Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Hantunya penunggu pintu kamarnya ibey karena ga terima pintunya di crootin ma ibey pas ngeliat lita ma sari ena2 wkwkw
 
Pandeglang punya teluh nya boleh juga hahaha
Merespon komentar dari suhu @PejabatMesum, mohon maaf ya Hu, ane gak ada maksud untuk menggiring opini para pembaca cerita ane untuk menilai suatu daerah tertentu dengan nilai nilai negatif yang berbau mistis. Sumpah ane gak nyangka bakal ada komen kaya gini. Untuk itu, supaya gak ada perasaan tersinggung dari para pembaca yang mungkin berasal dari daerah trsbt, nanti bakal ane revisi untuk penyebutan nama daerah tempat pindahnya tokoh yang bernama Fauzi.

Terima kasih atas apresiasi dan komen dari suhu yang malah mengingatkan kesalahan dan kebodohan saya.. :ampun::ampun::ampun::ampun::ampun:
 
Lah ngapa batal horror suhu, gak masalah juga tetep horrornya di tampilin buat intermezo sebentar... Udah keren loh padahal
 
Bimabet
A.K.A.R
Bagian Dua Puluh Tiga​





Kulihat Tyo masuk ke dalam kamar disusul oleh Fitri. Tapi yang membuatku tambah terkejut ialah, Fitri nampak sangat berbeda.

Perutnya buncit.. seperti sedang...


Aku memandang ke arah lain. Tak kuat rasanya melihat Fitri jauh jauh datang dalam keadaan hamil tua hanya untuk menengokku. Sari menggenggam tanganku dan berkata kepadaku.

"Fitri, sahabat ayah dateng.." katanya sambil tersenyum lembut kepadaku.

"Bunda udah tau kalo dia mau dateng kesini?" Tanyaku kepada Sari melihat dia begitu tenang melihat kedatangan Fitri.

Sari mengangguk.

"Udah Yah, kemarin Fitri telpon bunda buat minta ijin nengok kamu kesini.."

Aku menatap istriku Sari dengan pandangan penuh tanya, 'dapat darimana dia nomor HP kamu?'. Namun tak kutanyakan kepadanya. Aku sadar bahwa itu adalah pertanyaan bodoh yang terlalu sering kutanyakan kepada orang orang sebelumnya.

Fitri mendekati Sari dan menggenggam bahunya, mereka bertatapan mata sejenak sebelum akhirnya Fitri malah menangis sambil memeluk Sari. Sari seperti bingung awalnya, namun akhirnya dia menenangkan Fitri dengan mengusap usap punggung Fitri. Kemudian Sari beringsut turun dan bersimpuh lutut di hadapan perut Fitri dan berkata,

"Hei jabang bayi.. jangan bikin bunda kamu nangis ya, atau mimih jitak nanti.. hehehe..." kata Sari seolah si jabang bayi itu bisa mendengar perkataannya.

Fitri terkekeh di sela sela tangisnya, dan seolah mewakili si jabang bayi dia berkata.

"Iya mimiihh... Aku janji ga bakal nakal.."

Aku yang belum begitu paham akan kondisi ini hanya bisa melihat dengan tatapan bingung. Sari memandang Fitri dari bawah lalu mencium perut buncit Fitri.

Melihat sikap Sari yang seperti itu membuat hatiku terenyuh, Sari mencium perut Fitri dengan segenap perasaan. Seolah olah yang ada dikandungan Fitri adalah anakku sendiri.

Eh..?!!

Aku terkejut dengan isi fikiranku sendiri barusan. Aku bahkan tak terfikir anak siapa yang ada di kandungan Fitri sekarang. Tak mungkin anakku bukan? Pasti itu anak suaminya kan?

Fikiranku tak karu karuan memikirkan itu dan melihat Fitri tersenyum menatap Sari penuh arti. Apa yang disembunyikan oleh mereka berdua dariku? Kenapa Sari seolah olah mengetahui bahwa Fitri sedang hamil sebelumnya?

"Bey.." Fitri memanggilku.

"Iya.." jawabku sambil menatap matanya.

"Sakitnya jangan lama lama ya.. biar bisa nengokin bayi gw kalo lahiran nanti." Mata Fitri terlihat sembab lagi menatapku.

"Iya, aamiin.." kataku sambil mengalihkan pandanganku ke arah perutnya. Ku elus dan kukatakan sesuatu pada jabang bayi yang ada di dalam perut ini.

"Utuun.. sehat sehat yah, jangan nyusahin bunda kamu. Nanti oom beliin pampers yang banyak deh.. hehe.." kataku berusaha bercanda.

"Oom..?" Kata Fitri sambil mendelik dan tersenyum.

"Iya.. emangnya apaa...a..aaaagghhh... Aaarrrggggghh... aaaakkhhh.. aduuuhhhhhh..." tiba tiba saja kakiku kembali sakit. Sakit luar biasa..

Fitri tampak terkejut dan mundur menjauh sambil dipegangi oleh Sari sambil mengucap istigfar. Lalu tampak Tyo datang mendekatiku dan memegang tanganku. Entah mengapa, aku merasa sangat marah melihat Tyo memegang tanganku. Diluar keinginanku aku malah membentak Tyo dengan bahasa sunda kasar.

"Eerrgghh.. anjing sia. Lepaskeun aing. Paeh sia ku aing.. aaakkhhh..."

Lalu, aku merasa seolah ada yang menguasai diriku. Terbukti dari mulutku yang tiba tiba tertawa dan bukan malah kesakitan.

"Huahahahaha.. di jieun paeh iyeu budak ku aing.. huahahaha.."

Mataku nanar, kesadaranku hampir hilang ketika kulihat Umi, ibuku dan seorang pria tua yang kulihat memakai sorban datang menghampiriku. Pria itu kemudian menutupi wajahku dengan semacam kain putih.



_________€€_________



"Kiiikikikikikk...."

Aku melihat ke sekitarku. Seperti tanpa ruang, hanya ada kekosongan bercahaya krem sangat sangat redup. Dan di hadapanku terlihat sosok menyeramkan yang mencakar cakar kakiku kemarin sedang menjilati telapak tangannya yang penuh dengan....

Apa itu?

Kuperhatikan dengan seksama, makhluk itu sedang menjilati telapak tangannya yang penuh dengan darah. Darah siapa itu?

Makhluk itu seolah mendengar fikiranku dan kembali tertawa cekikikan sambil menunjuk nunjuk ke kakiku. Dengan spontan, aku melihat ke bawah, aku melihat kakiku yang kini seperti busuk dipenuhi nanah dan belatung. Aku terkejut dan berteriak sekencang kencangnya diiringi cekikikan dari makhluk yang kini melayang terbang memutariku.


"Kiiiiiiikikikikikikkkk..."



_________€€________



Aku membuka mataku, kaget bercampur ngeri. Ku tatap langit langit sambil mencerna mimpi yang baru saja kualami. Aku tak tahu sudah berapa lama aku tak sadarkan diri.

"Hhmmhhm.."

Eh, rasa apa ini? Kurasakan seperti rasa geli di selangkanganku. Kulihat ke arah bawah dan aku terkejut melihat Sari telanjang bulat sedang bersimpuh diantara kedua pahaku sambil menghisap penisku yang telah menegang. Payudaranya tampak bergantungan dengan puting sesekali menyentuh kulit paha atasku. Dari kapan Sari ada disitu?

Ketika hendak ku belai rambutnya, tanganku tak bisa meraihnya. Ku hentak hentakkan tanganku namun tetap tak bisa kuraih rambut istriku ini. Sari seperti terkejut dan menatap mataku. Matanya berurai air mata, nafasnya sesenggukkan menahan isak tangis namun seolah dia tak memikirkan itu semua dan malah melahap kembali penisku. Aku yang bingung tentu saja meminta Sari untuk berhenti.

"Stop bund.. aah.. apa apaan sih kamu.. tangan ayah kenapa ini? Kenapa diiket?" kataku penuh tanda tanya karena akhirnya aku sadar bahwa tanganku terikat oleh tambang yang terbuat dari kain. Aku terkejut meskipun ada rasa sedikit nikmat di penisku.

"Udah neng, kayanya nak Bayu udah balik lagi."

Lho..?? Suara Umi?? Ku tengok ke samping. Betapa terkejutnya aku melihat ada Umi, Ibuku, Intan, Tyo dan Fitri yang seperti sedang menonton perbuatan Sari kepadaku.

"Lho.. kok? Apa apaan ini? Stop bund. Punya malu gak kamu? Stop.." Tanyaku yang dengan suara lemah namun kurasa semua yang mendengarku pasti mengerti kalau aku tak senang dan marah.

Sari yang mendengar nada marahku beranjak turun ke sisi kasur dan memelukku yang masih dalam keadaan terbaring lemah di kasur dengan tangisannya yang semakin pecah. Umi yang membawa kain sarung dan ibuku yang membawa selembar kain menghampiri kami, ditutupinya kelaminku oleh ibuku menggunakan kain dan Umi menutupi tubuh telanjang Sari dengan sarung. Kemudian ibuku mengelus kepalaku dan berkata,

"Jangan marah sama Sari Bay, Sari terpaksa, Sari dipaksa ngelakuin itu. Kita kita yang ada dikamar ini juga terpaksa, dipaksa buat ngeliat itu." Kata ibuku sambil menyeka air matanya yang mulai menetes di pipinya yang mulai berkeriput


"Apanya yang terpaksa bu? Siapa yang dipaksa? Siapa yang maksa? Maksa ngelakuin apa? Bayu kenapa buu?? Huuuhuuhuhu.. Bayu salah apaaaahh.." Sungguh sungguh tak mengerti akan keadaan ini membuatku menangis, aku dirudung kebingungan, aku dirudung rasa sakit, sakit kaki karena cakaran makhluk menyeramkan dan sakit hati karena malu melihat Sari telanjang bulat mengulum penisku sambil ditonton oleh orang banyak.

Aku menggerak gerakkan kakiku, namun aku tak bisa merasakan kakiku kecuali rasa sakit di area betis sampai lutut. Kutundukkan kepalaku untuk melihat kondisi kakiku.

Astaga.. kakiku... kakiku persis seperti yang kulihat dalam mimpiku barusan. Aku histeris melihat kondisi kakiku..

"Huaaahh.. kaki Bayuu.. kaki Bayu kenapa Mii... kaki Bayu kenapa buu... huaaahhhh..."

aku menjerit histeris melihat kakiku sendiri. Nanah yang menggumpal bercampur darah yang berceceran sampai ke kasur serta beberapa ekor belatung kulihat sedang menggerogoti pinggir daging betisku. Sementara tempurung lutut dan tumitku dibalut oleh entah itu kain kasa atau kain apa. Kakiku tak beda jauh dengan tanganku. Terikat oleh tambang yang terbuat dari kain.

Brak !!!

Kami semua terkejut. Ku cari asal suara itu, ternyata itu suara yang dihasilkan kepalan tinju milik Tyo ke arah dinding yang dilapisi oleh bilik bambu.

"Anjing.. manusia laknat pengecut.." Tyo tampaknya marah, tapi aku masih tak mengerti Tyo marah kepada siapa. Dan entah kenapa aku seperti terpancing emosi melihat Tyo tiba tiba bersikap begitu.

"Siapa Yo?! Siapa yang pengecut?!" Aku bertanya kepadanya disela sela isak tangisku, karena hanya akulah laki laki selain dirinya yang ada di kamar ini. Barangkali Tyo berfikir aku lah manusia laknat yang pengecut itu. Kalau iya, atas dasar apa dia menilaiku begitu?.

"Hiks hiks.. bukan, bukan sama ayah kok.." kata Sari tetap memelukku. Pandanganku tetap kepada Tyo yang kini memalingkan wajahnya ke arah tembok.

Fitri hendak menghampiriku namun sepertinya dihadang oleh Umi.

"Dek Fit mending jangan deketin Bayu dulu ya.. takutnya dia ngamuk lagi. Bahaya buat si jabang bayi.." kata Umi dengan nada suara yang lembut.

"I...iya Umi.. Fit cuma ga tega sama Bayu n Sari. Hati Fit sakit.." kata Fitri hampir saja menangis.

Apa apaan orang orang ini? Ada apa sebenarnya?

"Bu.. ada apaan si? Bayu kenapa? Ceritain bu, biar Bayu ngerti.." kataku sambil menggenggam tangan ibuku dengan suara bergetar.

Ibuku menatap Umi dan dijawab dengan anggukkan dari Umi.

"Bayu disantet orang.." kata Ibuku mulai terisak.

JEDDIAAARRR...!!

Disantet? Aku disantet? Oleh siapa?

"Maksud Ibu?" Tanyaku kepada Ibuku.

Namun ibuku tak menjawab, beliau malah menangis sambil mengusap rambutku. Air mataku mulai mengembang, hatiku tak kuat melihat ibuku menangis seperti itu.

"Nak Bayu dikerjain sama orang, orang yang pernah berantem sama Nak Bayu dulu. Ga usah disebut namanya, yang tau cuma keluarga. Nak Bayu pasti tau maksud Umi nak.. udah sebulan nak Bayu gak sadar sadar, sekalinya bangun, bangunnya bangun karena kesurupan atau kaya orang linglung.."

Umi meneruskan jawaban yang tak selesai diucapkan oleh ibuku. Aku termangu mendengar penjelasan Umi. Aku disantet oleh orang yang pernah berkelahi denganku. Fauzi kah pelakunya? Tapi kalaupun iya dia, kenapa....

Aakh.. terlalu banyak pertanyaan yang harus kutanyakan langsung kepada mereka. Lagipula, sebulan? Selama itukah aku tak sadarkan diri? Apa mungkin? Apa Umi berbohong kepadaku?

"Kesurupan? Sebulan? Bukannya Ibu baru sampe kemaren bu? Kok tau tau sebulan? Bayu ga ngerti"

"Mamah udah sebulan Yah disini, ayah banyakan gak sadarnya. Sekalinya sadar malah kesurupan, atau kaya... atau kayaa.. hiks.. hiks.. athau khaya orang gilaa.. hiks.. Bunda takut ayah kenapa kenapah." Kata Sari terisak isak meneruskan dan mengulangi perkataan Umi.

Kepalaku sakit..

Aku? Gila? Lalu kenapa tadi Sari mengulum penisku sambil telanjang bulat? Apa yang terjadi?

"Terus tadi kenapa kamu..." aku tak sanggup meneruskan pertanyaanku kepada Sari. Aku merasa malu oleh orang orang yang ada di kamar ini.

Umi menjelaskan kepadaku.

"Yang nyantet nak Bayu kayanya pake ilmu item tingkat tinggi. Dia bisa ngomong lewat mulut nak Bayu atau ngegerakkin badan nak Bayu sesuka suka hati dia. Tadi..."

Umi mengambil nafas panjang nan berat sebelum melanjutkan ceritanya.

"Tadi dia ngomong lewat raganya nak Bayu, dia minta.. dia minta... gimana ini Bu? Saya teh ga tega ngasih tau ke nak Bayu.." tanya Umi kepada ibuku. Ibuku hanya menyeka air matanya tak sanggup menjawab pertanyaan dari Umi besannya.

"Kalo boleh minta izin Umii, biar Tyo yang jelasin ke Bayu. Tyo minta Umi sama Ibu, Sari juga kalo bisa mundur sebentar kebelakang." Kata Tyo sambil menghampiri kami.

Aku memandang Tyo dengan penuh tanya.

"Gw ceritain, tapi lu kudu kuat dengernya." Kata Tyo kepadaku dengan lembut.

"Yaudah, Tyo aj yang kasih tau Mi, Mah.. biar sama sama laki laki.." kata Sari meminta persetujuan kedua orang tua perempuannya itu.

"Iya, tolong ya dek Tyo.." kata Umi yang dijawab oleh anggukan dari Tyo.

Setelah ketiganya mundur, Tyo menarik sebuah kursi dan duduk disebelahku.

"Orang yang nyantet lu, dia masuk ke raga lu, ga tau itu bener bener dia atau cuma jin bangsat yang masuk ke badan lu. Dia minta Sari buat ngisep punya lu, kayanya emang dia bener bener niat buat ngelecehin Sari di depan semua orang." Tyo mulai menceritakan kejadiannya dengan suara pelan agar tak terlalu terdengar oleh orang orang di belakangnya.

Emosiku naik, dengan lemah ku raih kerah bajunya dan berkata,

"Trus knapa gak lu cegah bangsat?!! Kenapa malah lu diem aj? Lu laki laki Yo..!!" Aku menatap Tyo dengan tatapan marah. Aku tak habis fikir kenapa dia malah membiarkan Sari melakukan itu dihadapannya dan bahkan dihadapan orang tuanya, dihadapan Umi dan Ibuku.

"Ayaahh.. istigfar Yaaahh.. Istigfarrr.. huuuhuhu..." Sari seperti ingin menghampiri aku dan Tyo.

Tapi Tyo menahannya dengan mengulurkan tangannya kebelakang dan memintanya untuk tetap diam ditempat. Kemudian Tyo menatap balik mataku dengan tatapan sedih.

"Udah Bey, udah.. malahan kita udah ngancem bakal manggil ustadz kalo dia tetep minta Sari ngelakuin itu. Tapi dianya malah ketawa kenceng sambil nantangin kita. Katanya, panggil ustadz..... maaf tadi gimana Mih katanya? Saya gak paham bahasa sunda.." Kata Tyo memalingkan wajahnya ke Umi.

"Sok wae panggil ustadz, dikremes iyeu dagingna ku aing, dipaehan langsung iyeu jelema ku aing ayeuna keneh." Kata Umi menjawab pertanyaan dari Tyo.

Yang kalau kuartikan kedalam bahasaku, sosok yang merasukiku berkata seperti ini..

'Silahkan panggil ustadz, saya remas remas dagingnya sama saya. Dimatiin langsung sekarang juga orang ini sama saya'

"Nah, dia ngomong gitu. Kita tetep gak mau Bey, tapi dia malah bener bener ngeremes daging betis lu tadi. Makanya darahnya sampe ke kasur kasur. Dia sempet nyekek leher lu juga, gw udah tahan tangan lu Bey, bukan cuma gw malah.. semua ikut nahan tangan lu. Tapi gak ada yang kuat ngegeser tangan lu dari leher lu." Kata Tyo sambil menggenggam tangan kurusku.

Lho? Aku memperhatikan tanganku sendiri. Betapa kecil lenganku kini.

Tyo melanjutkan ceritanya kembali.

"Akhirnya kita setuju, toh fisiknya kan fisik lu suaminya Sari sendiri. Makanya tadi gw, Fitri, Intan n Ibu lu niatnya mau keluar. Biar Sari sama Umi aj yang di kamar. Tapi rupanya si bangsat itu gak mau ada yang keluar dari kamar. Semua harus ngliat Sari gituin punya lu. Bahkan gw di bentak bentak sama dia karna gw merem n malah ngancem bakal nyekek Sari. Gw marah Bey.. gw samperin n gw tarik tangan lu yang udah mau nyekek Sari, gw yang minta tangan lu supaya diiket. Anehnya, dia gak ngelawan n malah ketawa seneng. Gw fikir udah selesai, tapi dia tetep ngancem bakal nyakitin badan lu pake bacaan bacaan yang gw gak paham artinya. Dia baca itu mantra, dari kaki lu keluar asap n bau gosong. Lu kira gw gak marah? Akhirnya mau gak mau kita ikutin semua kemauan dia. Bahkan kita gak bisa nolak pas dia minta Sari telanjang n duduk diatas lu." Tyo berhenti sejenak untuk menarik nafas.

"Gw gak pengen ngeliat adegan Sari ngikutin nafsunya si setan itu Bey. Lu kira gw tega?" Kata Tyo dengan nafas yang memburu. Kutatap matanya yang kini berwarna merah, Tyo marah.. aku tahu itu.

"Kalo aja gw dikasih tau siapa yang ngelakuin ini sama lu Bey, seumur idup bakal gw cari tu orang.. gw ikhlas jadi pembunuh. Gw ikhlas Bey.. gw mutilasi itu orang.." Kata Tyo geram. Telapak tangannya meremas sprei disampingku.

Aku terdiam.. sebegitu dendamnya kah Fauzi kepadaku. Akhirnya aku menepuk lengan Tyo dan berkata.

"Maafin gw Yo.. maafin gw.."

Tyo hanya mengangguk dan kembali ke belakang. Kemudian Umi dan ibuku menghampiriku, Umi berkata kepadaku.

"Mumpung nak Bayu sadar, banyak banyak baca doa ini...."

Umi memberiku sederet kalimat doa kepadaku. Detik itu juga kulafazkan dalam hati berkali kali.

"Umii.." Fitri memanggil Umi dan menatapnya. Umi mengangguk seperti paham maksudnya dan berkata kepada semua orang yang ada di kamar.

"Hayuk, kita keluar dulu. Mumpung nak Bayu sadar, ada yang mau disampein sama dek Fitri ke nak Bayu." Kata Umi.

"Tapi, kalo bisa dek Tyo tetep disini ya. Jaga jaga kalo kalo ada apa apa."
Lanjut Umi kepada Tyo.

"Iya Mii.. nanti biar Tyo yang ngomong langsung sama Bayu.." kata Fitri membalas perkataan Umi.

Semuanya pun keluar tanpa terkecuali Sari istriku. Fitri memanggil Sari beberapa langkah sebelum Sari meninggalkan kamar.

"Sar..."

Sari menoleh dan menghentikan langkahnya.

"Sari disini aj yah.." Fitri melarang Sari ikut keluar dari kamar namun dijawab gelengan kepala oleh Sari.

"Ngga Fit.. kamu sama Tyo aj yang ngejelasin semuanya. Gapapa.. aku udah ikhlas, udah ridho.." Sari menjawab dengan senyum teduh di bibirnya.


Aku terkejut mendengar jawaban Sari. Ada apalagi ini?

Setelah semuanya keluar dan hanya menyisakan kami bertiga, Tyo menarik kursi dan meminta Fitri untuk duduk. Dengan susah payah dan memegangi pinggangnya, Fitri pun duduk tak jauh dari Tyo.

"Bey.." Tyo menatapku.

"Semua perkiraan lu soal gw n Fitri itu bener. Kita berdua ini suami istri."

Aku tak begitu kaget mendengar ucapan Tyo dan hanya menghela nafas. Hanya satu pertanyaan dalam otakku kini. Kenapa harus disembunyikan? Kenapa justru harus diberi tahu sekarang dimana kondisiku membusuk seperti ini.

Tapi rupanya, perkataan Tyo selanjutnya lah yang justru sukses membuatku terkejut dan syok.

"Tapi Bey, yang ada dikandungan Fitri sekarang, itu bukan anak gw, tapi anak lu.. anak kandung lu.. darah daging lu.."



"Eh...."





Yassallaaaammmm...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd