Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bimabet

Menjemput Bidadari​


Setelah melewati pintu di belakang lemari, jalannya langsung ke kanan menuruni anak tangga. Semakin ke bawah, udaranya semakin lembab dan bau tanah tercium pekat. Namun masih bisa bernafas lancar. Terasa aliran udara bergerak menggesek wajah. Sampai di ujung bawah gue berada di lorong galian tanpa finishing. Jalur yang kami lalui lebarnya cukup untuk satu orang. Kami berjalan harus agak menunuduk. Di sini tak ada cahaya masuk. Gelap-gulita. Satu-satunya penerangan adalah bambu obor minyak tanah di tangan nenek yang ia ambil dari tempat penggantung obor di tembok. Bayangan dan terang obor terbelah jelas di tubuh nenek.

"Kenapa bisa ada jalan rahasia di rumah nenek?" tanya gue.

"Rumah ini kan sudah tua usianya. Sudah sejak zaman feodal. Para tuan tanah sering berperang merebut wilayah. Mungkin orang yang pertama kali membangun tempat tinggal ini memikirkan jalan darurat bila terjadi perang. Lorongnya dibuat sempit seperti ini agar menyulitkan musuh mengejar dan memudahkan untuk membunuh lawan. Di sini ada berbagai jalan menuju ke berbagai sudut lokasi. Kamar umi-mu, lewat sini."

"Apakah kakek tahu tentang jalan rahasia ini?"

"Dia tidak tahu," jawab nenek,

"Nek kenapa nenek kabur dan bersembunyi?"

"Nenek juga sebenarnya bingung. Ketika kakekmu membacakan doa-doa, nenek merasakan sesuatu yang sangat panas di leher ini," ucap nenek memegang leher kirinya. Kepalanya miring seperti pegal, "Emosi nenek jadi meletup-letup tak karuan. Susah untuk dijelaskan. Kadang ingin marah, kesal, ingin memaki. Dan ada dorongan untuk melarikan diri."

Lalu langkah nenek terhenti. "Kamar umi-mu ada di atas sini," katanya menunjuk anak tangga ke atas. "Kamu naik ke atas biar kamu belajar cara buka pintu rahasia." Nenek menyerahkan obor ke tangan gue.

Gue pun berjalan naik di depan hingga melihat semacam papan kayu di tembok. Tarik tuas yang di samping itu. Gue menurut. Sesuatu yang mekanik pun terdengar, menyusul sebuah pintu langsung terbuka.

"Tarik gagangnya…," instruksi nenek.

Gue taruh obor di tempat gantung, gue tarik gagangnya dan gue masuk. Pakaian menggantung langsung menyambut wajah gue. Gue pasti ada di lemari baju, seperti di kamar gue. Gue pun membuka pintu lemari itu, "Krieeeekkk….." Hati gue tak sabar untuk bertemu umi. Kebayang umi bakal kaget atau jangan-jangan dia berteriak-teriak ketakutan, karena mengira gue hantu. "Hihihihi….," gue cekikikan dalam hati. Tahu-tahu, "Pak! Pak! Pak!" Kepala gue kena hantam benda keras. "Aw! aw! aw!" gue pun terjatuh dan berguling di lantai, sambil melindungi kepala gue. Serangan itu tetap tak berhenti, "Pak!..... Pak!" memukuli tubuh gue.

"Ah stop! ampun!"

"Loh Doni?"

Gue memicingkan mata. "Umi!" teriak gue kegirangan.

"Doni?" Umi kaget melihat gue.

"Doni kamu… kok bisa ada di sini," umi melepas benda di tangannya jatuh ke lantai, membantu gue berdiri dan langsung memeluk gue. Dia mencium pipi gue dan memeluk gue makin erat. "Duu maafin umi, umi gak tahu itu kamu…. umi kira apaan…. kok ada suara-suara. Lagian kok kamu bisa keluar dari lemari sih? hah? kok bisa sih," tanya umi jadi penasaran. Lalu ia berjalan ke tembok dan menyalakan saklar. Lampu menyala dan ia menyelidiki tempat gue muncul. Baru ia menyibak baju-baju yang tergantung ia langsung melompat ke belakang sambil memegang dada. "Astagafirullah! Copot jantung nih."

Rupanya nenek nongol menyusul gue.

"Nenek?" kata umi, "Kok…???"

Menyadari nenek di ruangan itu, umi langsung memasang badan di depan gue. "Doni gak salah, jangan marahi anakku. Hukum saja Aalifa."

Nenek berjalan mendekat, lalu ia menatap kami berdua. Ia meraih tangan umi dan tangan gue dan dia menyatukannya. Umi nampak heran.
"Aku restui hubungan kalian."

"Maksud umi?" tanya umi ke nenek. Alisnya mengernyit. Belum selesai keheranannya, nenek berkata, "Namun aku juga minta restumu atas hubungan aku dengan anakmu."

"Hah?"

Nenek langsung mencium gue di depan umi.

"Kalian…?"

"U..umi.. Doni bisa jelaskan!"

"Apa yang umi lakukan!" kata umi dan menarik gue, memisahkan kami. Wajahnya tampak cemburu bercampur bingung.

"Umi, Doni bisa jelaskan…" Belum gue bicara, nenek memotong lagi. "Anakmu yang menginginkan ini…," kata nenek. Dia menarik umi ke pelukannya dan mencium umi tepat di bibirnya.

"Apa sih, umi!" Umi melepaskan dirinya. Alisnya mengernyit menatap nenek, matanya merngejap-ngerjap. Lalu berpindah menatap gue. Gue memalingkan muka, tak kuat memandang mata umi. Malu anjir….

Nenek menggoda gue, "Alaaaaa pakai nunduk, tadi bisik-bisik sama nenek gitu…."

Ah sial gue 'ditelanjangi' di depan umi.

"Aalifah, umi sebenarnya juga… menyukai Doni…," kata nenek.

"Hah?".

Lanjut nenek, "Umi juga tidak mengerti perasaan ini, tetapi Doni…. anakmu… memiliki daya tarik yang mirip dengan Bagas."

Mata umi membelalak saat nenek menyebutkan nama itu. "Kenapa umi bawa-bawa nama orang itu??"

"Umi mau jujur ke Aalifah, dulu umi pernah berselingkuh dengan Bagas."

"Hah?"

"Dan Doni anak Bagas kan? Kamu diam-diam berhubungan lagi dengan dia dan kamu melahirkan keturunannya."

Gue langsung bertanya, "Umi… apakah itu benar? Aku bukan anak abi?"

Umi menghela nafas panjang sebelum lanjut berkata, "Sebenarnya, abimu, Mas Akram… dia mandul. Namun ia tidak pernah mau memeriksakan dirinya ke dokter. Ia selalu marah dan menuduh umilah yang mandul. Desas-desus tak sedap juga mulai berhembus dari keluarga Mas Akram. Kedua orang tuanya mendesak Mas Akram untuk menikah lagi. Dalam kebingungan itu, Bagas muncul lagi dalam kehidupan umi, dan menawarkan sebuah solusi. Karena terdesak dan tak bisa berpikir jernih, akhirnya umi setuju untuk mengandung anaknya. Maka lahirlah kamu, Doni. Namun Bagas sudah lama pergi dari kehidupan umi"

Akhirnya teka-teki yang selama ini bergelayutan di kepala gue mulai terungkap.

Umi menempelkan keningnya ke kening gue. "Maafkan umi yang menyembunyikan kebenaran ini dari dirimu. Kamu pasti kaget."

"Ya…."

"Apakah kamu marah dengan umi?" tanya umi.

Gue menggeleng. "Umi pasti dalam situasi yang serba salah. Sudahlah, itu semua masa lalu. Kita semua berada di masa sekarang."

"Terima kasih Doni sudah mau pengertian," kata umi.

"Aalifah…," panggil nenek.

"Ya, umi?"

"Apakah kamu merestui hubunganku dengan Doni?"

"Jadinya bertiga donk?" tanya umi. Umi menengok ke gue.

"Hanya jika umi mengizinkan….," jawab gue gugup.

Umi mengangkat dagu gue. "Umi sebenarnya cemburu banget. Tapi umi pernah bilang kan, umi akan selalu ngertiin keinginan Doni. Dan ini juga satu-satunya cara agar nenek merestui hubungan kita."

"Hemm… jadi status kita ini apa? Keluarga? Pacar?"

Umi mendekat dan menempelkan tubuhnya ke gue. "Kalau umi, lebih nyaman… kalau dianggap istri oleh seorang Doni…."

Umi menarik tangan nenek. "Tapi umimu istri pertama, nenekmu istri kedua, ya?"

Wajah nenek kurang setuju tapi ia berkata, "Ya sudah nenek mengalah."

"Ka..kalian mau jadi istri Doni?"

"Kami bersumpah! Mulai hari ini, kami resmi menjadi istri-istri dari Doni Sebastian Caknoyo!”

Nenek berbisik di telinga umi. Sesaat mata umi membelalak dan memandang gue.

Umi mendekat dan berbisik di telinga gue, "Apakah benar Doni ingin dihisap bareng umi dan nenek?"

"Aa…mmmm….," gue susah mengiyakan.

"Jawab," paksa umi sambil mencubit pinggang gue.

"Aa…mmmm….Doni tahu ini salah…."

"Shhh….. jangan bilang gitu, kan kami sudah jadi istrimu…" kata umi sambil menempelkan jari telunjuknya ke bibir gue, "Jika itu yang ingin Doni umi dan nenek lakukan…. umi akan lakukan untuk Doni," kata umi dan mengusap pipi gue. Lalu umi menjamah kemaluan gue dan berkata, "Sekarang kerasin dulu batang kamu, nanti umi dan nenek hisap bareng-bareng anu kamu."

"Ahhh….," desah gue.

"Kamu sukanya umi dan nenek bagaimana, telanjang kah?"

Gue mengangguk. "Tapi sisain pakaian dalam dan jilbabnya."

Umi dan nenek tersenyum mendengar permintaan gue. Mereka berdua hendak membuka pakaiannya, namun gue cegah. "Tunggu, Doni ingin lihat kalian saling menelanjangi satu sama lain…"

(Bersambung ah… biar pada kentang…)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd