Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY 征服者 Zhēngfú zhě [Sang Penakluk]

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER IV.



Suasana cerah Kota Huang di pagi hari, menyambut Chen yang baru terbangun dari tidurnya. Chen lebih dulu terbangun daripada Xia Fei, karena itu Chen masih dapat melihat Xia Fei yang masih tertidur dengan keadaan telanjang bulat, tanpa ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya.

Chen mengingat kejadian yang semalam terjadi antara dia dan Xia Fei. Sungguh sebuah pengalaman yang luar biasa, dan dia benar-benar tak menyangka jika semalam dia bercumbu dan bergumul mesra dengan seorang wanita yang bahkan belum dia kenal.

Menggeliatkan tubuhnya dan membuka mata, Xia Fei seketika tersenyum saat melihat Chen yang menatapnya tanpa berkedip. “Apa tuan menginginkannya lagi?.” tanya Xia Fei yang kini telah duduk, dan dengan tangan kirinya dia meremas payudaranya sendiri, bermaksud menggoda Chen.

Chen sebenarnya ingin kembali menjamah tubuh Xia Fei, tapi dia segera sadar jika hari sudah pagi, dan dia sudah punya sebuah rencana yang harus dia kerjakan dari pagi sampai malam nanti. “Aku ingin sekali melakukannya, tapi bukan sekarang. Masih banyak pekerjaan yang hari ini harus aku selesaikan. Jika kamu berkenan, boleh aku tahu siapa nama nona?.” Chen bertanya sambil melirik kearah Xia Fei.

“Nama pelayan ini Xia Fei.” jawab Xia Fei begitu sopan.

Chen tersenyum saat mendengar nama Xia Fei. “Xia Fei, kamu bukan pelayan rendahan. Lihatlah wajah cantik dan tubuhmu yang begitu menggoda, seorang selir Kekaisaran saja tidak ada yang bisa menyamai kecantikan dan kesempurnaan tubuhmu. Suatu hari nanti jika aku memiliki jabatan, aku berjanji akan menjadikanmu salah satu wanita penting yang ada di kediamanku.” ungkap Chen, dan setelahnya dia mengecup kening Xia Fei.

Chen segera memakai pakaiannya kembali. “Bersihkan tubuhmu, bukannya kamu akan kerja.” kata Chen sebelum dia pergi meninggalkan Xia Fei yang masih terdiam mematung di tempatnya.

“Oh Dewa, barusan tuan memujiku, bahkan dia memandang tinggi padaku. Aku berjanji, selamanya aku akan mengabdi pada tuan, eh astaga aku lupa menanyakan namanya.” gumam Xia Fei, dan dia menepuk keningnya begitu mengingat kebodohannya.

>>>>

Meninggalkan kediaman Xia Fei, Chen berjalan menuju kamarnya dan begitu sampai, dia segera membersihkan tubuhnya di kamar mandi yang ada di kamarnya.

Selesai mandi dan memakai hanfu [pakaian], Chen melangkahkan kakinya keluar dari penginapan, dan dia kembali menyusuri jalanan Kota Huang.

Di arahkan langkah kakinya menuju bangunan Istana Kekaisaran Liu. Meski mampu, Chen tidak mencoba memasuki Istana, dia hanya melihat bangunan Istana dari kejauhan. Jarak Chen dengan Istana memanglah jauh, tapi dia dapat melihat seorang wanita cantik biarpun sudah berumur, keluar dari gerbang Istana. Wanita itu ialah Lin Hua, Permaisuri Kekaisaran Liu, sekaligus Ibu dari Chen.


Permaisuri Lin Hua [Sekedar Mulustrasi]

“Ibunda memang wanita yang cantik, kadang aku berfikir untuk menyentuh tubuhnya yang begitu menggoda.” Chen tersenyum saat melihat kearah mana Ibundanya pergi. “Hari itu Ibunda memang mengusirku, tapi aku tahu itu adalah suatu pilihan demi keselamatan ku. Laki-laki sialan itu mengancam Ibunda untuk ikut mengusirku, kalau Ibunda menolak, dia mengancam akan membunuhku di depannya.” gumam Chen.

Diam-diam Chen mengikuti kemana Ibundanya pergi, biarpun dia begitu tahu tempat seperti apa yang di tuju Ibundanya. Sebuah kediaman yang begitu memprihatinkan di bagian timur Kota Huang, tempat itulah yang di tuju Lin Hua.

Wanita itu seminggu sekali selalu mengunjungi kediaman tempat terakhir kali dia bertemu dengan putranya [Liu Chen]. Lin Hua selalu berharap bisa bertemu kembali dengan putranya di kediaman itu, biarpun hanya sepintas.

Sampai di kediaman yang dia tuju, Lin Hua segera masuk ke dalamnya dan menutup pintu rapat-rapat. Pengawal dan pelayan yang mengikuti Lin Hua, mereka sudah begitu mengerti akan apa yang sedang di lakukan junjungannya, karena itu mereka hanya menunggu di luar kediaman.

Chen yang melihat kesempatan bertemu kembali dengan Ibundanya, dia dengan cepat memasuki kediaman yang dimana di dalamnya sudah menunggu sang Ibu tercinta. Masuk tanpa di ketahui penjaga yang berada di luar, Chen seketika diam mematung saat Lin Hua memeluknya begitu dia masuk kedalam kediaman.

“Aku akan mengikatmu supaya kamu tidak pergi lagi, putraku.” kata Lin Hua yang masih memeluk erat tubuh Chen.

“Ibunda, ba bagaimana bisa Ibunda mengenaliku?.” tanya Chen yang kini membalas pelukan Lin Hua.

“Aku yang melahirkan mu, sebesar apa perubahan mu, Ibunda pasti akan mengenalmu dan merasakan kehadiranmu.” jawab Lin Hua dan tanpa bisa ditahan, air mata jatuh membasahi pipinya.

Chen yang mendengar ibundanya sesenggukan mengeluarkan tangis, perlahan dia melepaskan pelukannya, dan menatap lekat wajah Ibundanya. Dengan kedua tangannya, Liu Chen mengusap lembut wajah Lin Hua. “Tidak ada yang perlu Ibunda tangisi, lihatlah, putra Ibunda sudah di sini dan tidak akan pergi jauh lagi.” tutur Chen dengan suara yang begitu lembut.

Chen cukup lama menatap Ibundanya, bahkan matanya kadang melirik kearah gundukan yang menyembul dari baju ketat yang Lin Hua kenakan.

Lin Hua yang merasakan pandangan nakal Chen, bukannya dia marah, dia justru merasakan getaran aneh di tubuhnya, bahkan tubuhnya terasa panas, dan dia merasakan basah di area selangkangannya. “Apa yang telah terjadi dengan diriku, kenapa aku begitu menginginkan putraku untuk menjamah tubuhku.” batin Lin Hua.

Chen yang melihat wajah Ibundanya memerah, seketika dia sadar akan efek jurus yang dia miliki. “Kenapa aku begitu bodoh?.” batin Chen yang mulai merasakan gelagat aneh dari Lin Hua, dan kini Chen merasa Lin Hua mirip dengan Xia Fei yang begitu buas saat semalam sedang memuaskan dirinya.

Lin Hua yang sudah tidak mampu menahan gejolak aneh dirinya, dia mulai membelai dan mengusap rambut Chen, layaknya perlakuan seorang Ibu pada anaknya. Setelah puas membelai dan mengusap rambut Chen, dengan begitu erat Lin Hua kembali memeluk tubuh Chen, bahkan pelukannya lebih erat dari yang tadi ia lakukan.

“Ibunda kenapa?.” tanya Chen.

“Ibunda tidak apa-apa, Ibunda hanya ingin memeluk kamu.” jawab Lin Hua dengan suara lirih, tepat di dekat telinga Chen.

“Apa Ibunda tidak merasa risih memeluk tubuh ku? Apa Ibunda lupa jika aku sudah tumbuh dewasa?.”

“Mungkin kamu yang risih dipeluk wanita tua sepertiku!.” ungkap Lin Hua dengan suara merajuknya.

“Bukannya risih, tapi aku....”

“Aku apa?.” potong Lin Hua.

Chen diam, dia tidak menjawab apa yang ditanyakan Lin Hua. Dalam diamnya, Chen sedikit demi sedikit menyukai apa yang Lin Hua sedang lakukan padanya.

Melepaskan pelukan eratnya, Lin Hua kini menatap Chen, sedangkan dengan tangan kanannya, dia membelai wajah putranya yang terlihat semakin tampan.

Chen yang menatap mata Lin Hua, dia bisa melihat pancaran birahi terpancar dari kedua mata itu. Sebuah kewajaran muncul dalam pikiran Chen, mengingat dia memiliki Jurus Penakluk Lawan Jenis. Dengan jurus itu, Chen sadar jika kini Ibundanya telah bertekuk lutut di hadapannya, dan dia bisa melakukan apapun padanya.

Di perhatikan nya oleh Chen, seorang Lin Hua yang masih terus menyentuh dan membelai wajahnya. Chen sebenarnya ingin menolak apa yang sedang di lakukan Lin Hua, tapi sentuhan-sentuhan kecil Lin Hua, sedikit demi sedikit telah membangkitkan birahi Chen, dan dia mulai menikmati sentuhan dan belain tangan Lin Hua.

Dari sentuhan dan belaian lembut pada wajah Chen, dengan beraninya Lin Hua kini merapatkan dirinya ke tubuh Chen, dan perlahan dia mulai menciumi leher jenjang Chen.

Chen merasakan merinding saat menahan geli, ketika lidah Lin Hua mulai menjilati lehernya. Semakin berani dengan kelakuannya, Lin Hua tanpa ragu mulai meraba-raba dada bidang Chen yang masih terbalut pakaiannya.

Tapi tidak butuh waktu lama bagi Lin Hua menyingkirkan pakaian Chen yang menghalangi tangannya. Di bukanya pakaian Chen hanya dalam satu gerakan, dan kini Chen sudah bertelanjang dada di hadapan Ibundanya.

Melihat dada bidang Chen, birahi Lin Hua semakin memuncak. Dibelainya dada Chen, dan dimainkannya puting kecil yang menghiasi dada putranya itu.

Lin Hua dengan gemas memainkan puting kecil dada Chen, bahkan tanpa sungkan dia mulai mencium dan menggigit kecil puting itu. Terdengar oleh Chen nafas Lin Hua yang semakin tidak teratur saat memainkan puting dadanya.

Saat sedang menikmati sentuhan dan isapan mulut Lin Hua, secara tiba-tiba Lin Hua menarik Chen menuju sebuah ranjang yang hanya terbuat dari kayu yang di lapisi tumpukan jerami untuk membuat nyaman saat di tiduri.

Di dorongnya Chen oleh Lin Hua sampai jatuh keatas ranjang. Chen tidak membalas apa yang dilakukan Lin Hua, dia hanya terbaring pasrah diatas ranjang dengan posisi terlentang.

Lin Hua yang kini berada di atas tubuh Chen, dia masih saja mengusap-usap dada bidang Chen, dan secara perlahan, usapannya turun ke bagian perut berotot Chen. Dielus, di cium, dan terus dijilatinya dada dan perut Chen secara bergantian.

Chen menggelinjang kegelian, dan dia sedikit mengeluarkan suaranya. “Ibunda, cukup.” kata Chen lirih.

Lin Hua bukannya menjawab, dia justru memilih diam. Sementara itu tangan kanannya mulai menyeruak masuk ke dalam selangkangan Chen, tanpa mempedulikan kata-kata Chen.

“Uhhhmm.” Chen melenguh pelan, saat dia merasakan tangan Lin Hua meraba dan sedikit meremas-remas penisnya dari luar kain yang menutupi selangkangannya.

Merasakan sentuhan dan remasan tangan Lin Hua, penis Chen pun mulai mengeras dan membesar.

Sambil terus meremas dan meraba penis Chen yang sudah tegang, tangan kiri Lin Hua berusaha untuk menyingkirkan kain yang menutupi selangkangan Chen. Tidak butuh waktu yang lama, kain itupun terbuka, dan membuat penis Chen terbebas dari sangkar yang membelenggunya.

Penis Chen sudah berdiri dengan tegaknya, dan terus menunjukkan ukuran maksimalnya, seiring dengan Lin Hua yang terus meraba dan meremasnya.

“Ini sungguh besar dan panjang.” puji Lin Hua sambil menatap Chen dan dia tersenyum mesum.

Mulut Lin Hua pun mulai beraksi di penis Chen. Di ciuman kepala penis Liu Chen, sambil tangan kirinya memainkan buah zakar Chen.

“Ehhmmmmmsss.” Chen mendesis nikmat, merasakan permainan mulut yang di lakukan Lin Hua.

“Aahhmm, Ibundaa.” itu saja kata yang keluar dari mulut Chen, saat Lin Hua terus melanjutkan permainan mulutnya yang kini sedang mengulum penis Chen. Chen benar-benar terbuai dengan permainan yang diberikan Lin Hua kepadanya.

Chen yang sudah begitu bernafsu, dia dengan berani memegang kepala Lin Hua yang masih bergerak naik turun, dan dian dengan kasar menyodok-nyodokkan pantatnya, membuat Lin Hua beberapa kali tersedak, karena penis Chen terlalu dalam masuk ke tenggorokannya.

Setelah beberapa saat menghujamkan penisnya ke mulut Lin Hua, Chen mulai tak tahan lagi akan ledakan kenikmatan yang akan menyembur dari penisnya.

“Aaaaghhhhh, Ibunda aku sudah tak tahan.” erang penuh kenikmatan keluar dari mulut Chen.

“Hmmm.. mmhhh, haahhmmm..” suara Lin Hua yang tertahan penis besar Chen.

Chen melepaskan kepala Lin Hua, dan dia membiarkan kepala Lin Hua bergerak pelan dan teratur mengulum penisnya.

Chen dibuat semakin menggelinjang kuluman Lin Hua. Tubuhnya menekuk, meliuk dan bergetar-getar menahan gejolak yang tak tahan di rasakan. Tak lama tubuh Chen mengejang dengan kerasnya.

Chen merasakan nikmat yang luar biasa, seiring dengan menyemburnya sperma kental ke mulut Lin Hua.

“Aaarrgghhhh, Ibundaaaa..” teriak Chen, dan “Crott Crott Crott Crott Crott..” semburan sperma yang bertubi-tubi, membuat mulut Lin Hua penuh akan cairan kenikmatan putranya.

Meski hampir tersedak, Lin Hua terlihat masih bergerak pelan mengulum kepala penis Chen. Sedangkan kedua tangannya yang belepotan sperma, saat ini masih memegang batang penis Chen, dan mengocoknya.

Lin Hua menatap Chen dengan tatapan sayu nya, kemudian kembali dia menciumi penis putranya, dan itu memberikan sensasi geli yang terasa sampai ke ubun-ubun kepala Chen.

“Banyak sekali kamu keluarnya, Chen'er!.” ungkap Lin Hua.

>>> Kata ['er] adalah cara memanggil seseorang yang di sayangi >>>

Chen terdiam lemas sambil melihat Lin Hua yang kembali memeluknya dengan mesra. Chen membalas pelukan Lin Hua dan tanpa sungkan dia mencium kening Ibundanya itu.

Liu chen membantu Lin Hua membersihkan mulutnya yang masih penuh sprema, dengan menggunakan lengan pakaiannya.

Lin Hua melepaskan pelukannya dan dia sekarang tiduran dengan kepala berada begitu dekat dengan kepala penis Chen. Sedang Chen, dia hanya duduk di ranjang, dengan tubuh telanjang bulat.

“Ibunda, kenapa kita harus seperti ini?.” tanya Chen.

“Ibunda juga tidak tahu, tapi Ibunda begitu menginginkannya.” jawab Lin Hua dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.

Lin Hua kembali mengelus dengan mesra batang penis Chen, sambil tersenyum khas senyuman wanita nakal.

Chen pun membelai rambut dan mengelus-elus paha Lin Hua. “Apa Ibunya menginginkan yang lebih?.” tanya Chen yang terdengar seperti godaan untuk Lin Hua.

Bukannya menjawab, Lin Hua justru cuma mengangguk pelan.

Melihat respon Lin Hua, Chen tanpa meminta persetujuan, dia begitu saja mencium bibir Lin Hua. Lin Hua pun membalas ciuman Chen dengan begitu mesra.

Biarpun dia yang memulai, tapi Chen tetaplah mengikuti pola permainan Lin Hua. Pelan-pelan, Liu Chen yang sejenak melepaskan ciumannya, dia menarik Lin Hua untuk duduk di depannya, dan seterusnya dia kembali mencium Lin Hua.

Dari bibir, ciuman Chen terus bergerak ke bagian telinga, dan berlanjut ciuman menyusuri leher jenjang Lin Hua. Dari leher Lin Hua, ciuman Chen terus bergerak kearah dada Lin Hua.

Di bantunya Lin Hua membuka hanfu merah yang merupakan ciri khas hanfu seorang Permaisuri, dan kini mereka sama-sama sudah telanjang.

Chen sangat mengagumi tubuh Ibundanya yang kali ini benar-benar terlihat tanpa ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya. Kulitnya begitu putih dan mulus, payudaranya pun masih kencang dan kenyal, perutnya begitu rata tanpa ada lipatan lemak sedikit pun. Pinggang dan pinggulnya tampak sempurna, bahkan paha, betis dan kakinya terlihat begitu kencang. Bagi Chen, tubuh Lin Hua terlihat bagaikan tubuh seorang gadis yang belum pernah terjamah.

Chen meraba semua bagian tubuh Lin Hua mulai dari pangkal paha sampai ke payudaranya. Sambil meraba setiap inci tubuh Lin Hua, kembali Chen menciumi bibir Lin Hua dengan begitu lembut.

Chen terus menyusuri tubuh Lin Hua dengan cara mencium, menjilat, dan membelai setiap bagian tubuh Ibundanya itu. Di pegang dan di remasnya payudara Lin Hua oleh Chen. Kedua puting Lin Hua yang berwana coklat juga tak lepas dari permainan tangan dan lidah Chen.

“Aaahhhhhmmmm...” desahan nikmat dan nafasnya yang tidak beraturan Lin Hua, terdengar jelas di telinga Chen.

Puas beraksi di payudara Lin Hua, Chen beralih menyusuri bagian perut Lin Hua. Di jilati nya perut yang begitu indah, serta tak ketinggalan dia juga memainkan ujung lidahnya di atas pusar Lin Hua. Dengan jilatan lidah yang begitu lembut, membuat tubuh Lin Hua menggelinjang.

Tangan Lin Hua srcara refleks meremas dan menjambak rambut Chen, saat lidah Chen telah sampai di area selangkangannya.

Di lihatnya oleh Chen bulu tipis yang tumbuh di sekitar area vagina Lin Hua. Mencium aroma vagina Lin Hua yang begitu menggairahkan, Chen dengan begitu lembut, dia mulai mengelus-elus area vagina Lin Hua.

Lin Hua yang merasakan sentuhan tangan Chen di sekitar area vaginanya, dia mulai menggelinjang dan mengerang pelan sambil tangan kanannya mencari penis Chen. Saat Lin Hua berhasil menyentuh penisnya, Chen tiba-tiba menghentikan elusan tangannya, dan membiarkan Lin Hua menyentuh dan memainkan penisnya.

Dengan satu gerakan yang begitu cepat, lidah Lin Hua kembali menari-nari di kepala penis Chen, dan kedua tangannya dengan lincah mengocok batang penis Chen. Menerima rangsangan tangan Lin Hua, penis Che kembali menegang dan siap untuk permainan selanjutnya.

Melihat Lin Hua sudah terbaring pasrah, Chen begitu saja bergerak mengikuti instingnya sebagai seorang laki-laki.

Chen merangkak diantara sepasang paha yang terdapat sebuah lubang kenikmatan, yang sudah begitu basah dan lembab. Di baringkan nya tubuh Chen menindih tubuh Lin Hua, dan setelahnya dia segera menyambar bibir Lin Hua.

Di cium dan di lumatnya bibir Lin Hua dengan penuh birahi. Lidah Chen juga begitu lihai masuk ke mulut Lin Hua, dan kedua lidah itu saling melilit satu sama lain. Sambil terus berciuman, Chen dapat merasakan jari jemari Lin Hua yang mulai memegang batang penis kerasnya, dan perlahan Lin Hua mengarahkan penis Chen kearah lubang vaginanya.

Secara perlahan, kepala penis Chen mulai menyentuh bibir vagina Lin Hua. Chen pun sudah bisa merasakan betapa basah dan licinnya bibir vagina Lin Hua. Dengan sedikit bantuan dari Chen yang mendorong pinggulnya kearah depan, secara perlahan penis Chen semakin menyeruak masuk kedalam lubang vagina Lin Hua.

Begitu penis Chen sudah tertanam sepenuhnya di dalam lubang vagina Lin Hua, tanpa memberi jeda, Chen segera menggerakkan pinggulnya secara perlahan, memompa keluar masuk penisnya ke dalam lubang vagina Lin Hua.

Secara perlahan dan teratur, penis Chen terus keluar masuk lubang vagina Lin Hua, sebuah lubang yang telah melahirkannya di dunia.

Rasa yang begitu sangat hangat, lembab, basah, dan nikmat, membuat Chen dan Lin Hua melupakan status diantara mereka. Tak lagi ada status seorang Ibunda dan putranya, yang ada hanyalah dua orang yang sedang terpacu dalam birahu.

“Ooohhh Chen'er, inii saaangaat luuaarr biasaa, Ayyaaahhhandamu, tidaak pernahhh memberikan kenikmatan seperti ini.” racau Lin Hua dengan suara lantang.

“Puunyaa Ibunda sangat sempit.” balas Chen.

“Buhbukan punya Ibunda yang sempit, tapi punya Chen'er terlalu besar.” saut Lin Hua yang mulai menggoyangkan pinggulnya.

Lin Hua yang semakin termakan nafsu birahinya, dia semakin liar menggoyangkan pinggulnya. Apa yang dilakukan Lin Hua, membuat Chen justru semakin kasar menghujamkan penisnya ke dalam lubang vaginanya.

Lin Hua yang tak mau kalah, diapun mengangkat kakinya dan menyilang kan kakinya diatas punggu Chen. Kaki Lin Hua mengunci tubuh Chen, seakan dia tidak mengizinkan Chen mencabut penis dari vaginanya.

“Oouugghhhh, teerruss Chen'er, niikmmatt, oouuhhh Deewaaa, sebentar lagiii, aaagghhhhh, ssseedikit lagii, aaaaaarrgghhhhh.” Lin Hua teriak sejadi jadinya saat dia mendapatkan orgasme yang begitu luar biasa.

Sesudah Lin Hua orgasme yang begitu luar biasa, Chen mencabut penisnya dari vagina Lin Hua, dan dia duduk di samping tubuh Ibundanya itu. Terlihatlah vagina Lin Hua yang banjir akan cairan cintanya, saat Chen mencabut penisnya.

Lin Hua yang ingin berganti gaya bercinta, dia kini nungging dan menyuruh Chen memasukkan penisnya dari belakang. Chen yang masih awam dengan gaya bercinta, dia hanya mengikuti kemauan dari Lin Hua.

Merasa posisinya sudah pas, Chen kembali memasukan penisnya ke lubang vagina Lin Hua. Di sodoknya vagina Lin Hua dari belakang oleh Chen, di maju mundurkan penisnya dan sambil dia meremas-remas dua payudara Lin Hua yang dari tadi menganggur.

“Aaaahhh, Chen'er, Aahhhh nikmaat.” desahan penuh kenikmatan keluar dari mulut Lin Hua saat Chen semakin cepat menyodok vaginanya dari arah belakang.

“Pllookk Pllookk Pllookk Pllookk.” suara benturan tubuh Chen dengan Lin Hua, terdengar menghiasi pergumulan yang sedang mereka lakukan.

Sambil terus menyodok vagina Lin Hua dari belakang, salah satu jari tangan Chen masuk kedalam anus Lin Hua, dan tanpa Chen bertanya, Lin Hua pun mengangguk tanda dia setuju jika penis Chen menghujam kedalam anusnya. Lin Hua sadar akan masa muda putranya yang pasti penasaran dengan seluruh lubang yang ada di tubuhnya, dan lagi dia juga sudah terbiasa di anal saat melayani Kaisar Liu Bei.

Langsung saja Chen memasukkan penisnya yang besar dan panjang kedalam anus Lin Hua. Sungguh luar biasa rasa yang di rasakan Chen, sempitnya lubang anus Lin Hua, membuat penis Chen terasa seperti terjepit sesuatu yang begitu sempit.

Desahan Lin Hua pun semakin mengeras ketika Chen dengan begitu kasar memasukkan penis besar ke anusnya.

“Oooouuuuuhhhhhh, Oooouuuuhhhh.” desahan Lin Hua pun semakin membuat Chen bersemangat. Di percepat gerakannya memaju mundurkan penisnya di anus Lin Hua.

Beberapa waktu berselang Liu Chen merasakan kalau dia sudah mau mencapai puncak kenikmatan.

Dengan cepat Liu Chen mencabut penisnya dari anus Lin Hua, dan dia mengarahkan penisnya ke vagina Lin Hua, dan dalam tiga kali hentakan yang begitu keras dan menghujam dalam ke lubang vagina Lin Hua, Chen menumpahkan spermanya kedalam rahim Ibundanya, bersamaan dengan Lin Hua yang kembali mengalami orgasme.

“Croooott Crooott Crooott Crooott.” terasa begitu banyak sperma Chen yang menyembur dan membanjiri rahim Lin Hua, bahkan cairan sperma Chen merembes keluar melalui sela bibir vagina Lin Hua.

Setelah merasakan nikmat yang luar biasa, tubuh Chen terasa lemas, dan setelah mencabut penisnya dari lubang vagina Lin Hua, Chen langsung merebahkan tubuhnya di samping Lin Hua.

Lin Hua yang melihat penis Chen yang mengkilap karena cairan sperma dan cairan yang keluar dari vaginanya, tanpa rasa jijik Lin Hua menjilati sisa cairan di penis Chen sampai benar-benar bersih.

“Apa Chen'er menyukainya?.” tanya Lin Hua yang melihat wajah penuh kepuasan Chen.

“Kenapa Ibunda melakukannya denganku, bukannya aku putra Ibunda?.”

Lin Hua tersenyum saat mendengar pertanyaan Chen. “Ibunda sendiri juga tidak tau kenapa Ibunda begitu menginginkan Chen'er membelai tubuh Ibunda. Tapi satu hal yang Ibunda tahu, yang tadi itu sungguh nikmat.” ujar Lin Hua.

“Haaah.” Chen mengeluarkan nafasnya secara kasar. “Apa pengawal dan pelayan Ibunda yang ada di luar tidak curiga dengan teriakan dan desahan yang tadi begitu keras? Dan apa mereka juga tidak menaruh curiga dengan lamanya Ibunda di dalam kediaman ini?.”

“Mereka tidak akan mendengar, karena di dalam rumah ini sudah terpasang arai yang membuat orang di luar kediaman ini tidak akan bisa mendengar apapun suara di dalam kediaman ini, dan soal curiga, mereka tidak mungkin curiga, karena Ibunda biasanya juga cukup lama menikmati waktu di dalam kediaman ini. Tapi sepertinya Ibunda harus segera kembali ke Istana, karena sebentar lagi akan ada makan siang bersama seluruh anggota keluarga Kekaisaran.” ungkap Lin Hua yang sudah bangkit sambil memunguti pakaiannya dan kembali memakainya.

“Chen'er, kembalilah ke Istana! Ibunda yakin kini mereka akan mengakuimu. Lihatlah, bahkan Ibunda mu ini yang seorang pendekat tingkat Raja, kini tidak mampu mengukur seberapa besar kekuatanmu. Ibunda tidak tahu apa yang sudah terjadi denganmu di luar sana, tapi Ibunda sangat senang dengan apa yang telah kamu capai.”

“Aku pasti akan kembali ke Istana dan merebut hak ku kembali, tapi itu tidak sekarang. Ibunda saat ini cukup menunggu saja, dan yakinlah aku akan kembali.” kata Chen sebelum dia menghilang, tentunya dia sudag memakai kembali pakaiannya.

“Oh Dewa, apa yang sebenarnya telah terjadi dengan putraku? Selain bertambah kuat, kenapa dia sekarang begitu menggoda, baru sesaat yang lalu aku dipuaskannya, sekarang aku sudah merasa kembali menginginkan tubuh ini di jamahnya.” batin Lin Hua yang sudah tidak lagi merasakan keberadan Chen.

>>>>
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd