Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AZUMATH: WORLD OF MAGIC

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 11


Aku bermeditasi dengan tenang dan damai. Energi sihirku pun perlahan pulih dan mengisi setiap sel tubuh. Selain itu, bermeditasi bagiku adalah salah satu cara untuk mengobati gejala kecemasan, membantuku memperlambat detak jantung, mengendalikan pikiran berbahaya, dan mencegah kecemasan berlanjut. Aku merasakan bahwa latihan pernapasan saat bermeditasi dapat menurunkan tekanan darah dan menurunkan tingkat stres, menenangkan pikiran, dan memberikan waktu bagi tubuh untuk pulih dari periode stres yang berkepanjangan.

Setelah merasa energi sihir penuh, perasaan damai dan tenang, aku memutuskan untuk mengistirahatkan tubuh dengan tidur. Jelas aku tidur sangat pulas. Ketika bangun keesokan harinya, kekuatanku pulih kembali. Otot-otot dan jaringan darah sangat segar mengalir dalam tubuhku. Semangatku pun menjulang tinggi. Hari yang mungkin saja terasa berat, namun aku penuh optimisme menjalankannya. Bagiku, hidup terlalu singkat untuk dilewatkan dengan biasa-biasa saja.

Selepas mandi dan berpakaian rapi, aku menemui Daru dan Puspa yang sedang menyantap sarapan pagi. Aku pun bergabung dengan dua anak angkatku. Bagiku, saat seperti ini adalah saat di mana aku dapat merasakan kehalusan dan kelembutan mereka, serta kesegaran yang ditebarkan setelah mandi. Dan dari semuanya yang aku berikan, yang mereka inginkan hanya berpelukan dan bermanjaan denganku. Apa yang mereka ceritakan mengajarkanku mengenai mereka, mengenai perasaan mereka dan apa yang mereka sukai. Aku rasa cerita yang diutarakan mereka adalah cara untuk mengenal mereka. Dan mendengarkan di sini berarti mendengarkan dengan sungguh-sungguh, bukan dengan sikap seorang orangtua yang terganggu.

“Daru ... Mulai saat ini kamu bapak beri tugas untuk melatih Puspa sihir. Jangan keras-keras melatihnya, pelan-pelan saja. Pelajaran pertama, Puspa mengenal energi sihir dulu dalam tubuhnya.” Kataku pada Daru.

“Baik bapak panglima!” Seru Daru bersemangat.

“Aku mau bisa sihir bapak.” Ucap Puspa sambil menggoyang-goyang tanganku.

“Iya ... Kakak Daru akan melatihmu. Giatlah berlatih ya ...” Sahutku sambil mendudukan Puspa di pangkuanku.

“Aku ingin seperti Kakak Daru. Aku ingin menjadi panglima seperti Kakak Daru.” Celoteh Puspa lagi yang membuat aku terharu dengan semangatnya.

“Belajarlah dengan Kakak Daru dulu. Setelah Puspa bisa sedikit sihir, nanti bapak yang akan melatih Puspa.” Kataku.

“Asik ... Aku akan dilatih bapak ...” Puspa begitu bergembira.

“Bapak Panglima ... Aku juga ingin dilatih sama bapak.” Tiba-tiba Daru merajuk.

“Elemen sihir kita berbeda, Daru.” Kataku berkilah.

“Kata Panglima Bhadrika, bapak punya dua elemen sihir. Aku juga mau punya dua bapak.” Kata Daru yang sukses membuatku tertegun. Daru menatapku tajam. Matanya menjelaskan padaku kalu dia sedang sangat berharap.

“Baiklah ... Bapak akan mengajarimu elemen petir. Tapi, ajari dulu adikmu.” Kataku sambil mengajukan persyaratan.

“Siap bapak panglima!” Seru Daru sambil berdiri lalu menjura hormat padaku. Tampak sekali kebahagiaan di raut wajahnya.

Kami melanjutkan sarapan sambil bercanda dan tertawa. Setelah sarapan, Daru mengajak Puspa ke taman istana mulai dengan latihan mereka. Sementara itu, aku masuk ke gedung utama istana dan segera ke ruang pertemuan. Sepertinya semua pejabat istana sudah hadir, tinggal menunggu Ratu Padmasari saja. Tak lama, Ratu Padmasari hadir di ruang pertemuan dan rapat pun dimulai. Hari ini tema rapat difokuskan pada perekonomian kerajaan yang akhir-akhir ini menurun yang berdampak pada penurunan pendapatan istana.

“Tidak ada jalan lain, kita harus menaikan pajak kepada masyarakat.” Menteri Perekonomian mengakhiri penjelasannya.

“Masyarakat kita sedang sulit. Kurang bijaksana bila kita menaikan pajak untuk saat ini.” Bantah Menteri Kesejahteraan.

“Kalau kita tidak menaikan pajak. Dalam enam bulan ke depan, kita tidak bisa menggaji pegawai dan prajurit. Belum lagi, sesuai dengan keinginan Panglima Tertinggi kita akan merekrut lagi prajurit. Itu menambah beban pengeluaran kita.” Jelas Menteri Perekonomian.

Merasa namaku disebut-sebut, aku pun angkat bicara, “Masalah perekrutaan prajurit dan gaji prajurit. Biar aku yang menanggungnya selama enam bulan ke depan. Tetapi setelah masa enam bulan itu, kita harus sudah bisa membiayai seluruh kegiatan kenegaraan dari penghasilan kerajaan.”

Semua memandangku tak percaya termasuk Ratu Padmasari, dan ratu pun bertanya, “Apakah Panglima Tertinggi mempunyai biaya sebanyak itu? Gaji prajurit adalah pengeluaran terbesar kerajaan.”

“Ya, saya punya. Setelah ini, saya akan serahkan pada Menteri Perekonomian.” Jawabku tegas dan lugas. Semuanya terkejut untuk kedua kalinya setelah mendengar pengakuanku.

“Aku percaya kalau Panglima Tertinggi mempunyai koin sebanyak itu, tetapi itu koin pribadi Panglima Tertinggi.” Ujar Ratu Padmasari.

“Tidak apa-apa. Saya ikhlas mengeluarkan koin yang saya punya untuk kejayaan kerajaan manusia.” Kataku tanpa ragu.

Akhirnya rapat diteruskan kembali dengan rencana-rencan pembaharuan ekonomi. Bantuanku ternyata sedikit memudahkan Menteri Perekonomian menyusun kembali rencana kerjanya tanpa menaikan pajak masyarakat. Akhirnya pada pertengahan hari pertemuan pun ditutup Ratu Padmasari. Semua membubarkan diri, namun aku ditahan oleh Ratu Padmasari untuk tetap di ruangan pertemuan ini.

“Mas ... Apa Mas Azka tidak sayang mengeluarkan koin sebegitu banyak untuk keperluan kerajaan?” Tanya Ratu Padmasari dengan nada sendu.

“Tugasku di sini adalah untuk menyelamatkan ras manusia. Apapun yang aku punya akan aku berikan untuk melancarkan tugasku.” Jawabku sambil tersenyum.

“Tugas yang sangat berat dan bukan tugas Mas Azka saja, tetapi tugas kita semua. Jadi aku sarankan, pikirkan baik-baik keputusan Mas Azka untuk memberikan harta yang mas miliki.” Ratu Padmasari coba memperingati.

“Keputusanku sudah bulat. Aku akan memberikan apa yang aku punya untuk membangun pasukan yang kuat untuk melawan bangsa Demon.” Kataku sambil mengambil tangan Ratu Padmasari.

“Terima kasih ...” Lirih Ratu Padmasari sembari membalas genggaman tanganku.

Tak berapa lama, aku segera menemui Menteri Perekonomian. Sesuai janjiku tadi, aku langsung mengeluarkan koin emas dan perak hasil ‘penjarahan’ dari Pulau Kobba Klintar di ruang pembendaharaan kerajaan. Aku hanya menyisakan sekitar seratus koin emas dan seribu koin perak. Menteri Perekonomian berkali-kali mendesah dan berdecak kagum. Dia mengatakan padaku baru kali ini ada orang yang mau menyumbangkan koin emas dan perak sebanyak ini. Sang menteri memperkirakan dengan koin emas dan perak yang aku sumbangkan bisa membuat istana sebesar istana Ratu Padmasari dan hidup mewah berkecukupan.

“Tak usah dipikirkan pak menteri ... Aku menitip koin ini agar bisa digunakan sebagaimana mestinya.” Kataku sambil memegang bahu Menteri Perekonomian.

“Percayakan pada saya, Panglima Tertinggi. Koin-koin ini akan berada di jalurnya.” Janji Menteri Perekonomian padaku.

Setelahnya, aku keluar dari ruangan pembendaharaan kerajaan bergerak ke bangunan tempat tinggalku. Aku menemukan Daru dan Puspa sedang asik menyantap makan siang mereka. Kali ini, aku hanya duduk menemani kedua anak angkatku. Puspa langsung bercerita hasil latihannya bersama Daru. Bagaimana ia merasakan ada aliran-aliran dalam tubuhnya. Bahkan Puspa menceritakan kalau aliran-aliran itu sudah bisa dia perintah. Memang faktanya adalah energi sihir untuk anak seusia Puspa dapat dikatakan masih jinak. Intinya, belajar sihir itu lebih mudah dilakukan sejak kecil.

Acara bersama anak-anak pun selesai, Daru dan Puspa pergi entah kemana. Sementara itu, aku bergerak ke ruangan panglima. Ternyata, Panglima Kedua yang bernama Pranaja sudah kembali dari tugas luarnya. Pranaja langsung menceritakan hasil berkelilingnya ke kerajaan tetangga yang menyatakan kalau mereka menyetujui atas tindakan yang akan aku lakukan terhadap Kerajaan Alvar. Namun, mereka tidak akan memberi bantuan apapun kepadaku

“Kita tunggu saja Panglima Ketiga kembali. Jika hasilnya sama, kita langsung bergerak ke Kerajaan Alvar.” Kataku.

“Saya pikir hasilnya akan sama, Panglima Tertinggi. Apalagi setelah mengetahui kalau di Kerajaan Alvar telah terjadi kudeta. Kerajaan-kerajaan yang lain pasti akan mendukung kita.” Ujar Panglima Bhadrika.

“Ya, mudah-mudahan kita mendapat restu dari mereka.” Sahutku.

Tiba-tiba seorang prajurit masuk ke dalam ruanganku. Prajurit itu memberikantahukan bahwa Ratu Padmasari menunggu semua panglima di ruang pertemuan. Kami langsung bergegas ke ruang pertemuan di mana Ratu Padmasari sudah menunggu dengan mimik yang kurang enak dipandang mata. Setelah kami duduk di kursi masing-masing, barulah Ratu Padmasari berkata.

“Baru saja aku menerima utusan dari Kerajaan Alvar. Mereka menuduh kita telah membuat kekacauan di kerajaannya. Mereka bilang kalau kita telah membunuh tiga prajurit penjaga perbatasan. Mereka meminta ganti rugi sebesar 500.000 keping koin emas per kepala. Kalau kita menolaknya, mereka akan menyerang kita.” Ungkap Ratu Padmasari sangat serius.

“Hah! Mereka begitu percaya diri sekali. Kekuatan pasukan kita jauh lebih besar daripada mereka. Yang Mulia Ratu, ini adalah ajakan perang kepada kita!” Suara Panglima Pranaja meninggi sambil mengepalkan tangan pertanda dia sangat marah.

“Oleh karena itulah kita harus hati-hati dan waspada.” Aku langsung menyambar pembicaraan. Sontak semua mengalihkan pandangan kepadaku. “Mereka memang sangat percaya diri. Tetapi saya yakin mereka bukan tanpa alasan berani menantang kita yang notabene memiliki pasukan lebih banyak daripada mereka. Saya pikir, mereka mempunyai sesuatu yang mereka andalkan.” Lanjutku memperingati semua yang hadir di ruang pertemuan.

“Ya, sangat masuk akal. Kita tidak boleh meremehkan mereka.” Sambung Ratu Padmasari.

“Kapan tenggat waktu yang mereka berikan pada kita?” Tanyaku pada Ratu Padmasari.

“Dua minggu ...” Jawab Ratu Padmasari.

Belum juga aku sempat berucap, tiba-tiba seorang prajurit datang ke ruang pertemuan. Dia mengatakan bahwa Kerajaan Danrubin telah dikuasai Raja Alvar. Aku diberi tahu oleh Panglima Bhadrika bahwa Kerajaan Danrubin merupakan kerajaan sangat kecil yang luasnya tidak lebih besar dari kota raja kerajaan ini. Letaknya persis bersebelahan dengan Kerajaan Alvar di bagian selatan. Kerajaan Danrubin merupakan tempat transit kapal-kapal perdagangan yang sangat ramai. Kerajaan Danrubin adalah kerajaan yang sangat makmur dikarenakan mendapat pemasukan untuk kerajaan dari biaya masuk kapal-kapal perdagangan.

“Kerajaan Danrubin memang menjadi incaran-incaran kerajaan-kerajaan lain sejak dulu. Penghasilan dari bersandarnya kapal-kapal perdagangan luar biasa besar. Kerajaan Duvador adalah pelindung utama Kerajaan Danrubin. Maka kerajaan-kerajaan kecil seperti kita tidak berani mengganggu Kerajaan Danrubin. Sekarang Raja Alvar berani menyerang Kerajaan Danrubin berarti mereka telah siap berkonfrontasi dengan Kerajaan Duvador.” Panglima Bhadrika menutup paparannya.

“Kerajaan Duvador akan perang lagi dengan bangsa Elf, sekarang dihadapkan dengan sekutunya yang diambil-alih oleh Kerajaan Alvar. Sepertinya ini skenario yang sengaja dibuat untuk melemahkan Kerajaan Duvador.” Aku berprediksi.

“Berarti benar kalau Kerajaan Alvar memiliki sesuatu yang mereka andalkan. Rasanya sangat tidak mungkin melawan Kerajaan Duvador dengan kekuatan yang kita ketahui selama ini.” Sambung Panglima Kedua, Pranaja.

“Ratu ... Izinkan saya menyelidiki Kerajaan Alvar.” Kataku meminta izin Ratu Padmasari.

“Kenapa tidak mengirim mata-mata saja?” Ratu Padmasari seperti keberatan.

“Saya ingin mengetahuinya sendiri Yang Mulia Ratu.” Jawabku.

Ratu Padmasari menatapku dalam, tak lama ia pun berkata, “Baiklah. Panglima Tertinggi mempunyai waktu tiga hari. Berhasil atau tidak, Panglima Tertinggi harus kembali. Kita sangat membutuhkan Panglima Tertinggi di sini.”

“Terima kasih Yang Mulia Ratu.” Aku bangkit langsung menjura hormat pada Ratu Padmasari.

Aku bergegas ke gedung tempat tinggalku, kemudian mengganti pakaian menjadi pakaian rakyat biasa. Tidak mungkin aku melakukan aktivitas mata-mata dengan pakaian kebesaran kerajaan. Setelah berpamitan kepada Daru dan Puspa, aku langsung melesat ke Kota Pelabuhan Danrubin yang kini telah menjadi bagian dari Kerajaan Alvar. Dengan kecepatan cahaya, waktu tempuh lima hari berkuda, aku selesaikan hanya dalam waktu lima menit. Aku sampai di sebuah kota pelabuhan yang sangat ramai dikunjungi para pedagang domestik maupun asing. Benar-benar kota pelabuhan yang sangat ramai sepanjang hari. Di Pelabuhan ini bisa aku temukan banyak kapal dari ukuran kecil, sedang sampai besar. Berjejer rapi dengan nama dan cat warna warni menarik hati, indah sekali. Juga ada kapal penumpang yang keluar masuk menuju ke banyak tempat. Rupanya pergantian kekuasaan tidak membuat pelabuhan ini mati. Aktivitasnya bahkan semakin ramai saja. Pantas jika dikatakan pelabuhan ini banyak menghasilkan pendapatan bagi kerajaan.

Tak beberapa jauh dari tempat aku berdiri, aku melihat sebuah kedai lumayan besar berdiri kokoh di antara tepi pelabuhan dan jalan raya, berhadapan dengan pusat kegiatan bongkar muat kapal. Sedikit berjalan cepat, aku menyegerakan diri menyinggahi kedai yang sedikit kontroversi. Sambil nyuruk aku mendekati kedai itu. Betapa terkejut, ternyata dari dalam tercium harum kopi yang sangat familiar di hidungku. Harum kopi bumi yang selama di Azumath aku belum pernah menemui harum kopi seperti ini.

Kopi bumi, ya, ini kopi bumi.” Setidaknya aku tak lagi kesepian, meski pikiranku tiba-tiba teringat istri tercinta dan anak-anakku di bumi. Ya, dengan adanya kopi ini, paling tidak ada halusinasi yang dapat kuambil dari senja pantai panjang tanpa keluarga tercintaku di sini.

“Pak, pesan satu, yang pahit, ya.” Kataku pada pemilik kedai. Bubuk kopi yang terlihat diolah tradisional dengan perpaduan rempah-rempah cukup membuatku penasaran dan tidak sabar memadukan filosofi sepi. Ada harap bakal tumbuh semangat baru untuk terus berjuang di Azumath ini.

Tak beberapa lama, jadilah segelas kopi yang dihidangkan dengan keramahan pembuatnya. Seorang lelaki berumur, menyajikan kopi pada gelas yang cukup unik dengan sendok yang entah terbuat dari apa. Rasa dan aroma khas yang sudah tercium dari jarak 15 meter, membuatku segera menyeruputnya. Benar saja, seketika menyeruput kopi hitam ini, timbul energi baru yang luar biasa.

“Hah! Belum apa-apa sudah ada kenaikan biaya!” Tiba-tiba seorang pria masuk ke kedai dengan suara kesalnya. Dia duduk di sampingku. Lalu memesan kopi kepada pemilik kedai.

“Apa yang naik?” Tanya si pemilik kedai sambil tersenyum tanpa mengalihkan pandangan karena sibuk membuat kopi untuk pria yang baru saja datang.

“Semua biaya ... Biaya sandar kapal, biaya turun dan naik barang, pajak dan tetek bengek biaya. Parah sekali penguasa yang baru! Sangat teramat serakah!” Kesal sang pria sambil mengepal tangannya tanda kecewa dan marah.

“Tenang mas ...” Tiba-tiba seorang pria lain masuk ke dalam kedai. “Aku mendengar Kerajaan Duvador akan menyerang Kerajaan Alvar gara-gara menginvasi kerajaan kita ini.” Lanjut si pria yang baru saja datang.

“Baguslah! Biar mampus raja serakah itu!” Ujar pria yang satunya.

Kemudian keduanya berbincang seru sekali. Aku hanya mendengarkan perbincangan mereka tanpa mau bergabung. Ternyata, menurut obrolan kedua pria itu, Kerajaan Duvador sedang mengirim pasukan ke perbatasan kerajaan. Dan di perkirakan nanti malam akan mulai terjadi peperangan. Kedua pria itu berharap Kerajaan Duvador, sebagai kerajaan besar, dengan sangat mudah Kerajaan Alvar.

“Kalian akan kecewa.” Tiba-tiba seorang pria lain bergabung dalam riungan kedua pria yang sejak tadi asik ngobrol.

“Maksudmu?” Tanya pria yang pertama datang dengan wajah langsung berubah panik.

Si pria yang baru saja datang pun terduduk lemas. Tampak dia meremas-remas rambut di kepalanya dan berkata, “Kerajaan Alvar mempunyai jutaan pasukan monster.”

“Ah! Masa?!” Pekik kedua pria hampir bersamaan.

“Temanku mata-mata Kerajaan Danrubin mengatakan kalau Kerajaan Alvar mempunyai jutaa pasukan monster yang sangat kuat. Aku percaya kata-kata temanku karena beberapa monster itu berada di sini sekarang. Kalau tak percaya, kalian bisa melihatnya di dermaga lima.” Ungkap pria yang baru saja datang.

Serentak kedua pria yang beberapa saat bersamaku langsung berhamburan keluar, sepertinya ingin membuktikan omongan temannya yang baru saja datang. Aku memperhatikan pria yang baru saja datang sedang termenung dengan tatapan kosong terarah ke alas meja di depannya. Segera saja aku mendekatinya dan duduk persis di depan pria itu yang sontak menengadahkan wajahnya padaku.

“Maaf mas ... Nama saya Azka ...” Aku langsung memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangan.

“Idhang.” Katanya sembari menyambut tanganku, dan kami pun bersalaman.

Aku pun melepaskan salaman sambil berkata, “Apa Mas Idhang yakin kalau Kerajaan Alvar memiliki pasukan monster sebanyak yang mas sebutkan tadi?”

“Saya mendapat informasi dari teman saya yang bekerja untuk kerajaan sebagai mata-mata. Dia tidak pernah salah memberikan informasi selama ini pada saya.” Jawabnya penuh keyakinan.

“Tapi saya yakin kalau pasukan Kerajaan Duvador bisa mengatasi pasukan monster Kerajaan Alvar.” Kataku memancing.

“Saya malah tidak yakin mas. Tadi saja para pengawal kapal saudagar tidak bisa mengalahkan satu monster Kerajaan Alvar. Padahal saya tahu kalau pengawal kapal saudagar itu adalah penyihir yang sangat tangguh.” Jelasnya membuatku semakin penasaran.

“Wow! Seperti apa bentuk monster itu?” Tanyaku setengah bercanda.

“Tingginya sekitar tiga meteran mas. Badannya besar dan kekar. Badannya sangat kuat, tidak bisa ditembus senjata atau sihir. Dia punya sihir api yang menyeramkan.” Jelas Idhang sembari geleng-geleng kepala.

“Bahaya juga kalau begitu. Kerajaan Duvador bisa keteteran.” Selorohku sambil tersenyum lalu menyeruput kopi yang sudah menghangat.

“Kata teman saya ... Monster-monster itu hanya bisa dikalahkan oleh Panglima Tertinggi Kerajaan Qaarsut yang mempunyai sihir elemen petir.” Ucap Idhang yang sukses membuatku hampir tersedak. Tak menyangka pria di depanku sedang membicarakan diriku.

“Oh ya?” Mas tahu siapa namanya?” Tanyaku pura-pura bengong.

“Ah! Saya lupa. Padahal, saya sudah dikasih tahu teman saya.” Jawabnya membuat hati terasa lega.

“Bagaimana teman Mas Idhang tahu kalau Panglima itu bisa mengalahkan monster-monster itu?” Tanyaku menyelidik.

“Katanya dia pernah melihat sang panglima dengan sangat mudah mengalahkan Anggabaya di duel pada saat ulang tahun Ratu Kerajaan Tinberg. Hanya panglima itu yang mampu mengalahkan para monster milik Kerajaan Alvar.” Jelasnya lagi.

“Dan ...” Tiba-tiba seorang pria datang menghampiri kami. Pria itu langsung menjura hormat padaku. “Anaknya bisa mengalahkan monster kelelawar mereka dengan udah. Apalagi bapaknya, pasti hanya dengan satu helaan napas saja mampu membunuh monster kelelawar tanpa harus mengeluarkan tenaga. Tidak menyangka saya akan bertemu Panglima Tertinggi Kerajaan Qaarsut di sini.” Ucap si pria itu lagi sembari menjura untuk kedua kalinya padaku.

“Oh ... Mas ... Oh ... Maafkan kelancangan saya Panglima ...” Idhang sontak berdiri kemudian menjura hormat berkali-kali padaku.

“Kalian jangan ribut! Duduklah!” Kataku yang mengaku kalau aku tidak pantas menjadi mata-mata. Belum apa-apa aku sudah teridentifikasi identitasku.

“Panglima Azka ... Menurut informasi yang saya dapat. Panglima Azka dibutuhkan Kerajaan Duvador untuk memerangi Kerajaan Alvar. Sepertinya utusan Kerajaan Duvador sudah mengunjungi istana panglima, tetapi pasti tidak akan menemukan panglima di istana karena Panglima Azka ada di sini.” Ucap si pria yang aku yakini dia adalah teman mata-mata dari Idhang.

“Oh ya? Kenapa mereka membutuhkan tenaga saya?” Tanyaku penasaran.

“Nama Panglima Azka sudah menyebar kemana-mana, terlebih saat Ratu Treysca menyatakan bahwa kerajaannya terhindar dari kudeta karena jasa Panglima Azka.” Jawab pria mata-mata tersebut.

“Ratu Treysca mengatakan itu? Pada siapa? Kapan?” Benar-benar aku terkejut dibuatnya.

“Ratu Treysca mengatakan itu pada utusan Kerajaan Duvador. Dan sekarang Raja Duvador tahu tentang Panglima Azka. Dia membutuhkan panglima untuk membantu menumpas kejahatan yang dilakukan Kerajaan Alvar.” Jawabnya lagi. Aku terdiam dan hanya bengong mendengar penuturan pria ini.

“Panglima ... Kami mengandalkanmu. Jika Raja Alvar yang memegang pelabuhan, pasti akan mematikan usaha kami di sini. Kami khawatir tidak ada lagi kapal yang mau bersandar di sini.” Ujar Idhang terdengar sangat berharap.

Aku mengalihkan pandangan pada Idhang dan berkata, “Ya, saya akan usahakan.”

“Sebentar lagi pasukan Kerajaan Dovador dengan monster-monster Kerajaan Alvar saling berhadapan. Mungkin sebaiknya panglima segera ke Bukit Sampula. Di sana lah mereka akan melakukan peperangan.” Ungkap pria mata-mata.

Aku pun berdiri lalu berkata, “Tunjukkan di mana Bukit Sampula?”

“Panglima tinggal lurus ke utara saja. Bukit yang satu-satunya gersang hanya Bukit Sampula.” Jawab pria mata-mata.

Saat aku hendak pergi, tiba-tiba Idhang berkata, “Panglima ... Tolong dulu kami. Tolong singkirkan monster-monster Kerajaan Alvar dari sini.”

“Tunjukkan di mana mereka?!” Kataku.

Idhang langsung bergerak keluar kedai. Aku hampir lupa membayar kopi. Setelah membayar kopi, aku segera mengikuti Idhang yang lumayan sudah jauh meninggalkanku. Aku yakin Idhang mengarahkanku ke dermaga lima. Benar saja, aku melihat monster besar dengan tinggi tidak kurang tiga meter sedang dikerubuti empat penyihir. Monster tampak kokoh tak bergeming walau serangan sihir bertubi-tubi menghantam tubuhnya. Sebaliknya, empat penyihir tampak kerepotan dengan serangan si montser. Keempat penyihir berkelebatan menghindari serangan si monster dengan sihir hitamnya.

Dari jarak sekitar 20 meter, aku mengeluarkan bola petir. Bola petirku menghantam kepala si monster, seketika terjadi ledakan, kini monster itu tidak berkepala lagi. Kemudian, beberapa bola api menerpa tubuh si monster, terjadi ledakan lagi, dan tubuh si monster hancur dan terbakar.

“Hah! Kok bisa?!” Pekik seorang berpakaian prajurit tak percaya. Dua monster di belakangnya maju hendak menyerang keempat penyihir yang sudah kelelahan. Untungnya, keempat penyihir itu berkelebatan mendekatiku.

“Ksatria ... Kami tidak bisa melawannya lagi.” Ujar salah satu penyihir padaku.

“Kalian pergilah menyingkir. Biar aku yang memberesi mereka.” Kataku.

Dengan satu gerakan tak terduga, aku melesat menyambut serbuan dua monster yang sedang berlarian ke arahku. Saat aku melewati kedua monster tersebut, tubuh tinggi besar keduanya telah menjadi debu. Tentu saja, karena puluhan pukulan petirku bersarang di tubuh mereka. Setelah telapak kakiku menjejak beton, pandanganku terarah pada pasukan kerajaan Alvar yang jumlahnya tidak lebih dari sepuluh orang. Semuanya melongo tak percaya. Tiba-tiba belasan orang berloncatan dan menyerang prajurit Kerajaan Alvar. Dua prajurit Kerajaan Alvar terpaksa aku jadikan debu karena mereka mencoba mengubah dirinya menjadi manusia kelelawar. Tak ayal, prajurit Kerajaan Alvar yang lain menjadi bulan-bulan penyihir pelabuhan yang merasa marah.

“Terima kasih Panglima Azka.” Ucap Idhang sambil menjabat tanganku setelah aku berada di sisi barat pelabuhan.

“Oh ... Jadi tuan adalah Panglima Azka?” Seorang penyihir pelabuhan memekik lalu menyalamiku.

“Panglima petir ada di sini.”

“Hidup panglima petir.”

“Kita aman karena ada panglima petir bersama kita.”

Riuh gemuruh dan tepuk tangan tiba-tiba terdengar seantero dermaga. Semua orang berebutan ingin bersalaman denganku. Aku banyak mendengar pengharapan dari semua orang agar aku menjadi pemimpin mereka. Aku katakan pada mereka kalau aku akan membereskan masalah yang ada di kerajaan mereka. Aku berjanji kalau Kerajaan Danrubin akan lahir kembali.

Sekilas ada rasa bangga dalam hati. Ternyata begitulah rasanya menjadi orang yang terkenal secara mendadak. Banyak yang memberi pujian dan tidak sedikit yang memberikan harapan agar aku tetap bersemangat dalam perjuanganku memberantas kejahatan. Namun sebenarnya aku merasa tidak diuntungkan juga karena kemana-mana aku sekarang akan menjadi sorotan.

Tak lama berselang, aku segera meninggalkan pelabuhan. Tujuanku kini adalah Bukit Sampula, tempat di mana akan terjadi peperangan antara Kerajaan Duvador dengan Kerajaan Alvar. Kecepatan cahaya membawaku ke Bukit Sampula hanya empat menit saja. Aku berdiri di atas sebuah batang pohon besar di sisi bukit di mana dari posisiku ini aku bisa melihat hamparan tanah datar yang begitu luas, dan kurasa di hamparan tanah itulah peperangan akan berlangsung. Di atas pohon ini aku lantas mengambil posisi duduk untuk bermeditasi. Aku harus memulihkan energi sihirku yang terpakai cukup banyak.

Baru setelah aku bermeditasi cukup lama, kondisi energi sihirku berangsur-angsur kembali pulih. Aku membuka mata saat terdengar suara terompet dibunyikan, pertanda perang sudah dimulai. Aku seperti sedang menonton film kolosal saat di bawah sana tampak kedua pasukan mulai saling mendekati dan bertemu di tengah-tengah.

Bola-bola api bermunculan yang kemudian disusul suara ledakan yang begitu menggelegar. Tampaknya pertempuran sudah dimulai. Di hamparan tanah yang luas itu kedua kubu saling menyerang dan membunuh. Suara gemuruh terdengar dimana-mana disertai suara ledakan saling bersahutan.

BLAAARRR...

BLAAARRR...

BLAAARRR...

Cahaya putih, merah, ungu, biru dan lainnya menyambar kemana-mana. Mereka menyambar apapun yang ada di hadapan mereka yang membuat kebakaran dimana-mana, badai dan angin kencang. Pertarungan yang begitu mengerikan, pasukan Kerajaan Duvador terus menyerang dengan bola-bola api yang keluar dari tangan mereka yang dibalas bola-bola api yang dilempar prajurit Kerajaan Alvar. Pertarungan jarak dekat dengan menggunakan pedang api tak kalah mengerikan. Banyak tubuh bergelimpangan tertebas oleh pedang yang dilapisi sinar sihir.

Secara kasat mata, aku bisa melihat kalau pasukan Kerajaan Duvador akan memenangkan peperangan dengan mudah. Namun tiba-tiba saja ribuah bahkan mungkin jutaan makhluk berbagai bentuk datang membantu pasukan manusia Kerajaan Alvar. Manusia kelelawar berterbangan mendekati arena pertempuran, aku melihat juga manusia raksasa seperti yang kulihat di pelabuhan mulai berjalan ke tengah medan pertempuran, ditambah makhluk berupa anjing besar bertebaran memasuki arena peperangan. Di sini aku mulai merasakan, pasukan Kerajaan Duvador terdesak hebat dan banyak korban di pihak Kerajaan Duvador yang berjatuhan.

Pertama yang aku lakukan adalah menghancurkan manusia-manusia kelelawar. Bola-bola petirku berhasil menjatuhkan mereka. Lebih dari seratus manusia kelelawar hancur menjadi debu. Setelah manusia kelelawar habis binasa. Aku mengeluarkan pedang dari lemari sihirku. Langsung saja Chidorigatana mode on. Aku melesat ke tengah medan peperangan dengan pedang petirku. Ratusan monster raksasa aku buru tanpa bisa dicegah. Mereka pun kujadikan debu tanpa tersisa. Terakhir aku memburu monster-monster anjing yang jumlahnya ratusan ribu. Aku terus berkelebat membabat anjing-anjing itu kesana-kemari. Untungnya, monster anjing ini masih bisa dibunuh oleh prajurit Kerajaan Duvador walau harus kerepotan.

Belum juga aku selesai menghabisi monster anjing yang masih banyak jumlahnya. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan ribuan manusia kelelawar yang muncul dari wilayah Kerajaan Alvar. Aku sangat tidak menyangka kalau manusia kelelawar akan sebanyak itu karena aku mengira manusia kelelawar Kerajaan Alvar tidak lebih dari 200 ekor. Tapi nyatanya sungguh di luar dugaan. Aku melihatnya seperti wabah belalang yang menyerang lahan pertanian. Begitu banyak hingga langit tertutup oleh mereka.

Pantas mereka percaya diri sekali. Ternyata mereka telah mempersiapkan ini sebelumnya. Makhluk sebanyak itu tidak akan sanggup aku memberantasnya sendiri.” Batinku berkata.

Walau demikian, aku melesat memburu kawanan manusia kelelawar itu. Bola petirku berterbangan menghantam manusia-manusia kelelawar yang terbang di atas kawasan. Aku sudah tidak memperdulikan lagi makhluk-makhluk berupa anjing, yang aku kejar adalah manusia kelelawar karena mereka sangat kuat dan kebal terhadap serangan bola api. Aku terus memburu mereka, sebisa mungkin sebanyak mungkin. Namun apa daya, setelah tiga jam kemudian, energi sihirku sudah hampir habis. Manusia kelelawar masih bertebaran di angkasa. Aku pun berkelebat ke markas Kerajaan Duvador.

“Panglima Azka ...” Tiba-tiba ada yang memanggilku saat aku baru saja menginjakkan kaki di tanah.

“Saya Azka ... Dan tuan siapa?” Tanyaku sedikit panik.

“Aku adalah Raja Duvador.” Jawabnya sambil tersenyum. Sontak aku sangat terkejut. Langsung saja aku bersimpuh hormat di hadapannya.

“Maaf Yang Mulia Raja Duvador. Hamba telah tidak sopan.” Kataku.

“Berdirilah panglima.” Kata Raja Duvador sambil mengangkat bahuku. “Kau memang panglima yang luar biasa. Ratumu beruntung mempunyai panglima sepertimu.” Puji Raja Duvador sambil memegang kedua bahuku.

“Yang Mulia terlalu berlebihan.” Kataku merendah.

“Sekarang, pasukan kita dalam keadaan terdesak. Aku tahu kau kehabisan energi sihirmu. Sebaiknya, kau pulihkan segera. Kami memerlukan sihirmu untuk menghancurkan pasukan demon itu.” Kata Raja Duvador yang tak sedikit pun terdengar panik.

“Tapi sebelumnya, saya minta orang-orang pilihan untuk maju ke medan perang. Saya akan lindungi orang-orang pilihan kita dari serangan sihir hitam mereka.” Kataku.

“Saya ...”

“Saya ...”

“Saya ...”

Ada belasan yang maju bersedia menjadi orang pilihan. Tak berlama-lama, dengan sisa energi sihirku, aku membuat sihir pelindung elemen penyembuhan. Aku mengatakan pada belasan orang ini, untuk menunggu manusia kelelawar itu kehabisan energi sihir baru menyerangnya. Berhemat dengan energi sihir mereka, karena dalam keadaan menjadi manusia kelelawar, mereka itu kebal. Setelah memberi pengarahan, aku mulai bermeditasi untuk mengembalikan energi sihirku.

Bagaimana pun aku harus mengisi energi sihirku. Aku harus fokus dan melupakan pertempuran di sana. Aku terus bermeditasi dalam sebuah tenda yang khusus disediakan untukku. Sekitar setengah jam berlalu, aku membuka mata karena terdengar suara panik Raja Duvador yang menyuruh pasukannya untuk membuat barikade. Aku pun segera bangkit dan keluar dari tenda. Sial! Pasukan Raja Duvador terdesak hebat oleh pasukan monster raksasa. Aku mengambil pedang sembarang lalu mengalirkan petirku pada pedang. Aku melesat membabat ratusan monster raksasa yang sudah berada dekat tebing pertahanan pasukan Kerajaan Duvador. Monster-monster itu habis kujadikan debu dalam beberapa helaan napas saja. Aku kemudian melepaskan bola-bola petir ke udara untuk menghalau manusia-manusia kelelawar. Untung sekali, usahaku tidak sia-sia. Monster manusia kelelawar lari terbirit-birit kembali ke markasnya.

“Pasukan kita banyak yang sekarat.” Ucap Raja Duvador yang membuatku langsung tersadar.

“Dimana pasukan healing?” Tanyaku pada Raja Duvador.

“Ada di tenda itu!” Tunjuk Raja Duvador.

“Paduka Yang Mulia. Saya akan memberi pasuka sihir pelindung.” Kataku sambil menempelkan telapak tanganku ke dadanya. Setelah mengubah warna sinar energi sihirku, langsung saja aku membuat sihir pelindung yang sangat tebal kepada Raja Duvador. “Paduka sekarang aman dari serangan sihir hitam.” Kataku dan langsung melesat ke tenda pasukan healing.

Aku pun bertemu dengan beberapa pasukan healing. Aku ajarkan mereka teknik Kuolema yaitu teknik penyembuhan sihir kutukan. Aku mengajarkan mereka karena prajurit Kerajaan Duvador yang sekarat disebabkan terkena serangan sihir kutukan. Setelah mengajarkan pasukan healing, aku secepatnya menyembuhkan prajurit-prajurit yang sekarat. Aku sekarang bisa tersenyum puas karena ternyata dengan caraku menyembuhkan para prajurit yang ‘terluka’ berarti kekuatan pasukan Kerajaan Duvador tak berkurang banyak. Jadi, bisa bertahan terus hingga energi sihirku pulih.

“Pasukan healing sangat diandalkan untuk lima sampai enam jam ke depan. Bertahanlah!” Kataku kepada semua pasukan healing.

“Siap Panglima!” Kata mereka serempak.

Aku kembali ke tendaku dan memulihkan lagi energi sihirku. Kini aku merasa lebih tenang. Aku bisa mengandalkan pasukan healing untuk terus bertahan dari gempuran makhluk-makhluk dari Kerajaan Alvar. Setelah satu jam bermeditasi, aku kembali terbangun dengan suara segelaran pasukan yang datang. Itu pasukan bantuan Kerajaan Duvador. Aku keluar tenda dan melihat jutaan pasukan di bukit sebelah timur dan jutaan pasukan di bukit sebelah barat. Kini jelas, pasukan Kerajaan Alvar kalah jumlah yang sangat signifikan. Aku semakin lebih tenang. Segera saja aku melesat ke pasukan Kerajaan Duvador di bukit timur dan memberikan pengarahan kepada pasukan healing lalu memberikan mereka teknik sihir penyembuhan Kuolema. Setelah itu, aku melesat ke pasukan Kerajaan Duvador di bukit barat. Sama halnya dengan pasukan di bukit timur, aku memberikan pengarahan kepada pasukan healing dan mengajarkan mereka teknik sihir penyembuhan Kuolema.

Mungkin saatnya aku beristirahat. Aku bisa tidur dengan nyenyak. Aku sangat yakin kemenangan akan berada di pihak Kerajaan Duvador. Kini, aku bergabung dengan pasukan Kerajaan Duvador di bukit barat. Aku diberi sebuah tenda khusus untukku. Setelah memulihkan energi sihirku, aku merebahkan badan. Tak lama aku tertidur pulas.

.....
.....
.....


Entah kenapa, aku bisa tertidur dengan nyaman walau suara gemuruh dan ledakan peperangan menemani tidurku. Saat sinar matahari menerpa wajahku, aku terbangun. Aku keluar dari tenda dan langsung disajikan peperangan yang begitu sengit. Ribuan manusia kelelawar berterbangan di angkasa, ratusan makhluk raksasa mengganas di medang pertempuran. Namun, pasukan Kerajaan Duvador seakan melawan makhluk-makhluk itu secara bergelombang, tak pernah berhenti dan tak pernah ada habisnya.

“Selamat pagi Panglima Azka.” Sambut Panglima Hanenda padaku. Ya, dia adalah panglima Kerajaan Duvador yang pernah datang ke istana Ratu Padmasari.

“Hai! Pagi Panglima Hanenda. Kayaknya belum ada perkembangan.” Kataku sambil melihat peperangan di bawah sana.

“Makhluk-makhluk itu sangat kuat. Tak bisa sekali dua kali diserang, harus belasan kali baru terbunuh.” Ungkap Panglima Hanenda.

“Em, boleh saya olah raga pagi dulu sebentar.” Kataku sambil mengambil pedang dari lemari sihirku.

“Oh ... Silahkan ...” Sahut Panglima Hanenda sambil tersenyum.

Aku pun melesat ke medan pertempuran. Kali ini, aku hancurkan dulu makhluk-makhluk raksasa di bawah. Baru kemudian memburu manusia-manusia kelelawar di angkasa. Sorak sorai begitu menggema menyambut rontoknya makhluk-makhuk ciptaan bangsa Demon itu. Aku terus berkelebat dan membagi serangan ke semua manusia kelelawar yang ada. Benar-benar kubuat mereka semua menjadi debu. Sekarang aku merasakan keanehan. Aku merasa heran energi sihirku terasa masih banyak tersisa, sementara makhluk ciptaan bangsa Demon sudah tak ada. Aku pun kembali ke tenda bukit barat. Langsung saja aku memulihkan energi sihirku agar penuh kembali.

Sekitar dua jam aku bermeditasi dan energi sihirku pulih seratus persen. Di bawah sana tinggal puluhan monster raksasa dan di angkasa manusia kelelawar tidak lagi terlihat. Aku melesat membabat monster-monster raksasa. Karena meras tidak ada ‘kerjaan’ lagi, aku lantas memburu anjing-anjing yang jumlahnya masih lumayan banyak. Akhirnya sampai sore hari, aku tak menemukan makhluk-makhluk ciptaan bangsa Demon. Pasukan Duvador semakin menguasai medan pertempuran. Menang jumlah dan menang kualitas membuat pasukan Kerajaan Alvar terdesak hebat.

Sebelum minggat ... Kau harus membunuh Akseli ...” Tiba-tiba suara Petteri terdengar di telingaku.

Tanpa membuang waktu, aku melesat ke arah markas pasukan Kerajaan Alvar. Dari udara aku melihat dua orang sedang berdiri menghadap ke arena peperangan. Seorang berpakaian raja dan seorang lagi memakai jubah hitam dengan tongkat kayu di tangan kanannya. Aku yang memakai insting semata, langsung menukik ke arah mereka. Tanpa basa-basi, aku arahkan pedang petirku ke orang yang memakai jubah hitam.

TRAAANNGGG ....

Sial! Pedangku berhasil ditangkisnya. Begitu pedang petirku berhasil ditangkis oleh orang berjubah hitam itu, dengan cepat aku melentingkan tubuh ke udara. Telunjuk tangan kiriku terarah padanya. Tiga bola petirku meluruk deras ke arahnya. Aku membelalakan mata ketika tiga bola petirku berhasil dia rontokkan sebelum mencapai sasaran. Aku pun menjejakan kakiku di tanah.

“Akhirnya Panglima Petir datang juga.” Suara orang berjubah hitam tanpa wajah itu bersuara.

“Ya ... Aku datang untuk membinasakanmu ... Akseli ...” Kataku tajam. Aku sebenarnya menebak, memanggilnya Akseli.

“Ha ha ha ... Sihir petirmu bukan tandinganku Panglima Petir. Jangan pernah bermimpi bisa membinasakanku.” Ternyata benar orang berjubah hitam tanpa wajah itu adalah Akseli, makhluk dari ras Demon pengacau dunia manusia.

“Jangan terlalu percaya diri, Akseli!” Kataku sambil melesat menerjangnya.

Aku mengelebatkan pedangku ke depan Akseli yang masih tersenyum mengejek. Pedang petirku merangsek dengan tusukan yang meluncur cepat ke arah dada Akseli. ‘Singgg...!’ Pedang petirku berdesing seperti anak panah ketika menusuk ke arah lawan. Akan tetapi Akseli tampak sangat tenang. Ia menggerakkan tongkat di tangannya itu menghadang pedang petirku.

TRANGGG.....

Ujung tongkat yang runcing itu menangkis pedangku dan aku merasa betapa tanganku yang memegang pedang terguncang hebat. Diam-diam aku terkejut dan maklum bahwa lawanku kali ini memiliki energi sihir yang sangat kuat. Namun, aku tidak menjadi gentar dan aku menyerang lagi dengan gencar dan dahsyat. Karena maklum bahwa lawanku adalah seorang Demon yang tangguh. Pedang petirku menyambar-nyambar laksana seekor burung elang menerkam mangsanya.

Kami pun bertarung dengan serangan-serangan membabi-buta. Aku dan Akseli tidak mau main-main. Kami langsung mengeluarkan kekuatan tanpa tedeng aling-aling. Maka bukit tempat kami bertarung pun penuh getaran-getaran dan suara menakutkan. Mereka yang melihat pertarungan ini sejatinya hanya melihat bayangan yang berkelebat kesana-kemari. Bayangan kami mengeluarkan sinar yang menyilaukan. Sinar-sinar berkekuatan tinggi, membuat banyak pohon kecil roboh dan tanah amblas.

"Dark Form: Scythe!" Seru Akseli yang kemudian tercipta kibasan bumerang besar berwarna hitam kelam mengarah ke petir-petirku.

DUAAAARRR!

Terjadi ledakkan yang sangat dahsyat akibat hantaman serangan milik Akseli dengan sihir petirku. Tidak sampai di situ saja, aku melesat kencang menuju ke arah makhluk bangsa Demon itu dengan sihir petir ciptaanku. Mata merah milik Akseli bersinar sejenak, yang lalu makhluk bangsa Demon itu membuka mulutnya, kemudian terlihat kumpulan-kumpulan sihir api di sana.

BLAST!

Tembakkan sihir api besar yang begitu cepat menuju ke arahku. Aku langsung saja melompat ke udara, menghindari serangan sihir api itu, yang kemudian tembakkan sihir api Akseli mengenai tanah, langsung saja meledak membentuk kawah yang sangat besar, membuat semua orang yang melihat kejadian tersebut terkejut juga ngeri. Aku yang ada di udara, memutar-mutar pedang petirku, yang tidak lama kemudian langsung di lemparnya ke arah Akseli, terlihat pedang petirku diselimuti oleh aliran listrik yang begitu dahsyat.

"Magic Barrier!" Seru Akseli yang kemudian, di depannya muncul cahaya berwarna hitam, langsung saja menyebar ke seluruh tubuhnya.

BOOM! DUAR!

Benturan dahsyat juga angin kencang terjadi akibat seranganku berbenturan dengan sihir pelindung Akseli. Kali ini, aku menggunakan hampir setengah kekuatan energi sihirku. Hasilnya luar biasa! Pedang petirku mampu menembus pertahanan Akseli. Pedang petirku lantas menghantam tubuh Akseli, walau pedangku tidak mampu menembus tubuhnya tetapi Akseli dibuat melambung ke udara tidak sadarkan diri, lalu tubuhnya jatuh akibat gaya tarik gravitas bumi, terhempas cukup keras ke dalam kawah raksasa ciptaan serangan sihir petirku. Tak ingin berlama-lama, aku mengubah warna energi sihirku menjadi putih. Tercipta pula pedang cahaya di tanganku. Dengan kecepatan cahaya, aku menukik memburu tubuh Akseli.

SREETTT ....

SREETTT ....

SREETTT ....

SREETTT ....

SREETTT ....

Lima tebasan pedang cahayaku membuat tubuh Akseli terpotong menjadi lima bagian. Beberapa detik kemudian, potongan tubuh itu terbakar dan lenyap menjadi uap hitam. Akseli tewas dan tak akan lagi bergentayangan di dunia manusia. Aku yang ingin segera membereskan masalah, secepat cahaya memburu Raja Alvar yang hendak melarikan diri. Raja Alvar sedang memacu kudanya sangat cepat. Sayang kecepatan lari kuda tidak ada apa-apanya dengan kecepatan cahayaku.

SREETTT ....

Pedang cahayaku berhasil memisahkan kepala Raja Alvar dengan badannya. Tubuh Raja Alvar pun tumbang ke tanah dengan mengeluarkan darah bak air mancur dari lehernya. Aku melesat mengambil kepala Raja Alvar, kemudian kembali ke markas Kerajaan Alvar sambil menenteng kepala sang raja.

“BUNYIKAN TEROMPET! KALIAN TELAH KALAH!” Teriakku pada prajurit yang berada di markas Kerajaan Alvar.

Tiba-tiba terdengar bunyi terompet melengking panjang. Itulah tanda yang dinanti-nantikan oleh para prajurit yang sedang berperang. Peperangan pun terhenti, kemenangan ada di pihak Kerajaan Duvador. Sorak sorai menggema di seluruh sudut Bukit Sampula, sorak sorai kemenangan pasukan Kerajaan Duvador. Pasukan Kerajaan Alvar yang memang tinggal sedikit pun menyerah dan dilucuti kemudian menjadi tawanan perang.

“Ini persembahan buat Yang Mulia Raja Duvador.” Kataku sambil memberikan kepala Raja Alvar.

“Terima kasih panglima ... Terima kasih ... Tanpa panglima, peperangan ini tidak tahu akan berapa lama. Sebagai tanda terima kasih. Aku serahkan Kerajaan Alvar untuk panglima. Jadilah raja di sana.” Ucap Raja Duvador yang kutanggapi dengan bengong. Rasanya aku tidak percaya telah diangkat menjadi raja.

“Selamat Raja Alvar ...” Tiba-tiba panglima tertinggi Kerajaan Duvador menyalamiku. Dan semua menyalami dan mengucapkan selamat atas pengangkatanku sebagai raja Kerajaan Alvar.

.....
.....
.....

Nasib memang sedang berpihak kepadaku. Kondisi keberadaanku pada saat ini adalah hasil dari rancangan hidupku di masa lalu. Karena itu tidaklah berlebihan, kalau ada yang mengatakan, "Gagal merancang masa depan, berarti merancang kegagalan bagi diri sendiri." Seandainya aku tidak keluar dari istana Ratu Padmasari, untuk mencari Akseli, maka kemungkinan besar hingga saat ini, aku masih tinggal di sana.

Pengangkatanku sebagai Raja Alvar sangat didukung oleh Ratu Padmasari dan Ratu Treysca. Menjadi seorag raja tidak lantas aku menjadi terlena. Aku segera membersihkan Kerajaan Alvas dari sihir hitam. Dengan sangat terpaksa aku mengeluarkan peraturan untuk membunuh orang-orang yang memiliki sihir hitam. Bagiku, tidak ada tempat bagi orang yang mempelajari dan memiliki sihir hitam di kerajaanku. Dengan bantuan ramuan yang diciptakan Ragnala, aku bisa mendeteksi orang-orang yang memiliki sihir hitam, dan tanpa pengampunan aku penggal kepalanya.

Selain itu, aku juga membenahi tatanan kerajaan, dari para pejabat istana hingga kepala daerah. Sebulan penuh, aku membenahi kerajaanku. Fokusku kali ini lebih pada pembangunan ekonomi. Aku sangat ingin mensejahterakan rakyatku yang berjumlah lebih dari 60 juta orang. Pajak aku turunkan dengan signifikan. Kegiatan perekonomian rakyat aku bangun. Pengelolaan sumber daya alam pun ditingkatkan agar mendapat pemasukan bagi kerajaan. Untungnya, aku mendapat dukungan penuh dari rakyat. Aku dan rakyatku bersama-sama membangun kerajaan demi kesejahteraan kami semua.

Ikhtiar untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat merupakan kewajiban dan tanggungjawabku sebagai raja. Dari apa yang telah aku pelajari, kesejahteraan rakyat merupakan faktor utama dalam mencapai tujuan ideal sebuah negara. Kesejahteraan rakyat tercermin dalam citra pemimpin yang memberikan hak dan kewajiban kepada rakyatnya secara adil. Upayaku untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat salah satunya adalah dengan merasakan kegiatan ekonomi yang sejahtera dan dirasakan di seluruh lini masyarakat. Jika kesenjangan sudah tidak lagi dirasakan oleh masyarakat kaya dan miskin, maka suatu negara dapat dikatakan sebagai negara yang sejahtera. Oleh karena itulah, awal pertama yang aku bangun di kerajaanku adalah kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.

Pagi yang cerah menawan hati. Kokok ayam memecah kesunyian. Saling bersaut-sautan. Menyambut kedatangan sang Surya menyinari dunia. Pagi ini aku sedang menikmati makan pagiku bersama Daru dan Puspa sambil membicarakan perkembangan ilmu sihir Puspa yang sudah terlihat bentuknya. Anak angkat perempuanku ini sudah bisa melancarkan serangan sihir walau kadarnya masih sangat jauh dari sifat merusak.

“Bapak ingin mengajakmu dan Puspa berburu ular di Pulau Diomede. Bapak ingin kamu meningkatkan kapasitas energi sihirmu dan membantu Puspa meningkatkan energi sihirnya.” Kataku pada Daru.

“Emang ular-ular itu masih ada, bapak?” Tanya Daru terlihat sangat bersemangat.

“Masih ... Masih sangat banyak.” Kataku.

“Puspa takut ular, pak ...” Sahut Puspa.

“Tidak perlu takut ... Puspa kan sudah bisa sihir.” Kataku coba memberinya semangat.

Baru selesai aku bicara, terlihat seekor burung merpati putih menclok di jendela ruangan. Di kakinya terdapat sebuah tabung surat. Aku lantas menangkap burung merpati itu dan mengambil tabung surat dari kakinya. Kubiarkan Puspa memberi makanan pada burung merpati putih yang tampak kelaparan, sementara aku membuka surat yang memang tertuju untukku dari Ratu Treysca, Ratu Kerajaan Tinberg.



Kepada Raja Azka

Serombongan bangsa Elf datang ke istanaku. Mereka ingin sekali bertemu denganmu. Segeralah datang ke istanaku.

Ratu Kerajaan Tinberg, Treysca




Memang, selain kerajaan Tinberg berbatasan langsung dengan Kerajaan Elf, Ratu Treysca pun mempunyai hubungan yang baik dengan beberapa gelintir bangsa Elf. Jadi tidak mengherankan bila Ratu Treysca menjadi orang pertama yang didatangai bangsa Elf bila bangsa tersebut ingin berhubungan dengan bangsa manusia.

“Puspa ... Puspa ikut dengan bapak. Puspa harus menemui ibu Puspa.” Kataku sambil mendekati anak itu.

“Puspa gak mau ketemu ibu.” Katanya terdengar masih kecewa pada ibunya.

“Puspa tidak boleh marah sama ibu. Puspa harus sayang sama ibu.” Aku menasehatinya.

“Ibu gak sayang sama Puspa.” Lirihnya.

“Tidak begitu. Ibumu sangat menyayangi Puspa.” Kataku. Puspa pun mengangguk walau aku tahu dia masih enggan menemui ibunya. “Daru ...” Aku melanjutkan kata-kataku yang kutujukan pada anak angkat laki-lakiku. “Kamu jaga kerajaan ini selama bapak pergi. Beritahu Panglima Gardana kalau bapak pergi ke Kerajaan Tinberg untuk menemui Ratu Treysca.” Panglima Gardana adalah Panglima Tertinggi di kerajaanku dan juga orang kepercayaanku.

“Baik, pak.” Sahut Daru sambil berdiri.

Kemudian aku memberikan selubung cahaya pada Puspa, lalu menggendongnya. Setelah itu, aku melesat keluar istana dari jendela. Melakukan perjalanan dengan kecepatan cahaya memang memerlukan waktu sangat sebentar. Namun, butuh kekuatan yang sangat besar untuk melakukan ‘loncatan’ tersebut. Sekitar 10 menitan aku sudah berada di Kerajaan Tinberg. Langsung saja aku menemui Ratu Treysca di ruang pertemuan yang sebelumnya aku menitipkan Puspa pada seorang prajurit istana dan menyuruhnya untuk membawa Puspa kepada ibunya.

“Selamat pagi Ratu Treysca.” Sapaku tiba-tiba membuat wanita cantik itu melongo tak percaya.

“Se..selamat pagi ... Raja Azka ... Kok cepat sekali?” Tanyanya dengan nada heran.

“Seseorang yang mempunyai sihir cahaya bisa berpindah tempat sekedipan mata.” Tiba-tiba terdengar suara bariton yang lembut dari arah belakangku.

Aku sontak menoleh ke belakang. Mataku agak membulat saat melihat sosok yang bercahaya. Bangsa Elf memang selalu diidentikkan dengan sinar kemilau di sekujur tubuh mereka. Bangsa Elf mengacu makhluk yang mirip dengan manusia, berumur panjang, wajah rupawan, dan seterusnya. Kini, untuk pertama kalinya aku melihat sosok makhluk yang selama ini aku mendengarnya dari dongeng-dongeng, dan melihatnya dari film-film. Ternyata apa yang kulihat sebelumnya, tidak seperti yang aku lihat saat ini.

“Perkenalkan ... Ini adalah Kivn ...” Ucap Ratu Treysca memperkenalkanku pada Elf laki-laki yang luar biasa tampannya. Bila saja aku perempuan, sudah sangat dipastikan aku juga bakal jatuh cinta padanya.

“Raja Azka yang termasyur ... Perkenalkan saya Kivn.” Ujar pria tampan bangsa Elf itu sambil menyodorkan tangannya.

Aku segera menyambut tangan Kivn dan menyalaminya, “Senang berkenalan dengan tuan.”

“Tidak usah memanggilku seperti itu, Raja Azka ... Kami bangsa Elf kurang suka formalitas. Panggil saja aku dengan namaku saja.” Kivn mempererat jabatan tangannya.

“Baik, Kivn ...” Aku tersenyum dengan keramahan bangsa Elf ini.

“Raja Azka ... Sekalian aku akan memberitahumu ... Kalau Kivn ini adalah suamiku ...” Kata Ratu Treysca yang sukses membuatku melongo. Ratu Treysca pun tersenyum lalu merangkul mesra lengan Kivn.

“Kami sudah hampir sepuluh tahun menikah, tetapi masih terpisah. Maksud aku mengundang Raja Azka ke sini adalah ingin mendamaikan bangsa manusia dan bangsa Elf yang akhir-akhir ini semakin memburuk. Permusuhan dan perangan kerap terjadi antara bangsa Elf dan bangsa manusia. Aku yakin kalau Raja Azka bisa memperbaiki hubungan antara bangsa Elf dan bangsa manusia yang buruk ini.” Jelas Kivn.

“Sebaiknya kita duduk.” Ajak Ratu Treysca dan kami semua duduk di kursi meja pertemuan. Posisiku berhadapan dengan Kivn dan Ratu Treysca berada di antara kita.

“Saya mendengar dan menyaksikan sepak terjang Raja Azka membunuh Askeli dan membersihkan kerajaan dari sihir hitam yang sangat mengesankan. Oleh karena itulah, aku memutuskan untuk meminta bantuan Raja Azka untuk membersihkan bangsa kami dari kekacauan yang ditimbulkan oleh oknum-oknum bangsa Demon. Di bangsa Elf terjadi juga penyusupan oleh bangsa Demon. Bahkan ada kerajaan besar yang mendeklarasikan bahwa mereka adalah Dark Elf yaitu bangsa Elf yang bersekutu dengan bangsa Demon. Dark Elf ini mempelajari sihir hitam dari bangsa Demon. Keadaan semakin mengkhawatirkan ketika kami mendengar kerajaan Dark Elf ini akan menginvasi kerajaan-kerajaan kecil, seperti kerajaanku.” Papar Kivn lumayan detail. Kini aku tahu kalau Kivn adalah seorang raja.

“Aku akan sangat senang membantu. Tetapi yang sekarang menjadi pikiranku adalah peperangan yang akan terjadi antara Kerajaan Duvador dengan kerajaan Elf. Aku ingin kita menghentikannya.” Aku mengajak Kivn untuk menyelesaikan masalah ini dulu.

“Kerajaan Elf yang akan berperang dengan Kerajaan Duvador tidak mewakili seluruh bangsa Elf. Kerajaan Elf itu hanya kerajaan kecil yang mendapat bantuan dari bangsa Demon. Nama kerajaannya adalah Bhordur. Kerajaan yang juga merupakan Dark Elf. Aku malah berharap kalau Kerajaan Duvador bisa mengalahkan mereka.” Jelas Kivn.

“Kenapa kerajaan Elf yang lain berdiam diri? Seharusnya memerangi mereka.” Kataku agak keras.

“Karena Kerajaan Dark Elf adalah kerajaan yang sangat kuat. Kami sebagai kerajaan kecil tidak berdaya meskipun bergabung dengan sesama kerajaan kecil lainnya. Di bangsa Elf ada empat kerajaan besar, dua diantaranya sudah menjadi Dark Elf. Dua kerajaan besar yang lain pun berpikir seribu kali untuk menyerang mereka. Keadaan di dunia Elf memang sudah sangat mengkhawatirkan. Bangsa Demon sudah sangat bebas berkeliaran di dunia kami.” Jelas Kivn masuk akal.

“Peperangan Kerajaan Duvador dengan Kerajaan Bhodur adalah awal dari kerusakan yang dibuat bangsa Demon. Aku khawatir peperangan ini akan meluas dan melibatkan kerajaan Dark Elf lainnya.” Sambung Ratu Treysca.

Akhirnya aku dan Kivn bertukar pikiran mengenai masalah Dark Elf ini. Berbeda dengan Elf murni, Dark Elf merupakan para bangsa Elf yang jatuh di dalam kegelapan setelah mengagungkan dark power atau sihir hitam, sehingga membuatnya berubah menjadi sosok Elf yang jahat. Menurut Kivn, tubuh Dark Elf biasanya lebih gelap dibandingkan para elf murni. Dark Elf merupakan jenis yang ‘misterius’ dan sangat kuat kemistisannya. Mereka ahli dalam hal magis dan persenjataan.

“Raja Azka sudah sangat dikenal di dunia Elf ... Bahkan Raja Azka sangat disegani oleh demon-demon yang berkeliaran di dunia Elf. Oleh karena itulah, kami sebagai Elf murni berkeinginan Raja Azka memburu para bangsa Demon di dunia Elf. Kami semua sebagai Elf murni sudah sepakat untuk meminta bantuan Raja Azka untuk membersihkan dunia kami dari penjarahan bangsa Demon.” Urai Kivn menyatakan maksudnya.

“Baiklah ... Setelah peperangan Kerajaan Duvador selesai, aku akan pergi ke dunia Elf. Tetapi aku minta dibantu oleh bangsa Elf, aku tidak ingin bekerja sendiri.” Kataku.

“Kami akan membantumu, Raja Azka ... Percayalah ...” Janji Kivn padaku.

Tiba-tiba pintu ruang pertemuan terbuka. Lagi-lagi mataku membulat namun kali ini lebih melebar dari sebelumnya. Empat Elf lain memasuki ruangan pertemuan, dua pria dan dua wanita. Aku sama sekali tidak tertarik dengan dua Elf pria. Mataku lebih tertuju pada dua Elf wanita yang cantiknya luar biasa. Perasaan apa ini, bahkan ketertarikanku pada kedua Elf cantik itu sangat berbeda dengan apa yang kurasakan pada cinta pertamaku. Daya tarik mereka sungguh luar biasa. Bukan! Bukan kecantikan mereka saja yang menjadi tolak ukur bagiku. Ada pancaran daya tarik yang secara kasat mata membuatku mabuk kepayang.

“Oh ... Perkenalkan ... Ini Vetto ...” Ujar Ratu Treysca sambil menunjuk pria Elf berambut pirang dan panjang sepunggung. Pria Elf itu pun menjura hormat padaku. Aku membalasnya dengan senyum dan anggukan kepala. “Ini namanya Licht.” Tunjuk Ratu Treysca pada Elf Pria dengan rambut panjangnya yang diikat seperti gelung. Sama Elf pria itu pun menjura hormat padaku. “Ini Charla ... Charla adalah adik Kivn ... Dan yang ini bernama Tetia ...” Lanjut Ratu Treysca dan kedua wanita Elf itu menjura hormat padaku. Aku membalas dengan senyum dan anggukan kepala pada keduanya.

Sepanjang obrolan serius kami, jantungku berdebar seakan mau lepas, desiran darahku mengalir begitu deras. Apakah ini yang namanya cinta? Eantahlah, tapi yang jelas aku sangat menyukai kedua wanita Elf di dekatku ini. Pesona mereka begitu memanjakan mata. Rambut pirang mereka terurai panjang, bola mata biru mereka yang sangat meneduhkan, hidung yang sempurna, bibir merah muda yang sangat empuk bila dikecup dan jangan pula lupakan telinga panjang seperti kelinci membuat mereka semakin sempurna. Masalah tubuh tidak kalah saing dengan artis atau model terkenal di bumi. Terlihat jelas bahwa kedua wanita Elf ini sangat menjaga tubuhnya. Begitu seksi dan menggairahkan. Masih dengan sejuta, oh tidak, bukan sejuta namun berjuta-juta pesona, mereka terus menatapku dengan sesekali tersenyum manis kepadaku, seakan mereka mengundangku untuk menjamahnya.
Bersambung

Chapter 12 di halaman 101 atau klik di sini.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd