Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT [No SARA] Panah Asmara (True Story)

PART 12
LAST KISS


Nira terlihat bimbang dengan mata menerawang menatap langit-langit kamar hotel. Aku menggenggam tangannya sambil tetap berbaring di sampingnya. Aku tau ucapanku tak bisa lagi kutarik. Dan kalimat itu telah membuatnya terdiam. Aku menyesal mengucapkannya, tapi aku sadar bahwa akupun begitu mencintai ustazahku ini. Bahkan rasa cintaku padanya sudah sebesar cintaku pada istriku. Bukan hanya cinta dengan balutan nafsu semata tetapi sudah mencapai titik dimana aku siap menafkahinya lahir bathin, siap untuk menanggung segala dosa-dosanya, siap untuk menjadikannya ibu dari anak-anakku.
Selama ini kadang aku menggoda Nira dengan panggilan Ibu, sebagai panggilan mesraku. Tidak sering, tapi kadang-kadang. Aku memanggil istriku dengan panggilan Mama, sedangkan Nira kupanggil Ibu. Ya, bagiku Nira adalah Ibu dari anak-anak kami yang akam lahir nantinya. Dan ketika kupanggil dia dengan panggilan Ibu, Nira membalas dengan sahutan "iya Ayah". Kami benar-benar terbuai dengan status suami istri hayalan kami. Kami kadang-kadang membicarakan masa depan seandainya kami bersama, membangun rumah tangga, memiliki anak, lalu hidup sampai tua. Nira memintaku untuk tetap tinggal bersama istriku, sedangkan dia akan tinggal bersama anak-anak. Nira bahkan nekat untuk.mengajakku nikah siri setelah dia menuntut cerai dari suaminya. Dia hanya memintaku untuk menunggu sembari dia mencari alasan untuk menuntut cerai.
Tapi momen hari itu, hari dimana Nira melihatku bergandengan tangan bersama istriku di pesta pernikahan temannya membuat Nira buta oleh cemburu. Dia tidak lagi sanggup menahan rasa iri terhadap wanita berwajah oriental yang telah memberiku 2 orang anak itu. Nira memintaku menikahinya segera setelah dia menuntut cerai dari suaminya dengan alasan dia tak mau tinggal bersama mertuanya. Yah, sebuah alasan klasik yang tak pernah mampu dipenuhi oleh suaminya karena suaminya sangat-sangat bersikeras bahwa dia akan tetap tinggal bersama sampai ibunya meninggal, dan jika Nira tidak mau maka Nira boleh pergi dari rumah itu.

"Abi,,,Abi yakin dengan ucapan Abi?" Tanya Nira memecahkan segala hayalanku. Aku terkaget dan langsung menatap Nira yang berbaring di sebelahku.
"Kau tau sebesar apa perasaanku padamu?" Aku bertanya balik. Seraya memikirkan kalimat-kalimat yang pas untuk menjawab pertanyaannya. Sebuah trik lama jika kita sedang terdesak dengan sebuah pertanyaan, adalah menjawab dengan pertanyaan.
"Iya Bi, aku tau. Aku sudah lihat bagaimana bukti perasaanmu padaku Bi. Tak ada fitnah di dunia ini yang bisa membuatku berpaling darimu"
"Tapi kau cemburu dengan istriku" tanyaku lagi.
"Abi, aku hanya cemburu, sebatas iri bukan sirik. Aku iri karena mbak bisa dengan bebas merangkulmu di depan orang-orang. Sedangkan rasa cintaku dan mbak sama besarnya. Aku ingin punya hak yang sama dengannya, aku ingin menaruh fotomu di dompetku, aku ingin menjadi makmum sholatmu dan mencium tanganmu setelah salam, aku ingin kamu menjadi tiang penyangga hidupku dan aku siap berbagi dengan mbak" Nira menjabarkan semuanya sambil memelukku.
Kulit kami bersentuhan, tak ada sehelai benangpun yang menghalangi kulit kami. Hanya selimut tebal yang menutupi aurat kami. Kurasaka air matanya menetes di dadaku, kupeluk erat wanita yang batinnya telah menjadi istriku. Hangat dan lembut badannya membuatku luluh. Aku mencium keningnya, mengelus kepalanya dalam dekapanku.
"Aku mencintaimu, aku tak ingin melihatmu buruk. Aku ingin kau tetap sempurna, meski bukan milikku"
"Abi,,,please jangan..." Isak tangisnya makin terdengar.
"Nira,,,sayang. Kita adalah tangan kiri dan kanan yang ketika bertemu tak ada celah sedikitpun diantaranya. Namun keduanya tak boleh selalu bertemu karena kita tak akan berguna apa-apa" aku memulai metaforaku untuk menghiburnya.
"Nira,,,bagaimanapun, kamu tetaplah Ibu anak-anakku. Kamu tetaplah istri bagiku. Tapi kita belum ditakdirkan bersama-sama. Aku tau mungkin aku terdengar munafik tapi jujur saja bahwa aku tak siap kehilangan kamu. Aku menginginkamu lebih dari apa yang telah kita lalui sekarang. Tapi kita gak bisa terus-terusan begini..." aku mengelap air mataku.
"Abi nangis?" Tanyanya ketika melihat air mataku menetes.
"Tentu saja. Aku tidak ingin melepasmu tapi aku harus. Jika kita berjodoh, maka biarkanlah kita berjodoh dengan cara yang baik. Dengan cara yang Allah ridhoi, dengan cara yang Rasulullah SAW sukai. Aku tidak ingin kita berjodoh dengan cara seperti sekarang ini. Aku membuatmu meninggalkan suamimu, aku merebutmu dari suamimu. Kamu pernah dengarkan bukan? Ada hadist Siapa saja yang merusak hubungan seorang Wanita dengan suaminya, maka bukan pengikut kami. bukankah begitu bunyinya?"
"iya Bi, aku pernah baca bunyinya Bukan pengikut kami, orang yang bersumpah dengan amanah, dan siapa yang merusak-rumah tangga seseorang dengan istrinya-atau budak dengan tuannya, maka bukanlah golongan kami" jawab Nira.
"Itulah sayang, aku gak ingin kita menjadi seperti itu. Jika memang kita berjodoh, biarlah kita berjodoh dengan cara yang baik" ucapku sambil mencium keningnya.

Nira kemudian menindihku, dan menciumku dengan lebut. Menghisap bibirku, namun terasa ada sedikit asin ketika bibir kami berpagutan. Air mata Nira yang menetes bercampur dengan liur kami. Nira menangis, dia ingin berteriak namun ditahan dengan cara menciumku. Teriakannya seakan-akan menjalar melalui sapuan-sapuan lidahnya, menerobos masuk dalam mulutku dan menyentuh jantungku, kemudian menggelegar di dalam dadaku. Sebuah tangisan pilu yang amat menyentuh, tangisan yang membuat semua anak Adam akan merasakan iba tiada batas. Sebuah tangisan kepedihan atas jodoh yang tak bertemu, sebuah kepiluan hati atas cinta yang salah waktu. Aku melumat bibirnya, mencoba mengimbangi ciumannya. Kudekap tubuhnya yang hangat, kemudian kubalik badannya. Sekarang posisiku berada di atas tubuhnya.
"Abi,,,"ucapnya lirih saraya melingkarkan kakinya di pinggangku. Mencoba menarik bokongku agar semakin rapat. Aku paham sekali, bahwa Nira menginginkan penisku masuk ke dalam vaginanya. Kuciumi lagi bibir lembutnya, sementara tangan kirinya meraih penisku dan menuntunnya memasuki belahan bibir vaginanya yang sudah basah.
"Kuterima nikahmu dengan segala cinta yang terlihat dan yang tak terlihat olehmu" aku meracau tak jelas. Entah apa maksud kalimat itu tapi yang aku tahu hanyalah bahwa saat ini Nira bukanlah seorang ustzah, bukan seorang istri orang, dia adalah Niraku, istriku, ibu dari anak-anakku, tulang rusukku.

Jlebb...!!!
Penisku masuk, mentok menyentuh mulut rahimnya. Aku masih ingat ucapannya pertama kali ketika kami bercinta bahwa penisku lebih panjang dari milik suaminya.
"Ahh..Abi...hamili aku, buahi rahimku sayang" ucap Nira yang spontan membuatku berada diantara sadar dan hayalan. Aku menggoyangkan bokongku perlahan-lahan sambil menikmati kehangatan vaginanya yang berkedut meremas penisku.
"Ahh...ahh..aahhh....terusin Bi.." Nira mendesah setiap kali penisku menerobos menyentuh mulut rahimnya. Mulutnya sesekali ternganga dengan mata terpejam menikmati persetubuhan bersama suami hayalannya.
"Aah..Nira..." aku merasakan penisku akan meledak. Kucabut dengan cepat, membatalkan momen orgasme dan kemudian mencumbunya, menjilati vaginanya sambil meremas payudaranya.
Kumiringkan badannya ke kanan dan kunaikkan kaki kirinya dan kemudian kumasukkan kembali penisku yang gagal orgasme.
JLEBBB....JLEBBB...JLEBBB..
Penisku kembali menghujam vaginanya dari samping. Posisi ini membuat penisku semakin menerobos kedalam rahimnya. Bokongnya semakin terlihat montok, kuremas bokong indah itu sambil tetap menyodok vaginanya dan menyentuk mulut rahimnya. Terlihat mulut Nira menganga, seakan-akan ada penisku yang memasuki mulut hingga tenggorokannya. Bahkan ketika penisku menyentuh mulut rahimnya, Nira terlihat memejamkan mata dengan lidah terjulur seakan-akan penisku menyentuh tenggorokannya.
"Aahhh....aakhh..yaaahh...hhnggggggaahh...aaahhh.." racau Nira ketika orgasmenya tiba. Terasa vaginanya berkedut, meremas penisku, mencoba untuk menyedot semua cairan sperma dari testisku. Kubiarkan Nira mengambil nafas di sela-sela orgasmenya. Ketika dia kembali sadar, kuposisikan badannya merangkak di depanku.
Kuremas lagi bokong padatnya, dan kumasukkan lagi penisku. Dengan gaya doggy, kubiarkan Nira ikut permainan sambil memaju-mundurkan tubuhnya. Kuraih tubuhnya yang tadi bertumpu pada kedua tangannya, kupegang lengannya, menarik tubuhnya sedikit ke belakang sehingga Nira hanya bertumpu pada lututnya saja. Kupercepat genjotanku pada posisi ini. Entah apa nama posisi ini yang jelas sungguh nikmat sekali. Posisi Doggy style namun tangannya kutarik ke belakang sambil menjaga agar tubuhnya tidak jatuh ke depan.

"Aabiii....aahh...enak banget biiiiii..." Nira menggoyangkan bokongnya "Cepetin Bii....entotnya cepetinnn....hnggghh.."
"Ah...keluarin aja sayang...hhhahh...jangan tahan" aku menyuruhnya untuk orgasme kedua kalinya. Nira tidak menjawab, hanya terasa vaginanya semakin sempit lalu berkedut dan...
"Hhnnggg...ahhhh...abiii..." Nira orgasme sembari menarik bokongnya ke depan, membuat penisku terlepas.
Belum sempat dia mengumpulkan tenaga, kubalik tubuhnya dan segera kutindih sehingga sekarang kami berada pada posisi missionary. Kumasukkan penisku, merasakan hangat vaginanya, kuremas payudaranya, menghisap putingnya bergantian sambil tetap menggenjotnya. Nira kelimpungan, keringatnya bercucuran membasahi seprai dan begitu pula denganku. Kami benar-benar basah kuyup oleh keringat.
"Hmmpphh..." tiba-tiba Nira menarik wajahku dan mencium bibirku. Dilumatnya lidah dan bibirku sekaligus seakan-akan dia hendak menyerapku kedalam tubuhnya. Kubalas ciumannya sampai akhirnya kurasakan penisku akan meledak.
"Terusin bi...aah...terusin....buahi rahimku bi..." rengek Nira sambil mengunci bokongku dengan kakinya. Tak ada cara bagiku untuk mengeluarkan penisku dari vaginanya. Dan...

creett...crrrtt...crott...crroottt....

Penisku meledak, memuntahkan sperma kental di dalam vaginanya. Tubuhku bergetar, kaku, hendak tumbang namun Nira menahanku. Mendekapku dengan erat, tak ingin lepas. Terasa penisku masih berkedut pelan memuntahkan sisa-sisa sperma ke dalam rahimnya.
"I love you Yah..." ucap Nira sambil menciumku.
"I love you juga Bu" jawabku lalu menciumnya. Tubuhku ambruk, lemas tak berdaya. Ingin rasanya aku loncat jika mengingat saat spermaku muncrat di dalam rahimnya, tapi sudah terlambat pikirku. Jika memang harus jadi, ya jadilah. Aku tidak punya akal lagi untuk berfikir waras saat ini, aku sedang terbang, terbuai oleh orgasme, berhalusinasi akan indahnya cinta, aku ingin menikmati momen ini lebih lama. Meskipun mustahil.

Hari ini,,,kami bercinta. Kami beradu nafsu, berpacu dalam peluh. Kami berpagutan, berciuman dalam gairah. Meskipun kami sama-sama tahu bahwa ini mungkin adalah yang terakhir.

Mata Nira masih terpejam, menikmati sisa-sisa orgasme. Meresapi rembesan demi rembesan spermaku menuju rahimnya. Kubaringkan tubuhku di sampingnya, diikuti Nira yang membaringkan badannya kearah kanan, ke arahku.
"Bu..."aku berucap namun Nira menempelkan telunjuknya di bibirku memintaku untuk diam.
"Biar yg lahir cowok" ucapnya sambil tersenyum. Yah,,,konon ada kepercayaan bahwa memiringkan tubuh ke kiri setelah bercinta maka anaknya akan lahir perempuan. Sedangkan jika menginginkan anak laki-laki maka miringlah ke arah kanan. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya itu.

Kami lalu berciuman. Ciuman lembut, lama, dan penuh air mata. Lagi-lagi kami saling menangisi satu sama lain. Yah...kaminsadar bahwa itu adalah ciuman terakhir yang kami lakukan.
"Aku ihlas Yah, aku ihlas" ucapnya.
"Aku tidak akan berubah. Tetap menjadi orang yang kamu kenal" balasku.
 
Part 12 adalah momen bercinta terakhirku dengan Nira. Agak-agak emosional ketika kembali mengingat momen itu dan menceritakannya.
Ane minta maaf jika part 12 kurang greget karena sebenarnya ane sendiri tiba-tiba jadi sentimentil dengan semua apa yang telah terjadi antara kami.

Jujur saja, andai tak memikirkan anak-anak kami kelak, mungkin ane sudah menikahi Nira karena Nira pernah meminta Ane untuk menikahinya meskipun hanya dengan nikah siri. Tapi ane sadar, nikah siri bukanlah sebuah pilihan bijak karena status anak yang lahir nantinya akan tidak jelas karena pernikahan orang tuanya tidak terdaftar. Meskipun sah secara agama.
Selain itu, permintaan Nira yang tidak menginginkan nafkah tetap juga membuat ane bimbang. Nira, pada saat meminta ane untuk menikahinya secara siri, hanya menuntut:
1. Nikahi dia (siri atau legal terserah)
2. Tak perlu tinggal serumah dengannya, cukup datang sesekali.
3. Jangan pikirkan nafkah lahir (materi) karena dia bisa cari uang sendiri.
4. Jangan ceraikan istri pertama
Hanya itu saja permintaannya. Namun sayangnya, kami terpaksa berpisah. Ane tau, kalau Nira harus cerai dengan suaminya, keputusan itu bukanlah sebuah keputusan murni karena tidak adanya rasa cinta antara mereka berdua. Tetapi juga karena didukung oleh hubungan kami berdua.
Artinya kehadiran ane kedalam hidupnya telah mempengaruhi perasaan kepada suaminya dan juga keputusannya untuk meminta cerai. Dan ane yang teringat dengan hadist tersebut merasa sangat bersalah, bahkan ada rasa takut dengan ancaman kata-kata "bukan pengikut/golongan kami" yang secara tidak langsung ane artikan sebagai tanda murtad.

kontradiktif memang jika dibandingkan dengan perzinahan yang telah kami lakukan, tapi begitulah adanya. Persetubuhan kami bukan hanya karena nafsu semata namun porsi rasa sayang dan mengayomi jauh lebih besar.

Terima kasih atas support para suhu sekalian, yang udah setia mengikuti kisah ane dan Nira. Terutama setelah ane sempat hilang dari forum, kemudian kembali melanjutkan kisah ini. Semoga ada hikmah yang bisa kita ambil dari kisah ane ini.

Next part ane akan ceritakan bagaimana hubungan Ane dan Nira selanjutnya.
Mungkin tidak begitu menarik karena tidak lagi ada perkimpoian dan bercocok tanamnya, tapi hanya berisi hal-hal receh pasca hubungan kami mereda.

Ane sebut hubungan kami mereda, bukan berakhir. Karena mungkin saja suatu saat, ane dan Nira bisa kembali bergumul dalam panasnya birahi
 
Suhu .... terima kasih info dan penjelasaan .... tetap terus berkarya kreatif ... mantappppp pokoknya ...
 
Absen hu...
Teringat sinetron tersanjung 4 hu....
Bikin emosi naik turun
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd