Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AZUMATH: WORLD OF MAGIC

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 15 B

Kuperhatikan makhluk yang tergeletak tak berdaya di hadapanku. Sepintas mirip dengan makhluk mitologi yang bernama Hippogriff. Sepengetahuanku, Hippogriff adalah bangsa makhluk legendaris yang masih berkerabat dekat Griffin, yang seringkali dilukiskan sebagai makhluk berwujud setengah burung rajawali atau elang, dan setengah kuda. Kepala dan badan depannya menyerupai rajawali sedangkan tubuh bagian belakangnya berupa tubuh dan kaki kuda. Tetapi, Hippogriff di depanku ini memiliki bulu-bulu yang berwarna-warni. Ya, bulu-bulunya sangat mirip burung cendrawasih. Menurut legenda, Hippogriff merupakan makhluk hasil perkawinan antara kuda dengan Griffin. Dari buku yang pernah aku baca, Hippogriff memang seperti Griffin, namun ia lebih jinak sehingga lebih mudah untuk dikendalikan. Dalam dongeng-dongeng dan kisah fiksi fantasi, Hippogriff sering berperan sebagai hewan peliharaan atau kendaraan bagi ksatria atau penyihir. Hal itu membuat Hippogriff menjadi pilihan yang tepat untuk menjangkau tempat-tempat jauh, nyaman ditunggangi, dan secepat kilat.​


“Bangunlah! Kau sudah kuobati.” Aku bermonolog sambil memperhatikan si burung yang belum mau bergerak.

Tak lama berselang, aku menoleh saat merasakan gerakan lemah di sayapnya, mataku terbuka lebar melihat si makhluk menatapku sayu seakan meminta sesuatu. Lantas saja aku melesat mengambil buah-buahan yang ada di hutan dan kembali pada si makhluk yang masih tergeletak di tanah. Pertama yang kuberikan adalah air kelapa, yang kutuangkan pada paruhnya. Dia benar-benar kehausan. Dia meneguk air kelapa dengan sangat keras sehingga kerongkongannya berhenti meronta-ronta karena kehausan. Selanjutnya, aku berikan buah-buahan. Dia makan sangat lahap seperti anak ayam kekurangan nutrisi.

“Enak?” Tanyaku seolah dia mengerti bahasa manusia.

Makhluk Hippogriff itu memandangku sejenak sebelum dia bangkit dan berdiri dengan keempat kakinya. Tingginya hampir mencapai dua meter. Dia makhluk yang besar. Aku tersenyum melihat si makhluk campuran burung rajawali dan kuda itu mulai mengepak-ngepakan sayapnya, sambil bersuara sangat keras. Kemudian dia berjalan mengelilingiku sambil mengusap-usapkan lehernya pada tubuhku seperti seekor kucing yang mengajak main tuannya. Kadang menggeram kecil dan menatapku.

“Aku sedang dalam perjalanan ke timur. Sekarang kau sudah sembuh. Pergilah!” Kataku sembari mengelus bulu leher si burung besar.

“KAAAKK...”

Kepalanya menyundul-nyundul badanku, seolah memberi instruksi untuk menaiki punggungnya. Aku pun meloncat ke atas punggung si burung besar dan tiba-tiba saja dia melesat bagai kilat mengudara dan membawaku entah kemana. Namun yang jelas si burung besar ini bergerak ke arah timur, maka aku membiarkannya karena laju si burung besar searah dengan perjalananku. Entah apa yang memanipulasi pikiranku, si burung besar bergerak sangat cepat. Aku melihatnya sama seperti sebuah kilat. Walaupun tidak secepat gerakan cahayaku, tetapi laju si burung besar benar-benar bagaikan kilat.

Beberapa saat berselang, si burung besar menukik tajam dan keempat kakinya menapak pada tanah. Aku belum beranjak dari punggungnya, dan di depanku kini terdapat hutan yang kental akan aura kegelapan. Aku sangat yakin tidak sembarang orang yang berani memasukinya. Suara burung gagak terdengar dari dalam hutan meninggalkan gema di telinga. Si burung besar melangkah memasuki hutan dan baru satu langkah dia berjalan langsung saja terasa aura yang tenang berganti menjadi aura yang gelap. Tidak heran, karena hutan ini dilingkupi sihir hitam.

Pohon-pohon yang menjulang tinggi dengan akar-akar yang menggantung di dahannya, terlihat mistis bagiku. Burung gagak bermata merah sering kali tiba-tiba terbang di atasku. Tidak ada suara apapun selain langkah si burung besar yang yang bergesekan dengan dedaunan dan tanah lembab yang ia pijak, serta suara burung gagak yang menambah aura gelap di hutan tersebut. Si burung besar terus melangkah, sudah hampir seperempat hutan kami lalui. Namun tiba-tiba tanah yang burung besar pijaki bergetar. Tatapan waspada tidak lepas dari pandanganku, menatap sekitar hutan dengan penuh rasa berani walaupun tersirat sedikit kekhawatiran. Sepuluh orang berjubah hitam tiba-tiba muncul mengelilingi kami, badan mereka hanya setengah tanpa kaki. Hanya asap hitam dari perut hingga ke bawah. Makhluk berjubah itu tertawa cekikikan sambil melayang-layang memutari kami, aura di sekitar bertambah kelam dan aku merasakan tekanan udara menipis.

“Kenapa kamu membawaku ke tempat ini?” Tanyaku agak kesal pada si burung besar.

“KAAAKK...” Jawabnya yang sungguh tidak aku mengerti. Secepatnya aku mengubah warna sinar energi sihirku menjadi putih.

Salah satu dari makhluk itu pun berkata, “Si burung jelek itu rupanya belum mati. Dia malah membawa manusia ke sini. Habisi mereka!” Serunya kemudian.

Aku sangat tahu jika itu merupakan alarm bahaya untuk kami. Langsung saja di tangan kananku muncul pedang cahaya. Aku memutar pedang dan cahaya putih muncul di ujung pedang dan dengan cepat menghantam salah satu dari makhluk tersebut. Tak ayal, makhluk itu hancur lebur termakan serangan cahayaku. Melihat kawannya diserang, semua makhluk kegelapan itu menatapku dengan bengis. Dan sisa dari makhluk tersebut membuat petir-petir kecil di sekitarnya. Kemudian bola hitam berukuran besar mengarah kepadaku. Aku tidak tinggal diam, aku membuat selubung cahaya berukuran besar dan menahan serangan dari mereka.

BLAAARRR

BLAAARRR

BLAAARRR

Kekuatan sihirku lebih kuat dari pada makhluk kegelapan itu. Bola sihir mereka langsung hancur begitu mengenai sihir pelindungku. Serangan mereka gagal total. Benturang serangan makhluk kegelapan dengan sihir pelindungku membuat debu berterbangan sehingga keadaan menjadi agak gelap. Kesempatan ini aku gunakan untuk melesat keluar dari selubung sihir dan menyerbu makhluk-makhluk kegelepan itu dengan kecepatan cahayaku. Seketika suara ledakan memenuhi hutan. Erangan kesakitan terdengar nyaring, tubuh makhluk berjubah hitam itu perlahan-lahan dilahap oleh cahaya putih dan tiba-tiba tubuh mereka lenyap meninggalkan jejak asap hitam. Melihat makhluk berjubah hitam itu lenyap, aku menghela napas lega.

“Kenapa kau membawaku ke sini?” Tanyaku pada si burung besar sangat kesal.

“KAAAKK...” Jawabnya lagi sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

Sungguh, aku tidak mengerti bahasa burung ini. Namun yang jelas, dia seperti menyuruhku memasuki lebih dalam hutan karena kepalanya terus mendorong-dorong tubuhku. Kulangkahkan kakiku lebih jauh, dan aku merasakan kakiku melangkah mantap di tengah kabut yang tiba-tiba menyelimutiku, dingin dan pekat. Tak lama, aku melihat sosok perempuan berambut hitam panjang menggunakan gaun hitam sedang berdiri membelakangiku. Aura kegelapan sangat pekat. Aku pun melihat perempuan itu membawa pedang di tangan kirinya dan sepasang sayap hitam besar berada di punggungnya. Pedang yang dibawanya diselimuti asap hitam yang berputar-putar di sekeliling pedang. Perlahan aku mendekati sosok itu. Sosok yang terus membelakangiku. Saat jarak kami tinggal beberapa meter, tiba-tiba sosok itu langsung berbalik menghadapku. Aku lumayan kaget melihat wajah wanita di depanku. Aku bisa melihat ada sulur hitam di seluruh tubuh si wanita. Bahkan hampir membungkus wajahnya seperti tatto. Wanita itu menyeringai keji. Sayapnya membentang lebar dengan asap hitam mengelilinginya. Mata yang menyala semerah darah menatap tajamku tajam.

“Manusia cahaya ... Kenapa kau menggangguku?” Katanya sambil berjalan mendekatiku. Kuku hitamnya yang panjang ia angkat di depan wajahku. Wanita itu memiringkan kepalanya, ia menyusuri wajahku dengan kuku tajamnya. Wanita itu seakan membisikkan sesuatu kepadaku, namun aku tak mengerti apa yang ia bicarakan.

“Aku tak mengerti ... Aku hanya diajak oleh burung itu.” Kataku sambil menunjuk si burung besar yang berada di belakangku cukup berjarak.

“Dia ingin menyelamatkan tuannya yang akan kami hukum.” Ujar si wanita dengan menghilangkan asesoris kegelapannya. Asap hitam dan sayap besarnya menghilang. Kini aku bisa melihat wujud asli si wanita. Sial! Mataku langsung merespon keseksian si wanita Demon di depanku. Gaun hitam transparannya tidak bisa menyembunyikan kemolekannya. Lekuk tubuhnya begitu terlihat, dia seperti bidadari yang diturunkan dari langit sangat tidak manusiawi.

“Apa aku boleh tahu, kenapa dia harus dihukum?” Tanyaku sambil berusaha menenangkan diri.

“Dia telah membocorkan rahasia negara kepada musuh.” Jawabnya dengan mata menatapku intens.

“Hhhmm ... Kalau begitu aku tak berhak mencampuri urusan kalian. Maaf, aku telah mengganggu kalian.” Kataku dengan mengatakan ‘kalian’, karena kini aku melihat ada beberapa Demon lain muncul di belakang si wanita.

“Tapi ... Kau pun harus mendapatkan hukuman karena telah membunuh prajurit kami.” Ujar si wanita yang tiba-tiba bengis. Asesoris kegelapannya muncul kembali. Asap hitam dan sayap besarnya telah terpasang di tubuhnya. Maniknya yang indah itu bersinar dan mengeluarkan hawa-hawa kegelapan.

“Oh ya?” Aku langsung tersenyum. “Mereka yang duluan menyerangku dan aku hanya mempertahankan diri.” Lanjutku dengan sikap waspada.

“TANGKAP DIA!” Teriak si wanita.

Lima orang demon di belakang si wanita melesat menerjangku. Kelimanya bergerak dengan kecepatan kilat saat mereka meluncurkan serangan mereka. Tetapi itu berakhir dengan jalan buntu, atau dengan kata lain, aku membiarkannya berakhir dengan jalan buntu. Aku terima serangan-serangan mereka yang bertubi-tubi namun tak satu pun serangan mereka yang berhasil menggores kulitku. Benturan serangan kelima demon itu dengan tubuhku menghasilkan suara ledakan dan asap hitam, dan tetap saja itu bukan berarti apa-apa untukku. Aku biarkan mereka terus menyerang sampai akhirnya kelimanya pun mundur sambil memasang muka keheranan.

“Bagaimana kalian ingin menghukumku? Menangkapku saja tidak becus!” Kataku mulai mengintimidasi. Aku lantas mengalihkan pandangan kepada si wanita yang juga menampakkan mimik terkejutnya. “Apakah kau masih ingin menghukumku?” Tanyaku dengan senyuman yang tak bisa aku tahan.

“Kau tak tahu dengan siapa kau berhadapan.” Ujarnya sambil memasang kuda-kuda.

“Memang aku tidak tahu siapa dirimu. Tapi, aku menjadi penasaran. Wanita secantikmu terlihat sangat kejam dan keji. Apakah kekejamanmu sesuai dengan kekuatanmu.” Jawabku.

Baru saja aku selesai berucap, tiba-tiba dia menyerangku dengan pedang yang dilapisi asap hitam. Dia mengarahkan pedang itu ke leherku. Kali ini aku menghindar dengan meloncat ke udara. Namun rupa-rupanya serangan pembukaan dari si wanita Demon itu adalah sebuah tipuan belaka. Begitu mengetahui kalau serangannya dapat aku elakkan, dengan disertai pembalasan cepat, ia melompat ke atas serta menarik tangannya ke dalam. Lingkaran sihir hitam keluar dari telapak tangannya dan muncul bola-bola api menerjang tubuhku. Puluhan bola-bola api langsung berterbangan dilempar oleh wanita demon itu. Api yang diperkuat dan diperbesar dengan dorongan angin. Kombinasi yang cukup mengagumkan ketika puluhan bola api yang semakin membesar itu semakin dekat jaraknya denganku yang menjadi sasaran.

BLAAARRR

BLAAARRR

BLAAARRR

Bola-bola api itu telak mengenai diriku sampai tubuhku terpelanting dan menabrak pohon besar yang langsung saja tumbang saking kuatnya benturan tubuhku dengan pohon. Segera saja aku mengeluarkan pedang cahaya dan menyambut serangan susulan si wanita Demon yang sudah berada di hadapanku.

TRANGG... TRANGG... TRANGG...!

Berkali-kali bunga api berpijar setelah pedangnya bertemu dengan pedang cahayaku. Setiap kali kedua senjata itu bertemu maka tangan si wanita demon itu tergetar dan terlihat sekali kalau wajahnya meringis menahan sesuatu yang dirasakannya. Sedangkan aku hanya merasa tanganku tergetar saja. Dari pertemuan pedang ini saja, aku jadi maklum dan tahu kalau sihir cahayaku masih lebih menang beberapa tingkat daripada sihir si wanita demon yang menjadi lawanku. Karena itulah seranganku makin lama diperhebat.

Setengah jam berselang, tiba-tiba aku dikejutkan setelah melihat perubahan permainan si wanita demon. Sampai-sampai aku terdesak dengan hebat, akan tetapi setelah menenangkan hati dan mengetahui akan sifat-sifat serangan lawan, kembali aku dapat menguasai diri. Pedangku terus diputar dengan amat cepat hingga sinar pedang itu menggulung seluruh tubuhku. Kini yang tampak hanyalah segulungan sinar yang bergerak-gerak dengan cepat dan
hendak menelan sinar yang dikeluarkan oleh pedang si wanita demon. Aku yakin kalau yang melihat pertarungan ini akan hanya melihat dua buah sinar yang saling serang, seakan-akan satu sama lain sedang berusaha untuk menelan yang lain.

Jurus demi jurus kami lewatkan dengan sangat cepat. Semakin lama aku semakin tahu teknik sihir yang digunakan si wanita demon itu dan aku dengan gemilang bisa menguasai pertempuran. Hingga dengan demikian pertarungan benar-benar tak seimbang lagi. Si wanita demon hanya diberi kesempatan untuk mengelak dan menghindarkan serangan-serangan pedangku tanpa diberi waktu untuk membalas. Dan ketika wanita demon itu mengeluh dan bergulingan ke sana ke mari, menangkis namun akhirnya pedang terlepas dari tangannya maka ujung pedangku tahu-tahu telah berhenti di leher si wanita demon.

“Menyerah ... Atau mati ...?” Kataku. Si wanita demon itu pucat.

Dia mengerang dan rebah di atas tanah. Aku dengan bengis menekan kulit lehernya maka wanita demon ini mengangguk dan berkata, “Aku ... Aku menyerah ... Kau benar-benar hebat ...!”

Aku menarik pedangku dan menghilangkannya dari tanganku. Kini aku mengulurkan tangan untuk membantu si wanita demon bangkit. Tiba-tiba tanganku dipegangnya lalu aku menarik si wanita demon hingga ia bangkit dan berdiri di depanku. Aku melihat asap hitam dan sayapnya menghilang, dan kini tampak kembali seorang wanita seksi yang mengenakan gaun terusan berwarna hitam transparan.

“Namaku Callena ... Aku adalah panglima kelima dari Kerajaan Razmig.” Ujar si wanita Demon. Aku tahu kalau Kerajaan Razmig adalah kerajaan yang dipimpin oleh Raja Rhodesh.

“Senang berkenalan denganmu Callena ... Namaku Azka ...” Jawabku sambil tersenyum.

“Aku sudah tahu tentang dirimu. Kau adalah manusia cahaya yang sedang banyak diperbincangkan bangsa kami. Kau adalah bencana bagi kami.” Sahut Callena sambil menyambut senyumku.

“He he he ... Apakah aku terlihat menyeramkan?” Candaku.

“Ya ... Kau sangat menyeramkan ... Kekuatanmu sungguh luar biasa ... Dan sekarang, apa yang akan kau lakukan pada kami?” Tanyanya.

“Aku tidak akan melakukan apa-apa pada kalian. Tetapi, aku ingin tahu orang yang akan kalian hukum. Kenapa dia harus dihukum?” Tanyaku.

Callena langsung bertepuk tangan dan tak lama keluar selubung sinar dari dalam hutan yang di dalamnya terdapat seorang demon dalam posisi duduk bersila dengan kedua tangan terikat oleh sinar sihir hitam. Keringat dingin membanjiri wajahnya, bahkan seluruh tubuhnya basah oleh keringat. Tubuhnya gemetar, raut wajahnya begitu ketakutan.

“Dia buruan kami dan itu adalah burung peliharaannya. Dia telah membocorkan rahasia negara.” Ungkap Callena sambil menunjuk si burung besar yang secara perlahan mendekati tuannya yang sedang terkurung.

“Bisakah kau menceritakan sedikit detail. Apa yang dia bocorkan dan pada siapa dia membocorkan rahasia negaramu?” Tanyaku lagi.

“Maaf ... Aku tidak bisa membicarakannya denganmu.” Ujar Callena sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Aku pun mendekat pada si demon tahanan. Aku menatap wajahnya lalu berkata, “Jika kau bisa memberitahuku sesuatu yang sangat berharga bagiku. Aku akan membebaskanmu dari hukuman.”

Si demon tahanan pun mengangkat wajahnya dan bertanya, “Apa yang ingin kau ketahui?”

“Kenapa kau sampai membocorkan rahasia kerajaan? Pada siapa kau memberikan rahasia negara Kerajaan Razmig?” Tanyaku.

“Uang ... Aku butuh uang ... Aku menjual rahasia negara pada Raja Baell.” Jawabnya.

“Raja Baell ... Menarik ...” Gumamku. Kemudian aku merasakan Callena sudah berada di sampingku.

“Kenapa Raja Baell menginginkan rahasia negara kakaknya?” Tanya Callena dengan nada penasaran.

“Aku tidak tahu pasti ... Tapi aku pernah mendengar keinginan Raja Baell untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan demon di bawah kendalinya. Aku rasa, Raja Baell berambisi menjadi kaisar untuk bangsa demon.” Jawab sang tahanan.

“Masuk akal ... Karena aku pernah mendengar juga kalau Raja Baell ingin menguasai dunia manusia dan Elf juga. Dia bahkan bercita-cita mengalahkan bangsa naga. Sepertinya agak berlebihan ambisi Raja Baell itu, tetapi aku punya keyakinan kalau Raja Baell sudah merencanakannya.” Jelasku pada Callena.

“Sungguh keterlaluan Raja Baell ... Rajaku, Raja Rhodesh pernah memperingati Raja Baell dengan ambisinya. Ya, aku sangat tahu kalau Raja Baell berkeinginan menguasai Azumath. Dan keinginannya itu ditentang Raja Rhodesh. Mungkin Raja Baell berencana akan menggabungkan dulu kerajaan-kerajaan demon di bawah kekuasaannya, baru kemudian merambah ke dunia manusia dan Elf.” Ungkap Callena sembari memandangku.

“Hhhmm ... Kalau begitu begini saja ...” Kataku lalu mengarahkan pandangan ke arah sang tawanan. “Berapa kau dibayar Raja Baell untuk mendapatkan informasi rahasia kerajaan Razmig?” Tanyaku kemudian.

“Sepuluh ribu keping koin emas.” Jawab sang tawanan.

“Aku akan memberimu dua puluh ribu keping koin emas jika kau berhasil memberiku informasi kekuatan angkatan perang Raja Baell. Aku mendapatkan informasi kalau Raja Baell sedang membangun angkatan perang yang sangat kuat. Entah apa bentuknya dan berapa banyak. Aku ingin mengetahui kekuatan angkatan perangnya dan maksud membuat angkatan perang itu. Apakah kau bersedia menerima tawaranku?” Tanyaku lagi menawarkan jasa pada sang tawanan.

“Empat puluh ribu keping koin emas ...” Jawabnya yang sukses membuatku hampir tertawa terbahak-bahak.

“Nyawamu hanya tinggal beberapa detik saja ... Kau malah membuat penawaran ... Tapi, aku suka dengan tawaran itu. Aku terima. Aku akan membayarmu Empat puluh ribu keping koin emas, asalkan informasi tentang kekuatan perang Raja Baell bisa aku terima.” Kataku.

“Aku akan memberikan padamu dalam waktu kurang dari seminggu.” Katanya penuh keyakinan.

“Callena ... Bebaskan dia ...” Kataku yang lebih terdengar seperti perintah. Callena mengangkat tangannya lalu selubung sinar hitam yang menyelimuti sang tahanan pun hilang.

Sang tawanan kini berdiri di atas kedua kakinya dengan wajah sumringah, “Aku menginginkan pembayaran setengahnya di muka.” Katanya.

“Kau begitu percaya diri akan dapat memberikan informasi itu. Aku akan memberimu seperempat dulu, sisanya akan aku bayar setelah aku mendapatkan apa yang aku perlukan.” Kataku menawar.

“Baiklah ... Keluarkan uangmu!” Ujar si tawanan.

Aku membuka lemari sihirku lalu mengambil koin emas dari dalamnya. Aku lempar koin-koin emas itu di tanah tanpa menghitung, hanya mengira-ngira saja. Sang tawanan yang kini aku akan sebut dia sebagai mata-mata, memungut dan menghitung koin-koin emas yang aku lemparkan ke tanah. Beberapa saat kemudian, sepuluh ribu keping koin emas lebih sedikit sudah masuk ke dalam lemari sihir si mata-mata.

“Di mana aku akan mengantarkan informasi yang kau butuhkan?” Tanya si mata-mata sembari menaiki burung besar peliharaannya.

“Dragness ...” Tiba-tiba Callena yang menjawab. Entah kenapa aku hanya terdiam.

“Baiklah ... Tunggu aku paling lama seminggu di sana.” Ujar si mata-mata dan langsung saja pergi melesat bersama tunggangannya.

“Apakah kau juga menginginkan informasi itu?” Tanyaku pada Callena. Aku merasa kalau wanita demon ini memerlukannya sebab dia yang menentukan tempat di mana aku akan bertemu lagi dengan sang mata-mata.

“Ya ...” Jawabnya sembari mengalihkan pandangannya kepada anak buahnya. Mataku membulat saat melihat puluhan makhluk berjubah hitam yang sedang melayang-layang, berjejer di belakangku. “Kalian kembali lah ke istana. Ceritakan pada Raja apa yang baru saja kalian lihat dan dengar.” Perintah Callena pada anak buahnya.

“Baik ...” Jawab mereka serempat lalu berkelebatan meninggalkan lokasi ini.

Aku dan Callena kemudian bergerak melesat keluar dari dalam hutan. Saat sampai di tepi pantai, Callena mengeluarkan sayapnya lalu terbang ke arah timur. Aku hanya tersenyum melihat terbang Callena yang menurutku begitu pelan. Aku pun segera melesat terbang dan menyusul Callena.

“Apa tempatmu itu masih jauh?” Tanyaku.

“Sekitar setengah hari perjalanan.” Jawabnya.

“Ya, ampun ... Kelamaan ...” Kataku sambil menyambar tubuh Callena, lalu memberinya selubung cahaya.

“Akh! Apa-apaan kamu hah!” Pekik Callena marah.

“Aku tak biasa bepergian dengan waktu yang lama. Tunjukkan saja tempatmu!” Kataku.

Callena tampak tidak keberatan tubuhnya berada di gendonganku. Buktinya, sayap di punggungnya menghilang dan dia memerintahkanku mencari pulau kecil dengan tanda sebuah gunung berwarna biru bila dilihat dari kejauhan. Bibir Callena belum sempat kering, aku sudah bisa melihat sebuah gunung berwarna biru, dan Callena pun menunjuknya sebagai tempat yang harus aku tuju. Hanya sekedipan mata, aku dan Callena sampai di sebuah bukit, di bawah gunung biru yang tampak menjulang tinggi di hadapanku.

“Dimana letak Dragness itu?” Tanyaku. Dan tiba-tiba saja aku terhenyak ketika mendapati wajah Callena hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahku. Aku juga baru sadar kalau kedua lengan Callena melingkari leherku begitu erat.

“Di kaki gunung itu ada sebuah gua. Kita harus memasuki gua itu untuk mencapai Dragness.” Jawabnya sangat lirih bahkan hembusan napasnya bisa kurasakan menerpa wajahku.

“Baik ... Kita ke sana ...” Kataku.

Langsung saja aku melesat ke kaki gunung berwarna biru itu. Aku tak ingin bertanya-tanya lagi di mana letak gua yang Callena maksud. Tiba-tiba badanku merinding saat bibir Callena mulai menyentuh leherku. Entah kenapa dia berbuat demikian, namun yang pasti aku merasakan bibirnya itu menghasilkan rasa panas yang menjalar ke seluruh tubuh memaksa gejolak gairahku membumbung tinggi.

Akhirnya aku menemukan sebuah gua yang lumayan besar. Tanpa berpikir lagi, aku melesat masuk ke dalamnya. Sungguh, aku semakin terbelalak saat melintasi gua yang aku kira akan gelap gulita. Apa yang aku lihat sangat menakjubkan. Kini aku berada di sebuah tempat yang sangat indah. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat tempat yang seindah ini. Sebuah tempat yang luas dipenuhi dengan beraneka ragam pepohonan besar. Tempat ini begitu sejuk, wangi tanah yang tercium oleh indra penciuman membuat diriku tanpa sadar telah berjalan mengelilingi tempat indah ini sambil terus menggendong Callena.

Hingga kakiku kini membawa diriku ke sebuah sungai yang sangat bening bahkan aku yang melihatnya tidak ingin ataupun terbesit dalam benakku untuk mengotori sungai tersebut. Bahkan ikan-ikan hidup dengan bahagianya berenang di dalam sungai itu. Aneh memang aku tidak pernah sama sekali melihat tempat ini seumur hidup, ini pertama kali aku melihat tempat yang begitu mengagumkan, hingga tak terasa guratan senyuman tergambar jelas di wajahku. Aku pun akhirnya menurunkan Callena dari gendonganku.​


“Tempat ini sungguh indah sekali. Aku sangat menyukainya.” Kataku sambil berdiri di atas batu besar di pinggir sungai.

“Ya ... Memang tempat yang indah. Tempat ini adalah peristirahatan raja dan pejabat istana kerajaan demon.” Sahut Callena yang kini sudah berdiri di sampingku.

“Rasanya aku akan sering mengunjungi tempat ini.” Gumamku masih dengan ketakjuban.

“Kamu tidak bisa bebas datang ke sini, karena hanya orang-orang tertentu saja yang bisa masuk ke sini. Kamu tidak akan bisa masuk jika tidak dibarengi pejabat istana Kerajaan Razmig.” Ungkap Callena.

“Oh ... Begitu ya ...” Sahutku agak kecewa.

“Sebaiknya kita ke villa milikku.” Ajak Callena.

“Villa? Kau mempunyai villa di sini?” Tanyaku terkejut.

“Hei! Ingat! Aku aadalah panglima Kerajaan Razmig.” Kata Callena dan aku pun tersenyum.

Kami pun melesat meninggalkan sungai. Aku terus mengekor Callena. Tak lama, aku sampai di sebuah rumah sederhana namun indah. Aku pun duduk di serambi sambil menghadapkan pandangan ke alam bebas di hadapanku. Pemandangan yang ditawarkan tempat ini begitu menakjubkan dengan kabut yang lumayan tebal. Sungguh, aku merasakan kenyamanan dan ketenangan saat berada di tempat ini.

“Silahkan diminum.” Tiba-tiba Callena menyodorkan gelas kristal yang berisikan minuman yang masih mengeluarkan asap pertanda masih panas.

“Minuman apa ini?” Tanyaku ragu untuk meminumnya.

“Itu bukan racun ... Itu adalah minuman jahe.” Callena tersenyum seakan dia tahu kekhawatiranku.

Aku meneguknya sedikit. Benar saja, aroma jahe sangat terasa di mulutku dan tak lama kerongkonganku pun menghangat. Aku teguk sekali lagi. Minuman jahe ini terasa enak dan menghangatkan badan.

“Jadi ... Aku harus menunggu si mata-mata itu seminggu di sini?’” Kemudian aku berkata sembari meletakkan gelas kristal di atas meja.

“Dia bernama Kahill ... Sebenarnya dia adalah komandan pasukan khusus Kerajaan Razmig. Ya, dia telah berkhianat kepada kerajaan dengan menjual rahasia negara. Informasi tentang kekuatan perang Kerajaan Razmig.” Jelas Callena.

“Sebenarnya ada apa yang terjadi antara Kerajaan Razmig dan Kerajaan Dhurom? Bukankah kedua kerajaan ini dipimpin oleh kakak-beradik?” Tanyaku ingin tahu.

“Kami pun tidak tahu ... Tapi, seperti perkiraanmu, Raja Baell memang sepertinya berambisi untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan demon di bawah kekuasaannya. Kami pun sudah memperkirakannya.” Sahut Callena.

“Rupanya Raja Baell sangat berambisi untuk menguasai Azumath.” Kataku pelan.

“Kalau boleh aku tahu ... Kenapa kamu berada di wilayah kerajaan demon?” Tanya Callena yang mulai terasa sedang menyelidikiku.

“Sebenarnya aku juga sedang menyelidiki isu yang berkembang di dunia manusia yang mencium ambisi Raja Baell yang katanya memiliki puluhan juta pasukan monster kuat. Berdasarkan informasi yang kuterima, Raja Baell pandai membuat monster. Monster-monster itu akan dia gunakan untuk menguasai Azumath.” Jelasku seadanya.

“Sejujurnya, kami pun sudah mendengar informasi itu tetapi belum ada bukti. Mudah-mudahan Kahill mendapatkan apa yang kita perlukan.” Kata Callena dengan wajah penuh khawatir.

“Hhhmm ... Coba kamu bayangkan, jika Raja Baell benar-benar mempunyai pasukan monster yang sangat kuat, bahkan menurut informasi yang aku terima Raja Baell akan memerangi Ras Naga. Bagaimana dengan nasib bangsamu, bangsa Elf, dan bangsa manusia?” Kataku sembari memperhatikan mimik muka Callena yang semakin terlihat gelisah.

“Aku tidak akan membiarkannya.” Lirihnya.

Aku menatap lekat wajahnya dengan serius. Wajahnya pias, matanya memerah, dan raut ketakutan sangat jelas terlihat di wajahnya. Dia benar-benar khawatir pada ancaman yang akan terjadi jika Raja Baell benar-benar memiliki pasukan monster yang aku ceritakan. Aku pun menggapai tangan Callena dan kugenggam erat tangannya yang halus itu.

“Untuk itulah kita harus bekerja sama. Sudah saatnya bangsamu bersahabat dengan bangsa-bangsa lain. Persatuan adalah kekuatan, perpecahan adalah kelemahan. Arti penting dalam kesatuan adalah keajaiban abadi. Ada keindahan dan kekuatan dalam kesatuan. Kita harus bersatu hati dan pikiran.” Kataku lemah lembut.

Callena tidak menjawab namun matanya menatapku dengan tatapan yang sulit sekali untuk diartikan maksudnya apa. Tetapi sangat kurasakan ada perasaan yang berbeda aku tangkap dalam tatapannya. Dan tanpa kami sadari, mata kami pun saling bersitatap. Hawa aneh memerangkap kami berdua, gelenyar rasa tak bernama. Gairah panas yang sungguh nyaman.

“Manusia cahaya ...” Lirih Callena setengah mendesah.

“Ya ...” Jawabku tak kalah lirih sambil mengeratkan genggaman tanganku.

“Sentuhanmu memunculkan sesuatu yang lama tidak pernah aku rasakan. Tubuhku seperti menuntut kepuasan. Aku sangat ingin bercinta saat ini. Aku sangat terangsang olehmu. Maukah kamu bercinta denganku?” Ucapnya dan sungguh membuatku terkejut dengan keterusterangan Callena itu. Namun, pada saat yang sama gairahku seperti gunung meletus.

“Tunjukkan tempatnya.” Kataku sembari berdiri.

Callena dengan sikap ikut berdiri lalu menarikku ke dalam rumah kecilnya. Aku langsung dibawanya ke sebuah ruangan di mana terdapat sebuah tempat tidur beralaskan permadani di sana. Tepat di sisi tempat tidur, aku dan Callena saling berhadap-hadapan. Kurasakan tangan Callena mulai melepas pakaianku, mengelus tubuh telanjangku membuat tubuhku bergetar. Bibir kami pun menempel, saat aku hendak melepasnya Callena menarik pinggangku. Callena melumat ganas bibirku. Rupanya Callena sudah begitu terangsang, sangat terasa seluruh tubuhnya menegang saat aku melepaskan gaunnya.

“Ergghh….” Desah Callena saat aku mulai menuntutnya untuk bermain lidah.

Aku melepaskan ciuman kami, membuatnya merasa kecewa. Kurasakan Callena mengecup kedua mataku, hidung lalu bibirku lagi. Ia mengangkat wajahku. Mataku menangkap manik matanya yang tengah menatapku dalam. Sebuah senyuman manis terpatri di wajahnya sebelum meraih bibirku lagi dan melumatnya dalam. Bisaku rasakan, ciuman ini berbeda dari sebelumnya. Ciumannya semakin ganas dan menuntut.

“Aaahh…!” Jeritnya tertahan ketika secara tiba-tiba aku mengangkat tubuhnya dan meletakkannya di atas kasur. Langsung aku tindih tubuh moleknya seduktif.

Tak berlangsung lama saat kedua bibir kami terlepas karena Callena menjerit tadi, kini kedua bibir kami sudah kembali bertautan dan kali ini jauh lebih liar. Callena sengaja mengangkat wajahnya lebih tinggi, mencoba memberikan akses lebih luas bagiku untuk membuat beberapa kissmark di leher jenjangnya. Callena melenguh keras setiap kali aku menemukan titik sensitifnya. Jari-jari lentiknya mulai meremas lembut rambut hitam milikku. Bagai tersengat aliran listrik, tubuh wanita demon yang seksi ini menggelinjang pelan saat jari-jariku menelusup masuk ke dalam liang nikmatnya yang sudah sangat basah dan siap kujelajahi. Hanya sekitar dua menit, ciumanku kembali ke bibirnya dengan tangan berada di samping kepalanya.

“Masukan manusia ... Masukan milikmu padaku ... Aaaahh ...” Callena yang sudah sangat terbakar birahi memohon sambil mendesah. Matanya begitu memancarkan nafsu yang luar biasa besar.

Aku yang sudah berada di atas tubuhnya merasakan penisku dipegangnya dan pelan-pelan ia bimbing tepat di bibir vaginanya. “Tekan!” bisiknya di telingaku. Terasa kepala penisku mulai menerobos vaginanya yang sudah sangat basah. “Aaahhkk …! Callena memekik. Aku menghentikan gerakan masuk sesaat, dari bawah tubuhku ia menatapku. Aku merasakan jejalan pusakaku di vaginanya mulai nyaman. Langsung saja batang penisku semakin memasuki daerah kewanitaannya. “Aaahhkk …!” Callena memekik lagi, namun aku tidak memberhentikan lajunya, dengan perlahan-lahan terus membenamkan penisku ke dalam vaginanya hingga seluruhnya terbenam dalam tubuhnya.

“Punyamu besar sekali manusia ...” Ujarnya sambil ngos-ngosan.

Aku merasakan gelombang birahi menyala dan semakin menyala di dalam tubuhku, dan sepertinya kami sudah tak mampu menahan gelombang birahi kami masing-masing. Kami pun semakin lupa akan suasana sekitar akibat gelombang birahi yang menyerang menuntut penuntasan. Gairah bercintaku menggebu-gebu setelah melihat tubuh polos Callena yang baru sekarang aku sadari begitu mempesona. Dengan sangat bernafsu aku menghujam-hujamkan senjataku agak kasar ke dalam vagina Callena yang panas dan basah.

“Aaahh ... Aaahh ... Aaahh ... Aaahh ...” Callena tak henti-henti mengerang keenakan atas sodokanku yang menggebu-gebu.

Adrenalin dan nafsu kami memburu. Kupompa penisku keluar masuk tubuhnya dengan penuh perasaan dan Callena menerimanya tanpa syarat menikmatinya dengan segenap ketulusan hatinya. Aku berusaha membawa perempuan ini ke puncak kenikmatannya, dengan kecepatan tinggi bergerak naik, naik dan naik menuju ke puncak kenikmatan persetubuhannya. Akhirnya Callena berhasil menggapainya, badannya kejang dengan begitu dasyatnya mempererat pelukannya seakan ingin menyatukan tubuhnya denganku.

“Aaaaacchhh ....!” Jeritan melengking tanda puncak kenikmatannya terdengar begitu keras. Aku yakin jika saja ada orang di luar sana akan mendengar jeritannya itu.

Setelah beberapa saat, aku menghentikan genjotanku dengan kejantananku yang masih tertanam sempurna di dalam rongga kenikmatannya. Callena tahu bahwa aku masih menunggunya, senyumannya memberikan tanda bagiku untuk melanjutkan permainan ini. Masih dalam posisi yang sama, dari atas tubuhnya aku gerakan lagi pinggulku. Penisku agak sedikit mudah memasuki tubuhnya karena vagina Callena sudah sangat licin oleh cairan kewanitaannya. Nafsu birahi terus mengikuti setiap detik yang kami lalui bersama saat itu, membuat birahi kami semakin menggelegak. Birahi yang makin memuncak membuat aku dan Callena terhanyut, tidak memperdulikan apa-apa lagi. Callena tampak masih berusaha memperlama waktu orgasmenya, namun akhirnya ia tak kuasa membendungnya, cairan hangat itu terasa menyiram penisku dan lenguhan panjangnya menandakan ia telah sampai.

Kami berciuman sesaat gerakan tubuhku dihentikan. Sekali lagi aku berusaha membangkitkan birahinya kembali, dan tak lama ia memberikan isyaratnya agar aku meneruskan pekerjaanku yang belum tuntas. Masih dalam posisi yang sama, kuayun pinggulku. Kami bercinta dengan liar, Callena merasakan aku hampir mencapai klimaks, kemudian ia berkata dengan tatapan mendamba, “Ayolah isilah diriku” dan dengan beberapa dorongan keras akhirnya pertahananku mulai runtuh. Kucabut penisku dari vaginanya, sambil mengigit bibir kurasakan spermaku keluar dari tempatnya membasahi perutnya. “Aaahhkkk ….!!” Erangku.

Callena pun tersenyum melihat roman wajahku, sambil mengusapnya dia berkata, ”Kamu tampan sekali kalau sedang orgasme, hi hi hi …” Nafasku masih ngos-ngosan, kuberbaring di sampingnya, Callena merangkak naik di atas tubuhku, hidungnya ditempelkan pada hidungku. “Kenapa gak dikeluarin di dalem, sayang?” Tanyanya padaku.

“Oh, tidak … Aku takut kamu hamil.” Jawabku polos.

“Aku tidak akan hamil karena aku sudah menghilangkan rahimku.” Katanya santai sambil beranjak dari atas tubuhku. Callena mengajakku mandi bareng dan siap-siap untuk jalan-jalan dan mencari makan di hutan.

Selepas mandi dan berpakaian, aku dan Callena berburu dua ekor kelinci di hutan, kemudian kami menyembelih kedua kelinci tersebut dan membersihkannya. Dengan rempah-rempah seadanya yang Callena ambil di hutan, kami pun membakar daging kelinci dan memakannya. Tak pernah kusangka, daging kelinci yang kumakan begitu nikmat di lidah dan tentunya membuat perutku kenyang. Setelah itu, kami pun kembali ke villa. Sial! Callena ternyata wanita demon yang mempunyai nafsu seks yang sangat besar. Tanpa malu-malu lagi, wanita demon yang seksi itu mengajakku kembali bercinta.

Kami sama-sama tak berbusana sekarang, bergulat di atas ranjang. Kulit sehalus porselen milik Callena sepanas api, namun luar biasa lembutnya. Membuatku tak pernah puas untuk mencicipinya. Tak pernah puas untuk menyentuh tubuh itu dengan kedua tanganku. Tak pernah puas mencium, menjilati, menghisap dan menggenjot Callena dengan cukup cepat dan cukup dalam. Padahal aku telah menyirami liang nikmatnya dua kali. Ternyata bukan hanya aku yang merasakan ketidak-puasan, Callena pun begitu. Karena saat aku memberikan ciuman basah dan menggesek puting susu kanannya, Callena melengkungkan tubuh ke depan sambil mengeluarkan lenguhan mirip seekor kucing, mendorongku hingga terlengang dan mengambil alih kendali, menduduki pinggulku.

Lenguhan mirip geraman meluncur dari bibirku, mataku terpejam erat ketika kejantananku menembus pintu masuk lubang nikmat Callena. Dengan jantung berdegup, nafas tersengalku merasakan hasrat Callena untuk mendominasi ronde ini. Jadi aku berbaring telentang di bawah Callena, memaksa tanganku untuk tetap diam, mengepal tetapi tak bergerak di samping kepala dan mengamati Callena. Hanya mengamati Callena yang bergerak di atasku bagai seorang joki kuda yang handal. Callena benar-benar membuatku terbang ke awang-awang.

Aku mengerang rendah saat Callena mengerakkan pinggulnya maju mundur. Setiap otot, sendi serta urat di tubuhku mengencang bagai baja. Callena tersenyum penuh kemenangan saat sesuatu milikku yang berada di dalam tubuh, berdenyut dan makin panas. Tetapi rupanya Callena tak cukup tega melihatku yang tersiksa oleh kenikmatan. Callena menyentuh kedua sisi bahuku dan wanita demon yang basah oleh keringat itu menarik nafas dengan kasar. Callena kemudian menurunkan kepalanya dan mencium bibirku rakus dan panas. Dan ketika bibir menakjubkan itu bergerak ke bawah untuk menghisap dan mencium sepanjang rahangku, kemudian semakin rendah untuk mengecup, aku mencengkram seprai dan berpengangan bagaikan aku sebentar lagi akan jatuh ke lubang tanpa dasar.

Aku pun mengangkat tanga, memegangi kepala Callena dengan kedua tangan dan mendekatkan bibir Callena ke bibirku. Aku menikmati bibir Callena, memuaskan dahagaku sendiri. Aku benar-benar tenggelam semakin dalam, di setiap bagian diri Callena, saat aku menyapukan kedua tangan ke lekukan lembut pinggang Callena kemudian memenuhi kedua tanganku dengan bongkahan pantat Callena yang lembut. Desahan tersengal dan nafas terengah Callena yang penuh gairah semakin mengobarkan hasratku. Aku tetap berada di bawah namun mulai mengkontrol kecepatan gerak tubuh Callena. Sampai wanita demon itu mengerang tertahan dan tubuh Callena melengkung ke belakang disertai suara desahan panjang dari bibirnya yang merekah dengan indahnya. Tubuh Callena pun ambruk di dadaku. Aku memeluknya, mendaratman ciuman singkat di puncak kepala Callena.

“Bukankah ini nikmat sekali?” Tanyaku setengah bercanda.

“Nikmat sekali ... Aku sangat menikmatinya ...” Jawab Callena tersengal sambil menolehkan wajahnya menghadap wajahku.

“Aku tidak menyangka ada wanita demon yang mau bercinta dengan manusia.” Kataku sembari menangkup wajah Callena yang memerah.

“Seperti dirimu dengan Quirima. Bagaimana bisa menjelaskannya?” Tanya Callena membuat diriku lumayan terkejut.

“Kamu tahu kalau aku bersama Quirima?” Tanyaku penasaran.

“Semua makhluk di Azumath sudah semua tahu. Manusia cahaya beristrikan iblis betina paling kejam dalam sejarah Azumath. Awalnya aku tidak tahu, bagaimana kamu bisa menaklukannya. Tetapi sekarang aku tahu, kenapa Quirima takluk padamu.” Ucap Callena sambil tersenyum penuh arti.

“Kenapa menurutmu?” Tanyaku lagi.

“Karena kamu sangat jantan di ranjang. Aku belum pernah merasakan nikmatnya bercinta selama ini. Hanya dengan kamulah aku bisa merasakannya.” Senyum Callena semakin lebar.

“Dusta ... Aku tidak percaya ...” Kataku sembari menyubit hidungnya.

“Hi hi hi ... Aku tidak butuh kamu percaya.” Ucapnya sambil cekikikan.

Benar-benar aku tidak percaya, Callena mulai menggerakan kembali tubuh bagian bawahnya hingga alat kelamin kami kembali saling mengadu keahlian. Ya, aku hanya menunjukkan bahwa hari ini begitu luar biasa bahkan sampai tengah malam kami sudah bercinta delapan kali. Hingga kami memutuskan untuk menyelesaikannya dan tidur, sampai pagi menjelang.

.....
.....
.....

Putaran waktu pada porosnya, waktu tak pernah berhenti berputar. Menunggu pun waktu yang berperan sampai hal kecil yang aku harapkan selain kesempatan, waktu pun ikut-ikutan. Tak terasa sudah empat hari aku bersama Callena di tempat yang bernama Dragness. Hidup kami seperti pengantin baru. Begitu dekat, begitu lekat, namun tak pernah ada cinta di antara kami. Hanya nafsu birahi yang haus akan sayang. Kami terus bercinta sampai akhirnya orang yang kami tunggu datang. Kahill dan burung besar peliharaannya mendarat tepat di halaman villa tempat aku dan Callena tinggal.

“Bagaimana?” Tanya Callena tegang.

“Gawat ... Ini akan menjadi bencana besar.” Sahut Kahill sembari berjalan mendekati kami yang berdiri di serambi villa.

“Duduklah!” Kataku pada Kahill. Kami bertiga pun kemudian duduk di kursi dengan meja bulat sebagai pemisah.

“Ini ... Aku telah menulis semua penemuanku tentang tentara Raja Baell.” Kata Kahill dengan tangannya yang bergetar meletakkan sebuah buku sangat tipis di atas meja.

Aku langsung menyambar buku tipis hasil pengintaian Kahill. Mataku tidak langsung membaca tulisannya karena di halaman pertama terdapat sebuah gambar monster yang cukup menyeramkan. Tampak monster itu berpakaian besi semacam armor berwarna perak dengan polet merah di beberapa bagian. Di bawah gambar, Kahill menulis sesuatu dengan tulisan besar dan tebal yaitu ‘ZHASK’.​


“Apakah monster ini bernama Zhask?” Tanyaku pada Kahill.

“Benar ... Zhask adalah monster yang memiliki kekuatan pengrusak sangat mematikan. Monster ini sangat kuat dan tangguh dengan kecepatan serang dan juga damage yang tinggi. Zhask merupakan monster yang sulit untuk dikalahkan hal ini berkat kemampuannya yang memiliki sihir teleport selain sihir api. Kapasitas energi sihirnya pun mencapai satu juta poin, monster ini mampu bertahan dalam peperangan dengan waktu yang sangat lama.” Jelas Kahill yang sukses membuat mataku terbelalak.

“Coba aku lihat!” Tiba-tiba Callena merebut buku yang aku pegang. Kulihat mata Callena langsung membola sempurna dengan bibir yang bergetar. “Aku pernah melihatnya. Raja Baell pernah membawa pasukan Zhask ke Kerajaan Razmig.” Lanjutnya dengan suara bergetar.

“Pasukan? Pasukan Zhask maksudmu?” Tanyaku pada Callena yang dijawab dengan anggukan.

“Pasukan Zhask yang dimiliki Raja Baell lebih dari lima juta.” Lirih Kahill dan tentu saja aku sangat terperanjat, bahkan Callena sampai berdiri saking terkejutnya.

“APA? LIMA JUTA?” Callena berteriak.

“Ya ... Lima juta ...” Lirih Kahill lalu menghela napas berat. “Dengan pasukan Zhask saja, Kerajaan Razmig akan jatuh dengan sangat mudah. Belum lagi pasukan monster lainnya. Sungguh, ini sangat mengerikan.” Lanjut Kahill penuh kekhawatiran.

Callena pun membanting pantatnya ke kursi. Tampak sekali bahwa informasi yang Kahill bawa sama sekali bukan kabar baik. Callena menatap Kahill tajam dan berkata, “Lanjutkan!”

“Buka halaman berikutnya ...” Pinta Kahill dan Callena pun membukanya. Aku melihat matanya kembali membulat sempurna dan kini mulutnya sedikit menganga.​


“Monster itu dinamakan Golem. Raksasa yang bertubuhkan batu. Jangan ditanya kekuatan pengrusaknya. Selain itu Golem sangat kuat dan bisa dibilang kebal oleh senjata apapun. Jumlahnya dua kali lipat dari pasukan Zhask. Ada sekitar duabelas juta Golem di sana.” Ungkap Kahill dan langsung saja tenggorokanku serasa mengering.

“Dilihat dari gambarnya ... Pasukan Golem adalah garda terdepan dalam peperangan.” Kataku berprediksi.

“Benar ... Golem adalah monster batu besar yang mempunyai pertahanan yang sangat kuat dan damage-nya pun sangat kuat. Sehingga pantas Golem dijadikan pasukan terdepan dalam peperangan. Golem merupakan monster yang tahan dengan serangan fisik, bahkan serangan spesial kita yang tipe fisik pun hanya akan menimbulkan sedikit damage padanya.” Jelas Kahill dengan senyum mirisnya.

“INI APA?!” Tiba-tiba Callena berteriak lagi dengan suara yang sangat nyaring. Tangannya gemetaran sambil menunjuk-nunjuk buku di tangannya.

Kahill menoleh sedikit dan berkata, “Naga hitam. Makhluk itulah yang paling menyeramkan. Kekuatannya sama dengan seorang panglima naga. Raja Baell berhasil menciptakan naga hitam dengan cara mengkloningnya.”

“Mengkloning? Apa itu mengkloning?” Tanya Callena dengan suara yang bergetar. Ekspresi Callena mengatakan keterkejutannya yang sangat ekstrem.

“Kloning ... Kloning adalah proses produksi satu atau lebih makhluk, baik secara keseluruhan maupun sebagian, untuk menghasilkan makhluk yang sama, atau istilah sederhananya membuat kembar buatan.” Jelas Kahill.

“Raja Baell mengkloning naga? Ini luar biasa ...” Aku terkejut sekaligus kagum akan kejeniusan raja demon itu.​


“Aku mendapat informasi kalau naga hitam ciptaan Raja Baell baru berjumlah tiga ratusan yang sangat patuh dan tunduk padanya. Oleh karena itu lah, Raja Baell masih menahan keinginannya untuk menguasai Azumath, karena dia merasa kekuatannya belum menyamai kekuatan bangsa naga.” Jelas Kahill lagi sambil beranjak berdiri. “Satu lagi yang harus kalian tahu adalah kekuatan Raja Baell sekarang ini setara dengan lima panglima naga. Kabarnya Raja Baell bisa mengalahkan lima panglima naga secara bersamaan. Kekuatan yang sangat menyeramkan. Aku sarankan, kau harus berhati-hati padanya karena sekarang ini kau akan diburunya.” Lanjut Kahill sambil menatapku dalam.

“Aku?” Tanyaku sambil menunjuk dada sendiri.

“Ya ... Kau dan istrimu, Quirima ... Raja Baell ingin mematahkan ramalan Naga Suci Khor tentang manusia cahaya yang akan mendamaikan Azumath.” Jawab Kahill sambil berjalan menuju burung besar piaraannya. “Masih ada monster-monster lain ciptaan Raja Baell di buku itu beserta jumlahnya. Tapi, monster-monster yang lain tidak terlalu menarik walau jumlahnya sampai puluhan juta. Aku akan pergi sekarang.” Ujar Kahill sembari menaiki burung besarnya.

“Apakah kau tidak ingin sisa koin emasmu?” Tanyaku memperingati Kahill.

“Aku sudah tidak bernafsu lagi. Saatnya menghilang dan menyelamatkan diri.” Sahut Kahill dan langsung melesat meninggalkan aku dan Callena.

“Ini bukumu! Kita harus segera kembali dan melaporkan informasi ini.” Kata Callena.

“Baik.” Jawabku sambil menerima buku tipis berisikan informasi kekuatan pasukan perang Raja Baell.

Tak berlama-lama, aku dan Callena pergi meninggalkan Dragness. Aku menggendong Callena sampai di perbatasan kerajaan demon dan kerajaan manusia. Dari situ kami berpisah dan melanjutkan perjalanan masing-masing. Aku melesat untuk kembali ke kastilku. Entahlah, saat ini aku merasa khawatir dengan nasib keluarga kecilku. Mereka dalam ancaman besar sehingga aku harus mengambil tindakan preventif untuk menyelamatkan mereka.

Bersambung
Chapter 16 di halaman 174 atau klik di sini.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd