Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Birahi Papa dan Mama

Status
Please reply by conversation.

Carey74

Semprot Kecil
Daftar
10 Mar 2019
Post
57
Like diterima
1.328
Bimabet


Tokoh-Tokoh


Mirna


Gono


Mbah Minto

Mbak Yanti



CHAPTER 1

PERMULAAN
DIUSIK MBA YANTI

Gara-Gara Mimpi



Permulaan

Aku masih ingat betul kejadian itu, berguling-guling di kasur dan betapa membosankan malam mingguku di rumah saja. Abangku, Jaka (20 Tahun), kumpul-kumpul dengan kawan kuliahnya. Sementara aku masih belum mempunyai kawanan teman yang biasa disebut geng. Papa melarang karena aku masih belum dewasa. Seragam putih biru bikin aku jarang keluar rumah, kecuali untuk sesuatu yang penting. Namaku Bono, usiaku 15 tahun. Tiga bulan lagi aku akan memulai tahap baru, tak lagi duduk di bangku sekolah menengah pertama. Harapanku dan orang tua sama, yakni diterima di sekolah negeri. Alhamdulillah nilai raportku sepanjang kelas 7 SMP cukup baik sehingga kedua orang tuaku percaya kalau aku bisa diterima di sekolah negeri. Maka, aku tak mau mengkhianati kepercayaan mereka. Rajin-rajinlah aku belajar. Akan tetapi, untuk malam minggu ini, aku pilih berhenti dulu. Lagipula perutku sedang keroncongan.

Menuruni anak tangga, mencari sesuatu untuk dimakan di dapur, kudapati Papa sedang mengobrol dengan Mba Yanti (33 Tahun) di ruang tamu. Mba Yanti adalah pembantu di rumahku. Ia Yanti adalah seorang 'Janda' satu anak asal Jawa yang ditinggal suaminya merantau ke Jakarta. Kendati tak ada kabar, Mba Yanti berusaha menyusul. Akan tetapi, alamat yang pernah diberikan suaminya melalui surat hanyalah alamat palsu. Pupuslah impian Mba Yanti bertemu suaminya. Alhasil, melalui seorang kerabatnya yang kebetulan teman Papa, Mba Yanti justru dicarikan kerja. Dari situlah asal Mba Yanti menjadi pembantu di rumahku.

"Belum tidur, Bon?"

"Belum Paa. Laper, mau makan dulu"

"Mba masakkin sesuatu yaa?", Mba Yanti buru-buru bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan melintasiku, lalu ke arah dapur.

"Boleh banget, Mba", aku lantas tak menyusul, menanyakan keberadaan Mama yang tumben tidak bersama Papa malam ini.

"Mama mana?"

"Ada di kamar. Palingan lagi sibuk nonton tv".

Sambil kutengok jam menunjukkan pukul 20:30 WIB, aku berjalan ke arah dapur, memeriksa apakah yang dimasak Mba Yanti mengisi kekosongan perutku.

"Masak apaan Mba?"

"Kornet. Mas Bono lagian ndak makan malam sih tadi. Jadinya, jatah makan malamnya keburu Mamanya kasih ke Mbah."
"Kan Mas tahu sendiri, si Mbah makannya banyak", terang Mba Yanti sembari tersenyum.

"Iya gapapa. Santai aja Mba".

Untuk ukuran Mba Yanti menurutku, bodoh sekali suaminya. Istri secantik ini ditinggalkan seorang anak tanpa diberi nafkah sama sekali. Aku yakin di luar sana banyak laki-laki yang nantinya melamar Mba Yanti sehingga Mba Yanti tak perlu merantau jauh meninggalkan putranya di kampung. Berambut pendek, Mba Yanti memiliki postur tubuh dengan tinggi 167 cm. Ia lebih tinggi dariku. Bentuk tubuhnya yang gemuk. Lebih lagi, ia suka menggunakan t-shirt yang ngepas di rumah, membuat para tukang jualan di sekeliling rumah kerap menyatroni menawarkan barang dagangannya. Padahal, hanya ingin berjumpa dengan Mba Yanti sekaligus mengeluarkan jurus rayu.

"Mba, aku di duduk depan ya"

"Iya? Berarti nanti Mba anter aja ya?"

"Ya Mba", jawabku mengangguk, hendak menjumpai Mama di kamar.

"Baik Mas, nanti kalau udah mateng, mba bawain makan malamnya ke depan".

Kuperhatikan Papa menghilang dari ruang tamu. Aku kira ia keluar rumah malam minggu ini. Entahlah mungkin mencoba cari suasana baru sambil ngobrol-ngobrol dengan warga sekitar. Aku yang kemudian masuk ke kamar Papa dan Mama, menyaksikan televisi menyala. Siaran Sinetron dibiarkan hidup tapi tidak ditonton. Mama ternyata ketiduran. Aku mencoba menggapai remot yang berada di atas kasur, dekat posisi mama yang sedang berbaring membelakangiku. Bukan malahan remot yang berhasil kuraih, ternyata ponsel Mama. Tak sengaja kuperiksa, dan begitu kaget diriku menyadari bahwa Mama sampai ketiduran membaca chat-chat Whatsapp yang penuh bahasa vulgar seakan berusaha melecehkan Mama.

Aku berusaha mencari tahu siapakah pembawa pesan yang tak memiliki nama di kontak mama. Apalagi foto profilnya kosong. Kugeledah riwayat chat tersebut cepat-cepat. Aku putus asa. Tak ada informasi jelas siapa pemilik kontak ini. Aktivitas chat Mama dengan pemilik nomor sudah berlangsung dari seminggu yang lalu. Mama tergolong lambat merespon sehingga isi pesan lebih bersifat mengganggu privasi orang. Pemilik nomor tidak memperkenalkan siapa dirinya. Walau tak mendapat informasi yang berarti, aku catat nomor kontak tersebut.

Tiba-tiba ngeh tersadar dengan keberadaanku. Mama berbalik dan melihat aku.

"Eh Anak Mama, lagi ngapain? Belum tidur?", tanya Mama membetulkan piyamanya yang ternyata terbuka kancing bagian atasnya.

"Belum Ma. Aku lagi nungguin Mba Yanti selesai masak. Kan aku belum makan".

"Kamu makan kenapa telat? Keburu habis deh kan makanannya"

"Gapapa Maa. Oh ya, Mama kan mau tidur. Itu tv jangan lupa dimatiin"

"Eh iya bener...", Mama meraba sekeliling, dan menemukan remot televisi berada di samping bantal kepalanya.

"Yaudah, Ma. Aku keluar lagi ya. Makanannya udah mateng kayaknya tuh".
"Oh iya ini hape mama, tadi aku ambil karena hampir mau jatuh ke lantai".

"Hmmm duh, mama jadi gak enak sama kamu".

Penampilan Mama di kamar sungguh berbeda dengan penampilan dia saat di luar rumah. Wajar saja, mamaku berpenampilan amat sopan dan mengenakan hijab kala berada di luar rumah, bahkan bekerja sekalipun. Mamaku adalah seorang guru di sebuah sekolah menengah atas. Banyak yang mengira ia berusia sama dengan Mba Yanti. Aslinya padahal sudah mendekati umur 40 tahun. Begitulah Mamaku. Ia rutin olahraga senam dekat rumah, tepatnya di dekat lapangan kantor RW. Buah usahanya yang kulihat sekarang. Postur tubuhnya tidak gembrot pun gendut seperti postur kebanyakan ibu-ibu seusianya. Tubuhnya berisi, montok, boleh jadi ini yang menurutku kenapa Papa enggan berselingkuh.

Suatu malam, ketika abangku Jaka menginap di rumah temannya dan Mba Yanti mudik. Aku yang kebelet ke kamar mandi, turun ke bawah. Tak sengaja mataku mendapatkan pemandangan gratis, dua sejoli asyik saling memuaskan birahi. Ya, mereka adalah Papa dan Mamaku. Nafsu membikin mereka tak sadar bahwa pintu kamar lupa ditutup rapat. Beruntung hanya aku yang berada di rumah. Kusaksikan tubuh Mama melonjak-lonjak di atas tubuh Papa. Papaku tak kalah liar. Ia memegangi buah dada mama yang terayun-ayun seakan minta dipegangi. Alhasil, Aku sampai lupa untuk membuang air seniku. Malahan yang kubuang adalah sperma akibat terlampau lama memerhatikan Papa bersebadan dengan Mama.

"Mas Bono, ini udah jadi nih kornetnya!", teriak Mba Yanti.

"Iya Mba!", ketika aku hendak bergegas menghampiri Mba Yanti. Aku seperti merasakan ada orang lain berada di kamar Papa dan Mama. Berdiam sejenak. Kupikir itu hanya perasaanku saja.

"Wah enak nih!!!", tak sabar aku menyantap makan malam bikinan Mba Yanti.

=O=​

"Dari mana Pa?"

"Itu ngobrol sama Pak RT katanya mau ada pembagian ronda malam"

"Hmmm..."

"Kamu sama Jaka ikut yah.."

"Lah kenapa gak Papa aja?", sahutku terheran.

"Ya kalian berdua belajar bermasyarakat juga dong" Papa menutup pintu dan menguncinya.

"Hmm Oke deh. Mulai kapan?"
"Kok pintunya dikunci Pa? Bang Jaka kan belum pulang"

"Nginep dia, pas pamit bilang sama papa katanya ada lagi ada kegiatan kampus"

"Enaknya", gumamku.

"Kapannya, nanti dikasih info melalui selebaran..."
"Mba Yanti mana?"

"Udah di kamarnya mungkin. Kenapa?"

Aku mengiringi jalan Papa menuju kamar. "Iya, tadi katanya Mba Yanti pengen mudik. Kangen sama anaknya di kampung"

"Uhmm..."

"Yaudah kamu tidur gih. Papa juga mau tidur", ujar Papa membuka pintu dan masuk ke kamar. Aku yang baru akan ke atas menuju kamarku, tak lama mendengar, suara Papa yang baru masuk kamar seperti orang terperanjat.

"Maa! Kok kamu tidur telanjang sih!"

Suara Papa bikin aku penasaran. Kondisi hanya saja tak memungkinkan aku masuk tiba-tiba. Yang ada aku nanti dihardik Papa. "Duh apa yang kiranya sedang terjadi ya?". Aku yang gelisah lantas terdiam karena tak ada suara-suara lagi dari dalam kamar papa dan mama yang bisa kudengar.

=O=​

Sugono atau biasa disapa Gono (45 Tahun) baru saja selesai mandi keringat bersama istrinya, Mirna (39 Tahun). Apa yang tak bikin birahin Gono kalau Mirna sudah telanjang bulat. Pastilah sudah buru-buru disosor payudara Mirna yang punya ukuran 34D. Ditunggangi. Persetubuhan pun tak bisa dihindari. Malam minggu, Gono dan Mirna bermesraan saat anak sulungnya berada di luar rumah dan bungsunya tertidur dalam keresahan, bikin iri para tetangga yang kehidupan rumah tangganya terasa sudah memasuki usia senja, sedangkan usia baru akan masuk kepala empat.

Selesai melayani birahi suaminya, Mirna berdiri mengelap keringat yang menempel di tubuh menggunakan handuk yang tergantung di pintu lemari. Tisu yang direnyuk oleh tangannya pun lekas dibuang di tong sampah yang berada di dekat akses pintu keluar. Mirna masih belum mengenakan pakaian. Kemudian Gono yang bertubuh tegap dengan perut sedikit melambung menghampaskan selimut ke pinggir. Penisnya tampak mengacung tegak. Belum bosan menghajar vagina Mirna yang tampaknya juga belum kepayahan menerima gempuran.

"Udah, ah..."

"Hayuk sayang, kamu lihat sendirikan? Burung kesayangan kamu inih masih belum mau tidur", ucap Gono mengepung Mirna.

"Nanti aku lemes besok paginya"
"Bikin sarapannya jadi telat"

"Aku rela gak sarapan, asalkan puas malam ini".

"Dasar Egois!"

Gono memeluk Mirna, tiba-tiba perempuan itu mengajukan syarat.

"Aku mau ngelayanin kamu lagi"
"Ada syaratnya.."

"Apa?", Gono yang dibikin heran lalu dibisikki oleh Mirna.

"Boleh! Siapa takut!"

"Beneran?!"

"Asalkan kamu membolehkan, kenapa enggak sayang...", Jawab Gono memandang wajah Mirna penuh nafsu yang belum tuntas.

To be Continued...
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd