Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Sebegitu mudahnya sari menyesali?
Wanita yg pernah menikmati perselingkuhan akan mengulanginya lagi.
Haha akhirnya ada yg sepaham sama ane, wanita itu nafsu ny gede, hanya norma dan etika yg membuat ia harus banyak nahan, apalagi kalau yg polos lugu baru mulai nakal bakalan mengerikan, di tambah pandai akting, lengkap sudah. Kecuali mental ny di sembuhkan baru ada kemungkinan dia kembali kejalan yg benar. Itulah share kawan dan pengalaman ane sama binor Hehe..
 
Eeeeee ini kenapa jadi banyak yang mendoktrin TS ya? Kasian loh dia jadi ragu apakah akan terus sesuai dengan kerangka awal konsep ceritanya atau menerima masukan dari reader yang dia sendiri tak enak hati untuk menolak atau dia sedikit demi sedikit suka sama masukan-masukannya walau bongkar kerangka, tapi jangan lupa loh banyak TS di cerbung hilang atau berhenti karena kerangka ceritanya berubah dan stuck mentok sana sini akhirnya lenyap tak ada update lagi. Biarkanlah TS menulis sesuai idenya masing-masing. Kita-kita pembaca cukup mengapresiasi dan memberi semangat saja.
 
A.K.A.R
bagian Tujuh Belas​





"Eh.. nggak, kenapa?" Kataku heran kenapa dia bertanya seperti itu. Atau jangan jangan memang benar bahwa Fitri sudah menikah dengan Tyo dan Fitri tak mau pertemuan ini diketahui Tyo karena takut Tyo marah kepadanya.

"Mmm.. gapapah.. yaudah aku tunggu di apartemen yah Bey.." suara Fitri amat sangat terdengar merdu ditelingaku.

"Iyah.." jawabku sambil menutup telpon.


__________¤¤_________



Kini, aku sudah berada dihadapan pintu apartemen Fitri. Hatiku berdebar, sama seperti saat pertama kali aku ketempat ini sekitar enam atau tujuh bulan yang lalu. Kutekan bel yang menempel di sisi pintu, kutunggu beberapa menit sampai akhirnya gagang pintu itu terlihat bergerak. Kemudian pintu ini terbuka.

Berdiri kini dihadapanku sosok wanita cantik yang pernah mengisi hari hariku dulu dengan berbagai cerita. Wajahnya syahdu menatap mataku dan mampu membuat tubuhku kaku. Pintasan pintasan kenangan antara aku dengannya berkelebat dengan cepat didalam otakku, mulai dari saat pertama kali bertemu, saat pertama kali bercinta, saat melewatkan hari hari dengan canda tawa susah senang, sampai ingatan ingatan saat aku mencumbunya dan menanam benih didalam rahimnya beberapa bulan yang lalu kini menguasai otakku.

Fitri menatapku dan aku tetap diam terpaku menatap wajahnya, wanita inilah yang hafal seluk beluk hidupku, wanita inilah yang tahu bagaimana kebiasaan kebiasaanku, wanita inilah yang mengerti kondisi hatiku. Tak terasa, mataku mulai hangat oleh genangan air mata. Masalah rumah tanggaku mulai mengusik fikiranku saat ini. Kembali teringat bagaimana Sari bercumbu dengan Fauzi, teringat bagaimana hatiku sakit menyaksikan itu, teringat bagaimana tak teganya aku melihat Sari menangis menjerit memohon ampun kepadaku bahkan mengambil sumpah diatas Kitab Suci, teringat bagaimana aku harus menanggung beban tanggung jawab ini sendirian disana. Pertahananku mulai goyah, wajah cantik dan tatapan mata Fitri benar benar menelanjangiku tanpa memberi sedikitpun kesempatan untukku menata ego. Jika dengan Sari, aku sanggup untuk terlihat kuat meskipun harus terseok seok, aku sanggup untuk berpura tegar menghadapi segala permasalahan rumah tanggaku, lebih lebih masalah terakhir yang benar benar membuat hatiku hancur. Namun, aku harus tetap berdiri tegak dihadapan Sari, aku harus kuat dihadapan Sari, karena dia Istriku, karena dia Ibu dari anakku.

Tapi dengan Fitri, aku tak bisa berpura pura. Aku tak bisa pura pura terlihat kuat ketika aku mulai melemah, aku selalu 'apa adanya' dengan Fitri. Itulah yang membuatku merasa nyaman dengannya, karena Fitri tahu segalanya tentang aku.

"Bey..." Fitri memanggil namaku.

Mendengar suaranya, pertahanan ku jebol, ketegaranku ambrol, aku menutup wajahku dan jongkok dihadapannya dan menangis tersedu. Aku tak perlu merasa malu karena menangis di depan Fitri, aku tak perlu merasa malu menunjukkan kelemahanku dihadapan Fitri, aku tak perlu merasa malu memamerkan kegusaranku di hadapan Fitri. Aku tak perlu berbohong kepadanya bahwa aku ini kuat.

Tidak, dengan Fitri aku selalu menjadi aku.

Fitri turun dan merangkul bahuku, diusap usapnya dengan lembut pundak dan rambutku.

"Gapapah.. gapapah.. keluarin semuanya.. lepasin semuanya... gapapah. Ada aku disini.." kata Fitri lembut sambil mencium rambutku.

Sekitar 10 menit kemudian air mataku baru benar benar berhenti mengalir, barulah Fitri mengajakku bangun dan mengajakku masuk kedalam apartemennya.

Begitulah Fitri, dengan sabar dia menungguku selesai melepaskan semua beban lewat tangisan tanpa sedikitpun bertanya atau berusaha mendiamkanku. Aku menyeka sisa sisa air mataku dan ikut bersamanya kedalam. Sari tetap merangkulku dan mengajakku duduk dikursi tamu. Akupun duduk dan terdiam, sementara Fitri menuju dapur dan kemudian kembali membawa segelas teh kepadaku. Fitri memintaku untuk minum teh itu, akupun menurutinya. Hangat dan manis.. Fitri masih hapal minuman kesukaanku.

Kemudian Fitri mendekat disampingku dan mengelus elus punggungku. Sebongkah daging kenyal yang tertutup kaos berlengan pendek kini sedikit menempel dibahu kiriku

"Udah?.." tanya Fitri lembut. Aku diam saja dan malah menutup wajah dengan kedua telapak tanganku. Kutarik nafas dalam dalam dan berpaling kearahnya. Semua beban yang ada dipundakku seolah hilang ketika aku berada didekat Fitri. Tiba tiba rasa kangen untuk Fitri datang dan membuat nafasku sedikit menjadi berat. Kupeluk Fitri dalam posisi duduk, Fitri membalas pelukanku dengan merapatkan lebih erat tubuhnya.

Aku kangen.. aku rindu

Posisi wajahku kini berada tepat disisi kiri lehernya yang jenjang, wangi shampo yang tercium dari rambut Fitri ikut menambah rasa kangenku kepadanya. Kuhirup aroma wangi shampo di rambutya, dan Fitri semakin mempererat tubuhnya ke tubuhku. Payudara Fitri menempel didadaku yang membuat penisku sedikit menegang. Kemudian aku mengendurkan pelukanku untuk mencium lehernya, tubuh Fitri bergidik. Ku kecup leher yang beraroma parfum itu dan kutelusuri sampai ke belakang telinganya. Ku kecup area yang menjadi titik rangsang Fitri itu.

Tubuhnya kembali bergidik, malah kini Fitri sedikit mendesah.

"Ahhss.. hmm.. Bhey.."

Dari belakang telinga, kembali kutelusuri bibirku ke pipinya dan berhenti tepat di bibirnya. Kamipun berciuman dengan lembut dan penuh perasaan. Seluruh rasa kangen yang datang tiba tiba itu kucurahkan lewat ciuman itu. Tak ada ciuman liar dan panas antara aku dan Fitri, yang terjadi adalah luapan rasa kangen dan sayang berbalut gairah mesra.

Fitri memeluk leherku dan mulai memiringkan wajahnya untuk menyalurkan liur cinta melalui lidahnya yang dimasukkan kedalam rongga mulutku. Aku menyambut lidahnya dan menghisap liur itu dengan segenap perasaan. Kini kedua tanganku mencari tepi bawah kaosnya, dan ketika dapat kuraih tepi kaos itu, kutarik dengan lembut kaos Fitri dan mencoba meloloskannya melalui kepala Fitri. Fitri mengangkat kedua lengannya guna mempermudah tanganku melepas pakaian Fitri.

Sambil tetap berciuman yang kini mulai sedikit cepat dan semakin panas, aku meraih kaitan bra di punggung Fitri dan membukanya sekaligus membuang bra itu sembarangan. Fitri melepas ciumannya dan menatap mataku, ku genggam payudara Fitri dan meremas lembut daging bulat milik Fitri. Fitri melenguh sambil menatap perbuatan tanganku kepada payudaranya.

"Uuuhhh.. ssshh.."

Kini Fitri membuka kancing kemejaku dan melepas kaos dalamku sekaligus. Tetap dalam posisi duduk, kini Fitri menurunkan kepalanya dan menjilati kedua dadaku. Aku beringsut setengah tiduran untuk memberi akses agar Fitri lebih leluasa melakukan itu Sambil menikmati kecupan dan jilatan jilatan Lita di dada dan putingku, aku meraih payudaranya dari samping dan meremas remas lembut serta memilin putingnya yang kini sudah mengeras.

"Uuuuhhh... hhmmm... cup.. cups.. sluurrps.." Sari mendesah di sela sela kecupan kecupan pada putingku.

Beberapa saat kemudian, aku menarik Fitri agar kembali duduk, Fitri menurutiku. Lalu aku mengambil bantal sofa yang berukuran keci dan menaruhnya di paha Fitri. Setelah itu, aku meletakkan kepalaku di bantal sofa dan mulai menjilati kedua payudaranya secara bergantian.

Fitri mendesah meresapi kenikmatan, terkadang ditariknya kepalaku agar lebih rapat menekan payudaranya dan kadang Fitri memilin milin puting payudara kanannya sendiri mengimbangi lidahku yang menjilati payudaranya yang sebelah kiri. Posisiku kini seperti bayi yang sedang menyusu pada ibunya.

Mungkin Fitri merasa bahwa tangan kirinya kurang begitu aktif, makanya kini tangan kirinya menyusuri perut dan berhenti tepat diatas penisku yang masih tertutup celana kain dan mengelus serta menggenggamnya dengan lembut. Aku yang paham akan maksud Fitri segera membuka ikat pinggangku, mengendurkan resleting celana dan melepas kancing serta mengangkat sedikit pinggulku dan memelorotkan celanaku sampai ke tengah paha. Tangan lembut Fitri kini mengelus penisku yang sudah menegang dan hanya berbalut selembar kain celana dalam.

Merasa tanggung mungkin, Fitri mendorong batas celana dalamku agar penisku bisa bebas. Kubantu Fitri melepas seluruh celanaku dengan cepat. Dan kini aku telanjang bulat sambil terus rebahan diatas paha Fitri dan tetap menikmati daging bulat nan indah ini.

Alih alih mendesah, Fitri mulai mengurut penisku dengan telapak tangannya yang lembut.

Ahh.. nikmat sekali rasanya. Hanya saja sepertinya Fitri kurang nyaman dengan posisi ini. Akupun beranjak bangun dan duduk disampingnya. Dengan sedikit membungkuk untuk memainkan payudaranya, aku mulai membuka kancing celana jeans Fitri dan mengendurkan resletingnya. Fitri mengerti maksudku dan berdiri untuk memelorotkan celana jeans serta celana dalamnya sekalian.

Tinggallah kami telanjang bulat kini.
Kemudian, Fitri duduk bersimpuh dilantai tepat dihadapanku yang duduk di sofa. Sambil menatao mataku, Fitri meraih penisku dengan kedua tanganya dan mulai memainkan batang serta kepala penisku dengan kocokan, pelintiran atau menggesek gesekkan ibu jarinya di depan lubang kencingku. Rasa ngilu akibat gesekan itu membuatku melenguh nikmat.

"Uughh.. Fit..." kepalaku menegadah saking menikmati permainan jempolnya di lubang kencingku.

Masih dalam posisi kepala menengadah, kurasakan tiba tiba penisku menjadi hangat, kulihat ke bawah, ternyata Fitri sedang mengulum penisku. Posisi duduknya pun kini berubah, dari yang tadi bersimpuh, kini Fitri duduk jongkok dan membuka sedikit lebar kedua pahanya. Dapat kulihat vaginanya meskipun sedikit terhalang payudaranya yang bulat.

Kulihat kini Fitri memainkan vaginanya sendiri dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya memegangi batang penisku agar tak banyak bergerak ketika dikulum dan di hisap oleh bibirnya.

"Aahh.. Fit..Uuuggh.." kataku nikmat bercampur rasa geli di area penis.

Kalau begini terus, pasti aku akan cepat keluar. Aku tak ingin itu terjadi.

"Aghh.. hhh.. Fit.. gantian, sini duduk." Kataku sambil meraih pundaknya dan memintanya naik dan duduk dikursi. Fitri menuruti perkataanku dan duduk disampingku. Kami kembali berciuman, namun kali ini lebih liar dan panas. Tangannya meraih penisku dan mengocoknya perlahan. Tangankupun meraih payudaranya dan meremas remas dengan gemas.

Merasa cukup berciuman bibir, kini aku beringsut turun dan menghisap kedua payudaranya bargantian, setelah itu kuturunkan bibirku dan mulai menjilati perut dan langsung turun ke bawah pusar dan berhenti tepat di atas batas belahan vaginanya. Aku menatap Fitri, Fitripun menatapku denga mata nanar. Fitri mengangguk memberi izin kepadaku. Setelah mendapat izin dari Fitri, aku menekuk kakinya dan membuka lebar lebar keduanya sampai lubang vagina dan lubang anusnya terekspos jelas di depan wajahku. Mataku nanar demi melihat lubang kenikmatan yang sudah mengkilap basah dengan secuil daging kecil terselip diatasnya. Sebelum menuju kesitu, sengaja kucium bagian dalam pahanya.

"Hmm.. sshh.. ayo sayang.." kata Fitri sedikit tak sabar dan menarik bibir vaginanya dengan kedua telapak tangan dan membuat cuilan daging kecil itu semakin terlihat menonjol. Tanpa merasa perlu untuk meminta izin lagi, lidahku langsung menari nari di klitoris Fitri, sesekali ku hisap bibir vaginanya dan sesekali ku cucukkan ujung lidahku ke dalam lubang vaginanya. Fitri mendesah tanpa henti sambil sesekali menyebut namaku.

"Uuhhsss... Hmmmmmhhh.. ooougghh Bheeyyy.. nikmatnyaaa... oouhhh..."

Kulepas tangan kananku yang sedang kugunakan untuk menahan kaki kirinya dan Fitri langsung menggantikan tanganku dengan tangannya. Kemudian, sambil menjilati klitoris Fitri, aku memasukkan dua jariku langsung ke dalam lobang vaginanya. Fitri tambah belingsatan dan pinggulnya bergerak gerak mengikuti irama kocokan jariku pada vaginanya.

Tiba tiba Fitri menarik rambutku dan menekan kepalaku agar semakin rapat divaginanya sambil melenguh panjang.

"Aaaaakkhh... uuuuuughh.. ssssshhhh... ouggghhhhh...."

Fitri orgasme.. kubiarkan dia sejenak untuk mengatur nafas. Sambil menunggu, aku bangkit dan duduk disampingnya. Tak lama kemudian Fitri merebahkan kepalanya dipundakku dan menatapku dengan sinar mata yang bahagia kemudian berkata,

"Enak deh Bhey... kangen banget dijilatin kaya tadi sama kamu."

Aku tak menjawab dan hanya tersenyum. Ada yang terjadi pada hatiku.

Setelah nafasnya teratur, Fitri meraih penisku dan mengocoknya perlahan. Kemudian dia menurunkan kepalanya dan kembali menghisap penisku. Aku mengimbangi dengan meremas remas payudara dan pantatnya secara bergantian.

'Plop..' Fitri melepas mulutnya dari penisku dan beranjak naik kepangkuanku. Diraihnya penisku kemudian digesek gesekkannya kepala penisku di klitoris dan di depan lubang vaginanya sampai akhirnya Fitri memasukkan batang penisku kedalam lubang vaginanya sampai habis tertelan semua batangnya.

"Ooohh..." kami mengerang bersamaan.

Kemudian Fitri mulai menggoyang goyang pinggulnya sambil menahan beban tubuhnya dengan cara memegang pundakku. Kompaan Fitri semakin cepat, kusambar bibirnya dan berciuman disela nafas kami yang memburu.

"Oohh.. oohh.. uh.. sssshhh.. enak Bhey.. oohh.." katanya naik turun sambil menatapku dan tersenyum.

Aku tak ingin lama lama, Fitri sudah orgasme, sekarang giliranku. Fikirku.
Kuraih pantat Fitri dan mengangkatnya perlahan agar kelamin kami tak terlepas. Kugendong Fitri sambil sesekali bergoyang agar kenikmatan yang ada di kelamin kami tak cepat hilang. Kubawa dia ke kamarnya, kurebahkan tubuhnya di kasur. Setelah kurebahkan, Fitri menyilangkan kakinya di belakang pinggangku, aku kembali memompa vagina Fitri sambil sesekali menghisap payudaranya. Kompaanku semakin cepat seiring semakin dekatnya rasa nikmat itu akan datang. Fitri tak henti hentinya mendesah desah dan berkata enak.

Semakin dekat kenikmatan itu akan datang, semakin cepat pula pompaanku di vagina Fitri. Sampai akhirnya Fitri kembali dilanda orgasmenya yang kedua disertai erangan yang sedikit keras dan menaikkan pinggulnya yang membuat penisku semakin masuk ke dalam.

"Aaaarrggghhh... uuuuuhhhh... Bheeeeeyyyhhh.. ooohhhh.. hh.. hh.. hh.."

Aku tak mau ketinggalan. Langsung kupompa lagi vagina Fitri dengan kecepatan penuh. Fitri langsung memejamkan mata seraya menutup mulutnya dengan tangan kirinya.

"Mmmhh.. mmhh.. mmmhh.. akh.." wajah Fitri begitu menggairahkan ku lihat.

Lalu Fitri sepertinya memaksakan diri untuk melihatku dan tersenyum sambil memutar mutar pinggulnya.

Sedikit lagi..

Tiba tiba Fitri mencubit kedua puting di dadaku dan memelintirnya dengan tekanan sedang.

Efeknya sangat terasa di penisku. Rasa ngilu yang dihasilkan oleh puting dadaku mengalir deras langsung ke penisku.

Aku meledak...

"Uuugghhh... uuugghhhh.. hmmpp... oh.. hh..hh..hh"

Kusemburkan spermaku kedalam rahim Fitri. Berarti ini adalah yang ketiga kalinya aku menyemburkan spermaku di dalam vaginanya. Yang dua kali saat aku menginap disini untuk pertama kalinya dulu, dan yang ketiganya adalah saat ini.

Aku ambruk diatas tubuh Fitri, nafas kami tak beraturan lagi dan keringatpun sudah membasahi tubuh kami berdua. Kudiamkan penisku didalam vagina Fitri sampai dia mengecil sendiri. Kemudia kucabut secara perlahan. Fitri menggeliat ngilu ketika kutarik penisku dari vaginanya.

"Aahhhh... sshhhh.. huuhh". Fitri mendesah ngilu.

Aku tiduran di samping Fitri yang sedang menaikkan kedua tungkai kakinya bersandar di dinding bagian atas. Ngilangin pegal katanya.

Aku menatap kosong langit langit apartemen ini. Aku bingung, bagaimana mungkin aku bisa menahan nafsuku dengan Lita ?Sekalipun dia telanjang bulat di depanku, aku sanggup menahan nafsuku pada Lita. Tapi kenapa aku tak bisa menahan gairahku kepada Fitri ya?

Akupun memikirkan Sari dan Raka.

Tiba tiba Fitri memanggilku,

"Bey.." katanya pelan.

"Hmm.." kujawab dengan singkat.

"Boleh nanya gak..?" Kata Fitri seperti hati hati.

"Apah..?" Tanyaku kemudian.

"Tadi kenapa? Sampe nangis kejer gitu.. gw boleh tau?" Fitri menyebut dirinya dengan kata 'gw'. Ini artinya, dia siap untuk menjadi pendengar yang baik.

Aku menarik nafas panjang dan mengusap wajahku dua sampai tiga kali. Rasa sakit di hatiku datang lagi. Aku menoleh kearah Fitri dan berkata padanya,


"Sari Fit... Sari selingkuh..." kataku membuka pembicaraan serius dengan Fitri.

Jujur aku tak mengharap respon apapun dari Fitri, dan aku yakin diapun sehati denganku. Fitri hanya diam menungguku menceritakan kejadian Sari dengan Fauzi. Akupun mulai menceritakan kejadian itu sepanjang pengetahuanku.

Sampai dibagian Sari mengucap sumpah, nada bicaraku bergetar. Fitri kini duduk bersandar di dinding sisi kasur.

"Disatu sisi, gw bersyukur kalo mereka belom berhubungan badan, tapi disisi yang lain, gw nyesel Fit.. nyesel kenapa kejadian itu kok bisa bisanya gw gak tau." Kataku sambil mengusap dahi.

Kami kembali terdiam beberapa saat sampai akhirnya Fitri menghembuskan nafas untuk yang kedua kali. Aku tahu kalau dia juga pasti terkejut.

"Hufftt.. berat juga masalah lu Bey.." kata Fitri

"Seharusnya lu ambil tindakan buat... siapa tadi nama sodaranya Sari?" Tanya Fitri kepadaku.

"Fauzi.." jawabku singkat.

"Iya, ambil tindakan buat dia Bey.." kata Fitri memberi masukan kepadaku.

"Udah gw fikirin, gw punya rencana supaya Fauzi gak lagi nganggep Sari itu sebage lontenya n gak lagi bisa gangguin keluarga gw.." Aku sedikit geram ketika mengucapkan itu.

"Maksudnya?" Tanya Fitri lanjut.

"Begini, sehabis Sari ngucapin sumpah. . . . . . . . ."




______________¤¤____________



. . . .

Aku mengucap beribu syukur karena Sari belum bersetubuh dengan Fauzi.

"Hiks.. bunda udah sumpah diatas kitab suci Yah.. kurang apalagi supaya Ayah percaya sama bunda.. hikshikshiks.. ma'affiin bundaaaa Yaaaahh..." Sari masih memeluk betisku dan menghiba kepadaku.

"Bukan sama Ayah kamu harus minta maaf bund, minta maaf sama Yang Di Atas. Sini.. duduk samping ayah.." kataku sambil menepuk nepuk busa sofa disisiku. Saripun beringsut naik dan duduk disisiku sambil menunduk.

"Udah main mainnya..cukup." Kata kata yang diucapkan Lita ketika aku hampir saja menyetubuhinya kini kukatakan kepada Sari.

"Ayah gak seratus persen nyalahin kamu. Ayah juga punya salah, ayah gak bisa ngawasin n ngejaga kamu sampe kamu jadi ilang kendali gini.." belum selesai ucapanku, Sari langsung memotong.

"Nggak Yah, Ayah gak salah.. bunda aja yang gak bener, ayah gak salah.." kata Sari sambil menyeka sisa air matanya.

"Yaudah sekarang gini aja, ayah nanya sama kamu, kamu nyesel?"

Sari mengangguk dengan cepat.

"Mau ngulangin lagi.."

"Enggak Yah.. demi Tuhan gak bakal ngulangin lagi.." kata Sari menggenggam tanganku.

"Berani sumpah lagi?" Ku uji kembali keseriusan Sari.

Sari langsung mengambil Kitab Suci yang tadi diletakkan di meja, aku menahan tangannya.

"Yaudah.. ayah percaya. Gak usah sumpah diatas Kitab Suci buat yang ini mah. Ayah percaya." Kataku kepada Sari.

"Ayah maafin bunda..?" Tanyanya sambil menggenggam lebih erat tanganku.

"Iya, asal habis ini kita ke rumah Umi, kita cuci kaki Umi n minta maaf sama Umi. Sekalian kita nyekar ke makamnya Bapak"

"Lho.. ayah udah ngasih tau Umiiii..?" Tanya Sari dengan wajah yang hampir menangis lagi.

"Engga.. gak mungkin ayah ngasih tau Umi. Umi gak boleh tau, kita niatin aja dalem hati kalo kita minta maaf untuk masalah ini, kalo ke Uminya, kita bilang kalo kita minta maaf karena belum bisa jadi anak n mantu yang bisa bahagiain Umi. Kalo ada waktu, kita ke Jakarta juga, kita cuci kaki mama disana. Gimana.. mau?" Kataku sambil bertanya kepada Sari.

"Mau.. apapun bakal bunda lakuin buat nebus kesalahan bunda ke ayah, tadi bunda sempet takut kalo ayah bakal nalak bunda. Bunda takuut.. kalo bener kejadian kita cerei, seumur hidup bunda pasti bakal nyesel Yah..." kata Sari sedikit terisak.

"Hhhhh... ayah gak nikahin kamu kalo cuma buat ayah cerai bund. Kita cuma manusia, pasti punya kesalahan. Tinggal kita gimana buat belajar dari kesalahan itu n gak ngulangin lagi, gak ada niat buat jatuhin talak ke kamu..." Kataku bijak kepada Sari. Kulirik Sari dan kulihat bibirnya mengucap kalimat syukur tanpa suara.

"Tapi Yah, bunda takut sama Uzi.." katanya sambil menatap mataku. Kutangkap sinar kekhawatiran dari sorot matanya.

"Takut gimana maksudnya?" Tanyaku lebih rinci.

"Waktu pertama kali kesana n minta tolong kerjaan buat kamu, dia sempet minta gituan sama bunda. Tapi bunda tolak, malah bunda sempet marah sama dia. Tapi dia malah ngomong gini, sok aja kalo lu mau ngadu sama suami lu. Gw panggil temen temen gw, gw gebukin lakilu kalo sampe berani dateng kesini." Sari mulai bercerita kepadaku tentang kelakuan Fauzi.

"Dia bilang gitu ke kamu?" Tanyaku mulai emosi.

"Iya.. terus kata dia gini. Sekarang pilih.. laki lu gak kerja, lu tetep miskin ketambah laki lu bakal gw gebukin bareng temen temen gw biarpun lu ga jadi masukin lamaran kerja buat laki lu di tempat gw, atauuu.. laki lu bisa kerja, lu juga gak perlu pusing mikirin duit, n laki lu aman. Gak bakal gw apa apain. Dengan syarat, lu begini sama gw." Lanjut Sari bercerita seraya menunjukkan genggaman ibu jarinya yang diselipkan diantara jari telunjuk dan jari tengah.

Dadaku bergemuruh panas. Emosiku naik mendengar cerita Sari.

"Terus kamu bilang apa lagi sama dia?" Dengan penuh emosi aku kembali bertanya kepada Sari.

"Ya bunda mohon mohon sama dia supaya jangan begitu karna kita ini masi sodara. Awalnya Fauzi kekeuh.. tapi karena bunda terus nangis, dia jadi kasihan mungkin. Terus akhirnya .. ya gituu..." kata Sari menggantung kalimatnya.

"Berarti dari pertama tama kamu kesana kamu udah dipaksa ngelayanin nafsunya dia?" Kataku dengan mata memerah.

Sari hanya mengangguk pelan dan mulai terisak kembali.

Pantas saja waktu pulang dari rumah Fauzi Sari terlihat amat lelah. Mungkin ini penyebabnya.

Bajingan.. rutukku untuk si kunyuk Fauzi

"Bunda cuma gak mau ayah kenapa kenapa. Bunda takut Uzi bener bener gebukin kamu. Apalagi dia kan emang di cap preman disono. Mikirnya bunda, kamu udah banting tulang kerja keras buat nafkahin bunda sama Raka, apalagi kamu kan jauh dari rumah kamu di Jakarta. Kamu itu bener bener sendirian disini. Siapa lagi yang bisa ngelindungin kamu kalo bukan bunda. Siapa lagi yang bisa ngebelain suami bunda kalo bukan bunda istri kamu.. hiks.. apalagi sekarang misalnya dia tau kalo kamu udah tau kejadian ini, bunda takut kamu diapa apain sama dia Yah.." Sari kembali terisak.

Aku menarik nafas panjang. Kesalahan yang Sari perbuat memang terhitung besar, namun dibalik kesalahan itu ada bakti yang tinggi untukku darinya. Aku paham, aku mengerti.

Kini, tinggal dengan Fauzi saja urusanku.

"Biasanya berapa kali kamu ke rumahnya?" Tanyaku mulai menyusun strategi.

"Setiap dia pulang dari Purwakarta aja, kantor cabang PT kamu kan ada yang di Purwakarta.. paling sering seminggu dua kali.." jawab Sari kepadaku.

Anjiing.. pantas saja Sari bisa berubah drastis menjadi liar setiap bercinta denganku. Dalam seminggu bisa sampai dua kali dia melayani nafsu si monyet Fauzi meskipun mereka tak bersetubuh. Tapi justru karena itulah yang akhirnya membuat gairah Sari jadi terpendam dan tak tersalurkan kemudian menjadi liar kepadaku yang menjadi tempat pelampiasan.

"Seminggu dua kali? Huh.. kalah dong ayah, ayah aja cuma seminggu sekali." Kukatakan itu bukan untuk menyakiti perasaan Sari, tapi justru untuk merutuk kebodohanku selama ini.

Tapi mungkin Sari menangkap ucapanku dengan lain maksud.

"Maafin bunda Yah.. bunda khilaf.. bunda juga gak ngerti kenapa bunda bisa jadi kaya gitu.." kata Sari mencium tanganku.

Kamu gak ngerti, tapi aku bener bener ngerti kenapa kamu jadi kaya gitu, jawabku dalam hati.

"Huufft.. yaudah gapapa. Ayah ngomong gitu bukan buat kamu. Sekarang gini, kita kan mau ke rumah Umi nih nanti, buat sementara sambil nunggu ayah ambil tindakan buat si monyet Fauzi, kita ajak Umi buat nginep disini selama ayah kerja. Jangan kamu yang nginep dirumah Umi, karna bisa aja monyet itu nyuruh kamu pura pura pamit ke umi buat pergi kemana gitu supaya bisa ngelayanin dia. Yang paling baik, Umi yang nginep disini. Ayah yakin dia gak bakalan bisa apa apa. Karna kalo dia tetep maksa kamu buat pergi keluar, kamu bisa alesan gak enak ninggalin Umi sendirian di rumah. Atau tarolah dia nekat nyamperin kamu kesini, nah.. kamu jangan jauh jauh dari Umi biar dia gak bisa macem macem sama kamu. Ngerti kan?"

Sari mengangguk, "Iya Yah bunda ngerti. Tapi kita bikin alesan apa ke Umi buat ngajak dia nginep disini?"

"Bilang aja kamu kangen pengen tidur bareng sama Umi. N bilang aja biar Umi ada hiburan, kan bisa maen bareng Raka nanti Uminya." Kataku pada Sari.

"Terus satu lagi, kamu masih nyimpen pidio Lita di HP kamu?"

"Masih.. nanti bunda hapus.." Kata Sari.

"Jangan.. itu buat senjata ayah ke Fauzi. Kirimin ya nanti ke HP ayah." Pintaku pada Sari.

"Iya Yah.." kata Sari mengerti tanpa banyak bertanya.

"Yah.. makasih ya Ayah udah mau maafin Bunda, bunda janji gak bakal ngulangin kesalahan kaya gitu lagi." Kata Sari sambil mencium pipiku.

"Iya.. yaudah sana ganti pakaian dulu terus lanjutin masaknya." Kataku yang dibalas oleh senyum manis dari Sari.

"Hu'um.." Jawab Sari sambil beranjak menuju kamar.

"Eh iya.. ngomong ngomong, kamu baca pesan pesan di HP ayah?" Tiba tiba aku teringat pesan dari Fitri.

"Iya.." Sari malah kembali lagi dan duduk disampingku lagi.

Sari menggenggam tanganku dan berkata,

"Tadinya bunda gak bakal kasih izin ke ayah buat ketemuan sama F.R.." Sari seperti enggan menyebut nama Fitri. Tapi kemudian dia melanjutkan ucapannya,

"Tapi, karena kejadian ini n karna kesalahan bunda yg terlalu besar ke ayah, n Ayah udah amat amat bijaksana maafin bunda, akhirnya bunda ambil keputusan.. gapapa.. ayah boleh nemuin Fitri.." Kata Sari sambil memegang pipiku.

"Terus, titip salam sayang bunda buat Fitri, kasih tau juga ke Fitri, Raka titip salam sayang buat tantenya." Sari mengecup keningku dan beranjak ke kamar.

Aku tersenyum bahagia dan mencium kening Raka anakku.






Alhamdulillah...
Sip..sudah saatnya uzie di kasih hadiah sama ibey....

Di tunggu hadiahnya suhuuuuu....
Klo bisa yg agak mantap dikit..biat ga minta lagi
 
Aku menyeka sisa sisa air mataku dan ikut bersamanya kedalam. Sari tetap merangkulku dan mengajakku duduk dikursi tamu. Akupun duduk dan terdiam, sementara Fitri menuju dapur d
typo ya gan...harusnya Fitri
 
Aku beringsut setengah tiduran untuk memberi akses agar Fitri lebih leluasa melakukan itu Sambil menikmati kecupan dan jilatan jilatan Lita di dada dan putingku, aku meraih payudaranya dari samping dan meremas remas lembut serta memilin putingnya yang kini sudah mengeras.

"Uuuuhhh... hhmmm... cup.. cups.. sluurrps.." Sari mendesah di sela sela kecupan kecupan pada putingku.
sama typo yang ini gan... harusnya Fitri semua ya..
 
Bimabet
Coba bikin Pov sari gan dari awal,, jadi gak seperti sinetron bgtw ada adegan enak2 tau2 udah an ...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd