Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG A.K.A.R -the begining-

OTW Update Hu.. :beer::beer::beer:

Mohon maaf kalo updatenya gak sesuai janji. Lagi hot hot nya di RL :pandaketawa:

Terus ada perubahan bahasa pada POV Rere. Setelah ane baca ulang, kayanya gak enak bener bahasanya.
Mohon maklum, masih nubie soalnya.
:Peace::ampun::ampun::ampun:
 
A.K.A.R-the begining
Chapter Empat​




"Wassu tenan koe rek.." kata Cholil menunjuk nunjuk hidungku.

"Ehh... jangan sembarangan ngomong lu Lil.." kataku langsung mepet ke tubuhnya dan celingak celinguk takut ada yang mendengar omongan Cholil tadi.

"Sembarangan piye, lha wong aku ndelok kok mau.. hmmppt." kata Cholil lagi.

"Ssstt.. jangan kenceng kenceng dong lu kalo ngomong. Ud kaya tukang parkir pasar aj lu." kataku sambil menyumpal mulutnya dengan bakwan goreng.

Bukannya marah, Cholil malah cengengesan sambil makan bakwan yang kusumpalkan tadi ke mulutnya.

"Tenang aja mas bro, aku ndak bakal ngomong ngomong, asaall..." Cholil menaik naikkan alisnya seraya tersenyum bak jin laknat Ifrit. Dan aku benci karena paham arti dari senyuman Ifrit Cholil.

Aku memutar bola mataku dan meremas jari jariku sambil merutuki kebodohanku sendiri kenapa tadi tak memantau situasi sebelum eksekusi.

"Asal apaa?" Kataku mulai negosiasi.

"Kalem toohh.. hehehe.." bukannya menjawab, Cholil malah cengangas cengenges menikmati kemenangannya.

"Udaah buruan, gw lagi males bercanda nih.." kataku malas.

Aku paham paling paling dia minta traktir makan tiga kali sehari selama sebulan full. Berarti, aku harus pintar pintar cari sampingan lagi nih fikirku.

"Ngene mas bro, biar cuwangkemku iki mingkem, aku cuma punya satu permintaan.."

"Pa'ann?" Kataku sambil menyeruput kopi hitamku.

"Jodohin aku karo Rika." Katanya kini dengan muka serius.

"Uhuk.. uhukhukhuk.." aku kaget sampai batuk batuk karena tak menyangka dengan syarat tutup mulut dari Cholil.

"Lho lho.. knopo mas? Terlalu berat toh?" Tanya Cholil.

Aku geleng geleng.

"Deal.." kataku langsung mengiyakan. Kalo cuma urusan comblang mah kecil lah fikirku. Yang penting kejadian tadi dengan ci Merry tak sampai lagi ke telinga orang lain selain Cholil.

"Siiipp.. siji neh." Kata Cholil lagi.

"Kaga..!! Enak aja lu, tadi ngomongnya cuma satu permintaan." Kataku langsung menyetop omongannya.

"Lho.. rawan bocor lho iki. Skandal besar, istri si bos di sodok sodok oleh anak buahnya sendiri." Kata Cholil sambil tertawa tawa seolah sudah menang terhadap diriku.

"Macem macem ama gw lu jamet, gw bocorin ke bos kalo lu udah nyolong marmer kiriman dari Tulung Agung tiga puluh meter lebih. Kalo bos tau, balik kampung dianterin polisi luh." Ku ancam balik si tengik Cholil, dia langsung gelagapan.

"Nga.. nganu, hopo toh..jare sopo kon aku nyolong marmer.." katanya dengan mimik takut tapi lucu.

"Halah.. gaya lu makin mencurigakan.." intimidasiku semakin besar untukknya.

"Hopo toh, siapa yang mencuri.." Katanya.

"Gakan." Kataku sambil senyum senyum.

"Hassu kon Bay.." katanya sambil geleng geleng.

"Yowes jodohke ae aku karo Rika." Katanya menyerah.

"Jatah es buah sama rokok tetep yaa.." kataku lagi.

"Eeetttsss... tiga puluh meter.." kusela Cholil sebelum dia memotong ucapanku.

"Jiancok, wassu teles, wedooss.." makinya tak henti henti disela sela tawaku.

Setelah itu, aku dan Cholil mengobrol ngalor ngidul, kebanyakan Cholil bertanya kepadaku soal bagaimana caranya kok bisa bisanya aku menggauli istri bos ku yang super putih, dengan mata yang tak terlalu sipit seperti warga keturunan pada umumnya, ukuran payudara yang tak terlalu besar namun enak dipandang dan mempunyai tinggi yang semampai.

"Piye tho bro? Ajari aku thoo.." katanya.

"Alaahh ntar juga bisa sendiri lu. Udah sunat belom?" Kataku sambil bertanya iseng.

"Maksudte?" Tanya Cholil sambil meraih gelas kopi milikku.

"Lu udah sunat belom?" Kataku lagi.

"Yo uwiss tho dhuuulll..." katanya sambil memasang muka jengkel.

"Kirain..." jawabku asal.

Kamipun kembali terlibat obrolan santai. Sampai akhirnya kulihat jam di warkop si teteh, jarum menunjukkan pukul setengah sebelas siang. Waktunya pulang fikirku.

"Lil.." kataku menepuk punggung Cholil.

"Phoo?" Katanya tetap tak menoleh dari tatapannya ke arah tv kecil yang dipasang oleh pemilik warkop di sudut kanan atas warungnya.

"Kalo gw kasih ijin pulang duluan mau gak lu?" Tawarku kepadanya. Ada niat iseng ingin mengerjai Cholil.

"Ghelem yooo.." katanya seperti tertarik tak tertarik.

"Yaudah gini, gw kasih lu bonus tambahan supaya cuwangkem lu mingkem. Lu boleh pulang duluan, masalah absen nanti gw yang urus sama bos. Lumayan kan lu bisa maen ke wartel setengah hari full. Tapi cuma hari ini aja ya.. besok besok mah ga bisa." Kataku bisik bisik seolah olah aku memberinya kesempatan emas untuk pulang duluan.

"Hweh..? Serius gak?" Katanya mulai menunjukkan ekspresi senangnya.

"Serius.. yaudah sono lu beres beres trus balik. Tenang aj masalah absen mah.." kataku lagi pura pura menyemangati dia.

"Jiahaha, asheekk.. yowes aku langsung neng nggone Wak kumis yo, nanti jam istirahat lo nyusul tho?" Kata Cholil tambah semangat.

Ku acungkan jempolku kepadanya dan mengibas ibaskan tanganku agar dia segera pergi. Dalam hati, aku ingin tertawa kencang, karena memang hari ini si bos menyuruh toko untuk buka setengah hari saja.

Tak butuh waktu lama, Cholil segera mengganti bajunya. Dan setelah sudah terlihat rapih, dia menuju parkiran motor untuk menyalakan scooter kembung tua miliknya kemudian pergi begitu saja.

Akupun segera menuju ke dalam toko dan memberi tahu karyawan yang lain bahwa toko buka setengah hari. Banyak diantara mereka yang kegirangan oleh jatah jam kerja yang berkurang di hari sabtu ini.

Setelah setengah jam beres beres meja dan dokumen, kudengar nada pesan dari HP ku. Ku buka dan kubaca, dari Cholil yang isinya minta agar aku cepat cepat ke lapak Wak Kumis, dia minta ditemani olehku agar Rika atau Rere mau keluar dan mengobrol bersamanya. Kujawab singkat 'OK'.

Meskipun malas, aku sudah berjanji padanya bahwa aku akan memcomblangi dia dengan Rere. Pantang bagiku untuk mengingkari janji antara laki laki dengan laki laki. Beda hal nya kalau janji dengan wanita. Menurutku pribadi, janji dengan wanita itu mempunyai beberapa kategori.

'Janji manis, janji palsu, janji gombal dan janji hati.'

Yang mana diantara janji janji tersebut, seringnya janji manis dan gombal lah yang kupakai untuk para wanita diluar sana. Sedangkan janji hati, hanya dua wanita yang pernah kuberikan janji hatiku. Untuk Pitcung, dan untuk wanita yang sekarang entah ada dimana. Wanita desa yang mempunyai kecantikan alami, senyumnya yang manis dan matanya yang selalu menunduk menunjukkan sifatnya yang pemalu.

Aku masih ingat namanya sampai saat ini. Sari.. Sari Triningtyas.

'Huufftt...' kuhembuskan nafasku ketika mengingat Sari yang kini entah ada dimana. Tapi aku yakin, suatu hari nanti aku akan bertemu lagi dengannya. Terlepas dari perasaanku untuk Pitcung, Sari adalah wanita pertama yang bisa membuatku langsung jatuh cinta waktu pertama kali melihat dia dulu di sekolah.

Memang aku sayang dengan Pitcung, tapi beda rasanya dengan Sari. Sari mampu menghipnotisku dan langsung membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.

Sayangnya, entah kenapa Pitcung tak menyukai gadis desa itu. Mungkin karena asal usulnya yang tak jelas yang menjadi ketidak sukaan Pitcung pada Sari.

Nada pesan kembali terdengar di HPku disaat aku sedang asik asiknya mengingat Sari. Dari Cholil lagi yang menanyakan apakah aku sudah berangkat ke lapaknya Wak Kumis atau belum. Kujawab singkat, 'otewe'.

Ku buka laci mejaku dan kuambil kunci motor kopling kepunyaan bosku. Motor ini sering ditinggal di toko pada siang hari untuk keperluanku wara wiri sana sini. Dan barulah pada sore harinya aku antarkan motor ini ke rumah si bos untuk diparkir dirumahnya yang lumayan besar itu. Tapi semenjak dua hari kemarin, motor ini diinapkan di toko. Entah kenapa, dan aku tak mau tahu kenapa.

Kunyalakan motor, ku tancap gas menuju lapak Wak Kumis.



______¤¤______


POV Rere.



Aaah, kenapa harus Mas Cholil sih yang datang? Masa iya malaikat salah denger nama waktu kuucapkan doa semalam?

Memang sih mas Cholil belum masuk ke dalam Wartel, tapi matanya itu selalu saja melihat ke arah sini. Untung saja kaca wartel di depan itu gelap, jadi orang orang yang di luar wartel tak tahu ada siapa atau sedang apa orang orang yang ada di dalam wartel.

"Kemana sih Ibey? Re pengennya ketemu Ibey. Bukan temennya.." kataku kepada boneka beruang kecilku.

Dan sepertinya malaikat mendengar kata kataku kepada boneka kecilku, karena kulihat motor yang sudah kuhapal sekali bentuk dan warnanya datang dan parkir disebelah motor yang gendut di bagian belakangnya milik mas Cholil.

"Eh.. itu dia datang."

"Iiiihh.. gayanyaaa.." aku senyum senyum sendiri melihat sosok Ibey yang turun dari motor dengan gaya yang sangat cool menurut pandangan mataku.

Ke luar ah..

Eh, tapi nanti ketauan banget dong kalo aku keluarnya pas ada Ibey doang?

Hmmm.. tunggu dulu deh, paling gak sampai nanti Mas Cholil masuk buat nelpon saudaranya atau siapanya gitu dikampung dan aku pura pura ikut dia keluar buat nemenin Ibey.

Oke, gitu aja.

Kupandangi Ibey dari dalam wartel sambil senyum senyum sendiri. Dan aku benar benar gemas dibuatnya ketika melihat dia tertawa diantara Wak Kumis dan mas Cholil.

Pasti lagi ngeledekkin mas Cholil tuh Ibey.. hihihi.

Kemudian Ibey terlihat bicara serius dengan mas Cholil. Ngomongin apa ya?

Nah lho, kok pada ngeliatin ke arah sini sih?

Nah lho, kok Ibey malah jalan ke arah sini sih? Aduuh.. mati deh gue, mana belum dandan.

Tenang Re.. tenang. Jangan keliatan gugup. Santai ajah, biasa ajah... Huffttt...

'Cklek...krincing'

"Mikuuummm.." kata Ibey ketika membuka pintu Wartel.

Aku yang sedang pura pura sibuk mainan HP langsung pura pura melongok ke arah suara.

"Eh.. Bang Ibey, tumben masuk ke Wartel. Mau nelpon siapa bang?" Kataku sambil senyum supaya rasa grogi di hatiku ini tak tampak di depannya.

"Ibey aj. Gausah pake bang bang segala." Katanya balas tersenyum kepadaku dan menyilangkan kedua lengannya di bagian depan meja kasir tempatku duduk saat ini.

"Iyaa, Ibey tumben masuk wartel, mau nelpon siapa gitu? Tuhh Rere ulang pertanyaannya." Tanyaku sambil senyum menahan segala rasa. Deg degan dan senang rasanya campur jadi satu.

"Mau nelpon Rere sih tadinya, tapi sayang aku gak punya nomer HPnya." Jawab Ibey yang langsung membuat wajahku seperti kepiting rebus.

"Apaan sih Ibey.. hehehe.." aku tak sanggup lagi untuk tak grogi dihadapan pria tampan didepanku ini.

"Eh, serius Re, biar Rere gak mainin HPnya cuma pencet pencet tombol MENU sama KEMBALI terus terusan doang.." kali ini dia benar benar membuatku salah tingkah.

"Iiiiihh.. gak lucu ah.. " ku pasang wajah ngambekku untuk pria yang mampu membuatku susah tidur semalaman ini.

"Jiahaha.. ceile gitu aj ngambek." Katanya sambil menaik naikkan alisnya yang..... astaga.. pokoknya... gitu lah..

"Lagian Ibey ngeledek mulu.." kataku sambil manyun. Aku tahu bahwa dia paham kalau aku sedang pura pura ngambek kepadanya. Terlihat dari raut wajahnya yang tak sedikitpun menampakkan perasaan bersalah karena telah meledekku.

"Re, wartel lagi rame ga?" Tanya Ibey yang sepertinya mulai serius.

"Lagi sepi, kenapa gitu?" Tanyaku tak paham dengan maksudnya.

"Asiikk.. kunci pintunya yaa.. biar bisa ehm ehm.." katanya sambil memutar tubuhnya. Sotak saja aku langsung berdiri dan memanggil dengan gemas kepadanya.

"Iiiisshhh.. Ibheeeyyy.. jangan macem macem deh." Ku raih bonekaku dan kusiapkan untuk kulempar ke arah Ibey.

Ibey tertawa lepas karena melihat wajahku yang tambah memerah malu. Iyalah malu, masa siang siang diajak gituan.

Gituan? Eh.. mikir apa aku..? Iiihhh.. Rereeee, fokusssss.

"Haduuhh Reee Rere.. yaudah kita ke depan yuk, waktunya istirahat kan? Kita di traktir es buah noh sama juragan yang ono noh.. udah kenalan belum kamu sama dia?" Kata Ibey lagi sambil bertanya kepadaku.

"Siapa? Mas Cholil?" Tanyaku tetap cemberut sambil meletakkan kembali boneka kecilku ke meja.

"Iya, nama panjangnya udah tau?"

"Udah, Cholil Zakaria kan?" Tanyaku lagi. Tetap cemberut.

"Iya, panggil aja Zakar.." kata dia lagi sambil senyum senyum ga jelas.

Aku yang mendengar kata Zakar bukannya jijik malah tertawa geli.

Masa iya ada orang yang panggilannya Zakar?

"Hihihihi... masa sih panggilannya gitu?" Tanyaku oon yang langsung dibalas oleh Ibey.

"Kalo gak percaya, nanti panggil aja dia gitu. Mas Zakaarr...." kata Ibey yang langsung tertawa terbahak bahak. Akupun tak kuasa menahan rasa geli dalam perutku dan ikut ikutan tertawa lepas.

Kemudian Ibey kembali mengajakku keluar untuk memenuhi undangan traktiran dari mas Cholil.

"Yuk Re, udah ah bercandanya. Kasian mas Zakar sendirian noh.." katanya lagi sambil tetap menyebut mas Cholil dengan sebutan Zakar.

Aku tersenyum dan memandangnya, kemudian kukatakan padanya.

"Re gak mau keluar kalo yang nraktir Re itu mas Cholil, Re baru mau keluar kalo yang nraktir Re itu Ibey."
Kukatakan itu dengan sungguh sungguh. Aku paham bahwa mas Cholil suka kepadaku, dan aku tak ingin menjadi orang yang seperti tak berperasaan kepada mas Cholil karena menerima traktirannya dan membuat mas Cholil berfikir bahwa aku juga menyukainya.

Naif memang, tapi lebih baik mencegah daripada mengobati kan?

Mendengar perkataanku, Ibey yang baru saja hendak membuka pintu Wartel menjadi berhenti dan menatapku lama. Kemudian dia mengatakan sesuatu yang sanggup membuatku malu sekaligus senang.

"Kali ini aja, tolong terima traktiran dari Cholil, besok kalo aku kesini lagi, jangankan es buah Wak Kumis, kamu minta jalan jalanpun aku anterin sampe kamu puas. Deal?" Katanya.

"Hmmmm... di...dil.." kataku sambil menunduk malu.

"Yuk, kita keluar.." kata Ibey kembali mengajakku keluar.

Aku pun mengangguk dan mengekor di belakangnya.


____¤¤____


POV Pitcung.


"Tumben Yo ngajak gue keluar kaya gini. Lagi Bete lu di rumah?" Ku hampiri Tyo yang sedang mengungguku di lantai bawah kost kost an ku.

"Hehehe.. iya nih, nyari lawan maen billiard gak nemu nemu yang jagonya kaya elu Pit. Lagian kan mumpung lu libur kerja. Kapan lagi kan?" Kata Tyo yang berjalan di sampingku dan membukakan pintu keluar untukku.

"Oohh.. lha lu kenapa gak ngajak Ibey? Dia kan jago juga tuh maennya." Tanyaku kepada Tyo.

"Ibey kan kerja non, mana mau dia di ganggu kalo lagi kerja." Jawab Tyo.

"Oh iyaya.. Dia masuk kerja ya." Kataku dan dibalas anggukan oleh Tyo.

Kemudian dengan menggunakan motor bebek milik Tyo, kami meluncur menuju tempat biasa kami bermain billiard. Biasanya, kami selalu main bertiga. Aku, Ibey dan Tyo. Dan biasanya kami selalu main dimalam hari, makanya aku sedikit heran kok tumben tumbennya Tyo mengajakku main billiard siang siang gini. Aku sih oke oke saja selama itu gak mengganggu waktuku. Lagian aku juga lagi bete di kost kost an. Mungkin menyodok bola billiard bisa sedikit menghilangkan rasa beteku.

Berhubung tempatnya tak terlalu jauh dengan tempatku ngekost, maka tak sampai lima belas menit kami sudah sampai di tujuan kami.

Kamipun langsung memesan meja billiard untuk dua jam dan tak lupa memesan snack serta minuman ringan sebagai pengisi waktu menunggu giliran.

"Bola berapa Fit?" Tanya Tyo kepadaku.

"Bola delapan aja, biar awet." Jawabku kepadanya.

Tyo langsung meminta kepada mas mas wasit untuk mengatur susunan bola.

Waktunya bertanding..

Tyo break, pukulannya cukup bagus dan bola nomor dua sudah hilang dari lapangan. Tyo melanjutkan pukulannya dan memasukkan bola enam.

Tyo memilih bola solid.

Di sela sela permainan, Tyo berkata kepadaku.

"Gimana hubungan lu sama Ibey?"

"Baik, lancar jaya kaya biasanya." Jawabku tanpa curiga.

"Lo yakin mau nungguin dia?" Tanyanya setelah gagal memasukkan bola solid terakhirnya dan menuju kursi kecil disampingku.

Aku beranjak menuju meja pertandingan untuk mengambil ancang ancang dan mengukur akurasi bidikanku. Kubidik bola nomor sepuluh. Shot and... plung.

"Ga tau deh Yo, lu kaya gak tau dia aja. Prinsip dia kan kenceng, seandainya dia gw ajak nikah besok tanpa perlu bawa uang sepeserpun buat gw, gw yakin gak bakalan mau dia Yo."

Akupun kembali membidik, kali ini dua bola yang menjadi sasaranku. Bola nomor sembilan dan tiga belas yang berjajar lurus di lubang tengah. Shot and... plung, dan plung lagi.

"Gw yakin dia lagi ngumpulin uang dari hasil kerjanya dia buat gw Yo. Itu yang bikin gw makin sayang sama dia. Usahanya buat ngejar sesuatu itu tuh gak pernah surut. Agak ngenes juga sih ngeliat dia kerja disitu. Kemaren gw tawarin masuk di kantor tempat gw gawe, tapi dianya ogah. Pahamlah lu dia kek gimana." Kataku sambil melihat posisi bola yang akan menjadi sasaranku selanjutnya.

Kamipun terdiam sampai pada akhirnya aku hanya menyisakan satu bola saja. Bola delapan.

Posisi bola hitam itu sedikit ada di tengah lapangan dan bola putihku sedikit sejajar namun dengan jarak yang cukup jauh. Aku cukup lama membidik bola hitam itu. Dan ketika bidikanku sudah tepat, aku bersiap untuk menembak sebelum akhirnya ku dengar Tyo berkata.

"Bagaimana kalo seandainya aku yang melamar dan menikahimu Fit?"
Aku terkejut mendengarnya, dan itu membuat bidikan serta pukulan pamungkasku jadi meleset jauh. Hasilnya, aku mendapat pelanggaran dari wasit karena bola yang kuincar tak dapat ku sentuh dengan bola putihku.

Sejenak aku terdiam, bukan karena melesetnya tembakanku. Tapi karena omongan Tyo barusan. Aku sadar dan paham betul bagaimana perasaan Tyo kepadaku selama ini. Berkali kali dia mengatakan dengan jujur perasaannya bahwa dia mencintaiku dan berharap aku mau menjadi kekasihnya. Tapi berkali kali juga aku menolaknya dengan candaan, malah kadang dengan sikap serius bahwa aku akan membuka hatiku untuk orang lain seandainya Ibey lebih memilih untuk menikah dengan orang lain dan bukan kepadaku. Yang aku yakin sekali kalau itu tak akan terjadi. Aku yakin bahwa suatu saat Ibey akan datang ke rumahku dan melamarku untuk menjadi istrinya. Aku yakin sekali. Yakin sekali.

Namun kali ini, bukan pernyataan cinta seperti biasanya yang aku dengar dari Tyo, melainkan lamaran untuk menikahiku. Ya meskipun tak secara langsung, tapi tetap saja kan?

"Aahh.. rese lu, bisa bener lu ngalihin konsentrasi gw. Padahal gw udah hampir menang tuh.. " kataku di pinggir meja tanding mencoba membelokkan arah pembicaraan ini.
Ku hampiri Tyo dan kupukul pelan bahunya.

"Jangan curang lu, bikin konsen gw bubar pake cara pura pura ngelamar gw. Pinteerrrr...." kataku benar benar berusaha mengalihkan fikiranku dari maksud kata kata Tyo barusan.

Tyo hanya tersenyum dan mendengus sambil mendekati meja dan membidik bola delapan. Padahal bola solid yang masih harus dimasukkan olehnya masih ada satu buah lagi.

'Bletaaakk...' plung.

Dengan sekali pukulan kencang dia memasukkan bola delapan yang harusnya menjadi sasaran pukulanku nanti. Dia sengaja kalah, atau mengalah lebih tepatnya.

Kemudian dia kembali ke kursi dan mengambil orange juice miliknya.

"Iya, gw sengaja bikin konsentrasi lu bubar. Biar gw bisa kasih tau ke lu kalo gw masih mau kalah supaya akhirnya nanti gw bisa menang." Kata Tyo setelah meminum habis segelas orange juicenya dalam sekali teguk.

Aku hanya memandangnya tanpa bisa berkata apa apa.

"Gw yakin Fit, Ibey lebih milih Sari daripada elo.. inget Sari kan lo?" Kata Tyo menatapku.


"Eh...."


Yassallaaaamm..
 
Thanks atas updatenya bro. Di tunggu lanjutan si Ibay enak-enakin istri pak Bos. Kalo enak bilang_2 ya gimana rasanya tuh lobang
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd