Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG A.K.A.R -the begining-

Mantap...... Siap menanti update selanjutnya
 
Wakakaka baru kepikiran gw, nah ni nemu panggilan baru buat zakaria jadi zakar hahahaha
 
A.K.A.R-the begining-
Chapter Lima​



POV Bayu

Senin, adalah hari yang benar benar sibuk. Dari pagi aku tak pergi pergi dari toko dan benar benar sibuk. Dari mulai cetak Surat Jalan, telepon sana sini untuk konfirmasi alamat kirim, konfirmasi pembayaran dan segala tetekbengek nya, cek material dan hitung hitung kebutuhan meteran marmer yang harus dikirim, sampai mengatur jadwal pengiriman anak anak. Parahnya lagi, Cholil sedang ditugaskan ke Cirebon untuk memantau pekerjaan pemotongan marmer sampai ke pengirimannya ke Jakarta, atau tepatnya ke toko ini nantinya. Dan itu artinya bisa dua sampai tiga hari dia disana. Kulirik jam digital yang tertera di layar komputerku. Aku kaget karena benar benar tak sadar kalau jam sudah menunjukkan pukul satu siang.

Gila, aku sampai lupa makan.

"Oi Bayuuu, lu jangan lupa jam dua tukel paktul di daan mogot." Kata si bos sambil melihatku dibalik kacamatanya yang merosot ke tengah tengah hidung.

"Siap bos.. dikit lagi saya berangkat nih. Tapi nanti saya mampir makan dulu ya bos.. lapar nih." Jawabku pada si bos.

"Oe oe.. telus jangan lupa ntal malem lu antel Melli senam. Motol gua lu bawa aj balik dulu sampe lu punya motol, kata Melli lu mau dikasbonin cetiaw buat lu bayal DP motol haa.." kata bos ku lagi.

"Iya bos.. hehe.. bos sama Ci Merry bener bener bae sama saya. Saya jadi gak enak sendiri jadinya." kataku tulus.

"Haaa.. lu kelja udah bagus Bay, andai gua tinggalin ini toko supaya lu ulus sendilian gua juga belani. Nantilah nantilah, gua masih nyali tempat yang bagus buat buka cabang, nanti lu ulus itu cabang. Gua ama Melli udah pelcaya sama lu." Kata bos ku lagi.

"Syukur deh kalo bos percaya sama saya mah, saya bakal jaga kepercayaan dari bos." Kataku mantap dan serius.

"Yaudah bos saya berangkat ya." Kataku lagi sambil meraih tas gendong yang berisi dokumen dokumen dan faktur penjualan.

"Oe oe.. ni cepe buat lu beli bensin. Kemaliannya lu ambil aj buat makan." Kata bos ku sambil memberiku uang.

"Iya bos siap." Kataku sambil mengambil uang bensin dari bos ku dan segera meluncur ke lapaknya Wak Kumis.

Sampai di tempat Wak Kumis aku langsung memesan es buah dua mangkok.

"Ganing dua mangkok mas?" Tanya Wak Kumis.

"Buat Rere Wak, kemaren saya janji mau jajanin dia soalnya. Nanti tolong anterin kesana ya Wak" Kataku sambil melepas jaket.

Wak Kumis menjawab "Siap bos."

Setelah melepas jaket dan menaruh tas di kursi plastik kecil milik Wak Kumis, akupun menuju ke wartel tempat Rere bekerja.

'Cklek.. krincing'

"Mikuummm.." kataku salam asal asalan. Rere yang sepertinya sedang sibuk langsung mengangkat kepalanya dan melongok sampai melewati batas meja yang tingginya sedadaku.

"Kumsalam.. eh Ibey, tumben lagi nih ke wartel. Mau nelpon apa mau ngajak jalan jalan?" Tanya Rere kepadaku.

Akupun menuju ke depan mejanya dan menyilangkan lenganku diatasnya.

"Kan aku udah bilang dari kemaren. Aku mau nelpon Rere, tapi sayang aku ga punya nomornya." Kataku sedikit menggodanya seperti kemarin. Aku suka melihatnya malu, seperti saat ini, wajahnya merona dan matanya menunduk sambil berkata,

"Apaan sih Ibey..."

'Cklek.. krincing..' suara pintu terbuka diiringi bel kecil yang di gantung diatasnya. Aku menengok, ternyata Wak Kumis yang masuk sambil membawa dua mangkok es buah segar.

"Pesenane tekaa.." kata Wak Kumis.

"Siiip. Makasih Waak." Kataku.

"Pada pada.." kata Wak Kumis lagi.

"Pada pada apaan wak?" Tanyaku heran kepada Wak Kumis.

"Sama sama maaass.." Wak Kumis mesem mesem ke arah Rere dan melirik lirikkan matanya ke arahku. Rere tampak senyum senyum saja melihat tingkah Wak Kumis dihadapanku dan dirinya.

"Uwis ah.. bokan ganggu.." kata Wak Kumis sambil berlalu keluar.

Aku mengambil satu mangkok es buah dan kuserahkan pada Rere.

"Nih Re.. satu buat Rere satunya buat aku. Tenang aj, aku yang traktir." Kataku setelah Rere menyambut pemberian dariku.

"Hehehe.. makasih Ibeey.." kata Re dan menatapku lama.

Aku yang merasa sedang ditatap cuek saja sambil tetap mengunyah buah melon.

"Bey.." panggil Rere.

"Hmm..?" Jawabku.

"Kamu gak pegel apa minum es nya diri disitu?" Tanya Rere kepadaku.

"Mau gimana lagi, gak ada bangku lagi kan." Kataku sambil melihat ke sekeliling ruangan.

"Sini deh, Ibey masuk kesini. Kita minum es nya disini aj. Re temenin deehh.." kata Re sambil membuka pintu kecil sebatas pinggang di samping meja besar ini.

Akupun tak menolak dan masuk kedalam ruangan kasir wartel ini. Aku langsung duduk dilantai disusul oleh Rere.

'Bajingaaannn' kataku dalam hati karena baru sadar kalau ternyata Rere memakai Rok yang panjangnya sedikit dibawah lutut. Karena Rere duduk bersimpuh, tepi bawah rok nya naik sedikit keatas lutut dan lutut serta paha bagian bawahnya jadi terlihat sedikit olehku.

"Kenapa Bey?" Tanya Rere kepadaku.

"Nggak, ngomong ngomong aku gak dimarahin nih ada didalem sini?" Tanyaku basa basi.

"Ngga, tenang aja. Aman kok." Katanya sambil sesekali menatapku dan mengaduk aduk mangkok es nya.

"Re, HP kamu mana?" Tanyaku.

"Ada nih, kenapa?" Katanya sambil menaruh HP nya di depanku.

"Ada pulsanya kan?" Tanyaku lagi.

"Ada, mau nelpon? Pake aja." Kata Rere sambil menyodorkan HP nya ke depanku.

Akupun mengambil HP nya dan menekan nomor HP ku sendiri. Ketika nada dering HPku berbunyi, aku segera mematikan panggilan dari HP Rere.

"Kok gak jadi?" Tanya Rere.

"Udah kok.. miskol doang ke nomer aku." Kataku sambil mengeluarkan HP ku dari kantong celana dan menyimpan nomor Rere.

Rere langsung meraih HP nya dan melihat panggilan keluar di HPnya, kelihatannya dia juga menyimpan nomorku sambil senyum senyum.

"Dasar ga sopan.. itu nyolong namanya tauu.." kata Rere sambil menatapku lucu.

"Biarin, toh nomer aku juga kamu save juga kan?" Kataku sambil menowel hidungnya.

"Iiihh.. iseng deehh.." katanya sambil merengut. Aku tertawa kecil melihat Rere.

Setelah mengobrol sebentar, akupun pamit kepada Rere untuk melanjutkan pekerjaanku tukar faktur di Daan Mogot. Tapi Rere malah berkata yang membuatku sedikit kaget.

"Rere boleh ikut gak Bey?

"Hah?? Ikuut? Nanti wartelnya gimana? Lagian aku juga ga bawa helm lebih." Kataku sambil garuk garuk kepala.

"Ibey kan udah janji kalo Re minta jalan jalan pasti Ibey turutin.. iya kan? Re ada kok helm.. ikut yaaa.. bete nih di Wartel." Katanya lagi sambil menghiba.

"Wartelnya gimana?" Tanyaku lagi.

"Ya ditutup atuh ganteng.. masa dibiarin buka sih" jawab Rere dan sanggup membuatku sedikit GR karena dibilang ganteng.

"Hehehe, iya maksudnya gapapa di tutup? Nanti bos nya marah loh.."

"Nggak kok, tenang ajah. Boleh yaaaa...?" Rengeknya lagi.

"Hmmm.. yaudah deh, udah janji juga kok. Yuk jalan." Kataku mengiyakan.

Akhirnya aku dan Rere pun bersiap untuk pergi. Ketika aku hendak membuka pintu kecil dimeja kasir wartel, aku teringat mangkok es Wak Kumis dan memutar badan hendak mengambilnya. Namun aku tak menyangka kalau Rere ternyata ada di belakangku. Akhirnya tubuh kami beradu dan membuat Rere hampir saja terjatuh ke belakang. Tanganku reflek memegang pinggangnya dan menarik tubuh Rere sampai menempel ke tubuhku.

"E.. eh.." kata Rere yang reflek juga memegang kedua lenganku.

Mata kami beradu pandang, sementara dadanya menempel erat di dadaku. Rere benar benar menatap mataku, dan itu membuatku menjadi sedikit bernafsu. Kudekatkan wajahku dan hendak mencium bibirnya, Rere merespon dengan menutup kedua matanya. Kemudian, bibir kami beradu.

Pelan dan lembut.

Manis.. kataku dalam hati. Akupun sedikit mencecap bibirnya dan dibalas pula oleh Rere. Rere mencecap bibirku dan tangannya memeluk leherku.

Tangan kanankupun menuju payudaranya, kuremas pelan bagian bawah payudara Rere sementara tangan kiriku menuju pinggulnya.

Rere menahan nafas dan menarik bibirnya dari bibirku.

"Ssshhm.. udah udah.. nanti ada orang masuk.." katanya sambil mendahuluiku keluar dari ruangan kasir dan menuju ke salah satu kotak bicara untuk mengambil helm.
Aku hanya terdiam melihatnya sambil berfikir,

'Kok bisa ya gue ciuman ama Rere?'

"Heii.. ayooo.. malah bengong disitu." Rere memanggilku dan membuatku kembali sadar.

"Eh.. iya.. ayo deh.." jawabku sambil cengengesan.

Akhirnya kami pun keluar dari wartel. Aku langsung menuju lapak Wak Kumis sementara Rere mengunci wartelnya.

"Jalan ah Wak.." kataku pada Wak Kumis.

Setelah membayar dua mangkok es tadi, akupun bersiap di motor. Rere kemudian menghampiriku dan naik di belakangku.

Kamipun menuju Daan Mogot.

Setelah urusan di Daan Mogot selesai, aku berniat kembali ke Wartel untuk mengantar Rere kembali. Sepanjang perjalanan pulang, aku dan Rere sesekali ngobrol diselingi canda dan tawa tanpa menyinggung sedikitpun kejadian di wartel tadi siang. Bahkan Rere menempelkan tubuhnya di belakang tubuhku. Dan payudaranya yang berukuran sedikit besar itu menempel erat di punggungku. Awalnya aku sempat 'tegang' juga, tapi lama lama menjadi biasa karena kami terlalu asyik ngobrol dan bercanda sepanjang jalan.

Sampai di wartel sudah pukul setengah empat lewat. Rere turun dari motor dan membuka helm kemudian berkata,

"Masuk lagi ke wartel?"

"Hmmm.. tergantung aku mau dikasih apa." Jawabku memancing dan membuat Rere tersenyum malu sambil menolehkan wajahnya ke arah kanan.

Kemudian dia kembali menatapku dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya.

"Yaudah, asal Ibey masuk dulu."

Akupun membuka helmku dan memarkirkan motor di depan wartelnya. Rere membuka kunci pintu wartel sementara aku berdiri di belakangnya. Iseng, kupandangi dan kutelusuri tubuh belakang Rere dari atas sampai ke kakinya. Rambutnya yang bergelombang dan agak kemerah merahan, kulit yang bersih serta pinggul ramping dan bokong yang aduhai membuat darahku sedikit berdesir.

Setelah pintu wartel terbuka, Rere masuk ke dalam dan mempersilahkan ku ikut masuk. Tulisan di kaca pintu tetap dibiarkan seperti tadi, 'TUTUP'. Akupun masuk mengikutinya dan membuka jaket serta menaruh jaketku di kursi yang ada di dalam kotak bicara.

Setelah itu, aku berdiri di hadapan Rere, mata kami beradu pandang sampai akhirnya Rere bertanya kepadaku.

"Ibey single?"

Aku sedikit kaget mendengar dia bertanya seperti itu.

"Hmmm.. bisa dibilang single, tapi bisa dibilang ngga." Kujawab pertanyaan Rere.

"Maksudnya?" Tanya Rere lagi seperti heran.

Akupun menceritakan hubunganku dengan Pitcung. Bagaimana kami sudah menjalani hubungan yang sebenarnya tanpa status tapi hati kami saling terpaut satu sama lain. Rere mendengarkan dengan serius ceritaku.

"Yaaa gitu deh, makanya kalo di tanya aku ini single apa ngga, secara tekhnis aku single. Tapi kalo dibilang punya pasangan, aku punya Fitri. Bingung kan?" Kataku mengakhiri ceritaku sambil sedikit terkekeh.

Rere tak menjawab, dia hanya menatapku dengan tatapan yang menurutku aneh. Kemudian dia menggenggam tanganku dan berkata,

"Re boleh gak kaya Fitri? Tanpa status tapi hubungan kita deket ngelebihin hubungan biasa." Tanyanya lagi.

Wadduuhh... buahaya ini fikirku.

Bagaimana dengan Cholil? Harusnya wanita ini untuk Cholil. Lagian, apa yang difikirkan oleh anak ini? Kok mau maunya punya hubungan tanpa status layaknya aku dan Pitcung?

"Re mau nurutin semua kemauan Ibey asal Ibey mau jadiin Re kaya Fitri." Kata Rere lagi tiba tiba.

"Eh.." Aku melihat celah disini.

Akupun tersenyum kepadanya.


______¤¤_____

POV Rere.


Aku bukanlah wanita munafik. Kalau mau jujur, aku mau sekali menjadi kekasih Ibey. Mau sekali. Bahkan kalau mengingat kejadian tadi siang, aku ingin kejadian Ibey mencium bibirku kembali terulang lagi.

Tapi setelah mendengar cerita Ibey dengan Fitri tadi, rasanya sulit untuk mengambil hati Ibey dan membuatnya jatuh cinta kepadaku. Kucoba untuk realistis dan mencari celah diantara mereka. Kalau mereka bisa menjalani hubungan tanpa status selama bertahun tahun, maka seharusnya Ibey pun bisa menjalani hubungan yang sama denganku.

Aku sadar bahwa hubungan ini penuh dengan resiko. Aku harus siap sakit hati dan cemburu, karena aku benar benar mencintai Ibey.

"Re mau nurutin semua kemauan Ibey asal Ibey mau jadiin Re kaya Fitri." Kuucapkan lagi harapanku kepada Ibey.

Ibey tersenyum kepadaku. Aku mendelik.

"Beneran nih mau nurutin semua permintaan aku?" Katanya dengan senyum yang aneh.

Aku menduga Ibey akan mengajakku tidur. Kuakui bahwa aku juga bukanlah wanita suci, kegadisanku sudah hilang direnggut oleh kekasihku dari jaman sekolah dulu yang kini terpaksa menikah karena menghamili wanita lain. Dan aku sadar bahwa terkadang rasa ingin disentuh itu tiba tiba datang dan minta dituntaskan. Tapi aku bukanlah wanita type gampangan, aku bukanlah type wanita yang kalau sedang bergairah lantas menjadi gatal mencari kepuasan dari setiap laki laki. Ketika gairahku datang, aku berusaha mengalihkan fikiranku dengan menulis diary. Jika benar benar tak tertahan, barulah aku akan masturbasi sendirian didalam kamarku.

Dan kini, aku sudah siap jika Itulah yang akan diminta oleh Ibey meskipun bukan saat ini, bukan sekarang. Dan meskipun aku ragu bahwa Ibey adalah type pria seperti itu.

Tapi sebelumnya..

"Beneran, tapi Re mau nanya dulu." Kataku.

"Apa?" Tanya Ibey balik kepadaku.

"Ibey udah ngapain aja sama Fitri? Jawab jujur, baru Re mau dengerin permintaan dari Ibey." Kataku.

"Hmmm.. ya biasalah Re. Namanya juga anak muda.." Ibey menggantung kalimatnya dan itu sudah cukup menjelaskan kepadaku tentang apa arti 'biasa' yang dikatakan Ibey barusan.

"Oohh.." jawabku pelan.

"Gimana? Jadi dengerin permintaan aku?" Tanya Ibey lagi kepadaku.

Aku mengangguk tanpa menatapnya. Lalu Ibey meraih daguku dan menatap mataku dengan tatapan yang teduh.

"Kamu boleh jadi sahabat baik aku. Boleh banget, tapi maaf Re.. kamu gak mungkin bisa seperti Fitri. Jangan minta jadi Fitri, jadi Rere aja. Titik." Katanya sambil tersenyum.

"Terus?" Aku menjawab sambil membalas tatapan matanya. Hatiku sakit.

"Re, Rere itu udah ada yang suka. Udah ada yang tergila gila sama Rere. Dan permintaanku, coba pertimbangkan orang yang suka sama Rere itu. Orangnya baik, lugu terus jujur. Aku gak perlu kasih tau siapa, karena aku yakin kamu udah tau orangnya." Katanya lagi.

"Siapa? Wak Kumis?"

Meskipun aku tahu yang dimaksud oleh Ibey adalah mas Cholil, dan meskipun aku sedikit lega karena bukan seks yang menjadi permintaannya, tetap saja aku sakit hati. Tapi aku ingin menyembunyikan rasa sakit hatiku karena ditolak secara halus oleh Ibey dengan pura pura salah berprasangka dengan orang yang dimaksud oleh Ibey. Aku bisa saja marah kepadanya karena sudah menolak permintaanku, tapi aku terlalu mencintai lelaki ini dan aku tak siap untuk semakin terluka jika nanti dia malah menjauh dariku.
Tak terasa mataku terasa hangat.

"Wak Kumis? Serius kamu nyangkanya tukang es buah itu?" Tanya Ibey sambil melotot dan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Tampang lucunya sanggup membuat aku tersenyum.

Memang tak salah aku mencintai kamu Bey, kamu bener bener bisa bikin hati aku hidup dan berbunga lagi kataku dalam hati.

Aku mengangguk angguk dan tersenyum sambil melihat wajah lucunya.

"Eh... serius kamu nganggepnya Wak Kumis?" Tampang Ibey benar benar lucu ketika menanyakan itu. Apa iya Ibey benar benar menyangka kalau yang ada di fikiranku kini adalah Wak Kumis?

"Hihihi.. muka kamu lucu.." kataku tak tahan untuk komentar.

Ibey sepertinya mulai sadar kalau aku cuma pura pura saja, karena akhirnya dia malah mengacak ngacak rambutku sambil menggeram gemas kepadaku.

"Iihh.. heeeeggghhh... bener bener ya nih cewe.." katanya gemas.

Ah, senang sekali rasanya.

"Aaawwwhh.. Ibeeyy.. iiihh berantakan nih rambut Rere.." aku menahan tangannya agar tak lagi mengacak acak rambutku.

"Bodo amat.. cewe rese kaya kamu kudu dikuwel kuwel sambil diciumin.. Eh.." kata Ibey yang sepertinya terkejut oleh perkataannya sendiri tadi.

Begitu juga aku, aku sedikit terkejut mendengar dia berkata seperti itu. Ibey menatapku dan tangannya diam tak lagi mengacak acak rambutku.
Begitupun aku, aku diam menatapnya dan tanganku tetap memegang lengannya.

Kemudian Ibey menaruh tangannya di belakang leherku, akupun menggeser pegangan tanganku ke siku lengannya. Kami tetap bertatapan dan terdiam. Wajah Ibey mendekat, semakin dekat.

Wajahku memanas.. aku tak bisa bergerak. Bukan, bukan tak bisa bergerak, tapi tak mau bergerak. Aku menunggu bibir Ibey untuk mendarat di bibirku lagi. Aku ingin kejadian siang tadi terulang kembali.

Kututup mataku ketika ujung hidung kami bertemu dan kubuka sedikit bibirku agar bibir Ibey dapat mendarat mulus di bibirku.

Cup..

cup..

cup..

Tiga kali Ibey mengecup lembut bibirku. Kutunggu kecupan berikutnya namun tak datang juga. Kubuka mataku, Ibey tersenyum menatapku.

Aku malu, tapi aku mau. Aku mau ciuman yang lebih lama. Sejenak aku menunduk untuk mengendalikan rasa malu ku. Kemudian kutatap wajahnya dan kurangkul leher pria yang sekitar lima centi sedikit lebih tinggi dariku itu dan kutarik dia agar mendekat.

Aku nekat, benar benar nekat mencium bibirnya. Bukan karena nafsu atau gairah, tapi karena rasa cinta dan sayang yang membuncah.

Ibey sedikit terkejut dan hendak menarik wajahnya kebelakang. Namun kutahan dengan lenganku yang merangkul belakang lehernya. Kemudian dia diam dan menerima ciumanku, bahkan dia membalas ciumanku dengan lembut.

Kami berciuman lama sore itu.

Kami baru berhenti ketika HP Ibey berdering. Dia kaget, aku juga kaget. Kemudian dia melihat layar hapenya dan menjawab telponnya sambil menempelkan telunjuk di bibirnya kepadaku.

Aku mengangguk paham.


______¤¤_____

POV Ibey



"Hallo, ya Bos." Kataku menjawab telepon dari si bos ditengah tengah panasnya ciumanku dan Rere. Baru saja hendak kuremas payudaranya ketika nada dering dugem pholyponic dari HP ku berbunyi.

"Oiii Bayuuu.. posisi lu dimana?" Kata si bos diujung sana.

"Masih di Taman Ratu nih bos, mampir beli pulsa. Kenapa bos?" Kataku berbohong. Rere mencolek pinggangku dan tersenyum.

Aku mendekat kepadanya dan meraih pinggang Rere. Kutarik dia agar menempel di tubuhku.

"Oe oe.. tukel paktul beles haa?" Tanya si bos lagi.

"Bereslah bos, minggu depan tinggal ambil gironya aja." Kataku tetap memeluk erat Rere. Penisku mulai menegang. Entah itu dirasakan oleh Rere atau tidak.

"Oe oe.. gut gut. Yaudah kalo lu kesolean jangan balik kantol lagi. Lu langsung balik ke lumah lu aja. Ntal jangan lupa lu jam setengah tujuh lu jemput Melli fitness." Kata bos lagi menyuruhku langsung pulang.

Rere memutar badannya dan bersandar di tubuhku. Penisku yang tegang menempel di bokongnya sekarang.
Tak mungkin dia tak tahu.

Asiikkk.. kataku dalam hati karena aku tak perlu lagi balik ke kantor.

"Siap bos.. " kataku mantap bersemangat.

"Oe oe.. yaudah lu hati hati dijalan Bay." Kata si bos sambil menutup telponnya.

Akupun menutup telponku dan memasukkan HP ku ke kantong celana. Kupeluk perutnya dan kukecup rambutnya. Rere menoleh ke belakang dan berkata,

"Minta cium lagi.."

Aku tersenyum dan mencium bibir manisnya sekali lagi. Kali ini aku tak menyia nyiakan kesempatan, kutelusuri telapak tanganku dan naik menuju payudaranya. Kuremas payudara bulat Rere dengan kedua telapak tanganku dari balik kaosnya.
Rere melenguh pelan namun tetap mencium bibirku. Kali ini ciumannya semakin panas. Akupun mengimbangi ciuman panasnya sambil menurunkan telapak tanganku sampai pinggang dan memasukkan tanganku ke balik kaosnya. Kubelai perut ramping Rere dan naik menuju payudaranya yang berbalut Bra. Kuremas sebentar kemudian ku masukan jari jariku dari bagian bawah bra nya. Kucari puting payudara Rere, setelah dapat, ku pilin keduanya dengan lembut sampai Rere kembali mendesah dan melepas bibirnya.

"Ahh... sshh.. Ibey..oh.. ghelliii.." katanya pelan.

Kuciumi leher Rere, Rere mendesah lagi. Tangannya kini menyelinap ke tengah tengah bokong dan penisku. Di genggamnya penisku dan Rere seperti terkejut.

"Iihhh.." katanya sambil melihatku.

"Kenapa?" Tanyaku sambil tetap memilin puting payudaranya.

"Sshh.. gapapa kok. Kaget aja.."

"Kaget kenapa?" Tanyaku lagi.

"Iihh.. Ibey mah, uuhh.. jangan nanya mulu. Re maluu.." katanya sambil menunduk dan sedikit mendesah. Tangannya tetap memegang penis tegangku.

"Re.. liat aku.." kataku pada Rere.

Dan ketika Rere melihatku, kusambar bibir Rere dan kamipun kembali berciuman dengan panas.
Kucoba untuk menurunkan tanganku dan mencoba masuk melalui tapi atas rok nya. Rere langsung menahan tanganku dan memutar tubuhnya.

Aku kaget mendapat penolakan dari Rere, namun buru buru kututupi perasaan kagetku. Fikirku, akunya saja yang terlalu terburu buru kepada gadis incaran teman sekerjaku ini.

Eh.. astaga. Apa yang baru saja kulakukan? Aku baru sadar kalau Rere adalah gadis incaran Cholil.

Laki laki macam apa aku kalau sampai tega mengambil incaran temanku sendiri.

"Ssshh.. stop Bey, Re lagi dapet." Rere menjauhi tanganku dari rok nya

"Eh, i.. iya.. maaf Re.. aku keterusan." Kataku langsung meminta maaf padanya.

Rere tersenyum dan berkata,

"Gapapa kok, kalo lagi gak dapet sih gapapa kamu main disitu. Akunya lagi dapet. Jangan dulu yah.." katanya lagi.

Eh, berarti besok besok boleh dong? Aduh.. cukup hari ini saja fikirku. Besok besok jangan deh, kasian Cholil fikirku lagi.

Aku tersenyum dan mengangguk saja.

Kamipun menghentikan aktivitas panas kami.

"Kamu tinggal di mana Re?"

"Di rumah.."

"Iya maksud aku rumahnya dimana."

"Di tinggal, masa dibawa bawa."

"Au ah..."

"Hehehe.."

"Yaudah, aku balik dulu ya.."

"Iya.."

"Pertimbangin ya permintaan aku tadi soal temen aku yang jatuh cinta sama kamu."

"......"

Rere terdiam sejenak lalu menjawab,

"Asal Ibey gak ngejauhin Re, Re bakal nurutin semua kemauan Ibey" lanjut Rere sambil menatap mataku.

Aku tersenyum dan mengangguk. Akupun pulang ke rumah dengan fikiran yang berkecamuk.



Lepas maghrib aku meluncur ke rumah si bos untuk mengantar ci Merry fitnes. Dalam hati aku sedikit deg degan karena mengingat kejadian kemarin waktu aku menggauli ci Merry meskipun belum sepenuhnya masuk. Apalagi ci Merry berjanji akan menuntaskan urusan yang belum selesai itu nanti. Tapi nanti kapan? Aku tak ingin berandai andai dan berharap hal itu akan terjadi lagi. Mau bagaimanapun dia itu atasanku yang sudah baik hati kepadaku.

Sampai di depan rumahnya, kulihat tak ada mobil didalam garasi mobil si bos.

Kemana nih? Jangan jangan udah dianter si bos nih ci Mer.. tanyaku dalam hati. Kemudian aku mengeluarkan HP dari kantong celanaku hendak menelpon ci Merry. Tapi justru sudah ada SMS dari dia yang berbunyi.

'Bay, kalo lo udah sampe rumah, masuk aja langsung. Bos lo pergi ke Cirebon tadi sore. Gua lagi di kamar soalnya, takut gak denger lo dateng'

Kubalas SMSnya,

'Oke Ci, ni saya udah di depan rumah. Yaudah saya masuk terus nunggu di ruang tamu ya.'

Pantesan gak ada mobilnya si bos. Akupun membuka gerbang yang jarang digembok itu. Kumasukkan motor dan kuparkir di dalam garasi. Kemudian aku menuju pintu masuk depan dan membuka pintu. Setelah di dalam, aku duduk di kursi tamu dan main game ular di HP ku.

'Cklek'

Kudengar suara pintu terbuka dari dalam. Posisi kamar Ci Merry terlihat dari ruang tamu. Jika aku ada di ruang tamu, lurus terus masuk ke dalam maka aku akan melewati kamar Ci Merry terlebih dahulu sebelum akhirnya sampai di ruang makan yang menjadi satu dengan bar kecil. Di belakang bar kecil itu terdapat dapur dan kamar mandi tamu. Sedangkan kamar mandi si empunya rumah ada di dalam kamar pribadi mereka. Ci Merry keluar dari kamarnya hanya memakai kaos lengan panjang berukuran besar dan celana kolor pendek. Benar benar pendek sampai paha putihnya terekspos jelas.

Rambutnya sedikit acak acakkan dan tampangnya masih kusut. Belom mandi apa ya nih orang kataku dalam hati.

"Belom mandi Ci?"

"Iya.. hehehe.. males fitness gua Bay." Katanya cengengesan.

"Jiah.. terus saya kesini mau ngapain?" Kataku langsung kepadanya.

"Ya ngambil duit lo yang sejuta. Besok lo ke dealer deh cari cari motor buat lo. Terus lo diem dulu disini, ada yang mau gua tanyain sama lo. Tapi nanti, gua mau mandi dulu." Katanya lagi sambil beranjak berdiri dan menuju kamar mandi.

Kutatap ci Merry dari belakang, goyangan pinggulnya benar benar menggoda. Penisku jadi sedikit naik dibuatnya.

Lho kok? Dia malah lurus ke belakang dan bukan pakai kamar mandi pribadinya? Ah bodo amat lah, bukan urusanku kataku dalam hati.

Sekitar dua puluh menit ku tunggu ci Merry di ruang tamu, sampai akhirnya kulihat dia keluar dari belakang. Aku sempat terperangah melihat Ci Merry yang berjalan dengan berlilitkan handuk berwarna putih yang lebarnya hanya menutupi setengah payudaranya sampai sepuluh centimeter di bawah selangkangannya. Kulitnya masih basah sementara rambutnya di sanggul dan ditutupi lagi oleh handuk kecil berwarna hijau.

"Ngapain lo liat liat gw begitu?" Kata Ci Merry senyum senyum dan berhenti tepat di depan pintu kamarnya.

"Eh.. itu, aduh.. Ci Merry nih ada ada aja. Saya pikir Dewi Kwan Im yang lewat, ga taunya Ci Merry." Kataku sambil cengengesan.

Kemudian dia membuka lilitan handuk di kepalanya dan menggosok rambutnya yang basah sambil berkata,

"Alah modus mulu lo jadi orang, Dewi Kwan Im mana pake anduk?" Katanya sambil sedikit tertawa. Kemudian entah di sengaja atau tidak, handuk kecilnya jatuh ke lantai di belakang Ci Merry.

"Duh.. pake jatoh segala nih anduk.." Kata Ci Merry sambil berbalik dan membungkuk untuk mengambil handuknya.

Aku benar benar tak menyangka akan melihat langsung posisi Ci Merry yang membungkuk sambil berdiri itu.

Bagian tepi bawah handuk putih yang melilit tubuhnya jadi otomatis tertarik ke atas sampai ke bagian tengah daging pantatnya. Hasilnya pantat Ci Merry terlihat jelas bahkan gumpalan vaginanya terlihat mengintip di sela sela paha atasnya.

Anjirr.. kataku dalam hati. Peniskupun langsung jadi tegang.

Ketika Ci Merry bangkit dan kembali memutar tubuhnya, aku langsung mengarahkan pandanganku ke HP yang sedang ku genggam.

"Bay.." panggil Ci Merry.

"Iya Ci?" Kataku menoleh dan berusaha untuk bersikap biasa saja. Aku yakin dia dapat melihat wajahku yang memerah.

Kutangkap mata Ci Merry melirik penisku dan tersenyum. Kemudian dia berkata,

"Tungguin bentar ya, gua ambil uangnya dulu."

"Iya Ci.." kataku lagi menatap Ci Merry masuk ke dalam kamarnya.

Begitu Ci Merry menutup pintu kamarnya, aku langsung membetulkan posisi penisku yang sedikit miring agar tak terasa sakit.

Tak lama, Ci Merry keluar lagi tetap dengan berlilitkan handuk.

Lha, kaga pake baju dulu nih orang?

"Ci.. gak pake baju dulu..?" Tanyaku.

"Gua takut lo kelamaan nunggu. Make baju mah gampang." Jawab Ci Merry.

Aku tak bisa menjawab lagi dan hanya bisa berusaha agar lirikan lirikanku kepada tubuhnya yang setengah telanjang ini tak terlihat oleh Ci Merry.

Kemudian Ci Merry duduk di sofa sebelah depanku. Diantara kami ada meja kaca kecil yang tingginya sekitar tiga puluh centimeter dari lantai. Ci Merry menaruh uang yang hendak dipinjamkan kepadaku untuk ku jadikan DP kredit motor nanti.

"Nih.. itung dulu." Katanya.

"Iya Ci, maap ya Ci saya ambil uangnya." Kataku seraya meraih uang di meja.

Dan ketika badanku maju untuk mengambil uang, mataku melirik lutut dan paha mulus Ci Merry yang benar benar terlihat jelas. Bahkan kalau diperhatikan, vagina Ci Merry seperti mengintip intip dari celah handuk yang luar biasa pendek itu.

Kemudian ku hitung uang pinjaman dari Ci Merry, pas satu juta.

"Pas Ci, saya pake dulu ya Ci, nanti bayarnya cicil tiap gajian.." kataku sambil senyum ke Ci Merry.

"Iya. Lo ngaceng lagi Bay?" Tembak Ci Merry langsung kepadaku sambil melirik penisku.

Aku sedikit malu dan menjawab,

"Iya Ci, Ci Merry anduknya kekecilan soalnya." Kataku sambil garuk garuk.

"Emang bukan anduk gue soalnya. Udahlah... gini, gua mau nanya sama lo, tapi ini secret ya. Lo jangan cerita ke siapa siapa." Jawab Ci Merry dan mulai menyampaikan maksudnya.

"Iya Ci, nanya apaan?" Kataku menahan mata agar tak melirik terus ke pahanya.

"Lo pernah oral sex?"

"Eh, maksudnya?" Tanyaku kaget mendengar pertanyaan dari Ci Merry.

"Maksud gua, lu pernah oral sex gak sama cewe lo. Kalo pernah, cewe lo itu bisa sampe orgasme apa ngga?" Jawabnya memperjelas maksud pertanyaannya tadi.

"Mmm.. pernah sih Ci.." kataku pada Ci Merry dan teringat Pitcung.

Pertanyaaan Ci Merry membuat penisku semakin menegang saja.

"Cewe lo sampe orgasme gak?" Tanyanya sambil memajukan sedikit tubuhnya.

"Iya Ci sampe.. emang kenapa si Ci? Nanyanya aneh aneh aja dah. Saya jadi kaya gimanaaa gitu ini jadinya." Kataku tak tahan untuk penasaran.

"Gua sering liat di film bokep, kalo si cewe lagi di jilatin memeknya kayanya enaaakk banget. Sampe merem melek gitu. Makanya gua penasaran, bisa sampe orgasme kaga? Soalnya gua kaga pernah digituin sama bos lo.." jawab Ci Merry.

"Hah..? Masa sih Ci kaga pernah dijilatin sama si bos?" Tanyaku tak percaya.

"Kalo pernah ngapain gua nanya sama lo.. bos lo orangnya jijikan. Dia mah maennya gitu gitu doang. Tancep, keluar, tidur."

Aku sedikit geli mendengar kata 'Tancep keluar tidur' dan iseng bertanya kepadanya.

"Hehehe.. tancep keluar tidur? Berarti gak ada maju mundur atau naek turunnya Ci?"

"Ada laaahh, sebentar doang. Enak gak sih Bay kalo dijilatin gitu?"

Aku berfikir dalam hati, ini pertanyaan betulan, pancingan atau undangan?

"Ya susah Ci ngejelasinnya kalo gak dirasain sendiri mah." Jawabku dengan sejuta harapan.

"Iya juga sih.. tapi, kata cewe lo gimana? Enak gak katanya." Ci Merry benar benar mengejarku dengan pertanyaan berbau mesum ini. Penisku sudah teriak teriak di bawah minta segera di keluarkan dari celana yang semakin menyempit.

"Kalo gak enak mah gak bakalan ketagihan dia Ci.." jawabku lagi dengan pancingan dua juta harapan.

"Mmm.. berarti lo jago dong jilat jilat memek..?" Kata Ci Merry tertawa kencang sambil menaikkan kedua lututnya rapat sampai tertekuk diatas sofa.

Aku menahan nafas demi melihat vaginanya yang terekspos jelas di depan mataku. Meskipun seperempat penisku sudah pernah masuk kedalam situ, tetap saja ini menjadi pemandangan yang tak biasa buatku. Kemudian setelah tawanya reda, Ci Merry kembali menurunkan kedua kakinya dan menghela nafas.

Karena penisku sudah benar benar tegang dan berfikir bahwa Ci Merry memancingku untuk menjilati vaginanya, aku bertanya kepadanya yang aku yakin dia akan menjawab sesuai harapanku.

"Emangnya Ci Merry mau kalo dijilatin itunya?" Tanyaku sambil deg degan.

Ci Merry menatapku dengan tatapan yang berbeda dan menjawab,

"Emang lo mau ngejilatin memek gua?"

Mendengar jawabannya yang berbentuk pertanyaan itu, aku yakin ini adalah undangan. Akupun tak segan lagi untuk menggenggam penisku dari luar celanaku di hadapan Ci Merry sambil menjawab,

"Mau aja Ci, asal Ci Merry seneng aja dah.." kataku dan tak ragu lagi untuk menatap ke arah vaginanya yang jadi sedikit terlihat karena handuknya yang tertarik gara gara dia menekuk lututnya tadi.

"Tapi ini rahasia ya.." katanya lagi dan kujawab dengan anggukan kepala.

"Pertama tama harus gimana?" Tanyanya lagi.

Akupun berdiri dan menghampiri Ci Merry sambil berkata,

"Pertama tama, harus ada memek yang siap dijilat." Kataku sedikit bercanda.

"Ada, memek gua lah.. gimana sih lo?" Kata Ci Merry sambil menatap gundukan di celanaku.

"Mana? Saya belom liat memek Ci Merry, gimana mau ngejilatinnya?" Kataku lagi.

Sebenarnya bisa saja aku menarik handuknya langsung dan mulai menjilati vaginanya. Tapi mengingat kejadian di toko tempo hari ketika dia meminta tanganku untuk diam, maka aku memakai cara agar dia saja yang membuka handuknya sendiri.

Nafas Ci Merry mulai memburu, kemudian dia menaikkan lilitan handuknya sampai pinggang dan membuka sedikit pahanya.

Akupun jongkok di hadapan Ci Merry tanpa sedikitpun menyentuh kulitnya.

"Kakinya di tekuk di sofa Ci, terus buka lebar lebar biar memek Ci Merry bisa dijilat semuanya." Kataku dengan nafas yang juga memburu.

Nafsuku sudah benar benar diujung penis.

"Gini..?" Tanya Ci Merry sambil mengikuti instruksi dariku. Posisi Ci Merry jadi terlihat sedikit susah untuk membuka lebar lebar pahanya karena tubuh bagian atasnya masih bersandar tegak di sandaran sofa.

"Tangan saya boleh pegang pinggangnya Ci Mer gak?" Tanyaku meminta izin terlebih dahulu.

Ci Merry menjawab dengan anggukan kepala. Kemudian kupegang pinggangnya dan menariknya sampai posisi Ci Merry setengah tiduran.

"Aawwhh.. ih Bayu.. kaget gua.." Kata Ci Merry sambil sedikit tertawa.

Dengan posisi ini, paha Ci Merry bisa kubuka lebar lebar. Vaginanya sudah basah kulihat.

"Karna ini pertama kali buat Ci Mer, teriaknya jangan kenceng kenceng ya, takutnya kedengeran sama tetangga." Kataku lagi sambil menahan kedua pahanya dengan tanganku dan dijawab lagi dengan anggukan kepala darinya.

Kemudian ku dekatkan wajahku ke vaginanya. Kutatap mata Ci Merry, wajahnya merah dan nafasnya benar benar memburu. Dengan perlahan kujilat bibir vaginanya, sentuhan pertama ini langsung membuat tubuh Ci Merry bergetar hebat dan mendesah sedikit kencang.

"Aaakkhh.. hh..hh.."

Kuhentikan jilatanku dan memundurkan wajahku seraya menatapnya.

Ci Merry balas menatapku dan mengangguk sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
Kemudian kudekatkan lagi wajahku dan memberikan sentuhan kedua pada bibir vaginanya dengan lidahku. Tubuh Ci Merry kembali tersentak dan dia menahan desahan yang keluar dari mulut mungilnya.

"Hmmppt... hmmpht..huuuhhmmpt"
Ku lirik Ci Merry, wajahnya mengarah ke atas dengan tangan kirinya yang sedang menutup mulut.

Kulanjutkan jilatan jilatanku pada bibir vaginanya dan memberi sedikit kejutan untuk Ci Merry dengan memasukkan ujung lidahku ke dalam lubang vaginanya. Ci Merry kembali tersentak, bahkan kedua pahanya seperti reflek ingin merapat kalau saja tak kutahan dengan tanganku.

"Aaagghh.. aakhh.. ssshhhh.. Gilaaaa.. aaahhh.." Ci Merry melepas dekapan pada mulutnya dan mendesah dengan volume yang sedikit pelan.

Ini baru bibir dan lubang vaginanya, gimana kelojotannya dia kalau klitorisnya yang kujilat? Fikirku penasaran.

Demi menjawab rasa penasaranku, kuarahkan lidahku pada klitoris mungil milik Ci Merry. Akupun mulai menjilat bagian itu. Reaksi Ci Merry benar benar luar biasa, dia mendesah desah sambil sesekali mendorong pinggulnya naik dan sesekali menutup mulutnya dengan tangannya.

"Aaawwhhh.. uuuhhh.. uuhh.. aassshh...hhmmmpp.. hmmppp... ooohhh.."

Kupercepat tempo jilatanku pada klitorisnya sambil sesekali mencium dan menyedot benda mungil berwarna merah jambu itu. Ci Merry semakin mendesah hebat, bahkan kini dia menjambak rambutku sambil sesekali menekan nekan wajahku ke vaginanya seirama dengan gerakan pinggulnya yang maju mundur.

Nekat, kunaikkan tanganku ke arah dadanya dan kutarik handuk yang menutupi payudaranya. Tak ada reaksi dari Ci Merry, kemudian ku remas payudaranya yang berukura sedang itu dan kupilin puting Ci Merry. Kurasakan telapak tangannya menempel diatas telapak tanganku dan ikut meremas payudaranya bersamaan dengan remasan remasanku.

Dua sampai tiga menit kemudian Ci Merry berkata di tengah desahan desahannya.

"Oookkhh.. uuugghhh.. Bhaaayyy... gilaaa.. ssshhh...Bay... Bay.. mau.. ah ah.. mauuu..."

Jambakan Ci Merry pada rambutku semakin kencang, dan aku yakin maksud dari kata mau nya itu adalah dia akan orgasme sebentar lagi.

Benar saja, Ci Merry mendesah panjang sementara tubuhnya mengejang dan pinggulnya dinaikkan keatas sampai menempel di wajahku. Pahanya seperti ingin menutup namun kutahan dengan kedua tanganku.

"Ooooooooooogggghhhhhh... ssssshhhhhh.. uuuuuuuhhhhh.... hhh..hhh.. sshhhh..."

Posisi bibirku sedang berada di klitorisnya, kurasakan cairan hangat mengalir menyentuh daguku yang tepat berada di depan lubang vaginanya. Kemudian Ci Merry menghempaskan pinggulnya kembali ke sofa. Dia lemas, rambutnya acak acakan, nafasnya tak teratur namun dengan bibir yang tersenyum. Kedua kakinya diturunkan ke lantai tetap dengan posisi terbuka lebar.

Aku yang melihat Ci Merry sudah mendapat orgasmenya langsung membuka celanaku sekalian celana dalamnya. Penisku langsung menunjuk nunjuk di depan Ci Merry. Ci Merry yang melihat penis tegangku malah bertanya,

"Mau ngapain Bay? Gua istirahat dulu lah." Katanya tetap ngos ngosan.

Aku tak perduli, kuraih pinggangnya dan kuputar tubuhnya. Karena lemas, Ci Merry tak dapat memberikan respon apa apa. Kuposisikan dia nungging dengan lutut berada di lantai yang beralaskan permadani lembut sementara tubuhnya berada di sofa. Kubuka sedikit lagi pahanya.

"Hhh.. hhh.. hhh.. jangan keluarin di dalem Bay.. gila lo, lemes banget gua.." katanya berpesan kepadaku. Padahal penisku belum lagi masuk ke dalam vaginanya.

Alih alih menjawab, kudekatkan kepala penisku di depan lobang vaginanya dan langsung memasukkan penisku sedikit sedikit dengan tujuan memenuhi rongga vaginanya.

Aku heran dengan lubang vagina Ci Merry, masih sempit sekali. Memang sih mereka belum mempunyai anak, tapi masa iya kemaluan si bos segitu kecilnya sampai sampai penisku seperti susah masuk ke dalam vagina istrinya ini. Kalau saja bukan karena lendir yang begitu banyak melumuri vagina Ci Merry, aku yakin usahaku untuk masuk ke dalam lubangnya akan membutuhkan waktu sedikit lama.

"Aaakkhh.. hhgggghh.. gilaaa, kontol lo kegedean Bhaayy.. gak muaat memek guaa.. uuugghh.." kata Ci Merry sambil meremas handuk yang ada di samping kanannya.

"Memek Ci Mer bener bener sempit.. huufftt.. kaya perawan.." jawabku setelah berhasil memasukkan seluruh batang penisku ke dalam lubang vaginanya.

Kudiamkan sesaat agar Ci Merry terbiasa dengan penisku. Penisku memang sedikit besar dan panjang, meskipun tak besar besar amat juga. Sedikit diatas normalnya orang nusantara lah.

Setelah kurasa cukup adaptasinya, pinggulku mulai bergerak maju dan mundur. Kulakukan dengan tempo pelan, kuresapi rasa nikmat lubang sempit ini mili demi mili di kulit penisku.

Ci Merry membenamkan wajahnya di sofa sambil mendesah, remasan pada handuknya semakin erat kulihat.

"Ooohh.. aaahhh.. aaahh..hhmmmm.. ssshhh.."

Semakin kesini, kunaikkan tempo kecepatanku sedikit demi sedikit. Setiap naik satu tempo, desahan Ci Merry juga semakin menjadi. Dan ketika semakin cepat gerakan maju mundurku, Ci Merry seperti orang kesurupan. Ada rasa khawatir dalam hatiku kalau kalau ada tetangga yang mendengar teriakan Ci Merry ini.

Puas dengan posisi nungging, aku memutar tubuh Ci Merry dan merebahkan tubuh telanjangnya di atas permadani lantai. Ku angkat dan kulebarkan kedua kakinya sambil kutahan dengan lenganku yang menahan berat tubuhku sendiri. Kutusuk lagi vagina sempit itu dan Ci Merry langsung membuka mulutnya lebar lebar sambil memegang perutnya.

"Aaahhh.. gila.. menthok.. mentok Bay.."

Memang kurasakan ujung penisku seperti menyentuh sesuatu didalam sana. Tapi aku tak begitu perduli, kupompa Ci Merry dengan tempo seperti tadi, pelan diawal dan beranjak cepat. Sesekali kuhentakan dan kubenamkan dalam dalam penisku dengan hentakan keras. Gerakan itu membuat Ci Merry teriak setiap kuhentakkan keras pinggulku.
Jangan tanya berisiknya suara tamparan kulit kami yang beradu dengan cepat dan suara desahan Ci Merry. Rasanya seperti memenuhi seluruh ruangan di rumah ini.

Setelah berganti dengan tiga atau empat posisi yang berbeda, kurasakan jepitan pada penisku semakin erat. Kemudian Ci Merry kembali membuka mulutnya lebar lebar dan meremas lenganku kuat kuat sambil mendesah tertahan.

"Oooooouuuuggghhhh... oooohhh.. huuuuuuhhh.. shammmmpe.. aagghh.. lahgiihhh... uuugghh.."

Kuhentikan pompaanku sejenak demi merasakan jepitan vaginanya yang benar benar erat pada penisku dan menimbulkan kenikmatan yang luar biasa pada seluruh batang penisku. Aku mati matian menahan laju spermaku yang semakin mendesak keluar. Aku ingin keluar setelah Ci Merry selesai menikmati orgasmenya.

Barulah sekitar dua menit kemudian dan setelah Ci Merry mulai tenang, aku kembali memposisikan tubuhku diatas Ci Merry. Ci Merry memelukku dan menempelkan seluruh tubuh telanjangnya pada tubuhku yang kini juga sudah tanpa baju lagi.

Kupercepat kompaanku pada vagina Ci Merry, Ci Merry tak lagi mendesah dengan suara kencang, mungkin sudah terlalu lemas dia.

Sekitar lima menit kemudian, kurasakan penisku mulai berkedut. Kupercepat lagi kompaanku demi mengejar kenikmatan yang hakiki.

"Hh.. hh.. hh.. mau.. nyampe..nih Cii.. diluar kan?"

Bukannya menjawab, Ci Merry malah semakin memelukku dengan erat, kakinyapun di silangkan di belakang pinggulku.

Didalem.. fikirku menyimpulkan gerakan Ci Merry.

Ku benamkan wajahku di samping wajahnya seiring dengan bertambahnya kecepatan kompaanku sampai akhirnya aku benar benar klimaks. Kutekan kuat kuat pinggulku dan kubenamkan sedalam dalamnya penisku di vagina Ci Merry. Ci Merry merespon dengan menahan pinggulku menggunakan silangan kakinya, sementara tangannya semakin erat memeluk punggungku.

"Uugghhh... keluar Ci.. Uuuggghhh..hhmmmm.. ssshh.."

Tiba tiba kurasakan tubuh Ci Merry bergetar dan cengkraman kaki pada pinggulku semakin kuat. Punggungku sedikit sakit karena kuku kuku jarinya yang seperti menancap. Dia kembali mendesah,

"Aaassshhh... annjhiiinng.. gua nyampe.. lagiiihh.. uuugggghhhhhh.....uuuuuhh"

Selama beberapa menit kami mengatur ritme nafas kami masing masing. Setelah normal kembali, kucabut penisku dari lubang vaginanya dan membuat tubuh Ci Merry sedikit kejang.

"Aaakhh.. ngiluu.." katanya sambil menatapku dan sedikit tersenyum.

Aku duduk dilantai bersandar pada sofa, sementara Ci Merry tetap tiduran disampingku dengan posisi miring, dia mengangkat kepala dan menahannya menggunakan telapak tangan dengan lengan yang membentuk siku. Wajahnya menghadap ke penisku.

Kuperhatikan wajah Ci Merry, dia senyum senyum sendiri sambil menatap penisku yang sebenarnya belum terlalu lemas dan belum terlalu mengecil. Masih menyisakan sedikit ketegangan di batangnya.

"Kenapa Ci? Senyum senyum sendiri." Tanyaku heran.

Kemudian dia merubah posisinya menjadi tengkurap dan meraih penisku. Diremas remasnya penisku sambil berkata,

"Tanggung jawab ya lo kalo gua sampe ketagihan sama ini kontol.."

"Eh...."


Yassallaaamm..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd