Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Amplas

Status
Please reply by conversation.
Rabu sore, setelah enak-enak dengan kak Tya. Kami pergi ke rumah om Gun seperti yang di rencanakan. Sampai di sana, aku langsung di sambut tangisan dan pelukan erat dari tante Fitri, istri om Gun. Meskipun aku tidak terlalu ingat denganya, hanya sekilas bayangan-bayangan saja. Tapi sepertinya tante Fitri sangat menganalku. Sementara om Gun lebih calm. Setelah aku salim ia hanya menepuk-nepuk pundakku. Tapi aku bisa merasakan kerinduan dari tatapan matanya. Memang laki-laki dan perempuan itu beda. Kalau laki-laki itu lebih calm, sementara perempuan lebih ekspresif.
Aku dirumah om Gun sampai jam 9 malam. Karena tante Fitri tidak mau melepasku. Dari cerita-cerita mereka, aku sedikit banyak tahu bagaimana masa muda bapakku, yang berbanding terbalik denganku. Bapakku di masa mudanya adalah seorang preman. Makanya dia bisa ngebantu om Gun untuk melawan orang-orang adat yang memgambil tanah kakeknya.
Perebutan tanah itu tidak sesederhana yang aku bayangkan. Ada pertumpahan darah. Bapakku bahkan sempat 2 kali ditusuk pisau di dalam kebun itu. Kalau hanya pukulan-pukulan kayu itu sudah tidak terhitung. Tapi bukan bapakku yang paling parah. Lawannya bahkan ada yang kena parang punggungnya sehingga dirawat lama di rumah sakit. Ngeri juga bapakku itu.. Kalau aku sih kayaknya nggak akan berani..
Om Gun lebih tua 6 tahun dari bapakku. Sekarang ia sudah berusia 52 tahun. Sementara tante Fitri lebih muda satu tahun darinya. Pertama kali ia bertemu dengan bapakku, adalah saat bapakku seusiaku sekarang.
Mereka punya 3 anak, semuanya perempuan. Kak Tya adalah anak bungsu, yang selalu ikut mereka kemana-mana. Termasuk juga saat kami tinggal di ladang dulu, hanya kak Tya yang mau ikut. Sementara dua kakaknya tinggal di rumah neneknya, ibu dari om Gun.
Cerita mereka sama dengan cerita dari emakku, tentang aku dan kak Tya yang nggak bisa dipisah. Kami main bersama, mandi bersama, bahkan tidur juga bersama. Dan yang menjadi becandaan kami adalah, saat kulitku melepuh tersiram air panas. Tante Fitri bilang bahwa kak Tya justru lebih banyak menangis daripada aku. Aku malah banyak menangis gara-gara ngeliat kak Tya nangisin aku. Hahaaa memang aneh tapi lucu, pastilah masa itu aku dan kak Tya sangat saling sayang. Sayang sekali aku tidak ingat masa-masa itu. Tapi yang pasti kak Tya berbohong padaku. Dua hari lalu dia mengejekku karena waktu kecil suka nangis, padahal aku tuh nangis karena ngeliat dia nangis.
Om Gun juga cerita, sebenarnya ia sudah pernah menawarkan kebun itu kembali pada bapak. Hanya saja, selain konflik keluarga, ada konflik juga di antara mereka berdua. Om Gun nggak mau cerita. Yang pasti konfliknya itu tidak ada hubunganya dengan keluarga besar mereka. Hanya urusan pribadi di antara mereka berdua. Kak Tya sempat menyela "soal perempuan" katanya. Lalu om Gun dan tante Fitri langsung menatap kak Tya dengan melotot. Aku sih nggak mau tau kalau konfliknya soal itu. Karena aku sendiri juga bisa ikut-ikutan berkonflik dengan om Gun kalau ia tahu tentang hubunganku dengan kak Tya. Makanya aku nggak mau tanya-tanya lagi.
Aku yakin persoalan antara Bapak dan om Gun itu pasti penting. Sampai-sampai bapak mau mengorbankan kebun yang iya olah sendiri. Tapi bagiku, itu nggak penting. Yang penting kebun itu bisa kembali lagi padaku.
Om Gun bilang, dia akan mengurus sertifikatnya atas namaku. Tapi sebelum itu jadipun, aku sudah boleh menderes di kebun itu. Hanya saja, menunggu 4 hari lagi. Karena yang bekerja di kebun itu baru akan menimbang karetnya hari sabtu nanti. Ok lah nggak masalah. Yang penting aku akan punya kebun baru yang cukup luas, dengan hasil karet yang banyak. Karena berasal dari bibit proyek pilihan. Seenggaknya kebun itu akan bisa menjamin sekolah adik-adikku nanti. Dan juga tentunya emakku tersayang. Emak nggak perlu lagi kerja sambilan seperti sekarang. Nggak perlu lagi membersihkan bawang, cabe, jengkol dan segala macamnya itu. Kalau perlu nggak usah kerja lagi. Biar dia bersenang-senang saja.
******
Empat hari lagi menjelang hari minggu, adalah waktu yang lama bagiku untuk menunggu. Karena itu, hari jumat sore aku sudah mengajak emak untuk melihat-lihat kebun itu. Melihat bagaimana keadaan batang-batangnya, sepadanya dan lain-lainya.
sangat emosional. Sejak masuk jalan setapak tadi, ia hanya diam. Dan setelah sampai di pondok tempat tinggal kami dulu, barulah ia menangis. Aku sendiri juga bernostalgia. Aku ingat beberapa momen, dimana dulu aku mendorong-dorong sepatu dengan tongkat kayu di sekeliling halaman rumah. Seolah-olah itu adalah mobil. Aku ingat tentang baju favoritku yang berlambang matahari. Kemudian lambangnya itu aku coret ke dinding rumah dengan arang. Gambar itu masih ada sampai sekarang. Ada lagi kenangan lain yang kuingat cukup jelas. Kenangan saat aku bermimpi hantu. Hantu itu menggelitikku. Dan saat aku bangun, aku memang sedang di gelitik. Tapi bukan oleh hantu, melainkan kak Tya. Aku bangun dengan celana yang sudah basah, terkencing di celana karena ketakutan.. Semakin aku melihat-lihat, semakin banyak momen yang muncul di kepalaku. Ada yang jelas, tapi lebih banyak yang samar.
Pondok ini cukup besar, tidak seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Ini lebih mirip dengan rumah. Karena ada kamar dan sumur juga. Lantainya sudah semen dan atapnya juga dari seng. Dindingnya dari papan, masih lumayan bagus, meskipun ada beberapa bagian yang sudah rusak. Ini sih gampang. Nanti bisa aku tambal dengan papan sisa somel kayu di kampung sebelah.
Pokoknya aku ingin rumah ini jadi bagus lagi, karena lokasinya sangat bagus. Jalan setapak tadi sepertinya hanya jalan untuk ke kebunku dan kebun kak Tya saja. Karena di sebelah kiri kebun ini ada sungai, tidak ada kebun lagi. Di belakang sana, di belakang kebun kak Tya, ada rawa. Di samping kanan ini hanya semak belukar, bekas kebun tapi sepertinya di tinggal. Sementara kebun di depan, mereka punya jalan sendiri. Sangat bagus sekali lokasinya. Jantungku bahkan berdegup-degup. Membayangkan bagaimana nanti aku membawa Yana, Fany atau perempuan lain ke tempat ini. Waaaah luar biasa, pasti bisa berbebas riaa. Sepertinya aku harus membeli kasur busa buat alas enak-enak nanti.
Pantesan dulu kak Tya mau mengajakku ke sini, karena memang tempatnya bagus. Rumah kak Tya di belakang bahkan lebih bagus lagi. Dindingnya sudah di beton. Kayak vila aja.
******

Sejak mulai menderes di kebun baru, aku menjadi keasikan berada di kebun. Bahkan sering seharian. Banyak sekali hal yang aku kerjakan. Mulai dari memperbaiki rumah, menebang pohon-pohon yang sudah besar, meracun semak-semak yang ada di sana, lalu membakarnya. Sekarang kebunku sudah bersih. Bahkan adik-adikku betah tinggal disana. Hanya satu saja kekurangannya, belum ada listrik. Kalau sudah ada listrik, mungkin sesekali kami akan bermalam di kebun.
Sudah dua kali aku menimbang karet. Hasilnya sangat memuaskanku. Kalau di rata-rata, hasil karet di kebunku ini tidak kurang dari 35kg per hari. Bahkan pekerja sebelumnya mendapat lebih banyak, karena sayatannya juga banyak. Sementara aku hanya menyayat dua garis saja. Sebab aku ingin batang karet ini bisa bertahan lebih lama.
Keadaan baik ini di dukung juga oleh harga karet yang mahal. Bahkan sekarang harga karet sudah lebih dari 11 ribu per kilogramnya. Makin betahlah aku berlama-lama tinggal di kebun. Bahkan aku sudah melupakan soal perempuan, karena energiku habis hanya untuk bekerja.
Dari dua kali menimbang itu, aku sudah punya uang 3.4 juta. Ditambah dengan uang di tabunganku, ada 1.2 juta lagi. Aku sendiri takjub dengan uang yang aku miliki. Hanya dalam waktu kurang dari 2 minggu, uang tabunganku bertambah hampir tiga kali lipat. Hal itulah yang membuatku tidak ingin satu haripun terbuang cuma-cuma. Ada candu memegang uang banyak itu. Bahkan aku membawa sebagiannya kemana-mana. Sehingga dompetku tebal dengan uang pecahan 50 dan 100 ribuan.
Sekarang uangku sudah hampir 5 juta. Jumlah yang banyak untuk anak SMA sepertiku. Teman-teman sekolahku yang ekonominya kelas menengah saja, hanya mendapat uang jajan 10 ribu per hari. Sementara yang miskin, yang kelasnya sama sepertiku, paling di kasih jajan 5ribu. Cukup untuk sekali makan nasi goreng di kantin sama es teh manis.
Setelah sholat isya berjamaah, emak bicara padaku. Bahwa pak Kodri tetangga kami, ia sedang mencari uang untuk biaya berobat ibunya. Ia ingin meminjam uang 2 juta.
"Kalau 2 juta itu banyak banget mak? Nanti kalau nggak di bayar gimana?"
Aku memang khawatir soal pinjam meminjam uang. Jangankan antara tetangga. Antara keluargapun bakal ribut kalau sudah soal uang.
"Kasihan dia tuh, sudah dua hari bolak balik nyari pinjaman, belum juga dapat. Itu sekarang dia mau menjual motornya. Tapi tadi mak bilang, mending motornya di gadai aja di pegadaian. Tapi pegadaian nggak mau, soalnya motornya itu nggak ada bpkb" jelas emak.
Dikampungku, motor nggak ada bpkb itu sudah biasa. Mungkin 80 persen motor di kampungku ini nggak ada bpkb nya. Kebanyakan hanya punya stnk.
"Terus gimana mak? Kalau segitu tuh aku nggak berani mak"
"Gini, dia mau minjam 2 juta. Paling lama dua bulan lagi, dia bakal nebus 2.5 jt. Bisa lebih cepat. Nanti motornya taro di rumah kita aja"
Motor pak Kodri itu karisma. Kalau di jual mungkin masih laku 3.5 juta meskipun tanpa bpkb.
"Owh,, kalau di tinggal disini motornya nggak apa-apa mak"
Akhirnya aku meminjamkan uang kesayanganku 2 juta ke pak Kodri. Sementara motornya ditinggal di rumahku.
Baru selesai urusan dengan pak Kodri. Mak Isam yang duduk dekat kami juga ikut mau minjam uang padaku 1 juta. Dia bilang, tidak akan meminjam lama. Paling lama hanya satu bulan. Nanti bakal di bayar 1.2 juta. Sebagai jaminannya, dia mau menggadai atap-atap seng yang belum pernah ia pakai. Kalau di hitung-hitung, atap-atap seng itu berharga lebih dari 2 juta. Dan sebagai saksinya ada pak Kodri.
"Ok" kataku. Langsung kuserahkan uang 1 jutanya.
******
Sudah hampir jam 1 malam, mataku masih belum bisa tidur. Pikiranku penuh dengan bayangan-bayangan erotis. Wajar saja, karena sudah 2 minggu aku melupakan yang namanya wanita dan segala keelokannya. Malam ini berbeda, malam ini aku membutuhkannya. Aku membutuhkan tubuh wanita. Sebenarnya aku sudah coli 2 kali sejak setelah isya tadi. Tapi coli tidak memuaskanku. Aku rindu sekali dengan rasa pantat, rasa susu dan tentunya gundugan di antara paha mereka itu.
Aku ingin menelpon Rida, Yana atau Fany. Tapi aku lupa mengisi pulsa tadi siang. Sehingga sisa pulsa tinggal 23 rupiah. Buat sms saja tidak cukup.
"Huh, daripada begini mending jalan-jalan aja keluar"
Lalu kuambil jaket dan kunci motor untuk mencari angin. Seenggaknya rasa dingin nanti bakal membuat otakku berhenti berpikir jorok. Saat aku keluar dari kamar, aku memandang ke arah kamar emak yang tertutup.
"Huuuuh bener, di rumah ini masih ada wanita dewasa. Tapi dia emakku sendiri. Masa iya berpikir jorok sama emak, ada ada aja." Malaikat dan setan bertarung merayuku. Dan akhirnya di menangkan oleh setan terkutuk itu.
"Mak, maafin aku. Aku hanya ingin melihat-lihat saja. Aku janji tidak akan menyentuhmu"
Kubuka pintu kamar emak dengan niat hanya untuk melihat-lihat saja. Kulihat emak tidur telentang dengan satu tangan dilipat dibawah kepalanya. Emak memakai celana kain khas ibu-ibu di rumah. Selimut sarungnya sudah bertumpuk di perut. Sama sepertiku, kalau tidur harus menutup bagian perut. Bagian kaki tidak terlalu membuatku dingin.
Dengan jantung berdebar aku mendekati ranjang besi emak. Kuperhatikan bentuk tubuhnya, mulai dari atas sampai ke bawah. Uuuhh,, kupegang batangku yang sudah berdiri. Enaak.. kugosok batangku di luar celana, sambil mataku tidak lepas memandangi emak. Emak kandungku sendiri.. benar-benar anak terkutuk calon penghuni neraka aku ini.
Tapi aku tidak bisa berhenti. Aku ingin melihatnya lagi. Bahkan ingin lebih lagi. Inilah tubuh wanita dewasa yang aku butuhkan sekarang. Kubungkukkan badanku, medekatkan wajah ke area selangkangan emak. Iisshh kurang ajar, kurang ajar sekali aku ini. Setelah wajahku sangat dekat dengan selangkangannya. Hanya berjarak 1 cm kurang. Kuhirup aroma kewanitaan emakku. Baunya aneh, tapi membuatku semakin belingsatan. Aroma khas memek, memek enak. Pikirku gemas.
Semakin gemas, semakin nekat juga aksiku. Yang tadi rencana awalnya hanya ingin melihat-lihat saja. Tapi sekarang setan terkutuk itu berhasil merayuku untuk menempelkan bibir ke gundugan memek emak. Hanya menempel saja, tidak berani aku menggerakkannya. Takut emak bangun. Kuhirup aroma kewanitaan emak dalam-dalam. Betah sekali aku berada di sini. Nanti kalau sudah menikah, mungkin aku bakal tidur di memek istriku. Aku benar-benar menyukai area selangkangan wanita ini.
Aku kembali berdiri, mengeluarkan senjata pamungkasku. Aku melupakan resiko, bagaimana kalau nanti emakku bangun? Bakal kacau semuanya. Aku naik ke ranjang emak.
"Krreeeet" bunyi ranjang besinya cukup keras. Aku langsung panik, langsung tiarap di bawah ranjang emak.
Tapi karena buru-buru turun, ranjang itu berbunyi lagi lebih keras.. "kreeeeeeeit gup" Bahkan sedikit bergoyang. Jantungku berdebar tidak karuan.
Setelah cukup lama tiarap, tidak kudengar suara apapun. Kuberanikan untuk mengintip kondisi emak. Masih sama seperti tadi. Aku berniat untuk langsung kabur. Tapi saat aku melirik emak, nafsuku bangkit lagi. Aku berpikir cukup lama, untuk melanjutkan atau tidak. Jangan dikira mudah untuk memutuskan dalam situasi seperti ini. Ketika nafsu menghentak-hentak ingin di penuhi, resiko besarpun siap diambil. Bahkan sudah banyak nyawa yang hilang hanya gara-gara nafsu. Lalu aku memutuskan untuk melanjutkannya.
Kali ini aku tidak naik ke ranjang. Aku berjalan ke arah wajah emakku. Wajah wanita yang kusebut emak ini tertidur dalam lelapnya. Aku sempat ragu. Sungguh sangat berdosa aku melecehkannya. Dia emakku, mengandungku, memberikan semua kasih sayangnya padaku. Sekarang sedang tertidur. Nafsuku berubah menjadi simpati. Kucium pipi emakku, bukan dengan nafsu, tapi dengan rasa terimakasih.
Kupandangi wajahnya cukup lama. Tapi entah kenapa, setan yang lebih kuat datang merayuku. Mungkin setannya hampir satu derajat dengan setan yang menggoda nabi adam.
Dia emak kandungku. Meskipun dia emak, tetap aja dia wanita. Gimana rasanya kalau batangku menempel di bibirnya. Pasti enak banget tuh. Rasa sayang ibu anak berubah jadi nafsu, pasti bakal lebih enak.
Begitulah rayuan setan padaku. Entahlah, entah itu dari setan atau aku sendiri yang sebenarnya setan. Kukeluarkan lagi batangku, dengan cepatnya batang setan ini berdiri. Dengan gemetar ku arahkan batangku ke atas wajah emak. Pemandangannya membuatku mabuk. Kontol sang anak parkir di depan wajah sang emak.
Kusentuhkan kepala batangku yang mengkilat ke pipinya, sangat pelan sekali. Lama-kelamaan batangku sudah menyentuh seluruh wajah emak. Terakhir kuparkir batangku di bibirnya yang sedikit terbuka. Kulihat ada lendirku menjuntai menyentuh pinggir bibirnya. Langsung aku tersadar.
Kurang ajar, sumpah. Kutarik langsung batangku, kumasukkan lagi ke dalam celana.
Tapi aku masih belum keluar dari kamar emak. Aku masih memandangi tubuhnya. Aku rasa begini masih bisa dimaklumi. Hanya melihat saja. Cuma, hanya melihat saja membuatku terasa hampa. Kukeluarkan lagi bagangku. Kukocok sendiri sambil melihat-lihat. Sempat aku tarik celana emak dan kolornya sedikit untuk melihat bentuk depan memeknya. Meskipun hanya sedikit, tapi bulu-bulu memek emak berhasil membuatku muncrat. Setelah itu aku pergi keluar kamar emak dengan perasaan menyesal. Sampai di kamar, aku masih menyesali perbuatanku.
Huuuuh nggak boleh kayak gini. Nggak boleh aku salurkan ke emak. Aku harus mencari perempuan lain. Tapi siapa? Yana? Fany? Rida? Mereka masih perawan. Aku masih ragu untuk mengambil perawan mereka. Lagian mereka juga belum tentu mau. Sementara kak Tya, sama seperti sebelumnya. Ia bilang kak Angga agak curiga. Jadi kami menghentikan hubungan terlarang kami sementara. Aku juga berpikir begitu lebih baik. Karena lebih bahaya kalau dengan kak Tya. Aku bisa berkonflik dengan keluarga om Gun dan juga keluarga Fany. Kalau Rani, aku tidak berminat untuk mengulangi lagi. Cewek pendiam kayak Rani itu bakal dipercaya orang. Kalau seandainya nanti dia hamil, lalu Rani bilang itu anakku. Orang-orang pasti percaya padanya. Padahal belum tentu itu anakku. Memang yang paling nyaman itu sama emak. Nggak ada orang yang akan curiga. Dan aku bisa melakukannya kapanpun aku mau.. kampreeeeet kenapa mikir emakku lagii.. setan.
Saat iseng mengecek nomor kontak, aku teringat dengan Bunda, ibu Fany. Aku melupakan soal percakapan kami yang dulu. Dulu kami berbicara soal mencari waktu. Yaa mungkin ada kesempatan dengan Ibu Fany. Waahh tuhaaan kenapa otakku jadi begini.... Isinya cuma memeek..
*****
Setelah pulang menderes, aku coba-coba sms ibu Fany. Siapa tau dapat tanggapan bagus. Meskipun aku tau semua niatku ini salah, tapi jauh dari dasar kontolku, aku ingin hal itu terjadi.
Akhirnya aku dan Ibu Fany telponan. Awalnya ngobrol biasa saja. Setelah aku rasa waktunya pas, aku tanyakan soal "cari waktu yang tepat" seperti yang kami bicarakan dulu. Ibu Fany langsung marah, tapi tetap ia tidak mematikan telponnya. Ia bilang, kalau dia tidak ingin membicarakan itu lagi. Kesalahan saat di mobil dulu, ia tidak ingin mengulanginya. Aku sendiri hanya melayani omonganya seadanya saja. Karena aku menjadi bingung dengan keadaanku. Aku segan untuk bercanda, rasanya tidak tau malu sekali. Baru saja aku mengajaknya untuk enak-enak, sekarang malah bisa bercanda seperti tidak berdosa. Tapi meminta untuk memutus telpon juga nggak mungkin.

Bangun tidur, kulihat ada sms dari Ibu Fany. Dia bilang kalau ia mau ditemani jalan-jalan. Katanya dia sedang suntuk. Langsung aku balas, kalau aku mau jalan dengannya. Tidak lama setelah itu masuk telpon dari ibu Fany.
"Haloo bund" sapaku.
"Haloo, kamu lagi ngapain? Nggak sekolah emang?"
Memang dari kemarin sebagian temanku sudah mulai sekolah untuk kegiatan MOS. Aku sendiri tidak ikut. Sejak dari SMP aku tidak pernah ikut jadi panitia MOS. Bukan karena aku nggak mau, tapi karena aku nggak percaya diri jadi panitia MOS begitu. Aku nggak bisa akting sebagai kakak kelas yang galak, nggak bisa juga akting humor, pokoknya nggak bisa apa-apa. Yaa daripada malu-maluin, mending nggak usah ikut sekalian.
"Enggak bund, itu kan baru anak MOS. Gimana bund? jadi jalan?.." Tanyaku segan- segan. Aku masih ada sisa segan setelah kemarin ia seperti marah padaku.
"Mauuuu.. bunda jemput dimana?"
Aku sebenarnya sudah punya rencana.
"Bund, kalau jalannya pakai motor aja gimana. Mobil bunda taro dimana gitu.."
"Ngapain sama motor, emang mau kemana?"
"Yaa jalan-jalan aja. Sesekalilah bunda jalan sama motor" bujukku.
"Tapi gimana nanti kalau diliat sama teman bunda, bisa bahaya nanti"
Kenapa pula dia takut ketahuan, kan bisa aja bilang anak teman. Kecuali emang mau ngapa-ngapin. Ah masa sih ibu Fany sudah mikir begitu.
"Bunda pakai baju rumah biasa aja. Trus nanti pakai helm. Orang-orang pasti mikir kita emak sama anak" jelasku.
"Tuuuh kan, kamu tuh mau emak anak lagii"
"Eh maaf bund, bukan git..."
"Yaudadeh, tapi mau kemana dulu?" Katanya memotongku.
"Oowh aku sudah punya rencana bund, ikut aja"
"Yaudadeh, kapan? Sekarang?" Katanya.
"Sekarang juga boleh bund. Lebih cepat lebih baik. Biar lama ntar jalannya" rayuku.
"Ok" katanya.
Bunda memintaku untuk menjemputnya di sekitar masjid Babussalam. Tidak jauh dari kebunku. Katanya tidak mau bertemu di daerah dakat rumahnya. Aku sih ok saja. Karena ini justru lebih bagus untuk rencanaku.
Setelah itu kami pergi ke pasar mata air. Disana kami berkeliling, makan-makan sambil ngobrol-ngobrol. Banyak hal yang kami bicarakan, termasuk juga tentang hubunganku dengan kak Tya. Setelah banyak membicarakan ini itu, lalu aku menawarkan padanya untuk main melihat-lihat kebunku. Aku ceritakan juga soal rumah kak Tya yang kayak Vila di dalam sana.
"Mau sih, tapi masa bunda ke dalam-dalam gitu sama kamu. Mana bunda udah tau lagi kamu orangnya kayak gimana....hahahaaa" katanya menutup mulut.
"Emang aku kayak gimana sih bund?" Tanyaku.
Aku sebenarnya tau maksudnya. Aku juga yakin dia tau bahwa aku tau apa yang ia maksud. Ia hanya senyum-senyum saja.
"Biasa aja sih, cuma apa kata orang nanti kalau liat kita masuk ke dalam-dalam gitu?"
"Biasa aja bund, kebun aku itu bla bla bla...." Aku jelaskan tentang kebunku yang aman dan bersih.
"Yaudadeh, tapi bener aman kan?"
"Aman kok bund, jamin. Lagiankan aku sering bawa emak kesana" bujukku lagi.
"Ok deh, yuuk. Bunda juga pengen tau kayak gimana bersihnya kebunmu itu"
Lalu kami pergi menuju kebunku. Tapi baru mau berbelok masuk ke jalan setapak, bunda menepuk pundakku.
"Daan, nggak usahlah yaa. Bunda tau apa yang kamu mau. Bunda juga sebetulnya ingin. Tapi nggak usahlah yaa, bunda belum siap. Kamu kan calon menantu bunda yaa kan?"
Kepalaku langsung pusing. Sepanjang jalan tadi si batang sudah mengeras membayangkan rencanaku untuk enak-enak bakal berhasil. Tapi kalau bunda sudah ngomong begitu, aku jadi nggak enak. Ingin kupaksa saja masuk, tapi melihat wajahnya yang juga ragu, membuatku luluh. Aku merasa bunda membutuhkanku sebagai filternya. Aku merasa dia memohon agar aku mau mencegahnya terjun saat dia juga ingin terjun. Aku memegang tangannya.
"Bunda..."
"Hmmm"
"Maafin aku yaa bund.."
"Iyaa nggak apa-apa, ayo pergi. Ntar kita berubah pikiran lagi" katanya.
Lalu kuputar lagi motor ke arah pasar tadi. Rasanya aku tidak ingin langsung pulang. Aku ingin berlama-lama dulu. Entahlah, aku merasa hubunganku dengan bunda semakin dekat saja. Ada rasa hangat yang sulit dijelaskan, agak mirip seperti sayangku ke emak. Apa mungkin karena usianya?
Cukup lama kami diam di atas motor, sampai bunda bertanya.
"Kenapa?... Kenapa kamu berubah pikiran tadi?" Tanyanya melingkarkan tangan di perutku.
"Nggak tau bund, aku juga bingung. Tiba-tiba aja aku merasa berdosa. Sama kayak ke emak gitu bund"
"Hahaaa kamu memang anak yang baik. Bunda suka sikapmu, gentle. Makasih yaa sudah mau mengerti."
Aku tersenyum masam karena gagal enak-enak.
"Kamu mau jadi anak angkat bunda?"
Aku menoleh ke belakang.
"Masa anak angkat bund, ntar aku adek kakak sama Fany dong?"
Ada-ada aja pikirannya. Lagian aku kan masih ada emak.
"Yaa nggak masalah, kan cuma di antara kita aja. Kalau kalian emang mau pacaran, trus nikah yaa nggak masalah."
"Owwh yaudah mau aja deh bund, hahaaa"
Lalu kurasakan pelukan bunda makin erat.
"Perlakukan bunda seperti kamu perlakukan emak yaa sayaang.."
Seperti emak? Mana bisa kayak gitu. Lagian dia aja takut ketahuan jalan sama aku. Tapi biarlah dulu, liat aja nanti gimana maunya.
"Ok bundaaaa"
"Apa naaak, nggak denger"
"Bundaaa, ibundaaaa, ibundaaakuuu" ucapku berteriak.
"Hahaaahaaa.."
Kulihat wajahnya berseri.. senang juga hatiku bisa bikin dia senang.
"Ke pasar yuk naak"
"Ngapain bund?"
"Beli baju, bunda pengen beliin anak bunda baju" katanya.
Sebenarnya aku nggak enak hati sampai dibeli-beliin gitu. Tapi aku yakin dia bakal kecewa kalau menolaknya.
"Ok bund, nanti aku beliin juga"
Lalu dia ketawa sambil mencubit perutku. Agak aneh sih, katanya anak angkat. Tapi sikapnya kayak sama pacar, manja-manja gitu.
Akhirnya kami sampai di kawasan pasar Mata Air. Tapi tidak masuk ke pasar, melainkan ke toko baju Skater. Aku sudah berusaha menolaknya, karena aku tahu pakaian Skater itu mahal-mahal. Aku punya 1 kaos Skater, itupun aku pilih yang murah saja. Yang penting punya baju merek Skater kayak teman-temanku. Yaa kaan...Yang paling murahnya saja harganya 80 ribu. Bandingkan dengan kebanyakan pakaianku yang harganya cuma 30 ribuan.
Lalu bunda membelikanku 2 celana, 2 kaos dan 2 kemeja serta satu kotak kolor yang berisi 3. Totalnya 1,1 jt, harga yang sangat mahal bagiku. Jumlah itu hampir sama dengan total tabunganku selama 2 tahun ini menderes di kebun dekat rumah.
"Kamu kan anak bunda sayaang.. nggak boleh nolak loh"
Itu kata bunda saat dia memilihkanku pakaian tadi. Aku yakin perempuan kayak bunda ini tidak suka di tolak, jadi aku biarkan saja. Aku sendiri sebetulnya hanya pura-pura nggak suka. Padahal sebetulnya juga senang, senang banget malah. Bisa nambah kegantenganku satu tingkat kalau pakai pakaian mahal gini.
Di Skater ini tidak ada pakaian perempuan. Jadi aku berencana untuk membelikannya di tempat lain nanti. Tapi waktu aku ingin membelikannya, bunda bilang nanti saja. Dia sudah senang bisa membelikanku.
Setelah itu kami jalan-jalan sampai ke kota Provinsi sebelah. Baru pulang saat mau maghrib.
"Kamu mau kan kalau nanti bunda ajak jalan-jalan lagi"
"Maulah bund.. ini aja aku senang banget jalan sama bunda. Sayang aja hari ini cepat berlalu" kataku merayu.
"Bunda pengen kamu ajak jalan-jalan kayak emak" ucapnya menaro dagunya di bahuku.
"Owwh.. aku sih mau banget bund. Emang bunda bisa?"
"Itu dia masalahnyaa.."
Setelah dekat dengan masjid tempat bunda meninggalkan mobilnya tadi. Bunda menepuk punggungku.
"Naak, liat sini"
Aku menoleh ke belakang.
"Cuuup" bunda mencium bibirku.
"Hihiii... Jangan mikir aneh-aneh"
********
"Kak, tadi ada yang mau gadai motor" kata Rahma adikku saat aku baru sampai di rumah.
"Gadai motor?" Tanyaku mengernyit. Lalu masuk ke dalam rumah.
"Adaan sini dulu" panggil emakku.
"Bentar" aku masuk ke dalam kamar menaro kantong plastik pakaian yang dibelikan bunda tadi.
"Kamu masih punya uang?" Tanya emak.
Aku yakin ini pasti soal yang dikatakan Rahma tadi. Kenapa sih orang-orang tidak membiarkanku megang uang banyak. Kesal juga tiba-tiba banyak orang datang minjam uang padaku.
"Ada sih mak, kenapa?" Tanyaku sopan.
"Gini.. tadi Kak Rika datang mau minjam uang. Katanya butuh 1.5 juta, nanti dia narok jaminan motornya"
Kak Rika ini masih ada hubungan keluarga denganku.
"Motor Smash nya itu? Tanyaku.
"Iyaa, kamu ada nggak?" Tanya emak lagi.
Sebetulnya uangku masih ada 1.6 juta lagi. Tapi aku malas meminjamkannya.
"Mak, sebetulnya aku mau beliin emak sama adek-adek anting. Kalau di beliin ke emas gitu kan uangnya nggak akan berkurang sampai nanti-nanti"
Ide untuk membeli barang emas itu muncul begitu saja tanpa rencana. Tapi kalau dipikir-pikir lagi. Ucapanku tadi ada benarnya juga, meskipun aku belum punya gambaran sama sekali soal harga emas sekarang. Ketiga adekku langsung menatapku tersenyum. Sepertinya mereka menyukai ideku. Emak juga sepertinya senang.
"Iyaa bagus juga kalau gitu. Tapi hari minggu nanti kan nimbang lagi?. Lagian kalau emak pikir, nggak ada salahnya juga ngasih pinjaman gitu. Selain bisa ngebantu, toh kita juga untung ada bunganya nanti. Kalau mereka nggak bayar kan ada motornya." Kayaknya emak masih ingin ngasih pinjaman.
"Iyaa nggak rugi sih mak, tapi nanti ada lagi yang datang. Mereka tuh kayaknya agak ember mak. Emang kita pegadaian?"
"Hahaaa yaudah bagus doong, jadi pegadaian aja sekalian" kata emak sambil tertawa. Adik-adikku juga ikut tertawa.
Hahaaa
Hahaaaa
"Pegadaian bang Ramadhan" celetuk Rahma.
Lalu mereka ketawa lagi. Aku cuma nyengir aja.
"Pegadaian bang Amplas aja?" Sahut Ica.
Hahahaaaa
Hahahaaa
Haaahaaa...
Mereka ketawa makin garing... Aku menoleh ke emak sebentar, dia hanya tersenyum. Sepertinya emak sudah cerita ke adek-adek.
"Iya bagus juga tuh, abang kan emang Bang Amplas" kata Ica lagi.
Aku juga ikut tertawa. Aku sebetulnya juga menyukai nama itu. Bagaimanapun itu adalah panggilan sayang dari kakak tercintaku waktu kecil dulu. Lalu ada iklan teh botol sosro di TV.
"Apapun usahanya namanya tetap bang Amplas" sahut Iza adik kecilku.
Hahaa
Hahaha
Hahahahaaaa...
Setelah aku pikir-pikir, kayaknya ide emak tadi nggak ada salahnya untuk di coba. Toh nggak ada ruginya. Kalau pegadaian kan ada jaminan, bukan ngehutang kosong.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd