Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG A.K.A.R -the begining-

Ngentot dengan ci merry lebih enak kayaknya...soalnya sayabblom pernah wkwkwkwk..apalgi jenggernya itu katanya cepet becek ya..kalau ada jengger ayamnya
 
A.K.A.R-the begining-
Chapter Enam​



POV Fitri.


Sudah dua minggu sejak perkataan Tyo kepadaku di arena billiard. Sebenarnya aku tak ambil pusing oleh semua kata kata ajakan nikahnya, tapi kata kata soal Sari lah yang akhirnya membuat hatiku sedikit gelisah. Masa iya Ibey masih berhubungan dengan wanita dari kampung itu? Kalaupun iya, lewat apa?

FB? Sepertinya bukan. Karena sejak omongan Tyo itu, aku rajin mampir ke beranda FB nya Ibey dan mencari cari komentar atau status yang ada hubungannya dengan Sari. Tapi nihil.

Apakah lewat SMS atau telepon?

Hiihhh.. aku bergidik ngeri. Aku harus cari tahu soal ini sampai tuntas meskipun harus memeriksa HP nya Ibey. Memang sih aku sebodo amat dengan banyaknya wanita yang ada di sekitaran Ibey. Asal jangan dia, asal jangan Sari. Kalau mau jujur, ketidaksukaanku kepada Sari bukan disebabkan karena dia wanita dari desa, tapi oleh karena sorot mata Ibey ketika menatap wanita itu dulu. Begitu penuh dengan kekaguman dan binar cinta. Kalau dengan wanita lain, sorot mata Ibey hanyalah sorot iseng atau terkadang sorot mata yang mesum. Tapi dengan Sari, tatapannya begitu berbeda.

Dan aku tak menyukai tatapan itu.

"Aaarrrggghhh.. Tyo buluk.." umpatku pada Tyo karena sudah meracuni fikiranku sambil meremas remas lima lembar kertas ukuran A4 yang seharusnya kumasukkan kedalam printer untuk laporan kerjaku.

Kuambil HP BlackBerry ku, ku tekan panggilan keluar dan kucari nama 'Ibey Unyu'.

Calling. . .

"Yaaa beebb..?" Ibey menjawab panggilan telponku. Dari suara bising dibelakangnya, aku tahu bahwa dia sedang di jalan. Mungkin dia sedang ada antar dokumen atau yang lainnya.

"Bab beb bab beb. Lu dimana?" Kataku langsung menanyakan posisinya.

"Lah, galak amat lu. Mens lu ya?"

Dan memang benar, entah kenapa aku jadi sedikit sensi dengan Ibey. Bayang bayang Ibey kembali komunikasi dengan Sari membuatku seperti cemburu. Padahal belum juga pasti soal kebenarannya.

"Udah deh, lu lagi dimana?" Kejarku kepada Ibey.

"Lagi dijalaann. Ngapa sii? Tumben amat lu galak." Ibey balik tanya kepadaku.

"Tar sore gw ke toko." Kataku langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban darinya.

Aku menghela nafas, kulihat jam dinding di kantorku. Jam setengah tiga siang, rasanya ingin kuputar jarum jam itu agar cepat cepat tiba di angka empat sore dan segera meluncur ke arah toko tempat Ibey bekerja.

Tiba tiba nada SMS ku berbunyi. Dari Ibey.. kubuka dan kubaca pesannya tanpa ada niat untuk membalas SMSnya.

'Knp sih lo? Tengari bolong bkin jngkel. Gw lg d jln neh, brenti cm buat jwb tlpon lo doang. Giliran dijwb malah bahasa lo gak enk d dngr'

Kubaca berulang ulang SMS dari pria yang amat kucintai itu. Hatiku sedih dan takut, sedih karena sudah membuat dia jadi bingung dan jengkel, takut karena aku khawatir dengan kenyataan pahit yang akan kuhadapi seandainya benar Ibey kembali komunikasi lagi dengan Sari.

Sore ini, aku tak bergairah untuk menyelesaikan laporan kerjaku.

___¤¤___


POV Ibey.


Apaan sih Pitcung, tumben tumbenan judes gitu. Aku hafal sifat dan wataknya, dan kalau sudah bicara dengan nada bicara seperti tadi waktu dia menelponku, pasti dia sedang jengkel kepadaku. Tapi, jengkel kenapa? Seingatku aku belum lagi berulah macam macam yang bisa membuat dia jengkel kepadaku.

Alah, biarinlah. Toh dia nanti bakal cerita sendiri. Sekarang, fokus saja dulu dengan lalu lintas. Aku sedang dalam perjalanan kembali ke toko setelah dari perumahan Green Garden dalam rangka membawa sample marmer untuk kuberikan kepada kontraktor rekanan bos ku untuk dia tunjukkan kembali kepada owner dari sebuah proyek rumah yang luasnya amit amit. Apalagi, kendaraan yang kubawa saat ini adalah motor kreditku sendiri, hasil dari uang yang dipinjamkan Ci Mer kepadaku dua mingguan lalu. Makanya aku haruslah ekstra hati hati. Maklum, namanya motor baru.
Si bos menjatahkan bensin full setiap hari jika motorku ini kupakai untuk kepentingan toko. Namun jika aku bepergian menggunakan motor kopling milik si bos, paling paling aku hanya diberi tip sebesar sepuluh ribu per per harinya.

Lumayanlah..

Sedangkan untuk Ci Mer, tak ada lagi kejadian yang terjadi setelah pergumulan antara aku dan dirinya senin waktu itu. Rutinitasku mengantar fitness pun berjalan biasa saja, paling bedanya sekarang setiap berboncengan denganku Ci Merr akan merapatkan tubuhnya di punggungku dan memelukku erat. Tegang? Jelas. Tapi untuk mengajaknya kembali bercinta seperti tempo hari aku harus berfikir tujuh kali lipat. Aku tak ingin menjadi karyawan yang songong. Dia dan si bos sudah amat baik kepadaku, masa iya aku jadi seperti tak tahu diri meminta jatah kelamin kepadanya setiap saat? Kalau dia yang mengajak sih oke. Tapi pantang bagiku untuk memulai duluan kepada Ci Mer.

Lamunanku buyar ketika HP ku bergetar dan berdering lagi di dalam kantong celanaku. Pasti Pitcung lagi nih fikirku. Kubiarkan saja sampai sekitar lima panggilan yang sengaja tak ku jawab jawab. Ketika sampai di depan perempatan jalan Kedoya Raya, barulah aku berhenti dan menepi di pinggir gerobak tukang rujak buah potongan. Ku raih HP ku dari dalam kantong celana dan ku buka panggilan tak terjawab.

Eh, si Cholil.. ngapain nih anak? tumben tumbenan miskol.

Kuhubungi dia balik, baru saja dua nada tunggu Cholil langsung mengangkat telponku.

"Hallo mas Brooo.. walaahh.. kemana saja thoo?"

"Lagi di jalan Lil, gak kedengeran. Kenapa?"

"Neng dalan arah ndi? Arah toko po Wak Kumis? Tak sosol yo?" Kata Cholil.

Aku sedikit heran dengan nada bicara anak ini. Tampak gembira sekali dia.

Apakah dia...??? Jangan jangan iya nih. Fikirku dan mengira dia sudah jadian dengan Rere.

"Arah toko, Fitri mau ke toko nanti. Gw nunggu dia disana.. tungguin bentar deh, gw dikit lagi sampe nih." Kataku menjelaskan.

"Wokeh mas Brrro. Tak pesenke kopi." Katanya lagi.

"Siip. Rokonya sebungkus jangan lupa." Sekalian deh fikirku.

"Jiancok.." makinya sambil terbahak.

Akupun terkekeh dan menutup telepon. Kulanjutkan perjalananku ke arah toko yang sebenarnya hanya butuh waktu tempuh sekitar dua puluh menit saja dari tempat ku berada kini.

Setelah sampai di toko, kuparkirkan motorku dengan baik dan benar di parkiran motor. Aku tak langsung menuju kedalam karena kulihat Cholil sedang berada di warkop si teteh didepan toko.

"Suwe men kon rek. Wes ket mau tak enteni lho sampeyan.." kata Cholil.

"Ngomong paan si lu jamet? Kaga ngarti gua." Kataku cuek sambil duduk di kursi kayu panjang. Cholil hanya cengengesan saja mendengar dumelanku.

Kulihat di meja kecil panjang yang menjadi satu dengan tempat memasak mie rebus atau panci besar berisi air panas untuk menyeduh kopi atau teh manis di depanku ini. Sudah ada dua gelas kopi hitam dan sebungkus rokok jenis mild yang sudah di buka segelnya.

"Ini kopi yang satu buat gua Lil?" Tanyaku pada Cholil.

"Iyo.." jawabnya.

"Rokonya mana?" Tagihku kepadanya.

"Lha iku.." katanya sambil menunjuk rokok yang sudah terbuka tadi.

"Ini sih udah kebuka Lil.." kataku sambil melihat isinya. Baru hilang satu batang.

"Tak udud siji brooo..." katanya sambil pasang muka kesal.

Aku tertawa, aku senang dengan Cholil karena kejujuran dan kepolosannya. Meskipun aku sering mengerjainya, namun sebenarnya itu hanya sekedar saja. Bahkan sering kali rokok yang kupinta darinya kukembalikan keesokkan harinya langsung kepadanya sesuai dengan jumlah yang dia berikan kepadaku sebelumnya. Kalau hari ini dia membelikanku sebungkus, maka besoknya aku yang akan membelikan dia sebungkus. Begitulah aku dan Cholil.

"Eiya, ngomong ngomong ada apaan Lil? Kok lu tumben nelponin gw sampe lima kali?" Tanyaku langsung kepadanya.

"Sampeyan belom masuk ke dalem toko toh? Joss tenan mas Bro, sampeyan tau kalo bos lagi cari karyawan buat cabang di Ciputat?" Tanya Cholil kepadaku.

Aku mengangguk, jelas saja aku tahu. Karena cabang itulah yang akhirnya nanti akan dipegang olehku secara penuh. Aku sudah melihat lokasinya bersama si bos beberapa hari lalu. Dan menurut si bos, aku membutuhkan asisten untuk membantuku memegang dua toko yang rencananya akan dijadikan satu itu.

Yap, dua toko.

Satu toko adalah milik si Bos yang rencananya akan berisi pajangan serta contoh contoh pasangan marmer, granit dan batu batuan alam. Sementara satu toko yang lain adalah milik Ci Mer yang rencananya akan berisi kerajinan kerajinan kayu kayu jati. Dari ukiran ukiran kecil, patung patung kayu, kursi kursi sampai meja besar dengan diameter lingkaran berukuran dua meter pun akan ada disitu. Penataannya pun sudah direncanakan oleh si bos dan Ci Mer dengan baik. Dua toko akan dijadikan satu dan disetting seperti satu ruangan besar yang berisi penataan campuran dari dua hasil bumi tersebut.

Ci Mer baru menggeluti serius penjualan retail kayu jatinya sekarang sekarang ini. Tadinya dia konsen pada penjualan ekspor dan tidak begitu berminat pada penjualan lokal. Namun sekarang, tampaknya pasar penjualan lokal sedang bagus dan membuat Ci Mer akhirnya melebarkan sayap di pasar lokal.

Makanya sewaktu Ci Mer bilang ingin menggajiku dalam urusan antar jemput fitness, si Bos tak ingin ikut campur karena mereka sudah mempunyai penghasilan yang cukup besar masing masing.

Kembali ke Warkop, aku bertanya kepada Cholil,

"Tau, emangnya ngapa Lil? Udah ada emang calon karyawannya?" Kataku sambil menyeruput kopiku yang mulai sedikit dingin.

"Ada mas. Aku coba masukin Rika. Itu orangnya lagi di interview sama bos." kata Cholil sambil senyum senyum.

"Eh.. uhuk.. uhhuggghh hugk.." aku sampai terbatuk mendengar jawaban Cholil.

Rere?? Dia akan kerja di tempatku nanti?.

"Lahdalah.. knopo tho mas?" Pait po piye kopine?" Tanya Cholil sambil melompat mundur menghindari semprotan air kopi yang keluar dari batuk ku.

"Uhugk.. uhugk.. gila, sampe kaget gw. Lu masukin Rere? Eh.. Rika maksud gw."

"Iya.. salah tho aku?" Tanyanya polos.

"Ya nggak juga sih. Terus Wartel siapa yang jaga?" Tanyaku balik.

"Yo emboh.. uddu urusan ku." Kata Cholil cuek.

"Kok bisa bisanya lu punya niat masukin dia kerja disini? Gimana ceritanya si?" Tanyaku sungguh penasaran dengan Cholil.

"Ngene mas.." Cholil memulai ceritanya sebelum akhirnya kupotong.

"Bahasa normal aj. Jangan pake bahasa lo. Kaga ngarti gw."

"Hehehe.. beghini mas bro. Wartel itu punya orang tuanya Rika, makanya bebas bebas aja Rika mau jaga sampe kapan atau mau berhenti kapan saja."

Oohh.. pantes saja Rere terlihat begitu santai waktu kemarin kemarin dia ikut denganku ke Daan Mogot.
Cholil melanjutkan ceritanya.

"Lha Rika cerita sama aku kalo dia mau cari suasana kerjaan baru, dia nanya sama aku mas bro, gini nanyanya..'mas Cholil, di toko mas Cholil ada lowongan buat aku ndak'?" Cholil menghentikan ceritanya sejenak untuk membakar rokok. Aku diam menunggu lanjutan ceritanya.

"Kataku, nanti aku tanya bos ku dulu Rik.."

Aku langsung memotong cerita Cholil demi mendengar kalimat yang barusan dia katakan tadi.

"Lu manggil Rika 'Burik'?"

Cholil melongo dan seperti tak paham. Aku senyum senyum.

"Piye tho, kan Rika belom nikah mas bro, usianya sama kayak kita masa di panggil Bu Rik?" Jawab Cholil sambil memasang wajah serius kepadaku.

"Oohh...yaudah lanjut.." aku jadi malas untuk meneruskan niat isengku gara gara melihat betapa seriusnya Cholil menceritakan bagaimana awalnya dia bisa membawa Rere kesini.

"Tekan ndi mau?" tanya Cholil.

"Tekanan bathin.." jawabku asal.

"Cuk.." sungutnya.

"Lha terus, aku tanya sama si bos kira kira butuh karyawan nggak buat isi toko baru di Ciputat. Kata si bos butuh, yowes Rika tak suruh bikin lamaran terus tak bawa rene." Katanya menutup cerita.

"Ooohh.. gitu.." responku untuk cerita Cholil.

"Mudah mudahan aku yang di taro disana ya mas bro, biar bisa deketan terus sama Rika. Hehehe.." kata Cholil penuh harap.

Aku terdiam mendengar harapannya. Kemudian kutanya Cholil,

"Emang bos belom kasih info siapa yang nanti bakal jaga disana?"

"Urung e.." jawabnya.

Aku manggut manggut sambil beranjak berdiri.

"Yaudah Lil, gw masuk dulu deh. Takutnya si bos nungguin gw juga."

"Oke mas bro.." jawab Cholil.

Sampai didalam toko, si bos yang sedang interview Rere, atau lebih tepatnya nanya nanya dengan bahasa ngobrol langsung menoleh kepadaku. Begitu juga Rere, dia langsung menoleh le arahku dan sedikit senyum. Awalnya aku ingin pura pura tak kenal dengan Rere, namun si bos malah berkata.

"Oii Bayuu.. kebetulan lu udah balik. Sini sini, ini nanti yang bakal kelja di Toko Ciputat. Lu ajalin dah semua ilmu lu sama dia. Apa lagi si Lika ini udah kenal juga kan sama lu. Jadi tambah enak komunikasi ke depannya ntal." Kata si bos dengan suara sengau.

Jiah.. si bos udah tau rupanya kalau aku dan Rere saling kenal.

"Iya bos siap. Nanti saya turunin ilmu yang saya punya buat Rere bos." Kataku

"He.. Lele?" Kata si bos.

Kalau saja bukan si bos yang ada dihadapanku sekarang, pasti aku akan tertawa tebahak bahak mendengar kata Lele. Kutahan sebisa mungkin rasa geli di perutku dan berkata,

"Iya bos. Rika panggilannya Rere.."

"Ooo.. oe oe.." jawab si bos paham sambil angguk angguk.

"Yaudah Lika, kamu mulai besok bisa tlening dulu disini ya. Nanti kamu bisa mulai aktif di toko yang di Ciputat kalo itu toko uda lesmi dibuka. Yaa kamu tunggu sekital tiga bulan lagi lah. Sementala kamu belajal dulu sama Bayu disini." Kata si bos memberi pengarahan terakhir kepada Rere.

"Baik Pak, mohon bimbingan dan ajarannya ya mas Bayu." Jawab Rere kepada si bos dan kepadaku juga.

"Bayu aja Re, gausah pake mas. Mas mu cukup Cholil aja." Kataku sedikit menggoda Rere.

Rere hanya diam dan menunduk sejenak sebelum akhirnya dia menoleh kembali kepada si bos.

"Yaudah Ka, kamu boleh pulang.." kata si bos.

"Baik pak, Rika permisi dulu. Mari Pak, mari Bayu." Kata Rere pamit kepada bos dan juga kepadaku.

"Mari.." jawab si bos dan aku hampir berbarengan.

Setelah Rere keluar toko, si bos berkata kepadaku.

"Lu siap kan buat gue lepas megang toko di Ciputat?"

Aku terdiam sejenak, ada beberapa hal yang kini menjadi ganjalanku.

"Liat nanti deh bos. Tokonya juga belom buka kan.." jawabku diplomatis.

"Oe oe.. kalo lu lagu lagu, ngomong sama gw Bay apa yang bikin lu olang lagu. Masalah gaji cingcay lah. Bisa kita omongin." Kata si bos lagi. Aku mengangguk saja.

Setelah jam lima sore, si bos pulang. Dan akupun bersiap untuk pulang juga sampai akhirnya kudengar nada SMS dari HP ku. Dari Pitcung yang isinya.

'Gw ud d luar'.

Aku tak membalas SMSnya, toh sedikit lagi juga aku akan keluar. Selang sepuluh menit akupun keluar dan menuju warkop. Ternyata masih ada Cholil serta Rere di Warkop. Mereka berdua sedang ngobrol santai dengan Pitcung. Pitcung duduk di sebelah kanan Rere, sementara Cholil disebelah kirinya. Kulirik Rere, sialnya Rere juga pas melirikku disaat yang bersamaan. Dia tersenyum sebelum akhirnya menoleh kembali ke arah Pitcung.

"Woy.. ngomongin gue ya lu pada?" Kataku sambil duduk di samping Pitcung. Pitcung diam saja, malah Cholil yang menjawab.

"Peddhe.."

Aku tak menghiraukan jawaban Cholil. Karena perhatianku kini tertuju pada Pitcung yang tak membalas candaanku barusan.

Pitcung tak sedikitpun menoleh kepadaku. Dan sepertinya Rere sadar dan paham bahwa ada masalah antara aku dan Pitcung, karena Rere langsung mengajak Cholil untuk mengantarnya pulang.

"Mas, udah sore. Pulang yuk, tadi janjinya mau anter aku pulang kan?"

Terang saja Cholil girang bukan kepalang. Diapun langsung berdiri bersiap mengambil motor kembungnya. Sebelum keluar dari warkop, Pitcung berkata kepada Cholil yang membuatku sedikit jengkel.

"Mas Cholil, pake motornya Bayu aj mas. Saya mau ajak Bayu keluar sebentar soalnya."

Apa apaan anak ini, seenaknya saja maen minjemin motor orang kepada orang lain.

"Eh..." aku hendak membantah, namun tak jadi ku lakukan karena Pitcung menatapku dengan tatapan tajam.

Hhh.. aku paham tatapan itu, ini serius fikirku.

"Gimana mas Bro?" Tanya Cholil kepadaku, kuserahkan kunci serta STNK ku kepadanya sambil berkata,

"Nanti gue ambil motor gue ke kontrakan lu Lil. Motor lu yang itu tinggalin disini aj. Besok pagi gue jemput lo. Kita berangkat bareng." Kataku dengan nada tenang.

"Okelah.. yuk Rik.." kata Cholil seraya mengajak Rere.

"Aku pamit ya kak Fitri.." kata Rere sopan dan tersenyum.

Pitcung balas tersenyum kepada Rere dan menjawab,

"Iya Rika, hati hati di jalannya yaa.."



Setelah Cholil dan Rere pergi, aku sedikit basa basi kepada Pitcung.

"Udah kenalan sama Rika?" Pitcung diam tak menjawab.

Karena dia diam, akupun akhirnya diam. Kutunggu penjelasan dari Pitcung atas sikapnya yang tiba tiba seperti marah kepadaku selama beberapa menit.

Akhirnya Pitcung buka suara.

"Jawab jujur. Masih ada nama Sari di hati lo?"


"Eh...?"




Yassallaaaammm
 
Etdah.. si Fitri curigain si sari bukan nya curigain si Rere yg barusan duduk bareng dia ha ha......
 
Hahahaha .... garaaaaang pit cuuuung .tp cinta mati ya ama ibey ....
Oke lah .... walau mulus gak ada panas panas x tetep habis sampe ujung hahahha.pisang goreng kali wkwkw
Kopipo .....
Ya salaaam
 
si tyo gimana ya perasaannya dari dulu suka pitcung tapi tau kalau pitcung suka nakal sama ibey
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd