Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG A.K.A.R -the begining-

A.K.A.R-the begining-
Chapter Tiga​



"Fuck Me Please Bey.." kata Fitri sambil mendekatkan bibirnya pada bibirku.

"Lha..?"

Cup.. cup.. ku kecup lembut bibir Fitri dan mengangkat dagunya.

"Heeii.. lu gak inget janji kita? Lu udah lupa sama prinsip 'perawan buat malem pertama' lu?" Kataku sambil tersenyum dan mengucel ngucel rambutnya.

"Gw ikhlas Bey kalo lu yang ambil perawan gw. Kita udah ngejalanin begini begini tuh bukan setaon dua taon lagi. Dari masih sekolah kita udah sering maen begini. Lagian, lu ga kepengen gitu ngukur dalemnya lobang meki gw pake kontol lu yang panjang? Hihihihi."
Kata Fitri lagi setengah serius setengah bercanda sambil merentangkan telapak tangannya dipenisku seolah sedang mengukur panjang penisku dengan jengkalnya.

"Hohoho... puanjang doong titit gw mah.." aku meladeni setengah candaannya tadi.

Aku bukanlah pria munafik, setiap bercumbu dengannya pasti selalu ada rasa ingin menusuk vaginanya dengan penisku ini. Tapi keinginan itu masih kalah oleh rasa sayangku kepadanya. Sayang karena aku dan Pitcung sudah menjaga komitmen ini bertahun tahun, sayang karena nanti Pitcung pasti bakal menyesal seandainya kuambil dan kurobek selaput daranya, sayang karena.... ya sayang saja rasanya membiarkan dia kehilangan perawannya sebelum dia menikah nanti.

Lagipula, seandainya aku sedang benar benar datang rasa ingin bersetubuh, Pitcung tak pernah melarangku untuk bersetubuh dengan wanita mana saja asal bukan pekerja seks komersial. Alasannya, selain karena takut tertular penyakit, dia juga paham kalau aku tentu gak akan sanggup dan mau untuk membayar jasa PSK tersebut.

Aku pernah menguji alasannya itu dengan berkata,

"Kan ada tuh PSK PSK di daerah situ yang cuma gocapan lebih. Bisa aja kan kalo gw kesono trus ngewe murah meriah?" Kataku waktu itu.

Tahu jawaban Fitri?

"Alaaahh.. model kek lu aj Bey, gw tau lu dari dulu. Jangankan gocap, goceng juga kaga bakalan sanggup lu bayarin noh jablay buat ngewe ama lu. Apalagi jablay daerah situ. Pake terpal doang, di pinggir kali pula. Abis ngewe ceboknya pake aer kali.. hiii..." Begitu katanya sambil bergidik.

Pitcung memang terkesan merendahkanku dalam hal ekonomi, tapi aku tahu bahwa bukan itu maksudnya. Dia tahu bahwa aku bukanlah cowok yang gampang 'jajan' untuk urusan sex sekalipun harga 'jajanan' itu cuma sebesar lima ribu perak.

Dan Pitcung tahu bahwa sangatlah mudah bagiku untuk menaklukan wanita mana saja untuk kutiduri dan kusetubuhi tanpa perlu membayar jasa apapun.

Dulu, aku pernah bertanya kepadanya kenapa dia tak pernah mempermasalahkanku untuk bersetubuh dengan wanita lain. Dengan santai namun cukup membuatku sedikit GR dia berkata,

"Kenapa kata lu? Ibeyy.. meskipun dua ribu cewe sanggup lu pake semaleman penuh tanpa sedikitpun lo nyolek gw, gw gak bakal marah kok. Karena gw tau, dua ribu cewe itu cuma pintasan pintasan kecil buat lu. Sementara gw, gw adalah pelabuhan terakhir buat lu bersandar ketika lu udah cape melanglang buana di luar sana." Katanya sambil menaik naikkan alisnya.

Begitulah Pitcung, selalu siap dan sedia setiap kubutuhkan. Oleh karena itu aku merasa sayang kalau harus mengambil perawannya yang sudah dia jaga bertahun tahun.


Sekarang, Pitcung kembali merosot jongkok di bawahku dan menghisap serta mengocok penisku sambil sesekali memainkan buah pelirku.

Aku mengimbangi Pitcung dengan memaju mundurkan pinggulku seirama dengan gerakan kepalanya.
Sudah hampir sepuluh menit namun belum ada tanda tanda tsunami dari penisku.

Wah, tumben ini belom kerasa mau keluar, kataku dalam hati.

"Udah Cung, kesian mulut lu tar kaga bisa mingkem lagi.." kataku sambil menahan kepalanya agar berhenti bergerak.

"Puahh... tau aj lu. Tumben banget lama keluarnya." Kata Pitcung sambil tetap mengocok penisku.

"Ngewe aja ya Bey? Biar cepet keluar.." kata Fitri memandangku dari bawah penuh harap.

Aku tersenyum dan menjawab,

"Sayang Cuung.. sayang sama perawan lu. Gesek gesek aj dah ya pake memek lu, lu duduk diatas kaya biasanya."

Kataku sambil merebahkan diri di lantai. Pitcung menuju kasur single nya dan mengambil bantal untuk menahan kepalaku. Kemudian, dia berdiri diatas penisku dan perlahan mulai turun jongkok sambil tangan kanannya meraih penisku. Setelah posisinya dirasa pas, Pitcung menggesek klitorisnya sendiri menggunakan ujung kepala penisku dan mendesah nikmat.

"Ssshhh.. uuuhh.. enak bhanget.. hhmm.." katanya sambil menatap mataku dengan tatapan liar.

Kemudian Fitri menempatkan kepala penisku di depan lubang vaginanya yang sudah luar biasa becek itu. Dia menurunkan sedikit pinggulnya yang membuat kepala penisku sedikit masuk ke lubang vaginanya, mungkin hanya setengah centi saja. Diulang ulangnya terus sampai dia berkata,

"Masukhin ya Bheeyy? Pleaasee.." katanya sambil tangan kirinya meremas kedua payudaranya yang mancung.

"Jangan Cung. Kalo lu sayang sama masa depan lu, jangan. Kaya biasanya aj." Kataku yang sebenarnya merasa kalaupun Pitcung nekat duduk dan membuat penisku masuk ke dalam sana, sepertinya akupun tak akan bisa menolak.

Namun untungnya, Pitcung selalu seperti minta izin dulu kepadaku setiap dia minta ditusuk olehku.

"Ssshhh.. yaudah deh, gw simpen perawan gw sampe kapanpun buat lu ambil." Kata dia dan menempatkan kepala penisku lagi di klitorisnya sambil duduk diatasnya.

"Aaahhh... iya, udah gini aj. Begini juga udah enak kok.." kataku sambil mengelus paha putih Pitcung yang sedang mengulek penisku diantara belahan vaginanya.

"Ookkhh.. Beeyy.. ssshh.. enak Bheeyy.." kata Pitcung mempercepat goyangannya.

Karena posisi penisku digilas terus dalam keadaan terjepit dan ada diantara belahan vagina yang hangat dan becek membuatku merem melek merasakan nikmat. Hasilnya, hanya beberapa menit Pitcung bergoyang diatasku sudah mampu membuat spermaku muncrat berkali kali dan mengenai perut bagian bawah pusarku sendiri.

Melihat spermaku disitu, Pitcung malah semakin menggerus penisku dengan tekanan yang cepat. Sontak saja aku langsung merasa ngilu luar biasa akibat gerusan pinggulnya di penisku.

"Aaaakkhh... aaahahahahassshhh.. ngilu Cuunng.. aduduuhh.." kataku meringis dan menggeliat.

Pitcung tersenyum dan menjorongkan pinggulnya sedikit ke atas. Di menggesek gesek vaginanya di tempat spermaku berlumuran tadi. Dilumurinya spermaku ke vaginanya sendiri sambil mendesah.

"Oohh.. sshhmmmm... peju lu masih kerasa anget Bey di memek gw.. ssshh... hmm.."

Aku meraih kedua payudaranya dan memainkan putingnya dengan pelintiran pelintiran ringan. Terlihat Pitcung semakin kencang menggilas vaginanya di bawah pusarku, malahan kini dia mengocok klitorisnya dengan dua jari sambil melebarkan kedua tungkai kakinya lebar lebar.

Aku terkesima melihat pemandangan ini. Penisku yang tadi sudah lemas bahkan sampai tegang lagi melihat Pitcung mengejar nikmat diatas perutku.

Sampai akhirnya dia melenguh panjang dan menyentak nyentakkan pinggulnya.

"Ooooohhh... uuuggghh.. Ibheeeeyyyy.. nyampeeeee... okh.. okh okh akh...hhh.. hhh.. hhh.."

Tubuhnya kejang sampai akhirnya Pitcung ambruk diatasku.

Selama setengah jam kami tetap dalam kondisi ini. Ku elus rambutnya dan sesekali mengelus rambutnya. Terdengar dengkuran ringan dari nafas Pitcung. Pitcung tertidur, aku tersenyum dan mengecup kepalanya sambil bergumam pelan kepadanya.

"Nanti, kalo udah waktunya, aku yang bakal ngambil perawan kamu Cung, nanti di malam pertama kita."
Kataku dan mulai menahan berat tubuh Pitcung diatas tubuhku. Untung saja di kost kost an nya ada AC, kalau tidak terbayang bagaimana gerahnya aku.

Satu jam kemudian,

"Cuung.. cung.. bangunlah.. buset, berasa tidur dikasur ya lu?" Kataku sambil menggoyang goyangkan bahunya.

"Hhhmmmmhhh... apaan sii, ganggu aj lu ah." Kata Fitri yang sepertinya belum sadar kalau dia tidur beralaskan tubuh telanjangku.

"Liat dong lu tidurnya dimana. Berat nih lama lama badan lu." Kataku mulai sensi.

"Ck.. akh lu mah.. baru juga sebentar gw tidurnya." Kata Pitcung sambil menghentakkan tubuhnya.

"Mata lu sebentar.. bangun dulu ngapah.." kataku mulai sewot.

"Ikh.. RESE.." kata Fitri mulai bangkit dan menuju kasur. Kemudian dia melihat jam dinding di samping kasurnya.

"Eh.. lama juga ya gw tidurnya. Udah jam sembilan malem aj.." katanya nyengir.

"Au gelabh.." kataku sambil menuju kamar mandi dan segera mandi untuk menyegarkan diri.


______¤¤_____


POV Rere


"Masih jam sembilan malem.." Re bergumam sendiri melihat jam weker kecil yang bentuknya karakter Dorangemon di meja yang ada disamping kasur Re.

Masih lama banget besoknya. Pengen buru buru besok, pengen buru buru ketemu Bayu yang biasanya dipanggil Ibey.. hihihi.

Re jadi senyum senyum sendiri kalo ingat waktu Re sama Ibey kenalan tadi siang. Ibey atau Bayu ya enaknya Re manggil dia? Ibey aj ah, kan biasanya dia dipanggilnya gitu.

"Aku Bayu, biasanya dipanggil Ibey.." Re memeragakan gaya Ibey sambil ngulurin tangan Re sendiri ke langit langit kamar.

"Iiihhh... hihihi...." Re jadi salting sendiri sampe meluk meluk guling sambil cekikikan.

Re malah gemes sendiri kalo inget gayanya Ibey tadi siang.

Wajahnya yang tampan, gak tinggi tapi juga gak pendek, alisnya yang tebelnya naudzubillah, senyumnya yang... aduh, udahlah.. pokoknya bikin ser seran deh.

Eh iya.. Re jadi inget sesuatu.

Re langsung bangun dari tempat tidur, Re buka laci meja lantas Re ambil buku diary Re tempat Re biasa cerita segala macam kejadian yang udah Re alami selama ini.

Re ambil pulpen dan mulai menulis...

Dear diary..

Hai Diary, apa kabar?

Diary, kamu inget kan soal cowo yang selalu Re ceritain sama kamu kemarin kemarin?

Kamu tau gak? Re udah kenalan lhoo sama dia. Namanya Bayu, tapi Re belom tau nama panjangnya. Nanti kalo Re udah tau pasti Re kasih tau kamu. Re cuma tau nama panggilannya aj, Bayu biasanya dipanggil Ibey.

Orangnya baik, supel, lucu n pastinya ganteng, hehehe.. Re jadi gak sabar kepengen buru buru besok biar bisa ketemu dia lagi.

Tapi..
Besok dia ke Wak Kumis lagi gak ya Diary?

Diary, tolong bilangin sama seluruh malaikat yang ada di langit, tolong bilangin sama mereka supaya mereka sampaikan doa n harapan Re sama Tuhan malam ini.

Re berharap Ibey datang lagi ke gerobaknya Wak Kumis besok siang sendiri, tanpa temennya yang namanya mas Cholil. Dan Re berdoa semoga Ibey bisa lama lama disitu. Re juga berdoa moga aja Ibey mau ngobrol lama lama sama Re.

Tolong ya Diary, tolong sampaikan doa n harapan Re sama Malaikat. Mudah mudahan aj malaikat berkenan menyampaikan doa Re sama Tuhan, n mudah mudahan aj Tuhan berkenan mengabulkan doa n harapan Re.
Aamiin..

Selesai.. Re tersenyum menatap buku diary Re. Mudah mudahan aj besok doa doa Re terkabul. Aamiin.

Re kembali tiduran di kasur n mulai mencoba untuk memejamkan mata.

"Met bobo Ibey.." kata Re untuk Ibey.



____¤¤____


POV Bayu



"Baaayy.. bangun, udah jam tujuh tuuh.. kerja gaak? Ssusah banget dah kalo dibangunin!!"

"Hhmmm.. iyaaaa Buu.." kataku menjawab untuk yang kesekian kalinya.

Kebiasaan ibuku selalu membangunkanku setiap pagi, dan kebiasaanku selalu mengiyakan sebelum akhirnya tidur lagi untuk beberapa menit kedepan sampai akhirnya ibuku ngomel ngomel untuk membangunkanku.

"Bangun..!! Jadi laki laki kudu gesit. Gimana mau ngidupin anak istri ntar kalo bangun pagi aja males malesan." Kata Ibuku sambil menarik guling yang sedang kupeluk dengan mesra.

Aku pasrah dan 'terpaksa' bangun. Dalam hati, kapan aku bisa dapat kerjaan yang bisa libur dihari sabtu dan minggu?

Kebijakan toko Granit dan Marmer tempatku bekerja mengharuskanku masuk di hari sabtu. Aku hanya dibolehkan libur di hari minggu. Itupun kalau tak ada pengiriman yang membutuhkan cetak Surat Jalan. Kalau ada pengiriman di hari minggu, maka aku harus masuk lembur dan mengurus surat surat yang diperlukan untuk pengiriman Granit atau Marmer dari toko tempatku bekerja.

"Iya iyaa.. ini Bayu udah banguunn.." kataku malas malasan dan beranjak ke kamar mandi.

Setelah selesai mandi pakai baju dan semprot parfum kiri kanan, aku hendak pamit pada ibu dan bapakku untuk berangkat kerja sebelum akhirnya bapakku berkata,

"Bareng bapak aj Bay, Bapak pas mau ke Kedoya nih, langganan bapak mesin aernya rusak katanya."

"Ooh, yaudah pak. Kebetulan duit Bayu juga tinggal dikit nih. Kalo bisa bareng sama bapak mah lumayan kan ngirit ongkos ojek.. hehehe.." kataku cengengesan pada bapak yang malah dijawab oleh ibuku.

"Makanya, punya uang tuh jangan dihambur hamburin terus. Pikir masa depan, pikir kebutuhan sendiri. Mau sampe kapan duit abis begitu aja? Gak pengen nikah emangnya?" Tanya ibuku sambil menaruh jaket bapakku di kursi samping tempat bapakku duduk kini.

"Ya pengenlah bu. Masa iya gak pengen nikah sih.. " jawabku pada ibuku.

"Nah, kalo udah mikir gitu kumpulin duit yang banyak. Dengerin nih kata Ibu, jaman sekarang mana ada cewe yang mau nikah sama cowo kere? Sekalinya ada, pasti gara gara terpaksa. Dengerin tuh.." Lanjut Ibu.

"Iya buu, iyaa.." kataku mulai serius mendengarkan ibu.

Memang benar apa yang dikatakan ibu tadi. Wanita jaman sekarang mana ada yang mau menikah dengan laki laki yang hidupnya pas pasan seperti diriku.

Aku jadi berfikir, apa Pitcung mau menerimaku dengan kondisi ekonomiku yang seperti ini?

Memang kami belumlah berpacaran secara resmi, tapi kami sudah mengerti satu sama lain bahwa kami ini tak bisa dipisahkan begitu saja. Aku paham bahwa Pitcung benar benar mencintaiku, dan aku yakin bahwa sebenarnya Pitcung pun tahu bagaimana perasaanku kepadanya. Kami sama sama saling sayang tanpa harus ada kata kata yang mengikarkan itu semua.

Tapi, kalau melihat kondisi ekonomi keluargaku, apa mungkin Pitcung mau menerima? Okelah anggap Pitcung bisa menerima. Tapi apa keluarganya bisa?

"Udah bu, Bayu udah gede. Biarin dia mikir jalannya sendiri. Dia pasti paham sama langkah yang bakal dia ambil nanti.." kata bapakku bijak menanggapi ocehan ibuku.

"Yok Bay jalan, kamu yang bawa motor duluan.." lanjut bapak kepadaku.

"Iya pak. Bu Bayu pamit.." kataku sambil mencium tangan ibu dan dibalas dengan kata 'iya' dari ibuku.

Diperjalanan menuju tempat kerjaku, bapak memberiku nasehat penting kepadaku.

"Yang dinilai dari laki laki itu, seberapa besar dia bisa bawa sama mikul tanggung jawab. Mau sekaya apapun kamu kalo kamu ga bisa tanggung jawab sama anak istri kamu, ya percuma.."

Aku diam dan menunggu lanjutan nasehat dari bapak.

"Sebaliknya, mau semiskin apapun kamu, kalo kamu berani tanggung jawab terus berani buat usaha buat ngidupin anak istri kamu, pegang omongan bapak, istri kamu bakal setia sama kamu."

Aku hampir saja membantah omongan bapak sebelum bapak kembali melanjutkan nasehatnya.

"Tapiiii, kamu kudu pinter nilai perempuan yang mau kamu jadiin istri nanti. Bukan mentang mentang kamu berani tanggung jawab terus seenaknya kamu milih perempuan yang gak terbiasa hidup susah kaya kita. Pilih, pilih, pilih terus pilah. Pilih terus dipilah.. yang mana nih perempuan yang mau nerima keadaan kamu. Anggeplah ada yang nerima sama keadaan kamu, tapi belom tentu dia bisa nerima keadaan diri dia sendiri nanti seandainya pas berumah tangga sama kamu, kamu ajak dia buat susah."

Aku benar benar memperhatikan nasehat dari bapakku. Nasehat bapak adalah modal bagiku untuk rumah tanggaku nanti.

Apakah Pitcung bisa seperti itu? Entahlah.

Sampai didepan toko, aku berhenti dan turun dari motor bebek keluaran tahun delapan puluh lima milik bapak. Kucium tangannya tanda pamitku padanya dan bergegas menuju pintu masuk toko.

Lho? Kok pintunya sedikit terbuka? Aku langsung merasa was was. Jangan jangan kemasukan maling nih. Akupun langsung masuk kedalam toko.

Di dalam toko, aku sedikit kaget karena melihat ada istri atasanku yang sedang duduk di kursiku.

Posisi kursi dan mejaku ada di sebelah kiri meja kerja atasanku, dan di depan meja kami ada satu set sofa untuk para tamu duduk duduk atau kadang bisa dijadikan tempat meeting membahas harga atau apapun yang berkaitan dengan Granit dan Marmer.

Aku menarik nafas lega, karena bukan maling yang masuk ke dalam toko, melainkan istri atasanku.

Tumben nih, kataku dalam hati.

Merry Johana, itulah nama lengkap istri atasanku. Sementara atasanku sendiri bernama lengkap Chen Ho Jia, atau biasa dipanggil Bos.

Aku masuk sambil sedikit membungkuk. Melihatku masuk, ci Merry segera bangkit dari kursiku dan berkata,

"Ngapain lo bungkuk bungkuk? Kaya udang aja lo. Sini duduk di korsi lu.." Ci Merry beranjak ke kursi tamu dan senyum senyum kepadaku.

"Hehe.. iya Ci, maap telat.." kataku berasa telat masuk kantor sambil beranjak ke meja kerjaku.

"Telat?" Tanya Ci Merry heran sambil melihat arloji di lengannya.

"Baru jam setengah sembilan Bay, lo kepagian.." Kata Ci Merry tertawa kepadaku.

"Masa sih?" Kataku sambil melihat ke jam dinding dan baru sadar kalau ternyata ini baru jam setengah sembilan pagi.

"E iyaya.. hehehe."

Toko tempatku bekerja memang baru buka jam sembilan pagi. Makanya tak heran kalau Ci Merry bilang kepadaku kalau aku kepagian datang ke kantor.

Aku tak sadar kalau jarak antara rumah dan tempatku bekerja hanya berjarak lima kilometeran saja. Dan itu artinya, kalau di tempuh dengan kendaraan bapak tadi, aku hanya membutuhkan waktu lima belas sampai dua puluh menit dari rumah menuju toko tempatku bekerja.

"Lha Ci Merry tumben pagi pagi ada di toko? Bos mana?" Kataku pada Ci Merry. Kami memang sudah terbiasa ngobrol dengan bahasa santai seperti ini.

"Laki gua balik dulu ke rumah Bay, ambil dompet.. dia lupa bawa dompet, kebiasaan." Kata Ci Merry enteng.

Kemudian Ci Merry duduk di sofa dan menyilangkan kakinya. Aku baru ngeuh kalo Ci Merry hanya memakai setelan pakaian olahraga. Celana ketat yang pendeknya setengah paha dan kaos fitnes yang mungkin berukuran medium itu cukup memperlihatkan bentuk tubuh Ci Merry yang aduhai. Ci Merry memang pandai merawat tubuhnya, fitness dua kali seminggu dan lari pagi setiap hari sabtu menjadi rutinitas tetap untuk wanita yang berusia dua puluh sembilan tahun ini. Hanya beda beberapa tahun denganku, makanya tak heran kalau kami bisa akrab. Lebih lebih, bos ku juga lumayan sering menyuruhku untuk mengantar istrinya ini berangkat fitness di malam selasa dan malam jumat menggunakan motor kopling kepunyaannya. Lumayan dapat ongkos ojek, padahal motor yang kupakai adalah motornya.

"Dari Senayan Ci?" Kataku basa basi.

"Iya, mau lanjut ke T.A sih, tapi bos lo kelupaan bawa dompet. Sekalian gua nitip baju sama celana panjang. Makanya tadi dia balik dulu. Gua disuruh nunggu disini."

"Oohh.." kataku.

"Anak anak biasanya dateng jam berapa Bay?" Tanya Ci Merry kepadaku.

"Biasanya jam sembilan udah pada nongkrong Ci di warung depan." Jawabku sambil berdiri untuk melongok melalui kaca jendela. Belum ada yang datang fikirku.

"Lama juga nih bos lo.. aaaaggghh.."
kata Ci Merry sambil bangkit dan meregangkan tubuhnya. Tangannya direntangkan ke atas dan ditariknya kuat kuat sehingga kaos fitness nya ikut tertarik ke atas dan otomatis perut serta pusarnya yang ramping itu terlihat jelas di depan mataku. Ketika kulirik sedikit kebawah, bentuk vaginanya terjiplak jelas di celana ketat Ci Merry.

Wadaww.. pake CD kaga nih orang? Kataku dalam hati. Penisku langsung berdiri di balik celana bahanku.

"Heehh.. ngapain lo ngeliatin gua kek gitu amat?" Kata Ci Merry menegurku.

"Oh, Eh.. ya lagian Ci Mer ngapain juga senamnya dimari, bukan di gym sono.." kataku beralasan sambil tertawa untuk menghilangkan canggung.

"Alesan aja lo.. Eh iya Bay, mulai senen malem lo anter gua fitness secara tetap ya. Bos lo nyuruh gua nyari orang. Fikir gua, daripada sama orang, mending pake lo aja ya." Kata Ci Merry kepadaku.

Iya Ci, pake saya aj. Saya siap ngaceng dah pokoknya. Otakku menjawab mesum.

"Motornya? Kan saya belom punya motor." Mulutku menjawab realistis.

"Alaahh gampang, sementara lo pake motor yang di rumah dulu. Ntar gua kasbonin cetiaw buat lo DP motor. Lo kredit motor buat ngojekin gua. Nah gaji ngojek lo, lo pake buat cicil yang cetiaw ke gua sama bayar cicilan motor." Ci Merry menjelaskan hal yang tak terpikirkan olehku.

Boleh juga nih, lumayan dapat tambahan pemasukan, bisa buat kredit motor yang memang sudah lama ku idam idamkan sekalian bisa nganter bos cakep fitness.

Fikiranku sudah jauh kemana mana. Karena biasanya kalau aku disuruh bos untuk antar jemput Ci Merry fitness, maka hal yang paling kutunggu tunggu adalah ketika melihat dia selesai fitness. Keringat yang membasahi baju ketat dan lehernya membuat Ci Merry terlihat seksi sekali.

"Jadi ceritanya saya dapet gaji nih buat anter jemput Ci Mer?" Tanyaku memastikan.

"Ya dapetlah, sebulan lapan ratus cukup kan? Cuma seminggu dua kali lo anter gua. Sama sabtu lo anter gua ke Senayan jogging" Kata Ci merr kemudian.

"Lempengin aj Ci, cetiaw." Tawarku pada Ci Mer.

"Cetiaw kalo sekalian lu nganter gua belanja ke mall.." kata dia sambil tertawa, entah bercanda atau serius dia mengatakan itu. Aku uji saja sekalian.

"Ya gapapa Ci, tibang deket ini Mall nya. Saya siap dipake dah.. eh, maksudnya siap pake." Kataku meralat perkataanku sendiri.

Ci Merry hanya tertawa dan berkata.

"Gampang soal itu mah. Yang penting lo mau dulu."

"Deal.." kataku menghampiri Ci Merry untuk menjabat tangannya tanda persetujuan sudah disepakati.

Namun salahku, aku benar benar lupa kalau penisku masih dalam keadaan setengah tegang yang menyebabkan celana bahanku jadi menggelembung di bagian resletingnya.

Selagi aku berjalan ke sofa depan mejaku, mata Ci Merry ku tangkap sedang melihat ke arah celanaku. Sekilas aku merasa kaget karena baru teringat bahwa penisku sedang setengah tegang dibawah sana. Namun aku pura pura cuek dan pura pura tak memperhatikan hal itu.

"Deal ya Ci?" Kataku begitu berdiri di hadapannya. Mata Ci Merry buru buru dialihkan ke wajahku dan kemudian menjabat tanganku.

"Deal laah.." katanya dan kembali melirik penisku.

Gara gara dilihat Ci Merry, penisku malah jadi menegang lagi. Sengaja ku kedutkan satu kali, raut wajah Ci Merry berubah seperti terkejut. Mungkin celana bahanku jadi bergerak sedikit di bagian situ dan Ci Merry melihat pergerakan itu.

Kemudian aku sengaja melepas jabatan tangannya dan memutar tubuh hendak kembali ke meja kerjaku. Tapi Ci Merry malah berkata,

"Duduk sini dulu lo.. ngobrolnya disini dulu. Ngapain lo duduk disono? Belom waktunya kerja juga kan." Kata Ci Merr seraya beranjak ke arah lemari es dan mengambil air mineral kemasan gelas dua buah.

"Ntar bos dateng Ci, gak enak saya kalo duduk di sofa." Kataku pura pura menolak.

"Kan ketauan mobilnya kalo bos lo dateng." Kata Ci Merry lagi sambil duduk di sofa panjang. Aku kadang merasa geli mendengar Ci Merry memanggil suaminya sendiri dengan sebutan 'Bos Lo'

Aku pun mengiyakan ajakannya dan duduk di sofa single sebelah kirinya. Penisku malah tambah tegang saja kurasakan. Gelembung di celanaku pun semakin membengkak dan aku yakin sekali kalau Ci Merry sering melirik lirik celanaku. Aku jadi iseng dan ingin tahu reaksinya kalau aku pura pura meregangkan tubuhku di depan Ci Merry.

"Huaaaagghh.." ku luruskan kakiku dan kuregangkan tanganku keatas kepalaku. Posisi tubuhku lurus dan seperti sedang setengah tiduran dengan punggung yang menempel pada sandaran sofa sementara pinggulku naik ke atas lurus sejajar tubuhku.

Kulirik gundukan penisku, mancung.

Kulirik Ci Merry, manyun.

Dia menatap penisku sampai manyun manyun.

"Kurang tidur kayanya nih saya.." kataku sambil pura pura menguap dan sengaja mengusap usap penisku dengan telapak tangan tanpa melihat ke arah Ci Merry.

"Makanya jangan begadang mulu lo.." kata Ci Merry yang sepertinya makin sering melirik ke arah penisku.

Kemudian dia meraih tas kecilnya dan mengambil HP. Ci Merry menelpon si bos dan berbicara dalam bahasa mereka yang aku tak paham sama sekali.

"Bos Lo baru mau jalan kesini, gua nitip beliin sarapan sekalian di Permata Hijau.

"Jauh amat Ci beli sarapannya. Kan rumah di Joglo.." kataku heran.

"Langganan gua disono." Kata dia lagi.

Aku yakin itu hanya alasan Ci Merry saja menyuruh si bos untuk beli sarapan. Dan aku yakin seratus persen tak lama lagi akan terjadi hal hal yang diinginkan diantara kami.

"Oohh.." kataku sambil kembali mengusap usap gelembung celanaku.

"Lo ngaceng ya Bay?" Celana lu gede amat itu.." kata Ci Merry sambil menganggukkan kepalanya ke arah penisku.

Gila amat ni orang, langsung tembak aja dia.

"Iya Ci, abisnya Ci Merry pakeannya seksi abis.. nempel di kulit semua." Kataku sambil menahan nafas dan siap siap mendengar reaksinya.

Aku sadar perkataanku ini penuh dengan resiko. Tapi berhubung dia tadi sudah menembakku langsung, ya sudah sekalian tos tosan deh.

"Halah alesan lo, emang body gua gimana?" Kata dia sambil senyum senyum.

"Bagus Ci, seksi. Saya daritadi penasaran pengen nanya sih Ci, tapi takut Ci Mer marah. Jadinya saya tahan tahan." Kataku lagi.

"Nanya apaan?" Jawabnya.

"Jangan marah ya.."

"Iya, bawel lo.."

"Hehehe.. gini Ci, maap banget. Ci Mer gak pake CD ya?" Aku siap siap di damprat olehnya karena sudah bertanya kurang ajar kepada Ci Merry.

"Eh.. emang keliatan Bay?" Ci Merry malah balik bertanya kepadaku sambil melihat ke celana ketatnya, jawabannya malah membuatku melongo heran.

Gak marah dia? Wah.. seru nih.

"Keliatan Ci. Coba aja ci Mer berdiri." Kataku nekat.

Ci Merry kemudian berdiri dan kembali melihat celananya sebelum bertanya kepadaku.

"Keliatan Bay kalo gua kaga pake CD?"

Aku benar benar heran dengan istri bos ku ini. Belahan memek segitu nyeplaknya masih nanya kelihatan apa ngga? Pura pura aja kayanya nih orang fikirku.

"Keliatan Ci, nih belahannya segini nyeplaknya." Kataku sambil menunjuk belahan vaginanya dengan jariku. Jarak antara jariku dan vaginanya hanya sekitar sepuluh centimeter saja.

"O iya.. awas kesenggol Bay.. hihihihi.." katanya sambil cekikikan.

"Pantesan kontol lo ngaceng ya. Memek gua nyeplak begitu" kata Ci Merry mulai bicara vulgar.

Ini sih udah lampu ijo banget, sikatlah.. kata setan peliharaanku di dalam otak.

"Iyalah Ci, kesenggol juga gapapa kali Ci.. hehe" kataku coba coba.

"Kalo lo senggol, ntar nambah ngaceng lagi lo, emangnya kaga sakit kejepit?" katanya sambil menatap wajahku.

Wajahnya yang putih bersih bersemu merah. Ci Merry mulai nafsu, sedikit lagi pasti kena fikirku.

"Ya gapapa Ci, kan bisa dikeluarin dari dalem celana kalo sakit kejepit mah." Kataku sambil tak malu malu lagi mengelus dan meremas pelan penisku di hadapan Ci Merry, rasanya enak.

"Emang berani lo buka celana di depan gua?" Tanya Ci Merry sambil tetap berdiri. Kedua lengannya dilipat di bawah payudaranya yang tak terlalu besar itu.

"Ya kalo dibolehin sama Ci Merry sih berani berani aj Ci.." kataku seolah minta izin.

"Coba gua mao liat.." kata Ci Merry.

"Berarti jari saya boleh nyenggol belahannya nih Ci?" Aku meminta permintaan izin terakhir kepadanya.

"Buka dulu celana lo, keluarin dulu kontol lo, gua pengen liat gede apa kaga, kalo kecil mah kaga gua kasih lo nyenggol nyenggol memek gua.."
Hmm.. masih sedikit jual mahal juga dia. Oke, kita lihat nanti.

Akupun membuka kancing celana dan resletingku, kemudian kuturunkan celanaku setengah pinggul. Kini celana dalamku yang berwarna coklat sudah terlihat jelas. Batang penisku yang sudah mengeraspun tampak terjiplak disitu. Aku sengaja tak langsung membuka celana dalamku, ku gesek dan ku remas lagi penisku yang masih terbungkus celana dalam di hadapan Ci Merry yang berdiri di depanku. Tampak Ci Merry menatap penisku dengan nafas yang mulai memburu.

Kemudian dengan perlahan, kuturunkan celana dalamku. Setengah batang penisku sudah keluar dari situ. Aku melihat ke arah Ci Merry, ingin tahu reaksinya. Ci Merry melirikku sekilas kemudian kembali menatap penisku.

"Segini cukup Ci? Atau saya buka semuanya?" Pancingku kepada Ci Merry.

"Terserah lo, segitu atau buka semua juga gapapa." Katanya pelan.

Kuturunkan sedikit lagi celana dalamku dengan tangan kiri sementara tangan kananku bergerak menuju vaginanya yang masih berbalut celana ketat itu.

"Senggol ya Ci.." kataku dengan nafas berat.

Ci Merry diam saja tak menjawab, kuanggap itu sebagai tanda 'iya' darinya.

Jari telunjukku mulai menyentuh belahan vagina Ci Merry dari luar celana ketatnya. Ku elus dari atas ke bawah belahan vaginanya, Ci Merry mendesah pelan.

"Ah.."

Ci Merry melebarkan posisi kakinya dan membuatku semakin leluasa menggesek gesek belahan vagina Ci Merry. Aku belum berani untuk memintanya menurunkan celana, biar dia saja yang memutuskan itu nanti.

Sambil menggesek belahan vaginanya, aku mengocok penisku sendiri di hadapan Ci Merry. Kemudian Ci Merry bertanya kepadaku sambil sedikit mendesah.

"Ashh.. hmm..Emangnya enak Bay kalo lo punya kontol dikocok sendiri gitu?"

"Aslinya sih enakkan di kocokin Ci.." kataku memberi info penting kepadanya.

"Kalo gua yang ngocokin gimana?" Tanya Ci Merry. Ini kuanggap sebagai pertanyaan basa basi saja dari dia.

"Kalo Ci Merry mau mah gapapa Ci." Jawabku lagi semakin bernafsu.

"Hh..hh.. Tapi lo juga ngocokin memek gua ya..?" Kata Ci Merry dengan nafas yang makin memburu.

"Mana enak Ci dikocokin memeknya kalo masih pake celana?" Ku pancing dia.

"Gua buka lah. Sini lo pindah ke sofa panjang." Katanya sambil menyingkirkan tanganku dari vaginanya dan duduk di sofa panjang. Akupun pindah ke sampingnya dan mulai mengocok penisku lagi.

Kemudian Ci Merry memelorotkan celana ketatnya sebatas paha dan membuka pahanya sedikit lebar. Akhirnya aku bisa melihat kemaluan istri bosku sendiri. Bulu pubisnya hitam tercukur rapi dan kontras dengan kulitnya yang putih bersih.

Ci Merry langsung menggenggam penisku dan langsung mengocoknya perlahan. Akupun tak segan segan langsung menyelipkan jariku di belahan vaginanya yang sudah becek.

"Oh..sshh.. buruan Bay, keburu bos lo atau anak anak dateng.." kata Ci Merry sambil menaikkan tempo kocokannya di penisku.

Kepalang tanggung, sekalian saja kukatakan kepadanya,

"Kalo mau cepet mah di masukin Ci.." kataku dengan nafas yang juga memburu.

"Ngewe maksud lo? Akh.. itil gua geli Bay.. sshh.." kata Ci Merry menahan desahnya.

""Iyah Ci.." kataku tetap mengocok klitorisnya yang ternyata lumayan besar itu.

"Tangan lo minggir dulu.." kata Ci Merry sambil bangkit dan mengambil posisi berdiri membelakangiku. Dengan perlahan dia menurunkan pinggulnya, sebelum tiba di pangkuanku, Ci Merry meraih penisku dengan tangan kirinya dan memposisikan kepala penisku di depan lubang vaginanya. Aku memegang pinggul Ci Merry, namun Ci Merry malah berkata,

"Tangan lo diem. Jangan megang megang."

Kuturuti kata katanya dan menarik tanganku kembali.

Kemudian dengan perlahan Ci Merry mulai menurunkan pinggulnya, kurasakan penisku mulai masuk ke dalam lubang vaginanya sedikit demi sedikit.

"Aaahhh.. anjing, muat kaga nih?" Kata Ci Merry dan entah kepada siapa dia menyebut anjing, kepadaku, kepada penisku, atau kepada lubang vaginanya?

Baru seperempat penisku masuk ke dalam vaginanya, terdengar suara klakson mobil bos ku yang khas dari luar toko. Kami berdua kaget, Ci Merry langsung berdiri dan menaikkan celana ketatnya sementara aku langsung menaikkan celanaku buru buru dan berlari ke arah lemari es.

Ci Merry langsung duduk manis sambil pura pura main HP, sementara aku diam jongkok di depan lemari es yang sudah kubuka pintunya dan menunggu bos ku masuk agar seolah aku memang benar benar sedang mengambil air minum.

'Cklek..' suara pintu terbuka.

Kemudian bosku mengatakan sesuatu kepada istrinya dengan bahasa mereka. Terjadi obrolan diantara mereka sementara aku pura pura meminum air mineral kemasan gelas sambil berjalan ke mejaku.

"Oii Bay, lu pagi pagi udah minum ael dingin aja lu. Pilek tau lasa lu." Kata bos ku dengan suara sengau yang menjadi ciri khasnya.

"Gapapa bos, barusan banget cuacanya panas soalnya.." kataku pada bosku. Ku lirik Ci Merry yang ternyata malah melotot ke arahku karena mendengar kata kata panas dariku tadi. Aku tersenyum kepadanya.

"Oiya, lu udah di kasi tau bini gua belom? Besok senen lu antel jemput dia fitness ya. Masalah motol sama gaji lu omongin bedua dah, gua kaga ikut campul." Kata bos ku sambil nunjuk nunjuk ke arahku dan kearah istrinya yang baru saja kucicipi lubang vaginanya meskipun baru seperempat batang.

Besok besok pasti full tenggelam batang penisku di dalam vaginanya.

"Iya bos, barusan Ci Mer udah kasih tau saya." Jawabku pada bos ku.

"Oohh.. oe oe.. okelah. Yaudah Mel, ayo jalan, lu beli salapannya sekalian di T.A ajalah, males gua mampil mampil di pemata ijo." Kata bosku dan beranjak berdiri menghampiri istrinya.

Ohh.. pantesan cepet bener bos ku ini sampe kantor. Belum ke Permata Hijau rupanya dia.

"Ayo.." kata Ci Merry sambil berdiri. Kemudian Ci Merry berkata kepadaku.

"Bay, inget ya, besok senen lo mulai anter gua. Soal yang belom kelar tadi bisa kita kelarin nanti sekalian." Katanya memberi kode.

"Soal apaan yang belom kelal?" Tanya bosku kepada kami berdua, aku sedikit bingung menjawabnya. Namun untungnya Ci Merry yang menjawab pertanyaan bos ku.

"Soal gaji ko.. kata koko itu urusan Merry."

"Oooh.. oe oe.. yaudah yo.."

"Bay, toko buka setengah hali, lu olang boleh pulang jam sebelas. Lu kasih tau lu punya anak buah." Lanjut bos ku kepadaku.

"Oookee bosss.. siaaapp" kataku senang mendengar kabar gembira yang sangat jarang terjadi ini.

Kemudian mereka pun pergi meninggalkanku di toko. Setelah mereka pergi, akupun keluar menuju warkop tempat teman teman sekerjaku biasa nongkrong.

Di dalam Warkop, ku lihat Cholil mesem mesem sambil menunjuk nunjuk ke arahku.

"Sampeyan ki parah mas bro." Katanya.

"Eh, kenapa lu?" Kataku tak perduli dan memesan kopi pada teteh penjaga Warkop.

"Lha iku mau, mbojo ne bos koe sodok sodok. Aku liat lho Bay.. wassu tenan koe rek.." katanya bisik bisik.


"Eh..."




Yassallaaaammm...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd