Tiga - Harus
Reynold
Dari jauh si donny geleng-geleng kayak orang mabok, padahal dia minum cocacola. "Gilaa gilaa, lo ngapain deketin tuh cewek?" tanyanya masih geleng-geleng.
"Iseng aja, penasaran gue sama cewek sok jual mahal gitu, Tapi dan akhirnya gampang kan?"
"Gue percaya deh lo multi talenta soal gituan, udah pinter bisnis, pinter bikin cewek klepek-klepek" donny ketawa sambil geleng-geleng lagi.
"Belom, nanti ada saatnya kok, gue bikin kayak gitu" gue bener-bener penasaran sama shanty, gue suka pipinya pas senyum. dan gue rasa giginya agak gingsul. Itu bikin hal gue tertarik.
"lo mau apaain?"
"Belum tau, tapi gue punya rencana, buat thalita gak suka sama gue"
"apa?"
"lo fotoin gue sama tuh cewek berduaan, kasih ke thalita. gimana?"
"Rey, rey, kalau gue jadi lo, gak bakalan gue sia-siain thalita!" donny menghela nafas, seolah gak ada gunanya nasihatin gue soal cewek.
"Kadang cinta tak bisa di paksa don... "
"Prettt lah, inget umur, udah ah molor, capek gue ngomong sama lo, mendingan ngomong sama jepang lebih enak." donny langsung tarik selimut.
Tapi gue berharap itu satu-satunya cara biar thalita jauhin perlahan, dan sadar gue gak bisa di paksa soal asmara.
Umur shanty masih muda banget sih, tapi gak enak juga gue bohong soal umur. Kalau dia tau umur gue beda 12 tahun sama dia, pasti mikir gue om-om, karena seusia gue harusnya udah nikah.
Tapi gak masalah buat bikin thalita jauhin gue, habis itu gue kasih tau umur gue sebenarnya biar dia ilfeel, Dan perkara selesai.
Gue pikirin rencana buat besok, rencana bukan buat tempat wisata, tapi rencana gue dekatin shanty besok,
"ya ya ya, demi jauhin thalita" semangat gue kayak semangat kejar menang tender, Jelas ini tender gue paling besar dari sebelumnya.
Soalnya ini hidup gue bukan uang.
***
Pagi-pagi gue udah di depan gang tempat dia tinggal sementara, sekaligus misscall tuh anak, tapi gak di angkat-angkat. Gak mungkin dia jauhin gue.
Parkir disini kayaknya gak masalah, gue langsung tempat tuh anak. " Bu mau tanya, disini ada yang namanya shanty?" tanya gue ke ibu-ibu atau tepatnya mbak-mbak. ah gue gak tau panggilannya buat orang bali.
"Ohh, ada, anak yang tingginya segini?" jawabnya dengan logat bali. gue yakin dia soalnya tingganya kurang lebih segitu sedada gue.
"iah betul, ada di kamar mana ya?" tanya gue lagi,
"disana, lantai dua, tapi kamu siapanya?, kalau boleh tau?"
"saya temannya, soalnya saya telepon gak bangun-bangun." jawab gue seadanya,
"oh ya ya, silahkan ke atas aja, kamarnya paling pojok" ucapnya langsung pamit, gue anggukin pelan langsung ke lantai dua.
Gue gak yakin ini kamarnya, tapi kamar yang lain kebuka isinya bule semua. gue bukannya ngintip emang pintunya ajak gak ke kunci.
"Tok.. tok... tokk" apa nih anak gak ada tempat ya, tapi ini masih pagi gak mungkin juga.
"tokkkkkkk... tookkkk" ketukan lebih kenceng lagi.
"IAhhhhhhh sabarrrr~" gue senyum pas ada suara yang jawab dan yakin itu si shanty.
"siapa?" dia langsung terpaku sambil dongak liatin muka gue,
"hi" sapa gue buat buka pembicaraan, gue rasa dia kaget gue datang ke sini pagi-pagi,
"brakk" dia tutup pintu lagi,
"Whats wrong?" gak lama dia buka pintu lagi, rambutnya agak basah kali ini, kayaknya tadi baru bangun tidur tuh anak.
"Mandi dulu sana, aku tunggu di luar ada hal yang omongin." shanty langsung salah tinggkah dan kembali tutup pintunya tanpa sepatah kata pun.
***
Hampir tiga puluh menitan tunggu. "sorry lama" suara shanty keluar kamarnya, dia keluar pakaiannya kayak biasa. celana panjang sama kaos. tapi gue bisa tali BH nya soalnya kaos yang dia pakai agak besar atau model nya kayak gitu.
" no problem"
"ada apa?, kenapa gak lewat telepon kalau mau tanya?" pertanyaan dari pertanyaan.
"lihat aja ponselnya" ekpresinya kaget lihat ponselnya, dan senyum menyeringai.
"gak kedengaran, " jawabnya menyeringai.
"pentingkah?"
"mau ajak jalan-jalan, atau tepatnya temanin jalan-jalan, gimana? " kata gue senyum, dia langsung kaget lagi, tapi kali ini bengong juga.
"Gak salah?" tanyanya dengan wajah yang bingung.
"gak kok, lo juga belum tau juga kan daerah sini?" dia diam sejenak,
"Tapi kemana?" tanyanya lagi
"Yah cari-cari aja, gak bakalan di culik kali" rasanya gemes dia gigit bibirnya sendiri pas mikir.
"okeh" dia langsung masuk ke dalam dan keluar lagi dengan rambut agak rapih. gue cuman senyum aja.
gue mau senyum tapi gak jadi, dia kayaknya salah tingkah gue ajak jalan-jalan. kayak senang tapi malu di ungkapin.
Hitungan beberapa hari gue bakalain dapetin dia.
Gue langsung ajak di ke Beachwalk, tempat mirip mall banyak tempat makannya juga. nanti aja gue pikirin ajak dia jalan kemana.
"belum pada buka" katanya,
"oh ia masih pagi" jawab gue lupa masih jam 8an,
"ya udah jalan-jalan sekitar sini aja" ajak gue parkir mobil dan pilih jalan di pinggiran pantai kuta, matahari juga belum terlalu panas.
"Kamu kerja dimana?" tanyanya buka pembicaaran, padahal gue mau tanya dia duluan.
"Medan, " dia langsung noleh dengar kata medan.
"Jauh yah, hehe"
"Yups, "
"Itu anak buah lo yang kemarin-kemarin?"
"Oh itu, saudara dekat gue, kerja di perusahaan yang sama. dia nyusul ke sini aja"
"terus kamu test nya kapan?"
" empat hari lagi, "
"good luck" gue langsung kasih jempol dua, dia gak tanyain tentang gue. Bearti dia belum terlalu tertarik sama gue.
Kalau dia tanya tentang pekerjaanm gue bakalan jawab sebagai manager, dengan gaji lumayan. Pastinya dia bakal lebih intens tanya mendalam tentang gue.
***
Gak berasa gue jalan sama dia lumayan jauh, entah dimana gue aja gak tau. yang jelas udah banyak tempat makan yang udah mulai banyak buka.
"Kita makan disana aja" tunjuk gue tempat makan cepat saji, dari dekat gue bisa dia keringetan tali BH nya lumayan keliatan dari belakang.
Gue bisa ukur itu buahdadanya lumayan, gak besar gak kecil. kalau di tangan gue ke remas semua itu. Dan gue semakin yakin tingginya dia cuman sedada gue. Gue angkat badannya bisa nih.
"Heloooo??" tangannya mondar mandir di depan muka gue,
"eh ia" gak biasanya gue mengkhayal pagi-pagi kayak gini.
Sambil makan gue lirik kanan kiri buat cariin donny, padahal kemarin gue bilang suruh foto gue berduaan, Tapi sampai sekarang gak kelihatan batang hidungnya.
Gue jadi mau senyum liat cara makannya shanty, gak kayak cewek umumnya makanya pelan. Shanty lebih agresif.
"Boleh tanya lagi gak?" tanya shanty sambil makan, padahal menurut gue kurang sopan kalau makan sambil ngomong. Tapi ya sudahlah, ini bukan aturan rumah atau kantor.
"boleh?"
"kerja di kantoran enak gak??" tanya bikin gue mau ketawa, pertanyaan yang baru kali gue temuin.
"Enak gak enak"
"enaknya? gak enaknya?" dia henttin makannya sambil tatap gue serius.
"Enaknya banyak kenalan, dan kebanyakan kerja kerasa dengan otak bukan fisik" kata gue singkat.
"dan gak enaknya, lo harus tepat waktu saat datang, kerjain perkerjaan agar sesuai target, karena gue gak suka orang yang kerjanya gak tepat waktu atau tepatnya lelet. karena kantor tempatnya untuk kerja bukan malas-malasan, Itu terutama termasuk para manager" gue langsung hentiin pembicaraan.
"shitt" gue kelepasan ngomong.
"OH,. gak paham" jawabnya singat sambil nyegir dan lanjut makan lagi.
"Tapi kamu jabatannya di atas manager dong?" lanjutnya dengan mulut penuh makanan.
"Gak kok, sederajat itulah, dan gajinya lumayan hehe"
"Ouh, jadinya intinya kerja kantor dapat duitnya lebih gede di banding gak kerja di kantor, gue ngerti" shanty angguk-angguk. padahal gak harus gitu sih.
Kalau di tempat kerja shanty gak bakalan di terima kalau jawab gitu, Itu kalau gue yang interview dia. entah kalau bagian HRD yang interview, di perusahaan gue gak bakalan keterima.
Dan sekarang posisi gue bukan atasan, tapi lagi buat dapetin si shanty, itu misi gue. jadi urusan kantor gak boleh kebawa-bawa kalau ngomong sama shanty.
Untungnya shanty gak tanya lagi, dia lanjutin makan yang tersisa. Tapi di pikir masih wajar usia segitu masih pelum paham di ruang lingkup kerja.
Gue langsung susun ulang rencana hari ini jangan sampai lepas dulu hari ini. Harus.
Bersambung...
Note, update santai ya huu....