Episode 6 – Ketahuan
POV Deyara
Aku menahan nafas yang sempat memburu. Kak Titien sudah terbaring pasrah, sedangkan kontol Boy yang besar sudah berada tepat didepan memeknya. Kayaknya Boy sengaja membuat ia malu… ia memasukkan palkon tapi kemudian menarik kembali membuat Titien stress…
“Boy… ahhhh…. Ayo…”
“Ayo apa?”
“Masukkin…”
“Masukkin apa sayang?”
“Masukkin kontolmu…” Kak Titien gak mampu lagi menahan diri.
“Oke deh kalo itu yang kamu mau… hahaha!” Boy mulai ambil ancang-ancang.
Sementara Deni sementara menoleh menatap peristiwa yang menegangkan itu. Ia gak sadar bahaya yang mengancam ketika membebaskanku. Aku masih sempat melemaskan ototku yang pegal-pegal karena diborgol. Sekarang waktunya bertindak.
“Bukkkk… Bukkkk… bukkkk…. Bukkkk…” Aku melancarkan tendangan memutar dengan kuat. Benar aja, tubuh kedua cowok itu terjatuh ke lantai.
“Ahhhh… aaahhhhh” Mereka kaget, gak menyangka seranganku.
“Deya…?”
“Tenang kak, tak akan kubiarkan Kak Titien dipermalukan…” Aku berdiri didepannya sementara Kak Titien mulai sadar dan cepat berdiri mengenakan kembali pakaiannya.
“Eh, Deya… apa yang kau buat?” Deni bertanya.
“Bukkk!” Sebuah sapuan membuat cowok itu kembali terjatuh, sementara aku siap-siap.
Ku biarkan Boy dan Deni berdiri dan bersiap melawanku, dan selama sepuluh menit kemudian aku melancarkan jurus-jurus beladiri terdashyat yang pernah mengharumkan namaku di pentas tertinggi tae-kwon-do Sulawesi utara. Mana bisa Boy dan Deni menahan seranganku… dengan segera wajah keduanya mulai bengkak dan biru dihajar kaki ku.
Keduanya kini sudah gak bisa melawan, jatuh terkapar. Tapi aku gak mau berhenti, aku terus menendang… dada, perut, dan kepala mereka penuh luka dalam yang kebiru-biruan. Aku mengingat apa yang mereka lakukan kepada Kak Doni dan terus menyerang tanpa ampun.
Tulang rusuk mereka remuk… Kaki dan tangan mereka patah dibeberapa tempat. Sementara kemaluan mereka mendapat siksaan yang paling parah… mungkin sekali pecah bijinya…
“Deya… udah!” Kak Titien menahanku. Ia mungkin takut aku membunuh mereka.
“Tenang kak, apa yang mereka buat pada Kak Doni lebih parah lagi…” Namun aku berhenti juga melihat Kak Titien gak mampu lagi melihat penderitaan mereka. Dan tendangan terakhir di pelipis mereka mengantarkan mereka pingsan.
Berbekal kunci dari Deni aku membuka borgol Kak Titien. Aku bergegas memakai kembali pakaianku dan membuka pintu serta keluar. Kak Titien sempat mengambil sesuatu benda di sudut kamar dan bergegas menyusulku.
“Ayo kak, kita harus keluar dari sini!”
‘Iya… ayo!”
Kami mengunci pintu dari luar supaya gak ada yang tahu apa yang terjadi. Dan dengan mengendap-endap kami mencari jalan keluar.
“Aku gak nyangka kalo kita bisa bebas…” Aku menarik nafas lega waktu keluar dari gedung studio.
“Eh, jangan dulu senang… kita masih harus melewati gedung itu.” Kak Titien menunjuk kedepan, gedung tinggi yang lantai bawahnya menjadi nightclub Red Dragon.
Kami dengan cepat menuju tempat itu, tapi apes, gedung tersebut terkunci dan tidak mungkin kami bisa melewatinya. Aku bingung bagaimana bisa menerobos pintu besi yang kuat itu, tapi Kak Titien tidak kehilangan akal. Ia mengeluarkan sebuah hape… dan menelpon seseorang.
“Kak? Itu hape siapa?”
“Milik Boy, tadi sempat aku ambil!” Wah Kak Titien pintar sekali. Sempat-sempatnya…
“Hebat, Kak Titien ternyata masih bisa berpikir yah walau udah nafsu banget, hahaha…” Aku mengejeknya kembali, dan Kak Titien hanya bisa tersipu sambil mencubitku kuat-kuat.
“Ehhh, kok ngomong gitu, hih!” Kak Titien malu sekali
“Kak Titien gak nyesal kan aku selamatkan, harusnya aku tunggu satu atau dua celup dulu, buat cowok itu penasaran…”
“Ihhh… anak ini tambah nakal aja!” Kak Titien terus mencubitku sementara aku terus tertawa-tawa.
Dengan segera ia mengambil hp dan memasukkan beberapa digit nomor. Sayang sekali tidak diangkat… apa yang harus dilakukan? Kak Titien telpon terus, kali ini kirim sms, jangan-jangan tidak diangkat karena nomor tidak dikenal.
Sementara menunggu kami bersembunyi di balik tempat sampah dekat pintu belakang gedung tersebut. Mudah-mudahan ia cepat buka hape…
-----
“Kak, yakin kalo Janus itu orang yang dapat dipercaya?” Aku bertanya lagi.
“Tentu, Deya… gak salah lagi, dia itu Edo, teman ku dari SMA. Dia teman baik Nando, pacarku… eh, sempat pacaran denganku walau singkat.” Wajah Kak Titien langsung merah ketika bicara tentang Edo. Pasti ada apa-apanya…
“Orangnya seperti apa sih, Kak?”
“Edo? Orangnya suka pamer, besar kepala, suka mesum….” Kak Titien kelihatan tersenyum sendiri.
“Hehehe, pasti Kak Titien sudah ngapain dengan Edo, kan!” Aku menertawakan sikapnya yang lagi mengingat masa lalu.
“Hush… gak lah, hehehe!” Kak Titien tertawa malu-malu.
“Apa dia yang hampir threesome dengan Shaun? Itu yang kakak ceritakan lalu?” Aku penasaran.
Kak Titien hanya mengangguk sambil tersenyum malu-malu.
“Kontolnya besar, kak?” Aku tanya langsung aja.
“Lumayan sih, keras banget, juga besar helmnya…. Eh, kok aku ngomong ke kamu sih?” Kak Titien baru sadar waktu aku tertawa keras-keras. Kak Titien lucu sekali.
“Astaga kak, udah berapa kontol yang Kakak kenal? Aku curiga lho, ternyata waktu gadis Kak Titien nakal sekali…”
“Ehhh… mengejek yah, mau dicubit lagi?”
Tak lama kemudian muncul seorang pria membuka pintu untuk kami.
“Janus!”
“Kalian berdua cepat masuk… mereka sudah mencari kalian.” Cowok wajah tirus itu membuka pintu cepat dan menutupnya kembali tanpa suara.
“Bantu kami lolos, Janus… diluar kan sudah gelap…” Kataku.
“Gak bisa… kalian kesini dulu, bahaya…” Janus menuntuk kami lewat lorong kecil dan menunjukkan tangga darurat.
“Kita ngak langsung ke luar jalan?”
“Berbahaya sekali, gerbang sudah terkunci, lagian orang-orang Dinah sudah berjaga di pintu keluar. Kita sembunyi dulu, naik ke apartement ku dulu. Kita gak boleh naik lift nanti ketahuan.” Jelas Janus.
“Kita serang saja siapa yang jaga pintu.” Aku siap berkelahi lagi.
“Jangan, mereka sudah siap, kita pasti dikeroyok. Bahaya sekali…” Janus menerangkan dengan putus-putus.
“Terus kita kemana?”
“Untuk sementara kalian bersembunyi dulu, nanti aku cari ide.” Janus membawa kami naik keatas, menuju ke salah satu kamar di apartement ini.
Setelah berkali-kali naik tangga, Janus membuka pintu dan menuntun kami ke sebuah kamar yang rapi. Mungkin sekali ini kamar cewek. Aku gak tahu kalo ini ide yang baik, tapi untuk kali ini aku percaya saja kepada cowok itu. Setelah masuk, Janus menawarkan minuman panas, tapi Kak Titien langsung pergi ke tempat tidur. Aku menemani cowok itu ngopi dulu, sambil bercakap-cakap.
Tak lama kemudian terdengar Kak Titien mendesah pelan di tempat tidur, pasti nafsunya muncul lagi. Untuk gak terlalu kedengaran. Ah… bahaya ini.
Aku langsung menarik Janus menjauh dan mengajaknya bercakap-cakap. Aku menceritakan apa yang terjadi, tentang bagaimana kami melarikan diri dari Boy dan Deni yang mencoba memperkosaku. Tentu saja aku gak ngomong soal Kak Titien yang sudah sangat terangsang.
“Astaga, Boy masih aja penasaran dengan Titien. Kayaknya mau memperkosa Titien lagi, benar-benar gak mau berubah!”
“Eh, jadi kamu tahu apa yang terjadi di masa lalu?”
“Aku sudah bilang kan kalo aku punya masa lalu dengan Titien! Dan aku yang paling bersalah karena aku yang perkenalkan Boy kepada mereka” Jelas Janus.
“Kak Titien pernah cerita tentang seorang cowok yang pernah dekat dengannya, namanya Edo. Sayang sekali ia gak pernah muncul lagi, padahal menurut Kak Titien mereka pernah dekat… sangat dekat.” Aku memancingnya.
“Eh, dia cerita apa emangnya?”
“Dia bilang kalo Edo itu mantannya yang sangat berkesan walau hanya jadian gak lama.” Aku memancing Edo.
“Oh yah, tumben dia masih ingat!”
“Ia juga bilang kalo dekat-dekat cowok itu bikin dia stress karena mesum, bikini a nafsu terus… hahaha…” Aku tertawa, pancinganku berhasil, Janus terlihat mengingat kembali masa lalunya.
“Hahaha… dasar Titien.” Janus mencoba menutupi malunya.
“Kak Titien sempat cerita kalo ia masih penasaran, katanya ia hampir aja em-el sama Edo dan Shaun. Sekarang ia sudah pernah em..el.. dengan Shaun, tinggal Edo aja yang belum.” Tatapan Janus makin berbinar-binar.
“Titien bilang begitu?” Ia sudah penasaran.
“Katanya ia sering melamunkannya, lucu yah… masak ia jadi horni waktu ingat mantan-nya!”
Benar aja, sejak aku ngomong, tatapan Janus menjadi nanar… berkali-kali ia mengintip kearah tempat tidur yang dipakai Kak Titien. Dasar cowok…
“Dia benar bilang gitu?”
“Gak sih… hahaha….” Aku membuat ia penasaran.
“Ihhh… nakal.”
“Kak Titien pernah ngomong kalo kontol Edo itu keras seperti kayu, terus besar helmnya… mungkin kali ia masih penasaran sama cowok mesum itu.” Kali ini aku terang-terangan membuat ia sange.
Janus langsung aja berdiri… jelas sekali ia penasaran dengan kata-kataku. Tanpa sadar ia memalingkan muka dan menatap Kak Titien yang sedang menggeliat di tempat tidur melawan pengaruh perangsangnya. Ia terus menatap… kali ini terpaku melihat Kak Titien menggeliat.
‘Maaf kak… tapi ini jauh lebih baik dari pada dengan Boy yang kasar tadi!’ Entah kenapa, aku merasa percaya pada cowok itu. Wajah Janus langsung berubah, suatu gairah terpendam membayang di matanya.
----
POV Titien
‘Astaga belum habis juga!’
Gairah yang tadi sempat disalurkan lewat olahraga waktu naik tangga darurat tadi kini muncul kembali, bukan cuma itu, ini malah lebih menggila lagi. Aku coba memusatkan pikiran pada hal-hal yang lain sambil tiduran, tapi gak ada hasil. Untung aja Deyara ngerti dan membawa Edo menjauh…
Tadi waktu naik tangga aku sempat mencium bau keringat dari tubuh Edo, dan kembali teringat masa-masa dulu waktu kuliah. Edo, sahabat baik pacarku Nando… termasuk cowok yang pertama kali melihatku telanjang bulat…
Aku ingat kejadian di kamar Nando ketika aku telanjang bulat lari dari kamar mandi karena keusilan Naya. Dan ketika aku masuk kamar Nando cari handuk, aku kaget ada Edo di sana… ia sampe terpukau melihat tubuh telanjangku… aku tahu ia sempat menatapku nanar waktu Nando mencium dan mengrepe-grepe tubuhku. Edo kecipratan mujur…
Aku ingat pula waktu aku dijebak di tempat kos, terikat di tempat tidur hanya mengenakan CD. Tiba-tiba Edo masuk dan mengunci pintu… dan setelah mengeranyangi tubuhku, aku bisa lolos setelah mengocok kontolnya lalu ‘menipu-nya’. Hampir aja aku nyerah waktu itu dan kehilangan keperawananku.
Belum lagi peristiwa besoknya, baru saja jadian, ia mengrepe-grepe toketku didepan teman-temannya. Memang sih aku yang menantangnya waktu itu, semua itu rekayasa, tapi kan… Ihhhhh….
Apa kontolnya masih keras seperti kayu? Terakhir waktu kita ‘terjebak’ di kamar mandi, aku sempat mengocok batangnya. Astaga… ternyata banyak juga kejadian aku melecehkan cowok ganteng cupu itu. Hahaha…
Eh, kok? Kenapa tiba-tiba aku memikirkan tentang Edo? Apa karena aku udah nafsu banget?
“Kyaaaa….!” Aku terkejut mendapati kalo cowok itu sudah berdiri disampingku. Ia pasti mendengar desahanku…
“Eh, Edo… ngapain?” astaga, ia mau apa? Edo membuka pakaiannya. Aku jadi deg-degan. Edo sudah telanjang bulat. Kontol dengan helm besar itu udah tegak menjulang…
“Ehhhh… hmmmmm…. Smoooohhhh…. aduhhhh… tunggu … smmmooohhh… ada Deya… smoooohhhhh” Edo langsung menciumku dengan ganas. Ia pasti udah terpancing… aku hanya bisa pasrah waktu ia menelanjangiku.
“Udah sayang, nikmati aja…” Aku hanya bisa pasrah waktu diserang.
“Ahhhh…” Kembali aku meleguh… ini yang ku tunggu-tunggu.
“Hmmm… udah mau yah?” Edo tersenyum waktu aku memegang kontolnya yang telah membuat ku penasaran selama ini. Ia bekerja dengan cepat dan efisien, langsung menarik turun seluruh pakaianku.
“Ehhh… kok!!!” Aku kaget waktu Edo menarik kepalanya. Ternyata ia mau melihatku telanjang. Aku jadi malu karena gayaku waktu itu udah pasrah bahkan cenderung liar…
“Cantik sekali, kamu memang primadona dari dulu, Titien sayang!”
“Ahhhh….” Edo kembali mencium ku.. dan dengan tergesa-gesa ciumannya turun ke leher dan toketku dengan putting yang sudah mengeras.
“Wow… masih aja kencang seperti dulu!” Edo terus memuji tubuhku.
Walaupun tergesa-gesa, Edo tetap meluangkan waktu untuk mencium dan menjilati perutku. Ciumannya geli sekali. Akhirnya semuanya turun dan berpusat di liang nikmatku dengan bulu-bulu tipis.
“Udah basah yah?” Edo membelainya, aku langsung naik ke awan-awan. Tubuhku tergetar menahan nafsu.
“Udah, Edo cepat… masukkan…” Aku gak tahan lagi, langsung menarik tangannya.
Dengan segera Edo mengambil posisi berdiri di samping tempat tidur, sambil mengangkangkan kakiku lebar-lebar. Kali ini kontolnya sudah berada di pintu masuk liang nikmatku. Kontolnya mulai terasa menggesek-gesek memek tembem milikku.
“Ahhhh…..” Aku merasakan penetrasinya… ini yang ku dambakan dari tadi, akhirnya aku merasa seperti dahagaku mulai terisi.
“Titien… aku cinta kamu…” Edo menatapku dalam-dalam… sedalam kontolnya yang sudah masuk seutuhnya.
“Edo… ahhhhh…” Aku tak mampu berkata-kata, hanya bisa mendesah dan menikmati pompaannya. Walapun tusukannya cenderung monoton tapi tenaganya mantap, dari tadi udah main RPM tinggi terus.
“Nikmat banget, ini yang selama ini kuidamkan…”
“Iya… terus… ooohhhhh” Aku merintih nikmat. Genjetan Edo makin terasa, kontolnya bergerak keluar masuk dengan lancar…
Berkali-kali
“Ihhh… punyamu keras sekali!” Aku memuji orderdilnya. Mungkin itu yang menyebabkan persetubuhan ini terasa nikmat tanpa harus memainkan tempo, atau gaya ataupun kedalaman tusukan
“Plok… plok… plok…” Edo makin bersemangat, sementara aku merasa sudah sangat dekat. Palkon Edo yang memiliki diameter diatas rata-rata itu sangat sesak mengesek dinding vagina… ternyata tiap-tiap kontol memiliki keenakan yang berbeda-beda. Akupun hanyut dalam kenikmatan… desahanku kini makin kuat… gak bisa ditahan lagi.
“Ahhh….ahhhh…” Edo juga mulai mengerang, nampaknya ia juga mau nyampe. Aku melihat kerutan diwajahnya serta tatapan mengeras. Edo menahan nafas sambil memompa dengan cepat… sementara itu aku tidak mampu menahan diri, tubuhku gemetar merinding merasakan kenikmatan yang begitu nyata, menyapu bagai badai.
“Aaaarrhhhhhhhh…. Ahhhhhhhhhhhh” Aku menjerit sambil merasakan cairan vaginaku membasahi liang nikmat. Aku nyampe… tubuhku berkedut kelojotan…
“Ahhhhhhhhhhh….” Ternyata orgasmeku juga dibarengi Edo… ia cepat-cepat menarik kontolnya dan membuang cairan kental putih sebanyak 6 kali semprotan ke perut dan dadaku. Sementara itu ia terus menatapku dalam-dalam, seakan menikmati kepasrahanku.
Kami masih menatap, sebelum berbaring untuk memulikan nafas dan tenaga. Edo memelukku erat, sementara aku hanya bisa diam menyadari kalo aku lemah… gak bisa melawan godaan seksual seindah ini.
“Titien… gak nyangka akhirnya apa yang aku mimpi selama ini tercapai juga…” Edo berbisik jelas di telinga kiriku.
“Iya… tapi cukup hari ini yah, kamu tahu kan kalo ini salah…!” Aku gak tahu mau bilang apa, karena jelas aku juga sangat menikmatinya. Tapi aku gak mau ia mencapku istri yang suka selingkuh.
Edo diam aja sambil terus memelukku erat.
“Kak, udah puas kan? Ato masih mau lanjut lagi?” Terdengar suara seorang gadis disampingku.
“Deyara!” Aku bagai melihat setan di siang bolong, kenapa aku baru sadar kalo gadis ini masih ada bersamaku.
“Enak gak kontolnya? Kakak bilang sih keras seperti kayu, gimana terbukti kan?” Deyara tertawa mengejekku.
“Ehhhh…. Ihhh, kok ngomong gitu.” Aku jadi malu sekali. Pasti wajahku udah merah kayak kepiting rebus.
“Hehehe… Kak, kalo mau lanjut, boleh sih… tapi jangan lama-lama yah Kak. Nanti Kak Janus-nya ketagihan, lho.” Deya mengejekku sambil berlari menjauh…
“Tok… tok… tok…” Tiba-tiba pintu diketuk, kami langsung tegang. Apalagi aku dan Edo yang dalam keadaan telanjang, bingung mau apa. Untung saja Deya dengan cepat pergi mengintip keluar.
Aku masih diam, tubuhku masih belum pulih dan gak bisa bereaksi apa-apa. Aku hanya bisa pasrah… ah nikmatnya kalo pasrah terus.
“Deya…!” Kami terkejut ketika Deya membuka pintu.
“Tenang kak, itu Kevin. Nanti aku tanya apa maunya… Kakak lanjutkan aja ronde berikutnya… hehehe…” Deyara langsung menyelinap keluar. Ia kembali menutup pintu dan menguncinya.
Aku masih terpana, gak tahu bilang apa. Edo juga hanya diam aja…
Edo menatapku tapi aku menutup wajahku. Rasanya aku ditelanjangi di depan umum, perselingkuhan Ryno dengan Deya telah ku balas dua kali lipat, dengan Shaun dan kini dengan Edo. Padahal itu bukan kesalahan Ryno… dan kedua perselingkuhanku dilaksanakan tepat didepan gadis ini…
Kontol Edo adalah kontol ketiga yang pernah masuk… dan aku gak mau munafik kalo bilang aku tidak menikmatinya. Kontol Shaun yang berurat dan garang, serta kontol Edo yang keras seperti kayu, dengan helm yang besar memiliki keunikan masing-masing.
‘Apa Ryno masih mau menerima aku kembali? Apa segalanya masih seperti dulu lagi?’
Aku masih merenung dan menengadah ke langit-langit, sementara merasa geli yang membuat merinding menyerang memekku.
‘Eh, apa ini?’ Rasanya basah… hangat, tapi begitu indah dan membuai… dan ketika aku melihat kebawah, ternyata Edo sedang mengoral memekku dengan lembut.
“Eh, Edo… aduhhh ngapain?” Lidah cowok itu menjilat, menghisap, menyeruput dan memilin klitorisku… aku gak sadar sampai aku gak bisa melawan lagi. Tangan Edo telah mengancing kuat tubuhku, sedangkan kepalanya masuk diantara paha, serta membuka lebar kakiku.
“Udah, sayang… kamu nikmati aja!” Edo tertawa melihat aku terkejut.
“Aduh… eh.. jangan…!” Aku coba mencegah dengan mengangkat kepala Edo, tapi aku gak kuat… mana posisi kakiku udah terbuka lebar gini. Tangan Edo langsung memegang tanganku, sementara lidahnya terus menjilat nakal. Aku menggeliat geli…
“Gimana sayang? enakkan?” Edo tersenyum…
“Aduhhh…. Udah dong, jangan gitu Edo!” Aku menatapnya penuh permohonan, tapi Edo hanya tertawa.
“Hehehe… tauh gak, ini salah satu impianku sejak kuliah dulu!”
Kembali tatapan mataku dan mata Edo bertemu, dan ia tersenyum… kembali aku dipermainkan oleh gairah yang tidak biasanya. Aku hanya bisa menutup mata pelan-pelan membiarkan cowok itu mempermainkan bagian-bagian vital tubuhku. Kembali ku rasakan gairah yang begitu besar, mendesak kuat… tubuhku bergetar…
“Ahhhh… Edo, terus…” Aku udah pasrah.
Edo makin kuat menjilat dan menyeruput, kali ini lidahnya masuk ke belahan nikmatku. Ihhhh… geli banget.
Ternyata dalam mengoral cewek, Edo punya skill yang tinggi. Beda jauh dengan penetrasi, kali ini dengan lihainya cowok itu mengatur tempo dan intensitas kulumannya. Dengan pasrah aku berulang kali membuka lebar kakiku dan mengangkat pinggul untuk mengejar lidahnya… ihhh, bikin ia tambah besar kepala. Hehehe…
“Edo, udah dong… jangan permainkan aku lagi. Aku udah dekat sekali…” Akhirnya aku menarik rambutnya dan memaksa kepalanya terbekap dalam-dalam. Malah kakiku langsung merangkul tubuhnya hingga gak bisa lepas lagi. Edo hanya tertawa melihat sikapku…
Akhirnya kuluman yang sangat intens itu muncul lagi… kali ini benar-benar membawa kepuasan dahaga yang dari tadi diombang-ambingkan.
“Ahhhhaaaaahhhhh…” Aku merintih… mengerang… ini enak sekali.
Tubuhku gak bisa tahan lagi, pinggulku mulai kelojotan sedangkan perut dan data tergetar nikmat. Aku mengangkat tubuhku hingga melengkung, dan dengan teriakan yang kuat aku menyambut orgasme keduaku… Edo iseng menusuk memekku dengan dua jari.
“Seeerrrr… seerr…” Aku gak bisa bicara… hanya bisa mengeluk dengan kuatnya. Tiba-tiba aja ada cairan bening keluar dari vagina dengan deras, persis kayak lagi kencing. Aku squirt…
Edo sampe kaget melihatnya, tapi ia terus aja mengobel memekku dengan dua jarinya. Aku mencapai di puncak kenikmatan.
“Aaahhhhrrrgggg… ahhh! udah…aduh.” Setelah berteriak keras, tubuhku kembali terhujam ke tempat tidur… melepaskan semua gairah lepas… bebas… aku memejamkan mata.
Untuk beberapa menit kedepan aku hanya bisa menarik nafas panjang seakan ingin memulihkan tenaga dan merenggangkan semua otot yang tadi sempat tertarik kuat.
“Gimana sayang, enak kan?” Edo tersenyum.
Aku hanya bisa diam… sambil menarik nafas panjang.
‘Anak ini harus diberikan pelajaran, kalo tidak nanti akan tambah besar kepala. Bahaya kalo mulutnya bocor ke mana-mana bilang kalo udah berhasil menaklukkanku di ranjang sampai squirt seperti ini!’
-----
Skip… skip
“Astaga… Titien… stop, aduh… pelan… nanti aku cepat keluar!” Edo langsung protes, padahal barusan lima menit ia merasakan pijatan dinding memek ala Titien. Hehehe… rasain.
Edo masih mengap-mengap, persis kayak ikan mas cari udara.
Tadi setelah aku pulih, aku balas menyerang Edo yang tertawa-tawa melihat aku membalas dendam perbuatannya mengoralku. Kali ini aku gak tanggung-tanggung, setelah mengoral kontolnya sampai keras sekali, aku langsung naik diatasnya. Gaya WOT membuat aku mampu menggoyang tubuh bagian bawahku, terutama pinggul dan pantatku. Dan seperti yang kuperkirakan, goyanganku benar-benar membuat cowok itu keteteran.
Benar aja, kontolnya udah berdenyut-denyut tanda udah dekat, padahal baru lima menit. Hehehe… rasain!
“Ahhhh… jangan dong. Tunggu, eh… Titien… ahhhhh…” Aku hanya tersenyum.
“Gila memek ini… ahhhh enaknya… fuck! aduh, sudah.. cukup… ampun…” Mulut Edo terus mencercau dengan kata-kata pujian. Malah ia sempat memaki…
Tapi walaupun Edo coba menyerang, ia sudah terlanjur terlena dalam putaran nikmat pinggulku… dan ia hanya mampu bertahan selama enam menit dan membuang pejuh di didalam memekku… uh… untung aku pake spiral.
“Ahhhhh…..” Terdengar desahan Edo ketika kontolnya mengedan dan menyemprot. Aku menikmatinya… geli juga disembur di dalam oleh kontol kayak ini. Aku mengangkat tubuhku serta berbalik memandan ke bawah. Kontol Edo terlepas dari memekku… sisa pejuh yang agak kental masih ada di memekku, tapi aku gak perduli.
Aku gak mau tanggung-tanggung, tanganku langsung mengocok cepat kontol yang sudah muncrat itu. Edo mengedan lagi, terasa diperas keluar semua cairan yang tersisa… sampai ampas-ampasnya.
“Aduh… udah Tien… ampun! Nyerah aku…” Edo mulai teriak. Ia udah melewati batas kenikmatan.
“Hahaha…” Aku tertawa menikmati kemenanganku, mampu membuat kontol yang keras tadi jadi loyo dan mengecil.
‘Maaf Edo, aku sengaja buat begini supaya mulutmu gak bocor kemana-mana.’ Aku masih menatap cowok itu sampai ia tertidur pulas, sebelum aku pun mulai menutup mata dan pergi ke alam tidur.
-----
POV Author
“Dick? What are you doing here!” Megan terkejut melihat partnernya mengetuk pintu malam-malam.
“Megan, I got the evidence we need. Sari has recorded the crime in this chip!”
“Oh, oke… I will contact them ASAP to get us out of here.”
Dick langsung menyelinap keluar dari kamar itu, sambil memastikan kalo gak ada orang mengikutinya. Megan memperhatikan dari jauh…
Tak lama kemudian, Megan memasukan memori card mini itu ke dalam HP. Ia ingin melihatnya terlebih dahulu… di sini gak terlalu aman. Ia pergi keluar ke lantai atas…
Benar aja, setelah menonton video berdurasi empat menit itu, ia menyimpulkan kalo bukti ini sudah cukup, ada penyiksaan, pembunuhan dan pemerkosaan. Belum lagi penipuan dan pencucian uang... Logan akan masuk penjara untuk waktu yang lama.
Aku harus kontak Brenda sekarang…
Namun kali ini Megan membuat kesalahan. Mungkin karena excited dengan barang bukti, ia tidak mengetahui kalo ia sedang diintip. Megan baru menyadari kalo ada orang dibelakangnya, tapi sayang sudah terlambat. Suatu pukulan kuat membuat ia jatuh dan pingsan… dan tanpa bisa dicegah, hape yang berisi chip itu kembali dirampas.
Tak lama kemudian, tubuh gadis itu diikat dan dibawah ke dalam suatu ruangan.
---
“Dinah, kita memiliki masalah yang lebih besar!” Seorang cowok datang mendekat.
“Eh, ada apa?”
“Ini, lihat aja sendiri!” Ia memainkan sebuah video singkat lewat hape, sementara Dinah menonton dengan cemas. Apa yang ia takutkan terjadi… semuanya terekam dalam video amateur itu.
“Astaga, siapa yang merekamnya?” Dinah marah sekali. Hal ini sangat berbahaya, dengan bukti sejelas ini, bukan hanya dia dan orang-orangnya jelas bersalah. Bahkan Mr. Logan pun ikut terseret.
Dinah kembali membentak, kali ini sambil memukul meja didepannya.
“Kamu dengar kataku kan? Siapa yang merekamnya?” Ia marah sekali.
“Kami gak tahu, tapi aku menemukannya di tangan Megan.”
“Megan? Tapi ia belum di sini waktu pembunuhan itu terjadi…” Dinah semakin bingung.
“Kami pikir ada orang lain yang memberikannya kepada Megan, mungkin sekali untuk menyeludupkannya keluar. Ia mungkin berpikir kalo Megan tidak dicurigai, hingga bebas sekali-kali keluar dari tempat ini.” Orang itu terus memberikan opininya. Dinah hanya mengangguk.
“Kalo gitu cepat panggil semua pembatuku, Bren, Robert, Janus, Kevin, serta Susan. Aku akan langsung telpon Mr Logan untuk datang, suruh temui aku 30 menit dari sekarang di ruangan rapat. Kita harus mengambil tindakan, namun tetap berhati-hati. Mulai sekarang perketat pintu depan, jangan sekali-kali biarkan siapapun keluar ataupun masuk tanpa seijinku…” Dinah memberi perintah dengan cepat, jelas sekali ia memiliki jiwa pemimpin.
“Kamu mau bangunkan mereka malam-malam?” Cowok itu kembali bertanya.
“Iya… bilang penting sekali. Masalah Titien dan Deya belum selesai, udah muncul masalah baru. Aku masih penasaran kedua cewek itu bisa lolos… kayaknya ada orang dalam yang berkhianat.
-----
“Dinah, semua sudah ada di ruang meeting, kecuali Janus. Dia tidak membalas hape…”
“Kalo begitu pergi cari di kamarnya.” Semua orang disini udah tahu, kemauan Dinah harus diikuti.
“Aku curiga sama cowok itu, ia menghilang sejak tadi waktu kita semua mencari Titien dan Deya…”
“Apa? Ia menghilang sejak tadi? Kenapa baru bilang…”
“Aku pikir… kan gak mungkin…”
“Udah… gak usah pake berpikir. Cepat cari di kamarnya, dan bawa ke ruang meeting. Awasi tingkah lakunya…” Dinah cepat memberi perintah.
“Beres boss.”
Dengan segera orang yang disuruh langsung naik ke lantai 13, tempat dimana apartement Janus. Perlahan ia mengendap, mencari dengar kalo-kalo ada gerakan yang mencurigakan. Tapi sejauh ini semuanya tenang.
Ia melangkah perlahan menuju tangga, dan siap-siap membuka pintu perlahan-lahan. Terkunci… yah, apes.
“Eh, kenapa kamu?”
“Janus!”
“Kenapa kamu mau buka pintu kamarku?”
“Eh, ini… mau bilang kalo kamu ditunggu Dinah di ruang meeting, semua sudah ada.”
“Oke kalo begitu, kamu duluan…” Janus memaksa orang itu berjalan duluan sedangkan ia menyusul dari belakang. Untung saja ia keluar sebentar untuk menbantu mencari Deya.
-----
Setelah meeting, terlihat Janus mendekat kearah Kevin hendak bicara. Tapi justru Kevin menjauh. Janus mengejarnya, tapi Kevin cepat-cepat pergi. Mereka berdua main kejar-kejaran.
Dan tepat ketika Janus hendak berlari mengejar, sebuah sms masuk ke hapenya. Ia kaget karena Kevin yang mengirim sms.
“Janus, jangan kejar aku… kita gak boleh ketemu, kamu sedang diikuti orang-orang Dinah. Hati-hati…”
Janus berdiri terpaku, astaga. Apa maksudnya?
Spontan aja ia berbalik ke belakang mencari kalo ada orang yang mengikutinya. Tampak dua sosok bayang orang masuk bersembunyi.
Bahaya ini, berarti Titien gak aman lagi di kamarnya. Mana Deya lagi belum ditemukan…
-----
POV Melania
“Kak Cherry, sekarang ngaku aja, punya hubungan apa dengan Rivo?” Aku bertanya ketika kami berdua sudah di tempat tidur. Tadi Cherry meminta aku tidur dengannya malam ini, kebetulan aku gak perlu pulang malam. Apalagi rumahku jauh di Tondano.
“Hush… anak kecil mau tahu aja…” Cherry tertawa.
“Dengar baik-baik kak, kalo Kak Cherry gak mau bilang, aku akan ngomong ke Deyara. Aku ditugaskan Yara untuk mengawasi Rivaldo…” Aku mencoba menggertak. Hehehe… kelihatan kalo Cherry jadi stress.
Tanpa Kak Cherry sadari tanganku yang satu sedang memegang hape dan mengaktifkan salah satu fiturnya. Masak Keia boleh, hehehe…
“Hush, jangan… tolong jangan bilang apa-apa ke Deya, ia gak perlu tahu!”
“Gak perlu tahu apa?” Aku mendesak terus.
“Aldo dan aku… kami… eh udah salah… eh maksudnya, jatuh karena nafsu. Uuughhhh, kamu ngerti kan?” Cherry menutup mukanya karena malu.
“Maksudnya, jatuh gimana kak?” Aku terus bertanya, pura-pura bloon walaupun udah tahu apa maksudnya.
“Itulah Nia, kamu tahu kan apa yang terjadi bila cowok dan cewek tidur bersama.” Kak Cherry masih menutup muka. Lucu juga melihat Kak Cherry malu seperti ini.
“Iya… kalo tidur bersama jadi panas kan?” Aku pura-pura bego, Kak Cherry tertawa kecil.
“Terus? Cuma tidur doang kan?” Aku tanya lagi.
“Yah, gitulah… aku juga gak tahu awalnya gimana. Tahu-tahu kami udah telanjang…” Cherry makin malu.
“Terus?”
“Ehhh… itu, kami terbawa nafsu dan begitu sadar kami udah terlanjur…” Cherry bingung mau jelaskan gimana, aku
“Udah terlanjur apa, Kak? Maksudnya?” Aku mau ia menjelaskan secara rinci.
“Aku ngentot dengan Aldo… puas!” Cherry ngomong dengan kuat. Hampir saja pecah gendang telinga ku.
“Oohhhhh… kirain apa, kalo itu sih aku sudah tebak! Kan jelas kan udah telanjang bulat masuk kamar cowok” Kali ini aku yang tertawa…
“Ihhh, kamu sih pake tanya-tanya. Dasar usil… kayak Deya aja…” Cherry mencubitku, sementara aku terus tertawa.
Terus, Keia tadi lihat apa, Kak?”
“Hehehe… tadi pagi waktu dia video call dengan Aldo, ia sempat melihat aku telanjang di tempat tidur Aldo.”
“Astaga… hahaha…” Aku tertawa lagi kuat-kuat, sementara Cherry menutup mulutku. Ia malu kalo Aldo yang tidur di kamar sebelah mendengarnya.
Cherry menatapku dalam-dalam… sementara itu aku menghentikan rekaman serta menyimpannya di i-cloud. Ia penasaran dengan apa yang ku lakukan, sedangkan aku hanya menatapnya sekilas sambil tertawa-tawa.
“Eh, aku curiga nih… apa itu?” Cherry penasaran.
“Sesuatu yang bisa memaksa Kak Cherry telanjang bulat sepanjang malam ini…” Aku membuatnya penasaran sambil tertawa-tawa.
“Ehhh, apa itu?”
“Ini kak!” Aku memainkan sebagian rekaman tersebut. Cherry jadi makin pucat.
“Astaga… kamu rekam?”
“Hahaha… dengar baik-baik kak, aku keluar sebentar. Waktu aku balik kesini Kak Cherry sudah harus telanjang bulat.. kalo gak, rekaman ini akan membuat Kak Doni dan Kak Titien terkejut. Jelas…” Aku mengancam sambil tertawa-tawa.
“Ihhh… maunya, kamu itu satu dua dengan Keia… maunya aku telanjang terus dari pagi.” Cherry mengomel lagi, tapi kali ini ia tahu ia tidak ada pilihan lain.
Aku segera keluar dari kamar dengan wajah membayangkan kemenangan. Kali ini tinggal menjebak Rivaldo… hehehe…
-----
Benar sekali apa yang ku pikir, Rivo sementara masturbasi di kamar. Kebetulan aku melihatnya karena pintu tidak tertutup rapat.
Aku merasa deg-degan. Baru sekarang aku ngintip orang tidur, mana yang diintip cowok tampan lagi. Aku memalingkan muka, gak mau melihat kontol yang udah tegang itu. Lagi-lagi mataku terfokus ke benda itu. Ihhhh Nia.. koq aku jadi gini?
Langsung aja aku mempersiapkan kamera, dan menyelinap masuk diam-diam seraya merekam. Rivo makin semangat mengocok, kontol yang sudah sangat keras itu makin gagah aja. Rivo menutup mata, tubuhnya menegang.
“Cherry… oh Cherry… kamu seksi sekali… tokedmu… ah!” Ternyata Rivo membayangkan Cherry waktu onani.
“Eh, Rivo. Lagi ngapain?” Suara ku membuat cowok itu kaget luar biasa. Cepat-cepat ia menarik selimut dan menutup kontolnya dengan selimut.
“Hahaha… apa aku mengganggu?”
“Iya, udah tahu nanya lagi.” Rivo menjawab ketus.
“Hahaha… kentang yah?”
“Ihhhh… bikin stress orang aja.” Rivo masih menggerutu.
“Makanya jangan terlalu mesum…”
“Eh, kamu rekam?”
“Dikit doang…” Aku membuat ia penasaran.
“Sejak kapan?”
“Sejak ada orang teriak panggil-panggil Cherry.”
“Ihhh… alasan, bilang aja kalo kamu mau lihat kontolku, kan?
“Bukan aku, tapi Kak Cherry…”
“Huh?”
“Iya… kamu dipanggil Kak Cherry, ia gak mau tidur sendiri.” Aku mempermainkannya.
“Ah masa?”
“Kalo gak percaya lihat aja, ia udah dari tadi telanjang bulat menunggu kamu muncul.”
“Huh? Cherry?”
“Tadi Kak Cherry cerita kok kalo kalian sudah em el…”
-----