Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AZUMATH: WORLD OF MAGIC

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 2


Energi sihir memang sangat vital keberadaanya bagi seorang penyihir atau ksatria sihir. Semakin besar energi sihir, semakin banyak pula sihir yang bisa dihasilkan. Energi sihir berwujud pancaran cahaya-cahaya tak kasat mata yang juga memiliki warna sesuai elemen sihir, misalnya hijau untuk sihir penyembuhan, merah untuk sihir elemen api, coklat untuk sihir elemen tanah, biru untuk sihir elemen air, kuning untuk sihir elemen angin, putih untuk sihir elemen cahaya, sedangkan yang sedang aku latih adalah energi sihir berwarna perak untuk sihir elemen petir.

Mengubah warna energi sihir bukanlah hal yang mudah, butuh konsentrasi dan fokus yang sangat tinggi. Energi sihir yang aku miliki sejatinya telah berwarna hijau karena aku adalah seorang ahli sihir penyembuhan. Dengan susah payah aku berlatih agar warna hijau itu bisa berubah menjadi warna perak dan begitu juga sebaliknya, setelah berwarna perak bisa berubah menjadi warna hijau. Selama satu minggu aku terus bermeditasi, melatih perubahan warna energi sihir. Sekali lagi, apa yang aku mulai dengan niat yang baik, tidak akan berakhir dengan sia-sia. Kesabaran dan kegigihan itu tidak akan pernah sia-sia, karena hanya itulah jalan untuk sampai di tujuan.

Seminggu penuh berlatih membuat energi sihirku menjadi dua warna, yaitu hijau dan perak. Untungnya selama satu minggu itu juga aku mendapatkan teman, seorang bocah berusia delapan tahun yang selalu melayaniku dan mengurus Si Black. Bocah yang bernama Daru itu datang padaku saat dia kelaparan. Daru adalah seorang yatim piatu yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan. Akhirnya aku memintanya untuk tinggal di rumah ini dan kuberi tugas untuk mengurus aku yang sedang bermeditasi dan mengurusi Si Black.

“Kamu harus mulai belajar sihir, Daru.” Kataku disela kami sedang menyantap makan siang.

“Iya, pak ... Saya ingin bisa sihir.” Jawabnya penuh semangat.

“Ya sudah ... Pelajaran pertama, kamu harus merasakan dulu energi sihir di tubuhmu. Kamu coba meditasi. Meditasi itu berhubungan dengan pikiran dan tubuh. Bangkitkan kekuatan pikiran dengan konsentrasi tinggi, kesadaran penuh, juga teknik yang tepat. Walau nggak mengutamakan keaktifan fisik, meditasi perlu kemampuan tubuh untuk mengalirkan energi. Posisi tubuh yang tepat untuk dasar meditasi adalah duduk tegak, kedua tangan di atas lutut, leher tak kaku, serta dagu sedikit menunduk.” Jelasku pada Daru tentang teknik bermeditasi.

“Ya, pak. Nanti saya akan coba.” Jawab Daru sambil tersenyum.

“Berlatihlah dengan giat supaya kamu bisa menjadi penyihir hebat.” Kataku lagi memberinya semangat.

“Baik, pak ... Daru akan berlatih dengan giat.” Ucapnya lagi lalu menyuap makanannya.

Setelah selesai makan siang, aku kembali mempelajari teknik-teknik sihir elemen petir. Aku telah membaca berulang-ulang teknik pertama sihir elemen petir yang dinamakan ‘Salamapallo’. Aku mulai menyatukan mantera sihir dengan energi sihirku. Setelah merasa cukup, aku berjalan ke belakang rumah dan berdiri di sisi sungai. Kulihat sebuah batu sebesar kerbau. Kemudian aku merapal mantera, [Salamapallo]. Kurasakan energi sihir mengalir ke lenganku, lalu terlihat bercak-bercak cahaya berwarna perak-ungu di ujung telunjukku. Tak lama, aku melepaskan petir dari ujung telunjuk.

SHUUUUTTT ...

BLAAARRRR ...

Aku sampai bengong melihat daya rusak yang dihasilkan petir yang keluar dari jari telunjukku, padahal aku hanya sedikit sekali mengeluarkan energi sihirku. Sungguh luar biasa memang kekuatan petir, pantas saja Petteri mewanti-wanti membakar buku sihir yang dia tulis, karena jika jatuh di tangan orang yang salah, ilmu sihir ini akan menjadi alat penghancur yang sangat mengerikan.

“Wow! Bapak hebat!” Teriakan Daru terdengar dari arah samping agak belakang. Aku menoleh ke arahnya. Daru sedang menuntun Si Black.

“Nanti juga kamu akan bisa, kalau berlatih dengan giat.” Sekali lagi aku mengingatkannya.

“Setelah memberi makan dan memandikan Si Black. Aku akan berlatih.” Teriaknya sambil menaiki Si Black dengan sekali loncatan.

Aku tersenyum melihat tingkah Daru yang selalu ceria. Setelah Daru terlihat jauh, aku kembali ke dalam rumah. Kali ini aku mempelajari teknik sihir elemen petir yang dinamakan ‘Likunopeas’. Disebutkan Likunopeas adalah ilmu bergerak cepat, karena teknik sihir ini orang bisa berpindah tempat secara kilat dari satu tempat ke tempat lainnya tanpa bersusah payah. Untuk teknik yang satu ini, aku agak kesulitan mempersatukan mantera dengan energi sihirku. Aku butuh berjam-jam hingga mantera dan energi sihirku menjadi satu.

Saat matahari sudah condong ke arah Barat, aku mulai mempraktekkan ilmu sihir berpindah cepat ini. Aku bisa bergerak cepat laksana kilat. Aku berkelebat nyaris tanpa suara, searah dan seiring hembusan angin. Melompati pohon demi pohon seperti kera, kadang berayun di akar-akar rambat yang bergelantungan. Sosokku yang tinggi, ramping dan cukup berotot membuat gerakanku sangat lincah dan lentur. Akhirnya aku sudahi latihanku. Satu hari ini aku mendapatkan dua ilmu sihir elemen petir, tinggal aku menyempurnakannya lagi dengan latihan.

“Bapak dari mana?” Tanya Daru yang sedang menungguku di pintu belakang.

“Dari hutan, Daru ... Sana, beli makan ke Pak Pandi!” Kataku sambil memberinya dua keping koin perak.

“Baik.” Daru menerima koin perak dariku dan langsung saja berlari ke depan. Rupanya anak itu kelaparan.

Setelah menyalakan beberapa lampu minyak, aku segera membersihkan badan di pancuran yang letakknya di belakang rumah. Setelah itu berpakaian dan menunggu Daru yang sedang membeli makanan. Tumben! Anak itu begitu lama datang. Sambil menunggu, aku membaca buku sihirku lagi. Kali ini aku mempelajari ilmu pedang petir yang dinamakan ‘Chidorigatana’. Chidorigatana merupakan sebuah teknik berpedang elemen petir yang dihasilkan dari pengumpulan energi sihir yang dialirkan pada pedang, membuat pedang menjadi sangat tajam serta memberikan efek merusak pada benda dan makhluk hidup. Benda dan makhluk hidup yang tersentuh pedang akan hancur dan binasa. Namun pada titik tertentu chidorigatana pun bisa digunakan untuk mematikan rasa lawan untuk beberapa saat, karena sistem kelistrikan otak terganggu sehingga tidak akan bisa bergerak.

Aku tersenyum dengan ilmu pedang petir yang sedang kubaca ini, karena aku harus belajar gerakan-gerakan atau jurus-jurus berpedang. Ada gambar-gambar posisi dengan keterangan-keterangan. Rupanya Patteri pandai juga menggambar. Apa yang dia gambar sangat detail dan mudah dipelajari. Mungkin aku harus membeli pedang dahulu, baru kemudian berlatih jurus-jurus pedang ini.

“Bapak! Ada yang mencari bapak.” Tiba-tiba Daru datang. Aku langsung menatap wajahnya.

“Tuan Azka ... Aku butuh pertolongan tuan.” Tiba-tiba lagi masuk ke dalam rumah seorang pria tampan dengan beberapa orang di belakangnya.

“Oh, tuan Bisma ... Silahkan masuk. Maaf rumahku tidak mempunyai kursi tamu. Dengan sangat terpaksa harus duduk lesehan.” Kataku menyambut kedatangan Bisma dengan sedikit gugup. Aku letakkan buku sihirku di balik tikar lalu aku pun bangkit berdiri.

“Tidak perlu Tuan Azka ... Keadaan sangat genting. Panglima terluka parah. Panglima harus segera mendapat pertolongan.” Katanya.

“Terluka parah? Bukankah saat ini tidak ada perang?” Tanyaku heran.

“Panglima ada yang meracun, Tuan Azka. Di pasukan kita ada penyusup, ada pengkhianat.” Jawab Bisma dengan suara sedikit memelas.

“Apakah Tuan Bisma tidak bisa mengobatinya?” Tanyaku ingin tahu.

“Kalau saya bisa mengobati panglima sudah pasti saya tidak akan berada di sini.” Jawabnya.

“Daru ... Kamu jaga rumah. Kamu makan sendiri.” Kataku pada Daru.

“Iya, pak.” Sahut Daru.

Aku pun segera menunggangi Si Black dan tak lama aku dan Bisma beserta beberapa anak buahnya memacu kuda kami. Kuda kami berlarian begitu kencang, seolah tidak memperkenankan kami untuk berbincang-bincang. Jejak kuda dan debu yang mengepul tertinggal di belakang adalah tanda betapa kami mengejar waktu hidup sang panglima. Tidak lebih seperempat hari, aku sampai di perkemahan prajurit. Aku pun langsung dibawa Bisma ke tenda panglima yang dijaga ketat bala tentara.

Aku masuk ke dalam tenta bersama Bisma dan menemukan seseorang sedang terbaring kaku dengan seluruh tubuh menghitam serta mata dan mulut terus terbuka. Tercium juga bau amis bercampur bau bangkai yang samar-samar. Jelas ini adalah ciri-ciri dari sihir hitam, sihirnya para demon. Aku mendekat lalu merapal mantera sihir ‘Myrkytta’. Sihir myrkytta adalah sihir penangkal racun tingkat tinggi. Segala macam racun akan hilang seketika bila telah tersentuh sihir ini. Sayangnya, sihir myrkytta tidak boleh diturunkan kepada orang lain karena hanya seorang pemegang saja yang bisa memegang sihir penangkal racun ini. Bila aku memberikannya pada seseorang, maka orang yang aku beri sihir inilah yang akan bisa menggunakan sihir myrkytta, sementara aku tidak lagi diberi kekuatan untuk menggunakannya.

Perlahan keluar asap hitam dari tubuh panglima, asap hitam itu terus menggumpal ke udara membentuk bola sebesar bola volley. Aku arahkan gumpalan asap hitam itu keluar tenda. Aku suruh seorang prajurit untuk menghancurkannya dengan sihir elemen api. Ketika bola api menyambar gumpalan asap hitam tersebut terdengar ledakan yang cukup kuat hingga menghasilkan bunyi gaung.

“Panglima sudah terbebas dari racun, tinggal pemulihan saja. Energi sihirnya tidak bersisa, sebaiknya Tuan Bisma atau team healing memberinya asupan energi sihir murni. Besok mudah-mudahan panglima akan sembuh seperti sedia kala.” Kataku pada Bisma.

“Baik. Sekali lagi aku ucapkan terima kasih atas bantuan tuan.” Katanya sambil menjura hormat.

“Kalau begitu, saya pamit untuk kembali.” Kataku sambil membalas juraan hormatnya.

“Sebaiknya tuan bermalam dulu di sini, karena perjalanan cukup berbahaya jika dilakukan sendirian.” Ujar Bisma masuk akal.

“Apakah saya tidak mendapat pengawalan?” Tanyaku.

“Jika tuan bersikukuh akan pulang, kami akan memberi tuan pengawalan.” Jawab Bisma.

Aku berpikir sejenak lalu berkata, “Baiklah ... Saya akan tinggal semalam di sini.”

“Ya, itu yang saya harapkan.” Bisma tersenyum senang. “Saya antar tuan ke tenda tuan.” Lanjut Bisma sambil merentangkan tangan ke suatu arah tanda agar aku berjalan ke arah yang ditunjuknya.

Akhirnya aku sampai di sebuah tenda yang menurutku sangat indah dan nyaman. Aku jadi teringat dengan film-film pimpinan begal padang pasir yang mempunyai tenda beralaskan permadani dan rupa-rupa makanan serta buah-buahan di dalamnya. Begitu pula dengan tendaku saat ini. Rupa-rupanya Bisma memang menyediakan khusus untukku. Kami berdua lantas ngobrol berbagai hal yang tentunya berkaitan dengan masalah peperangan dan penyembuhan.

“Kalau boleh tahu, Tuan Azka belajar dari mana sihir pengobatan yang sangat luar biasa itu?” Tanya Bisma.

“Hhhmm ... Saya diajarkan oleh makhluk cahaya yang bernama Petteri.” Kataku jujur.

“Wow ... Luar biasa ... Pantas saja Tuan Azka sangat hebat. Petteri adalah makhluk pintar yang menguasai segala ilmu.” Bisma sampai terkagum-kagum.

“Apakah Tuan Bisma pernah bertemu dengannya?” Tanyaku jadi penasaran.

“Belum ... Saya pernah membaca sejarahnya waktu di sekolah sihir. Petteri adalah makhluk abadi yang banyak menciptakan sihir-sihir penyembuhan tingkat dewa.” Jelas Bisma yang kini aku malah bengong seperti orang tolol. Tidak menyangka kalau Petteri adalah pencipta ilmu-ilmu sihir penyembuhan.

“Setahuku, guruku itu tidk bisa sihir.” Kataku.

“Memang ... Tetapi dia memiliki konsep sihir yang luar biasa. Konsep sihirnya mempermudah seseorang untuk menguasai sihir. Bagi yang memiliki konsep sihir tidak perlu menguasai sihir karena konsep sihir adalah cara mengubah hal fiksi menjadi nyata. Seperti halnya seseorang akan membuat sebuah serangan sihir, mereka pasti akan memikirkan seperti apa serangannya terlebih dahulu setelah itu membuatnya menjadi kenyataan dengan menggunakan energi sihir. Bagi yang memiliki konsep sihir hal tersebut tidak perlu dilakukan secara nyata, hanya dengan memikirkannya saja pasti hal itu akan terjadi.” Jelas Bisma tentu sangat membingungkan.

Namun yang terasa olehku adalah begitu mudahnya aku menguasai sihir. Sekarang sihir bagiku dapat dibilang sebuah mainan saja. Baca petunjuk, praktek, dan langsung jadi. Tidak ada yang sulit untuk menguasai sebuah sihir. Semua terasa mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Padahal aku sama sekali tidak berbakat dan bahkan awalnya aku menolak sihir sebagai suatu kenyataan. Apakah ini pengaruh yang diberikan Petteri padaku? Entahlah, aku tidak tahu.

“Ya, memang. Guru Petteri pernah bicara padaku. Asal aku menguasai konsepnya, sihir apapun bisa aku pelajari.” Kataku langsung teringat cerita Petteri saat di kendaraan cahayanya.

“Tepat sekali ... Tetapi untuk menguasai suatu konsep sihir tidaklah mudah. Perlu berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin sepanjang hayat pun belum tentu bisa menguasainya. Konsep sihir bersifat abstrak dan hayalan tingkat tinggi. Jarang sekali orang yang bisa menguasainya. Dan saya yakin Tuan Azka memiliki kemampuan itu karena Tuan Azka bisa menguasai ilmu-ilmu Petteri.” Ungkap Bisma sangat masuk akal.

“Mungkin saya orang yang beruntung.” Aku pun tersenyum.

“Sangat beruntung tuan ... Tuan sangat beruntung ...” Sambut Bisma yang juga tersenyum.

“He he he ... Rejeki anak soleh.” Candaku sambil terkekeh.

“Apa itu tuan?” Bisma bertanya mungkin heran dan tidak mengerti candaanku.

“Oh ... Lupakan saja. Hanya bercanda.” Kataku.

“Hhhmm ... Jadi sekarang saya mengerti ucapan tuan tempo hari kalau kita tidak akan menang melawan bangsa Elf dan bangsa Demon. Saya yakin tuan telah memikirkan matang-matang ucapan tuan itu. Seorang yang telah berguru pada Petteri tidak mungkin bicara sembarangan tanpa fakta.” Tiba-tiba saja Bisma bicara sangat serius.

“Bukannya saya ingin mengendurkan atau menjatuhkan semangat Tuan Bisma dan para prajurit. Tetapi dimana-mana kualitas pasti lebih unggul dari pada kuantitas. Jumlah yang banyak tetap akan kalah oleh sedikit orang yang unggul. Tuan Bisma mungkin pernah mendengar cerita leluhur kita pada saat bangsa manusia bersama bangsa Elf bertempur melawan bangsa Demon. Walau diklaim tidak ada yang menang atau kalah, tapi kita dan bangsa Elf tidak bisa menumpas bangsa Demon. Bangsa Demon yang sedikit bisa bertahan dan balik menyerang. Sekarang keadaan semakin tidak menguntungkan bagi bangsa manusia. Bangsa Elf bergabung dengan bangsa Demon melawan kita. Apa yang sekarang kita harapkan?” Jelasku panjang lebar.

“Benar ...” Tiba-tiba aku terperanjat begitu pula Bisma saat mendengar suara merdu berjenis kelamin wanita menyambar perbincanganku dengan Bisma. Tak lama tendaku dimasuki oleh seorang wanita cantik jelita berpakaian bagai seorang ratu kerajaan. Di atas kepalanya bertengger mahkota yang terbuat dari intan permata.

“Oh ... Salam hormat hamba. Ratu Treysca...” Bisma langsung berlutut hormat pada wanita yang baru saja memasuki tendaku. Mau tidak mau, aku juga melakukan hal yang sama.

“Bangkitlah!” Ujar wanita yang oleh Bisma dipanggil Ratu Treysca. Aku dan Bisma bangkit lalu duduk bersila di hadapan sang ratu. “Aku setuju dengan uraian Tuan Azka.” Dia menyebut namaku, membuat kepercayaan diriku lumayan naik. “Kita tidak akan menang melawan mereka. Kita hanya buang-buang tenaga, waktu dan nyawa. Lebih baik kita hentikan peperangan ini.” Lanjut sang ratu.

“Hamba serahkan semuanya pada Ratu.” Ujar Bisma sambil menangkup kedua telapak tangannya di dada lalu membungkuk memberi hormat pada Ratu Treysca.

“Malam ini, aku dan rombongan akan bernegosiasi dengan bangsa Elf untuk menghentikan peperangan. Tugasmu adalah bersiap-siap kembali dan bawa pasukanmu ke kerajaan.” Titah sang ratu pada Bisma.

“Hamba tuan ratu.” Jawab Bisma sambil menyembah dengan bungkukan badan. Bisma pun lantas bangkit dan keluar dari tendaku.

“Tuan Azka ...” Ratu Treysca kini mengarah padaku. “Menurut kabar kau adalah tabib sakti. Setelah aku mendengar percakapanmu, aku sekarang yakin kalau kau memang seorang tabib sakti. Kau adalah murid Petteri yang memiliki lautan ilmu kesaktian.” Lanjutnya.

“Hamba hanya muridnya kanjeng ratu. Hamba tidak ada apa-apanya dibandingkan guruku.” Aku merendah.

“Aku tahu ... Maksudku datang ke sini, karena aku ingin mengobati penyakitku yang tidak kunjung sembuh. Sudah banyak tabib yang mengobatiku tetapi penyakitku ini tidak pernah hilang.” Kata Ratu Treysca.

“Jika saya bisa ... Saya akan membantu kanjeng ratu.” Kataku lembut.

“Aku mempunyai benjolan di dadaku. Kalau sudah kambuh, rasanya sakit sekali. Aku harap kau bisa menyembuhkanku.” Ucap Ratu Treysca yang membuatku agak merinding mendengarnya.

“Kalau kanjeng ratu tak keberatan. Hamba akan memeriksanya, tapi kanjeng ratu harus melepaskan pakain kanjeng ratu bagian atas.” Kataku sedikit ragu.

Dia malah tersenyum lalu berjalan mendekatiku. Ratu Treysca duduk bersila di hadapanku. Tak lama dia melepaskan pakaian bagian atasnya. Jujur saja aku harus menahan napas saat melihat keindahan dua gunung kembar miliknya. Payudaranya begitu sempurna dalam segala hal. Buah dada yang menakjubkan, besar, bulat dan kencang dengan puting susu yang menonjol ke depan.

Tak ingin dianggap mesum, aku langsung merapal mantera pendeteksian. Telapak tangan sebelah tanganku bersinar. Aku menggerakan tangan bersinarku ke arah dadanya sebelah kanan tanpa menyentuhnya, hanya beberapa senti saja jaraknya. Tak lama, aku merasa ada benjolan lumayan besar di dalam daging payudara sang ratu. Setelah aku deteksi, benjolan itu dinamakan tumor jinak. Tanpa berlama-lama aku menghancurkan tumor itu dari payudaranya dengan menggunakan sihirku. Kulihat sang ratu agak meringis menahan sakit.

“Hamba sebut benjolan itu adalah tumor atau daging jadi. Sekarang tumor kanjeng ratu sudah saya hancurkan. Mudah-mudahan kanjeng ratu tidak lagi merasakan sakit.” Kataku sambil menarik tangan.

“Terima kasih Tuan Azka ... Setelah misiku selesai malam ini. Aku akan membayar Tuan Azka. Sekarang saya harus cepat-cepat menemui Raja Elf.” Ujar Ratu Treysca sembari membenahi pakaiannya.

Aku hanya bisa memandang kepergian Ratu Treysca. Entah kenapa hormon seksualku langsung bergejolak setelah melihat gunung kembar Ratu Treysca yang sungguh menakjubkan. Aku langsung mengatur napas untuk menekan hasratku. Setelah beberapa kali menarik dan mengeluarkan udara melalui hidung dan mulutku, akhirnya hormon-hormon seksualku bisa kujinakan. Aku bangkit dan keluar tenda. Terlihat kesibukan para prajurit yang tampaknya mereka sedang mengepak perlengkapan mereka. Sungguh, malam yang begitu ramai. Ramainya melebihi pasar malam di desaku.

Aku berjalan sampai ujung bukit. Kulihat rombongan Ratu Treysca yang kutaksir ada lebih dari dua puluh orang yang kesemuanya berjenis kelamin wanita sedang menuruni bukit dengan kuda-kuda mereka. Aku sangat berharap rombongan Ratu Treysca pulang dengan selamat dan membawa kabar berita yang positif sehingga kedamaian akan segera terwujud.

“Apakah mereka akan berhasil?” Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara wanita di belakangku. Aku langsung menoleh ke arah sumber suara yang kini si pemilik suara sudah berada di sampingku.

“Aku harap mereka berhasil.” Jawabku sambil terus memperhatikan gadis manis di sampingku.

“Namaku Gantari mas ... Panggil saja aku Tari.” Dia langsung memperkenalkan diri.

“Azka ...” Kataku.

“Aku sudah tahu namamu mas ... Sekarang mas sudah menjadi orang terkenal di sini.” Ucap Tari sambil tersenyum.

“Oh ya ... Aku gak ngerti ...” Selorohku.

“Hi hi hi ... Mas itu sudah menjadi pembicaraan para pasukan healing. Mas luar biasa. Beruntung menjadi murid Petteri.” Ucapnya lagi-lagi menyebut nama Petteri. Sebegitu terkenalkah makhluk cahaya itu di Azumath?

“He he he ... Dia memang guru yang hebat.” Tiba-tiba aku teringat Petteri. Aku menatap langit yang berbintang. Aku berharap Petteri datang dan membawaku pulang.

Aku dan Tari akhirnya ngobrol berbagai macam hal yang berhubungan dunia penyembuhan. Saling tukar pendapat bahkan aku memberikan ilmu-ilmu penyembuhan tingkat dasar yang Tari belum menguasai. Gadis berusia 19 tahun ini ternyata baru lulus akademi dan baru bergabung dua bulan dengan pasukan healing di bawah pimpinan Bisma. Ternyata aku baru tahu kalau pasukan healing di bawah komando Bisma adalah pasukan healing kerajaan Tinberg yang dipimpin oleh Ratu Treysca.

“Ratumu pemberani ya ... Beliau memimpin sendiri untuk bernegosiasi dengan musuh.” Kataku.

“Ratu Treysca berilmu tinggi. Sihir elemen airnya tidak ada yang tandingannya.” Ucap Tari sambil tersenyum manis.

Tiba-tiba mataku melihat kilatan-kilatan sinar berpendar ke udara nun jauh di sana. Tak lama terdengar suara ribut pasukan-pasukan yang meneriakan ada pertempuran di arah kilatan cahaya itu. Instingku berkata jika di sana terjadi sesuatu. Aku berprasangka kalau Ratu Treysca mendapatkan masalah di sana. Tanpa berpikir panjang, aku ubah sinar energi sihirku menjadi berwarna perak. Butuh waktu dua menit aku mengubahnya. Tidak berlama-lama, aku melesat menggunakan sihir ‘Likunopeas’.

Aku melesat secepat kilat menuruni bukit. Tubuhku bergerak laksana petir yang menyambar permukaan bumi. Hanya dengan dua puluh helaan napas aku sampai di tempat terjadi pertempuran antara Ratu Treysca yang sedang dikerubuti oleh makhluk-makhluk menyeramkan. Tubuh makhluk itu serupa dengan warewolf yang sering kulihat di film-film fantasi. Sambil terus melesat, aku keluarkan sihir ‘Salamapallo’. Entah bagaimana aku melakukannya, petir-petirku menyerang semua makhluk menyeramkan itu hampir bersamaan.

BLAAAARR

BLAAAARR

BLAAAARR

Terdengar suara ledakan akibat bertemunya petirku dengan sihir mereka. Kulihat ada tiga warewolf yang terkena seranganku. Tubuh mereka hancur berkeping-keping, sedangkan dua yang lain berhasil menahan seranganku. Aku terus berkelebat mengelilingi kedua warewolf yang masih selamat sambil terus mengeluarkan petir-petirku. Mereka masih terlindungi dari petirku karena tubuh keduanya terselubungi oleh sihir pelindung yang sangat kuat. Tiba-tiba terlihat torpedo air berbentuk kepala burung raksasa menghantam selubung sihir pelindung kedua warewolf. Tak ayal sihir pelindung itu pecah dan petirku yang selanjutnya berhasil menghantam keduanya hingga tubuh mereka hancur lebur berkeping-keping.

“Tuan Azka ... Apa yang tuan lakukan di sini?” Tanya Ratu Treysca yang bediri di sampingku. Aku melihat pasukannya masih utuh.

“Lebih baik batalkan acara negosiasinya karena bangsa Demon tentu akan menghalang-halangi. Sebaiknya kita cari cara lain untuk mendekati bangsa Elf.” Kataku.

Pendapatku itu sangat beralasan karena di depan sana terlihat makhluk-makhluk mengerikan yang jumlahnya sampai ratusan, dan yang paling mengerikan adalah makhluk raksasa bertanduk. Aki pikir makhluk ciptaan bangsa Demon saja sudah sangat merepotkan, apalagi jika sempat bertempur dengan para ksatria sihirnya. Pasti Ratu Treysca akan menjadi bulan-bulanan mereka.

“Benar! Aku juga berpikiran sama ... Ayo kita kembali!” Perintah Ratu Treysca pada pasukannya.

Rombongan Ratu Treysca memacu kuda mereka secepat-cepatnya. Aku sempat menatap sejenak, memperhatikan makhluk-makhluk aneh yang jauhnya lebih dari 100 meter dari tempatku berdiri. Tak lama. Aku pun segera melesat dan mendahului rombongan Ratu Treysca kembali ke perkemahan prajurit. Aku kembali ke tempat semula, di sana Tari masih menunggu. Gadis itu menatapku dengan pandangan tak percaya. Aku balas menatapnya lalu mengibaskan tanganku di depan wajah gadis manis ini.

“Jangan bengong begitu.” Kataku sambil tersenyum simpul.

“Mas Azka ... Mas ...” Matanya tetap membola menatapku yang kini menjadi tatapan kagum.

“Sudah jangan kamu sebar apa yang kamu lihat.” Kataku sambil mencubit hidungnya yang bangir.

“Itu tadi luar biasa. Seorang penyihir penyembuh, bisa juga menjadi ksatria sihir.” Puji Tari yang mulai bisa menguasai dirinya.

“Aku bukan ksatria sihir. Sihirku yang ini masih belum apa-apa.” Kataku merendah.

“Tidak mas ... Mas memang luar biasa. Tidak ada manusia yang bisa seperti mas. Selain seorang healing tetapi juga ksatria sihir.” Tiba-tiba Tari bergerak menghadapkan tubuhnya padaku dan tangan gadis itu meraih tanganku. Wajahnya hampir menyentuh wajahku.

“Apa yang kamu lakukan?” Tanyaku sungguh terkejut.

“Aku kagum samamu, mas ...” Tari semakin nekat. Dia menempelkan tubuhnya dan kini tangannya melingkari leherku.

“Hei! Jangan berbuat konyol!” Tentu aku harus memperingatinya karena khawatir tingkahnya itu dilihat orang lain walau posisi kami cukup tersembunyi.

Entah apa yang ada di pikiran gadis ini, bahkan aku belum reda dengan keterkejutanku, tanpa kusadari kini tangannya meraih kejantananku. Walau masih dibalik celana, namun remasannya begitu terasa. Tangan mungil Tari begitu lihai meremas kejantananku dari balik celanaku. Sebagai laki-laki normal, langsung saja kejantananku bereaksi cepat. Perbuatan Tari itu kuakui sangat membuatku terangsang sekali, sehingga celanaku langsung terlihat menonjol sebagai tanda batang kejantananku ingin berontak.

“Tari hentikan!” Aku berbisik di telinga kirinya.

Tari malah cekikikan dan bertambah nekat. Kancing-kancing celanaku ia lepas, lalu tanpa aba-aba tangannya masuk ke dalam celanaku dan meraih kejantananku. Perlahan tangan mungilnya mulai memainkan penisku, memijatnya dengan lembut hingga pangkal. Untungnya celanaku tidak sampai jatuh ke tanah. Kalau sudah begini aku tak bisa melarangnya lagi. Aku biarkan tangannya ‘mengurus’ juniorku, sementara tanganku mulai menangkup dadanya, meremasnya perlahan, kemudian menyusup masuk ke dalam atasan yang ia kenakan.

“Mas ... Aku ingin mas malam ini.” Bisik Tari setengah mendesah.

“Kenapa kamu menginginkannya?” Tanyaku. Jemariku menemukan apa yang dicari, memainkan, membuat desahan rendah keluar begitu saja dari bibir gadis manis ini.

“Oh mas ... Pokoknya aku ingin ...” Tari merengek. Elusan tangannya di penisku berubah menjadi kocokan kuat.

“Aaahh iya ... Tapi, tidak di sini.” Kataku.

Tari tersenyum lalu mengeluarkan tangannya dari dalam celanaku. Dengan terampil Tari mengancingkan kembali. Pada saat yang bersamaan aku melepaskan tanganku dari dadanya. Tari lantas menarik tanganku. Dia ternyata membawaku ke tendanya. Suasana di sekitar tendanya cukup sepi. Dengan terburu-buru gadis itu menelanjangiku dan menelanjangi dirinya. Sekali lagi tanganku ditarik dan membawaku jatuh ke karpet dengan posisi aku sudah berada di atas tubuhnya.

“Tari ... Apa kau sadar dengan apa yang kamu lakukan?” Tanyaku coba untuk memperingatinya walau gairahku sudah mencapai titik tertinggi.

“Lakukan saja mas ...” Pintanya sambil kedua tangannya membelai pipiku.

Aku yang sudah dikuasi kabut nafsu yang membludak-bludak langsung menempelkan ujung kejantananku pada bibir vaginanya. Tari terhenyak, nafasnya tertahan begitu kepala penisku membelah bibir vaginanya. Kepala penisku mulai menyapu garis vaginanya, dari bawah hingga bertemu klitorisnya yang sudah menegang. Langsung kusentuh-sentuh klitoris tersebut dengan kuat hingga tubuh Tari menggelinjang hebat.

"Uuuuhhh ... Sssshhh ... Maasss geliii ... Aaahhh ..."

Sambi kepala penisku bekerja di bawah sana, kami pun saling berpandangan sebelum kembali bercumbu ringan. Tari tersenyum setelahnya. Senyuman yang menyiratkan kesenangan di dalamnya. Matanya pun memandang penuh arti ke dalam mataku. Kuelus ringan rambut Tari, saat dirinya membelai pipi dan menyibak rambutku lembut.

"Cuupphh ... Nnngghhh ..."

Tari kembali melenguh saat bibir kami berpagut. Tangannya menarik tengkukku dan menekan kuat ke arahnya. Kulumat bibir Tari yang menggairahkan tersebut, atas dan bawah secara bergantian. Beberapa kali lidahku menyeruak ke dalam mulutnya, dan disambut dengan hisapan mulut Tari. Tari yang sepertinya sudah terangsang berat terasa menggoyang-goyangkan pinggulnya, mencoba untuk memasukan penisku ke dalam vaginanya yang gatal. Rona pipinya benar-benar merah saat kutatap wajahnya. Tari membalas nanar tatapanku, sembari menggigit bibir bawahnya.

Aku mulai memasuki tubuhnya. Saat kepala penisku masuk ke dalam vagina. Mulai terasa nikmatnya bercinta. Terasa penisku semakin lama semakin menembus lubang vaginanya. Namun tiba-tiba penisku terasa menemui sesuatu. Kupikir itu adalah selaput perawannya. Ya memang itu sepertinya. Tari yang menyadari penisku menemui selaput daranya. Secara cepat dia melingkarkan kakinya ke pantatku dan menekannya sangat kuat. Sehingga otomatis penisku menembus selaput daranya dengan seketika. Dia berteriak kesakitan.

“Aaaakkh ... Maaasss ...!” Teriaknya.

“Apa yang kamu lakukan?” Jujur aku sangat panik.

“Lakukan saja maaass ...” Desahnya sambil meringis.

“Kenapa ... Kenapa Tari?” Aku masih ingin mendapat jawaban darinya.

“Kebanggaan bagi seorang gadis diperawini oleh orang berilmu tinggi dan terkenal.” Jawabnya pelan.

“Oh ... Kamu salah memilih orang.” Kataku.

“Tidak mas ... Mas adalah kebanggaan semua orang ...” Desahnya dan kini rona mukanya terlihat normal.

Aku menatapnya tak pecaya, namun kejantananku semakin menuntut saja. Akhirnya aku berjanji akan memberikan pengalaman bercinta yang tidak akan pernah oleh gadis di bawahku ini lupakan. Perlahan aku mencari dan memainkan area kelembaban yang ada. Penisku keluar masuk pelan menggesek liang vaginanya seiring dengan gerakan pinggangku. Semua yang aku lakukan, seolah mengetahui dengan pasti titik-titik terlemahnya. Aku tersenyum saat Tari sepertinya mulai menikmati apa yang aku lakukan.

"Hnghhh ahhh ahhh ... Maasss itu apa ... Aaahhh ..." Desah Tari saat merasakan penisku di vaginanya hingga kini ujung penisku menyentuh titik manis miliknya. "Enak disitu maasss ... SSshhh aahhh enak banget maasss ..." Tari meremas lenganku saat aku terus menerus menumbuk titik manisnya.

Kini kupercepat laju penisku menembus sisa-sisa keperawanannya. Kugenjot lebih cepat, mendorong lebih dalam, mengocok penisku penuh perasaan. Tari terus menerus mengeluarkan desahan-desahannya. Sodokan-sodokan berikutnya menjadi sebuah hardcore session karena aku melakukan percintaan ini agak brutal. Namun jujur dalam hati aku sangat menikmatinya dan nampaknya Tari pun menikmati hal ini juga. Terbukti dari desahan-desahannya tiap kali penisku menyeruak masuk dan mengobrak-abrik vaginanya.

"Mau pipis ughhh mas pipis ... Aaahhh ..." Tari meracau sementara aku terus mengocok vaginanya dengan gerakan yang sama cepat dengan gerakan pinggulnya.

"Keluarin sayang ... Keluarin pipisnya ..." Tubuh Tari bergetar hebat saat sesuatu keluar dari lubang vaginanya lumayan banyak.

Aku tak memberi jeda pada Tari yang tengah pelepasan. Aku justru bergerak semakin brutal membuat Tari mengerang keras. "Maass ... Sebentar ... Hahhh berhenti ahhhh ... Punya Tari masih ahhh ahhh ..." Tari tak dapat menyelesaikan ucapannya saat ia merasa sesuatu keluar dari lubangnya lagi.

"Mau pipis lagi hnghhh maaasss ... Pipis ahhh ahhh ...." Tiga hentakan pinggulku membuat vagina Tari mengeluarkan cairan putihnya bersamaan dengan air seninya.

Aku tersenyum dan tak lama aku menyusul mengeluarkan cairanku setelah empat kali tusukan di lubang kenikmatan Tari. Spermaku keluar di dalam vagina Tari. Tubuh Tari masih bergetar hebat dengan kakinya yang menekuk. Aku melihat setiap gerakan yang dilakukan Tari, aku merekam bagaimana indahnya gadis ini sedang merasakan pelepasan. Setelah dirasa Tari lebih tenang. Aku mengangkat tubuh Tari dengan penisku yang masih menyatu. Tari duduk di atas pangkuanku dengan kedua tangannya yang melingkar di leherku.

“Bagaimana rasanya?” Candaku.

“Enak mas, tapi masih agak sakit.” Jawabnya.

“Nanti juga sakitnya hilang.” Kataku.

“Terima kasih ya mas.” Tari mencium sekilas bibirku.

“Sama-sama.” Kini aku yang mencium bibirnya sekilas.

Kami ngobrol sambil berpelukan sampai larut malam. Tak terasa kami pun tertidur. Aku terbangun saat merasakan kejantananku dipermainkan oleh tangan mungil Tari. Tentu hal itu berupa undangan untukku. Tampa ampun, aku genjot lagi tubuh gadis itu hingga pagi menjelang. Saat matahari belum benar-benar terbit, aku mandi dan memakai pakaian. Begitu pula Tari. Setelahnya, aku nikmati sarapan yang telah disiapkan Tari.

“Aku sampai lupa menanyakan kejadian tadi malam. Apa yang terjadi dengan Ratu Treysca?” Tanya Tari.

“Ratu Treysca dihadang bangsa Demon. Rupa-rupanya bangsa Demon masih menginginkan peperangan ini.” Jawabku.

“Ya begitulah. Aku pikir bangsa Demon menginginkan bangsa manusia dan bangsa Elf lenyap.” Kata Tari sambil menyesap teh hangatnya.

“Kita tunggu saja. Apa yang akan Raja dan Ratu kita lakukan untuk menghentikan peperangan ini.” Kataku.

“Mas ... Bagaimana mas bisa memiliki dua warna energi sihir?” Tiba-tiba Tari bertanya seperti itu.

“Semua orang juga bisa asal mau berlatih.” Jawabku santai.

“Hi hi hi ... Aku bukan orang bodoh mas. Mengubah warna energi sihir bisa dibilang sangat mustahil. Hanya orang-orang yang diberi berkah yang bisa melakukannya, yang saya tahu hanya Raja Duvador lah yang mempunyai dua sihir beda elemen, pertama sihir elemen api dan yang kedua sihir elemen air. Sekarang tiba-tiba muncul mas yang mempunyai sihir penyembuhan dan sihir elemen angin.” Ucap Tari yang salah menyebut sihir elemen petirku. Dia menyangka kalau aku mempunyai sihir elemen angin.

“Boleh saya bergabung?” Tiba-tiba Bisma datang dan langsung duduk di sebelah Tari.

“Jadi, bagaimana rencananya sekarang?” Tanyaku pada Bisma.

“Ratu Treysca akan membuat surat untuk Raja Elf. Semoga saja suratnya sampai.” Jawab Bisma.

“Siapa yang mengirim suratnya?” Tanyaku merasa tak yakin kalau surat itu akan sampai ke tujuan.

“Merpati ... Merpati surat ...” Jawab Bisma lagi lalu mengambil cangkir dan menuangkan teh panas ke cangkirnya.

“Mudah-mudahan saja suratnya sampai.” Kataku sangat berharap.

“Tuan ... Apakah tuan memiliki sihir elemen petir?” Tiba-tiba Bisma bertanya sambil menatapku dalam.

“Em ... Hanya sedikit ...” Jawabku enggan.

“Apa??? Sihir petir???” Kini Tari memekik yang juga menatapku dalam.

“Aku belajar sedikit tentang sihir petir. Aku tidak melanjutkannya karena aku lebih tertarik dengan sihir pengobatan.” Kataku berbohong.

“Kenapa Tuan? Sihir itu adalah sihir langka dan sangat kuat. Bangsa Elf dan juga bangsa Demon sangat takut pada manusia yang mempunyai sihir elemen petir.” Tegas Bisma sangat antusias.

“Aku tidak tertarik.” Jawabku sekenanya.

“Oh ya ... Ini ada koin emas dari Ratu Treysca sebagai bayaran menghilangkan penyakitnya.” Kata Bisma sambil memberikan 10 koin emas padaku.

“Bilang padanya terima kasih. Waktunya aku pergi. Bila ada apa-apa datanglah ke rumahku.” Aku lantas bangkit berdiri.

“Tadi Ratu Treysca bilang ingin berbicara dengan tuan. Sekarang Ratu Treysca sedang bersama Panglima Bajradaka.” Kata Bisma yang juga langsung bangkit berdiri.

“Maaf saya harus segera pulang. Bilang saja pada Ratu Treysca, bila ingin bicara mampir saja ke rumahku.” Jawabku sambil keluar tenda. Tiba-tiba aku teringat sesuatu ketika melihat seorang prajurit sedang mengasah pedangnya. Aku hampiri prajurit itu lalu berkata, “Mas ... Bolehkah aku minta pedang itu?” Kataku.

“Oh ... Silahkan tuan ...” Sahut sang prajurit tergopoh-gopoh berdiri sambil menyarungkan pedangnya lalu memberikan pedang itu padaku.

“Terima kasih.” Ucapku sambil menjura hormat pada sang prajurit yang rela memberikan pedangnya padaku.

“Sama-sama tuan ...” Jawabnya sembari membalas juraanku.

Setelah menyelendangkan pedangku ke punggung. Aku berjalan ke tempat Si Black disimpan. Aku diantar Bisma dan Tari ke tempat penyimpanan kuda. Tak lama berselang, aku sudah melaju kencang di atas punggung Si Black. Kudaku ini berlari sangat kencang seolah tenaganya tak habis-habis. Tentu saja Si Black adalah kuda yang gagah dan menyenangkan. Dia seakan mengerti kalau aku ingin segera sampai di rumah. Akhirnya saat matahari sedang hangat-hangatnya aku sampai juga di rumah. Daru menyambutku dengan riang lalu ia membawa Si Black ke kandangnya.

Dengan langkah cepat, aku masuk ke dalam rumah dan mengambil buku sihirku yang kusimpan di balik tikar. Sebenarnya buku sihir inilah yang kupikirkan sejak tadi, sehingga aku bersikukuh ingin pulang. Aku menghela napas lega karena buku sihirku ini tidak hilang. Kusimpan pedang di sampingku lalu kembali aku membaca teknik sihir pedang petir dan menghapal jurus-jurusnya. Entah kenapa, aku merasa sangat cepat menghapal. Mungkin benar kata Bisma kalau aku sudah ditanamkankan konsep sihir yang matang oleh Petteri.
Bersambung

Chapter 3 di halaman 17 atau klik di sini.
 
Terakhir diubah:
Lanjutkan hu. Gak sabar nih.
Sudah dilanjut hu ... Silahkan dinikmati ...
Mantap,ayo semangat lanjut lagi
Sudah tuh hu ... Saking semangatnya langsung diapdate ...
Waw sdh ada klnjtnya aja nich,,, thanks suhu
Ditambah satu lagi hu ...
Bangun kos kosan 2 lantai dlu,
Siapa tau bisa nampung bangsa elf,,,

Penasaran rasa nenennya bangsa elf❤️❤️ @Aswasada ❤️❤️
Kecewa aku mas e ... Kecewa ... Telat ...
Ora enak nenen bangsa Elf ... Ora kerasa hu ...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd