Salam suhu-suhu sekalian, akhirnya saya sempet juga nulis cerbung yang diadaptasi dari entry cerpan saya waktu LKTCP 2018 yang berjudul RITUAL.
Akhirnya mutusin reboot, dengan skala yg lebih besar dan cerita yang beda. Tapi desain Laila saya ubah dikit karena desainnya yang di Ritual itu sebenernya desain karakter untuk project komik.
Lastly don't expect too much yak! Sama kek Ritual soale ini, cuma jadi tempat buang sampah karena di karya lain yg untuk kerjaan, saya gak bisa sembarangan bunuh karakter. Jadi di sini saya nulis gak pake mikir lagi, yg penting libas aja hahahaha.
Enjoy
Guyuran gerimis yang berlalu cepat membuatku tersadar dari lelap. Kepalaku rasanya berat, pusing, perutku mual. Aku bahkan tak bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi sebelumnya. Lantai putih bersih memantulkan cahaya yang begitu menyilaukan, Pandanganku masih samar tapi indera pendengaranku perlahan mulai menangkap suara-suara. Kucari kaca mataku namun tak bisa kutemukan, tapi ketika aku mulai beradaptasi dengan cahaya, semuanya terlihat lebih jelas.
Huh? Di mana ini? Aku mulai mereka memori seharian ini. Seingatku, hari ini aku ada rapat dengan editor untuk membahas novel kedua, setelah itu aku pulang menggunakan Grab. Hanya itu yang kuingat. Tapi tempat ini bukanlah kontrakanku!
Kulihat sekeliling ruangan serba putih ini, cukup luas, seperti aula. Di salah satu tembok ada sebuah layar yang ukurannya sangat besar, seperti layar bioskop.
"Di mana ini?!"
"Hoi, aku di mana?!"
"Tolong! Seseorang!!"
"Keluarkan kami!"
Riuh teriakan semua orang menggema di aula itu. Delapan belas, dua empat, tidak... Termasuk diriku, ada dua puluh enam orang di sini.
Setelah kuperhatikan lagi, pakaian mereka semuanya seragam! Hanya sebuah kain kafan kusam putih yang dililit bak handuk. Sekilas kulihat daging menggantung di balik kain seorang laki-laki. Itu penis! Aku baru saja melihat penis! Jantungku mulai berdebar kencang ketika melihat kain yang dikenakan seorang gadis tak sengaja terlepas. Dia menjerit dan menutupi dada dan kemaluannya.
Kulihat belahan buah dadaku terekspos begitu saja, setengah areolaku nyempil dari lipatan kemben yang melingkar di dada. Kuraba tubuh bagian bawahku. Hilang! Aku tak mengenakan celana dalam! Hanya kemben ini yang melindungiku dari ketelanjangan! Kupeluk tubuhku kuat-kuat, tapi ketika lenganku menyentuh leher, aku merasakan sesuatu yang tak biasa. Seperti ada sesuatu di tengkukku.
Yang lain juga tampaknya mulai menyadari itu dan mulai panik. Ada yang menjerit, ada yang menangis, ada yang mengamuk.
Suara statis memekakan telingaku, arahnya dari empat buah speaker yang berada di masing-masing sudut ruangan. Sepertinya seseorang, sengaja menculik kami. Bunyinya berhenti dan berganti menjadi suara wanita yang terdengar sintetis, seperti bot atau mesin asisten pribadi pada smartphone.