Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Gw mah penasaran kumaha lilis ditinggal? Trus masih penasaran seharian nemuin fauzi. Trus habis itu jd hot banget mainnya. Asli penasaran dan penuh prasangka. Apakah uang pelicin ditambah dengan memek licin pas dp diawal terus tiap minggu ato tiap hari selama bayu g ada sampe lunas? Apakah raka bakal punya adik beda bapa karena sari ceroboh? Sepandai2 tupai melompat, pasti jatuh juga. Apa sari g jadi merasa nyaman dan enak dengan fauzi yg ngajarin dia gimana nyervis laki laki.... Hmmm... Maap ya ts kalo pikiran sy j liar gini
Hiya hiya hiyaaaa.. :D
Berhubung cerita ini mengambil dari sisi Bayu, maka apa yang terjadi diluar sepengetahuan Bayu gak terceritakan disini. Tapi, seperti kata suhu, sepandai pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga toh? Entah itu Bayu yang jatuh, atau Sari yang jatuh.
Di tunggu next nya hu. Semoga ketemu jawabannya :beer:
 
A.K.A.R
bagian Sebelas​






'Trrrttt.. trrrtt...'


"Halo? Ya pak?.......... Ada pak dibawah......... Baik pak, akan saya infokan ke Bayu."

'Klik'.

"Bay, dipanggil pak Suhadi lu. Ada apaan si?" Tanya Agus kepadaku, aku tentu sudah tahu bahwa ini pasti mengenai persoalanku dengan Ibu Lita kemarin. Dimana hari ini aku akan mengantarnya ke kawasan Karawang Barat dengan beberapa syarat dan ketentuan yang mengikat diantara kami berdua.

"Yaa paling masalah kerjaan Gus.. apaan lagi emangnya." Kataku berdalih.

Aku tak ingin Agus tahu kalau aku akan mengantar Ibu Lita, pasti rame sendiri dia. Biarlah dia tahu nanti belakangan. Akupun bergegas naik ke atas dan menemui Pak Suhadi. Di atas, pak Suhadi memberitahuku bahwa hari ini aku ditugaskan untuk mengantar Ibu Lita untuk meeting dengan customer Karawang Barat, aku hanya menjawab singkat.

"Baik pak."

Kemudian pak Suhadi beranjak menuju kantor beliau yang sedang dijajah oleh Ibu Lita dan mengetuk pintunya. Setelah memberitahu bahwa aku sudah siap di depan, Ibu Lita malah meminta pak Suhadi untuk menyuruhku menemui dia terlebih dahulu.

"Bayu, kamu menghadap dulu ke Ibu Lita, siapa tahu ada beberapa hal yang harus kamu perhatikan nanti di jalan." Kata pak Suhadi kepadaku.

"Baik pak.."

Akupun mengetuk pintu kantor dan dipersilahkan untuk masuk oleh Ibu Lita. Di dalam ruangan Ibu Lita tampak menatapku dan sedikit memberi senyum kepadaku sebelum akhirnya bertanya,

"Bagaimana? Siap mas Bayu? Sudah sarapankah?" Entah basa basi atau bukan ketika dia menanyakan soal sarapan kepadaku.

"Untuk semua pertanyaan ibu, sudah bu. Untuk sarapan dan untuk kesiapan mengantar ibu." Padahal aku serius mengatakan itu, tapi dia malah tertawa renyah dan geleng geleng kepala seolah ada yang lucu dari jawabanku.

"Oke.. kita lihat nanti seberapa siap kamu hari ini. Yuk, kita berangkat." Katanya sambil membereskan beberapa dokumen dan mematikan laptop.

"Baik bu, saya tunggu dibawah sambil menyiapkan mobil ya bu.." kataku hendak pamit turun.

"Ooh nggak nggak, kita gak pake mobil cabang Cikarang, kita pake mobil dinas saya. Nih kuncinya. Kamu tahu kan mobilnya? Yang warna hitam." Katanya sambil menyerahkan kunci mobil kepadaku.

Aku segera mengambil kunci itu dan pamit turun kebawah untuk bersiap. Dibawah, Agus menatapku dengan tatapan penuh rasa penasaran. Aku menjawab dengan menunjukkan kunci mobil Ibu Lita, sontak Agus langsung melotot dan menunjukku seolah olah telunjuk itu mengatakan 'Matttti lu Bay..'.

Aku cuek saja tetap ke parkiran depan.

Di parkiran, kucari mobil dinas milik Ibu Lita, tak sulit mencarinya karena warna mobinya hitam dengan kaca yang cukup hitam gelap juga. Dengan kaca yang hitam seperti itu, cukup sulit untuk melihat kedalam kabin jika kita tak menempelkan mata di kaca mobil. Kupanaskan mobil minibus ini sekalian kuhidupkan AC nya agar ketika Ibu Lita masuk nanti hawa panas dalam kabin sudah hilang. Aku menunggu kedatangan dia di luar mobil. Sekitar lima menit kemudian Ibu Lita keluar dari kantor, kalau saja tak ada rasa jengkel untuknya dihatiku, pasti aku akan berfikiran sama 'ngeresnya' dengan Agus. Ibu Lita atau Ibu Fitri mengenakan kemeja putih bersih dan dibalut blazer warna krem menyembunyikan payudara yang lumayan besar dibalik kemejanya, sementara untuk bawahannya dia mengenakan rok lebar yang tingginya.....ralat, yang pendeknya sekitar 15 centimeter diatas lutut hingga menampilkan tempurung lutut dan sedikit ruas paha putih ketka dia berjalan. Dengan kacamata hitam dan rambut yang dia biarkan tergerai pasti akan membuat mata laki laki manapun melirik atau bahkan menatap sosok wanita ini.

Kecuali mataku, mataku sudah dimiliki oleh istri dan.... ah, buru buru kuhapus nama yang muncul tiba tiba diotakku.

"Yuk.." katanya ketika hampir sampai ke mobil. Dengan sigap, kubuka pintu belakang dan mempersilahkan dia masuk kedalam mobil. Andaipun aku dipecat nanti, setidaknya aku sudah memberikan pelayanan terbaik untuk bos jahat satu ini. Itulah yang aku pegang sekarang sampai nanti tugas ini selesai. Pelayanan.

Ibu Lita sempat berhenti sebentar dan melihatku sesaat sebelum menaikkan jenjang kaki mulusnya ke mobil sambil mengatakan hal yang sedikit membuatku GR.

"Oke juga service nya.." cepat cepat kubuang rasa GR ku. Tak perlu lah GR GR buat wanita yang menggunakan kekuasaan ini seenaknya fikirku. Kemuadian kamipun mulai berangkat ke arah Karawang Barat.

"Jangan lewat jalan tol ya Bay, macet.." Kata Ibu Lita kepadaku. Sedikit terkejut juga sebenarnya, dia memanggilku tanpa embel embel mas seperti sebelum sebelumnya kepadaku.

"Baik bu.." jawabku sopan.

"Udah santai aja, kalo lagi diluar gini sih panggil aku Lita atau Fitri aj, gak usah Ibu Ibuan.. berasa tua gue, lagian aku juga udah baca biodata kamu Bay, sebenernya umur kita ini gak beda jauh lho, cuma beda beberapa bulan lebih aja kok. Harusnya aku manggil kamu abang, kan kamu kelahiran Jakarta kan? Kamu boleh manggil aku Lita atau Fitri, asal kalo bukan lagi kerja yaa. Tetep pro aj kita." Cerocos Ibu Lita atau Lita kepadaku. Meskipun aku kaget karena tak menyangka bakal mendengar ocehan dia yang panjang tadi, tapi aku tetap wapada dan tak boleh lengah. Ini jebakan, setidaknya itulah yang ada di fikiranku kini.

"Baik bu, tapi terima kasih atas tawarannya terkait pemanggilan nama, saya sedikit sulit dan pasti gak bisa terbiasa untuk merubah dari 'Ibu Lita' menjadi 'Lita' saja. Saya rasa, saya manggilnya 'Ibu Lita' saja." Kataku mengelak tanpa mengalihkan pandanganku dari jalan di depanku.

"Hhmmm gitu.. yaudah terserah kamu aj. Tapi kalo aku mulai saat ini tetep bakal manggil kamu Bayu. Deal?" Tanyanya.

"Bagaimana baiknya menurut Ibu saja.." jawabku diplomatis.

Sampai di daerah Lemah Abang, Lita menyalakan laptop. Terdengar dari nada pembukanya yang khas disusul suara ketikan ketikan keyboard kemudian Lita berdehem sedikit. Aku tak mengalihkan pandanganku dari jalan raya. Bahkan spion tengah pun kuarahkan ke arah wajahku sendiri, aku tak ingin melihat wajahnya. Meminjam istilah yang sering dipakai istriku Sari, 'Geleuh' atau jijik adalah istilah yang pas untuk Lita saat ini.

Tak lama aku mendengar suara aneh.. suara erangan dan desahan. Tapi bukan keluar dari mulut Lita. Diam diam kuperhatikan darimana asal suara erangan itu, tampaknya berasal dari video yang diputar di laptop.

Sundel.. fikirku, malah nonton bokep dia.

Anjiiiiinng anjing.. aku mengumpat sejadi jadinya berusaha tetap konsentrasi pada mata, bukan telinga. Jebakan.. jebakan.. awas itu jebakan tikus.. fokus ke mata liatin jalan aja, jangan fokus ke telinga jangan dengerin setan di belakang. Aku menciptakan sugesti penangkal jebakan untuk diriku sendiri.

Erangan erangan di video itu semakin intens saja memenuhi kabin mobil, malah kini sepertinya Lita pun ikut ikutan mengerang kecil dibelakangku.

"Ukh.. ssshh.. asshh.."

"Sumpah... ukh.. enak banhgeth.." Suara Lita pelan namun cukup jelas terdengar ditelingaku.

Bagooooonng bagoong... kayaknya lagi colmek nih cewe.. bangsaaattt.. fikiranku mulai sedikit goyah karena dicekoki suara suara erotis di belakangku yang mengakibatkan bayangan bayangan jahat tentang apa yang sedang dilakukan Lita di belakang.

Laki laki manapun kalau ada di posisi seperti ini pasti akan berusaha mencari cara untuk melihat atau sekedar mengintip kegiatan solo cabul yang sedang berlansung di kursi belakang. Parahnya, posisi duduk awal Lita waktu kami berangkat itu tepat di belakangku. Artinya, Lita berhadapan dengan kursi driver atau kursiku. Kini Lita sepertinya sengaja menggeser duduknya menjadi di belakang kursi penumpang depan. Yang mana artinya, dengan gerakan memutar kepala sedikit saja, niscaya kegiatan apapun yang sedang terjadi pasti kelihatan olehku.

Aku menahan diri dan menahan leher untuk tak menengok ke belakang. Erangan erangan itu semakin jadi, malah bertambah parah karena Lita mulai memanggil namaku.

"Aakhhh... uuukkhh..mmmhhhm... Baayy, konsentrasi kamu boleh juga ikh... auuhh.. enakh..hihihihi.."

Kunti lontee.. jawabku dalam hati.

Erangan erangan itu tak berhenti sampai lampu merah Tanjung Pura, sialnya pas jatahku kebagian lampu merah, otomatis aku berhenti mengikuti rambu lampu. Dalam posisi mobil berhenti seperti ini, aku belingsatan mau kuatur kemana arah mataku ini. Kalau posisi mobil sedang jalan, mataku bisa kualihkan ke jalan raya. Nah kalo berhenti? Bajingan.. umpatku.

Sekuat mungkin kutahan diriku agar tak mengintip ke belakang. Berkali kali aku melirik ke spion tengah, berkali kali pula aku bersyukur bahwa spion itu sebelumnya sudah kuarahkan ke arah wajahku. Sedang tersiksanya aku menahan lampu hijau berlatar belakang suara desah dan erangan, tiba tiba ada satu benda yang dilempar Lita ke kursi penumpang depan. Hampir saja ku tengok ke kiri demi mengetahui benda apa itu, untungnya otakku dengan cepat melarang leherku untuk bergerak seraya teriak 'jebakaaann..jebakaann' yang berhasil menghambat gerakan leherku. Aku memejamkan mata, kubisikkan nama Sari istriku dan Raka anakku, kemudian lampu berubah hijau dan aku segera menekan pedal gas. Mataku kembali fokus ke jalan, meskipun otak dan telingaku fokus ke belakang.

"Oookkhh.. Bayu, Bayu Baskara.. kamu bener bener kuat yah? Akhh... aku penasaran jadinya.." Lita mengoceh tak karuan dibelakang entah memuji atau ingin kembali menguji.

Ku dengar seperti suara Lita mengambil sesuatu dari dalam tasnya, dan terdengar seperti suara mesin potong rambut yang terputus putus disertai erangan panjang dari Lita.

Drrttt... drrrrrrrttt.. drrrrrrrttt...

"Oooookkkhhhh.... Bayuuuu... look at me nowwssshhhh...." Lita tampak gencar menggodaku.


OGGGGAAAHHH.. jawabku dalam hati buat Lita yang kuyakin sedang enak enakkan masturbasi menggunakan dildo bergetar itu.


Situasi itu berlangsung sampai kira kira 10 menit sampai akhirnya Lita menjerit tertahan tanda dia orgasme.

"Ooooooohhh...aaahh.aaaahh...sssshhhhhhh...shitt !!!!" Seru Lita keenakan.

Sampai lima menit kemudian kufikir penderitaanku sudah selesai. Ternyata belum, Lita kembali mendesah dan suara getar itu kembali memenuhi kabin mobil.

Bangsaattt.. kagada puas puasnya nih kuntilanak, umpatku dalam hati.
Mataku nanar melihat arah jalan, kami sudah sampai di daerah Karawang Kota kemudian kurasakan Lita mencengkram bahu kiriku dan berkata,

"Bay, masuk... Masuk ke mall depan itu, naik ke parkiran paling atas. Cepet.." katanya dengan nafas memburu. Sedikitpun tak kulirik bahkan ke arah jari jarinya sekalipun yang sedang mencengkram bahuku. Aku mati matian menjaga mata dan mati matian agar tak hilang fokus apalagi kehilangan kendali dan menyerah dengan situasi mesum didalam mobil. Padahal penisku sudah tegak sempurna dan sedikit sakit karena terjepit celana didalam sana.

"Baik bu.." ucapku dingin.

"Uuuuhhh... panggil Lita ajah Bay... ssshh... "


Bodo...


Clok clok clok.. kini malah terdengar seperti suara kocokan dibelakangku. Aku pusing, pusing atas dan pusing bawah.

Ketika mobil sudah sampai diparkiran atas yang merupakan lantai parkir tak beratap dan luas namun sepi sekali, Lita menyuruhku parkir agak sedikit mojok dan menyuruhku jangan mematikan mobil dan jangan keluar dari mobil.

Aku diam, berusaha mengusir suara desahan desahan dari gendang telingaku dan memejamkan mata. Sebisa mungkin kuciptakan fikiran fikiran lain selain fikiran untuk menengok ke belakang. Bahkan, meskipun dalam hati, kumarahi penisku sendiri.

"Heh peler, padahal lu kaga punya kuping, logikanya kan lu harusnya gak denger itu suara suara dari Lita, ngapa lu jadi bangun? Sakit kan lu kejepit didalem? Sukurrr" macam orang ****** aku memarahi penisku sendiri.

"Bay... Bay..." sayup kudengar suara Lita memanggilku. Aku diam tak bergeming.

"Aahh... Anjing.. BAYU BASKARA, LIAT KE MUKA GW KALO GW MANGGIL LU.. atau gw pecat lu besok..aakkhhhh..." Tampaknya Lita mulai jengkel dengan keteguhanku untuk tak melihatnya barang sedikit. Aku menarik nafas menahan jengkel dan pening karena nafsuku kini sudah benar benar ada di ujung kepalaku.

Tetap dengan mata terpejam, aku menoleh ke belakang. Ku kuatkan dan mantapkan hati,

Ku pasrahkan diriku pada garis takdirku kini, entah apa yang akan terjadi nanti biarlah terjadi.

Ku buka mataku, sasaran pertama mataku adalah wajahnya. Aku tak ingin melihat kearah lain, bukan karena tak mau atau takut, aku tak ingin terjadi 'hal hal yang diinginkan' oleh diriku sendiri. Wajah Lita menyeringai tanda dia sedang menikmati rangsangan rangsangan yang dia lakukan pada vaginanya sendiri. Kemudian Lita menatapku tajam, matanya tak berkedip sedikitpun menatapku, akupun balas menatap matanya dalam dalam. Nafas Lita semakin memburu, nafasku ku atur sedemikian rupa agar tak ikut memburu.

"Ssshhh... huuuhhh..huuuhhh.. ooohh.. Bayuuu, liat ke bawah, liat ke arah tanganku Bay, liat toketku, liat perutku, lihat memekku Bay.. ahh.. ahh... liat aku mainin kontol kontolan di memekku Bay.. asshhhhhhh... shit."

Aku diam tak bergerak, benar benar diam tak bergerak. Tujuan mataku hanya matanya yang saat ini 'merem melek' dihadapanku.

"Uuggghh... Bhaaayyy.. Bhay.. Bhay.. keluar keluar keluar Bhaaayy.. AKKHH..."

Crot.. croot.. creetttt..

"Ukkhhhh...ann......jhing !!!"

Monyet cantik ini squirt dan cairannya mengenai lengan atas kiriku. Untung saja tak mengenai wajah fikirku.

Dengan terengah engah dan rambut yang acak acakan, Lita tersenyum puas dan berkata,
"Kamu lulus, sedikitpun tangan atau bahkan mata kamu tak melihat ke kemaluanku. Padahal, seandainyapun kamu liat tadi Bay, aku gak akan perduli. Karena aku udah percaya sama kamu pas waktu aku orgasme yang pertama. Kalo kamu mau tau, aku minta parkir diatas sini tuh sebenernya supaya kamu bisa liat aku ngocok. Tapi kamu tetep bertahan. Hebat.... Sekarang, aku bener bener 'terbuka' buat kamu..."


Monyooooonnnggg.. Sesalku karena melewatkan tontonan enak gratis.


"Kamu boleh liat Bay, posisi aku masih ngangkang lho ini.. tenang aj, kamu lulus uji.."

Sebelum kuturunkan arah mataku, kusempatkan melirik ke kursi penumpang. Aku penasaran dengan benda yang dilempar Lita barusan.

Celana dalam model G-String.. artinya sekarang dia gak pakai apa apa lagi.

Aku langsung menurunkan mataku ke bawah. Vagina merah yang sudah sangat basah itu tampak berkedut kedut sedikit, seperti sedang menghabiskan sisa orgasme hebatnya barusan.

"Cantik..." kataku memberi komentar untuk bentuk vaginanya.

"Hihihi.. makasiiihhh...Bayu mau pegang? Atau mau gantian ngocok kontol Bayu di depan aku??" Kata lita sambil mengusap kembali bibir vaginanya dengan gerakan pelan.



"HAHHH??!!"





Yassallaaammm...
Uhuk..uhuk..
 
Sudah kuduga 'test' dari Bu Lita kayak begitu, sialan. Nasib membawa Ibey kepada 2 wanita dengan nama dan kebinalan yang serupa, Fitri. Mau seberapa keras usaha Ibey buat ngejauhin 'lubang dosa' dari Pitcung di Jakarta, tapi nyatanya malah ketemu 'Fitri' yang lain di Karawang wkwkwk
 
Sungguh amat sangat terpesona membaca cerita ini.. Dari awal baca sampai terakhir, dapet banget feel nya.
Ditunggu kelanjutannya hu.
 
Terima kasih buat suhu suhu semua.. :ampun::ampun::ampun:

Update On The Way.. :beer:

Minta maaf kalo bagian yang mau diupdate ini rada panjang. Moga moga berkenan :ampun:
 
A.K.A.R
Bagian Dua Belas​



Perubahan signifikan mulai terlihat jelas kepada diriku dibulan ke lima aku bekerja disini. Tepatnya, setelah kejadian aku mengantar Lita ke customer di daerah Karawang. Jabatanku bergeser, dari yang tadinya OB plus supir antar barang, kini menjadi supir kantor khusus untuk Ibu Lita. Gajikupun melonjak drastis, sebelumnya aku sempat menemui Lita, atau yang kalau dikantor kupanggil Ibu Lita untuk menolak gaji yang menurutku tak masuk akal itu. Namun jawaban Lita benar benar membuatku mati kutu.

"Lho, emangnya aku yang ngatur gaji kamu?" Kata Lita waktu itu

Akhirnya, hanya bersyukur yang bisa kulakukan atas semua rejeki yang kuterima saat ini.

Sekarang adalah hari sabtu, dan kini aku memutuskan untuk pindah ke kontrakan yang lebih layak untuk aku dan keluargaku. Aku mencari kontrakan 1 rumah yang letaknya tak terlalu jauh dari kontrakan lamaku. Akupun akhirnya bisa membelikan HP android untuk Sari dan tentu untuk diriku sendiri. Sari senang bukan main, dia tak henti hentinya mengucap syukur atas perubahan ekonomi kami yang semakin membaik.

"Alhamdulillah ya Yah.. bener bener ga nyangka kita bisa bangkit kaya gini. Mudah mudahan aja nanti beneran bisa beli rumah. Aamiin" kata Sari.

"Aamiin.." kataku menimpali.

Setelah acara pindah pindah selesai, aku dan Sari memutuskan main ke rumah Fauzi keesokan harinya di hari minggu. Tak pantas rasanya jika kami tak membagi sedikit rejeki kami untuknya. Meskipun dulu sudah pernah kami beri 'jajan', tapi tetap aku dan Sari memutuskan memberi 'jajan' sekali lagi karena berkat bantuan dialah aku dan Sari bisa seperti saat ini sekarang.

Fauzi sedang 'leyeh leyeh' di teras rumahnya ketika kami tiba.

"Assalamualaikum.." salam kami berdua.

"Kumsalam.. eh, keluarga cemara, masuk masuk.." kata Fauzi bercanda menyambut kami. Kamipun masuk ke dalam rumahnya dan terlibat obrolan santai.

Sampai pada akhirnya Fauzi membuat suasana menjadi sedikit tak enak.

"Bay, katanya lu jadi supri nya Lita ya?" Tanya Fauzi kepadaku.

"Supri..?" Sari mendelik bingung kearahku.

"Supri... supir pribadi" jawabku menjawab delikan Sari.

Sari hanya membuka sedikit mulutnya membentuk huruf O sebelum akhirnya kujawab pertanyaan Fauzi tadi.

"Iya Zi.. udah hampir 2 bulan"

"Waahh.. termasuk kuat lu nyupirin dia, padahal ga pernah ada yang kuat nafsunya kalo nyupirin dia. Telanjang mulu, gimana mau kuat imron?" Kata Fauzi seraya terbahak.

"Telanjang..?" Sari kembali mendelik ke arahku seolah minta penjelasan.

"Telanjang neng, nih gw ada videonya kiriman dari mantan supirnya dia yang dipecat gara gara dia gak kuat nahan ngaceng terus akhirnya grepe grepe si Lita. Ini video ngambilnya diem diem, waktu Lita lagi coli di korsi belakang." Timpal Fauzi semakin membuat suasana gak enak untukku.

Aku benar benar risih mendengar omongan Fauzi, sekalipun dia masih saudara Sari, setidaknya dia harus bisa jaga ucapan terutama di depanku yang notabene suami dari Sari. Lalu Fauzi menunjukkan video tentang Lita kepada Sari. Aku hendak melarang namun Sari sedikit melotot ke arahku. Entah hal itu dilihat oleh Fauzi atau tidak.

Sari menonton video itu dengan mimik jijik, aku mencoba untuk tenang. Bukan karena aku takut ketahuan bahwa Lita sebenarnya adalah wanita pengidap eksibisionis akut, yang aku khawatirkan Sari akan mengira aku dan Lita sudah pernah 'main' yang mana itu belum pernah terjadi. Kejadian sebenarnya yang sering kualami dengan Lita adalah....


______________¤¤____________


Seminggu yang lalu..

"Bay, liat deh.. menurut kamu bagusan ada rambutnya atau ngga?" Tanya Lita kepadaku sambil menunjukkan vaginanya yang mulus tanpa bulu diruangan pak Suhadi.

"Busset, kamu manggil aku kesini cuma buat nanya itu doang ke aku?" Jelas saja aku jengkel, lagi enak enak ngopi dibawah malah dipanggil untuk urusan perbuluan?

"Iya... hihihi.. gimana?" Katanya sedikit genit.

"Au ah Lit.." aku balik badan hendak pergi keluar. Dongkol..

"Hhh.. Bay, coba sini sebentar. Serius." Kutengok kebelakang, posisinya sudah duduk rapi dan kembali sopan kini. Dengan menatap mataku, dia memintaku duduk. Akupun kembali berjalan ke depan mejanya namun tetap berdiri.

"Kamu ud tau kan kalo aku bener bener nyaman dan aman buat 'terbuka' sama kamu, aku gak perlu merasa takut untuk dilecehkan sama kamu ketika rasa ingin memamerkan semua tubuhku ini kumat. Aku tau penyakit eksib ini benar benar berbahaya bagiku, bisa jadi ada laki laki yang nekat memperkosaku seperti para sopir yang pernah kupecat dulu." Lita diam sejenak.

Memang pada akhirnya Lita bercerita kepadaku alasan kenapa supir supir terdahulu sebelum aku dipecat semua, karena mereka rata rata tak tahan akan desahan Lita dan akhirnya mencoba mengintip, melihat, bahkan sampai ada yang mencoba bicara vulgar kepada Lita. Kasus terparah ketika beberapa supir itu mencoba untuk menjamah dirinya. Anehnya, Lita tak terima ketika kusalahkan karena dirinyalah mereka menjadi seperti itu. Lita beralasan bahwa tak sepantasnya driver melakukan pelecehan terhadap atasannya. Urusan pribadi yang ada di kursi belakang itu tak sepatutnya menjadi urusan sang driver. Kira kira begitu alasan Lita waktu itu.

"Cuma sama kamu aku bebas eksib. Penyakit eksib n gampang horny ini bisa sembuh kalo aku ada di dekat kamu. Kamu bener bener ngejaga tangan kamu supaya gak menjamah tubuhku Bay. Sebab itulah aku gak masalah kalo kamu ngeliat tubuhku bahkan dalam keadaan telanjang sekalipun. Aku ngerti kamu menjaga posisi kamu di kantor dan status kamu sebagai suami dan Ayah buat keluarga kamu. Percaya sama aku Bay, akupun memghormati itu." Kata Lita menjelaskan.

Aku menghela nafas dan menjawab,

"Masalahnya bukan cuma itu Lit, aku ini laki laki normal. Anggeplah sekarang aku bisa tahan ngeliat kamu telanjang, maenin itunya kamu atau seneng seneng pake dildo atau apalah namanya itu di depan mataku. Emang sih, kamu juga gak larang buat aku ngocok di depan kamu, bahkan kamu siap nampung peju aku di muka kamu. Tapi kamu berani jamin aku sanggup berapa lama? Gimana kalo aku bener bener jadi gelap mata n merkosa kamu? " Ku keluarkan uneg unegku pada Lita sekalian, Lita malah senyum dan berkata,

"Gapapah asal yang merkosanya itu kamu.."

"Prett.." kataku dongkol.

"Hihihi.. lucu ih kalo lagi ngambek gitu, jadi horny nih. Baay.. temenin bentaran yaa.." Katanya manja seraya kembali menunjukkan vagina mulusnya dan menggesek geseknya dengan jari. Posisi Lita masih sedikit terhalang meja kerja.

Dan sialnya, aku seperti terhipnotis demi menonton acara masturbasi secara live ini di hadapanku. Lita bangkit dari duduknya dan pindah ke hadapan kursi yang sedang kududuki. Karena kursi ini mempunyai roda kecil dikakinya, dengan mudah Lita mendorongnya sedikit dan duduk di tepi meja kerja.

"Pintu belum dikunci noh.." kataku mengingatkan.

"Biarin, toh gak ada yang berani masuk sembarangan" jawabnya cuek.

Dengan gerakan pelan, Lita mengangkat rok pendek yang dikenakannya. Seperti yang sudah kuduga, Lita tak memakai celana dalam lagi dibalik rok nya. Kebiasaan tak memakai CD ini mulai dilakukan Lita setelah aku mengantarnya ke Karawang beberapa minggu lalu. Biar cepet katanya.

Tingkah Lita semakin menjadi saja, setelah duduk di tepi meja tepat dihadapanku yang duduk dikursi, Lita menumpukkan telapak kaki kanannya di tepi kursi, itu artinya tepat di depan selangkanganku. Sementara kaki kirinya dilebarkan sedikit sehingga tampaklah vagina merah muda dan berkilat karena sudah basah itu didepan wajahku. Aku yang sudah mulai terbiasa dengan kelakuan Lita inipun sudah mulai bisa 'beradaptasi'. Dengan santai kubuka kancing dan resleting celanaku. Ku keluarkan penisku yang sudah mulai setengah tegang.

"Ihh. Kok belom full sih Bay? Kurang hot ya memek aku?" Tanya Lita melihat penisku belum lagi full tegangnya. Aku diam saja tak menanggapi, malahan kini kedua tanganku kujadikan sandaran dikepalaku, cuek aj fikirku.

"Kayaknya permainan kita ud butuh di upgrade nih Bay.." kata Lita kepadaku. Aku tak mengerti apa maksud dari perkataannya itu.

Kemudian Lita memasukan dua jarinya kedalam lubang vaginanya dan mendesah pelan.

"Ahh.. sshhh..."

Setelah itu, Lita beranjak turun dari meja dan berlutut di hadapanku. Dua jarinya yang sudah berlumuran lendir nikmat itu di elus eluskan di kepala penisku, melumuri kepala penisku dengan lendir yang dia ambil tadi dari vaginanya barusan. Ini pertama kalinya Lita menyentuh penisku, meskipun kami sering 'pamer pameran' kelamin dan sering masturbasi bersama , tapi aku tak pernah menyentuh kelamin Lita, begitupun sebaliknya Lita tak pernah menyentuh kelaminku dengan tangannya, kenyataan bahwa aku pernah menyemburkan spermaku di wajahnyapun murni hasil kocokan tanganku dan tanpa bantuan tangannya.

Mungkin ini yang dimaksud Lita tadi bahwa permainan kami harus di upgrade.

Setelah melumuri kepala penisku dengan lendir kenikmatan, Lita menjepit penisku dengan jari telunjuk dan jari tengah. Seolah olah penisku itu akan di'gunting' olehnya. Dengan tetap menjepit, Lita mulai menggerakan jarinya naik dan turun dari kepala sampai pangkal penisku. Aku menggelinjang keenakan. Hampir saja aku mendesah kalau tak ingat ini masih di kantor dan masih di ruangan pak Suhadi. Penisku kini tegang sempurna berlumuran lendir vagina Lita. Lita menatap ke arah mataku seraya tersenyum dan berkata,

"Diem ya, jangan berisik.."

Aku memiringkan kepalaku dan hendak menanyakan maksud dari katanya barusan. Sial, belum sempat kutanya tiba tiba Lita mengecap kepala penisku dengan bibirnya. Karena rasa ngilu yang datang tiba tiba, reflek aku mengangkat pinggulku yang menyebabkan seluruh batang penisku masuk kedalam mulutnya, mungkin karena kaget Lita jadi tersedak dan segera mengeluarkan penisku dari mulutnya.

"Uhuk uhuk uhuk... ih Bayu babon, keselek nih akunya. Gak sabaran amat sih.." katanya sedikit ngambek namun tetap cantik itu.

"Sukur, suruh siapa maen kenyot gak ngomong ngomong.." jawabku songong kepada wanita yang sebenarnya atasanku ini.

Mendengar jawaban asalku, Lita membalas dengan menggenggam keras penisku dan melotot kepadaku. Aku sedikit kelojotan juga dibuatnya dan hanya bisa mesem bego dihadapan Lita.

"Dengerin nih... Bayu, diem yah.. jangan be-ri-sik. Aku mau maenin kontol kamu.. puas??" Kata Lita.

"Ho'oh" jawabku tak sabar.

Sedikit menggodaku Lita membuka bibirnya lebar lebar dan berhenti tepat di ujung penisku, namun kini Lita cukup cerdik dalam mengantisipasi pinggulku agar tak naik lagi. Lita menahan pangkal pahaku dengan kedua tangannya sehingga aku hanya bisa melihat pasrah kelakuan kunti seksi ini dibawahku. Lalu tetap dengan bibir yang terbuka lebar, Lita mengeluarkan lidahnya dan menyapu pelan lubang kencing dan area sekitar kepala penisku. Gila, aku sampai mengeluh karena nikmat yang timbul dari sapuan lidah Lita.

"Uuhh..."

Lita tersenyum dan bertanya, "Enak Bay..? Padahal baru gitu aja lho.."

Aku diam saja, meskipun aku ingin bibir seksi itu melahap seluruh batang penisku, tapi aku tak ingin meminta langsung kepadanya, kubiarkan Lita bermain main kecil dengan penisku dahulu karena aku yakin tak lama lagi penisku akan dihisapnya juga. Lita kembali menyapu kepala penis dan malahan kini mulai keseluruh batang, satu yang membuat kepalaku sampai menegadah ke belakang, ketika dia menyapu bagian bawah batangku lalu menyusur naik sampai bagian bawah kepala penisku dan berhenti tepat di lubang penisku. Ugh... sampai merinding aku.

Hal itu dia lakukan tiga kali berturut turut sampai akhirnya setengah penisku hilang masuk kedalam mulutnya dan sukses membuatku mendesah pelan.

"Ahhhh... ugh.."

Dengan rakus Lita melahap, mencecap dan menghisap penisku selama kurang lebih 15 menit. Sampai akhirnya penisku mulai berkedut satu kali, sepertinya hal itu disadari Lita dan Lita mencecap kepala penisku dengan hisapan yang kuat dan mengocok batangnya dengan cepat. Tak butuh waktu lama, akhirnya semburan semburan kenikmatan itu keluar sampai lima kali semburan. Tak satu semburan pun dilewatkan oleh Lita dalam mulutnya, setelah habis barulah Lita mengeluarkan lidahnya dan memamerkan sperma kental itu sebelum diteguknya dengan sekali tegukan.

"Bae bae bunting.." candaku.

"Biarin.." katanya.

"Sarap.." timpalku.

"Boddo.." timpalnya lagi

"Gantian gak?" Tanyaku serius.

"Ya iyalaaaahhh.. gila aja lo mau enak sendirian." Kata Lita sambil beranjak berdiri. Akupun merapihkan kembali celanaku dan bersiap untuk memberikan service oral untuknya.

"Nope,, gak disini. Kalo disini bisa kedengeran sampe luar n nanti yang ada orang orang curiga karna kamu kelamaan disini. Kita keluar.." kata Lita sambil merapihkan dirinya dan mengajakku untuk segera meninggalkan tempat ini.

Dan kamipun keluar untuk memuaskan dahaga nafsu Lita



______________¤¤______________


Senin...


Sepanjang pernikahanku dengan Sari, tak pernah aku bertengkar hebat dengan istriku itu. Namun akhirnya aku harus merasakan bagaimana rasanya pertengkaran dalam rumah tangga dalam skala sengit. Aku bahkan sampai mengancam akan berhenti kerja biar Sari puas dan percaya kepadaku bahwa aku belum pernah sekalipun berhubungan badan dengan atasanku Lita. Dan ancamanku lumayan berhasil membuat dia diam, Sari memilih untuk diam seribu bahasa setelah pertengkaran semalam denganku. Akupun tak ingin ribet dan memilih untuk membiarkan Sari untuk sementara waktu.

Pagi tadi di kantor, Agus sepertinya mengerti akan kondisi hatiku yang sedang tak enak. Sedikitpun aku tak diajaknya bercanda atau bahkan sekedar bicara. Aku menghargai sikap Agus kepadaku dan berjanji dalam hati akan membelikannya kopi plus rokok jenis kretek kepadanya jika suasana hatiku membaik. Pun begitu juga dengan Lita, sepertinya dia mengerti akan keadaan hatiku dan lebih memilih diam bahkan menyibukkan diri dengan pekerjaan selama didalam mobil tanpa sedikitpun sifat cabulnya yang keluar.

Hari ini aku mengantar Lita ke kantor pusat di Jakarta, setelah Lita turun dia berpesan kepadaku agar aku tak perlu menunggu di kantor pusat dan minta dijemput nanti sekitar jam 8 malam. Aku dibolehkan pergi kemana saja aku mau, bahkan Lita memberiku 'uang makan' yang cukup lumayan untukku. Aku yang memang sedang tak enak hati langsung tak fikir panjang, kuambil uang itu dan hanya satu tempat yang akan kutuju saat ini.

Apartemen Fitri di Kebon Jeruk.

Sepanjang perjalananku menuju apartemen Fitri, aku teringat kembali bagaimana sengitnya pertengkaranku dengan Sari. Hatiku kesal, bagaimana mungkin aku yang sudah berusaha mati matian demi memperbaiki ekonomi keluarga malah dituduh tidur dengan wanita lain yang merupakan atasanku? Kuakui aku pernah tidur dengan Fitri, tapi itukan beda soal.

'Bangke..' maki ku dalam hati.

Kucoba mengirim pesan pada Tyo sahabatku melalui aplikasi perpesanan yang pernah dia rekomendasikan dulu kepadaku. Tak butuh waktu lama, Tyo langsung menelponku.

"Wedddeeeeehhhh... mantaaapp.. ud punya HP canggih nih sekarang??" Cerosos Tyo begitu kuangkat telponnya.

"Lagi dimana lu nyet?" Tak kugubris perkataan dia dan langsung menanyakan keberadaan dirinya.

"Yelah, baru juga ngobrol lagi. Udah nge gas aj lu Bey, kaya debt collector lu."

"Gw di Jakarta nih, OTW ke Kebon Jeruk." Aku yakin Tyo pasti paham kemana arah tujuanku kini.

Lama kutunggu jawaban dari Tyo..

"Nyet..." panggilku jengkel.

"Eh.. iya iya... wadduh.. ngapa kaga ngabarin dari kemaren lu buluk. Kemaren Fitri ngasih tau gw kalo dia lagi liburan ke Lombok bareng lakinya." Jelas Tyo memberitahuku.

"Deuhh... gagal dah.." kataku.

"Makanya ngabarin dulu bosss.." ledek Tyo seperti tahu kekesalanku.

"Yaudah kita aja nyok ketemuan.." akhirnya aku mengajak Tyo untuk ketemuan. Daripada BT fikirku.

"Hehehehe... sorry bro, bukan gw gak cinta ama elu, gw juga lagi di Bandung nih ama cewe gw.." Jelas Tyo kepadaku.

"Settan lu pada..." timpalku jengkel. Mau kemana lagi aku harus pergi? Ke rumah nyokap? Ah pasti yang ada nyokap malah curiga karena melihat raut muka ku yang sedang tak enak.

"Lu sendirian apa ama bini lu Bey?" Tanya Tyo.

"Sendiri, gw abis nganter bos gw ke kantor pusat tadi di Kuningan. Jadi supir pribadi sekarang gw Yo"

"Anjaaayy.. ud kerja enak diaa.. pantesan punya HP canggih lu.. mantap mantap.." Jujur aku tak mengerti apakah ini pujian atau justru ledekan untukku. Supir pribadi dibilang kerjaan enak??

"Tai lah.. yaudahlah gw muter ke Depok aj kalo gitu. Mending ketemuan ama Trisna dah" jawabku pada Tyo.

"Oke deh, hati hati Bey.. eiya, nomor lu gw masukin ke GAS ya.. Grup Alumni Sekolahan. Banyak anak anak disono." Kata Tyo.

"Terserah.." jawabku asal sambil menutup telepon, aku masih jengkel karena tak satupun rencanaku untuk bertemu sahabat lamaku ini yang terwujud. Akhirnya kuarahkan mobil ke Depok, ke rumah Trisna sepupuku.


Sekilas teringat kembali sebersit cerita lama tentang Trisna.


_______________¤¤______________



3.5 tahun yang lalu..


"Ibaaasss... lu ud pulaang kerja belom? Bantuin gw beres beres rumah doong.." Kujauhkan HP ku dari telinga ketika mendengar suara cempreng Trisna.

"Laki lu kemana mpookk? Gw lagi di Angke neehh.." jawabku kepadanya. Motor Bebekku mengalami ban bocor ketika tadi baru saja keluar dari gerbang kantor. Alhasil, kupaksakan motorku untuk mencari tambal ban terdekat yang ternyata cukup jauh. Sial.. kataku.

"Ngapain lu di Angke? Nyari Jablay ya lu? Heehh makanya kawinin buru buru si Fitri biar keurus tuh burung." Trisna nyerocos gak karuan sambil tertawa.

"Jablay biji mata lu soak.. ban motor gw bocor neeeh.. lagian emangnya kaga liat jam apa lu? Jablay apaan keluar jam empat sore? Jablay sachetan??" Kataku jengkel yang disambut oleh tawa Trisna yang cukup membuat telingaku berdenging.

"Kirain.. yaudah nanti lu ke rumah ya.. bantu bantu ngepakin barang niih.. Mas Supri kebagian shift sore. Baru aj dia berangkat noh. Kata dia minta bantuin ama elu aj Bas. Gw upahin daahh.." kata Trisna merayu.

Memang sepupu centilku itu akan pindah ke daerah Depok mengikuti penempatan tugas dari Mas Supri suaminya yang bekerja sebagai security di suatu Bank Swasta.

"Hallah preett.. paling cuma cium pipi doang upahnya.. oggah ah.." Ku lempar pancingan mesum untuk Trisna.

"Lah.. terus lu maunya gw upahin apaa Babaass?" Tantang Trisna kepadaku. Trisna memang beda dari kebanyakan saudara sepupuku. Jika yang lain memanggilku Bayu, maka beda hal nya dengan Trisna. Dia memanggilku dengan sebutan Ibas, Babas atau Babay. Suka suka gw dong katanya waktu kuprotes soal nama.

"Hhmmmm... apa yaa?" Aku pura pura mikir.

"Cium bibir? Kan waktu itu udah.. elu mah suka ngilangin rejeki luuu.. ga baee tauu.." Kata Trisna mengingatkanku tentang ciuman asal nempel di bibirku karena kubelikan dia Pizza satu loyang ukuran medium.

"Apaan.. nempel juga kaga tuh bibir, mana bisa dibilang ciuman bibir? Ngaco lu Na.." kataku berkelit.

"Deeuuhh.. yaudah yang penting lu dateng dulu dah kesini. Masalah gampang itu mah." Katanya.

"Siap bos... tapi lu telpon nyokap gw ya, elu aja yang ngasih tau kalo gw ke Slipi, ke rumah lu. Bilang mau bantuin beres beres buat pindahan besok. Gw takutnya nyokap ngomel kalo gw gak pulang. Apalagi malem sabtu kan nih, pas banget gw libur besok, yang ada dikira ngayab kemana mana gw." Pintaku pada Trisna, sengaja kusuruh Trisna yang menelpon, karena kalau aku yang mengabari mama, mama pasti tak percaya begitu saja dengan alasanku.

"Payah lu, anak emak dasar. Sendok ilang satu biji aja dicariin tuh ama emak lu, apalagi elu yang ilang.." sungut Trisna, aku hanya terkekeh mendengar ocehannya.

Setelah urusan tambal menambal selesai, aku langsung tancap gas ke daerah Slipi. Ke kontrakan Trisna sekarang. Sebenarnya kontrakan ini adalah sebuah rumah yang disewakan per tahun oleh pemiliknya. Dan ini adalah tahun ketiga buat Trisna sebelum akhirnya memutuskan untuk pindah ke Depok.

"Kuuummm.." kataku nyelonong masuk ke rumah Trisna. Aku sudah terbiasa bolak balik ke rumah sepupuku Trisna, karena hanya dialah satu satunya sepupu yang paling dekat denganku diantara saudara sepupuku yang lain. Saking dekatnya, seperti tak ada batas saudara antara dia dan aku, Trisna sering curhat tentang suaminya yang kadang cuek, masa bodo dan terlalu gila kerja. Hal itu berimbas pada kurangnya jatah ranjang yang menjadi hak Trisna sebagai istrinya. Aku sering merasa kasihan pada sepupuku ini, bukan karena sifat Mas Supri yang cuek kepadanya, tapi karena kesetiannya pada mas Supri sampai sampai rela kekurangan jatah ranjang itulah yang membuatku kasihan kepadanya. Pernah kutanya Trisna bagaimana seandainya dia sedang 'pengen' tapi sang suami sedang tidak mood untuk melayaninya.

"Ya paling gesek gesek sendiri sampe keluar.." kata dia polos waktu itu yang sukses membuatku tertawa terbahak bahak.

Aku tak menampik, memang ada sedikit hasratku kepada Trisna dari dulu. Meskipun parasnya tak terlalu cantik, tapi Trisna memiliki wajah yang sedap dipandang. Kulitnya berwarna kuning langsat dengan berat tubuh sekitar 50an dan ukuran payudara yang tak terlalu besar namun tak juga terlalu kecil memang cukup menggoda. Tapi aku sadar bahwa kami ini saudara sepupu, lagipula aku sudah ada Pitcung yang siap melayaniku menguras kantong zakar kapanpun dan dimanapun. Mengenai hubungan antara aku dengan Pitcung pun Trisna tahu meskipun tak terlalu dalam. Dia hanya tahu bahwa kami amat sangat dekat sebagai sahabat dan bukan sebagai kekasih. Yaa walaupun aku juga paham kalau sebenarnya Trisna pun tahu atau minimal sudah curiga soal apa saja yang pernah kulakukan dengan Pitcung.

"Kumsalam.." Trisna menjawab setengah teriak dari dalam. Aku masuk ke ruang tengah dan melihat dia sedang menidurkan anaknya Bunga yang berusia 1 tahun.

"Jangan berisik ngapa, baru juga merem anak gw.." kata Trisna begitu melihatku.

"Lah.. dia yang tereak gw yang disalahin.." kataku tak terima sambil membuka lemari es dan mengambil air dingin. Segar rasanya setelah liak liuk memecah kemacetan di jalan tadi.

Sambil menunggu Trisna menidurkan anaknya, aku pergi ke ruang depan untuk melihat barang apa saja yang perlu dibereskan. Sudah setengah isi rumah ini disiapkan diruang depan agar mudah untuk diangkut besok pagi. Hanya barang barang kecil saja yang tinggal dimasukkan kedalam kardus dan diikat agar tak berantakan.

Sedikit sedikit aku mulai membereskan barang barang Trisna, mulai dari pajangan pajangan meja, foto foto sampai tembikar tembikar kerajinan dari keramik.

Sedang asyik asyiknya aku memasukkan barang, Trisna datang menghampiriku dan mulai membantu. Kami mengobrol seputar kegiatan kami masing masing sampai tak terasa pekerjaan beres beres inipun selesai sudah. Kulihat arlojiku, jam 18:30 petang.

"Udah nginep aja. Sekalian bantuin pindahan besok pagi, tenang aj gw udah nelpon mami kok." Kata Trisna yang kemudian diiyakan olehku. Daripada bolak balik fikirku.

"Tapi gw gak bawa baju salin Na," kataku jujur sambil mengendus endus seragam kerjaku yang sudah sedikit mengeluarkan aroma asem.

"Tapi kalo sempak bawa kaga lu?" Entah apa yang difikirkan Trisna sampai bisa mengeluarkan pertanyaan konyol seperti itu.

"Buset nenenenek kalo nanya.. masa gw kerja bawa bawa sempak? Apa kata satpam waktu pemeriksaan tas pas keluar gedung? Yang kaga kaga aj luh.." kataku sedikit nyolot.

"Dih... biasa aj kaleee..." kata Trisna menoyor kepalaku sambil tertawa.

"Bentar, gw cariin baju salin dulu dikamar.." Kemudian Trisna berdiri hendak menuju kamar.

Aku yang gereget akan sifat oon nya Trisna langsung menepak pantat bulat nan kenyal miliknya.

"Aduh.. iseng banget sih lu.." omel Trisna. Aku cuek saja dan ikut beranjak menuju kamar mandi, toh sudah biasa juga aku menepak pantatnya.

Kamar mandi dirumah ini lumayan luas untuk jenis ukuran rumah kontrakan. Bak mandi berukuran 2x1 meter yang penuh dengan air terlihat segar untuk membasuh badan setelah lelah beraktifitas seharian full. Kusiram badanku dengan air dingin beberapa kali dan kusabuni seluruh tubuh telanjangku dengan sabun cair milik Trisna, kulihat ada botol shampoo ditempat sabun, sekalian saja keramas biar segernya maksimal fikirku.

Sedang asyik asyiknya keramas tiba tiba pintu kamar mandi terbuka dan kulihat Trisna berdiri disitu sambil membawa handuk dan pakaian. Aku kaget bukan kepalang, kulihat Trisna melotot melihatku telanjang dan sempat melirik kearah penisku yang tentu saja dalam kondisi mengkeret karena efek tersiram air dingin.

"Bussseettt... ketok dulu ngapa..!!" Kataku setengah teriak.

"Elu yang Pea, kalo mandi tuh dikonci pintunya." Balas Trisna tak mau kalah.

"Ya elu ngapa maen buka buka aja? Udah tau gw lagi mandi.." kataku tambah seru.

"Gw kan mo nganterin anduk.." katanya.

"Nih.. nyesel gw udah nganterin.." lanjut Trisna nyolot, kulihat kembali dia melirik penisku sebelum balik badan dan menutup pintu dengan sedikit keras yang mengakibatkan celana dalam dan celana panjang yang kugantung dibalik pintu jatuh ke lantai dan menjadi basah.

"Trisnaaaaa...!!! Sempak gw jatoh nih.. yaelah, basah kan jadinya. Pea lu mah nutup pintu kenceng kenceng.." kataku jengkel setengah teriak.

Dan kudengar Trisna hanya tertawa sambil balas teriak

"Sokooorrr..."

Selesai mandi, aku memakai kaos oblong milik Trisna, ukuran tubuhku dan tubuh Trisna tak berbeda jauh sehingga kaos dialah yang aku pakai dan bukan kaos Mas Pri suaminya. Badan Mas Pri terlalu besar sesuai dengan pekerjaannya sebagai security dibandingkan dengan badanku. Untungnya model kaos ini tak terlalu feminim, jadi masih oke kalau dipakai olehku. Hanya saja yang membuat hatiku masih sedikit dongkol adalah persoalan celana. Karena ulah Trisna tadi, aku jadi bingung harus memakai bawahan apa. Sialnya lagi, kata Trisna semua celana pendek milik dia sudah dimasukkan ke kardus diurutan terbawah dan sudah dilakban pula. Trisna menolak pakai melotot ketika hendak ku bongkar kardus itu.

"Ya terus gw pake apa Na? Masa cuma handukan gini.. ogah ah." Kataku kebingungan.

"Lagian siapa yang nyuruh lu make handuk, handuk gw tuh, mau gw pake buat mandi.."

"Terus gw pake celana apa niih?" Tanyaku sambil garuk garuk kepala.

"Celana lu manaaa?" Tanya Trisna yang membuatku makin dongkol.

"Kan tadi jatoh dikamar mandi Naaa.. ya ampuuuuunnn.."

"Loh, lu tadi bilangnya sempak lu doang yang jatoh.."

Ampun dah si Trisna.

"Sepaket jatohnya peyaaaanng.. sepaket ama celana celananya juga ikut jatoh.." aku mencubit gemas kedua pipinya.

"Oohh.. ngomong dong.." katanya 'oon.

"Auu amat ah.. jadinya gimana nih.." kataku balik bertanya.

"Bentar, gw liat dilemari. Kayanya ada celana legging pendek punya gue deh."

Selang beberapa saat kemudian Trisna membawa celana legging pendeknya dan menyuruhku memakainya.

"Gak pake sempak dong gw nih.." kataku culun.

"Je'ilah, titit kecil aj segala dipakein sempak.." katanya sambil senyum senyum sendiri. Aku melengos kearahnya tak terima.

"Sembarangan aj lu kalo ngomong.."

"Emang kecil kok, kan tadi gw udah liat.. segini nih kan?" Kata Trisna sembari menunjukkan jari kelingkingnya kepadaku.

"Ngehe lu, tadi kan gegara kena aer dingin aj makanya mengkeret gitu. Ntar coba lu liat lagi, pengen lu.." kataku untung untungan.

"Halah.. mendingan maen ama timun dah.." katanya sambil tertawa.

Trisna kembali menyuruhku memakai celana leggingnya karena handuk yang kugunakan sekarang mau dipakai mandi olehnya. Sedikit iseng, kukatakan padanya..

"Yaudah lu mandi dulu sana, tar gw anterin ke kamar mandi. Asal jangan di konci aj pintunya." Kataku makin berharap untung untungan.

"Niihhh..!!!" jawab Trisna galak sambil mengepalkan tangan di hadapan wajahku.

Aku cuma tertawa dan pergi ke kamar mandi untuk memakai celana legging pendek itu. Begitu kupakai, aku menjadi geli sendiri melihat bawahanku dibalut leggingnya Trisna. Celana ketat yang panjangnya hanya setengah paha itu terlihat lucu dimataku. Ditambah, berhubung aku tak memakai CD lagi, tonjolan penisku amat terlihat jelas sekali. Apalagi kalau kuingat kejadian tadi dimana Trisna tak sengaja melihat penisku membuat batang kemaluanku itu menjadi sedikit tegang. Dan tonjolannya pun semakin kentara.

Ketika kuserahkan handuk kepada Trisna di belakang, Trisna tertawa terbahak bahak melihat penampilan lucuku. Aku pasrah tak berdaya, mau gimana lagi.. daripada telanjang.

Beberapa kali kupergoki Trisna melirik ke arah penisku. Aku pura pura cuek, dan kubiarkan rasa hangat mengalir ke batang penisku yang membuat penisku menegang sedikit demi sedikit. Akupun menyuruh Trisna untuk mandi.

Menjelang malam, tak ada kejadian yang berarti antara kami berdua sampai pada saat Trisna cerita bahwa sudah 1 minggu ini dia sedang belajar pijat melalui video yang dia unduh melalui internet. Tujuan Trisna belajar pijat untuk menyenangkan Mas Pri suaminya ketika sedang pegal pegal.

"Udah lu praktekin belom?" Tanyaku pada Trisna.

"Belom sih, Mas Pri nya balik malem terus kan dari kemaren, jadi gak ada bahan praktek lah."

"Yaudeh praktekin aja ke gw.. mumpung badan gw lagi pegel pegel nih.." tawarku pada Trisna, lumayan pijat gratis kataku dalam hati.

"Hmmmm... ayo, tapi kalo gak enak jangan protes ya, namanya juga belajar praktek."

"Iyaa kalem." Kataku mengiyakan.

"Terus pertama tama gimana nih?" Tanyaku lanjut.

"Buka baju laahh.. terus tengkurep. Eh, jangan disini Bas, di ruang tengah aj yok, ada matras disitu mah." Katanya sambil beranjak bangun dan masuk ke dalam.

Aku mengikuti sambil menanyakan apa Bunga anaknya sudah tidur atau belum, Trisna menjawab sudah daritadi.

Diruang tengah, kubuka kaosku dan aku tengkurap di matras yang sudah digelar dahulu oleh Trisna. Kemudian Trisna mengambil baby oil milik bunga dan melumurinya ke seluruh punggungku.

"Kalo kekencengan ngomong ya.." kata Trisna, aku bingung dan bertanya,

"Apanya yang kekencengan?"

"Iniii.. pijetannya, kalo kekencengan kasih tau biar gw kendorin sedikit tekenannya." Jawab Trisna menjelaskan.

"Oohh.. oke." Akupun melipat kedua tanganku dan kujadikan bantal untuk wajahku.

Trisna memulai pijatannya dengan lembut, diawali dari pinggang dan berakhir di pundak. Lumayan juga fikirku. Sekitar 10 menit dia memijat punggung dan bahuku kemudian dia beringsut mundur ke area betis. Diurutnya bagian betis, kiri dan kanan bergantian selama kurang lebih 10 menit. Selesai di betis Trisna naik ke paha.

"Bas, ujung celananya yang dipaha naekin dulu. Gw gak bisa ngurutnya kalo kehalang celana."

"Yaudah gulung aja. Kan elu yang paham sampe mana ngurut pahanya." Jawabku tanpa berfikir aneh.

Trisna kemudian menggulung legging pendek miliknya yang sedang kupakai itu sampai batas pangkal paha. Kemudian dengan baby oil Trisna melumuri pahaku. Dan mulai mengurut dari sendi lutut naik ke pangkal paha. Pijatan Trisna lumayan enak, bahkan tanpa kusadari penisku tegang karena efek aliran darah yang mulai lancar kembali. Kuresapi pijatan Trisna dan aku sempat tersentak kecil ketika salah satu jarinya menyentuh buah pelirku.

"Sorry, gak sengaja.." kata Trisna.

"Sengaja juga gapapa.." jawabku asal. Trisna diam tak menjawab.

Sekitar 10 menit, Trisna memintaku balik badan.

"Yang belakang udah Bas, sekarang yang depan." Ucap Trisna minta aku berbalik badan.

Aku jadi kebingungan sendiri. Bagaimana tidak, penisku sedang tegang. Kalau kubalik tubuhku, Trisna pasti melihat jelas bahwa aku sedang 'konak'. Apalagi aku tak memakai apa apa lagi dibalik celana legging ini.

"Ihh.. balik badan Babas.. mau dipijet gak sih.." kata Trisna sedikit memaksa.

Ya sudahlah.. paling juga diketawain fikirku. Aku membalikkan tubuhku, posisi Trisna ada di sebelah paha kananku. Yang artinya, penis tegangku tepat berada di samping depan Trisna. Bohong kalau Trisna tak tahu bahwa penisku benar benar 'nonjol' di legging yang kupakai. Trisna melirik ke arah penisku sesaat sebelum melumuri perutku dengan baby oil. Ada sekitar 10 menit Trisna memijat perut dan dadaku.

Dan sekarang bagian paha..

Aku tak ingin membuat Trisna malu karena penisku, aku pura pura terpejam dan seolah olah tak memperhatikan dirinya. Dengan pelan dan lembut Trisna mulai mengurut paha depanku. Mulai dari lutut sampai batas selangkanganku. Aku bereaksi dengan lenguhan yang murni karena pijatannya yang enak. Namun efek dari pijatan itu adalah penisku semakin menegang dan keras. Kini kurasakan punggung lengan Trisna bersenggolan dengan penisku.

"Sorry.." kata Trisna dengan suara yang sedikit serak dan berat.

"Gapapah.." jawabku tak kalah berat.

Mendengar jawabanku, Trisna malah seperti sengaja mennyenggolkan punggung lengannya di penisku.

Nafasku mulai semakin cepat menandakan nafsuku sudah full tank.

"Kalo celananya bikin ribet mah dibuka aj Na.." kataku harap harap cemas.

"Iyah.. buka aj.."Jawab Trisna yang langsung memelorotkan celanaku sampai ke lutut.

Tuiing.. penisku kini bebas tegak merdeka. Dengan mata setengah terpejam, kuintip Trisna sedang melihat langsung kearah penis tegangku. Aku tetap pura pura menikmati pijatannya dengan mata tertutup. Ku kedut satu kali penisku, Trisna merespon dengan ucapan kaget.

"Eh..."

Kemudian dia mulai lagi mengurut paha sampai selangkanganku. Sesekali kurasakan jari jarinya menyusup ke paha bagian dalam dan seperti sengaja menyentuh buah pelirku. Setiap satu kali jari jari itu menyentuh buah pelirku, ku respon dengan kedutan satu kali juga pada penisku. Hal ini berulang beberapa kali sampai akhirnya Trisna menggenggam penisku dan berkata,

"Bisa diem gak sih ini burung.." katanya dengan nafas yang mulai terdengar memburu.

Aku menegakkan kepalaku dan balik bertanya kepadanya,

"Emang ada burung Na?" Trisna menatapku dengan mata sayu dan menjawab,

"Burung yang ini.." katanya sambil mulai mengocok batang penisku. Nikmatnya langsung terasa karena memang sedari tadi birahiku naik. Ditambah, telapak tangan Trisna yang sudah licin karena baby oil menambah efek nikmat pada penisku.

"Aahh.. Naa.. enak.." aku keceplosan mendesah.

Alih alih menjawab, Trisna malah mempercepat kocokannya pada penisku dan tak butuh waktu lama sampai spermaku tersemprot keluar dan mengenai jari jarinya.

"Aagh... aaahhh.. Naaaa.. keluaarrr..." Erangku tak tahan.

Kemudian Trisna kembali melumuri sperma yang ada dijarinya di kepala penisku yang membuat penisku terasa ngilu sekali.

"Aaaahhahaha..aduduh.. ngilu Na ngilu.." kataku kelojotan menahan ngilu tapi enak.

Trisna hanya tersenyum dan melepas tangannya dari penisku.

Aku mengatur nafas sebentar, kulihat Trisna memandang sayu ke arahku. Aku bangkit untuk duduk dan kuhampiri wajah syahdu itu kemudian kulumat bibir sepupuku dengan lembut. Trisna merespon lumatan bibirku dengan memasukkan lidahnya kedalam mulutku. Kami berciuman dengan panas beberapa saat.

"Capek Na?" Tanyaku pada Trisna. Trisna mengangguk pelan.

"Yaudah sini gantian gw yang mijetin elu.." kataku spik spik dajjal.

"Emang bisa..?" Tanya Trisna dengan nada manja.

"Apa sii yang ga bisa.." kataku kemudian meminta Trisna tengkurap dan membuka seluruh dasternya. Kubuka kaitan bra nya yang kemudian oleh Trisna malah di singkirkan bra berwarna biru muda itu entah kemana. Tampak olehku sembulan daging payudara yang terhimpit tubuh Trisna dari samping dadanya. Kemudian kulumuri punggung Trisna dengan baby oil dan mulai mengusap usap punggung Trisna dengan lembut. Sesekali kuraba sembulan daging payudara Trisna dari samping dadanya dengan ujung jariku yang membuat Trisna mendesah pelan seraya meliukkan tubuhnya sedikit naik seolah memberi ruang untuk telapak tanganku menyelusup kebawah dan meremas payudaranya.

Belum.. kataku dalam hati.

Aku pindah menuju kakinya, posisiku tepat di depan kedua telapak kaki Trisna. Kupijat tumit dan betis sebelah kanan dengan pelan, kemudian kutekuk keatas kaki kanan Trisna dan aku beringsut maju sedikit untuk memijat telapak kaki kanannya. Sementara kaki kirinya yang masih lurus tak sengaja menyentuh penisku yang sudah sedikit mengendur. Kurasakan jari jari kaki Trisna menowel nowel penisku hingga membuat penisku kembali kencang dan tegang. Kuturunkan kembali kaki kanannya. Aku mulai tak sabar, celana dalam Trisna kulepas tanpa ada perlawanan berarti dari Trisna dan aku mulai setengah duduk diatas kedua pahanya. Kini bagian paha dalam dan daging pantatnya yang menjadi sasaran remasanku. Sengaja ku sentuh sentuh sedikit bibir vagina Trisna yang direspon dengan desahan desahan kecil dari Trisna.

"Uh..ehmm.. ukh.." tubuhnya tersentak tiap kali kusenggol bibir vaginanya dari belakang.

Karena posisiku yang setengah duduk dan bertumpu pada lutut disamping kedua pahanya, membuat penisku sesekali menyenggol nyenggol paha Trisna.

Sedikit lagi... ucapku dalam hati.

Aku sedikit maju untuk memijat area belakang perut Trisna, posisi ini membuat penisku tepat didepan belahan pantatnya. Kulumuri penisku sendiri sebelum melumuri bagian belakang perut Trisna dengan baby oil dan alih alih memijat area itu, aku mendorong pinggulku maju seiring dengan pijatanku yang naik ke atas bahu, ketika pijatanku turun ke bawah, pinggulkupun kumundurkan sedikit kebelakang. Gerakan ini membuat penisku bergesekan langsung dengan belahan pantatnya Trisna, dan tampaknya Trisna ingin lebih dari ini. Setelah beberapa kali penisku maju mundur dibelahan pantatnya, Trisna malah menaikkan pantatnya sedikit dan membuka kakinya sedikit melebar. Ketika kudorong maju pinggulku berbarengan dengan pijatanku ke arah bahu, penisku terselip masuk dan hampir menerobos lubang vagina yang sudah hangat dan basah itu. Trisna melengos ke arahku sambil mendesah efek gairah yang tak tertahan.

"Aahh...ssshhh...hmmmmm Babas mah jahaaattt..."

Aku mundur sekali lagi, dan dengan gerakan pelan aku kembali memajukan pinggulku dan memposisikan penisku tepat di depan lubang vaginanya. Hanya butuh sedikit dorongan niscaya penisku akan masuk ke dalam vagina Trisna. Namun kudiamkan beberapa saat, kuraih payudara Trisna dari arah belakang dan memuntir putingnya. Ini membuat Trisna mendesah dengan suara yang sedikit keras.

"Oooohhh.. hhmmm.. Babas jahaaaattth... oouuhh.."

Dapat kurasakan pinggul Trisna semakin naik keatas dan kakinya bertambah melebar. Peniskupun sudah masuk ditepian lubang vaginanya. Trisna kembali memanggil namaku.

"Babas jahaaatt.. ssshhh.. ayoo Baass..udah masuk sedikit ituu.." desah Trisna seraya memundurkan pinggulnya yang membuat setengah kepala penisku semakin masuk ke lubang vaginanya.

Sekarang... kataku dalam hati.

Kudorong dengan mantap dan kutusuk vagina Trisna sedalam dalamnya. Trisna menjerit kecil merasakan batang hangat masuk memenuhi vaginanya.

"Aakkhhh... oougghh.. uhh.. hmmmm.. Babaaasssssshhh.. oh oh.." desah Trisna mengiringi suara pertemuan kelamin antar saudara sepupu ini.

Sepuluh menitan kami bercinta dalam posisi ini sampai akhirnya tubuh Trisna mengejang dan kakinya merapat menjepit penisku divaginanya merasakan nikmatnya orgasme.

"Ooooooogggghhh... ooh.. aahh.. hahh.. hahh..gila.." erang Trisna menikmati orgasmenya.

Aku diam beberapa saat, membiarkan Trisna selesai dengan orgasmenya. Karena aku sudah mencapai klimaks diawal tadi, maka biasanya akan lama lagi untukku mendapat klimaks yang kedua. Setelah nafas Trisna terdengar teratur, aku mengeluarkan penisku dan memutar tubuhnya, Trisna paham dan langsung membuka kakinya lebar lebar. Kutusuk Trisna sekali lagi dengan posisi saling memandang. Trisna menowel hidungku disela genjotanku pada vaginanya dan berkata dengan suara sedikit terputus putus dan mendesah desah.

"Ghi..la lu.. ya.. ugh ugh..sep..pupuhh.. sehnn..diri.. masssh..sih...ah..ah.. dhip.. pake.. jug..gha..oh ugh ugh..."

Kalau tidak sedang bercinta, gaya bicara dan ucapan Trisna pasti akan membuatku tertawa, tapi kini malah seolah menjadi dorongan untuk birahiku menembus puncak kenikmatan kedua. Kupercepat genjotanku demi mengejar nikmat itu, lalu tiba tiba Trisna memelintir kedua putingku dengan cepat. Rupanya hal itu semakin membuat penisku ingin meledak lagi, ketika sedikit lagi sampai, kucabut penisku dan kesemprotkan sisa spermaku di dadanya dan Trisna menerimanya dengan senyum puas...


______________¤¤_____________


Depok...


Mengingat percintaan antar saudara yang kualami dengan Trisna waktu dulu itu membuat penisku sedikit tegang. Aku berencana untuk mengajaknya lagi bercinta ketika aku sampai dirumahnya nanti, hitung hitung menghilangkan gundah gulana. Mas Pri pasti lagi kerja fikirku girang dan tak sabar.

Ketika sampai dirumah Trisna yang kuingat betul lokasi dan alamatnya, aku langsung turun dari mobil dan melangkah menuju ke arah gerbang rumah. Sampai di depan gerbang, kulihat satu papan yang bertuliskan.

'RUMAH INI DIKONTRAKKAN'.



"Haahh..??!!"




Yassallaaammm...
 
Oalah masih jinak merpati sama bos kirain sudah main, wah ada main sama sepupu, ini kayaknya lebih menarik di banding dengan orang lain, di tunggu next ny gan..
 
Bimabet
Ngeri-ngeri sedap si Lita. Weh, ada kisah incestnya juga toh, gokil juga Ibey. Jadi kasian sama Sari 😟
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd