengakuan Naya dulu... jangan jadi lagi kejadian di bukit Kasih.


"Naya... apa Shaun dan Naya sudah... eh terlanjur... eh…gituan?" Aku bertanya pelan-pelan.


Naya masih terisak tak menjawab, kayaknya iya tuh sebab ia tidak menyangkal. Aku coba menebak lagi.


"Shaun main kasar? Eh ia buat Naya kesakitan?"


Naya hanya mengeleng.


"Shaun buang di dalam?"


Naya mengeleng kuat-kuat, tangisannya udah berhenti.


"Gak mau pake kondom?"


Naya terus menggeleng, kini tersenyum.


"Shaun tidak bisa memuaskanmu? eh ...ejakulasi dini, maksudnya!"


Aku merasakan Naya menggeleng lagi, kali ini lebih kuat, ia kini tersenyum sambil mencubitku.


"Huh, Shaun impotent? Kontolnya gak bisa tegang?" Naya malah tertawa kecil walaupun jelas masih sedih.


"Terus apa sayang?


"Naya masih perawan, Kak!"


Aku menarik nafas lega, eh... kenapa Naya bersedih? Hal itu berarti....


"Shaun tak bisa menembus keperawananmu? Astaga..." Aku menarik diri dari pelukan dan memandang ke arah wajahnya. Naya kembali tertawa.


"Shaun menolakmu? Eh ... dia sudah buta yah! Berani-beraninya menolak tubuh yang sangat seksi ini...! Emangnya kau gak stripping tadi?" Aku mengejeknya...


"Ih, Kakak... tebakannya gak nyambung banget!" Naya mulai kembali ceria. Pasti ia segera mengatakan apa yang terjadi.


"Tadi Naya mengoral Shaun, terus ia balas menelanjangi Naya... dan kaki Naya dibuka lebar-lebar, eh terus ... ah... kontolnya ia gesek-gesek ke memek Naya, dan Naya gak mau tapi gak kuat melawan, ia hampir memperkosa Naya!"


"Astaga!" Aku jadi marah sekali.


“Iya Kak… Shaun memaksakan kehendak! Naya udah berkali-kali bilang jangan, tapi ia kuat sekali…!” Naya mulai menangis lagi. Emosiku jadi naik.


"Naya teriak, panggil Kak Titien, eh ... untung bisa bebas... Kak, eh .. Naya malu sekali! Ia sudah nafsu banget, Naya hampir jadi korban…"


‘Ini tidak bisa dibiarkan!’


Kemarahanku pun memuncak. Tanpa bicara aku bangun dari tempat tidur dan langsung keluar siap melabrak Shaun!


-----



Landa (anak kos)




Shaun

POV Landa


"Butuh bantuan nona manis?"


Suara bariton Shaun terdengar jelas ditelingaku. Aku tidak sadar ada orang dibelakangku.


"Ehhhh... kenapa disini?" Aku malu sekali.


Siapa yang gak malu kedapatan lagi masturbasi di lobby lantai dua. Baju yang ku pakai sudah terbuka di sana-sini, memamerkan toket kecilku. Eh... dua jari ku malah masih dicolok di memek.


Shaun menatapku tersenyum, sambil menghadang jalan keluarku. Aku gak bisa lari… Untunglah ia tidak menyergapku, hanya berdiri di situ. Eh ia kayaknya bertanya sesuatu tapi aku gak ngerti.


Ihhhh… aku jadi jengah terjebak dalam situasi seperti ini.


Ini semua gara-gara Edo, ngentot si Brenda dengan hotnya. Brenda sampe teriak-teriak keenakan... benar-benar live show yang mendebarkan. Aku jadi terangsang lagi mengingat itu.


"Aku tadi tanya kalo kamu butuh bantuan.” Shaun ngomong pelan supaya aku mengerti.


"Ihhh, pergi sana dong, ganggu aja!" Malu dong.


Shaun cuek aja, tampaknya ia juga memperhatikan permainan Edo dan Brenda yang masih hot.


"Tumben si Edo, nafsu banget... dari tadi kecepatan tinggi terus! Eh gak takut kalo batangnya patah?” Ia malah melawak, tapi entah kenapa aku jadi agak nyaman.


Aku tertawa menutupi kegugupanku. Kini pandanganku kembali melihat mereka, nafsuku naik lagi. Pinter juga si Shaun mengalihkan cerita, membuatku tidak risih lagi masturbasi di sampingnya.


"Landa, apa itu? Ada kotor di toket kamu? Itu di sebelah kiri..."


Aku tak sadar sudah mengusap toket di depan Shaun, dan berkali-kalo ia menunjuk ke bagian-bagian berbeda.


Kini aku curiga... jelas-jelas ia mau melihat toketku dan membuat aku terangsang meremas toket. Dasar…


Shaun memandangku tersenyum. Tipuannya berhasil, dadaku sudah sepenuhnya diluar baju dan tanpa malu-malu aku membelai toket didepannya.


"Landa ... kamu ternyata seksi lho, toketmu bagus pas lagi mupeng gini. Boleh aku bantu, siapa tahu tanganmu sudah cape?"


"Emangnya kamu mo bantu apa?” Aku jadi gugup.


"Yah bantu belai-belai gitu, trus kalo jarimu yang di memek sudah capek, pake aja kontolku!" Goda Shaun.


Aku tertawa lagi.


"Enak di lu, dong!"


"Sama-sama enak kok! Aku janji kamu pasti nyampe. Gimana, mau?" Shaun terus merayu…ia makin mendekat.


Aku menggeleng kuat. Takut…


Shaun berbisik di telingaku... "Kontolku besar lho, lebih besar dari punya Edo. Mau cek?"


Tanpa sadar aku mengangguk.


“Tunggu yah aku buka dulu!” Kata cowok itu lalu menurunkan celana dan boxernya. Aku cepat balik belakang.


“Eh, Landa… ternyata bokongmu seksi yah!” Shaun menggoda lagi.


“Ihhhhh…!


Aku mengintip kearahnya, dan samar-samar kelihatan benda itu. Astaga… Aku jadi penasaran.


“Lihat aja… sini pegang dulu…!” Shaun menarik tangan kiriku.


Aku terhenyak... ih... bahaya ini.


Tapi rasa penasaran menguasaiku. Nanti kalo gimana-gimana kan bisa tolak setelah mengecek onderdilnya. Tak sadar aku membiarkan tanganku dituntun menuju kontolnya.


Tanganku meraba sesuatu yang sangat besar… keras dan hangat lagi. Aku kaget dan langsung berbalik melihatnya.


"Huh! Astaga! Gede amat." Aku tak sadar berseru sambil menarik tanganku.


Shaun mulai mengocok kontol besarnya, ia mendesah. Mataku sudah terpaku di kontolnya. Dan rasanya sukar berpaling. Kontol itu nampak semakin tegang dan besar, ia semakin kuat mendesah...


"Landa... aku suka toket mu!" Shaun menyebutkan namaku.


Aku terkesiap dan tidak melawan ketika tanganku ditaruh di kontolnya lagi dan tangannya kini membelai toketku.


Kini kami saling berpandangan... aku menutup mata. Shaun udah menang.


Ciuman Shaun yang panas melumat bibirku, aku hanya bisa terengah menahan nafsu. Lidahnya masuk ke rongga mulutku, membelai-belai lidah dan seisi mulutku. Eh... toketku terus dibelainya.


Aku langsung lemas... membiarkan tubuhku dinodai.


Gak lama kemudian tangannya kini merabai kemaluanku…


Aku hanya diam pasrah… lemas tanpa mampu menggerakkan tubuhku.


Kini Shaun berdiri dan memeluk tubuhku, ia menggendongku dan membawa aku ke sofa. Tanganku menyambutnya dan menggantung di lehernya, pasrah dan siap diapa-apain.


Sebelum membaringkan tubuhku di sofa, ia membuka bajuku yang sudah setengah telanjang. Dalamanku juga ikut tercopot sehingga aku telanjang bulat. Kini tubuhku dibaringkannnya di sofa tempat nonton. Shaun berlutut di samping sofa dan menjelajahi seluruh tubuhku dengan bibir dan lidahnya, dan tangannya diparkir di memekku.


Gila cowok itu, pinter sekali membuat aku terangsang hebat. Aku mendesah kuat…


"Ahhh... "


Aku sampai gemetar menahan geli… jarinya kayak punya mata, tahu semua titik sensitifku.


"Shaun, aku tak kuat lagi. Cepat entot aku!” Aku berbisik…


Shaun merayap naik keatasku dan mendekatkan kontolnya dengan gaya missionari sambil memelukku di sofa.


"Shaun... masukkan kontolmu!"


"Landa, kamu masih perawan?" Shaun tampak ragu.


"Eh.. sudah tidak lagi! Ayo dong..." Aku sudah sangat nafsu. Memekku sudah siap dan aku tahu kontol massive Shaun akan menghentar ku ke surga dunia.


Kini kontolnya yang besar mulai mendekatiku kembali. Semua keraguan kini hilang tak berbekas.


Aku masih tegang... palkonnya udah terasa menusuk masuk. Tubuhku bergetar karena merinding mengingat besarnya senjata Shaun. Cowok itu berulang-ulang menenangkanku dan mengecup toked ku.


“Ahhh…!” Sebuah tusukan keras memaksa aku membuka liangku lebar-lebar.


Shaun mulai memasukkan barangnya ke vagina ku yang masih sangat sempit itu. Ia dapat merasakan lobang nikmat yang belum pernah dimasuki kontol sebesar miliknya. Gesekan dinding vaginaku sangat terasa, betul-betul butuh kerja keras untuk masuk.


“Ahh…jepitan mu enak sekali… sangat mencekram!” Shaun memuji onderdilku.


“Kontol ku kayak diperas kuat-kuat.” Katanya menambahkan.


Aku makin berani.


Kini nafsu Shaun sudah di ubun-ubun. Kini dengan semangat baru ia terus menerobos... terus sampai mentok. Di bawah, aku masih terdiam menahan sakit, memek ku terasa sangat penuh. Kontol Shaun mencapai bagian terdalam yang belum pernah dimasuki sebelumnya, dan ukurannya memaksa otot memekku untuk merenggang maksimal.


Untunglah Shaun mengerti dan melakukannya perlahan-lahan. Ia malah membiarkan sejenak kontolnya didalam, memberikan kesempatan memekku beradaptasi.


Shaun mulai memompa, ia harus hati-hati. Memek ini sempit sekali dan ia sudah mencapai mulut rahim. Goyangan Shaun mulai pelan-pelan dan mulai berirama. Dan kenikmatan pun mulai terasa dalam setiap gesekan.


“Aaahhhhh…” Aku tak malu-malu mendesah. Ini benar-benar nikmat…


Ketika Shaun mulai mengatur tempo dan variasi gerakannya, tiba-tiba Brian lewat. Kayaknya Brian baru keluar dari kamar Titien dan langsung menyapa Shaun.


Pada awalnya ia tidak melihat aku di sofa, tetapi dari gerakan kami Brian jadi penasaran dan mendekat.


“Ih... Brian kesana dong!” Aku jadi malu, tak bisa sembunyi lagi.


Tapi kayaknya Shaun cuek aja biar sudah ketemu Brian. Ia terus menusukku dalam-dalam. Aku malu sekali... kini Brian melihat dengan jelas apa yang terjadi.


"Hehehe... kirain lagi ngapain, hey Dickhead... di kamar dong, jangan pamer kontol loyomu di luar!"


"Shut up, Romeo... kalo mau minta sama cewekmu, jangan ganggu kami disini!" Shaun balas ejek.


"Eh... aku tidak ganggu kok, hanya mengingatkan kamu.. main pelan-pelan supaya efek viagranya efektif. Stok obat impotenmu masih ada, kan?" Brian terus mengejek.


Aku kaget mendengarnya…


"Eh... sembarangan. Enak aja, bawa sini cewekmu supaya ku buktikan keperkasaanku!" Shaun membalas…


Astaga, ternyata hanya ejekan.


Keduanya balas meledek... aku masih diam karena malu. Padahal udah gak tahan menutup mulut hendak berteriak.


"Sialan Dickhead, aku pergi dulu yah, nanti ku siapkan tabung oksigen mu... pasti habis ngentot kau harus doping lagi!"


Kali ini aku sampai ketawa... dua orang ini terus aja saling ledek. Brian pasti sudah lama menjadi sahabat karibnya. Mereka selalu aja saling ledek tanpa merasa tersinggung.


Untunglah ia segera pergi, aku gak bisa membayangkan kalo ia juga mau ikutan main.


Setelah Brian pergi Shaun lebih mempercepat intensitas tusukannya. Aku langsung merasakan indahnya ngentot, ternyata selain kontol massivenya, Shaun jago mengatur tempo dan variasi tusukannya. Aku sampe bergidik dan merintih menahan nikmat... Tubuhku mengejang dan melayang tinggi.


“Aaahhhhhh!” Aku nyampe.


Walaupun sementara orgasme, Shaun tidak pernah menurunkan daya dobraknya. Otot vaginaku menjepit kontolnya kuat-kuat tapi ia terus saja menyerangku... efeknya luat biasa.


Kalo gini aku gak tahan lagi…


“Aaahhhhhhh!” Aku nyampe lagi.


Aku meminta waktu jeda sebentar. Cowok itu kuat sekali, mana kontolnya belum ada tanda-tanda nyampe lagi.


Sudah dua kali tubuhku menegang dan kelonyokan merasakan nikmat. Shaun mulai lagi, aku gak dikasih waktu sama sekali… nafasku udah pendek... persetubuhan ini sangat nikmat.


Kini Shaun memintaku mengganti posisi. Shaun kini berdiri di ujung kursi... sementara aku berbaring terlentang. Ia mengangkat pantatku dan menariknya kearahnya. Pantatku kini berada di atas sandaran tangan sofa, sementara kepalaku di tempat duduk di bawah.


Kini posisi memekku sudah selevel dengan kontolnya dan ia membuka kakiku lebar-lebar. Ia menatapku, tampak menyukai apa yang dilihatnya.. kini tusukannya semakin dalam dan terasa kuat. Aku hanya pasrah dikerjain dan gak bisa lagi macam-macam.


Tubuhku gemetar… lalu mengedan. Aku orgasme lagi…


Shaun mulai mendesah, dan aku pun baru aja merasakan orgasme ketigaku. Ia tidak berhenti… melambatpun tidak.


Posisi ini amat nikmat, aku tak perduli lagi rasa sakit diototku karena kram, aku mau terus digenjot dengan keras. Aku belum pernah seperti ini, ternyata posisi ini memungkinkan memekku dimasuki dalam-dalam.


Shaun semakin mempercepat goyangannya, kini cepat sekali. Pasti ia akan segera keluar... batangnya terus mengesek dindingku dengan cepat. Ia semakin dekat... aku tak tahan lagi, aku duluan keluar.


“Arrrrgggggghhh!” orgasme yang tak kalah nikmatnya.. tubuhku kembali melengkung dengan indahnya. Maaf Shaun, aku duluan...


"Shaun... bangsat kau!" Tiba-tiba aku mendengar suara perempuan marah-marah.


Astaga... jangan-jangan Kak Della, aku malu sekali. Aku tidak bisa menghindar kagi, tubuhku masih lemas sehabis orgasme sementara itu memekku pun masih terus dihajar Shaun yang kini sedang mencari kepuasannya sendiri.


Ternyata itu Titien, datang-datang terus marah-marah ke Shaun. Entah apa yang diomongnya. Ku lihat Shaun juga tidak perduli keberadaannya. Ia tak lama lagi segera meledak.


Lho, kok Titien pake baju transparan? Eh, toket dan jembutnya kelihatan… ia mau join?


-----


POV Shaun


“Ahhh… ohh huhhh”


Aku mendesah dengan keras. Memek Landa sangat sempit, terlalu enak kalo dinikmati cepat-cepat. Aku mencoba menikmati selama mungkin, sejauh yang aku mampu. Apalagi kontolku sudah beberapa hari tidak ketemu lawan, itu sebabnya kontolku merasa berada di sarang kembali. Apalagi posisi ini adalah posisi favoritku, pinggul Landa tidak bisa mengelak diganjal tangan sofa, ia menyerah saja dan membiarkan aku terus menghajarnya, hehehe


Landa sudah beberapa kali orgasme, permainan ku tidak mampu diimbanginya. Sekarang waktuku… aku semakin mempercepat tusukanku dan membelah memeknya sampai ke dasar. Landa sampe terengah-engah… kini aku merasa orgasme ku sudah di ujung, aku semakin semangat.


“Shaun… bangsat kau!” Eh siapa itu mengganggu.


Ternyata itu Titien yang mendekat.


Aku tidak memperdulikan teriakan Titien. Eh… ngapain dia datang dekat-dekat, pake baju tembus pandang lagi. Aku semakin semangat… Titien ternyata seksi sekali… baju yang transparan dan tanpa dalaman kadang lebih seksi dari pada telanjang bulat. Ia masih teriak marah, tapi aku tidak pusing.


Titien sudah sangat dekat, ia pasti sudah melihat Landa yang masih terkapar kenikmatan.


OMG! Gadis itu seksi sekali… lekuk-lekuk tubuhnya kelihatan jelas, ia sangat sempurna. Toket yang kencang dengan putting yang menantang, dan pinggul yang indah serta memek yang ditutupi rambut lebat. Enak benar si Romeo dapat toket sekal seperti itu…


‘Apa ia mau join dengan kami? Wah…’


Aku kini menatap Titien dalam-dalam.


Ia berdiri didekatku.. kelihatannya ia kaget menyaksikan kami lagi ngentot. Tapi aku tidak ambil pusing, kedatangannya justru membuat nafsuku memuncak.


“Ahhh… ahhh!”


Akhirnya aku nyampe juga…. Ini adalah orgasme yang sangat dasyhat. Tepat sebelum aku menyemprot, kontolku sempat dikeluarkan dari memek Landa. Hampir saja… eh.. karena Titien sudah dekat dan begong melihat Landa… yah, aku semprotkan aja pejuhku ke wajahnya.


“Aaaaarrrrrrggggggggghhhhhhhh!” Aku nyampe.


“Crot crot crot crot crot…!” Lima kali semprotan, ada dua atau tiga yang telak mendarat diwajahnya.


Titien tambah kaget… ia terpaku disitu tak bisa buat apa-apa.


Kapan lagi aku bisa menyemprot di wajah cantik sempurna seperti ini.


Aku merasakan tembakanku makin jitu aja…padahal agak jauh. Wajah gadis itu jadi berlepotan… mungkin ada yang sempat masuk mulut, karena Titien sempat teriak kecil… Wajah cantiknya kini kelihatan sangat seksi… sangat menggoda setelah kupejuhi.


Titien masih diam terpana, mungkin kaget kena semprot.


Aku tidak tahan lagi… segera aku membelai dan memilin toket kencang itu yang jelas kelihatan dibalik baju transparannya. Putingnya langsung ku pilin… dan mulutku mulai mendekat siap untuk menggigit dan menyedot pentil yang sudah menegang itu. Titien masih terbelalak…


“Astaga! Kak Titien!” Teriakan gadis lain terdengar.


“Naya!”


Aku berpaling ke kiri… Naya menatap kami. Ia pasti kaget melihat temannya dipejuhi dan dicabuli… ia juga pasti melihat Landa dan posisinya yang masih ngakang baru selesai ku tiduri.


Titien kini sadar… tangannya bergerak dan menampar pipiku dengan keras, setelah itu ia lari ke kamar sambil teriak marah-marah. Yah… apes deh… padahal sedikit lagi putingnya pasti sudah ku kenyot.


Eh… gak apa-apa, sih. Aku sudah cukup puas, kok.


Mataku masih melirik mereka berdua yang kembali ke kamar. Eh… Landa juga segera berlari bugil ke kamarnya, pasti malu sama Naya. Tuh, bajunya masih ketinggalan.


Masih terbayang-bayang tubuh seksi Titien…


Wah, hebat sekali si Romeo, dapat cewek secantik dan seseksi itu. Kapan aku bisa mengentotnya yah? Kayaknya malam ini aku akan memimpikan toket bulatnya dan jembutnya yang tebal, hihihi.


‘Apa Romeo tahu kalo ia sudah ku pejuhi?’


——-


Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd