Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Amplas

Status
Please reply by conversation.
"kreeeeek" bunyi engsel pintu kecil kamarku.
Yaa, seperti biasa aku harus membuka pintu kecil kamar dulu sebelum tidur. Kalau tidak dibuka, sudah pasti nanti aku akan bangun dengan kepala nyut-nyutan. Setelah pintu terbuka, aku melihat emak di luar. Ia juga melihatku, lalu tersenyum.
"Maaak, ngapain sih bersihin bawang gitu? Nggak ada uang lagi?" Tanyaku mengomel.
Aku nggak suka ngeliat emak ngerjain kerjaan kayak gitu lagi. Kasihan, kayak orang miskin banget. Kalau dulu, sebelum ada kebun baru itu aku emang nggak bisa ngelarang emak ngambil kerja sambilan begitu. Karena memang uang kami hanya pas-pasan saja. Tapi sekarang sudah berbeda. Kami sudah punya dua kebun yang menghasilkan uang cukup banyak. Bahkan jauh lebih banyak daripada para PNS yang gajinya hanya 2 jutaan itu.
"Terus emak musti ngapain lagi? Ke kebun juga udah enggak, kerja kayak gini juga nggak boleh?" Kata emak meneruskan kerjaannya tanpa melihatku.
Eh,, kok jadi gini yaa. Tapi bener juga sih kata emak. Emak kan janda, yaa kalau nggak kerja dia ngapain lagi di rumah. Terus yang salah siapa? Aku?. Padahal aku udah senang sebelumnya. Udah berasa jadi anak yang paling berbakti di dunia. Bisa bikin emak tidak repot-repot lagi bekerja. Tinggal terima uang, terus senang-senang ngabisin uangnya.
Emak emang tidak menderes lagi sejak satu minggu aku mulai menderes di kebun baru. Kebun lama, tempat aku dan emak menderes setiap pagi dulu, sudah kami serahkan ke orang lain untuk menderesnya. Karena aku sudah terlalu sibuk di kebun baru. Jadi tidak sempat lagi menderes di kebun lama itu. Untuk kebun baru, aku juga tidak ngajak emak. Karena kasihan kalau emak menderes di sana, sebab batangnya sangat banyak.
"Emang nggak ada kerjaan lain maak? Masa bersihin bawang sih? Uangnya kan nggak seberapa juga..Apa kita buka warung aja di depan?" Kataku masih nggak rela emak ngambil kerjaan kayak gitu.
Emak menatapku dengan mata menyipit dan keningnya membentuk gelombang kusut. "Emang siapa yang urus ntar? Nggak usahlah. Belanja-belanjanya juga emak nggak ngerti"
Emang sih, aku sendiri juga nggak punya gambaran gimana ngisi warungnya ntar. Padahal banyak loh orang sukses karena buka warung. Tapi banyak juga sih yang malah rugi. Pak Kodri tuh contohnya yang rugi. Dia dulu buka warung di seberang rumah kami ini, bahkan sekarang pondok warungnya masih ada. Tapi warungnya sudah tutup karena terus-terusan rugi. Sering aku dengar Pak Kodri itu ribut dengan istrinya gara-gara uang modal warungnya makin lama makin habis.
Yaudalah nggak usah dipaksain juga. Toh di rumah ini turun- temurun nggak ada yang punya latar belakang pedagang. Terus gimana yaa, masa aku biarin aja emak ngambil kerjaan rendah gitu lagi? Cish sombong banget aku yaa. Tapi nggak apa-apalah sombong, kalau emang mampu. Waduuh berarti aku sudah mampu sombong gitu maksudnya? Yaa nggak gitu sih. Maafkan hambamu ya allah, hamba tidak bermaksud untuk menjadi hamba yang sombong. Tolong jangan kembalikan kesulitan rezeki hambamu ini seperti dulu lagi, kalau bisa terus diperlancar saja. Aamiin..
Setelah beberapa perbincangan yang tidak ada hasilnya dengan emak. Aku memutuskan untuk tidur. Karena rencananya jam setengah tiga nanti aku mau menderes ke kebun baru. Jadi perlu istirahat dulu..
"Daan, naak. Bangun udah sore nih."
"Hmmmmmmhh," aku bangun sambil menggeliat.
"Jam berapa sekarang mak?"
"Udah jam 4, bangunlah ashar dulu"
Haah, jam 4? Seriusan? Perasaan aku baru tidur tadi. Lalu aku nyalakan hp untuk melihat jam. Apaaa,, bener udah jam 4. Kok bisa sih?.
"Mak, kok baru bangunin sih? Nggak jadi ke kebun lagi nih?"
"Udah dua kali mak bangunin tadi, adikmu tuh juga udah ngebangunin tadi. Kamu malah marah-marah bilang ngantuk. Udahlah kasih aja kebun itu ke Pak Udin lagi. Kamu sekolah aja, toh uang kita masih cukup kan?"
"Janganlah mak, kalau kasih ke Pak Udin nanti kasih uang berapa? Nggak mungkin 50 sama kayak kebun lama kan? 100 ribu paling baru dia mau. Kalau 100 ribu sehari, satu bulan bisa lebih dari 2 juta uang kita hilang mak." Kataku beralasan.
Aku lebih memilih sistem gaji daripada sistem bagi hasil kalau menyerahkan kebun untuk dideres orang lain. Kalau pakai sistem bagi hasil, maka orang yang menderes di kebun kami itu akan berusaha untuk mencari karet sebanyak-banyaknya. Sehingga batang karet itu tidak akan berumur panjang. Sebaliknya, kalau pakai sistem gaji maka orang yang menderes itu hanya akan mengikuti bekas sayatanku sebelumnya. Jadi batang karetnya bisa lebih awet.
"Yaa daripada gini, udah dua hari kamu nggak ke kebun kan? Kalaupun ke kebun, pasti nggak akan selesai kalau dikerjain pulang sekolah gitu. Setengah aja udah bagus tuh"
"Iya sih mak, terus gimana? Yaudalah nanti aku telpon Pak Udin deh" aku nyerah.
Dengan berat hati, kebun yang sudah aku bersihkan itu harus aku berikan lagi ke Pak Udin untuk menderesnya. Pak Udin adalah orang yang menderes kebun baru itu sebelum berpindah ke aku. Sebetulnya aku masih nggak rela, karena rencanaku untuk membawa perempuan ke sana menjadi batal. Tapi dibandingkan dengan rencana mesum itu, pemasukan uang jelas lebih penting. Jadi, rela nggak rela harus tetap direlakan.
Huhh padahal dua hari ini aku sudah menolak ajakan Fany dan Yana untuk jalan. Dengan alasan bahwa aku akan ke kebun setiap pulang sekolah. Nyatanya, dua hari ini aku hanya tidur saja. Kalau tahu gini, mending jalan aja tadi. Ah bodolah mending mandi dulu.
Saat mandi, aku teringat lagi tentang emak tadi. Kalau aku lihat dari rawut wajahnya, jelas emak sedang kesepian. Atau emak sedang bosan kali yaa?. Kayaknya sih gitu. Gimana nggak bosan coba kalau tiap hari cuma di rumah aja. Apa aku ajak jalan-jalan saja? Tapi jalan-jalan kemana? Kalau diliat teman-teman nanti bisa malu aku. Laki-laki kok anak emak, pasti mereka bakal ngira aku ini anak manja. Bisa turun lagi pasaranku. Apalagi orang-orang di kampung sini pasti ngeliatnya aneh, anak laki kok deket sama emak. Tapi gimana yaa, emak tadi emang kelihatan suntuk. Makanya dia ngambil kerjaan ngebersihin bawang tadi, pasti biar ada kesibukan aja.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, aku mengetuk pintu kamar emak.
"Kenapa?" Tanya emak.
"Emak, kita jalan-jalan yuuk. Bosan di rumah gini" kataku grogi.
Yaa gimana nggak grogi. Karena aku belum pernah ngajak emak jalan-jalan kayak begini. Dulu waktu ngajak emak jalan-jalan ke Kota Provinsi, suasananya beda. Dulu aku ngomong di depan adik-adik dan nenekku. Sekarang hanya ke emak.
Hubunganku dengan emak sama saja dengan hubungan anak laki-laki lain dengan ibunya di kampungku. Hubungan yang kaku. Kalian yang anak desa pasti tau jenis hubungan kayak gini. Nggak ada yang namanya bercanda berdua, atau bahkan sampai bergelut-gelut gelitikan kayak di TV-TV itu. Kalau bercanda, yaa pasti ada orang lain disitu. Entah adik, kakak, tetangga atau yang lain. Jadi, obrolan yang personal itu tidak pernah terjadi antara aku dengan emak. Apalagi kalau sampai curhat-curhat, uuh jauh kali itu. Kalau pergi-pergi juga sama. Aku dengan emak selalu pergi-pergi dengan suatu tujuan. Belum pernah kami pergi-pergi hanya untuk jalan-jalan ngabisin waktu bersama seperti ketika aku dengan teman-teman. Makanya, waktu ditanyain sama Ibu Fany dulu, tentang makanan kesukaan emak, aku nggak tahu.
Lalu siapa yang salah dengan hubungan kayak begini? Yang pasti bukan aku. Mungkin lingkungan ini yang salah atau mungkin juga emak yang salah. Kenapa ia nggak pernah mengajakku bercerita. Aku tidak ingat ada momen-momen dimana aku bercerita ke emak. Entah soal keinginanku atau soal keluhanku.
Masih kuingat, dulu waktu masih kelas 3 SD, aku ingin sekali membeli sepatu bola. Karena teman-temanku sudah pada punya sepatu bola. Aku malah tidak berani ngomong ke emak maupun ke bapak soal keinginanku itu. Aku malah nyari uang sendiri ngumpulin botol-botol dengan teman-temanku, lalu kami jual. Uang hasil penjualan itu di tambahkan dengan uang tabunganku, akhirnya aku bisa membeli sepatu bola Diadora seharga 35 ribu.
Lucu sekali kalau diingat lagi, seorang anak tidak berani meminta ke orang tuanya sendiri. Banyak, banyak sekali hal yang tidak berani aku ceritakan ke mereka. Mulai dari hal yang remeh temeh sampai ke hal-hal penting. Termasuk juga soal membeli buku paket di sekolah, meminta uang jajan tambahan, dan soal lain-lain. Kadang aku menyalahkan masa kecilku yang tinggal di ladang. Kenapa di masa-masa penting pertumbuhan itu aku tidak bergaul dengan teman-teman. Malah tinggal di dalam hutan begitu. Aku yakin kesalahan mereka itulah yang membuat aku sekarang ini tidak memiliki pergaulan yang luas.
Tapi disamping itu semua.. aku tahu, emak sangat sangat menyayangiku. Hanya saja, ia mungkin memiliki masa kecil yang sama denganku. Sehingga sulit baginya untuk menunjukkan rasa sayangnya. Kami lebih suka menunjukkan itu lewat tindakan. Kayaknya sih begitu.
Karena itu aku ingin mengubahnya. Mulai dari adik-adikku. Dengan mereka, hubunganku sudah sangat cair. Dan sekarang, aku ingin hal yang sama ..bisa aku lakukan dengan emak.
"Ayoo mak, pakai jaket. Kiita nongkrong" kataku sok asik.
Yaa mending begitu, kuberanikan saja. Kalau nunggu emak yang minta di ajak jalan, kayaknya nggak akan pernah terjadi.
Aku mengajak emak ke kecamatan sebalah, biar nggak ada yang kenal. Kami berkeliling, berputar-putar sampai jam 6 sore. Lalu kami berhenti di warung martabak mesir. Adik-adik sudah aku sms. Aku kasih tau bahwa aku dan emak pergi ke acara nikahan, jadi pulangnya malam.
"Mak"
"Hmm" kata emak sambil memakan martabaknya.
"Emak nggak mau nikah lagi?"
Hahaaa,, pertanyaan macam apa ini. Emak juga kayaknya heran dengan pertanyaanku.
"Nggak, kenapa tanya gitu?" Jawab emak.
"Kenapa nggak mak, mak kan masih muda. Pasti masih ada yang mau" kataku.
"Emang kamu mau emak nikah lagi?"
"Nggak sih, janganlah yaa maak" kataku sedikit manja. Lalu emak pasang muka heran sekaligus jijik.
"Terus kenapa tanya gitu?"
"Sebenarnya aku cuma ingin emak cerita aja sih. Kita kan nggak pernah cerita-cerita mak."
Lalu emak menatapku. Kayaknya sih dia bingung kenapa tiba-tiba anaknya jadi aneh.
"Gini mak, aku emang nggak pengen sih emak nikah lagi. Tapi kalau emak yang mau, aku juga nggak ngelarang. Aku kasihan aja sama emak, hidup hanya untuk kami. Sementara kami sibuk dengan dunia kami masing-masing. Mak pasti sering ngerasa kesepian, sering bosan, yaa kan? Kayak tadi tuh ngambil kerjaan bersihin bawang. Jadi, aku hanya ingin bilang. Emak nggak usah hanya mikirin kami. Toh sekarang penghasilan kita sudah ada, jadi secara ekonomi kita sudah aman. Emak bisa bersenang-senang sekarang. Aku nggak ngajak emak ke kebun itu, karena aku ingin emak hanya bersenang-senang saja di rumah. Nggak perlu capek-capek lagi kerja. Eh ternyata, itu malah bikin emak bosan. Maafin aku yaa mak"
Emak menatapku dalam.
" Hmmm... Mak tau kok niat kamu baik. Emak tau, kamu ingin bikin emak senang. Nggak usah mikirin emak juga yaa. Emak bahagia kok. Kebahagian emak yaa ngeliat kalian bahagia. Ngeliat adik-adikmu itu senang, yaa emak senang juga. Apalagi kamu, emak sangat bersyukur punya anak kayak kamu. Tapi emak paling kasihan juga sama kamu. Masih muda sudah harus bertanggung jawab sama adik-adik. Makanya, sekarang kasih aja kebun itu ke Pak Udin. Kamu sekolah aja, terus main-main juga kayak anak-anak seusiamu. Deketin cewek juga hihii.. masa umur segini belum pernah deket sama cewek? Hihii"
Waduuhh emak kayaknya mulai keluar sifat aslinya nih. Bisa juga ngeledek ternyata.
"Aku udah punya pacar kok mak" kataku membela diri.
"Hihii.. Mak tau kok. Mak kan juga ngobrol-ngobrol sama Dini."
Loh loh kepo juga emakku ini. Dini adalah anak dari teman emak. Rumahnya nggak terlalu jauh dari rumah kami. Dini juga seangkatan denganku, sama-sama anak kelas 3.
"Apa kata dia Mak?"
"Yaa mak tanya. Kamu udah punya pacar apa belum? Dia bilang belum pernah liat kamu deket sama cewek. Atau kamu mau mak jodohin sama Dini? Tapi nggak usahlah yaa, anak emak terlalu ganteng untuk dia hiihii..Makanya carilah pacar, kenalin sama emak"
Kurang ajar si Dini. Dia kira aku nggak laku apa yaa. Tapi bukan salah dia sih, emang kenyataanya aku tidak pernah dekat dengan cewek terang-terangan.
"Dia tuh nggak tahu aja mak. Aku sudah punya pacar kok." Kataku masih membela diri.
"Iyaa.. siapa namanya? Kok Gepeng sering ngeledekin kamu suruh cari pacar. Berarti kan belum punya" kata emak belum yakin.
"Hmm.. gimana yaa..."
"Gimanaa" emak memotongku.
"Yaudah aku ceritain ya mak"
"Iyaa ceritalah" kata emak tidak sabar.
"Aku tuh sudah punya gebetan mak, dua. Cuma gimana yaa mak. Tapi jangan langsung dihakimin yaa."
"Iyaa gimana" mata emak membelalak mendengar gebetanku ada dua.
"Gebetan aku tuh dua mak.. hmm keduanya udah bilang sayang juga sama aku. Bahkan bilang ingin aku jadi suaminya nanti. Tapi mereka itu masih punya pacar mak."
"Haah,, terus gimana" kata emak nggak sabaran lagi.
Dasar emak-emak, kalau denger cerita begini langung lebar kupingnya.
"Susah juga diceritain sebetulnya mak. Makanya aku bilang tadi jangan dihakimin dulu. Karena mereka itu sebetulnya cewek baik-baik... Jadi gini, awalnya kami dekat biasa saja kayak teman, tapi lama-lama tumbuh rasa sayang. Makanya sekarang hubungan aku tuh agak rumit mak"
"Hah, iyaaa.. dua orang?" Tanya emak penasaran.
Hihii.. seru juga cerita sama emak gini. Yang pasti berasa amanlah, nggak mungkin emak ngerugiin aku dengan ember ke orang-orang. Kalau sama Gepeng sih masih bahaya.
"Iyaa mak, dua-duanya sama. Parahnya lagi tuh, aku sayang sama ke dua-duanya" kataku menepuk dada, seolah-olah ini benar-benar rumit bagiku.
"Gepeng nggak tau? Anak mana mereka? Eh ada fotonya nggak? Mak mau liat"
Waduh pertanyaan yang mana dulu nih yang perlu di jawab. Nggak sabaran banget yaa emak ini.
"Fotonya ada, bentar"
Aku keluarkan Nokia 7610 ku. Ku cari foto aku dengan Fany di galery. Lalu kutunjukkan ke emak.
Emak tampak memperhatikan foto itu dengan teliti..
"Waaah kok cantik sekali, siapa namanya?" Tanya emak.
"Namanya Fany mak, anak pasar Palau." Kataku.
Emak masih memperhatikan foto itu. Bangga juga aku bisa memamerkan Fany ke emak. Nggak sia-sia punya gebetan cantik kayak Fany. Aku mengangguk-angguk bangga..
Lalu ekspresi emak berubah jadi aneh. Ia menutup mulutnya yang agak menganga. Hihii.. segitu cantikkah Fany dimata emak..
"Iniii" kata emak memeperlihatkan layar hp yang ia lihat.
Wuaanjiir.. lalu aku rebut hp dari tangan emak. Tapi kalah sigap, emak sudah menarik tangannya ke bawah meja. Lalu ia menatapku geleng-geleng.
Foto yang di liat emak adalah foto ciuman bibir aku dengan Yana. Bukan ciuman bibir sih, tapi foto saling jilat lidah.
Gilaa ini gilaa.. kenapa emak bisa nemuin foto itu sih. Padahal sudah aku simpan di folder yang berbeda. Di folder itu ada foto ciuman aku dengan Yana dan juga Fany. Bukan cuma itu saja, di folder itu ada beberapa foto mesumku dengan mereka, meskipun semuanya masih berpakaian lengkap. Tapi ini gilaa.. masa emak ngeliat foto begituan?
"Mak mak maak.. janganlah diliat tolong.." kataku merayu seperti mau menangis. Tidak lama setelah itu emak ngembaliin hpku.
"Enggk kuat mak ngeliatnya.. sudah parah kalian" ucap emak. Tapi dari ekspresinya sih dia nggak marah.
"Cuma kayak gitu aja kok mak, nggak ada yang lain-lain" kataku seperti memohon pengertian.
Waduuhh ini tatapan apaan yaa. Kenapa emak menatapku aneh gini..
"Jawab emak jujur yaa.. kamu sudah pernah gituan?" Tanya emak serius.
"Gituan gimana mak? Aku nggak ngerti" kataku. Sebenarnya aku sangat mengerti maksudnya. Tapi aku masih bingung mau jawab apa, sama masih takut juga kalau emak bakal ngamuk.
"Kamu tau maksud emak, masa udah kayak gitu nggak ngerti.. kayak gini" kata emak mengapit jempol dengan jari tengah dan telunjuk.
"Astaagaa mak, belum pernah sampai kayak gitu. Sumpah, aku nggak berani kalau sampai gitu"
"Baguslah, jangan sampai kayak gitu dulu. Rusak nanti masa depan kalian."
"Iya mak, kami juga nggak berani kok" kataku.
Lalu kami terdiam dalam pikiran masing-masing. Entah apa yang ada dipikiran emak. Yang pasti aku agak takut kalau gini.
"Nggak papa kok, yang penting jangan sampai gituan yaa. Namanya juga anak muda, penasaran sama hal-hal kayak gitu itu wajar. Hiishhh mak cuma masih kaget aja. Ternyata kamu diam-diam gebetanya cantik-cantik. Udah gitu, udah parah lagi........ Terus pacar orang lagi. Emak nggak nyangka kamu senakal itu hihiii" mak menggelengkan kepalanya, lalu melihatku. Kemudian geleng-geleng lagi. Terus aja sampai selesai makan emak kayak gitu. Geleng-geleng, terus ngeledek pakai cik cik cik lalu geleng-geleng lagi. Mungkin emak ini kerasukan hantu geleng.
Setelah dari warung martabak mesir. Aku masih ngajak emak berputar-putar. Kali ini obrolan kami benar-benar loos, mencair banget. Dulu waktu jalan-jalan ke Kota Provinsi, obrolan kami sempat mencair. Tapi beda dengan sekarang. Sekarang emak lebih hidup, bahkan ia sudah leluasa meledekku. Aku pura-pura marah aja, padahal dalam hati aku senang membuat emak jadi aktif gitu.
"Maak"
"Apaaaa" kata emak agak teriak
"Kita ngerokok yuk maak, hahaa" ajakan yang sangat tidak bermoral dari anak ke orang tuanya sendiri. Entah kenapa seiring dengan banyaknya ledekan dari emak, membuatku semakin berani juga.
"Hahaaa.. ada-ada aja kamu. Emak sendiri di tawarin rokok" katanya sambil menekek kepalaku.
"Nggak apa-apa mak, sesekalilah. Biar kita kayak teman gitu maak."
"Terserah kamulah" kata emak. Lalu aku berhenti di sebuah warung untuk membeli rokok sampoerna.
Setelah itu kami merokok di motor saja sambil berputar-putar. Emak cuma beberapa kali menghisap rokonya, selebihnya hanya dibiarkan saja habis oleh angin. Sementara aku, aku agak menikmati rokokku, tapi agak canggung juga. Aku bukan perokok aktif, tapi sudah mulai menyukai rokok. Apalagi kalau setelah makan. Rasanya hisapan rokok itu enteng banget. Tapi, aku belum sampai candu dan masih bisa menghindarinya. Jadi, aku hanya merokok sesekali saja.
Sepanjang jalan emak terus memintaku bercerita. Dan aku ceritakan sewajar-wajarnya saja. Emak juga mulai sedikit bercerita soal bapak-bapak yang menggodanya. Tapi emak juga bercerita sewajar-wajarnya juga. Aku nggak tahu, mungkin saja ada bagian yang tidak wajarnya. Tapi kata emak sih, dia tidak memiliki minat ke bapak-bapak itu.

Setelah sampai di rumah, aku langsung ke sumur untuk cuci muka. Seru juga kalau bisa cerita-cerita dengan emak gini. Rasanya langsung plong. Mungkin inilah alasan kenapa orang-orang butuh teman curhat. Apalagi tentang hal-hal yang sifatnya rahasia. Selama ini aku hanya bisa menahan untuk tidak bercerita ke orang lain soal hubunganku dengan Yana dan Fany. Dan semakin kesini, rasanya aku semakin bosan dan bingung dengan hubungan nggak jelas begitu. Hmm,, apa aku ceritain juga yaa hubunganku dengan Rida ke emak? Hahahaa gimana reaksi emak yaa? Apa dia bakal ngamuk atau nangis karena nyesal punya anak penghianat seperti aku ini? Masa iya pacar sohib sendiri mau di embat juga. Hmm tapi kayaknya nggak usahlah. Rida tuh cuma sebagai teman aja.
Setelah cuci muka, aku masuk ke kamar emak.
"Ngapain lagi?" Tanya emak yang lagi duduk bengong. Hahaa aneh, sedang ngelamunin apalah emakku ini.
"Aku mau tidur disini mak" kataku langsung merebahkan diri di ranjang besarnya.
Emak memutar badanya lalu menatapku bingung. Bodo amat.
"Ngapa tidur sini, tidur di kamar kamu aja sana.hus huss" hahaaa emang dikira aku anak kucing kali.
"Enggak apa-apa mak, cuma pengen aja tidur sama emak" kataku langsung memejamkan mata.
"Terserah kamulah.." kata emak, lalu pergi keluar. Mungkin dia pergi nyuci muka ke sumur.
Setelah aku tunggu cukup lama, emak nggak kunjung balik. Akhirnya aku tertidur. Baru dibagunin lagi saat subuh.





************
Menjelang jam masuk sekolah, aku memilih untuk duduk-duduk saja di atas motorku. Sambil memperhatikan dari jauh susana baru di sekolahku dengan kehadiran wajah-wajah baru dari anak-anak kelas satu. Sudah tiga hari sejak mulai sekolah lagi, tapi belum ada satupun yang aku kenal. Aku tidak habis pikir kenapa teman-temanku bisa cepat sekali akrab dengan mereka. Seperti sekarang ini, terlihat ada banyak sekali anak-anak kelas tiga dan kelas dua berada di koridor kelas satu. Ada yang sedang berbincang-bincang di depan kelas dan ada juga yang hanya mondar-mandir tebar pesona.
Apa mereka nggak malu yaa? Atau urat malu mereka sudah pada putus? Jelas banget loh nyari perhatiannya.
Meskipun kelihatan agak janggal, tapi aku juga sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah hal yang pantas dan baik untuk dilakukan. Memang sudah seharusnya begitu, para seniorlah yang harus membuka diri lebih dulu. Supaya mereka, anak-anak kelas satu itu tidak terlalu segan.
Selagi memperhatikan suasana di koridor kelas satu. Aku mendengar ada suara-suara berbisik yang menyebut namaku. Langsung aku menoleh ke asal suara, mencari tahu siapa gerangan yang sedang membicarakanku itu. Kulihat ada dua orang cewek di samping kiriku dengan jarak 10 meteran. Tampilan mereka agak berbeda dari kebanyakan cewek-cewek di sekolahku. Kalau cewek-cewek lain kebanyakan memakai seragam yang menonjolkan bentuk tubuh mereka, sementara dua cewek yang aku lihat ini pakaiannya lebih tertutup dan sopan. Mereka memakai rok kembang, baju berbahan tebal sehingga tidak tembus pandang, dan jilbab yang mereka pakai adalah jilbab lebar dan dalam. Kalau dilihat sekilas, jilbabnya itu kelihatan berlapis-lapis. Sehingga tubuh mereka benar-benar tertutup.
"Bang Ramadhaan... Kak Fitri ngirim salaaam hihiii"
Kulihat Fitri berusaha untuk menutup mulut Ulfa yang sedang tertawa cekikikan. Ulfa ini anak kelas dua, adik kelas kami. Sementara Fitri, dia adalah cewek aneh yang pernah aku ceritakan di page 3, dan di page lain juga pernah disinggung.
Aku merasa senang seketika, sekaligus bingung. Nggak tahu harus bersikap gimana. Di kampungku, kalau ada yang kirim-kirim salam begitu. Artinya yang mengirim salam itu naksir. Aku masih ragu dengan ucapan Ulfa tadi. Kalau aku tanggapi serius, eh taunya ntar cuma bercanda. Tapi kalau tidak ditanggapi, malah lebih aneh lagi. Aku putuskan untuk menanggapinya saja se cool mungkin.
"Salam balik Fa ke Fitrinya" Fitri menatapku sebentar tanpa ekspresi.
Lalu aku turun dari motor untuk mendekati mereka. Baru setengah jalan, mereka sudah kabur. "Kampreet.. malah jadinya aku yang dipermalukan. Bodo amatlah" sekalian aja aku jalan ke kelas.
*****
Saat jam pelajaran ke dua, aku mendapat sms dari kak Tya. Ia menyuruhku untuk menemuinya di depan sekolah. Karena ada sesuatu yang mau ia berikan padaku.
Sampai di depan gerbang, aku minta izin ke satpam yang berjaga sambil menunjuk ke Jazz hitam milik kak Tya yang parkir tidak jauh dari gerbang itu. Setelah mendapat izin dari satpam, aku langsung menyamperi mobil kak Tya.
"Mau kemana kak? Kok pagi-pagi udah cantik aja?"
Kak Tya tersenyum mendengar gombalanku. Sebetulnya bukan gombal sih, memang ia kelihatan sedang cantik.
"Nih buat kamu" kak Tya mengulurkan plastik hitam dari dalam mobilnya.
Di dalam plastik itu ada kotak bergambar sepatu. Aku melirik kak Tya, ia tersenyum. Lalu aku buka kotak itu. Sesuai dugaan isinya adalah sepatu warna hitam bermerk Puma. Masih ada labelnya, dan yang membuatku kaget adalah harga yang tertera di label tersebut.
"Ini harga aslinya kak?" Aku menunjukkan label itu ke kak Tya. Harga yang tertera si sana 880 ribu.
Kak Tya mengangguk.
"Kok mahal banget sih kak? Nanti bang Angga marah loh?"
"Hihii.. nggak apa-apa kok. Sesekali ngasih hadiah buat adek sendiri bolehlah"
"Nggak perlu gini juga kali kak, duh mahal banget lagi nih. Bagi aku yaa kak, ngeliat kakak aja udah hadiah kok"
"Hihii.. iyalah harus itu..Makanya kamu musti baik-baik sama kakak."
"Diih pede banget yaa.. eh kak, nggak bahaya bawa Olive kayak gitu?"
Aku menunjuk ke Olive kecil yang duduk di sebelah kak Tya. Olive duduk bersandar di bangku kecil yang sepertinya memang di set untuknya.
"Nggaklah, kan aman nih" kak Tya menarik seat belt yang terlihat seperti pakaian ke dua bagi Olive.
"Ciluk baa, ciluk baa hihi hii.. mau emana oyiip.. itut unda yaa" aku meniru suara anak-anak untuk menggoda Olive. Ia menatapku tanpa ekspresi.
"Hahahaaa... Nggak pantes banget yaa naak. Tuh Olive aja bingung liat kamu" kata kak Tya memegang tangan kecil Olive.
"Ketawa dong Lif, ntar oom cium loh" Olive berpaling ngeliat ke Bundanya. Apa dia takut yaa sama aku?
"Kak, bisa aku gendong bentar nggak?"
"Bisa, tapi sebelah situ aja" kata kak Tya menunjuk pintu di sebelah Olive.
Aku berjalan ke pintu sebelah. Kak Tya melepaskan kaitan-kaitan seat beltnya Olive. Setelah selesai, aku langsung mengambil Olive dan menggendongnya. Olive tidak bereaksi apa-apa, ia hanya menatapku bingung. Lalu kak Tya menghampiri kami ke pintu sebelah. Saat ia berjalan ke arahku, wuuuhh langsung bergetar hatiku melihat kecantikannya..
Kak Tya memakai celana jins karet warna coklat. Baju kaos putih lengan panjang, ada tulisan bahasa inggris di depannya, serta jilbab warna hitam. Meskipun pakaiannya simple, tapi kak Tya tetap terlihat elegan. Ditambah lagi dengan wajahnya yang cantik dan kulitnya yang putih merona. Mimpi apaa aku bisa punya hubungan spesial dengan wanita secantik ini.
"Kenapa natap kakak kayak gitu? Kakak sendiri loh ini?" Kak tya melebarkan matanya. Mungkin dia tau apa yang sedang kupikirkan.
"Hihii.. salah sendiri jadi kakak kok cantik. Adik sendiri naksir loh, apalagi orang lain"
"Biarin weeek, terus kalau kakakmu ini cantik, kamu mau apa, hah?" Kak Tya berkacak pinggang kayak lagi nantangin orang untuk berantem.
Kak Tya ini tipe cewek cantik yang sadar kalau dirinya itu cantik. Itu membuatnya semakin mempesona, karena selain cantik ia juga percaya diri. Itu yang membuatnya tampak elegan.
"Kak, di rumah lagi ada siapa?"
"Nggak ada siapa-siapa. Makanya kakak bawa Olive ini jalan-jalan. Kenapa emang?"
"Mmhh nggak apa-apa sih. Aku pengen main aja ke rumah kakak"
Kak Tya menatapku curiga. Ia menaruh tangan kirinya di bawah dagu.
"Mau ngapain ke rumah kakak? Hah? Ngaku aja" katanya sok galak.
"Mau gini kak" kataku memperlihatkan jari jempol di apit jari tengah.
Kak Tya menggelengkan kepalanya.
"Cik cik ciikk nggak sopan banget sih?"

"Kan kakak yang bilang dulu, kalau pengen bilang aja" kataku membela diri.
"Yaa nggak gini juga kalii" katanya memonyongkan bibirnya.
"Terus gimana dong kak?"
"Hihiii.. nggak gimana-gimanalah, kakak lagi mens ini kok?"
Aku takjub kak Tya memimpali omonganku dengan santainya. Kalau dia bilang lagi mens, itu artinya kan dia sudah tau apa yang ingin aku lakukan.
"Hihii.. kapan selesainya kak?"
"Dua hari lagi"
"Owwh berarti dua hari lagi aku main ke rumah kakak yaa?" Kataku semangat. Sudah terbayang untuk mengulangi lagi menikmati tubuhnya seperti dulu yang sering kami lakukan. Pandanganku jadi hangat menatap gundugan di dadanya. Dada ini adalah dada yang pernah aku kenyot-kenyot sepuasku dulu. Bahkan ia sendiri yang memintanya. Dada wanita cantik yang berdiri di depanku ini. Dada kakakku sendiri.. Rasanya kayak nggak nyata, tapi benar-benar pernah terjadi.
"Jangaaan" kak Tya menyilangkan tanganya untuk menutupi dadanya. Tapi ia tidak marah.
"Dek, masuk ke mobil dulu. Kakak mau ngomong"
Kak Tya berjalan ke pintu mobil sebelah. Aku mengikutinya masuk ke mobil sambil menggendong Olive. Sampai di dalam mobil, kulihat expresi kak Tya sudah berubah. Tatapannya terlihat serius.
"Dek, kamu sayang sama kakak kan?"
Aku mengangguk
"Hmm.. gini.. kita nggak boleh ngulang gituan lagi. Kamu nggak kasihan sama kakak dan Olive?" Katanya
Aku terdiam merasa bersalah karena menggodanya. Aku tau yang kami lakukan dulu sangatlah salah.
"Jujur,,, kakak juga ingin ngulang lagi.. kadang kakak udah mencet nomor kamu tapi nggak jadi. Kakak takut dek.. Olive tuh masih kecil. Kalau sampai rumah tangga kakak berantakan, Olive yang paling kasihan. Kalau malam liat bang Angga tidur, kakak jadi teringat lagi kesalahan kakak. Rasanya udah jahaaat banget sama dia. Terus terang, ekspektasi kakak sama bang Angga tuh jadi tinggi. Kakak ingin dia bisa kayak kamu, tapi nyatanya enggak. Kakak nggak mau terus-terusan kayak gini dek."
Kak Tya terus bercerita, seperti menumpahkan uneg-unegnya padaku. Aku hanya diam saja. Bukan karena aku sedang mendengar semua curhatannya, tapi karena aku sedang berpikir. Kak Tya ini bukan lagi orang asing seperti dulu. Dia adalah kakakku sendiri, dan dia menyayangiku seperti adik kandungnya. Untung saja kak Tya sadar duluan, kalau nggak, mungkin kami akan terus berzina.
Aku tahu mungkin ada banyak orang yang lebih sayang pada kak Tya daripada aku. Mungkin Ibunya, Ayahnya atau yang lain. Tapi aku juga menyayangi dia. Aku adalah salah satu orang yang sangat tidak menginginkan hal buruk terjadi padanya dan keluarga kecilnya.. Yaaah kami tidak boleh mengulanginya lagi. Aku mungkin akan melakukannya dengan orang lain, tapi tidak boleh dengan kak Tya.
"Iya kak.. aku minta maaf yaa.. aku nggak mau kak kalau kekuarga kakak berantakan. Apalagi ini masih kecil belum tahu apa-apa" kataku sambil memeluk Olive.
"Makasih yaa.. kakak tau kamu juga sayang sama kakak. Tapi matamu tuh di jaga"
Aku menoleh melihat wajah kak Tya. Ia tersenyum nakal.
"Dari tadi kamu liatin ini terus. Baru aja ngomong udah langsung aja jorok lagi." Kak Tya mengangkangkan kakinya sebentar lalu mengatupnya lagi.
Sebenarnya kak Tya ini salah paham. Mungkin mata aku melihat ke arah pahanya, tapi pikiranku sebetulnya melayang kemana-mana. Sama sekali tidak memikirkan hal mesum. Tapi karena dia ngomong kayak gitu, mau nggak mau aku melihat ke arah paha dan selangkangannya itu.
"Kita jalan dulu bentar yaa. Atau kamu mau langsung ke kelas?" Tanyanya.
"Eh nggak kak, ini udah mau istirahat juga kok" kataku.
"Owh yaudah.. kita jalan yaa" katanya. Aku mengangguk.
Selama jalan-jalan kak Tya bercerita soal masa SMAnya dulu. Dia bilang kalau dia dulu punya banyak penggemar. Aku sih percaya bangeet, sekarang aja aku yakin masih banyak penggemarnya. Terus kami juga bercerita soal hubunganku dengan Fany. Kak Tya kadang meledekku, masa iya cuma jadi selingkuhan, kasian amaat katanya.
Setelah cukup lama kami ngobrol-ngobrol, kak Tya tiba-tiba mengenyampingkan jilbabnya. Mau tidak mau mataku tertuntun untuk melihat benda yang kenyal itu.
"Hihiii... Pengen ini yaaa.. atau ini.."
Kak Tya membusungkan dadanya lalu mengangkan kakinya. Aku menelan ludah bimbang.
"Nggak kak.. kan kita dah janji nggak bakal ngulang lagi. Aku bakal ngejagain kakak, termasuk rumah tangga kakak" kataku.
Kak Tya menatapku sesekali sambil nyengir..
"Aahh" aku kaget tangan kak Tya tiba-tiba memegang batangku di balik celana.
"Terus ini apaaa, hah.. kenapa ini tegaak begini" kak Tya gemas meremas batangku.
Aku melepaskan tangan kak Tya. Aku bilang "kak, aku bakal ngejagain kakak."
Kak Tya kembali mengarahkan tangannya ke batangku tapi aku cegah. Kak Tya nggak mau nyerah. Malah semakin kuat tenaganya menyingkirkan tanganku. Hahahaaa kayaknya semakin di larang dia semakin semangat. Sampai akhirnya aku pasrah. Kak Tya langsung membuka kaitan celanaku lalu mengeluarkan batangku yang sudah keras. Kak Tya mengocoknya gemas, kadang di remas keras kadang di kocoknya cepat.
"Kayak gini aja nggak apa-apa dek, asal jangan gituan lagi yaa" katanya sambil mengocok.
Aku mengangguk pasrah dipaksa enak begini. Kak Tya menghentikan mobil sebentar di jalan yang nggak ada rumah orang. Lalu ia menundukkan kepalanya langsung mengulum batangku.
Aaaaah
Kaaak
Kak Tya menatapku lalu memencet batangku cukup keras. "Diem aja" katanya. Lalu dia meneruskan mengulum batangku. Sudah kepalang tanggung, kupegang dadanya yang menggantung itu.
"Uuuuhh" leguh kak Tya sambil ngulum.
"Kakak ingin deek"
Aku diam saja, karena aku juga menginginkannya. Tapi kak Tya malah memasukkan lagi batangku. "Udah gini aja, nanti keterusan. Lagian kakak lagi mens" katanya.
Aku memberikan Olive ke kak Tya, lalu merapikan pakaianku.
"Eh bersihin dulu, jorok ah" kata kak Tya.
"Nggak kak, biarin ada bekas kakak gini" kataku.
Kak Tya cuma tersenyum lalu memberikan lagi Olive untuk kupangku. Kami kembali lagi ke sekolah. Karena masih jam istirahat, aku minta kak Tya untuk menemaniku dulu ngadem di mobil, sambil ngobrol-ngobrol. Sampai akhirnya terdengat bell masuk.
"Udah kamu sekolah aja sana gih." Kak Tya mengambil Olivedariku, lalu maletakkannya di tempatnya tadi.
"Jangan lupa cuci muka dulu, jelas banget mukamu masih mikir jorok hihii"
Setelah itu kak Tya pergi dan aku kembali lagi masuk ke dalam sekolah. Baru melewati gerbang, aku melihat Rida. Ia menatapku bengis. Tanganya di lipat di bawah dadanya. Ngapain nih anak?.
"Kenapa Rid?" Tanyaku sambil berjalan.
Rida tidak menjawab, tapi ia mengikutiku dari belakang.
"Daan,"
"Hmmm"
"Itu tadi si kakak yaa"
"Iya, kenapa" kataku santai.
"Kakak yang kamu ceritain kan? Yang cantik dan punya anak kecil?".
Aku berhenti langsung berbalik menatap Rida. Apa yang ia pikirin yaa? Aku khwatir yang ia maksud adalah soal yang kami obrolin dulu. Waduh jangan doong, aku nggak mau Rida tau soal hubunganku dengan kak Tya.
"Maksudnya apa Rid?" Tanyaku khwatir. Kepalaku langsung terasa panas.
"Maksud aku yaa. yang kayak kamu pikirin itu. Bener kan itu kakak yang kamu ceritain?"
"Nggak Rid, yang tadi itu kakak aku. Yang aku ceritain dulu tuh. lain lagi"
Aku tau maksud Rida, dan aku berharap dia percaya dengan ucapanku ini..
"Hihiii nggak percaya.. pasti yang tadi itu. Yaa kan? Ngaku aja. Ish cantik banget yaa.. kok bisa sih kamu dapet kayak gitu?"
Aku menunduk sambil berpikir tentang cara meyakinkan Rida ini.
"Nggak kok Rid, sumpah. Yang aku ceritain itu orang Patin Rid. Nanti aku ceritain lagi"
Aku berbalik berjalan meninggalkan Rida.
"Ngaku aja? Keliatan kok dari tatapan kalian tadi"
Aku berhenti sebentar menatap Rida.
"Rid, sumpah bukan itu. Yang aku ceritain dulu itu orang Patin. Kalau perlu aku kenalin ntar. Jadi jangan salah paham yaa. Yang tadi itu beneran kakak aku"
Duh kenapa ekspresi aku berlebihan sih.
"Hihii.. nggak usah pucat gitulah. Rahasia kamu aman kok sama aku"
"Nggak Rid, nggak kayak yang kamu pikiriiin"
Aku berbalik langsung jalan lagi. Aku khawatir ekspresi wajahku malah bikin dia makin yakin nantinya.
"Adaan"
Rida mengejarku. Aku menambah kecepatan langkahku sambil berpikir.
"Daan, kamu mau kemana? Nggak ke kelas?" Tanya Rida.
Aku tersadar ternyata aku berjalan ke arah kelas 1. Kampreeet..
"Hahaaa.. jangan panik gitulah. Kamu tau kan aku bisa jaga rahasia. Aku menatap Rida, mencari tahu keseriusannya. Memang sih Rida ini bisa di percaya. Buktinya ia punya Video aku dengan Rani, dan sampai sekarang masih aman-aman saja. Tapi aku tetap tidak ingin Rida tau tentang kak Tya.
"Jujur aja sama aku,, bener kan yang tadi itu kakak yang kamu ceritain dulu."
Aku diam saja. Percuma juga ngeyakinin dia.
"Kalau kamu jujur aku kasih ini"
Rida menyampingkan jilbabnya dan membusungkan dadanya. Tanpa bisa di kontrol, mataku langsung terpaku pada bulatan dada Rida. Aaahh, gemetar tanganku ingin menyentuhnya. Saat aku tanpa sadar mengangkat tangan, Rida langsung menurunkan jilbabnya. Aku menatapnya ingin..
"Ngaku dulu, bener kan yang itu tadi si kakak yang kamu ceritain?"
Aku sempat ragu ingin mengangguk. Tapi akhirnya aku menggelengkan kepala. Yaa mending aku sangkal aja. Toh kalaupun aku bilang iya, aku nggak tega juga menyentuh dada pacar sohibku ini. Kalau bukan pacar Gepeng sih sudah langsung aku cengkram dadanya ini.
"Hihii.. kamu tuh udah ngangguk loh. Udahlah ngaku aja. Ntar aku bantuin ngocok" kata Rida berbisik. Tawaran yang sulit untuk di tolak.
Antara sange dan persahatan, aku memilih persahabatan. Aku menatap Rida sebentar, lalu aku pergi cepat-cepat menuju kelas. Aku nggak mau menghianati sohibku.
******
Di kelas 3 ini, aku masih satu kelas dengan Rida dan Gepeng. Aku juga heran kenapa aku masih satu kelas dengan Gepeng. Padahal teman-teman yang lain, yang dulunya duduk satu bangku dan akrab dikelas, sekarang sudah pada dipisah. Ada yang ke IPS 2 dan ada yang ke IPS 3. Rida sudah pisah dengan Rani, Tio sudah pisah dengan Dewi, Rendi yang duduk di depan kami dulu juga sudah di lempar ke IPS 3. Entah kenapa aku masih satu kelas dengan Gepeng.
Tapi di kelas 3 ini, aku tidak lagi duduk dengan Gepeng. Katanya bosan sebangku denganku. Aku bilang juga bosan duduk denganya. Sekarang aku duduk di bangku nomor 3 dari depan, sementara Gepeng tetap di bangku paling belakang. Sebenarnya tempat duduk ini tidak permanen dan kami bisa pindah kapan saja kami mau.
Rida sekarang duduk pas di sampingku dengan Ika. Entah hanya kebetulan saja atau memang dia sengaja, aku tidak tahu. Yang pasti Rida ini membuatku panas dingin. Rida sangat hot sekarang, bahkan ia lebih merangsang daripada Fany dan Yana. Tapi nggak bisa dibandingin juga sih. Fany dan Yana juga menarik dengan cara yang berbeda. Rida sekarang bajunya agak menggantung. Jadi kalau badanya nunduk ke meja, aku bisa melihat kulit di atas roknya. Tadi pagi bahkan aku bisa melihat belahan pantat atasnya.
Kalau bukan pacarnya Gepeng sudah aku rayu nih anak. Apalagi dia sudah memberi lampu hijau. Meskipun aku juga nggak yakin sih itu lampu hijau beneran. Mungkin saja dia hanya ingin menggodaku. Karena dia tahu aku tidak akan berani macam-macam denganya.
"Daan"
Rida memanggilku. Aku pura-pura nggak dengar aja sambil ngajak Riko teman sebangkuku ngobrol.
"Adaaan"
Suara Rida berbisik. Aku tetap tidak mau menoleh ke arahnya.
Tuut tuut hp bergetar di saku celanaku. Kulihat isinya, ternyata sms dari Rida. Mau apa sih nih anak? Aku tengok ke samping, Rida meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Ia menyuruhku untuk diam dan mengikuti arah ..tangannya.
Rida menunduk ke depan, meletakkan kepalanya di meja. Kulihat tanganya bergerak ke samping mengangkat sedikit baju belakang Ika. Waduuuh.. aku bisa melihat kulit putih Ika. Tapi cuma itu saja, karena rok yang Ika pakai terlalu tinggi hampir sampai ke perutnya. Tapi tetap saja pemandangan itu membuatku panas dingin, apalagi tadi sudag kentang dengan kak Tya.
Duh gimana nih? Aku perhatikan orang di sekeliling. Ternyata tidak ada yang melihat ke arah Ika. Aku bingung, ingin melihat lagi tapi malu dengan Rida. Ika posisinya mirip dengan Rida. Badanya membungkuk ke depan. Kepalanya di topang oleh lipatan ke dua tanganya di meja. Sementara pantatnya agak menonggeng.
Rida tersenyum melihatku. Lalu mengetikkan sesuatu di hpnya. Tidak lama berselang hp ku kembali bergetar. Kulihat ada sms dari Rida.
"Gimana? Suka nggak? Enak tuh Daan. Dijamin kontolmu bakal muncrat kalau di jepit Ika."
Duh kepalang tanggung. Kubalas sms Rida "ulang lagi Rid, lebih tinggi lagi angkatnya"
Rida tersenyum, lalu ngasih kode "ok" pake jari. Aku gelisah, tapi Rida belum juga mengangkat lagi baju Ika.
"Rid"
Aku berbisik. Rida masih cuek tanpa melihatku. Tidak lama setelah itu kulihat Rida memperhatikan sekeliling, lalu ia melengkungkan pinggangnya. Mataku melotot melihat bokong Rida yang tertonggeng indah. Kurasakan jatungku berdetak keras. Kupegang batangku yang meminta untuk di belai. Aah enak sekali rasanya. Inginku bilas keras-keras, tapi nggak mungkin. Bahaya kalau ketahuan sama teman-teman yang lain.
Rida tersenyum melihat aksiku. Tapi ia tidak mau melihat ke arahku. Hanya saja dari sudut matanya aku tahu dia memperhatikanku. Rida menggigit bibir bawahnya, sambil menggesek pantatnya di kursi kayu yang beruntung itu. Aksinya itu tidak lama, karena guru yang mengajar di kelasku memberi kami soal latihan.
Otakkku masih panas. Aku ketikkan sesuatu di hp ku. "Rid, ke toilet yuuk"
Tidak lama setelah itu, Rida melihat hpnya. Ia tersenyum puas, tapi tetap tidak mau melihat ke arahku. Duh kenapa nih anak.
Tut tuut, sms masuk dari Rida lagi. "Ke perpus aja habis latihan ntar"
Kenapa ke perpus sih? Emang bisa apa di perpus? Buru-buru aku mengerjakan latihanku. Bodo amat mau benar kek, salah kek yang penting selesai cepat. Setelah ada satu temanku yang mengumpulkan latihan, aku juga bergegas mengumpulkan latihanku. Setelah itu aku minta permisi ke guru. Lalu pergi ke perpustakaan.
Tidak ada satu orangpun di perpustakaan selain kakak penjaga perpust ini. Wajar sih, karena sekarang masih jam pelajaran. Aku berpikir, kenapa Rida ngajak aku ke perpustakaan? Kayaknya sih nggak mungkin untuk mesum. Kaca perpustakaan ini rendah dan bening. Jadi, meskipun kakak penjaga perpus ini tidak bisa melihat karena mungkin ketutupan rak-rak buku, tapi orang yang lalu lalang di depan perpus ini bisa melihat seluruh isi perpust. Yaudalah nunggu Rida aja dulu.
Tidak lama berselang, Rida datang senyum-senyum.
"Hihii.. semangat banget kamu.. emang mau ngapain?"
Rida menghampiriku sambil mengambil salah satu buku di rak. Lalu ia mengajakku untuk duduk di sofa. Mau ngapain sih yaa? Tapi aku tetap menurutinya.
Rida menatapku sebentar, kemudian berbisik "keluarin" katanya.
Aku mengernyit menatap Rida. Lalu ia berbisik lagi "keluarin ini" katanya memegang selangkanganku.
Duh udah gila apa yaa nih anak, masa ia di sini. Kalau ada orang lewat di teras perpus ini sudah pasti mereka akan bisa melihat aktivitas kami. Aku cilengak-celinguk melihat sekeliling. Memang tidak ada orang sih, tapi tetap bahaya.
"Keluarin aja tutup pakai ini" Rida meletakkan buku yang tadi dia ambi di atas celanaku.
Aku masih bingung, masa ia sih disini? Mau apa dia? Mau ngocok? Nggak bakal sempat.
Rida melampirkan jilbabnya ke samping, lalu membusungkan dadanya. "Kamu mau ini kan?" Tanyanya. Aku mengangguk.
"Keluarinlah cepet, aku mau liat"
Duh melihat gundugan dada Rida serta tantanganya membuat batangku mengeras dengan cepat. Yasudalah bodo amat. Kubuka resleting celanaku, lalu kukeluarkan batang kebanggaanku.
"Udah nih" kataku memanggil Rida yang sedang cilingak-cilinguk memperhatikan keadaan sekitar.
Saat Rida melihat ke selangkanganku, segera kuangkat buku yang menutupinya.
"Iissh" rida mendesis.
Ngeliat ekspresi Rida, ada rasa bangga memperlihatkan batangku padanya. Meskipun juga masih ada rasa malu.
"Bentar"
Kata Rida, lalu mengeluarkan Hpnya. Kok K-touch sih, bukannya hp Rida N70 yaa. K-touch yang dikeluarkan Rida adalah K-touch layar lebar. Tapi kayaknya aku pernah liat hp ini.
"Angkat bukunya" kata Rida.
Ia mengulurkan tangannya memegang batangku. "Iishh" kami mendesis sama-sama. Rida mengenggamnya sebentar, lalu melepasnya lagi. Kemudian Rida mengarahkan kamera hpnya untuk mengambil foto. Ia memposisikan tangannya di samping batangku. Sepertinya ia mengambil sisi dimana jari manisnya yang dilingkari cincin emas itu ikut terlihat.
Aku masih bingung melihat ke arah wajah Rida. Nih anak mau ngapain sih sebetulnya?
"Udah, masukin lagi ini" katanya sambil sedikit mengocok batangku.
Aku masih diam bingung. Lalu Rida memasukkan batangku dengan tangannya. "Nggak usah bingung. Ini buat Ika bukan buat aku. Masa kamu tega macem-macemin aku sih? Kamu nggak ingat Gepeng?" Katanya lembut.
Maksudnya apasih. Aku makin bingung dengan ucapan Rida. Oiya aku baru ingat, hp K-Touch ini kan hpnya Ika.
"Nanti sore telpon aku yaa. Nanti aku ceritain." Katanya.
Sebelum berdiri, Rida meremas batangku lagi.
"Ayuuk, ntar dimarahin loh lama-lama" kata Rida pergi meninggalkanku yang masih kentang dan bingung.
*******
Setelah pulang sekolah, aku mengajak Fany jalan-jalan. Aku ceritakan singkat di sms bahwa aku tidak lagi bekerja setelah pulang sekolah. Fany mengiyakan ajakanku, meskipun balasannya sedikit agak telat.
Saat kami baru mulai berboncengan, hp Fany berbunyi. Tapi tidak dia angkat. Awalnya aku biasa saja, tapi lama-kelamaan aku terganggu juga.
"Siapa sih Fan? Angkatlah tuh" kataku.
"Nggak usahlah" Fany kembali mematikan panggilan di hpnya.
"Edy?" Tanyaku.
"Iyaah"
Mendengar itu hatiku langsung ngilu. Ada rasa sakit menyeruak dari lubuk hatiku. Fany sepertinya menyadari perubahanku.
"Nggak usah mendung gitu sayaaang.. ini aku kan lagi sama kamu" Fany memelukku.
Maksudnya apa nih. Bukanya tenang, aku malah jadi tambah gusar. Apa kalau nggak lagi sama aku, dia akan mengahbiskan waktu dengan Edy gitu? Waduh kenapa rasanya panas yaa. Nggak rela aku membiarkan Fany ngabisin waktu dengan Edy. Aku bahkan nggak tau sama sekali bagaimana gaya pacaran mereka. Pacaran? Aahhh iyaa.. Edy itu pacarnya Fany. Sementara aku bukan siapa-siapa.
Tuut tuuut tuuuttt...
"Angkatlah Fan, kalau nggak matiin hpnya" aku emosi.
"Nggak usahlah, nanti kamu marah" katanya.
"Aku udah marah Fan? Tambah lagi sikapmu yang kayak begini bikin aku tambah maraahh." Rutukku dalam hati. Tapi aku hanya diam saja. Aku dilema. Satu sisi aku ingin marah dan mengungkapkan kekesalanku. Di sisi lain, aku khwatir Fany bakal marah balik. Lalu tidak mau lagi bertemu denganku. Duuh kenapa aku jadi takut yaa.. aku takut kalau Fany lebih memilih Edy daripada aku. Aku minder kalau dengan Edy ini. Dilihat dari sisi manapun, Edy tetap lebih baik daripada aku.
Tapi aku tidak rela kalau musti berbagi Fany kayak gini. Terbayang di kepalaku, Fany di peluk sama Edy. Mungkin setalah itu mereka bakal ciuman, terus... Aduuh aku nggak sanggup ngebayanginya.
"Kamu cemburu?" Kata Fany.
Aku diam saja. Aku bingung dengan keadaan sekarang. Kayaknya aku benar-benar sudah mencintai Fany. Duuuh..
"Ngomonglah, jangan diam-diam kayak gini." Kata Fany.
Sampai di tempat makan bakso yang kami tujupun, aku masih diam. Aku menatap wajah Fany. Owh nggak, sebetulnya aku tidak menatapnya. Tatapanku memang mengarah ke wajahnya, tapi aku tidak memperhatikan apa-apa. Tatapanku kosong seolah menembus wajah Fany.
"Kamu masih mikirin yang tadi?"
Tatapanku yang tadinya mengembara, kembali terarah pada Fany. Sekarang aku baru bisa melihat mata hitamnya. Hatiku bergetar menatap wajah rupawannya itu. Aduuhh.. gimana ini.. hatiku jelas bergetar...aku benar-benar sudah jatuh cinta. Dan sekarang aku sedang cemburu. Emaaaaaakk...
"Sayaang, jangan diam gini. Ayo kita bicarakan sekarang"
Mendengar itu aku mengangguk.
"Bener Fan? Kamu nggak keberatan?" Tanyaku ingin tahu apakah ajakan itu bukan sekedar untuk mengajakku ngobrol saja.
"Kamu kenapa sih? Kok jadi aneh?" Tanya Fany.
Iya juga sih. Kenapa aku jadi hati-hati gini sama Fany? Kenapa rasanya gugup yaa.
"Bicara serius Fan?"
"Iya" Fany mengangguk.
"Ok deh.. Fan, perasaan kamu sama aku tuh gimana? Maksud aku, rencana kamu sama aku kayak gimana? Apa cuma sebagai selingkuhan aja, atau gimana?" Tanyaku gugup.
"Kenapa kamu nanya gitu? Emang kamu merasa aku tuh gimana sama kamu?"
Duh dibalik sih?
"Bukan gitu Fan, entahlah tiba-tiba saja aku merasa khawatir Fan. Aku merasa seakan ini mendesak dan meminta untuk di keluarkan"
"Pasti ada alasannya. Apa kamu curiga sama aku? Cemburu?"
"Iya"
"Iya apa? Jelasinlah" kata Fany.
"Fan, kamu bilang dulu ingin jadiin aku imam kamu? Terus sama Edy kamu gimana?"
"Aku masih sama kok. Kamu sendiri gimana? Sekarang aku tanya sama kamu. Seberapa sayang kamu sama aku? Misal nih, kalau aku bilang sekarang aku sudah tidak perawan lagi. Apa kamu masih mau jadi imamku?"
Aku terkejut, apa Fany serius? Dia sudah tidak perwan lagi? Apa dia melakukannya dengan Edy? Aduh kepalaku sakit memikirkannya. Aku mau bilang mau, tapi nggak rela. Mau bilang tidak mau, nggak rela juga harus kehilangan dia.
"Tuuh kan. Ok, terus terang Daan, aku sudah nggak virgin lagi. Aku sudah melakukannya dengan Edy. Kami sudah melakukannya 5 kali sebelum dia pergi kemarin. Apa kamu masih mau jadi imam aku?"
Ludahku langsung berasa asin. Aku nggak tahu harus bagaimana sekarang. Nggak ada satupun kata terucap dari mulutku. Bahkan bakso yang biasanya aku suka ini, tidak lagi membuatku berselera.
"Daan"
Fany memanggilku setelah cukup lama kami saling diam. Aah sekarang dia tidak lagi memanggilku sayang. Meskipun sebelumnya dia sering memanggil nama, tapi sekarang rasanya sakit.
"Udah yuuk, anterin aku."
Fany menarikku keluar. Aku tetap masih diam dan mengikuti perintah Fany.
*******
Sepanjang jalan pulang, aku tidak bisa memikirkan apa-apa lagi. Bahkan setelah sampai di rumah, aku tidak sadar emak memanggilku.
"Daan" panggil emakku yang sudah ada di dalam kamarku.
"Hmm"
"Abang kenapa? Kok nggak dengar emak manggil?" Tanya emak.
Emak memang sesekali memanggilku abang. Terutama saat ada adik-adikku. Tapi sejak tadi malam, emak sudah lebih sering memanggilku abang, sama kayak adik-adikku. Kecuali Rahma yang tetap memanggilku kakak, karena dia tidak mau sama.
"Nggak apa-apa mak"
Emak memandangku tak percaya.
"Yaudah mandilah dulu, abis itu ganti baju. Besok kan masih pake baju ini?"Kata emak.
Sebetulnya aku sudah punya baju baru. Tapi belum aku pakai. Aku tidak ingin teman-temanku berpikir, bahwa aku memakai baju baru karena ingin cari perhatian dari anak-anak baru. Bodoh banget kan?
Aku mengikuti kata-kata emakku untuk mandi. Lalu berganti pakaian dengan pakaian rumah. Saat aku ingin berbaring, emak memanggilku dari ruang tengah.
"Kamu itu kenapa? Soal Fany? Atau Yana?" Kata emak meledekku.
Aku mengangguk.
"Sinilah, cerita sama emak. Kan semalan udah cerita."
Aku mendekati emak yang sedang melipat kain. Entah kenapa aku jadi manja sama emak. Aku langsung berguling di atas pahanya yang dibalut celana kain karet itu.
"Hihii.. dasar anak muda. Baru juga bermasalah sedikit langsung lemes kayak ulet"
"Ini bukan masalah biasa mak?"
"Emang masalah apa? Pacarnya tau kamu selingkuhin pacarnya?"
Emak mengusel-usel rambutku. Duuh rasanya nyaman sekali. Belum pernah emak memperlakukan aku begini sepanjang ingatanku. Bahkan saat aku kecil aku tidak ingat emak pernah memperlakukanku begini.
"Aku belum bisa cerita mak soal ini. Nantilah aku ceritain"
Aku memejamkan mata sebentar. Emak melanjutkan melipat pakaiannya. Saat aku rasanya mulai tertidur, tiba-tiba Ica adik bungsuku datang.
"Haha hahaa abaang" kata Ica tidur di sampingku berebut paha emak.
"Ica sebelah sini aja, abang tuh lagi galau" kata emak.
Aku menatapnya sengit. Lalu emak tertawa kecil. Ica berpindah ke paha sebelah emak. Tapi posisinya tidur dari sebelah depan.
"Eh sebelah sini Ca. Gimana mak mau lipat kain kalau gini?"
Ica diam saja dan pura-pura sudah tidur. Aku juga memejamkan mata. Hanya beberpa menit berselang, aku dengar cekikikan Ica.
"Hihi hihii"
Aku melihat ke Ica. Ternyata emak sedang melipat kain di wajahnya. Aku biarkan saja mereka bercanda.
"Ke abang mak yang ini"
Aku menengok lagi ke Ica. Ia sedang memegang CD emak. Emak mengambil CD itu, lalu melipat lagi di wajah Ica.
"Hahaa haahaaa. Ke abang aja."
Lalu ica duduk menutup wajahku dengan kain. Kubuka mataku, ternyata ia sedang melipat CD emak di wajahku. Emak tertawa geli melihat kelakuan Ica. Aku diam saja, bahkan aku berpura-pura menghirup CD emak itu.
"Haha hahaaaa.. kolor emak buat abang. Ini kolor abang buat emak"
Emak melihatku. Tapi aku hanya bersikap santai saja. Bahkan kuhirup lagi kolornya itu.
"Mmmhh wangii Ca" kataku melihat emak.
"Heisshg ada-ada aja" emak menarik lagi kolornya itu.
*****
Jam setengah 4 aku dibangunin emak untuk ashar.
"Hah, dari tadi aku di sini mak?"
Aku terbangun masih berbantal paha emak.
"Iya udah pegel nih.. awas" katanya mengusirku.
"Hihii.. kenapa nggak di bangunin? Yaudah aku pijit nih"
Aku tekan-tekan paha emak tanpa sadar. "Eh" aku kaget menyasadari apa yang sedang aku tekan ini. Terasa kenyal, membuat batangku yang biasanya bangun setiap kali aku bangun tidur itu terasa semakin keras.
Aku melihat emak sebentar. Rencananya aku ingin mengangkat tanganku. Tapi karena emak biasa saja. Aku teruskan memijatnya. Duuh aku ngapain ini? Kok paha emak sendiri sih?.
Karena celana emak ini kain, aku jadi bisa melihat gundugan di antara pahanya. "Iishh" aku mendesis. Mataku nanar melihat itu. Tanpa sadar tanganku bereaksi sendiri menekan gundugan di selangkangan emak.
"Ehh"
Emak kaget, akupun juga kaget dengan apa yang aku lakukan. Aku langsung berdiri. "Adek mana mak?" Tanyaku mengubah topik.
"Main.. udah sana sholat dulu"
Aku pergi ke sumur. Saat di dalam kamar mandi, aku masih terbayang dengan yang baru saja terjadi. Aku menekan kemaluan emakku sendiri. Duhh kok enak banget yaa. Rasa kentang dari tadi pagi dengan Rida, ditambah bayangan emak tadi. Membuatku tidak tahan. Akhirnya aku coli di kamar mandi. Anehnya, bukan hanya Rida dan emak yang aku bayangkan. Tapi juga Fany. Aku membayangkan bagaimana Fany ngentot dengan Edy. Duuh kenapa jadi gini siih... Tapi apa Fany ke enakan saat di entot Edy yaa. Duuhh aaah.. bayangan itu yang tadinya paling membuatku marah, berubah jadi bayangan yang erotis. Duuuhh...
"Baang, masih lama?" Emak memanggilku.
Duuh kenapa sekarang siih.. aku lagi nanggung. Akhirnya terpaksa aku sudahi aktivitas coliku.
Setelah ashar, aku masuk ke kamar berguling-guling lagi. Duuh bener-bener deh, pengangguran banget. Nggak ada yang di kerjain satupun. Baru aja bangun tidur, ini sudah mau tidur lagi.
Aku kembali ingat tentang bayangan tadi. Kenapa aku bisa teransang membayangkan Fany di genjot Edy yaa. Nggak habis pikir, kenapa hal yang tadi menyesakkan berubah menjadi hal menyenangkan untuk dibayangkan. Bayangan Fany lagi ngentot itu membuatku kembali on. Entah karena emang fantasiku yang aneh, atau hanya karena perasaan kentang dari tadi. Yang jelas aku membayangkan Fany lagi, yang sedang ngentot.
"Aaah bodo amaaat. Terserah dia mau perawan atau enggak. Toh belum tentu aku yang akan jadi suaminya nanti. Terserahlah, malah lebih bagus kalau dia sudah tidak perawan. Aku jadi bisa ikut mengentotnya nanti." Kurasakan cintaku ke Fany memudar. Bahkan hampir hilang. Aku hanya ingin menikmatinya saja. Sayang banget kan cewek kayak Fany dilepasin gitu aja. Mending dinikmati dulu.
Aku ambil hpku, lalu kutekan panggil untuk nomor Fany.
"Halooo" Suara Fany lemah.
"Fany sayang, maafin aku. Tadi aku bingung karena kaget aja. Maafin aku yaa. Aku masih sayang kamu Fan"
Aku tidak berniat untuk merayu Fany. Aku hanya ingin mendengar cerita Fany, bagaimana proses dia ngentot dengan Edy. Apa dia keenakan? Aku hanya ingin tahu itu. Aku ingin menjadikannya sebagai bahan untuk coli.
"Faan"
Kupanggil lagi Fany karena tidak jawaban darinya.
"Hmmm" leguhnya.
Aah apa dia lagi ngentoot? Makanya dia diam aja? Apa Edy sekarang lagi di sini? Kuurut batangku yang lagi keras. Otakku sekarang tidak bisa berpikir normal. Aku hanya memikirkan soal ngentot, memek, kontol. Duuh.
"Fan, kenapa diam aja?"
"Kamu masih sayang sama aku?"
"Iya" jawabku cepat.
"Meskipun aku sudah tidak perawan? Aku sudah ngentot loh dengan Edy"
"Bodoh amat Fan. Yang jelas ke depannya kamu hanya akan ngentot dengan aku. Sampai nanti kita tua nggak kuat ngentot lagi" kataku ngasal sambil ngocok kontol.
"Huk huuk huuuuu... Kamu ngomong gitu karena nggak percaya kan kalau aku sudah nggak perawan?"
Duuh kenapa jadi gini sih. Kenapa malah dia nangis? Aku kan butuh bahan untuk coli. Bukan buat cinta-cintaan.
"Fan, aku nggak tau. Dipikiran aku sekarang kamu emang sudah tidak perawan. Kamu sudah ngentot. Tapi aku masih sayang kok sama kamu"
"Huuuuuuu huuuu..."
Duuh kenapa makin nangis sih kampreet. Bisa ilang nafsuku ini.
"Aku juga sayang kamuu.. aku lebih sayang kamu daripada Edy. Huuuu huuu.. kalaupun aku ingin gituan aku bakal gituan sama kamu. Bukan sama Edy huuuu huh"
Keningku mengernyit. Kontolku pelan-pelan layu.
"Maksudnya apa Faan?" Tanyaku.
"Hihiii menurut kamu maksudnya apa?"
Keningku makin mengernyit. Kenapa dia bisa berubah cepat banget yaa. Barusan nagis, sekarang sudah bisa ketawa.
"Hihii.. nggak usah bingung.. artinya aku tuh masih perawan ting-ting. Dengan Edy itu aku nggak ngapa-ngapin kok. Terus terang, dia emang pernah megang punya aku. Itu waktu dia mau pergi kemarin."
"Kapan?" Tanyaku.
"Hari sabtu kemarin?"
"Emang kalian ngapain? Dimana?" Tanyaku kembali terangsang. Duuh aku ini kayaknya sudah mau gilaa. Kenapa aku terangsang ngebayangin Fany di apa-apain Edy sih.
"Di rumah aku. Dia kan mau pergi kuliah malamnya. Nah siangnya itu dia mau ketemu dulu. Aku iyain aja. Terus waktu di rumah itu dia meluk aku, katanya bakal lama nggak ketemu. Aku biarin aja. Nggak tau kenapa, aku terbawa suasana juga. Aku biarin aja."
Aaahh.. kontolku kembali menegang keras.
"Terus"
"Yaa gitu aja" kata Fany.
"Kan sampai di pegang itumu"
"Udahlah nggak usah dibahas. Nanti kamu marah lagi."
Duuuh kamu salah paham Fan. Aku justru ingin kamu cerita detilnya.
"Nggak apa-apa kok Yank. Toh aku sudah bilang bakal nerima kamu juga meskipun kamu sudah pernah gituan. Aku nggak akan marah kok, aku cuma pengen tau aja. Ceritalah"
Aku ingin mendesaknya untuk bercerita. Tapi nggak mau terlihat aku menyukai ceritanya.
"Janji nggak marah?"
"Iya janji" kataku.
"Iya jadi gitu.. setelah pelukan itu tanganya turun megang pantat aku. Terus dia nyiumin bibir aku. Kamu tau kan kalau udah kayak gitu aku bakal terbawa suasana? Apalagi aku juga ada rasa sayang sama dia. Meskipun sayang aku lebih ke kamu. Tapi tetap aja ada rasa sayang. Yaudah aku biarin aja."
"Biarin itu gimana? Sayang sampai telanjang?" Tanyaku.
"Nggak kok, cuma gitu aja. Dia masukin tanganya dari atas celana gitu"
"Owwh. Terus gimana lagi?"
"Nggak ada, gitu aja" kata Fany.
"Kamu sampai orgasme?"
"Hmm,,, iyaah" katanya pelan.
"Sering kamu gituan sama Edy Fan?" Tanyaku.
"Nggak sih.. emang pernah, tapi sesekali aja"
Entah kenapa batangku jadi loyo lagi.
"Oowh.. yaudah Fan nggak apa-apa. Aku tetap sayang sama kamu kok."
"Makasih yaa sayaaang. Mmmuuahh"
"Fan, udah dulu yaa. Aku mau nemenin adek dulu" kataku.
Aku masih bingung dengan keadaanya. Nafsuku naik turun, begitu juga dengan perasaanku ke Fany. Kadang kembali lagi sayang, kadang ilang. Aku butuh waktu untuk berpikir sekarang.
"Tuuh sayang marah kan?" Kata Fany pelan.
"Enggak yaank sumpah.. masa aku marah sih. Aku bahkan sudah ngebayangin sampai hal yang lebih buruk tadi. Ngebayangin kamu sudah sering gituan sama Edy. Tapi aku tetap nggak bisa lepasin sayang kok."
Hahaaa... Aku ketawa sendiri dengan apa yang aku ucapkan. Entah darimana datangnya kata-kata itu. Padahal aku nggak pake mikir sama sekali.
"Owwh yaudah kalau gitu.. makasih yaa sayaang. Cium dulu"
"Mmmmuuuaahh" kucium hp ku.
Setelah telponan dengan Fany, aku masih bingung. Apa yang sebenarnya aku lakukan yaa. Apa yang sebenarnya aku inginkan? .
Sambil ngelamun nggak jelas. Aku kembali melihat hp ku. Aku kaget ternyata ada 3 panggilan tak terjawab dan 2 pesan dari Rida. Ini kapan yaa.. aku lihat waktunya jam setengah 2 siang. Owwh berarti ini waktu aku sama Fany tadi.
Aku ingat dengan kejadian tadi pagi dengan Rida. Duuh.. jangan lagilah.. lama-lama bablas juga pertahananku. Ku genjot juga nanti memeknya Rida tuh. Terus gimana sama Gepeng? Udahlah lupain Rida lah.
******
Saat sedang main game di hp. Masuk panggilan dari Rida. Duuh dia lagi..
"Haloo Rid"
"Kenapa nggak jadi nelpon aku tadi.?" Tanya Rida.
"Nggak ada pulsa Rid" kataku berbohong.
"Owh, sekarang ada pulsa nggak?"
"Ada sih, emang mau nelpon?" Tanyaku.
"Iyaa.. pesan paket yaa. Kita nelponnya lama."
"Rid.. aku tuh nggak enak sama Gepeng Rid.. aku t"
"Kamu nggak pengen tau soal yang tadi? Soal Ika, bukan aku." Kata Rida.
"Eh iya bentar aku pesan paket nelpon dulu"
Aku pesan paket nelpon 2 jam exis 3 ribu.
"Haloo Adaaan. Ini udah paket yaa" kata Rida.
"Iya udah, gimana ayo cerita"
"Hihii nggak sabar amat. Ceritanya itu panjang, jadi pelan-pelan dulu."
"Iya nggak apa-apa Rid" kataku.
"Gini, sebetulnya yaa. Bla bla blaa..." Rida cerita panjang lebar soal obrolan mereka sesama cewek kalau sudah ngumpul. Ia bilang mereka kalau ngumpul itu pasti ngomongin cowok. Nyerempet-nyerempet ke soal seks. Ada yang bilang punya cowoknya itu pahit, ada yang bilang kontol itu bau. Sampe ngebahas soal ukuran batang cowok-cowok mereka.
Kata Rida.. dia adalah salah satu yang paling tidak berpengalaman. Sampai 3 bulan lalu, ia baru pertama kali ngerasain ngulum kontolnya Gepeng. Rida bilang rasanya biasa aja. Nggak ada yang pahit, malah asin di ujungnya.
Yaiyalah masa pahit.. gila aja..
Sampai akhirnya Rida cerita soal Ika.
"Hari senin kemarin itu kami nonton video porno di hp Ika tuh. Film barat, kontolnya kan gede-gede tuh. Terus aku bilang ke Ika, sebetulnya aku tuh punya selingkuhan. Kontolnya se gede ini, kataku. Eh Ika nggak percaya. Heheh.. Jangankan soal kontol, soal aku yang selingkuh aja dia nggak percaya hehe.. emang aku ini tipe cewek baik-baik yaa Daan?" Tanya Rida.
"Hmm dulu sih iya Rid. Inget waktu kamu nanyain pendapat aku soal ciuaman dulu? Hahaaa aku tuh ngajarin Gepeng tau nggak. Aku suruh dia merkosa kamu"
"Kurang ajar kamu" kata Rida
"Tapi sekarang nggak lagi Rid.. sekarang kamu jadi cewek yang paling hot."
"Paling hot gimana"
"Paling ingin aku genjotlah.. tadi aja aku coli bayangin kamu. Kalau nggak ingat Gepeng. Bakal aku perkosa kamu. Kugenjot memekmu sampe meluber-luber keluar daging memekmu tuh. Aah Rid enak tuuh"
"Iiiihh mau doong" sahut Rida.
"Iih gila.. kamu jangan sering-sering mancing aku Rid. Nanti kuperkosa beneran."
"Kalau berani perkosa ajah hihii.. eh mau lanjut cerita tadi nggak?"
"Iya mau, lanjut aja"
Aku sudah lupa cerita mana yang mau dia lanjutkan.
"Nah Ika itu kan dia nggak percaya kalau aku selingkuh. Terus aku bilang bakal buktiin. Nah sebetulnya kemarin tuh aku mau ngomong sama kamu. Tapi nggak berani. Tadi itu kamu keluar kelas kan? Aku pikir kamu tuh janjian sama Rani. Eh ternyata sama si kakak cantik. Lama banget lagi.. Eh tapi bener kan yang tadi itu si kakak yang kamu ceritain?" Tanya Rida.
Aku pikir cerita sama Rida ini sudah serba terlanjur. Dia pun sudah terbuka gini. Yaudalah aku akuin aja.
"Iyaaah" kataku.
"Waaaahh... Cantik banget tuh. Pasti enak kamu ngentotin dia kan? Cantik-cantik gitu memeknya banyak bulu tuh.. yaa kan?" Tanya Rida.
Aku rasa Rida ini sudah mulai lagi tertarik dengan cewek-cewek cantik. Aku yakin dia mau aja ngejilatin memek kak Tya tuh.
"Salaaahh.. nggak ada bulunya kok" kataku.
"Iiiihh kaaan.. berarti kayak memek anak kecil yaa. Nggak ada bulunya aah."
Tuh kan dia terangsang lagi..
"Iya Rid.. memeknya itu kayak memek anak kecil. Kayaknya kontol suaminya itu kecil. Tau nggak Rid"
"Apaa" katanya nggak sabar
"Aku tuh nggak bisa bebas ngentotin dia. Katanya, suaminya curiga soalnya memeknya jadi longgar. Makanya nggak bisa sering-sering. Padahal rumahnya kosong tuh. Bisa di ulang tiap hari tiap pulang sekolah tuh"
Ini cuma ngarang aja. Aku sendiri nggak tahu alasan kenapa bang Angga jadi curiga begitu.
"Aaaahhh... Kasian suaminya. Nggak tau memek istrinya hancur kamu kontolin. Kirim foto memeknya doong, aku mau liat"
"Nggak ada Rid. Nggak mungkinlah aku foto-foto. Kan aku harus jaga rahasia. Ini cerita sama kamu karena udah terlanjur aja"
"Hihii.. cerita aja sama aku semuanya.. aku janji bakal jaga rahasia kok. Jilatin memek aku nih, banjirr iishh"
"Aah Rid jangan di pegang-pegang dulu. Nanti kamu muncrat, trus aku ditinggal tidur lagi."
"Hihii.. iya iyaa.. oya lanjut cerita tadi yaa. Nah.. tadi bilang ke Ika kan bakal buktiin kalau aku punya selingkuhan. Aku bilang ke dia, tuh Gepeng di kelas. Sekarang aku mau ke selingkuhan aku dulu. Pakai hp kamu aja biar kamu percaya gitu. Makanya aku fotoin punya kamu tadi. Aku liatin ke Ika, baru deh dia percaya"
"Owwh itu kamu fotoin cincin juga tadi yaa"
"Naaah iya itu.. aku bilang ke Ika. Nih liat tangan yang di foto itu sama dengan tangan aku sekarang. Tau nggak ekspresi Ika tadi gimana"
"Gimana?" Tanyaku.
"Dia syok banget.. dia tanya berarti selingkuhan kamu anak SMA ini juga? Aku bilang iya. Terus sampai pulang tadi dia terus baik-baikin aku. Dia penasaran siapa selingkuhan aku itu hahahaaa. Ini dia masih sms aku."
"Trus kamu bilang apa Rid?"
"Aku bilang, kalau mau tau itu punya siapa. Kamu harus mau selingkuh juga gituu"
"Terus terus gimana?"
"Dia nggak mau.. dia cuma pengen tau aja selingkuhan aku tuh siapa. Dia udah janji-janji bakal jaga rahasia. Makanya tadi aku nelpon kamu. Aku kasih tau aja atau nggak?"
"Owhh terserah kamu sih Rid. Kalau dia bisa jaga rahasia kasih tau aja. Oya kamu bilang ngajak Ika selingkuh? Emang Ika punya pacar?"
Setau aku Ika nggak pernah dekat sama cowok di sekolah. Hanya teman-teman biasa saja.
"Punyalah.. udah lama.mereka pacaran.. udah semester lima kuliah pacarnya"
"Yaaahh kok pada punya pacar sih Rid?"
"Yailah, jarang cewek-cewek cantik tuh yang jomblo" katanya.
Ia juga sih. Namanya juga cewek cantik. Tapi sebetulnya Ika tuh lebih ke manis sih. Ditambah bulu-bulu halusnya itu, bikin geregetan.
"Kamu nggak usah punya pacar. Nanti kamu di bajak satu orang aja. Mending kamu fokus buat ngentotin pacar orang sam istri orang aja. Hihii.. oyaa.. kamu udah ngentotin yang belasan tahun. Aku tau ada Rani. Hmm si kakak tadi umur 20 an yaa.. umur 30 an ada nggak?"
"Ada" jawabku asal
"Waaah.. yang 40 an?"
"Ada juga.."
"Waaah kamu bener-bener penjahat yaa. Otak memek.. eh kalau 40 an berarti anaknya seumuran kita dong?"
"Emang" kataku ngasal lagi.
Seru aja sok-sok an di depan Rida ini. Meskipun kenyataannya belum ada.
"Waaah jangan-jangan Ibu aku yaa.."
"Iijh nggaklah"
"Emang kenapa kalau Ibu aku? Kamu nggak minat yaa"
"Hahaaa... Bukan gitu.. masa iya Ibu kamu sih"
"Kamu minat nggak sama Ibu aku?"
"Yaa minat lah Rid..masa kucing nolak di kasih ikan.."
"Yaudah kamu entot aja Ibu aku. Bikin dia puas.. sampe ketagihan.. aaah kok aku terangsang ngebayanginnya yaa.. tapi nggak usahlah.. cerai nanti ortu aku."
Waah wahh Rida ini sudah level dewa fantasinya nih. Ibunya sendiri di kasihin.
"Yaa jangan sampai Ayah kamu tulah.. hehe"
"Iiih kamu beneran yaa mau ngentotin Ibu aku.. itu tempat lahir aku.. ahh yaudah kamu rayu aja Ibu aku tuh... Eh tapi nggak usahlah...jangan sampai. Ntar masa depan aku berantakan hahaa..."
"Yaudah nggak usahlah.. aku juga takut kali Rid. Jangan istri orang, sama pacar orang aja aku takut kol."
"Takut kok tetep aja ngentot. Daan, Ika tu tau nggak. Ishh pokoknya kamu bakal beruntung banget deh kalau bisa ngentotin dia. Aku aja nafsu loh sama dia"
"Kenapa kamu nggak ngajak Ika buat Lesbi. Kalau kamu suka sama cewek cantik, Ika tuh mungkin juga sama. Eh tapi kamu bukan lesbian yaa"
"Itulah, aku nggak lesbi kali. Aku juga normal kok. Aku tuh sukanya ngeliat memek cewek-cewek cantik itu lagi di masukin kontol gede. Pengen liat ekspresinya kayak gimana? Kalau bisa sampai ngeleper-leper gituu.."
"Issh... Rid.. aku malah lebih suka sama kamu."
"Yaudah perkosa aja kalau berani hihii"
"Iya Rid aku perkosa kamu yaa.. eh kamu sama Ika deh. Kayak tadi tuh. Pantat kalian nungging berdua. Terus aku tusuk ganti-gantian.. owwhh mantap tuh Rid"
"Iyaa nggak apa-apa. Aku mau kok."
"Rid.. ntar kasih aja sama Ika. Terus nanti kita ke kebun aku. Aman kok di kebun aku. Jalan masuknya khusus ke kebunku aja. Di dalam sana juga beesih. Ada matras juga"
"Waaahh.. kamu udah sering bawa cewek ke sana yaa. Sampai udah punya tempat gitu. Eh tapi aku nggak akan ngasih tau Ika dulu. Aku mau bikin dia makin penasaran. Pokoknya nanti kalau aku butuh kamu, ikutin aja perintahku yaa."
"Iya Rid terserah kamu deh. Oya gimana? Mau nggak aku ajak ke kebun aku?"
"Yaudah.. trus kalau udah di sana kita ngapain?"
Aku berkhayal sambil membuat rencana.
" Rid, nanti kita kasih contoh dulu ke Ika. Kita ciuman dulu sambil berdiri. Terus pantat kamu aku remas-remas. Aku gosokin kontolku ke memek kamu.. gimana?"
"Iyaa terus.."
"Nanti kamu aku sandarin di dinding. Terus aku benamin muka aku di bokong kamu.. uuuh kebayang pantat kamu tadi Rid. Kamu sadar nggak, tasi pagi aku liat belahan pantat kamu.. uuhh putih yaa Rid.. aku cium-cium aja dulu bongkahan pantatmu Rid. Terus aku hisap-hisap, hirup-hirup belahan pantat kamu, sampai ke memek."
"Aaaahhh teruuss gimana?"
"Terus aku buka celana aku Rid. Selagi kita ciuman, ntar aku suruh Ika megang punya aku. Atau kamu aja yang pegang, Ika biar aku yang peluk cium. Kamu di bawah aja sambil ngulum kontol, tepuk-tepukin pantat Ika juga.."
"Iyaa nggak apa-apa.."
"Terus kita telanjang aja Rid. Kamu dulu yang aku telanjangin. Biar Ika nggak malu. Terus ntar aku suruh Ika remas-remas dada kamu. Sambil aku nelanjangin dia."
"Aaaahh Ika tuh banyak bulu loh Daan. Yaudah terus gimana lagi"
Aku sebenarnya nggak terlalu fokus lagi. Lebih banyak ngebantu Rida berkhayal saja.
"Iyaa,, tapi nanti Ika aku yang garap dulu. Aku telentangin telanjang bulat gitu. Duuh, mantap tuh yaa Rid?"
"Bangeet,, puas kamu sama Ika tuh"
"Yaudah aku pengen nyium memek Ika Rid. Memek banyak bulunya.. kamu mau nggak ngangkangin Ika, terus suruh dia jilatin memek kamu?"
"Aaahh iishh iyaa"
"Yaudah Rid, langsung ngentot aja. Aku udah nggak tahan Rid. Aku pengen ngentotin kamu dulu. Buka lubang memekmu Rid aaah"
"Iya udah"
"Aaah Rid, aku masuki yaa.. maaf Peng"
"Iya masukin aja cepet.. biar aja Gepeng tau. Pacarnya di genjot temennya sendiri aaaaahh"
"Iya Rid.. ayo Rid ah ahhh"
"Rid?"
"Hmmm" jawab Rida.
"Ayo ngentoot pantat pacar temen sendirii aaahh"
"Hihii... Udah gila kamu.."
Lah ketawa dia.. apa dia udah sampe yaa.
"Kamu udah sampe Rid?"
"Udaaah"
"Tuuh kan kamu duluan terus.. bantuin aku?" Kataku.
"Kirimin foto Rid, mms.. foto memek"
"Nggak ah, belum siap aku kalau itu.."
"Eishh... Yaudah matiin deh. Aku mau lanjutin dulu.." kataku.
"Iyaaa aku udah capek" katanya.
Lalu telpon aku matikan.. aku lanjut coli sendiri sampai orgasme..
Aku berpikir.. apa ia Fantasi dengan Rida ini bakal terwujuud.. terus gimana nanti sama Fany? Aag bodolah..
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd