Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bab XII:
Tujuh Hari Menjelang Akhir Dunia (I)









Saat Rea membuka kedua matanya, dia mendapati dirinya tiba-tiba berada di sebuah padang bunga yang luas dan tak berujung sejauh matanya memandang. Suasana di padang itu begitu kelabu. Tanaman dan bunganya berwarna ungu pucat, dan langit malam yang membungkus padang itu tampil muram, dalam warna hitam tak berbintang.

Ketika dirinya sedang dilanda rasa bingung, angin malam berhembus kencang hingga menerbangkan kelopak-kelopak bunga di padang itu. Sensasi dingin yang dibawanya mampu menghantarkan dingin hingga ke tulang. Rea menggigil seketika. Tapi hembusan angin kencang juga menyingkap sesuatu di padang bunga itu. Ratusan ribu tulang-belulang manusia yang tertutup rumput dan bunga, kini tersibak untuk dilihat oleh Rea.

Rea memperhatikan hamparan tulang-belulang yang kini tersaji di depan matanya. Jika ada kerangka manusia sebanyak itu di sebuah padang bunga, berarti tempat itu dulunya merupakan ladang pembantaian, atau setidaknya arena dari sebuah peperangan dahsyat. Begitu pikir Rea.

Tapi saat Rea mengedarkan pandangan, matanya tiba-tiba tertuju pada satu sosok kerangka manusia yang perlahan bangun lalu berdiri tegak, hanya beberapa puluh meter dari tempatnya. Ketika kerangka itu berdiri, kumpulan tulang-belulang lain mulai otomatis berkumpul hingga membentuk kerangka-kerangka lain, lalu ikut berdiri pula. Dalam sekejap, Rea sudah dikepung oleh kerangka manusia dengan jumlah yang tak terhingga. Kini, padang bunga itu lebih mirip seperti lembah yang berisi lautan kerangka.

Dilanda rasa bingung dan panik, Rea cepat-cepat mencari celah untuk pergi dari padang itu. Nafasnya memburu kencang. Saat salah satu kerangka mencoba meraih bajunya, Rea tahu saat itu lah dia harus lari. Maka, pemuda itu berlari sekuat tenaga, menabrak kerangka-kerangka rapuh di sekitarnya untuk membuka jalan. Tapi usaha Rea tidak berjalan mulus. Tangan-tangan tulang itu berhasil menangkapnya. Rea didorong paksa hingga menghimpit tanah.

Kerangka-kerangka itu membuatnya merebah di tanah, sementara kedua kaki dan tangannya dipegangi oleh mereka. Lalu, kerumunan kerangka di depannya membelah jadi dua; membiarkan satu sosok kerangka yang membawa sebilah besi panas untuk lewat. Mata Rea membelalak saat melihat ujung besi itu dibentuk menjadi sebuah simbol. Kini, ujung besi dengan warna oranye terang sedang diarahkan ke dada kirinya.



Dagaz, nama simbol itu. Nama itu terlintas begitu saja di benaknya, seakan dibisikkan oleh suara misterius entah dari mana. Saat kerangka pembawa besi itu merobek bajunya dan bersiap menempelkan besi panas itu di dadanya, Rea memberontak sekuat tenaga. Sayangnya, tenaganya tak cukup kuat melawan ratusan kerangka manusia yang menindih tangan dan kakinya.

Hingga ketika akhirnya besi panas itu menempel tepat di dada kiri Rea –terletak tepat di area jantungnya–, Rea menjerit keras hingga suaranya menggema di padang sunyi itu. Hanya butuh beberapa detik untuk kerangka itu menempelkan besi panas di dada Rea hingga memberikan luka bakar berbentuk simbol di dadanya, tapi Rea merasa bahwa beberapa detik itu adalah waktu terlama di hidupnya.

Seketika, Rea tak sadarkan diri karena tak kuat menahan rasa sakit yang menyengat di dada.



———


Puncak – Bogor, 2021

Rea membuka mata dan mendapati pemandangan asing yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Ruangan besar dengan plafon berlukiskan langit biru dan gulungan awan hadir di depan matanya. Perlahan, pemuda itu bangun dari tidurnya. Kepalanya terasa pening dan berputar. Maka, dia spontan memegangi kepala sambil meringis dan memicingkan sebelah mata. Ada satu hal lain yang dia sadari. Keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya.

“Hai, bangun juga jagoan kita!” Seorang anak kecil berambut keemasan dan bermata biru menyapa Rea. Anak itu duduk di kursi, dengan meja makan ada di hadapannya.

Empat orang lain yang tengah berada di meja yang sama, menoleh bersamaan ke arah Rea. Mereka adalah Fenrir, Thor, Lucifer dan Loki. Keempatnya kembali melanjutkan sesi makan siang mereka, sementara si anak kecil bermata biru justru berjalan dan membawa piring makanannya ke arah Rea.

“Tidurmu enak?” tanya anak itu, Ein.

Rea menggeleng. Dia belum bisa berkonsentrasi karena kepalanya masih terasa berputar. Samar-samar, dirinya juga merasakan nyeri dan panas di dada kirinya. Tapi Rea tak terlalu mengindahkan gangguan tersebut. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya, dan Rea merasa tak tenang jika belum tahu apa itu.

Rea berusaha merunutkan kejadian sebelum dirinya terbangun di sofa rumah megah yang asing itu. Otaknya berpikir cepat sembari melawan pening yang menyiksa. Sampai akhirnya, Rea menyadari satu hal: jasad paman dan bibinya yang belum dia kuburkan. Pemuda itu buru-buru beringsut dari sofa, lalu berjalan sempoyongan, mencari pintu keluar. Langkahnya melambat karena seorang pelayan tiba-tiba berdiri di jalurnya.

“Saya sarankan anda untuk kembali istirahat, tuan Rea,” ucap pelayan itu dengan nada dan gestur sopan.

Rea memperhatikan pelayan yang berdiri di hadapannya itu. Seorang pria setengah baya berambut putih yang disisir ke belakang, dengan tinggi menjulang dan berperawakan kurus sekali, hingga Rea bisa melihat tulang menonjol di pipi kurusnya. Dia menaksir tinggi pria itu sekitar dua meter, memakai setelan jas hitam, kemeja putih dan dasi kupu-kupu hitam. Pin emas berbentuk tengkorak tersemat rapi di dadanya.

“Kalau jasad paman dan bibimu yang kamu khawatirkan, Death sudah mengurusnya. Mereka ada di ruang pendingin. Kamu bisa menguburkan jasad mereka di halaman rumah ini, kalau mau,” ujar Loki, disela sesi mengunyahnya.

Rea menaikkan kedua alisnya. “Tapi... gimana bisa? Bukannya jasad paman dan bibi saya diurus polisi?”

“Bagi Death, mudah untuk mencuri sesuatu dari manusia. Tidak perlu penasaran bagaimana caranya, nanti juga ada di berita. Lagipula, kami sadar bahwa membawa jasad paman dan bibimu itu penting untuk keperluan negosiasi,” Lucifer menambahi.

Rea tertegun sejenak. Dia ingin segera menguburkan jasad Narto dan Ningsih, agar hatinya bisa lega. Tapi sebelum itu, dia ingin berterima kasih kepada orang yang membawa jasad paman dan bibinya.

“Jadi, dimana saya bisa bertemu dengan orang yang dipanggil Death ini? Saya mau berterima kasih.”

Loki, masih sibuk mengunyah, langsung menunjuk pelayan yang berdiri di hadapan Rea. “Ingat tengkorak bertudung yang bawa-bawa sabit semalam? Yang bukain pagar mobil? Itu versi manusianya.”

Death, kini dalam wujud manusia, sedikit membungkuk ke Rea saat dirinya diperkenalkan oleh Loki. Gesturnya terlihat sopan sekali. Lalu, tangan kirinya merentang ke arah meja makan, sambil berujar, “akan saya bantu menguburkan jasad paman dan bibi anda, tuan Rea. Tapi sebelumnya, silakan makan lebih dulu. Anda butuh banyak energi untuk menggali tanah.”

“Terima kasih,” jawab Rea, sambil membungkuk hormat. Tanpa banyak basa-basi, dirinya segera menuju meja makan, bergabung bersama empat orang asing yang baru dikenalnya tadi malam. Rea menyimpan pertanyaan tentang bagaimana satu kerangka berjubah hitam bisa menjadi manusia utuh –dalam balutan kulit dan daging– hanya dalam semalam, untuk ditanyakan nanti kepada yang bersangkutan.



———


Rea berdiri di tengah halaman luas, di samping rumah megah yang sedang disinggahinya itu. Dirinya menghadap ke dua gundukan tanah yang baru saja digalinya. Kuburan milik Narto dan Ningsih. Ada kelegaan terlukis di raut wajahnya. Rea merasa tugasnya telah selesai, untuk mengantar orang-orang yang berarti di hidupnya ke peristirahatan terakhir mereka.

Di samping Rea, Death berdiri khidmat, mengikuti prosesi pemakaman. Sorot matanya memandangi dua kuburan baru itu, tapi benaknya bepergian kemana-mana. Kematian adalah sesuatu yang akrab baginya. Death, di masa lalunya, adalah instrumen yang dipekerjakan Tuhan untuk menjemput jiwa-jiwa yang telah selesai masa hidupnya di dunia. Sudah tak terhitung jiwa yang dia cabut dari raga, dan tak terhitung pula drama kematian yang dia saksikan. Bagi Death, kematian selalu akrab dengan kesedihan, dan kesedihan itu pula yang membuatnya pensiun sebagai malaikat kematian.

“Tuan Death, sekali lagi, terima kasih banyak sudah mengurus jasad paman dan bibi saya. Terima kasih juga karena sudah membantu saya menyatukan jasad bibi saya hingga kembali utuh,” ujar Rea, lirih. Kepalanya masih menunduk, menatap ke arah kuburan.

“Itu adalah hal yang setidaknya bisa saya bantu untuk anda, tuan Rea,” Death merogoh dua tangkai bunga mawar hitam dari saku jasnya, lalu menaruh kedua tangkai mawar itu ke masing-masing kuburan, “semoga jiwa-jiwa mereka tenang di alam sana.”

Rea mengamini ucapan Death, lalu bertolak kembali ke rumah megah itu. Di belakangnya, Death mengekor sambil melipat kedua tangan di belakang. Sambil berjalan menuju rumah, banyak pertanyaan berkecamuk di benak Rea; tentang penyebab kematian paman dan bibinya, kenapa ibunya bisa hidup kembali, dan iblis yang menjalin kontrak dengan ibunya. Pikirannya tertuju pada satu arah: iblis yang menjalin kontrak dengan ibunya itu adalah penyebab dari semua tragedi yang Rea alami.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, api dendam berkobar dalam hati Rea. Kemarahan dan sakit hati yang menggelegak membuatnya mengambil keputusan impulsif; dirinya harus balas dendam. Dia memastikan iblis itu akan membayar untuk semua kehilangan yang dia rasakan, dan Rea yakin, orang-orang dengan kemampuan tidak biasa yang dikenalnya tadi malam bisa membantunya untuk mewujudkan keinginan itu.

Sesampainya mereka di ruang tamu, Loki, Lucifer, Fenrir, Thor dan Ein sudah menunggu. Mereka duduk di kursi, dengan cemilan terhidang di meja yang berada di tengah. Hanya Ein yang sibuk memakan cemilan itu, sementara yang lain menyambut Rea dan Death dengan ekspresi serius.

“Baik, karena urusanmu sudah selesai, bisakah kita fokus ke permasalahan utama, sekarang?” tanya Loki pada Rea, tanpa basa-basi.

Yang ditanya, seketika mengernyitkan dahi. “Masalah utama apa? Keterlibatan saya apa? Saya ga dapat penjelasan apa-apa, terus tiba-tiba harus fokus ke masalah utama. Aneh.”

Samar-samar, Loki tersenyum kecil. Ada perubahan sikap dari Rea yang dirasakan Loki. Rea siang ini terlihat dan terdengar lebih dingin dan ketus daripada dirinya yang semalam. Pria itu yakin, perubahan itu terjadi karena dorongan emosi yang kuat. Loki dengan cepat bisa menebak apa yang Rea inginkan, dan dia yakin arah pembicaraan ini pun dengan mudah akan berjalan sesuai dengan harapannya.

“Silakan duduk, Rea,” balas Loki.

Dari semua orang yang terlibat di ruangan itu, hanya Ein yang terlihat ceria. Maka, Rea memilih untuk duduk di sebelah Ein. Baru saja dirinya menempelkan pantat ke sofa, sudah disambut oleh senyuman lebar dari anak itu. Rea langsung menandai, bahwa Ein adalah ‘pemecah es’ yang handal.

“Apa yang akan saya jelaskan ini, mungkin terdengar tidak masuk akal,” Loki berdehem sebelum melanjutkan, “tapi akhir dunia akan terjadi kurang dari tujuh hari ke depan, terhitung dari hari ini.”

“Akhir dunia? Kiamat, maksudnya?” tanya Rea.

“Armageddon, Judgement Day, you name it. But we, Asgardians, called it Ragnarök. The second one,” sambung Thor. Matanya menatap lurus ke Rea.

“Dia belum ganti bahasa?” bisik Loki kepada Fenrir.

Fenrir tersenyum sinis sebelum menjawab, “sudah, kok. Dia cuma mau kelihatan lebih bergaya aja.” Mendengar jawaban Fenrir, Loki sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi.

“Terus, kenapa saya diberitahu hal ini? Hubungannya dengan saya, apa?” tanya Rea, lagi. Rasa bingung mulai menumpuk di benaknya.

“Sebaiknya saya mulai menjelaskan dari awal. Jadi, simak baik-baik.” Loki menyempatkan diri untuk menarik nafas panjang sebelum mulai bercerita. Seketika, Rea merasa bahwa cerita Loki tidak akan berakhir singkat. “Saya, lalu pria berambut merah ini, dan gadis cantik nan modis di sebelahnya, kami adalah perwujudan nyata dari karakter dalam epos yang kalian sebut sebagai mitologi Nordik. Saya sendiri, dulu dikenal sebagai Loki Laufeyjarson, dan dijuluki sebagai sang Dewa Jahil—right, it sounds cooler when I spell it with English: God of Mischief.

“Saya adalah saudara sedarah dari Odin, pemimpin para dewa-dewi di Asgard, ayah dari Thor, si pria berambut merah ini,” ujar Loki, sambil menunjuk Thor yang duduk di sebelah Fenrir. “Ini menandakan bahwa secara teknis, saya adalah paman dari Thor—”

Rea sigap memotong, “tapi di MCU, Loki diceritakan sebagai saudara Thor—”

Kali ini, Loki yang memotong, “I am here as living proof so you can ask me directly about which one is right, me or that trashy film company. Anyway, sampai dimana tadi?”

“Secara teknis, Papa adalah paman dari Thor,” timpal Fenrir, mengingatkan.

“Terima kasih, Fenrir.” Loki kembali berdehem. “Oke, lanjut. Seperti yang sudah disebut Thor tadi, bahwa kali ini kemungkinan akan terjadi Ragnarök kedua. Lalu, kapan Ragnarök pertama terjadi? Yang pertama terjadi ribuan tahun lalu, pada masa ketika banjir besar menenggelamkan hampir seisi bumi. Kalau tidak salah, saat itu ada seseorang yang membangun bahtera besar demi mengamankan diri dari banjir. Namanya Nuh... atau Noah... saya tidak begitu ingat.”

“Pa, fokus,” tegur Fenrir. Lucifer hanya bisa diam sambil menahan gemas melihat ketidak-fokusan Loki pada topik bahasan.

Ragnarök adalah kata yang populer beberapa dekade terakhir,” ujar Rea, “jadi saya sudah familiar dengan itu. Tapi saya belum begitu mengerti, Ragnarök ini tentang apa?”

Thor langsung menjawab, “
Ragnarök bisa diartikan sebagai takdir para dewa. Dalam Ragnarök, takdir para dewa ditentukan lewat perang besar antara dewa-dewa æsir dan vanir¹, dengan kaum jötunn² dan iblis. Ragnarök juga punya tanda-tandanya sendiri, yang menandakan bahwa Ragnarök akan tiba: Loki yang mempunyai tiga anak dari ular raksasa Angrboa, yaitu Hel sang Dewi Kematian dan penguasa dunia bawah Helheim, Fenrir sang serigala raksasa, dan Jormungadr, ular Midgard; kematian Baldur, sang Dewa Cahaya dan anak emas Asgard karena ulah pamanku yang paling bodoh ini,” ucap Thor sambil menunjuk Loki dengan santai, lalu kembali melanjutkan, “perubahan cuaca ekstrim hingga berakhir menjadi musim dingin yang terjadi di seluruh dunia; lalu timbul bencana, wabah dan peperangan di seluruh dunia secara terus-menerus hingga Ragnarök tiba. Beberapa tanda-tandanya sudah terjadi di masa lalu, dan beberapa lainnya kembali terulang di masa kini.”

“Bencana, wabah dan peperangan... juga perubahan cuaca ekstrim hingga suhu udara turun terus-menerus,” Rea menarik kesimpulan sendiri, yang ternyata dibenarkan oleh Fenrir, Thor dan Loki.

“Perangnya sendiri bertempat di sebuah lembah bernama Vigrid, lembah yang jika kita datang ke sana saat musim semi, maka akan disajikan pemandangan padang bunga lavender yang indah,” timpal Loki.

Sekilas, Rea seperti teringat akan padang bunga yang ada di dalam mimpinya semalam. Firasatnya mengatakan, bahwa lembah bernama Vigrid dan padang bunga yang dilihatnya di mimpi saling terkoneksi.

“Saat Ragnarök pertama, kami datang dari dua kubu yang berbeda; saya, Fenrir dan kerabat lain berperang melawan Thor, ayahnya, serta dewa-dewa lainnya. Hampir tidak ada yang selamat dari perang tersebut. Secara teknis, kami sudah mati.” Loki mengulas satu senyum dingin pada Rea. “Mati dan berakhir di Helheim tidak membuat kami lantas berdamai. Kami melanjutkan peperangan kami di sana. Sampai suatu kejadian mengharuskan kami berdamai dengan masa lalu....

“Ingat dewa kesayangan Asgard yang mati karena ulah saya? Dewa itu bernama Baldur. Baldur ini... begitu disayang oleh semua makhluk di seluruh dunia, bahkan sembilan dunia, hingga ibunya, Frigg, memberkatinya dengan kekebalan atas berbagai macam elemen yang ada di dunia ini, kecuali satu hal: mistletoe. Lalu, Baldur terbunuh karena saya memperdaya saudara kembarnya, Dewa Kegelapan Hoddr, untuk memanah Baldur dengan anak panah yang terbuat dari tanaman itu.

“Rupanya, kematian Baldur adalah salah satu pertanda dari Ragnarök. Untuk mencegah itu, selain karena faktor sayang, tentunya, Ibu Baldur, Frigg, rela menghampiri salah satu anak saya, Hel, di kediamannya di Helheim dan meminta kepada Hel untuk menghidupkan kembali Baldur. Hel bilang, bahwa dia bisa menghidupkan kembali Baldur jika seluruh makhluk menangisi kematiannya. Seharusnya itu perkara yang mudah. Semua makhluk menyayangi Baldur, tapi tidak dengan saya, dulu. Saya malah sengaja berubah menjadi seorang jötunn, dan menjadi satu-satunya yang menertawai kematian Baldur. Upacara kebangkitan Baldur pun gagal, dan Ragnarök tidak dapat terhindarkan.

“Baldur menjadi satu-satunya makhluk yang tidak bisa dibangkitkan Hel menjelang Ragnarök. Absennya Baldur, justru menjadi ketimpangan di kubu æsir. Para dewa mengalami banyak kekalahan dalam perang itu. Tapi Hel dan Baldur punya perjanjian sendiri. Hel berjanji, Baldur akan otomatis hidup kembali setelah Ragnarök. Dari sini, masalah sebenarnya dimulai.

“Saat kami, para korban perang, mati dan pergi ke Helheim, Baldur justru hidup kembali. Tapi, akibat terlalu lama berada di Helheim membuat Baldur mendapat pengaruh buruk dari para iblis di sana. Baldur yang lembut dan baik hati, berubah menjadi seseorang yang terlampau kritis dan sinis, membuatnya selalu mempertanyakan takdir, yang semakin lama, berubah menjadi dendam dan kebencian yang bertumbuh semakin liar. Baldur berakhir menjadi dewa yang membenci siapa pun dan apa pun—bahkan semua hal. Maka, Baldur akhirnya memutuskan untuk menghancurkan seluruh dunia. Bukan, malah seluruh alam semesta.

“Meski mempunyai kekuatan dewa, Baldur tidak sekuat itu sampai bisa menghancurkan alam semesta. Tidak ada satu pun makhluk di sembilan dunia yang bisa menghancurkan alam semesta, selain lewat keputusan dari entitas maha agung yang sanggup membuat alam semesta hancur, jika Dia menghendaki demikian—entitas yang kamu sebut sebagai Tuhan itu. Dari awal alam semesta ini terbentuk, entitas yang kalian sebut Tuhan itu sudah merancang skenario dan waktu kapan alam semesta akan hancur. Tuhan menyusun sistem kompleks berbentuk sekuens demi sekuens yang, ketika sekuensnya terjadi, maka perkembangan waktu kehancuran alam semesta akan semakin dekat. Hingga saat semua sekuens terpenuhi, kehancuran alam semesta tak bisa terhindarkan—sesuatu yang kalian para manusia sebut sebagai kiamat.

“Tapi para dewa, menggunakan pengetahuan, peradaban dan kemampuan terbaik mereka, membuat sebuah mekanisme yang memungkinkan mereka untuk meretas sistem sekuens tersebut. Anggap lah seperti jalan belakang. Sesuatu yang menentang takdir Tuhan—mengakselerasi proses kehancuran alam semesta. Para dewa merancang mekanisme itu dalam bentuk 64 portal—kami menyebutnya Gate of Retribution, yang masing-masing portalnya jika diaktifkan dapat mengganggu keseimbangan alam semesta, dan jika seluruh 64 portal tersebut aktif secara berurutan, maka kiamat akan terjadi... lebih cepat dari rangkaian sekuens yang diatur Tuhan,” ujar Loki, melalui penjelasan panjang.

“Tapi kenapa kalian membuat mekanisme kayak gitu? Apa gunanya buat kalian? Bukannya kalau alam semesta hancur, kalian juga musnah? KITA SEMUA AKAN MUSNAH, ya kan?” tanya Rea, tegas.

“Pertanyaan bagus.” Loki meminum air putih sebelum melanjutkan. “Sejauh yang kami ingat, kami membentuk mekanisme tersebut sebagai bentuk protes kepada entitas Tuhan itu. Bahwa kami menentang diri kami diatur oleh ‘tangan yang lebih besar’. Kami tidak benar-benar ingin memakainya, hanya ingin menunjukkan bahwa kami juga bisa menentukan takdir kami sendiri.”

Lucifer tiba-tiba tertawa sinis. “Pertama dan terakhir kalinya aku protes kepada Tuhan, aku ditendang dari surga, Loki. Kalian beruntung tidak diamuk Tuhan.”

“Biar saya tebak, Baldur ini yang ternyata menggunakan mekanisme yang kalian rancang itu untuk menghancurkan alam semesta, benar?” tanya Rea, lagi.

Loki tersenyum lebar sambil menatap Rea. Di luar dugaan, pemuda itu cepat mengerti, pikir Loki. “Selama seribu tahun, Baldur sudah mengaktifkan 63 portal yang tersebar di seluruh sembilan dunia. Sebenarnya tidak butuh bagi Baldur untuk mengaktifkan portal terakhir, karena saat portal ke-63 aktif, maka dalam waktu sembilan puluh hari, hitungan mundur kiamat telah dimulai. Portal terakhir adalah kunci, yang jika diaktifkan, penggunanya bisa memilih untuk mengaktifkan kiamat saat itu juga, atau membatalkannya.

“Tapi tidak ada yang tahu letak portal terakhir. Informasinya dipegang dan dijaga ketat oleh Enki, Dewa Pengetahuan bangsa Sumeria. Namun sulit untuk mencari Enki, karena dewa itu berasal dari tempat yang jauh—lebih jauh dari sembilan dunia. Sebuah planet yang mereka sebut dengan Nibiru. Terakhir Enki datang ke Midgard, atau kalian menyebutnya dengan Bumi, itu dua ribu tahun lalu.

“Maka, kami pun membentuk tim untuk mencari portal terakhir. Hel menggunakan kekuatannya untuk menukar jiwanya sebagai bayaran untuk menghidupkan kembali saya, Thor, Fenrir dan Heimdall. Yang bisa dihidupkan terbatas, makanya Hel memilih saya sebagai ahli strategi, Thor dan Fenrir sebagai kekuatan tempur, dan Heimdall sebagai operator transportasi.” Loki tiba-tiba menunjuk Ein yang sedang asik menikmati cemilan. “Einherjar itu sendiri saya bawa sebagai tambahan kekuatan dari Valhalla. Apa dia cukup berguna, Bintang Fajar?”

“Dia cukup persisten. Semangat mudanya tinggi,” jawab Lucifer, santai.

“Aku ga bisa mengikuti obrolan kalian, jadi aku ngemil saja, ya?” balas Ein.

So, this Baldur is in the upper hand, right? Tanpa dia bisa menemukan portal terakhir pun, kiamat sudah pasti akan terjadi. Sebaliknya, kalian ada di posisi yang menyulitkan. Lalu, kenapa ga menonaktifkan portalnya, aja?” tanya Rea.

“Portal hanya bisa dinonaktifkan oleh orang yang mengaktifkannya, atau oleh orang yang punya DNA orang yang mengaktifkannya. Portal-portal ini bekerja sebagai jaringan, Rea. Saat portal pertama aktif, portal akan mengenali orang yang mengaktifkannya sebagai pengguna untuk mengaktifkan portal lainnya. Informasi ini dibagikan ke portal-portal lainnya. Kami selalu kalah selangkah dari Baldur, saat kami tiba di portal, Baldur sudah lebih dulu mengaktifkan portal-portal tersebut. Lagipula, saat portal ke-63 aktif, mekanisme kiamat pun otomatis aktif dan tidak bisa dibatalkan. Kecuali, jika kami bisa mengakses portal terakhir—itu pun harus dilakukan oleh orang yang mengaktifkannya,” jawab Loki.

Sebenarnya, saat nama Baldur beberapa kali disebut oleh Loki, Rea merasa pernah mendengar nama itu sebelumnya. Rasa-rasanya, dia mendengar nama itu disebut belum lama ini. Tapi dirinya belum bisa ingat kapan. “Lalu, apa hubungannya semua kerumitan akhir dunia ini dengan saya?”

“Sebelum saya menjawab, ada hal yang ingin saya ceritakan, Rea. Tahu Anunnaki? Anunnaki adalah sebutan untuk ras dewa bangsa Sumeria. Anunnaki dipercaya sebagai nenek moyang manusia modern, homo sapiens sapiens. Dalam kedatangan mereka puluhan ribu tahun lalu, dengan berbekal peradaban mereka yang maju, mereka mengembangkan percobaan penggabungan gen antara kaum mereka dengan manusia purba. Hingga akhirnya, dengan komposisi DNA yang tepat, percobaan itu berhasil, dan manusia generasi baru telah lahir. Yang pertama dari mereka bernama Anshargal, yang berarti pangeran agung dari surga.

“Lalu, para Anunnaki menyilangkan DNA Anshargal dengan manusia pada jaman itu, dengan cara menyuntikkan sperma Ashargal ke sel telur beberapa manusia perempuan tersebut—metode yang saat ini dikenal sebagai bayi tabung, untuk membuat keturunan manusia modern. Tapi untuk menjaga keturunannya tetap murni, Inanna, dewi bangsa Sumeria, salah satu yang tertinggi dari para Anunnaki, mengusulkan untuk membiarkannya berkembang biak dengan Anshargal. Maka, anak-anak eksklusif yang lahir tersebut mempunyai gen yang mirip dengan mereka. Dalam prosesnya, keturunan Anshargal dan Inanna tetap berkembang biak secara eksklusif, sementara keturunan manusia biasa yang memperoleh DNA Anshargal berkembang biak secara masif hingga mendominasi Bumi.

“Lalu, kita berlanjut ke cerita lain. Dalam banyak mitologi, diceritakan bahwa hubungan antara dewa dan manusia seringkali melahirkan seorang anak yang berstatus manusia setengah dewa. Seperti Heracles dalam mitologi Yunani, misalnya. Tapi pada kenyataannya, hanya keturunan dari Anshargal dan Inanna lah yang mampu menampung kekuatan dewa dalam tubuh manusia. Truth be told, Heracles adalah keturunan dewa Zeus, yang juga keturunan dari Anshargal.

“Dan kamu bertanya apa hubunganmu dengan semua kerumitan ini, Rea?” Loki menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Senyum lebar pun terkembang di bibirnya. “Kamu adalah anak dari Baldur, lewat perselingkuhan ibumu dengan dewa itu. Secara mengejutkan pula, ternyata kamu, ibumu dan pamanmu adalah keturunan dari Anshargal dan Inanna—keturunan dari para Anunnaki. Kamu adalah setengah dewa, Rea, dari dewa paling diburu di alam semesta. DNA mu adalah salah satu harapan kami untuk membatalkan kiamat lewat portal terakhir. Sampai sini sudah jelas?”

Akhirnya, Rea ingat pernah mendengar nama Baldur dari mana. Nama itu diucapkan Ratih semalam, tepat sebelum Rea menginjak kepala ibunya itu hingga hancur. Baldur adalah pria yang diceritakan Ratih dalam racauannya. Ayahnya yang sebenarnya... adalah seorang dewa yang ingin membinasakan seluruh alam semesta.

Rea tidak bisa berkata apa-apa lagi.










—Bersambung.





Catatan Kaki:


Vanir adalah salah satu kelompok Dewa-Dewi dalam mitologi Nordik. Mereka memiliki hubungan dengan Æsir, meskipun mereka dikelompokkan berbeda. Kaum Æsir cenderung sebagai penguasa peraturan, ahli perang, dan lebih berkuasa, dibandingkan Vanir, kaum Dewa-Dewi yang mengatur kesuburan dan fenomena alam.

Ayah kaum Vanir dan Dewa-Dewi laut adalah Njord. Kaum Vanir berada di bawah kaum Æsir. Dewa-Dewi yang termasuk kaum Vanir seperti: Freyr, Dewa kesuburan, dan Freyja, Dewi kasih sayang dan seksualitas, yang tinggal di antara kaum Æsir di Yggdrasil

Dalam mitologi Nordik, jötunn adalah jenis entitas yang kontras/bertolak belakang dengan dewa (Æsir dan Vanir) dan sosok non-manusia lainnya, seperti Kurcaci dan Elf. Seringkali dianggap sebagai ras raksasa, namun banyak juga jötunn yang berwujud seperti manusia. Loki adalah salah satu contohnya.

Jötunn adalah bentuk singular, sedangkan bentuk plural/jamaknya adalah jötnar. Para jötnar terutama tinggal di Jôtunheimr, namun mereka kadang-kadang disebut sebagai yang tinggal di lokasi geografis tertentu seperti Ægir di Læsø
 
Terakhir diubah:
Makasih updatenya

Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah
Rasanya bukan suatu kebetulan ada Iblis yang bersekutu dengan Ratih.
 
Bab XIII:
Tujuh Hari Menjelang Akhir Dunia (II)








Seketika, Rea merasa kepalanya pusing dan pandangannya kabur karena tingkat stress yang tiba-tiba melonjak tinggi. Terlalu banyak informasi yang membebani otaknya secara mendadak, dan informasi terakhir tentang siapa dirinya adalah yang membebani paling berat. Pemuda itu segera mengambil minum, tapi tangannya gemetar sehingga air dalam gelas yang digenggamnya sedikit tumpah.

Buru-buru ditenggaknya air putih hingga ludes, lalu mencoba menenangkan diri. Setelah agak tenang, Rea kembali bertanya, “Ibu saya sebelum mati juga menyebut nama yang sama. Baldur. Ta-tapi... kenapa kalian bisa tahu kalau saya anak dari dewa itu? Kenapa juga kalian bisa tahu kalau ibu saya selingkuh?”

“Untuk dua pertanyaan tersebut, jawabannya saling berkaitan dan juga agak panjang,” jawab Loki, “pertama, ini semua dimulai saat kami menemukan portal ke-61 di hutan belantara Kalimantan, satu tahun lalu. Saat kami tiba di portal tersebut, tentu saja kami terlambat; Baldur sudah mengaktifkannya dan menghilang, kemungkinan bertolak ke portal selanjutnya. Tapi ada bekas pertempuran di sana, juga beberapa mayat dari pasukan misterius yang tidak bisa kami identifikasi karena kondisi mereka yang terlalu menyedihkan. Kami yakin, pasukan tersebut diutus oleh dewa tertentu—melihat dari persenjataan mereka. Ini menandakan, bahwa bukan cuma kami yang mengincar Baldur.

“Lalu, kejutan muncul saat Fenrir yang mempunyai indera penciuman sangat tajam, melacak bau yang kuat yang tertinggal di tempat itu. Bau tersebut berasal dari sobekan kain yang terciprat darah. Teman kami, Heimdall, lalu membawa sobekan kain itu ke Helheim untuk mengkonfirmasi apakah bau darah itu milik Baldur atau bukan kepada orang tua Baldur yang kini berada di sana, Odin dan Frigg. Saat itu, Frigg ingat bau darah di sobekan darah itu mirip dengan bau darah Baldur saat tewas di pelukannya. Heimdall juga melakukan tes DNA kepada Odin, dengan membandingkan sampel darah Odin dengan darah di sobekan kain tersebut. Hasil tesnya terbukti seratus persen cocok. Ini kemajuan besar bagi kami, karena kamu tahu, Baldur terkenal sangat hati-hati dan tidak pernah meninggalkan jejak apa pun sebelumnya.

“Dengan berbekal sobekan kain yang terdapat bau darah Baldur, kami melakukan pelacakan lewat Fenrir. Anak gadis saya ini indera penciumannya kuat sekali, lho. Selama masih ada di dunia yang sama, Fenrir bisa melacaknya hingga ke lubang tikus sekali pun. Nah, di sini bagian anehnya. Fenrir mencium bau Baldur dari dua arah yang berbeda. Kami mencoba mengikuti salah satu arah bau itu, dan berakhir di Machu Pichu, tempat portal ke-62 berada. Kami menemukan portal itu dalam keadaan aktif. Berarti, bau yang kami ikuti adalah milik Baldur. Lalu, bau satunya lagi yang mirip dengan Baldur ini milik siapa?

“Maka, saya meminta Fenrir melacak bau darah Baldur dari arah lain itu, yang ternyata membawa kami kepadamu, Rea. Setelah melacakmu, saya menugaskan Fenrir, bersama Thor, untuk kembali melacak Baldur yang sedang mencari portal ke-63. Di sisi lain, kami sendiri kesulitan melacakmu, karena sepertinya seseorang menyadari kami sedang mencarimu, jadi seseorang itu menyembunyikan baumu, beserta hawa keberadaanmu, Rea. Butuh waktu cukup lama sampai kami bisa memastikan kamu adalah asal dari bau darah yang dilacak Fenrir. Setelah yakin, kami mengintaimu, lalu menyuruh si bocah einherjar untuk mencegatmu di jalan—dengan tujuan membuatmu kecelakaan kecil sehingga kami bisa menempelkan alat pelacak yang dibuat Heimdall ke motormu.

“Setelah beres, kami membagi tugas. Saya menghubungi Fenrir dan Thor, dan ternyata mereka sedang berada di Brooklyn untuk melacak Baldur, yang sudah hampir tiga bulan lalu telah mengaktifkan portal ke-63 dan kemungkinan besar masih mencari portal terakhir. Saya juga meminta einherjar itu dan Lucifer untuk memata-mataimu lewat alat pelacak Heimdall, sedangkan saya dan Heimdall melakukan background check tentangmu, selain juga mengumpulkan informasi kenapa kamu mempunyai bau darah yang sama dengan Baldur. Hasilnya cukup mengejutkan. Heimdall bilang, hanya keturunan dewa yang punya bau darah yang sama, dengan kata lain, hanya keturunan dewa yang punya karakteristik darah yang sama.

“Lalu... ada pertanyaan baru di otak saya: kenapa kamu bisa mempunyai darah yang sama dengan Baldur, padahal kamu manusia? Manusia yang mempunyai darah yang sama dengan dewa menandakan bahwa kamu adalah setengah dewa, Rea. Tapi itu tidak mungkin. Tidak ada manusia biasa yang bisa melahirkan keturunan dewa. Janin manusia tidak cukup kuat untuk menampung kekuatan kami, kecuali... kamu adalah keturunan Anshargal dan Inanna. Keturunan dari para Anunnaki.”

Loki memberi jeda pada Rea untuk menyerap informasi yang baru saja dia beberkan. Di sisi lain, kepala Rea semakin pusing karena mendengar runutan informasi yang terasa menyulitkan untuk dia cerna. “Maka, kami melakukan background check ke keluargamu, terutama ibumu. Dari penelusuran manusia yang jadi rekan-rekan intelijen kami, menyebutkan bahwa keluarga ibumu mati dengan cara tragis, dan hanya menyisakan ibumu dan pamanmu sebagai anggota keluarga. Kami lumayan familar dengan kematian tragis seperti itu, maka saya meminta Lucifer untuk menyelidiki latar belakang ibumu dan pamanmu; apakah ada iblis yang melakukan perjanjian dengan salah satu dari mereka, dengan imbalan tumbal manusia. Kami juga membuat dugaan, bahwa ibumu dan pamanmu adalah keturunan dari Anshargal dan Inanna, Rea. The blood of their ancestor runs in their veins.

“Ini juga menjawab kenapa ada seseorang yang bisa merasakan kehadiran kami yang sedang mencarimu. Pamanmu melindungimu dengan menekan hawa keberadaanmu dan bau darahmu, sehingga berbulan-bulan kami kalang kabut mencarimu. Keturunan Anshargal dan Inanna memang dikenal mempunyai kemampuan istimewa, karena mereka sendiri merupakan keturunan dari dewa.

“Di sisi lain, dugaan kami semakin diperkuat setelah Lucifer kembali dari neraka berbekal informasi yang dia dapatkan dari beberapa bawahannya. Lucifer menyebutkan, ada iblis kuno yang selama beberapa waktu belakangan mondar-mandir ke dunia manusia. Iblis itu bernama Akoman. Yang perlu kamu tahu, iblis hanya bisa keluar dari neraka lewat perjanjian dengan makhluk lain di luar neraka. Tidak harus manusia, memang. Tapi Akoman adalah iblis kuno yang sebenarnya jarang muncul, bahkan di neraka sekalipun. Pasti ada sesuatu yang istimewa dari pembuat kontrak untuk bisa menarik perhatian Akoman. Setelah diselidiki, yang membuat perjanjian dengan Akoman adalah ibumu sendiri. Kemungkinan, Akoman bisa merasakan bahwa ibumu adalah keturunan Anshargal dan Inanna, makanya Akoman tertarik. Perlu diketahui, semakin kuat dan tua iblis, semakin tinggi derajatnya, dan mental manusia biasa tidak akan sanggup berhadapan dengan iblis tingkat tinggi, apalagi iblis kuno macam Akoman. Lagipula, hanya keturunan Anshargal dan Inanna yang bisa mengatasi keberadaan Akoman dalam jangka waktu lama tanpa menjadi gila karena tidak kuat mental. Kebetulan yang mengerikan, bukan?”

Loki bangkit dari duduknya, lalu berjalan menghampiri Rea. Saat jarak mereka semakin dekat, Loki berhenti. Dia berdiri di depan Rea, menatapnya dalam-dalam. “Kami membuat dugaan lain, bahwa ibumu, secara kebetulan pula, bertemu dengan Baldur. Lalu hasil dari pertemuan itu, ibumu hamil kamu, Rea. Itu yang kami bisa simpulkan, untuk saat ini. Apa penjelasan saya sudah cukup menjawab pertanyaanmu, Reandra?”

Tapi Rea hanya bisa diam. Rentetan informasi baru itu semakin tidak bisa ditampung otaknya. Diam adalah langkah terbaik yang bisa dia ambil sejauh ini, karena jika mulutnya membuka, niscaya hanya ada teriakan marah yang keluar dari sana. Amarah Rea benar-benar menggelegak, karena mendapati bahwa hidupnya ternyata sudah berantakan, bahkan dari sebelum dia lahir ke dunia.

“Maka dari itu, kami meminta bantuanmu untuk mencegah Baldur menyelesaikan rencana penghancuran alam semesta ini,” ujar Loki pada Rea, lagi. “Hanya kamu yang bisa mengakses portal terakhir, dan membatalkan proses penghancurannya. Kami juga sebenarnya berharap Baldur menghentikan rencana gilanya, tapi itu tidak mungkin. Jadi hanya kamu satu-satunya harapan kami, sekarang.”

“Gimana... kalau... dia—maksud saya, Baldur, yang menemukan portal terakhir lebih dulu?” balas Rea. Ada rasa canggung saat dia menyebut nama 'Baldur' sekarang.

Loki seketika tersenyum getir. “Selesai sudah,” jawabnya, santai, “makanya, kita harus menemukan portal itu lebih dulu, atau semuanya akan musnah. Tapi saya percaya diri, bahwa Baldur tidak akan bisa menemukan portal terakhir. Karena dua hal; dia tidak tahu dimana keberadaan Enki—sang pemegang informasi portal terakhir, dan dia juga bukan Anunnaki, maupun keturunannya. Karena Anunnaki mempunyai kemampuan untuk saling terhubung lewat telepati. Mereka seperti jaringan internet dari satu peladen yang sama. Jadi hanya sesama Anunnaki yang bisa mengetahui keberadaan Enki, bahkan meminta ke dewa itu untuk mengakses informasi tersebut.”

“Gimana kalau dia tahu keberadaan dewa Enki ini?”

“Seperti yang saya bilang, itu hal yang mustahil. Karena hanya kamu yang bisa terhubung dengan Anunnaki, Rea. Kamu adalah keturunan mereka, meskipun rentangnya sangat jauh. Tapi, sekali darah Anunnaki mengalir dalam nadimu, maka selamanya kamu bisa bertelepati dengan mereka,” jawab Loki, lagi.

"Dan... cara saya supaya bisa bertelepati itu dengan?”

Ada senyum lebar terkembang di wajah Loki sekarang. “Saya akan beritahu caranya. Berarti kamu sepakat untuk membantu kami, Reandra?”

“Dengan satu syarat.” Rea seketika berdiri, berhadap-hadapan dengan Loki. Kedua mata mereka saling bertemu, menatap lekat. “Saya ingin membalas dendam kepada iblis yang melakukan perjanjian dengan ibu saya. Siapa namanya tadi? Oh, Akoman. Jika kalian membantu saya balas dendam, saya juga akan membantu kalian.”

Loki, dengan senyum yang semakin lebar, mengulurkan tangan kepada Rea. “Sepakat. Lagipula, Bintang Fajar di sana,” Loki menunjuk Lucifer dengan santai, “juga punya dendam pribadi kepada iblis itu.”

“Ini lebih seperti urusan yang menyangkut harga diri, Loki,” respon Lucifer, dingin. Mengingat-ingat dirinya yang dipecundangi oleh iblis tua yang menahan kekuatan penuhnya membuat Lucifer kesal setengah mati. Sebagai salah satu iblis penguasa neraka dan perwujudan dari salah satu dosa besar, yaitu dosa kebanggaan, melukai harga dirinya adalah kesalahan yang tidak akan bisa diampuni olehnya.

“Jadi, anggota tim kita bertambah satu orang!” Loki menyahut kegirangan, “mari kita rayakan ini dengan makan pizza! Saya yang traktir, apa kalian se—”

Loki tidak menyelesaikan kalimatnya, karena saat dia berbalik ke belakang, orang-orang yang dia kira menyimak percakapan antara dirinya dengan Rea, justru malah asik sendiri. Thor tertidur di sofa, sementara Fenrir sedang menemani Ein bermain tic-tac-toe. Hanya Death dan Lucifer yang masih menyimak. Apa penjelasannya sebegitu membosankannya hingga dia tidak mendapat atensi yang dia ekspektasikan? Ini membuat Loki merasa kesal setengah mati.

Beberapa jam terakhir, Loki merasa bahwa dia kehilangan kemampuannya untuk membuat orang lain kesal. Alih-alih menikmati rasa kesal orang lain sebagai pemenuhan kepuasan batinnya, Loki justru yang dibuat meradang. Sepertinya julukan God of Mischief sudah tidak berlaku baginya, diganti dengan julukan baru yang dirasa lebih cocok untuknya di kondisi saat ini.

God of Grumpy.











Bersambung.​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd