Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Bidadari Ngambek​


Semalaman gue gak bisa tidur memikirkan kata-kata umi. Umi bilang gue mirip dengan orang itu? Siapa? Mirip? Mirip hanya kebetulan mirip atau... mewarisi sifat. Kalau mewarisi sifat... apa jangan-jangan gue bukan anak kandung abi? Ah.. tidak... tidak... tidak mungkin. Tidak mungkin gue anak orang lain. Gue, Doni Sebastian Caknoyo adalah putra dari Estes Akram Caknoyo. Gak! gak! Gak mungkin anak orang lain... hadeee.... Gue garuk-garuk kepala.

Badan gue bolak-balik ke kiri ke kanan. Otak tak mau berhenti berputar. Mata sudah ditutup malah kebuka dengan sendirinya. Tak bisa terpejam. Akhirnya gue kayang-kayang seperti orang kesurupan di film horor. Tetap tak ngantuk. Alhasil saat pagi menyingsing dan entah ayam siapa berkokok, mata gue beler.

Subuh 5 pagi. Gue sudah gak tahan. Gue kirim message lewat Whatsapp. "Umi... maksudnya apa sih, umi ngomong Doni buat umi jadi gila...?" Kayaknya lebih tepat umi yang bikin gue gila.

Gue tungguin sampai 10.000 tahun, tuh centang satu kagak kunjung beranak. "Hahhhh," gue mendesah resah. Jam segini mah seharusnya umi sudah bangun. Dia kan rajin bangun pagi dan menjalankan kewajibannya.

"Umi"

"Umi"

"Umi"

"Umi"

"Umi"

"Umi"

"Umi"

"Umi"

"Umi"

Gue kirim berulang-ulang message ke dia. Berharap dia tidak silent hapenya dan bunyi notifikasi menarik perhatiannya. Tetap saja semuanya teguh centang satu.

"Huh!" Gue kesel.

"Brbrbrbrbrbrbrb," gue ayun-ayun bibir gue ke kiri ke kanan kayak orang gak ada kerjaan. Ya memang kebetulan gak ada sih.

Tiba-tiba hape berbunyi, umi menelpon.

Hati gue senang bukan kepalang.

Gue angkat. "Hallo."

"Kamu kok sudah bangun?" tanya umi.

"Gak bisa tidur."

"Loh kenapa, ada yang sakit?"

"Bukan, Doni kepikiran kata-kata umi. Kemarin umi bukannya jelasin, malah langsung pulang."

"Ya Umi kira Doni sudah paham, lagipula umi kan harus ngajar. Pulang dari RS saja sudah malam kemarin."

"Tapi..."

"Memangnya Doni mau nanya apa?"

"Maksudnya apa umi bilang, umi sudah menceritakan kelemahan umi, lalu terserah Doni mau bagaimana menggunakannya? Kelemahan apa?"

Dari ujung sana tiba-tiba sunyi, tanpa ada sepatah kata.

"Umi ngomong donk," pinta gue.

Kemudian umi berbisik, "Doni... Kamu... apakah kamu sadar, sudah sejauh apa kamu menaklukan hati umi."

"Sejauh... sejauh apa?" tanya gue.

"Kamu sungguh tak sadarkah?
Umi merasa berdosa dengan semua ini. Umi seorang ustadzah, umi tahu betapa salahnya hubungan kita. Tetapi di sisi lain, hati umi tidak dapat menolak dirimu, nak. Kamu telah cengkram umi sejak hari pertama kamu melakukan..... itu.... ke umi.

Umi bilang, "Jangan... stop... Jangan Doni... sadar...." Tapi kamu dalam keadaan mabuk terus mendesak umi. Umi ingin tampar kamu, pukul kamu. Namun kamu buat umi terangsang hebat. Umi beristighfar berkali-kali. Tapi umi tak dapat menolak saat kamu dengan kurang ajar menjamah umi dimana-mana, sampai akhirnya... umi orgasme.

Belum lagi yang kedua kali, kamu gituin umi....," umi berhenti beberapa saat, "Kamu masukin penis kamu ke umi.... umi kehilangan akal. Umi sudah pasrah dengan kelakukan kamu. Kalau kamu Malin Kundang. Pasti sudah jadi batu saat ini.

Kamu yang bilang kan ingin umi jatuh dalam dosa ini sedalam-dalamnya.... Umi sudah berada di lubang yang dalam ini... sekarang kalau umi akan melakukan apa saja yang Doni minta. Kamu akan minta apa?"

Gue menelan ludah mendengar arah pembicaraan umi. Tegang banget. Biasanya gue yang melakukan hal ini ke cewek-cewek, membuat mereka kleper-kleper dengan kata-kata. Ia tidak menyangka dirinya kini berada di posisi yang sebaliknya.

"Doni minta... dibuatkan gulai ayam," jawab gue pura-pura keluar dari konteks.

"Itu aja?"

"Iya... kangen masakan umi."

"Gak mau yang lain?"

"Nasi goreng seafood."

"Udah?"

"Emmm... sama sosis deh."

"Udah?"

"Udah."

"Yakin?"

"Ya..kin..."

"Gak nyesel?"

"Kenapa nyesel?"

"Gak mau yang lain?"

"Seperti?" tanya gue dengan hati-hati.

"Gak tahu," jawab umi dengan suara yang semakin mengecil. Gue jadi semakin dag dig dug. Sepertinya umi hendak mengarahkan gue ke sesuatu yang lain. "Doni... apakah kamu gugup? Apakah kamu mau umi berbuat sesuatu yang membuatmu malu? Kamu bisa bilang ke umi, disini tidak ada siapa-siapa. Semuanya boleh. Umi akan ngertiin kamu. Katakan apa yang dapat umi lakukan untuk membuatmu jadi laki-laki paling bahagia? Umi ingin membuatmu merasa spesial. Apa yang dapat membuat kita lebih intim?"

Jantung gue deg deg ser, deg deg ser. Tangan gue tiba-tiba kena parkinson, gemetar tak karuan mendengar kata-kata umi. Tenggorokan gue kering. Gue menelan ludah berkali-kali. Gue yakin banyak laki-laki ingin mendengar kata-kata semacam itu dari pasangannya. Apa pun? Jangan ragu? Semua boleh? Lebih intim? Tenggorokan gue tercekat.

"Satu loyang pizza!" jawab gue serak. Entah dari mana sumber kalimat ****** itu. Bagian otak mana yang kurang terdidik. Tiba-tiba tercetus begitu saja, seperti saat Archimedes berteriak di bak mandi, "EUREKA!" cuma gue versi tololnya.

Ceklek telpon tiba-tiba mati begitu saja.

Lah... yaa.... apakah umi marah dengan jawaban gue. Ya emangnya gue harus jawab apa, kalau ditanya pertanyaan yang menegangkan semacam itu. Gue yakin semua laki-laki akan bingung.

Tapi...

Apa saja? Gue menelan ludah dengan kesempatan yang baru saja gue lewatkan. Hempfff! Ah, itu semua pasti hanya lips service saja. Pasti ada syarat dan ketentuan berlaku:
Apa saja selama umi nyaman dengan permintaan gue. Apa saja asal... ini dan itu. Wanita kan suka bertingkah seperti itu.

Haaah... gak tahu aah..... mau cepat keluar dari RS ini.

Gue tunggu kedatangan umi sampai malam dengan tak sabar. Gue rindu akan sosoknya. Gue ingin kehadirannya di sisi gue, mendengar suara, menggodanya, bermanja-manja.

Waktu sudah menunjukkan jam 22.00. Tapi umi belum juga datang membesuk. Ah jangan-jangan dia sibuk hari ini. Gue menepis kemungkinan umi ngambek akibat percakapan tadi pagi. Paling besok dia akan datang. Gue tunggu, gue tunggu, esok hari umi tetap tidak datang. Fix umi pasti sedang marah. Gue whatsapp dia. Centang satu. Gue telpon gak diangkat. Wah.. marah besar apa ya? Ah waktu akan melarutkan amarah. Gue tunggu. Sampai seminggu umi juga tak kunjung membesuk gue. Sebegitu marahnya kah umi? Gue panik!

Jangan-jangan gue telah melakukan kesalahan fatal tanpa gue sadari dan gue terlambat menyadarinya.

Gawat!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd