Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Amplas

Status
Please reply by conversation.
Di pojok sekolah belakang gudang....


"Aku nggak bisa kayak gituu... Huuu uuu uuu uuuuu.." Fany menangis membuatku berhenti mendesaknya.
"Cikk" Aku mendecak kecil karena sebetulnya masih emosi. Nangis lagi, nangis lagi, nggak tau apa., dialah yang sebetulnya salah. Dia yang mempermainkan aku selama ini. Maksudnya apa coba? Dia melarangku untuk dekat dengan cewek lain, terutama Yana. Tapi dia sendiri nggak mau ngasih kepastian tentang hubungan ini. Aku minta untuk jadi pacar, dia nggak mau. Padahal aku hanya minta untuk menjadi pacar ke dua saja. Aku sudah rela menjadi yang ke dua, yang penting jelas status hubungan ini. Bagaimanapun aku juga butuh status itu. Aku hanya anak SMA yang ingin punya pacar. Kalau dikenalin ke teman, aku bisa bilang "ini pacarku" gitu. Ini enggak, statusnya nggak jelas gini. Pacar enggak, teman enggak, selingkuhan dia bilang juga enggak, terus apaa??? Egois sekali kamu Fan.
Aku mendesah, lalu duduk di samping Fany.
"Faan, maaf.. maafin yaa. Aku nggak maksud bikin kamu sedih. Maaf yaa, aku nggak akan tanya-tanya lagi. Udah yaa jangan nangis." Aku membujuknya supaya nggak nangis lagi sambil menggenggam tangan kanannya.
"Huuu uu.. uu.. kamu tuh nggak pernah mau ngertiin aku. Aku tuh cuma minta kamu untuk nunggu. Aku tuh nggak sama kayak cewek lain, yang bisa punya pacar tiga empat orang sekaligus gitu. Huu uu uu"
Aku menghela nafas lagi lebih dalam supaya tetap bisa sabar. Sebetulnya aku sangat benci dengan keadaan seperti ini. Di dalam hati aku sudah memaki berkali-kali "anjing anjing anjiiing".
"Maaf.. maafin yaa.. aku tuh cuma bingung aja. Kamu minta aku sabar nunggu. Tapi sampai kapan? Aku hanya ingin ngabisin masa-masa SMA ini sama kamu. Tahun depan kita kan belum tentu bisa sama-sama lagi. Kalau kamu kuliah di Jakarta atau Bandung nantikan kita bak......"
"Udahlah, percuma aja kamu tuh minta maaf. Tapi setelah itu ngulang lagi kesalahan yang sama... Huuhhh". Kata Fany memotong omonganku.
Setelah itu Fany mengibas tanganku yang tadi menggenggam tangannya. Lalu berdiri dan pergi meninggalku dengan langkah cepat.
Aku masih tertegun melihatnya pergi. Baru setelah dia menghilang dari pandanganku, aku mulai mencak- mencak sepuas hati melampiaskan kegeraman yang tadi kutahan.
"Cewek nggak ada otak, anjiing kurap burik, kampreet. Emang kenapa kalau kamu cantik ha? Bisa gitu seenaknya mempermainkan orang? Nggak ada otak kamu Fan? Untung belum aku entot memek busukmu itu. Bisa- bisa jadi budak aku nanti"
Plak
Plak
Gup trang trang..
Aku melampiaskan kekesalanku ke semua benda yang ada disekitarku. Mungkin kalau aku sedang di kamar, aku sudah guling-guling sambil nendang-nendang ke atas, terus guling-guling lagi saking kesalnya.
Bukannya mendapat kepastian seperti yang aku inginkan, malah dibuat kesal dengan kata-kata Fany tadi. "Apa? Nggak pernah ngertiin dia? Emang selama ini apa? Masa iya nggak pernah, gila aja".
Tunggu, kenapa aku masih aja bertahan? Kenapa aku masih mau nurut sama dia? Kenapa aku masih baik-baikin dia? Padahal harusnya aku lebih tegas. Kalau mau ayo pacaran, kalau nggak yaudah nggak usah ngelarang-larang aku dekat sama cewek lain. Kamu siapa gitu? Harusnya kan segampang dan semudah itu yaa. Susahnya dimana sih? Dan kenapa pula aku merasa bersalah untuk dekat dengan cewek lain.
"Huuhh"
Aku menghela nafas lalu duduk lagi di tempat duduk Fany tadi. Aku berpikir, apa sebenarnya yang membuatku tidak bisa lepas dari Fany. Apa karena dia cantik? Itu mungkin salah satu alasannya. Tapi masa iya hanya karena dia cantil terus aku mau dipermainkan gitu? Kayaknya bukan itu sih. Apa karena tanggung jawab? Sebab udah sering mesumin dia? Masa sih? Toh aku juga belum perawanin dia. Tanggung jawab apaan? Hmmmm....
Apa iyaa aku sesayang itu sama dia? Sampe-sampe nggak bisa berpikir logis lagi?
Aah bodohlah pusing amat.

******
Di dalam kelas aku masih memikirkan hubunganku dengan Fany. Sudah hampir satu bulan ini kami selalu menempel seperti orang pacaran. Mungkin satu sekolahan ini taunya aku sudah berpacaran dengan Fany. Padahal kenyataannya belum. Kalau dihitung termasuk yang tadi, sudah tiga kali aku memintanya untuk menjadi pacarku. Ujung-ujungnya sama, aku masih ditolak.
Aku teringat lagi perjalanan asmara dengan Fany. Sejak telponan terakhir dulu, waktu aku bilang " aku akan tetap menerimamu meskipun sudah tidak perawan lagi" Fany mulai terang-terangan mendekatiku. Tidak lagi main sembunyi-sembunyi seperti sebelum-sebelumnya.
Fany pernah mengatakan bahwa "kamu adalah masa depanku, sementara Edy itu akan jadi masa lalu. Tapi aku pernah berjanji padanya, aku tidak akan menjadi orang pertama yang memutuskan hubungan. Karena itu, tolong tunggu sampai aku benar-benar putus dengan Edy". Itulah alasan Fany menolakku saat pertama kali aku memintanya menjadi pacarku.
Awalnya jawaban Fany itu membuatku bahagia. Tapi semakin kesini, Fany justru sering membuatku cemburu nyut-nyutan. Beberapa kali aku mendapatkan Fany memperlakukan teman sekelasnya Roby dan Saleh sama persis seperti dia memperlakukanku saat bercanda. Kadang Fany memuji mereka dengan kata-kata yang pernah dipujikan padaku. Siapa yang nggak cemburu coba. Itulah yang membuatku nggak tahan. Aku butuh kepastian agar aku bisa bilang ke semua orang bahwa "dia ini pacarku, milikku" termasuk kepada dua teman terkutuknya itu.
"Adaaan wooiyy.. ngelamun aja" Rida melambaikan tanganya di depan mukaku.
"Hmmm" aku membalas Rida dengan senyum malas.
"Ngelamunin apa sih? Sampe nggak sadar gitu dipanggilin dari tadi" Tanya Rida.
"Nggak apa-apa kok Rid. Cuma mikirin masa depan aja. Mikirin kuliah" jawabku asal tanpa melihat ke arah Rida.
"Cih" Ika meledek omonganku dari samping Rida.
"Hahaa ha haaa" Rida menertawakan reaksi Ika.
"Tumben amat mikirin itu, biasanya juga mikirin....." Rida menjepit jempolnya di antara telunjuk dan jari tengah.
Aku menaikkan bahu. Bodo amat dia mikir apa. Udah rusak pikirannya kali. Atau mungkin dia yang lagi mikirin ngentot. Hahaa bisa jadi...
"Emang mau kuliah dimana?" Tanya Rida lagi.
"Mau kuliah di UI atau di UNPAD Rid heheee"
"Huuhh,, sok banget. Hahaa.. Ika aja yang pinter nih nggak berani berharap lulus SNMPTN. Lah kamuu.. mimpi jangan ketinggianlah nanti jatohnya sakit loh. Iya kan Ka?" Rida merangkul bahunya Ika..
"Nggak apa-apa kali.. Siapa tau aja Adan lulus. Kan temen kita juga. Semangat Daan hihiii"
"Hahaaa iya iyaa semangaat" Kata Rida dengan nada mengejek.
Aku menatap Ika sengit. Emang sih kata-katanya enak didengar, tapi itu cuma sarkas. Aslinya ekpresi Ika itu lebih sadis daripada Rida meremehkanku. Bangsaat.. kesel juga aku ngeliat dua makhluk ini.
"Kalian nggak tau yaa, orang kayak aku ini lebih mungkin sukses daripada kalian. Kenapa? Karena aku belum memakai otakku dengan maksimal. Coba kalau aku udah pengen benget, pasti bisa kok..."
"Iya iyaaa" kata Ika memotong penjelasanku.
"Hahaa hahaaa" Rida ketawa ngakak ngeliat kejahatan Ika.
"Berarti nanti kamu mau ambil UI sama UNPAD? Kan SNMPTN harus ambil yang lokal satu. Nggak bisa ambil dua-duanya di luar provinsi" jelas Rida.
"Haah,, siapa bilang aku mau pilih UI, UNPAD pas SNMPTN? Aku tuh mau ikut SIMAK UI, SMPUP Unpad sama PKN Stan ntar. Kalau nggak keterima ntar kan masih bisa ikut UMB. SNMPTN itu terakhirlah, kan bulan juli" kataku sombong.
Sebenarnya aku sama sekali belum mikirin soal kuliah. Terus kenapa aku bisa tau soal jalur pemerimaan PTN tadi?. Yaa dari Fany lah. Dia yang sering bercerita soal keinginannya untuk bisa kuliah di Kedokteran UI atau Unpad. Termasuk juga soal jalur-jalur yang akan dia ambil. Yang aku ingat sih dari cerita Fany, Simak UI dan Smup itu diadain bulan Mei. Bulan Juni baru giliran UMB. Yang terakhir baru Snmptn tulis bulan Juli.
Fany memang berbeda dengan teman-temanku di kelas inii. Kalau teman-teman sekelasku, aku yakin mereka nggak ada yang tau ada jalur-jalur mandiri begitu. Buktinya aku belum pernah dengar mereka ngebahas soal seleksi mandiri ini. Paling tinggi bahasannya cuma soal "dimana nanti mau bimbel" gitu.
Beda dengan Fany, dia sangat aktif. Bahkan dua hari lagi, Fany bakal pergi ke Kota Provinsi untuk mengikuti Lomba Matematika tingkat Provinsi (bukan olimpiade). Sebenarnya Fany bukan utusan resmi dari sekolahku, karena dia bukan yang terpintar dalam bidang matrmatika. Tapi karena slot untuk SMA kami masih ada, Fany memutuskan untuk ikut mencoba, meskipun harus pergi dengan biaya sendiri. Kata Fany sih "coba-coba aja dulu, siapa tau bisa dipakai untuk pertimbangan jalur PMDK nanti.
Begitulah Fany, yang pasti berbeda jauh dengan dua makhluk yang meremehkanku ini.
Kulihat ekspresi Ika dan Rida berubah jadi serius.
"Emangnya ada yaa.. terus nanti statusnya gimana? Sama kayak mahasiswa lain atau jadinya non reguler?" Tanya Ika.
"Huuhh, gitu aja kalian nggak tau. Makanya jangan liat orang dari covernya aja doong. Aku tuh sengaja nggak belajar serius karena mau hemat pemakaian otakku hihiiii" giliranku meremehkan mereka.
"Seriuslah" kata Rida kesal.
"Yaa samalah. Bahkan kampus-kampus itu sebenarnya menerima lebih banyak mahasiswa dari jalur mandiri itu. Snmptn mah tinggal sisa doang."
"Emang daftarnya gimana?Terus seleksinya dimana?" Tanya Ika.
"Daftarnya.... Itu aku belum tau pasti. Kayaknya kita beli pin ke Bank, terus daftar lewat internet. Kalau untuk lokasi ujiannya, sama aja kayak Snmptn." Kujelaskan dengan nada yang meyakinkan. Hehee..
Mereka berdua melongo, mungkin nggak percaya aku bisa lebih tau daripada mereka wkwkwkkk...
Sampai guru pergantian pelajaran datang, kami terus ngobrolin soal kuliah. Aku berasa kayak orang yang paling pintar karena punya banyak informasi baru untuk mereka. Puas hatiku bisa ngata-ngatain mereka bodoh, bego hahaaa. Makasih Fanyyy.. (maklum yaa jaman itu belum ada android kayak sekarang. Kalau mau internetan musti ke warnet.)
"Daan"
"Apa lagi?" Kataku tanpa menoleh ke Rida.
"Itu air apa sih? Dari kemarin kamu bawa air itu?"
"Owh,, nggak tau juga sih. Dikasih sama emak, yaudah minum aja."
Aku memang nggak tau air apa yang dikasih emak untukku beberapa hari ini. Kata emak sih "minum aja, nggak mungkin racun kok" gitu. Yaudah aku minum aja. Lagian airnya itu nggak ada rasa. Emang sih warnanya merah dan agak bergetah di lidah setelah diminum. Tapi masih ok-ok aja sih.
"Boleh nyoba nggak?"
"Niiih" aku mengulurkan botol yang udah kosong.
Rida mengambil botolku, lalu meneteskan sisa air itu ke mulutnya.
"Iiish nggak ada rasanya. Aku kira kayak jamu gitu tadi.. nih" Rida mengembalikan botolku.
"Emang nggak ada rasa.. kalau jamu mah aku nggak akan mau minum" kataku.

*********"

Saat pulang sekolah, aku sudah berbaikan lagi dengan Fany, meskipun nggak ada dari kami yang meminta maaf. Spontan saja, saat kami bertemu di parkiran tiba-tiba saja kami sudah saling balas senyum. Setelah itu bercanda lagi seperti biasa, seperti tidak terjadi apa-apa.
Sebenarnya aku merasa agak aneh. Kenapa kami cepat sekali sekali saling memaafkan. Tidak ada dendam sama sekali. Malah rasa sayang yang terasa semakin bertumbuh. Kami seperti menemukan lagi energi baru untuk saling bermesraan.
Saat itu aku belum tahu, bahwa pertengkaran-pertengkaran itu memang dibutuhkan dalam suatu hubungan. Agar percikan-percikan cinta itu semakin terasa.. ciieeehh..
Akhirnya aku dan Fany pergi main ke pasar Palau sebentar, sekalian mengantarnya pulang. Meskipun Fany bawa motor sendiri, aku juga bawa motor sendiri, Fany dengan manjanya tidak mau pulang sendiri. Harus ditemani, dan jadilah aku mengiringi motornya sampai ke depan rumahnya.
Entahlah, setelah dari rumah Fany itu hatiku terasa senang, ploong. Mungkin karena semuanya sudah kembali baik. Tidak seperti sepanjang pelajaran tadi, yang aku pikirkan hanya dendam ke Fany. Hahaa lucu yaa.. Fany.. Fany.. kenapa kita kayak orang bodoh sih. Kayak anak-anak habis berantem terus langsung baik lagi. Sepanjang jalan perasaanku sangat bahagia. Teringat senyum Fany yang manis sekali, teringat daging dagunya yang tadi aku bilang kayak agar-agar sampe aku pencet berkali-kali sampai dia mengamuk.
Aaaaaahh emaaak aku benaran jatuh cintaa.. aaah kenapa sih Fany nggak mau nerimaku jadi pacarnya. Kalau dia sudah jadi pacarku sekarang pasti lengkap sudah kebahagiaanku. Lebaaaayy.. bodooo amaaat...
Saat perjalanan pulang, aku melihat Fitri lagi duduk sendirian di depan pagar sekolah. Aku melihat Fitri, dia juga melihatku. Jadi mau nggak mau aku singgah nyamperin Fitri.
"Belum pulang Fit?" Tanyaku saat sampai di depannya.
Fitri tersenyum ramah membalasku "lagi nunggu adikku" katanya.
"Oowwhh.. udah jalan dia?"
"Belum, dia masih les"
Masih les? Kalau masih les berarti masih lama dong yaa. Terus ngapain nunggu di depan sini? Kenapa nggak di dalam aja.
"Pulang sama aku aja yuuk" tawarku. Kasihan juga ngeliat dia nungguin adiknya sendiri begini.
Anak-anak sekolahku sudah biasa nebengin temen yang lagi nggak bawa kendaraan, meskipun nggak terlalu kenal. Akupun dulu juga sering nebeng sebelum punya si Mio ini. Maklum transportasi di daerahku ini masih sangat minim. Angkutan desa hanya ramai saat pagi sampai jam 3 sore. Setelah itu jarang-jarang sekali yang lewat. Kalau ada wisatawan atau pendatang mungkin mereka bakal bingung mau kemana-mana.
"Hmmh.. tapi aku mau singgah dulu nanti di keling. Mau ngambil pesanan aku" kata Fitri.
Keling itu nama daerah di belakang pasar. Agak melenceng sih dari arah jalan ke rumah Fitri.
"Yaudah nggak apa-apa Fit, ayolah.."
"Yaudadeh... Makasih yaa"
Lalu Fitri naik ke boncenganku.
Sepanjang jalan kami bercerita-cerita ringan. Bisa aku simpulkan bahwa Fitri ini adalah tipe cewek yang garing. Kalau bercanda, bercandaanya nggak lucu. Kalau dipercandain dia malah serius, garing bangetlah. Yang pasti dia ini bukan tipe cewek idamanku banget. Udahlah pakai jilbab lebar gombyor yang enggak menarik dipandang mata, tambah lagi sifatnya nggak asyiik gini.
Sampai di keling, Fitri bertanya ke tukang yang buat kerajinannya itu.
"Dikit lagi deek, nih tinggal pasang kaca aja. Potong-potongnya udah. Paling 10 menit juga jadi. Tunggu aja dulu di situ bentar yaa" kata si bapak tukang menunjuk ke warung bakso di seberang kami.
Fitri melihat ke arahku, dan aku tau apa yang sedang ia pikirkan.
"Yaudah tunggu ajalah Fit. Ke situ aja yuuk sambil minum-minum" ajakku. Fitri mengangguk lalu mengikutiku.
Di dalam warung Fitri banyak bercerita soal pengembangan diri dakwah yang ia ikuti. Cerita-cerita yang sama sekali tidak asyik untuk didengar. Bagi aku sih, agama itu nggak seribet yang dia pikirkan. Intinya yaa, agama pasti ngelarang hal-hal buruk dan nganjurin hal-hal baik. Udah fix gitu aja. Nggak perlu banyak-banyak dengerin dakwah apalagi ngasih dakwah. Isinya pasti sama aja, itu-itu lagi yang di ulang.
"Fit, kamu pegang ini" aku meletakkan uang 5 ribu di telapak tangannya. Aku sebenarnya hanya ingin dia menghentikan ceramahnya padaku. Tapi tiba-tiba saja ide muncul.
"Nih, kalau yang keluar gambar Imam Bonjol berarti kamu yang menang. Kalau gambar Pattimura di uang 1rb ku ini yang muncul, aku yang menang. Kalau sama-sama muncul berarti seri. Yuuuk... Plaaak.."
Aku mengangkat tangan Fitri yang memegang uang 5 ribu itu ke atas, aku adu dengan uang 1 ribu Pattimuraku..
"Yeeeesss aku yang menang Fit. Ciiit" aku mencubit punggung tanganya.
Fitri masih bengong melihatku. Hahaaaa mungkin dia sedang berpikir aku ini lagi ngapain.
"Hihiii.. ayo kita maen tepok gambar. Siapa yang kalah nanti kena hukum di cubit." Kataku.
"Ooowwhh ok ok.. yaudah ulang lagi yuuk" Fitri antusias setelah mengerti maksudku.
"Yaudah, tapi nggak asyk kalau cuma cubit Fit"
"Terus gimana enaknya?"
"Gimana kalau kita taruhan pakai uang. Biar serius mainnya" tawarku.
"Iih enggak ah, judi itu. Gini ajalah pakak cubit atau sentil kening pakai jentik." Kata Fitri menunjukkan jentiknya.
"Oowh ok ok.. pakai jentik aja. Nggak boleh marah yaa kalau sakit." Kataku.
"Ok, ok ayuuk"
"Gini, biar adil. Untuk menang harus menang dua kali. Jadi bisa 2-0 atau 2-1". Kataku.
"Ok.. siap"
Plak...
Kami mengadu uang 5rb Fitri dengan uang 1rb ku di udara. Lalu yang muncul adalah gambar imam bonjolnya dan gambar gunung dan lautku, bukan Pattimura.
"Yeeee aku menaang hehee" Fitri mengangkat tangannya.
"Yee baru juga sekali,, ayo lagi"
Plak..zztrrrt
"Yeee menaaang yee yeee hahaa" Fitri kegirangan menang lagi.
"Ayo siap-siap.. haah haah"
Njiirr.. dia meniup-niup jentiknya. Lalu menyibak rambut depanku. Aku mejamin mata pasrah siap-siap untuk menahan sakit.
Tik... Fitri menjentik keningku pelan.
Hahaa haa.. kampreet.. meskipun aku suka dijentik pelan. Tapi sumpah ini nggak asyik banget. Gariiing... Kalau gini mainya, yaa nggak ada yang akan takut kalah. Nggak ada juga yang bersemangat untuk menang. Awas aja kalau aku yang menang ntar.
"Hihii.. nggak tega aku" katanya senyum.
"Ok ulang lagi.."
Kami ulang lagi main tepuk gambar... (Ini game anak 90 an yaa.. kalau kalian anak 2000 an, cari tahu dulu hehee).
Akhirnya tiga kali ngulang, semuanya di menangkan oleh Fitri. Bahkan aku sudah mengganti uangku dengan pecahan 10 rb. Tapi tetap saja kalah.
"Ayooo lagiiii.. Adaan lagii"
Fitri ketagihan. Wajar sih, kan dia menang terus.
"Ok, sekali lagi lah" kataku masih penasaran.
Plak
Plaak
Plaaak
"Yeeeeess yeess aku menaaang, hahaahaa.." aku melonjak senang. Akhirnya aku menang dengan skor 2-1. Sumpah rasanya senang banget. Padahal mainan anak kecil doang.
"Haah hah..." Aku meniup jentikku. Lalu kuusap-usap kening Fitri. Sementara Fitri sudah mejamin mata.
Rasain nih..
Pllaaakkk....
"Aduh sakiiit.." mata Fitri langsung memerah karena aku jentik keningnya dengan keras.
"Hahaaaa haa..." Aku ketawa.
"Jahat banget siih.. aku tadi baik-baikin kamu jentik pelan. Tega benget siih" rutuk Fitri hampir nangis. Hahaa.. rasain siapa suruh garing.
"Siapa suruh jentik pelan. Kamu aja yang tolol Fit." Eh kenapa aku kasar banget yaa.
"Kasar banget sih omonganmu" kesal Fitri.
"Hihii.. kamu nggak tau yaa Fit. Orang kalau mau akrab itu harus berani ngomong kasar. Artinya aku nih lagi mau akrab sama kamu." Aku membela diri.
"Nggak ada kayak gitu. Orang baik-baik aja susah akrab apalagi yang kasar kayak kamu. Ayolah main lagi. Nggak akan aku kasih ampun lagi. Awas aja." Katanya ngedumel.
"Udahlah Fit itu kan udah mau selesai." Aku mengingatkan soal kerajinannya tadi. Sebenarnya aku agak takut juga sih kalau dia balas dendam.
"Ayoook main lagi.." dia menarik tanganku ngotot. Hahaa haa
"Iya iyaaa.. ntar jangan nangis yaa" kataku.
"Nggak akan. Aku udah tau busuknya kamu" sengitnya.
Plaak...
"Yeeesss.." kata Fitri menggengam tanganya senang.
Kampreeet niih.. bakal kalah lagi aku nih..
"Ayoo Fit itu udah selesai, kasian bapaknya" aku langsung jalan membayar minuman kami.
"Adaaaaaaaaaaaaaan.. ayoo main lagiii ..... gaaarr" Fitri menepuk meja kesal.
Haha haaaa... Dasar cewek tolol. Mau aja dikerjain. Entah kenapa senang sekali rasanya hatiku ngebodohin Fitri ini.
Akhirnya dengan muka masam Fitri mengikutiku. Setelah mengambil pesanannya kami pulang.
"Plaakkk"
"Duuh paan sih Fit" kurasakan sakit jentikan Fitri di leher belakangku.
"Hahaaa.. rasain kamu. Makanya jadi cowok tuh jangan jahat. Klook.. plaak." Dia menampar helmku.
"Apaan sih Fit, udah ah."
"Hahaaa haa.. rasain nih.. plak plak plak plaaak" Fitri menapar helmku sesuka hatinya.
"Cewek tolol" kataku.
"Biar.. cowok jahat" kata Fitri meremas bahuku.
Sampai di depan rumahnya, Fitri masih belum turun. Setelah aku hitung beberapa detik dia nggak turun juga.
"Kamu mau ikut aku pulaang?" Tanyaku.
"Ehh iya iyaa.. hehee" Fitri turun.
Mungkin dia nggak sengaja. Waktu turun itu dadanya menekan erat ke punggungku.
"Makasih yaa udah mau ngantarin" katanya.
"Fit.."
"Hmmm" dia menatapku.
"Susumu gede yaa"
"Iishh" dia langsung sengit dan memeriksa jilbabnya.
"Hahaaa... Ukuran berapa Fit?" Tanyaku.
"Cowok gilaaaaaa... Pulang sanaaa" lalu Fitri pergi tanpa menoleh.

*******
Dua hari berikutnya...

Jam pelajaran ke dua kami olahraga. Waktu aku berganti pakaian di kelas, hp ku berdering. Ada sms dari Rida.
"Adaaaaann... Pujaan hatimu lagi nggak pakai KOLOOOR.. perhatiin ntar yaa"
Hah.. pujaan hati? Pujaan hati kampreeet...
"Apaan sih kamu Rid.. sejak kapan kamu jadi pujaan hatiku?" Balasku.
"Haha haa.. bukan akuuu.. Tapi Ikaa,, Ika nanti olahraga nggak pakai kolor. Perhatiin nanti yaa"
Anjiirr.. beneran niih.. nggak salah tulis dia? Trus ngapain mereka tiba-tiba gini.
"Serius Riiid.. kenapa gitu?" Smsku lagi.
Aku tunggu balasan dari Rida, nggak ada juga yang masuk. Yaudah biarinlah...
Setelah berganti pakaian kami berkumpul di ruangan serba guna. Buk Jan, guru olahraha kami memberi kami tugas kelompok untuk mengkreasikan senam gaya baru. Kayak dance gitu, tapi bukan dence, cuma senam aja. Untuk penilaiannya bakal dilakukan minggu depan.
Setelah mengumumkan itu, Buk Jan pergi meninggalkan kami untuk kembali lagi ke kantor. Beliau berpesan ke kami untuk memanfaatkan waktu olahraga ini dengan diskusi dan merencanakan gerakan senam yang akan dinilai minggu depan itu.
"Teman-teman.. diskusi di dalam sini aja biar nggak keliatan berkeliaran dari kantor" kata Usman ketua kelas kami.
Tapi nggak ada satupun dari kami yang mau mendengarkan. Dalam waktu singkat ruangan serba guna itu sudah kosong. Kasihan juga aku melihat ketua kelas ini. Ha haa haa... Tapi aku malah ketawa. Yaa wajarlah, sedang ada Buk Jan aja teman-teman pada nggak nurut. Apalagi cuma ketua kelas...
Akhirnya kami nyebar kemana-mana. Ada yang main basket, ada yang merokok ke belakang sekolah dan ada juga yang nongkrong di kantin. Aku salah satu yang memilih untuk nongkrong di kantin, sebab aku memang belum makan.
Saat aku duduk dengan teman-teman lain, Rida dan Ika lewat. Awalnya biasa saja. Tapi setelah melewati kami, aku baru sadar ada sesuatu yang menarik. Celana mereka ditarik tinggi mepet ke atas. Mungkin karet pinggang celana mereka sampai menutupi pusar. Efeknya yang terlihat, pantat mereka benar-benar tercetak ngepres, bahkan belahan pantatnya terlihat jelas. Baru aku ingat sms Rida tadi. Waaahh paaraah.. udah gila mereka nih, nggak malu apa? Langsung aku tengok ke teman-teman di sekitar. Untunglah nggak ada yang sadar. Mereka semua sibuk dengan makan dan obrolan mereka.
Aku lihat Rida dan Ika memesan makanannya cukup lama, mereka berdiri kayak fashion show pantat. Dan parahnya lagi, aku berharap mereka akan terus begitu. Masih sedang menunggu makanan mereka, kulihat Ika agak membungkuk seperti orang nungging. Dan tentu itu membuatku semakin senang memanjakan mata.
Waktu aku sedang asik-asiknya melihat pemandangan pantat, Ika berbalik melihat ke arahku. Dan pandangan kami langsung bertemu.
"Hihiiii..." Aku senyum ke Ika tanpa rasa bersalah. Tapi Ika membalas senyumku dengan tatapan sadis. Lalu dia berbalik lagi dan menarik turun celananya, sehingga belahan pantatnya tidak lagi bisa terlihat olehku.
Hahaa... Ternyata dia tahu apa yang aku lihat tadi. Tapi bodoh amat, bukan salah aku ini. Mereka yang memakai celana abnormal begitu.
********
Saat jam olahraga hampir habis, aku kembali dapat sms dari Rida.
"Daan, keluar yaa bawa motor, ikutin aku. Penting"
Ngapain lagi nih anak, nggak percaya aku ini penting. Setelah itu aku melihat ke sekitar, aku lihat Rida dan Ika sudah berada di motor. Lalu ngasih kode padaku untuk mengikutinya.
Sepanjang perjalanan, Ika yang dibonceng Rida terus memandangku sengit. Penasaran juga aku jadinya. Lalu aku dekati mereka.
"Kenapa sih Ka?"
Ika nggak menjawab, hanya terus menatapku sengit.
"Rid, mau kemana?" Tanyaku.
"Ikut ajalah.. ini soal masa depanmu hehee" Rida ketawa sambil menutup mulutnya dengan tangannya.
Akhirnya kami sampai di tempat yang sering aku kunjungi dengan Yana. Tempat pertama kali aku mesumin dia dulu. Jaraknya nggak jauh dari jalan raya, hanya sekitar 20 meteran. Jarak 20 meteran itu di isi sama semak dan pohon-pohon kecil. Tapi karena tempat ini sedikit lebih tinggi dari jalan raya, orang yang ada di sini bisa melihat ke sisi jalan raya. Sementara orang dari jalan raya tidak bisa melihat keberadaan orang di sini.
"Daan, sini.." Rida mengajakku duduk di batang kayu besar yang sudah mati.
Aku melihat ke arah Rida, memperhatikan ekspresinya. Aku masih curiga tentang apa yang dia inginkan. Aku lihat juga ekpresi Ika yang masih tetap tidak bersahabat. Tapi aku tetap ngikutin Rida untuk duduk di sampingnya.
"Daan.. kamu tau nggak kenapa kami membawamu ke sini?"
"Nggak tau Rid. Kenapa?"
"Nggak apa-apa sih hehee.. Fany lagi ke kota yaa?"
"Iyaa" kataku.
Aku tatap mata Rida dalam-dalam untuk memintanya langsung ke intininya saja. Aku tau ini hanya basa basi saja.
"Kok mau sih yaa Fany sama kamu.. pasti kamu guna-gunain yaa" celetuk Ika.
Aku melihat ke Ika yang masih duduk di atas motor.
"Enggaklah Ka.. aku kan juga udah ganteng Ka" jawabku tak terima.
Sekarang penampilanku sudah banyak berubah. Mulai dari rambut sampai ke alas kaki, semuanya sudah berubah. Perubahan paling penting sebenarnya dari wajah ke atas. Dua minggu yang lalu, Bunda (ibu Fany) mengajakku ke salon untuk Facial. Katanya dia malu punya anak mukanya kusam kayak aku.. tentu saja Bunda hanya bercanda.
Di salon itu wajahku di pijit-pijit, jerawatku di pecah-pecahin sampe berasa perih semua mukaku. Setelah itu dikasih cream, dan cream itu juga dibeliin sama Bunda untuk aku pakai di rumah. Rambutku juga di potong dengan gaya kekinian, dan dikasih bigen warna merah campur biru. Warnanya itu tipis, sangat tipis. Hanya akan terlihat di bawah sinar matahari. Kalau di dalam ruangan, tidak akan kelihatan jelas. Jadi masih aman. Tidak akan membuat guru bernafsu untuk memotongnya.
Karena itulah, sekarang aku merasa lebih percaya diri. Dan tidak lagi minder kalau jalan dengan Fany.
"Yaa tetep aja, Fany itu jauh di atasmu" kata Ika lagi.
"Haha haa... Hati-hati loh Ka. Fany aja tergila-gila loh sama dia. Berarti kamu juga mungkin kayak gitu?" Rida membelaku.
"Hah.. nggaklah Rid. Nggak mungkinlah. Aku kan nggak bilang jelek tadi, biasa aja. Cuma kelakuannya yang jelek. Nggak bisa bersyukur." Sambung Ika lagi.
Ciikk.. brengsek banget sih Ika nih, menghina banget. Apa salahku ke dia nih, sampai- sampai kejam kali kata-katanya. Bodo amat, males aku nanggepin dia.
"Jadi gimana Rid? Mah ngomong apa?" Tanyaku ke Rida mengalihkan pembicaraan.
"Tenaang.. kita tenangin situasi dulu" kata Rida.
"Hmmm" anggukku.
Setelah itu kami ngorol yang ringan-ringan. Ngobrolin tempat-tempat favorite untuk pacaran, sampai ngebahas ke hal-hal yang agak pribadi.
Ika sudah kembali kalem, bahkan dia yang lebih banyak bercerita. Dari cerita-ceritanya itu aku tahu bahwa Ika ini sebenarnya gadis yang baik dan nggak terlalu berpengalaman dalam hal pacaran. Dia baru pacaran satu kali, dan itupun LDRan. Pacarnya kuliah di kota. Tapi dia kelihatan bahagia. Aku tau itu dari antusiasnya dia menceritakan pengalaman-pengalaman pacarannya. Aku jadi sering senyum-senyum karena Ika terus di bully sama Rida.
"Daan.. jadi, Ika ini sudah tau soal hubungan kita" kata Rida tiba-tiba.
Hubungan? Hubungan apa nih? Apa yang diceritain Rida ke Ika? Selama ini aku masih terus menjaga pertemananku denganya.. dan hanya sebagai teman. Mungkin agak lebih, tapi aku belum pernah menyentuh bagian-bagian intim Rida. Yang kami lakukan hanya phone sex saja. Rida memang beberapa kali memegang barangku, tapi itu hanya untuk keperluan foto-foto saja.
Aku melihat ke Ika... "Hihiii... Dasar kalian ini udah rusak. Sama temen sendiri sampai begitu." Kata Ika dengan ekspresi biasa saja.
Aku melihat ke Rida "hihiii... Udahlah, udah terlanjur juga. Ika bisa dipercaya kok, ya kan Ka?" Kata Rida.
Kampreet ini soal apa? Sejauh apa cerita Rida nih ke Ika?
"Haha haa.. jaga tuh muka, kayak orang linglung kamu. Gini.. intinya Ika ini sudah tau. Aku sudah ngomong banyak sama Ika, dan Ika sudah janji nggak akan bocorin rahasia kita. Intinya gitu.. jadi kalau sekarang kamu mau ngelakuin hal yang biasa kamu lakuin ke aku itu, lakuin aja nih" ika menyibak jilbabnya dan membusungkang dadanya.
Uuhh.. mantap kali dada Rida nih. Eh tapi apa maksudnya? Kapan aku pernah ngeremas dadanya? Paling parah aku hanya naro tangan aja di atas dadanya tanpa gerakan, dan itupun baru sekali. Kenapa Rida bilang "hal yang biasa aku lakuin?" Waahh Rida nih.
"Peganglah kayak biasa, Ika nggak apa-apa kok." Rida menarik tanganku ke dadanya..
Bodo amatlah, udah kayak gini. Aku remas aja dada Rida.. "aaahhh" aku berhenti saat Rida mendesah.
Aku lihat wajah Rida, dia senyum. Lalu aku tengok Ika dia juga senyum.
"Terusin aja, anggep aja Ika tuh penghalau nyamuk. Yaa kan Kaa.." kata Rida.
"Enak aja.. waduuh kenapa kalian sampe rusak giniii" ucap Ika.
"Hihi hii... Ka, liatin orang yaa.. Daan terusin lagi.. cium aku" kata Rida.
Aku masih bingung, Gepeng dan Fany belum sempat muncul dipikiranku. Alam bawah sadarku menuntunku untuk mengikuti Rida saja. Entahlah, entah alam bawah sadar atau hanya nafsu setan yang sudah bangkit.
Aku cium bibir Rida, aku pegang leher belakangnya dengan tangan kiri. Sementara tangan kanan sudah aktif meremas dadanya.
"Aaaaahh.." Rida mendesah.
Waktu dia mendesah, aku membuka mata. Rida juga membuka matanya. Kami berpandangan sebentar dalam jarak, mungkin hanya 2 atau 3 cm. Sementara bibir kami masih saling menempel. Beberapa detik kami saling pandang, baru kami saling melepaskan. Aku nggak tahu siapa yang melepaskan lebih dulu.
Beberapa saat rasa bersalah pada Gepeng menggangguku. Aku tahu seberapa besar sayangnya Gepeng pada Rida. Tapi disaat yang sama, aku ingin mengulangi lagi. Meremas dada kenyal Rida.. brengseek..
"Daan.. keluarin ini" kata Rida memegang batangku dibalik celana olahragaku. Kalau kata barusan sudah cukup sering aku dengar dari Rida. Tiap kali dia minta foto barangku, dia bakal bilang itu dengan entengnya.
Aku melihat Rida dan melihat juga ke Ika. Lalu aku keluarkan saja barangku. Di suruh cewek ngeluarin barang, tentu bukan hal yang memalukan.
"Iiihh" Ika kaget karena aku tiba-tiba ngeluarin kelamin di depannya.
Karena celana olahragaku ini karet. Bagian pangkal batangku agak tergencet ke atas. Efeknya, kepala batangku jadi penuh dengan darah, sehingga menjadi mengkilat seperti mau pecah, karena saking penuhnya.
"Aaaahh.."
Kurasakan tangan Rida menggenggam batangku.
"Adan ini pemuja kamu loh Ka. Tiap aku giniin pasti yang dia bayangin kamu. Tuh Daan, Ika disini. Liatlah tangan berbulu Ika tuh."
Aku melihat Rida, dia hanya senyum-senyum aja. Sekarang aku tahu maksud Rida ini. Dia mau memanipulasi Ika sebetulnya. Dia bilang aku yang menyukai Ika, padahal dia yang sering muji-muji Ika.
"Ka.. siniin tanganmu." Rida menarik tangan Ika, lalu menarik lengan baju Ika ke atas sampai sikut.
Uuuhh... Seksi memang tangannya Ika. Tanganya kecil tapi berbulu.
"Nih Daan cium tangan Ika"
"Nggak iiih.." Ika menarik tanganya yang mau disodorin Rida padaku.
"Ka.. punya babang segede ini nggak?" Tanya Rida membandingkan dengan pacar Ika.
Ika diam saja, tapi matanya terus melihat ke tangan Rida yang sedang meng onaniku.
"Pegang aja Ka" rayuku. Dibalas tatapan sengit Ika.
Akhirnya Rida membimbing tangan Ika untuk memegang batangku, meskipun Ika berusaha menariknya lagi. Akupun membantu Rida menahan menahan telapak tangan Ika untuk tetap melingkar di barangku.
"Sshhhh,, Ka.. enak" aku paksa tangan Ika mengocok batangku.
"Aaahhgkk" aku sedikit terperanjat saat Rida sudah ada di selangkanganku. Bukan karena enak, tapi karena perih terkena gigi Rida.
"Udah-udaah.." Ika masih menarik tanganya.
Aku pegang bagian belakang kepala Ika, lalu aku cium paksa bibirnya dengan nafsu.
"Iiihh udaaaaah" Ika agak berteriak kayak mau nangis.
Aku gulingkan Ika di atas kayu yang kami duduki. Kakinya tertekuk kebawah sehingga tidak bisa bergerak lagi. Aku tindih dengan paksa, lalu aku bergoyang-goyang menggesek batangku di atas gundukan Vaginanya yang masih tertutup celana. Ika sibuk sekali menjauhkan wajahku dari wajahnya, belum lagi tanganku sudah bergerilya di dadanya. Dada Ika sangat keras, lebih keras dari semua perempuan yang pernah aku remas dadanya. Itu membuatku semakin gemas.
"Buugg" Ika meninju kepalaku dengan keras. Sedikit terkena pinggiran mataku. Dan akhirnya aku menghentikan aksiku.
"Huu uu uuu.. kalian jahaat" Ika nangis.
Aku ternganga menyadari apa yang sudah aku lakukan pada temanku ini.
"Kaa.. maaf Ka, maaf.." aku meminta maaf memegan tanganya.
"Lepasiin" dia mengibas tanganku.
"Adaan jahat kali kamu niih.. nggak nyangka juga aku kamu separah itu." Rida mengelus-elus kepala Ika.
"Jahat kamu Daan, kalau nggak ada aku di sini mungkin kamu udah merkosa Ika yaa" tambah Rida lagi.
"Maaf Kaa.. maafin yaa. Aku nggak tahu dia kayak binatang gini. Maaf yaa, soalnya kalau sama aku dia nggak berani"
Aku, Ika dan Rida saling berpandangan. Aku juga nggak nyangka Rida bakal sekasar itu ngomongnya.
Cukup lama kami berpandangan, lalu tiba-tiba Rida tertawa. Ika dan aku juga ikut ketawa..
"Haha haa... Sumpah aku nggak tahu loh Kaa. Kalau sama aku dia ini nggak berani. Takut dia sama Gepeng. Udah aku tantangin merkosa aku tetap aja dia nggak berani.
"Kampreet.. bukan takut sama Gepeng Ka. Dia kan temen aku."
"Emang Ika bukan teman kamu?" Timpal Rida lagi, membuatku diam nggak tahu mau jawab apa.
"Beneran Rid? Kamu nantangi dia?" Tanya Ika.
"Iyaa,, udah sering aku tantangin. Liat nih.. ngangkang aja aku di depan dia nih, nggak bakal berani dia. Takut dia sama Gepeng" kata Rida sambil mengangkangkan kakinya di depan mukaku.
Aanjir.. aku lihat Ika sudah senyum-senyum menertawaiku.
Aku tarik Rida turun dari kayu. Kugulingkan ia di tanah, tapi kepala dan lehernya masih bersandar di kayu. Kakinya aku kangkangin, lalu kubenamkan wajahku di antara selangakangannya. Aku gesek-gesek wajahku di selangkangnya seliar-liarnya. Kadang hidung, kadang mata, kadang kepala yang terbenam di selangkangannya.
Kemudian karet celananya aku tarik sampai terbuka bagian bawahnya semuanya. Nggak ada kolor. Aku langsung melihat daerah paling pribadinya. Jembutnya rapi, bibir vaginanya juga masih rapi, warnanya merah tua pucat, dan sudah basah.
Sluurrppp.... Sluurp...
Puuuaakk sluurpp..
Aku jilat aku hisap memek Rida..
Aaaahhh
Aaaahhhhh
Ikaaa toloong
Duh sakit aaaahh...
Ikaaa...
Aku dengar Rida merengek seperti minta tolong ke Ika..
Tapi tidak ada kudengar reaksi dari Ikaa..
Sluurrp
Suurppp ppoook..
Slurpp..
Berbagai macam bunyi saat aku mempermainkan memek Rida..
Ikaaa aaaaah...
Toloong Kaaa...
"Haha haaa... Terus Daan teruuss.. terus aja Daan. Keenakan Rida Daan, terua ajaa"
"Ika iiih"
Slurppp sluprrs...
"Enak Riid" tanya Ika.
"Daan jangaaan.. duuhh.." Rida mendorong-dorong kepalaku.
Memek Rida ini baunya lebih kalem. Nggak terlalu kuat, jadi aku bisa saja berlama-lama memwpermainkan memeknya.
"Duuh jangan di situu" Rida merengek saat jilatanku melenceng mengenai anusnya.
Aku rasakan kaki Rida sudah mengangkang dengan sendirinya. Tanganku yang kanan mulai meremas-remas bongkahan pantat Rida, sesekali menepuknya.
Duuuhh saakiit...
Aaahhhh
Aaaaauhhh...
Aku terus saja menjilati memek Rida tanpa ampun, tanpa jeda..
Uuuuhhh Daaan...
Aaaahhh...
Rida tidak lagi mendorong kepalaku, tapi seperti menariknya supaya lebih dalam lagi mempermainakan memeknya.
Cukup lama aku mempermainkan vagina Rida, sampai aku rasakan tanda-tanda dia akan keluar. Aku percepat jilatanku di kacanganya.. aku jilat, aku hisap-hisap lebih cepat, fokus ke daerah atas itu saja..
Aaaaaaaaaaaauuuhhh uh aaaahh.... Zzzrrttt...
Air mani Rida keluar membasahi mukaku. Rida kejang beberapa kali, lalu lemas.
"Hahaaa haaa" aku tertawa melihat Rida yang luglai.
"Iii iiihh..." Ia menampar wajahku manja..
Lalu Rida menarik celananya lagi.
"Enaak" tanya Ika ke Rida..
Rida hanya senyum-senyum malu saja.
"Bentar.." kata Ika pergi membuka jok motornya. Lalu kembali membawa tisu.
"Niihh," Ika mengulurkan tisu padaku sambil geleng-geleng kepala.
Setelah membereskan mukaku.. aku berdiri mendekat ke Ika dengan batang yang masih tegang.
Ika menatapku sebentar... "Nggak maauuuu" Ika kabur. Lalu aku kejar dengan batang yang mengangguk-ngangguk.
Saat aku mengejar Ika, sekilas aku melihat ada Ibu-ibu berdiri di balik batang karet di sisi sebelah kanan kami. Cukup jauh tapi tidak terlalu jauh juga. Mungkjn sekitar 20 meteran. Aku yakin dia melihat semua yang kami lakukan tadi.
Kayaknya sih itu Ibu-ibu yang punya kebun karet ini. Berarti aku nggak bisa lagi main ke sini.
Aku masukkan kembali batangku, lalu aku ajak Rida dan Ika untuk pergi.
Di perjalanan, aku mengiringi motor mereka. Rida bercerita bagaimana Ika bisa tahu tentang hubungan aku dengannya.
Jadi, Rida itu sudah berjanji untuk ngasih tau siapa selingkuhannya. Ika menagih janji itu. Makanya tadi pagi Rida meminta Ika untuk tidak menggunakan CD, dan celananya di angkat. Nanti setelah sampai di kelompok orang yang ada selingkuhannya itu, Ika bakal di suruh untuk nungging. Nanti kalau beruntung, Ika bakal langsung tau siapa yang jadi selingkuhannya. Bisa dikira-kira tatapan siapa yang paling mesum ke Ika. Karena Rida bercerita ke Ika, kalau selingkuhannya itu paling nafsu melihat Ika.
Dan yang Rida tuduh itu adalah aku. Padahal, aku biasa saja ke Ika. Yang nafsu sama Ika tuh dia aslinya.
"Cuma aku nggak nyangka Daan, kamu sejelas itu mukanya. Makanya Ika langsung tau tadi" kata Rida.
Aku tatap Rida sengit.. kenapa aku terus yang disalahiin. Bukanya kamu tadi yang ngirim sms Riid, kamu yang nyuruh untuk memperhatikan Ika. Gimana sih.
Brengsek juga Rida ini, udah kejadian kayak tadi. Masih juga mau memanipulasi Ika. Tapi baguslah Riid.. siapa tau nanti-nanti aku bisa icip-icip Ika lagi. Penasaran aku kenapa susu Ika semengakal itu.
********
Sampai di sekolah, nampak ada situasi yang tidak biasa. Semua siswa terlihat tegang. Banyak anak-anak perempuan yang berkumpul di depan kantor, meneteng tas mereka masing-masing. Mereka ingin pulang, tapi tidak di izinkan sama anak-anak yang laki-laki.
Kenapa yaaa...
Aku lihat ada banyak teman-temanku berkumpul di pinggir lapangan basket. Ada sekitar 30 an orang.. tunggu, kayaknya itu bukan kumpul-kumpul biasa. Karena yang kumpul-kumpul itu semuanya pentolan-pentolan di SMA ku. Kulihat ada Gepeng juga di sana..
Teringat lagi kejadian dengan Rida tadi.. maaf Peng.. aku nggak akan ngulangin lagi.. kasihan aku dengan Gepeng, kenapa Rida jadi liar kayak gitu sih.
Aku samperin Gepeng ke tempat perkumpulan itu. Nampak ada banyak kayu, papan, besi-besi dan seng tergeletak di sekitar situ.
"Peng, ada apa?" Tanyaku.
"Kemana aja sih.." kata Gepeng.
"Kenapa sih?" Tanyaku lagi.
"Itu Ryan sama anak kelas satu habis mukulin anak SMK sampai masuk rumah sakit. Ini kita siap-siap aja nunggu serangan" jelas Gepeng.
"Kenapa nunggu? Nanti hancur lagi sekolah kita."
"Terus nyerang?" Tanyanya menghina.
"Yaa enggaklah. Kita tunggu di depan warung pak Ha aja" kataku.
"Kita kalah jumlah Daan kalau perang terbuka gitu.. paling yang berdiri di depan nanti yaa kita-kita yang kumpul ini aja. Yang lain tuh ngesupport dari belakang" kata Boby menimpaliku.
Dengar dia yaa..
Boby ini kayaknya yang bakal jadi pimpinan. Wajar sih.. dia ini sebenarnya dua tahun di atas kami, dan dia emang jagoan.
"Iya sih" balasku.
Aku melihat Ryan, lalu aku memberinya applause..
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd