Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
A.K.A.R
bagian 10​


"Bunda gak pengen dijadiin bahan perbandingan nantinya sama Fitri."

"Hweh..??? Kamu yang salah ngomong atau Ayah yang salah denger nih bund?" Kututupi rasa kagetku atas pertanyaan Sari dengan sedikit guyon. Kena angin apa istriku sampai dia bisa berbicara kepadaku seperti itu? Masa iya dia tahu perbuatanku selagi aku di Jakarta? Tak mungkin rasanya.

"Hhhh.. bukan gitu Yah, bunda cuma gak mau aj kalo kamu ngerasa bosen sama bunda. Laki laki kan gitu, kalo lagi seneng pasti dipake terus. Cuci kering pake, cuci kering pake. Nah kalo udah bosen? Hayoo?? Pasti ada aja alesannya, yang monoton lah, yang kurang seksi lah, yang kurang rapet lah, yang kurang sip lah, yang susunya gak segede mantannya dulu lah.. ngakuuu..." ucap Sari mendelik sambil menunjuk kearah hidungku dengan mimik wajah yang menggemaskan.

Astaga... aku tertawa lepas mendengar itu. Meskipun aku merasa lega karena ternyata bukan kejadian di Jakarta yang ingin dia bahas, namun harus kuakui bahwa omongan Sari justru jadi penyemangat hatiku untuk tetap jadi suami terbaik untuknya. Mungkin bukan suami yang paling setia, tapi paling tidak menjadi suami yang bertanggung jawab penuh untuk masa depan anak dan istriku kelak.

"Haduuuhhhh.. kamu tuh.." kataku masih terkekeh.

"Laah?? Malah ketawa.. jawab coba, bener gak kata bunda?" Katanya sambil bertolak pinggang dihadapanku. Aku merasa lucu dengan sikap istriku ini. Terkesan manja dan polos saja dia.

"Haduuh..." kutahan rasa geli dihatiku, kemudian aku bertanya balik kepadanya.

"Sekarang gini, ayah bakal jawab semua pertanyaan kamu tadi. Asaaall.. kamu mau jawab jujur satu pertanyaan dari ayah." Tanyaku pada istri tercintaku ini.

"Apah..?? Sok ajah tanya.. pasti kejawab sama bunda mah" Kata Sari dengan logat lucu menantangku.

"Berat badan kamu berapa?" Tanyaku sambil menatap wajahnya.

"Diiihh.. gak nyambuung.. Jaka sembung bawa bawang. Gak nyambung sayaang."

"Jawab aja dulu.." kataku dengan lembut.

"Hhhmmmm.... palingan juga 60an lah.." kata Sari menebak nebak BB nya sendiri.

"Nah, segitu tuh kamu udah ngelahirin Raka, BB kamu masih 60an. Gimana ayah mau boseeenn??" Kataku sambil mengucel rambutnya yang membuat Sari mencak mencak kepadaku.

"Lagian.. misalnyapun kamu berubah jadi segede gini.." lanjutku seraya merentangkan tanganku sedikit melebar.

"Cinta n sayang Ayah gak bakal pernah berubah sedikitpun buat Bunda." Kataku kemudian mencium keningnya.

Sari terdiam untuk beberapa saat.

"Bunda cuma gak mau pikiran ayah jadi keganggu gara gara kemaren sempet ketemu sama Fitri.."

"Ya ampun bunda.. sekalipun ayah ketemu sama dia tiap hari, jiwa sama raga ayah cuma milik bunda. Te, I, Te, I, Ka.. Itil." Jawabku setengah bercanda jorok meskipun aku sendiri ragu akan keseriusanku mengucapkan itu.

"Ish.. jorok ih ayah mah.. TITIIIT.. bukan Itil.." kata istriku menanggapi bercandaan jorokku.

Kami tertawa berbarengan, kurasa sudah cukup tenang perasaan Sari akan kekhawatiran dirinya tentang perasaanku padanya dan juga pada Fitri, sahabat lamaku.

Entah apa aku akan bertemu lagi dengannya nanti.

"Huuu.. kalo gak inget mau bikin SIM mah dipake lagi nih sama ayah ininya." Kataku sambil meraup kemaluannya.

"Ih ih.. udah udah.. masih pagi udah jorok jorokkan aj. Hush hush..." Sari mengusir tanganku dari Selangkangannya dan akupun bergegas berangkat untuk urusanku membuat SIM A.


_____________¤¤_____________



"Baik pak Bayu, melihat keseriusan bapak untuk bekerja di Perusahaan ini, maka kami memutuskan untuk menerima lamaran bapak, selamat pak.." kata Pak Cahyo yang menginterviewku di Perusahaan XYZ Heavy Duty Material Part.

Sudah seperti menerima Supervisor saja fikirku ketika mengingat kembali bahasa orang itu sekitar 3 bulan yang lalu.

Dan disinilah aku sekarang, bekerja sebagai sebagai Office Boy plus Kurir pengantar barang disiang sampai sore malah kadang sampai malam hari. Berhubung kantor tempat bekerjaku ini ada di Cikarang dan tinggalku berada di tempat yang lumayan jauh dari sini, maka perusahaan memberi fasilitas mess kepadaku berupa satu kamar kost yang letaknya tak begitu jauh dari kantor. Lumayan juga fikirku, selain menghemat waktu, tentu saja menghemat pengeluaran karena aku tak perlu lagi mengontrak...lagi.

Untungnya Sari tak mempermasalahkan masalah kepulanganku yang seminggu sekali. Apalagi aku diperbolehkan membawa pulang mobil box milik perusahaan tempat ku bekerja. Ini benar benar diluar perkiraanku sebelumnya, dan aku benar benar bersyukur karenanya dimana kupikir jabatan OB adalah jabatan yang paling susah untuk leluasa dikerjaan, tapi tidak denganku. Setiap pagi memang diwajibkan untukku bersih bersih dan beres beres kantor, namun setelah itu kalau tak ada pengiriman barang biasanya aku dialih fungsikan menjadi pengantar dokumen. Kalaupun tak ada dokumen yang harus kuantar, itu artinya aku benar benar free. Untungnya aku tak pernah disuruh suruh beli makan siang para karyawan dan sales dikantorku, karena sudah ada cattering yang menangani urusan perut para karyawan. Kepada Fauzi, tak lupa kuberikan sedikit 'jajan' karena telah membantuku masuk kerja disini.

Sudah beberapa hari ini kantorku kedatangan pindahan satu karyawati dari kantor Pusat Jakarta sana. Ya, kantor yang di Cikarang ini merupakan kantor cabang dan merupakan salah satu cabang terbesar untuk wilayah Jakarta - Bandung, makanya tak heran jika Pusat langsung menurunkan karyawan atau karyawati terbaiknya untuk mengetahui lebih lanjut ada masalah apa di Cabang Cikarang belakangan ini hingga omset penjualannya menurun drastis. Aku sendiri tak begitu ingin tahu masalah masalah rumit seperti itu, aku mengetahui kalau omset cabang Cikarang menurun hanya dari obrolan obrolan ringan diantara para karyawan disini. Salah satunya adalah Agus, admin sales di kantor tempatku bekerja.

"Bener bener ya Pusat kalo ngirim orang, udah bahenol, cakep, putih, mana kalo jalan lenggokan pantatnya kayak ngomong 'buat elu, buat gw, buat elu, buat gw..hadeehh bisa konak terus kalo gini caranya tiap hari ngantor.." kata Agus mupeng. Aku dan beberapa teman baruku sedang ngobrol santai di salah satu kantin dekat kantor, meskipun sudah ada jatah cattering untuk makan siang, tetap saja kami kami lebih senang jajan dan kumpul di kantin sini.

Aku tertawa mendengar kata "buat elu buat gw' yang ditujukan untuk lenggokan kiri kanan sang pemilik pinggul yang memang kalo mau jujur, benar benar sekal dan berisi.

"Tapi sayang bang, rada judes. Ga judes judes amat sii, tapi tetep aj serem." Kata Aep menimpali. Aep adalah supir kantor cabang Cikarang. Tugasnya adalah mengantar para sales ketika ada pertemuan di luar kantor membahas suatu proyek.

Aku tak ingin terlibat terlalu jauh dalam pembicaraan gosip ini dan ingin balik ke kantor, sampai akhirnya Wida, salah satu staff HRD membocorkan suatu 'info penting' tentang karyawati pindahan dari pusat itu.

"Heyy.. orangnya tuh sebenernya baik, cuma dia emang begitu, langsung judes kalo ngeliat laki laki yang matanya jelalatan alias mesum bin konakan kayak lu orang.."

"Lagian nih ye, gw kasih tau ama lu semua, korbannya dia tuh udah banyak. Maksud gw, udah banyak karyawan yang dipecat gara gara dia. Kebanyakan sih sopir sopir tuh yang dipecat tanpa alesan jelas." Kata Wida panjang lebar. Aku jadi tertarik akan info penting itu. Karena bagaimanapun aku juga nyambi sebagai supir dikantor Cikarang. Meskipun cuma supir antar barang, tetap saja supir fikirku.

"Maksudnya dipecat gimana mbak? Kok jadi gara gara dia malah dipecat? Salahnya supir supir itu apa?" Tanyaku yang kini jadi kepo betulan.

"Alaah lu mah tenang aj Bay, yang dipecat pecatin itu sopir sopir kantor macem si Aep noh, bukan sopir barang kayak elu" kata Wida sambil menunjuk ke arah Aep.

Dalam hati aku bersyukur sendiri.

"Huadduuhh.. emang ngapa diaa bisa mecat mecatin sopir sopir Wid?" Giliran Aep yang jadi ketar ketir sendiri.

"Kaga tau dah gua, yang jelas setiap abis nganterin dia ketemuan sama customer, paling cepet besok, paling lama seminggu pasti dipecat tuh sopir yang nganterin dia.." jelas Wida.

"Kok bisa.." gumamku pelan, namun rupanya Wida mendengar itu dan menjawab,

"Doi tuh tangan kananananannya Babeh alias bigboss kita.. makanya jangan macem macem luu, lu blom tau namanya kan? Namanya Earlytha Fitri Anggraini, panggilannya bu Lita atau bu Fitri. Inget inget tuh."

Degh... Nama panggilannya sama dengan nama Fitriku. Duh, kok Fitriku? Harusnya Fitri teman lamaku.. aku geleng geleng sendiri oleh ulah fikiranku ini.

Aep menggidikkan bahunya sebagai tanda ngeri. Kutepuk bahunya sambil berkata,

"Tenang aja bang, selama abang gak ngelakuin kesalahan, saya yakin gak bakal kenapa kenapa bang"

"Iye.." jawab Aep.


_________________¤¤___________



Manusia memang tak mengerti akan kemana angin takdir membawa nasibnya menuju.
Manusia hanya dibolehkan untuk berusaha mengubah arah angin itu agar nasibnya pun ikut berubah.
Seperti hal nya Aep, baru minggu lalu obrolan kami dikantin tentang ibu Lita, hari ini dia dipanggil ke lantai 2 oleh pimpinan cabang kantorku yang bernama Pak Suhadi.
Setelah 15 menit kemudian Aep turun ke bawah dengan muka tegang ke arahku dan Agus.

"Kenapa Ep? Masa lu dipecat? Kan lu belom nganterin Bu Lita.." tanya Agus dengan bloon nya.

"Justru itu, gua disuruh nganter beliau nganterin dokumen ke Pusat. Mati dah gua.. mana anak gw baru masuk TK lagi.." jelas sekali raut ketegangan di wajah Aep.

Kucoba untuk menguatkan hatinya Aep dengan sedikit semangat,

"Tenang aj bang. Inget kata saya kemaren, kalo abang gak ngelakuin kesalahan mah jangan takut. Abang fokus aj nyetir, jangan mikir yang aneh aneh sama liatin jalan yang bener."

"Iye Bay.. mudah mudahan aja dah.." kata Aep penuh harap.

Tak lama kemudian, sosok cantik yang ditakutkan itu turun. Aku langsung menunduk sebagai tanda hormatku untuk wanita yang menjadi tangan kanan dari pemilik perusahaan ini.

"Ayo pak, jangan sampe kita telat." Suaranya terdengar lembut namun penuh ketegasan. Sedikitpun aku tak mengangkat wajahku, lantai keramik jadi satu satunya pemandangan indah bagiku sampai suara pintu depan terdengar tertutup.

"Padahal waktu kesini dia bawa mobil sendiri Bay, ngapa pas ke pusat dia minta dianterin sopir yaa.." kata Agus kepadaku.

"Yaaaa barangkali dia males bang sama macet jalannya. Kalo pake sopir kan dia bisa nyantai di blakang" kataku asal tebak.

"Iya juga sih, tapi emang bener dah Bay, pantatnyaaaaaa... bussseeett.. itu kalo ditabok sedikit aja ya.. kayanya bakal goyang terus itu pantat saking membelnya.."

Hadeuh si Agus...

"Au dah bang, kaga merhatiin saya mah.." kataku sambil bersiap mengambil surat jalan untuk pengantaran barang ke daerah Karawang.

"Payah lu ah, gidah sono lu jalan, bae bae dijalan ya, hari kemis nih.." kata Agus kemudian, akupun bergegas sambil mengacungkan jempolku.


Sore datang, aku baru saja pulang dari Karawang dan memilih untuk santai sejenak di emperan depan kantor sampai kulihat sebuah mobil parkir di depan kantorku, dan yang keluar dari ruang kemudi adalah Aep. Lho.. kok bukan pake mobil yang tadi? Fikirku aneh.

"Kok gak pake mobil yang tadi bang? Sendirian lagi. Bu Litanya gak kesini lagi?" Tanyaku ketika Aep ikutan jongkok di sampingku dan mengambil sebatang rokok milikku. Semenjak bekerja di Cikarang, aku kembali ke kebiasaan jelekku semasa dulu, merokok. Kalau di rumah, pantang bagiku merokok karena khawatir akan mengganggu kesehatan Sari dan Raka. Lain hal nya di tempat kerja, meskipun tak banyak banyak juga sih.

"Duh.. puyeng pala gua Bay, gimana ya? Ah, tau dah.. bingung." Katanya tak jelas.

"Pelan pelan aja bang ceritanya, satu satu.." kataku selow.
"Gini, pertama.. kok abang balik make mobil yang laen? Emang mobil yang tadi kemana?"

"Ditaro di pusat, itu kan mobilnya Bu Lita.." jawab Aep.

"Oke, trus kedua, bu Lita ngapa kaga ngikut? Bukannya dia dapet mess disini?" Lanjutku bertanya pelan pelan kepada Aep.

"Nah itu dia, au dah ngapa.. gua disuruh balik sendirian kemari.." kata Aep dengan wajah bingung.

"Lha.. kalo gitu ngapa muka abang kayak bingung gitu?" Kataku heran.

Aep diam beberapa saat sampai akhirnya dia malah mencurahkan isi hatinya tentang anak dan istrinya.

"Ya Allahh.. anak gua baru masuk TK, bini gw udah bunting lagi, mana gw numpang di rumah mertua.. masa gw kudu dipecat sih Bay..?" Tampak wajahnya berubah murung kini.

"Loh??? Emang abang bikin salah apaan pas nyetirin dia tadi?" Kataku tambah heran dengan sikap Aep yang sangat jelas khawatir akan nasibnya nanti.

Aep kembali diam, rokok yang dihisapnya diselipkan dibawah bagian depan sepatunya dan diputar putarnya sepatu itu sampai batang rokok itu hancur. Kemudian Aep berdiri dan berlalu begitu saja meninggalkanku dengan ucapan

"Au dah Bay, gw bingung..."



Empat hari kemudian atau tepatnya hari senin ini, aku sedang meminta barang di gudang untuk ku antarkan ke daerah Cibitung. Posisi gudang ada di dekat tangga menuju lantai 2. Karena kantorku ini sebenarnya adalah dua ruko yang dijadikan satu, maka tak heran kalau pembagian ruangannya sedikit sempit. Setelah siap semua, aku bergegas keluar gudang dan ketika baru melewati pintu keluar gudang, hampir saja aku menabrak seseorang yang kebetulan pas melintas hendak naik ke lantai 2.

"Eh.. maap maap.." ucapku spontan langsung melihat kearah orang itu.

Sial bagiku, ternyata orang itu adalah Bu Lita. Aku langsung menunduk begitu melihat wajah cantik itu melihatku tajam.

"Maaf bu, saya kurang hati hati pas mau keluar gudang." Ku ulang permintaan maafku dengan bahasa yang lebih sopan.

"Gapapa mas, lain kali lebih perhatikan jalan ya." Katanya kepadaku yang masih menunduk.

"Namanya siapa mas?" Tanya bu Lita kepadaku.

"Bayu bu, Bayu Baskara.."

"Oke mas Bayu, silahkan dilanjut. Saya permisi naik keatas dulu." Ucapnya berlalu seolah tanpa merasa perlu menunggu jawaban dari ku.

"Silahkan bu.." tetap saja kujawab.

Di ruangan depan, Agus langsung menunjuk nunjukku sambil berkata, "Modddar lu Bay, kena pecat lu.."

Entah hanya bercanda atau entah serius dia mengatakan itu, tapi aku tak terlalu ambil pusing dengan perkataan Agus dan malah menanyakan sosok Aep yang belum kulihat sedari pagi.

"Bang Aep kemana Gus? Blom ngeliat dia gw, apa gak masuk ya?" Tanyaku pada Agus.

"Lha.. mangnya lu blom tau? Eh iya, lu kan kaga punya hape pinter ya.. jadi kaga tau ada inpo apa di grup intern kantor." Yang ini jelas jelas dia meledekku. Bulan depan akan kubeli HP model android, niatku diam diam dalam hati.

"Emang ada info apaan?" Tanyaku penasaran.

"Aep dirumahkan Bay, sampe bates waktu yang belom ditentukan." Jelas Agus kepadaku yang membuatku kaget setengah mati.

"Hahh?? Kok bisa? Emang kenapa dia?" Tanyaku sedikit emosi, karena sudah jelas siapa pelaku dibalik dirumahkannya Aep menurutku.

"Alesannya gak dibuka untuk umum Bay, Wida cuma share di grup kalo Aep mulai senen ini gak usah brangkat kerja dulu sampe bates waktu yang blom ditentukan. Alesannya kenapa atau kena masalah apa bakal di inpoin secara personal sama HRD ke Aep pribadi." Jelas Agus kepadaku.

"Kesian ye si Aep.." kata Agus kemudian.

Gila.. fikirku.
Masa iya bisa seenaknya aj main pecat atau merumahkan karyawan seenak jidatnya. Aku benar benar kesal, setidaknya harus ada yang bergerak. Lalu dengan alasan minta stempel perusahaan untuk Surat Jalan, aku nekat naik ke lantai 2 untuk menemui wanita bernama Lita ini. Sampai di lantai 2, tampak pak Suhadi malah duduk ditempat yang seharusnya ditempati oleh bu Lita. Sementara ruangan untuk pak Suhadi sendiri digunakan oleh bu Lita sebagai ruangan dia selama dia ada di Cikarang. Perempuan egois.. fikirku jengkel.

Aku menghadap ke Pak Suhadi dan meminta izin untuk menemui bu Lita dengan alasan bu Lita memanggil dan memintaku datang menghadap dirinya melalui telepon kantor. Meskipun sedikit heran, pak Suhadi mempersilahkan ku masuk ke ruangannya yang sedang 'dijajah' oleh bu Lita.

'Tok tok tok'.. "Permisiii.." ucapku mengetuk pintu.

"Masuk.." terdengar jawaban dari dalam. Kubuka pintu kemudian masuk dan menutup pintu kembali.
Bu Lita tampak melihatku dan bertanya, "Ada apa mas? Mau minta maaf lagi? Udah saya maafin kok, gapapa.." katanya seraya sesekali matanya melirik ke layar laptop dihadapannya.

"Bukan bu, maaf mengganggu waktu kerja ibu. Kalo boleh, saya mau minta waktu sebentar sama ibu, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan ke ibu." aku nekat mengatakan itu dan tetap berdiri di depan meja kerjanya.

"Oke, silahkan duduk.." tawar bu Lita kepadaku. Aku duduk dan ku beranikan diri untuk tak menunduk. Aku merasa ada sesuatu yang aneh pada wanita ini, tapi entah apa.

"Siapa tadi namanya? Bayu ya? Mau menyampaikan apa?" Tanya bu Lita kini seraya melipat laptopnya dan mulai fokus kepadaku.

"Begini bu, maaf sebelumnya kalo saya lancang. Saya cuma gak habis fikir kenapa saudara Aep dirumahkan setelah mengantar ibu hari kamis kemarin." Tanyaku nekat.

Bu Lita mendelik melihatku, tampak sekali dia seperti tak senang dengan pertanyaanku.

"Ada hubungan apa Mas Bayu dengan Pak Aep? Masih saudara? Atau Pak Aep yang masukin mas Bayu kerja di perusahaan ini?" Selidiknya lebih lanjut.

"Hubungan saya cuma sebatas teman bu, dan saya masuk kerja disinipun gak ada hubungannya dengan saudara Aep." Kataku menjelaskan.

"Lho... lantas kenapa? Kalau gak ada hubungannya, kok mas Bayu repot repot menanyakan alasan pak Aep dirumahkan??" Kata bu Lita. Aku paham ini pertanyaan jebakan, akan kusambut jebakan ini dengan resiko akupun akan ikut dirumahkan atau bahkan dipecat.

"Sebab Aep baru saja nganter ibu ke kantor pusat. Dari rumor yang saya dengar, semua supir yang pernah nganter ibu pasti dipecat. Untuk ibu ketahui, tidak semua karyawan disini itu bujangan atau single bu. Anaknya Aep baru aja masuk TK, dan istrinya juga sedang hamil lagi. Yang artinya, Aep masih butuh biaya banyak untuk menanggung tanggung jawabnya sebagai suami. Saya harap hal itu bisa jadi pertimbangan perusahaan, pertimbangan ibu khususnya supaya Aep bisa kembali kerja bu." Ku tatap wajahnya tanpa mengalihkan pandangan ke bola matanya. Bagiku, wajah cantik itu seolah hilang. Kecantikannya hilang oleh keegoisannya dalam mengambil keputusan merumahkan Aep.

Dia lalu menyandarkan punggungnya ke belakang dan berkata,

"Oohh.. begitu toh. Kamu denger darimana rumor seperti itu? Sepertinya perlu dievaluasi juga nih buat penyebar rumor.." kata bu Lita sambil memutar mutar pulpen di depanku.

"Saya gak punya kepentingan untuk memberitahu ibu darimana saya dapat rumor itu bu." Jawabku sedikit jengkel padanya, masa iya dia mau main pecat lagi?

"Paling juga Wida, bagian HRD. Ya kan?" Ujarnya sambil mendengus sinis.

"Alasan saya kesini bukan karna rumor bu, tapi karna Aep" ucapku kekeuh.

"Hmmm...." Bu Lita tampak berfikir sambil tetap melihatku. Aku fokus menatap wajahnya dan tak berpindah pandangan kemanapun. Aku ingin menang dalam pertarungan ego ini. Sekilas kulihat bahu kirinya sedikit bergerak gerak dan raut mukanya sedikit berubah menjadi aneh. Kuacuhkan, tetap mataku menatap matanya.

"Hmmh.. saya kasih kamu kesempatan untuk membela pak Aep sekaligus membuktikan rumor itu apakah benar atau tidak. Kamu disini juga sebagai supir antar barang kan? Oke, besok saya ada meeting dengan customer di PT. Nol 'n Zero di kawasan industri Karawang Barat. Saya mau kamu yang jadi supir saya. Kita lihat, apa kamu akan termasuk orang orang yang ada didalam rumor itu, atau kamu justru akan membuktikan sendiri bahwa rumor itu hanya sekedar rumor." Jelas bu Lita menantangku.

Meskipun aku kaget, pandanganku tetap tak berpaling dari wajah dan bola matanya. Sebenarnya ingin kulirik bahu kiri bu Lita, tapi sebisa mungkin kutahan, bahunya seperti bergerak gerak entah kenapa. Penyakitan kali.. fikirku jutek.

"Keuntungan apa yang saya dapat dari hal ini bu?" Tantangku balik kepada bu Lita.

"Kalau kamu tidak dirumahkan atau dipecat, pak Aep akan kembali bekerja di perusahaan ini dan evaluasi untuk Wida akan saya pertimbangkan ulang. Tapi kalau kamu gagal, kalian bertiga akan saya pecat tanpa menerima satu rupiahpun dari perusahaan ini. Bagaimana? Deal mas Bayu??" Katanya kepadaku.

Bahu itu semakin saja cepat gerakannya. Dapat kulihat dari ujung mataku meskipun yang kutatap kini adalah bola matanya yang bergerak seperti menahan sesuatu.

"Deal.." kataku demi Aep dan Wida.

"Baik, ada lagi yang mau disampaikan?" Katanya.

"Cukup bu. Terima kasih, saya permisi dulu. Mari bu.." kataku undur diri dan langsung bergegas kearah pintu keluar.

Sayup sayup seperti kudengar suara erangan dari belakang.

"Uukhh.." pelan sekali suara itu. Hampir saja aku menengok ke belakang untuk memastikan suara apa itu, namun kuurungkan karena aku benar benar tak ingin lagi ada di satu ruangan bersama wanita jahat ini. Pas setelah ku buka pintu kantor dan ingin segera keluar, bu Lita memanggilku dan berkata,

"Mas Bayu, terima kasih sudah membantu saya. Dan satu lagi, selalu ada alasan dibalik pemecatan atau dirumahkannya orang orang yang pernah menjadi supir saya. Mereka hanya kurang fokus. Saya harap mas Bayu bisa fokus dalam mengendarai kendaraan ketika mengantar saya besok. Silahkan.."

Meskipun bingung, aku bergegas keluar dan menutup pintu, berpamitan kepada pak Suhadi sebelum akhirnya turun kebawah.

Dibawah, Agus langsung menembakku dengan satu pertanyaan.

"Gimana? Yahud gak goyangannya??!!"



"Hahhh...??"



Yassallaaammm...
Sepertinya, vibrator bu Lita selalu "on" nih?
ya gan?

semangat gan....
keep update

:beer:
 
A.K.A.R
bagian Sebelas​






'Trrrttt.. trrrtt...'


"Halo? Ya pak?.......... Ada pak dibawah......... Baik pak, akan saya infokan ke Bayu."

'Klik'.

"Bay, dipanggil pak Suhadi lu. Ada apaan si?" Tanya Agus kepadaku, aku tentu sudah tahu bahwa ini pasti mengenai persoalanku dengan Ibu Lita kemarin. Dimana hari ini aku akan mengantarnya ke kawasan Karawang Barat dengan beberapa syarat dan ketentuan yang mengikat diantara kami berdua.

"Yaa paling masalah kerjaan Gus.. apaan lagi emangnya." Kataku berdalih.

Aku tak ingin Agus tahu kalau aku akan mengantar Ibu Lita, pasti rame sendiri dia. Biarlah dia tahu nanti belakangan. Akupun bergegas naik ke atas dan menemui Pak Suhadi. Di atas, pak Suhadi memberitahuku bahwa hari ini aku ditugaskan untuk mengantar Ibu Lita untuk meeting dengan customer Karawang Barat, aku hanya menjawab singkat.

"Baik pak."

Kemudian pak Suhadi beranjak menuju kantor beliau yang sedang dijajah oleh Ibu Lita dan mengetuk pintunya. Setelah memberitahu bahwa aku sudah siap di depan, Ibu Lita malah meminta pak Suhadi untuk menyuruhku menemui dia terlebih dahulu.

"Bayu, kamu menghadap dulu ke Ibu Lita, siapa tahu ada beberapa hal yang harus kamu perhatikan nanti di jalan." Kata pak Suhadi kepadaku.

"Baik pak.."

Akupun mengetuk pintu kantor dan dipersilahkan untuk masuk oleh Ibu Lita. Di dalam ruangan Ibu Lita tampak menatapku dan sedikit memberi senyum kepadaku sebelum akhirnya bertanya,

"Bagaimana? Siap mas Bayu? Sudah sarapankah?" Entah basa basi atau bukan ketika dia menanyakan soal sarapan kepadaku.

"Untuk semua pertanyaan ibu, sudah bu. Untuk sarapan dan untuk kesiapan mengantar ibu." Padahal aku serius mengatakan itu, tapi dia malah tertawa renyah dan geleng geleng kepala seolah ada yang lucu dari jawabanku.

"Oke.. kita lihat nanti seberapa siap kamu hari ini. Yuk, kita berangkat." Katanya sambil membereskan beberapa dokumen dan mematikan laptop.

"Baik bu, saya tunggu dibawah sambil menyiapkan mobil ya bu.." kataku hendak pamit turun.

"Ooh nggak nggak, kita gak pake mobil cabang Cikarang, kita pake mobil dinas saya. Nih kuncinya. Kamu tahu kan mobilnya? Yang warna hitam." Katanya sambil menyerahkan kunci mobil kepadaku.

Aku segera mengambil kunci itu dan pamit turun kebawah untuk bersiap. Dibawah, Agus menatapku dengan tatapan penuh rasa penasaran. Aku menjawab dengan menunjukkan kunci mobil Ibu Lita, sontak Agus langsung melotot dan menunjukku seolah olah telunjuk itu mengatakan 'Matttti lu Bay..'.

Aku cuek saja tetap ke parkiran depan.

Di parkiran, kucari mobil dinas milik Ibu Lita, tak sulit mencarinya karena warna mobinya hitam dengan kaca yang cukup hitam gelap juga. Dengan kaca yang hitam seperti itu, cukup sulit untuk melihat kedalam kabin jika kita tak menempelkan mata di kaca mobil. Kupanaskan mobil minibus ini sekalian kuhidupkan AC nya agar ketika Ibu Lita masuk nanti hawa panas dalam kabin sudah hilang. Aku menunggu kedatangan dia di luar mobil. Sekitar lima menit kemudian Ibu Lita keluar dari kantor, kalau saja tak ada rasa jengkel untuknya dihatiku, pasti aku akan berfikiran sama 'ngeresnya' dengan Agus. Ibu Lita atau Ibu Fitri mengenakan kemeja putih bersih dan dibalut blazer warna krem menyembunyikan payudara yang lumayan besar dibalik kemejanya, sementara untuk bawahannya dia mengenakan rok lebar yang tingginya.....ralat, yang pendeknya sekitar 15 centimeter diatas lutut hingga menampilkan tempurung lutut dan sedikit ruas paha putih ketka dia berjalan. Dengan kacamata hitam dan rambut yang dia biarkan tergerai pasti akan membuat mata laki laki manapun melirik atau bahkan menatap sosok wanita ini.

Kecuali mataku, mataku sudah dimiliki oleh istri dan.... ah, buru buru kuhapus nama yang muncul tiba tiba diotakku.

"Yuk.." katanya ketika hampir sampai ke mobil. Dengan sigap, kubuka pintu belakang dan mempersilahkan dia masuk kedalam mobil. Andaipun aku dipecat nanti, setidaknya aku sudah memberikan pelayanan terbaik untuk bos jahat satu ini. Itulah yang aku pegang sekarang sampai nanti tugas ini selesai. Pelayanan.

Ibu Lita sempat berhenti sebentar dan melihatku sesaat sebelum menaikkan jenjang kaki mulusnya ke mobil sambil mengatakan hal yang sedikit membuatku GR.

"Oke juga service nya.." cepat cepat kubuang rasa GR ku. Tak perlu lah GR GR buat wanita yang menggunakan kekuasaan ini seenaknya fikirku. Kemuadian kamipun mulai berangkat ke arah Karawang Barat.

"Jangan lewat jalan tol ya Bay, macet.." Kata Ibu Lita kepadaku. Sedikit terkejut juga sebenarnya, dia memanggilku tanpa embel embel mas seperti sebelum sebelumnya kepadaku.

"Baik bu.." jawabku sopan.

"Udah santai aja, kalo lagi diluar gini sih panggil aku Lita atau Fitri aj, gak usah Ibu Ibuan.. berasa tua gue, lagian aku juga udah baca biodata kamu Bay, sebenernya umur kita ini gak beda jauh lho, cuma beda beberapa bulan lebih aja kok. Harusnya aku manggil kamu abang, kan kamu kelahiran Jakarta kan? Kamu boleh manggil aku Lita atau Fitri, asal kalo bukan lagi kerja yaa. Tetep pro aj kita." Cerocos Ibu Lita atau Lita kepadaku. Meskipun aku kaget karena tak menyangka bakal mendengar ocehan dia yang panjang tadi, tapi aku tetap wapada dan tak boleh lengah. Ini jebakan, setidaknya itulah yang ada di fikiranku kini.

"Baik bu, tapi terima kasih atas tawarannya terkait pemanggilan nama, saya sedikit sulit dan pasti gak bisa terbiasa untuk merubah dari 'Ibu Lita' menjadi 'Lita' saja. Saya rasa, saya manggilnya 'Ibu Lita' saja." Kataku mengelak tanpa mengalihkan pandanganku dari jalan di depanku.

"Hhmmm gitu.. yaudah terserah kamu aj. Tapi kalo aku mulai saat ini tetep bakal manggil kamu Bayu. Deal?" Tanyanya.

"Bagaimana baiknya menurut Ibu saja.." jawabku diplomatis.

Sampai di daerah Lemah Abang, Lita menyalakan laptop. Terdengar dari nada pembukanya yang khas disusul suara ketikan ketikan keyboard kemudian Lita berdehem sedikit. Aku tak mengalihkan pandanganku dari jalan raya. Bahkan spion tengah pun kuarahkan ke arah wajahku sendiri, aku tak ingin melihat wajahnya. Meminjam istilah yang sering dipakai istriku Sari, 'Geleuh' atau jijik adalah istilah yang pas untuk Lita saat ini.

Tak lama aku mendengar suara aneh.. suara erangan dan desahan. Tapi bukan keluar dari mulut Lita. Diam diam kuperhatikan darimana asal suara erangan itu, tampaknya berasal dari video yang diputar di laptop.

Sundel.. fikirku, malah nonton bokep dia.

Anjiiiiinng anjing.. aku mengumpat sejadi jadinya berusaha tetap konsentrasi pada mata, bukan telinga. Jebakan.. jebakan.. awas itu jebakan tikus.. fokus ke mata liatin jalan aja, jangan fokus ke telinga jangan dengerin setan di belakang. Aku menciptakan sugesti penangkal jebakan untuk diriku sendiri.

Erangan erangan di video itu semakin intens saja memenuhi kabin mobil, malah kini sepertinya Lita pun ikut ikutan mengerang kecil dibelakangku.

"Ukh.. ssshh.. asshh.."

"Sumpah... ukh.. enak banhgeth.." Suara Lita pelan namun cukup jelas terdengar ditelingaku.

Bagooooonng bagoong... kayaknya lagi colmek nih cewe.. bangsaaattt.. fikiranku mulai sedikit goyah karena dicekoki suara suara erotis di belakangku yang mengakibatkan bayangan bayangan jahat tentang apa yang sedang dilakukan Lita di belakang.

Laki laki manapun kalau ada di posisi seperti ini pasti akan berusaha mencari cara untuk melihat atau sekedar mengintip kegiatan solo cabul yang sedang berlansung di kursi belakang. Parahnya, posisi duduk awal Lita waktu kami berangkat itu tepat di belakangku. Artinya, Lita berhadapan dengan kursi driver atau kursiku. Kini Lita sepertinya sengaja menggeser duduknya menjadi di belakang kursi penumpang depan. Yang mana artinya, dengan gerakan memutar kepala sedikit saja, niscaya kegiatan apapun yang sedang terjadi pasti kelihatan olehku.

Aku menahan diri dan menahan leher untuk tak menengok ke belakang. Erangan erangan itu semakin jadi, malah bertambah parah karena Lita mulai memanggil namaku.

"Aakhhh... uuukkhh..mmmhhhm... Baayy, konsentrasi kamu boleh juga ikh... auuhh.. enakh..hihihihi.."

Kunti lontee.. jawabku dalam hati.

Erangan erangan itu tak berhenti sampai lampu merah Tanjung Pura, sialnya pas jatahku kebagian lampu merah, otomatis aku berhenti mengikuti rambu lampu. Dalam posisi mobil berhenti seperti ini, aku belingsatan mau kuatur kemana arah mataku ini. Kalau posisi mobil sedang jalan, mataku bisa kualihkan ke jalan raya. Nah kalo berhenti? Bajingan.. umpatku.

Sekuat mungkin kutahan diriku agar tak mengintip ke belakang. Berkali kali aku melirik ke spion tengah, berkali kali pula aku bersyukur bahwa spion itu sebelumnya sudah kuarahkan ke arah wajahku. Sedang tersiksanya aku menahan lampu hijau berlatar belakang suara desah dan erangan, tiba tiba ada satu benda yang dilempar Lita ke kursi penumpang depan. Hampir saja ku tengok ke kiri demi mengetahui benda apa itu, untungnya otakku dengan cepat melarang leherku untuk bergerak seraya teriak 'jebakaaann..jebakaann' yang berhasil menghambat gerakan leherku. Aku memejamkan mata, kubisikkan nama Sari istriku dan Raka anakku, kemudian lampu berubah hijau dan aku segera menekan pedal gas. Mataku kembali fokus ke jalan, meskipun otak dan telingaku fokus ke belakang.

"Oookkhh.. Bayu, Bayu Baskara.. kamu bener bener kuat yah? Akhh... aku penasaran jadinya.." Lita mengoceh tak karuan dibelakang entah memuji atau ingin kembali menguji.

Ku dengar seperti suara Lita mengambil sesuatu dari dalam tasnya, dan terdengar seperti suara mesin potong rambut yang terputus putus disertai erangan panjang dari Lita.

Drrttt... drrrrrrrttt.. drrrrrrrttt...

"Oooookkkhhhh.... Bayuuuu... look at me nowwssshhhh...." Lita tampak gencar menggodaku.


OGGGGAAAHHH.. jawabku dalam hati buat Lita yang kuyakin sedang enak enakkan masturbasi menggunakan dildo bergetar itu.


Situasi itu berlangsung sampai kira kira 10 menit sampai akhirnya Lita menjerit tertahan tanda dia orgasme.

"Ooooooohhh...aaahh.aaaahh...sssshhhhhhh...shitt !!!!" Seru Lita keenakan.

Sampai lima menit kemudian kufikir penderitaanku sudah selesai. Ternyata belum, Lita kembali mendesah dan suara getar itu kembali memenuhi kabin mobil.

Bangsaattt.. kagada puas puasnya nih kuntilanak, umpatku dalam hati.
Mataku nanar melihat arah jalan, kami sudah sampai di daerah Karawang Kota kemudian kurasakan Lita mencengkram bahu kiriku dan berkata,

"Bay, masuk... Masuk ke mall depan itu, naik ke parkiran paling atas. Cepet.." katanya dengan nafas memburu. Sedikitpun tak kulirik bahkan ke arah jari jarinya sekalipun yang sedang mencengkram bahuku. Aku mati matian menjaga mata dan mati matian agar tak hilang fokus apalagi kehilangan kendali dan menyerah dengan situasi mesum didalam mobil. Padahal penisku sudah tegak sempurna dan sedikit sakit karena terjepit celana didalam sana.

"Baik bu.." ucapku dingin.

"Uuuuhhh... panggil Lita ajah Bay... ssshh... "


Bodo...


Clok clok clok.. kini malah terdengar seperti suara kocokan dibelakangku. Aku pusing, pusing atas dan pusing bawah.

Ketika mobil sudah sampai diparkiran atas yang merupakan lantai parkir tak beratap dan luas namun sepi sekali, Lita menyuruhku parkir agak sedikit mojok dan menyuruhku jangan mematikan mobil dan jangan keluar dari mobil.

Aku diam, berusaha mengusir suara desahan desahan dari gendang telingaku dan memejamkan mata. Sebisa mungkin kuciptakan fikiran fikiran lain selain fikiran untuk menengok ke belakang. Bahkan, meskipun dalam hati, kumarahi penisku sendiri.

"Heh peler, padahal lu kaga punya kuping, logikanya kan lu harusnya gak denger itu suara suara dari Lita, ngapa lu jadi bangun? Sakit kan lu kejepit didalem? Sukurrr" macam orang ****** aku memarahi penisku sendiri.

"Bay... Bay..." sayup kudengar suara Lita memanggilku. Aku diam tak bergeming.

"Aahh... Anjing.. BAYU BASKARA, LIAT KE MUKA GW KALO GW MANGGIL LU.. atau gw pecat lu besok..aakkhhhh..." Tampaknya Lita mulai jengkel dengan keteguhanku untuk tak melihatnya barang sedikit. Aku menarik nafas menahan jengkel dan pening karena nafsuku kini sudah benar benar ada di ujung kepalaku.

Tetap dengan mata terpejam, aku menoleh ke belakang. Ku kuatkan dan mantapkan hati,

Ku pasrahkan diriku pada garis takdirku kini, entah apa yang akan terjadi nanti biarlah terjadi.

Ku buka mataku, sasaran pertama mataku adalah wajahnya. Aku tak ingin melihat kearah lain, bukan karena tak mau atau takut, aku tak ingin terjadi 'hal hal yang diinginkan' oleh diriku sendiri. Wajah Lita menyeringai tanda dia sedang menikmati rangsangan rangsangan yang dia lakukan pada vaginanya sendiri. Kemudian Lita menatapku tajam, matanya tak berkedip sedikitpun menatapku, akupun balas menatap matanya dalam dalam. Nafas Lita semakin memburu, nafasku ku atur sedemikian rupa agar tak ikut memburu.

"Ssshhh... huuuhhh..huuuhhh.. ooohh.. Bayuuu, liat ke bawah, liat ke arah tanganku Bay, liat toketku, liat perutku, lihat memekku Bay.. ahh.. ahh... liat aku mainin kontol kontolan di memekku Bay.. asshhhhhhh... shit."

Aku diam tak bergerak, benar benar diam tak bergerak. Tujuan mataku hanya matanya yang saat ini 'merem melek' dihadapanku.

"Uuggghh... Bhaaayyy.. Bhay.. Bhay.. keluar keluar keluar Bhaaayy.. AKKHH..."

Crot.. croot.. creetttt..

"Ukkhhhh...ann......jhing !!!"

Monyet cantik ini squirt dan cairannya mengenai lengan atas kiriku. Untung saja tak mengenai wajah fikirku.

Dengan terengah engah dan rambut yang acak acakan, Lita tersenyum puas dan berkata,
"Kamu lulus, sedikitpun tangan atau bahkan mata kamu tak melihat ke kemaluanku. Padahal, seandainyapun kamu liat tadi Bay, aku gak akan perduli. Karena aku udah percaya sama kamu pas waktu aku orgasme yang pertama. Kalo kamu mau tau, aku minta parkir diatas sini tuh sebenernya supaya kamu bisa liat aku ngocok. Tapi kamu tetep bertahan. Hebat.... Sekarang, aku bener bener 'terbuka' buat kamu..."


Monyooooonnnggg.. Sesalku karena melewatkan tontonan enak gratis.


"Kamu boleh liat Bay, posisi aku masih ngangkang lho ini.. tenang aj, kamu lulus uji.."

Sebelum kuturunkan arah mataku, kusempatkan melirik ke kursi penumpang. Aku penasaran dengan benda yang dilempar Lita barusan.

Celana dalam model G-String.. artinya sekarang dia gak pakai apa apa lagi.

Aku langsung menurunkan mataku ke bawah. Vagina merah yang sudah sangat basah itu tampak berkedut kedut sedikit, seperti sedang menghabiskan sisa orgasme hebatnya barusan.

"Cantik..." kataku memberi komentar untuk bentuk vaginanya.

"Hihihi.. makasiiihhh...Bayu mau pegang? Atau mau gantian ngocok kontol Bayu di depan aku??" Kata lita sambil mengusap kembali bibir vaginanya dengan gerakan pelan.



"HAHHH??!!"





Yassallaaammm...
 
Alhamdulillah...Akhirnya Ibey lulus ujian dari bu Lita...
Tapu ya wajar aja klo sebelumnya byk sopir yg dipecat sehabis nganter bu Lita lhs wong ujiannya aja begitu...Laki2 normal pun pasti gak tahan buat megang2 atau minimal ngelirik apa yg dilakuin bu Lita...

Btw,makasih atas updatenya om @Buyuk
 
A.K.A.R
bagian Sebelas​






'Trrrttt.. trrrtt...'


"Halo? Ya pak?.......... Ada pak dibawah......... Baik pak, akan saya infokan ke Bayu."

'Klik'.

"Bay, dipanggil pak Suhadi lu. Ada apaan si?" Tanya Agus kepadaku, aku tentu sudah tahu bahwa ini pasti mengenai persoalanku dengan Ibu Lita kemarin. Dimana hari ini aku akan mengantarnya ke kawasan Karawang Barat dengan beberapa syarat dan ketentuan yang mengikat diantara kami berdua.

"Yaa paling masalah kerjaan Gus.. apaan lagi emangnya." Kataku berdalih.

Aku tak ingin Agus tahu kalau aku akan mengantar Ibu Lita, pasti rame sendiri dia. Biarlah dia tahu nanti belakangan. Akupun bergegas naik ke atas dan menemui Pak Suhadi. Di atas, pak Suhadi memberitahuku bahwa hari ini aku ditugaskan untuk mengantar Ibu Lita untuk meeting dengan customer Karawang Barat, aku hanya menjawab singkat.

"Baik pak."

Kemudian pak Suhadi beranjak menuju kantor beliau yang sedang dijajah oleh Ibu Lita dan mengetuk pintunya. Setelah memberitahu bahwa aku sudah siap di depan, Ibu Lita malah meminta pak Suhadi untuk menyuruhku menemui dia terlebih dahulu.

"Bayu, kamu menghadap dulu ke Ibu Lita, siapa tahu ada beberapa hal yang harus kamu perhatikan nanti di jalan." Kata pak Suhadi kepadaku.

"Baik pak.."

Akupun mengetuk pintu kantor dan dipersilahkan untuk masuk oleh Ibu Lita. Di dalam ruangan Ibu Lita tampak menatapku dan sedikit memberi senyum kepadaku sebelum akhirnya bertanya,

"Bagaimana? Siap mas Bayu? Sudah sarapankah?" Entah basa basi atau bukan ketika dia menanyakan soal sarapan kepadaku.

"Untuk semua pertanyaan ibu, sudah bu. Untuk sarapan dan untuk kesiapan mengantar ibu." Padahal aku serius mengatakan itu, tapi dia malah tertawa renyah dan geleng geleng kepala seolah ada yang lucu dari jawabanku.

"Oke.. kita lihat nanti seberapa siap kamu hari ini. Yuk, kita berangkat." Katanya sambil membereskan beberapa dokumen dan mematikan laptop.

"Baik bu, saya tunggu dibawah sambil menyiapkan mobil ya bu.." kataku hendak pamit turun.

"Ooh nggak nggak, kita gak pake mobil cabang Cikarang, kita pake mobil dinas saya. Nih kuncinya. Kamu tahu kan mobilnya? Yang warna hitam." Katanya sambil menyerahkan kunci mobil kepadaku.

Aku segera mengambil kunci itu dan pamit turun kebawah untuk bersiap. Dibawah, Agus menatapku dengan tatapan penuh rasa penasaran. Aku menjawab dengan menunjukkan kunci mobil Ibu Lita, sontak Agus langsung melotot dan menunjukku seolah olah telunjuk itu mengatakan 'Matttti lu Bay..'.

Aku cuek saja tetap ke parkiran depan.

Di parkiran, kucari mobil dinas milik Ibu Lita, tak sulit mencarinya karena warna mobinya hitam dengan kaca yang cukup hitam gelap juga. Dengan kaca yang hitam seperti itu, cukup sulit untuk melihat kedalam kabin jika kita tak menempelkan mata di kaca mobil. Kupanaskan mobil minibus ini sekalian kuhidupkan AC nya agar ketika Ibu Lita masuk nanti hawa panas dalam kabin sudah hilang. Aku menunggu kedatangan dia di luar mobil. Sekitar lima menit kemudian Ibu Lita keluar dari kantor, kalau saja tak ada rasa jengkel untuknya dihatiku, pasti aku akan berfikiran sama 'ngeresnya' dengan Agus. Ibu Lita atau Ibu Fitri mengenakan kemeja putih bersih dan dibalut blazer warna krem menyembunyikan payudara yang lumayan besar dibalik kemejanya, sementara untuk bawahannya dia mengenakan rok lebar yang tingginya.....ralat, yang pendeknya sekitar 15 centimeter diatas lutut hingga menampilkan tempurung lutut dan sedikit ruas paha putih ketka dia berjalan. Dengan kacamata hitam dan rambut yang dia biarkan tergerai pasti akan membuat mata laki laki manapun melirik atau bahkan menatap sosok wanita ini.

Kecuali mataku, mataku sudah dimiliki oleh istri dan.... ah, buru buru kuhapus nama yang muncul tiba tiba diotakku.

"Yuk.." katanya ketika hampir sampai ke mobil. Dengan sigap, kubuka pintu belakang dan mempersilahkan dia masuk kedalam mobil. Andaipun aku dipecat nanti, setidaknya aku sudah memberikan pelayanan terbaik untuk bos jahat satu ini. Itulah yang aku pegang sekarang sampai nanti tugas ini selesai. Pelayanan.

Ibu Lita sempat berhenti sebentar dan melihatku sesaat sebelum menaikkan jenjang kaki mulusnya ke mobil sambil mengatakan hal yang sedikit membuatku GR.

"Oke juga service nya.." cepat cepat kubuang rasa GR ku. Tak perlu lah GR GR buat wanita yang menggunakan kekuasaan ini seenaknya fikirku. Kemuadian kamipun mulai berangkat ke arah Karawang Barat.

"Jangan lewat jalan tol ya Bay, macet.." Kata Ibu Lita kepadaku. Sedikit terkejut juga sebenarnya, dia memanggilku tanpa embel embel mas seperti sebelum sebelumnya kepadaku.

"Baik bu.." jawabku sopan.

"Udah santai aja, kalo lagi diluar gini sih panggil aku Lita atau Fitri aj, gak usah Ibu Ibuan.. berasa tua gue, lagian aku juga udah baca biodata kamu Bay, sebenernya umur kita ini gak beda jauh lho, cuma beda beberapa bulan lebih aja kok. Harusnya aku manggil kamu abang, kan kamu kelahiran Jakarta kan? Kamu boleh manggil aku Lita atau Fitri, asal kalo bukan lagi kerja yaa. Tetep pro aj kita." Cerocos Ibu Lita atau Lita kepadaku. Meskipun aku kaget karena tak menyangka bakal mendengar ocehan dia yang panjang tadi, tapi aku tetap wapada dan tak boleh lengah. Ini jebakan, setidaknya itulah yang ada di fikiranku kini.

"Baik bu, tapi terima kasih atas tawarannya terkait pemanggilan nama, saya sedikit sulit dan pasti gak bisa terbiasa untuk merubah dari 'Ibu Lita' menjadi 'Lita' saja. Saya rasa, saya manggilnya 'Ibu Lita' saja." Kataku mengelak tanpa mengalihkan pandanganku dari jalan di depanku.

"Hhmmm gitu.. yaudah terserah kamu aj. Tapi kalo aku mulai saat ini tetep bakal manggil kamu Bayu. Deal?" Tanyanya.

"Bagaimana baiknya menurut Ibu saja.." jawabku diplomatis.

Sampai di daerah Lemah Abang, Lita menyalakan laptop. Terdengar dari nada pembukanya yang khas disusul suara ketikan ketikan keyboard kemudian Lita berdehem sedikit. Aku tak mengalihkan pandanganku dari jalan raya. Bahkan spion tengah pun kuarahkan ke arah wajahku sendiri, aku tak ingin melihat wajahnya. Meminjam istilah yang sering dipakai istriku Sari, 'Geleuh' atau jijik adalah istilah yang pas untuk Lita saat ini.

Tak lama aku mendengar suara aneh.. suara erangan dan desahan. Tapi bukan keluar dari mulut Lita. Diam diam kuperhatikan darimana asal suara erangan itu, tampaknya berasal dari video yang diputar di laptop.

Sundel.. fikirku, malah nonton bokep dia.

Anjiiiiinng anjing.. aku mengumpat sejadi jadinya berusaha tetap konsentrasi pada mata, bukan telinga. Jebakan.. jebakan.. awas itu jebakan tikus.. fokus ke mata liatin jalan aja, jangan fokus ke telinga jangan dengerin setan di belakang. Aku menciptakan sugesti penangkal jebakan untuk diriku sendiri.

Erangan erangan di video itu semakin intens saja memenuhi kabin mobil, malah kini sepertinya Lita pun ikut ikutan mengerang kecil dibelakangku.

"Ukh.. ssshh.. asshh.."

"Sumpah... ukh.. enak banhgeth.." Suara Lita pelan namun cukup jelas terdengar ditelingaku.

Bagooooonng bagoong... kayaknya lagi colmek nih cewe.. bangsaaattt.. fikiranku mulai sedikit goyah karena dicekoki suara suara erotis di belakangku yang mengakibatkan bayangan bayangan jahat tentang apa yang sedang dilakukan Lita di belakang.

Laki laki manapun kalau ada di posisi seperti ini pasti akan berusaha mencari cara untuk melihat atau sekedar mengintip kegiatan solo cabul yang sedang berlansung di kursi belakang. Parahnya, posisi duduk awal Lita waktu kami berangkat itu tepat di belakangku. Artinya, Lita berhadapan dengan kursi driver atau kursiku. Kini Lita sepertinya sengaja menggeser duduknya menjadi di belakang kursi penumpang depan. Yang mana artinya, dengan gerakan memutar kepala sedikit saja, niscaya kegiatan apapun yang sedang terjadi pasti kelihatan olehku.

Aku menahan diri dan menahan leher untuk tak menengok ke belakang. Erangan erangan itu semakin jadi, malah bertambah parah karena Lita mulai memanggil namaku.

"Aakhhh... uuukkhh..mmmhhhm... Baayy, konsentrasi kamu boleh juga ikh... auuhh.. enakh..hihihihi.."

Kunti lontee.. jawabku dalam hati.

Erangan erangan itu tak berhenti sampai lampu merah Tanjung Pura, sialnya pas jatahku kebagian lampu merah, otomatis aku berhenti mengikuti rambu lampu. Dalam posisi mobil berhenti seperti ini, aku belingsatan mau kuatur kemana arah mataku ini. Kalau posisi mobil sedang jalan, mataku bisa kualihkan ke jalan raya. Nah kalo berhenti? Bajingan.. umpatku.

Sekuat mungkin kutahan diriku agar tak mengintip ke belakang. Berkali kali aku melirik ke spion tengah, berkali kali pula aku bersyukur bahwa spion itu sebelumnya sudah kuarahkan ke arah wajahku. Sedang tersiksanya aku menahan lampu hijau berlatar belakang suara desah dan erangan, tiba tiba ada satu benda yang dilempar Lita ke kursi penumpang depan. Hampir saja ku tengok ke kiri demi mengetahui benda apa itu, untungnya otakku dengan cepat melarang leherku untuk bergerak seraya teriak 'jebakaaann..jebakaann' yang berhasil menghambat gerakan leherku. Aku memejamkan mata, kubisikkan nama Sari istriku dan Raka anakku, kemudian lampu berubah hijau dan aku segera menekan pedal gas. Mataku kembali fokus ke jalan, meskipun otak dan telingaku fokus ke belakang.

"Oookkhh.. Bayu, Bayu Baskara.. kamu bener bener kuat yah? Akhh... aku penasaran jadinya.." Lita mengoceh tak karuan dibelakang entah memuji atau ingin kembali menguji.

Ku dengar seperti suara Lita mengambil sesuatu dari dalam tasnya, dan terdengar seperti suara mesin potong rambut yang terputus putus disertai erangan panjang dari Lita.

Drrttt... drrrrrrrttt.. drrrrrrrttt...

"Oooookkkhhhh.... Bayuuuu... look at me nowwssshhhh...." Lita tampak gencar menggodaku.


OGGGGAAAHHH.. jawabku dalam hati buat Lita yang kuyakin sedang enak enakkan masturbasi menggunakan dildo bergetar itu.


Situasi itu berlangsung sampai kira kira 10 menit sampai akhirnya Lita menjerit tertahan tanda dia orgasme.

"Ooooooohhh...aaahh.aaaahh...sssshhhhhhh...shitt !!!!" Seru Lita keenakan.

Sampai lima menit kemudian kufikir penderitaanku sudah selesai. Ternyata belum, Lita kembali mendesah dan suara getar itu kembali memenuhi kabin mobil.

Bangsaattt.. kagada puas puasnya nih kuntilanak, umpatku dalam hati.
Mataku nanar melihat arah jalan, kami sudah sampai di daerah Karawang Kota kemudian kurasakan Lita mencengkram bahu kiriku dan berkata,

"Bay, masuk... Masuk ke mall depan itu, naik ke parkiran paling atas. Cepet.." katanya dengan nafas memburu. Sedikitpun tak kulirik bahkan ke arah jari jarinya sekalipun yang sedang mencengkram bahuku. Aku mati matian menjaga mata dan mati matian agar tak hilang fokus apalagi kehilangan kendali dan menyerah dengan situasi mesum didalam mobil. Padahal penisku sudah tegak sempurna dan sedikit sakit karena terjepit celana didalam sana.

"Baik bu.." ucapku dingin.

"Uuuuhhh... panggil Lita ajah Bay... ssshh... "


Bodo...


Clok clok clok.. kini malah terdengar seperti suara kocokan dibelakangku. Aku pusing, pusing atas dan pusing bawah.

Ketika mobil sudah sampai diparkiran atas yang merupakan lantai parkir tak beratap dan luas namun sepi sekali, Lita menyuruhku parkir agak sedikit mojok dan menyuruhku jangan mematikan mobil dan jangan keluar dari mobil.

Aku diam, berusaha mengusir suara desahan desahan dari gendang telingaku dan memejamkan mata. Sebisa mungkin kuciptakan fikiran fikiran lain selain fikiran untuk menengok ke belakang. Bahkan, meskipun dalam hati, kumarahi penisku sendiri.

"Heh peler, padahal lu kaga punya kuping, logikanya kan lu harusnya gak denger itu suara suara dari Lita, ngapa lu jadi bangun? Sakit kan lu kejepit didalem? Sukurrr" macam orang ****** aku memarahi penisku sendiri.

"Bay... Bay..." sayup kudengar suara Lita memanggilku. Aku diam tak bergeming.

"Aahh... Anjing.. BAYU BASKARA, LIAT KE MUKA GW KALO GW MANGGIL LU.. atau gw pecat lu besok..aakkhhhh..." Tampaknya Lita mulai jengkel dengan keteguhanku untuk tak melihatnya barang sedikit. Aku menarik nafas menahan jengkel dan pening karena nafsuku kini sudah benar benar ada di ujung kepalaku.

Tetap dengan mata terpejam, aku menoleh ke belakang. Ku kuatkan dan mantapkan hati,

Ku pasrahkan diriku pada garis takdirku kini, entah apa yang akan terjadi nanti biarlah terjadi.

Ku buka mataku, sasaran pertama mataku adalah wajahnya. Aku tak ingin melihat kearah lain, bukan karena tak mau atau takut, aku tak ingin terjadi 'hal hal yang diinginkan' oleh diriku sendiri. Wajah Lita menyeringai tanda dia sedang menikmati rangsangan rangsangan yang dia lakukan pada vaginanya sendiri. Kemudian Lita menatapku tajam, matanya tak berkedip sedikitpun menatapku, akupun balas menatap matanya dalam dalam. Nafas Lita semakin memburu, nafasku ku atur sedemikian rupa agar tak ikut memburu.

"Ssshhh... huuuhhh..huuuhhh.. ooohh.. Bayuuu, liat ke bawah, liat ke arah tanganku Bay, liat toketku, liat perutku, lihat memekku Bay.. ahh.. ahh... liat aku mainin kontol kontolan di memekku Bay.. asshhhhhhh... shit."

Aku diam tak bergerak, benar benar diam tak bergerak. Tujuan mataku hanya matanya yang saat ini 'merem melek' dihadapanku.

"Uuggghh... Bhaaayyy.. Bhay.. Bhay.. keluar keluar keluar Bhaaayy.. AKKHH..."

Crot.. croot.. creetttt..

"Ukkhhhh...ann......jhing !!!"

Monyet cantik ini squirt dan cairannya mengenai lengan atas kiriku. Untung saja tak mengenai wajah fikirku.

Dengan terengah engah dan rambut yang acak acakan, Lita tersenyum puas dan berkata,
"Kamu lulus, sedikitpun tangan atau bahkan mata kamu tak melihat ke kemaluanku. Padahal, seandainyapun kamu liat tadi Bay, aku gak akan perduli. Karena aku udah percaya sama kamu pas waktu aku orgasme yang pertama. Kalo kamu mau tau, aku minta parkir diatas sini tuh sebenernya supaya kamu bisa liat aku ngocok. Tapi kamu tetep bertahan. Hebat.... Sekarang, aku bener bener 'terbuka' buat kamu..."


Monyooooonnnggg.. Sesalku karena melewatkan tontonan enak gratis.


"Kamu boleh liat Bay, posisi aku masih ngangkang lho ini.. tenang aj, kamu lulus uji.."

Sebelum kuturunkan arah mataku, kusempatkan melirik ke kursi penumpang. Aku penasaran dengan benda yang dilempar Lita barusan.

Celana dalam model G-String.. artinya sekarang dia gak pakai apa apa lagi.

Aku langsung menurunkan mataku ke bawah. Vagina merah yang sudah sangat basah itu tampak berkedut kedut sedikit, seperti sedang menghabiskan sisa orgasme hebatnya barusan.

"Cantik..." kataku memberi komentar untuk bentuk vaginanya.

"Hihihi.. makasiiihhh...Bayu mau pegang? Atau mau gantian ngocok kontol Bayu di depan aku??" Kata lita sambil mengusap kembali bibir vaginanya dengan gerakan pelan.



"HAHHH??!!"





Yassallaaammm...
Tengs updatenya gan
:beer:

Sepertinya hafal banget jalur arteri cikarang-karawang?
Asli mana gan?
 
Anjay wajar banyak gagal kalau uji coba ny kayak gitu, dan bakalan berat dah ibey tiap hari harus di suguhkan atau mungkin jadi pemuas nafsu bos sedeng. Di tunggu next ny gan..
 
Bimabet
Gw mah penasaran kumaha lilis ditinggal? Trus masih penasaran seharian nemuin fauzi. Trus habis itu jd hot banget mainnya. Asli penasaran dan penuh prasangka. Apakah uang pelicin ditambah dengan memek licin pas dp diawal terus tiap minggu ato tiap hari selama bayu g ada sampe lunas? Apakah raka bakal punya adik beda bapa karena sari ceroboh? Sepandai2 tupai melompat, pasti jatuh juga. Apa sari g jadi merasa nyaman dan enak dengan fauzi yg ngajarin dia gimana nyervis laki laki.... Hmmm... Maap ya ts kalo pikiran sy j liar gini
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd