caligula1979
Semprot Addict
- Daftar
- 24 Jun 2012
- Post
- 487
- Like diterima
- 2.845
Akhirnya setelah berbagai rintangan mulai dari komputer ngadat dan kesibukan dunia nyata, karya ini akhirnya selesai juga di detik-detik terakhir. Semoga menghibur. Selamat membaca!
“Lu yakin ini bakal membawa perubahan?” tanyaku semakin berdebar-debar seiring semakin mendekatnya tujuan kami.
“Hopefully say... this is our last effort” kata Ricky sambil menggenggam telapak tanganku dengan hangat, ‘kalau sampai ini gak berhasil en kita harus cerai, kita masih teman baik kan?” dia menoleh ke arahku, kami saling pandang.
Aku tersenyum kecil dan mengangguk, “belum merit dulu kita emangnya teman baik, mungkin udah takdir kita sebagai teman bukan sebagai suami istri, eh... jalan tuh!” kataku menyadari lampu hijau sudah menyala dan mobil di belakang mengklakson.
Ricky buru-buru menjalankan mobil meneruskan perjalanan. Hari itu Sabtu, cuaca cerah namun tidak dengan hati kami, kegundahan memenuhi hatiku dan suamiku ini. Empat tahun lebih pernikahan kami sedang di ujung tanduk menuju perceraian. Secara materi kami bisa dibilang sangat berkelimpahan, Ricky mempunyai karier mapan, dalam usia 34 ia telah menjabat wakil direktur di perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konstruksi. Aku sendiri Helen (29 tahun), dikarunia wajah yang cantik oriental dengan tubuh ideal berpostur sedang. Semua mengatakan kami pasangan yang sempurna, yang pria tampan dan yang wanita cantik, dan sudah hidup mapan pula. Ooohh... seandainya saja mereka tahu yang sebenarnya, semua tidaklah seindah yang mereka lihat. Ingin rasanya aku berteriak pada mereka, “WHAT DO YOU KNOW, BITCH!!??”. Buah hati yang belum kunjung lahir adalah awal segala masalah, Ricky adalah satu-satunya anak laki-laki di keluarganya sehingga orang tuanya sangat berharap cucu darinya. Ini yang menyebabkan mama mertuaku sering sinis padaku. Kami sudah berusaha dan berkonsultasi dengan beberapa dokter, namun semua hasilnya tidak memuaskan, ada dokter yang mengatakan masalahnya di Ricky yang spermanya lemah, tapi dokter lain mengatakan ada masalah di rahimku. Aku tidak tahu mana yang benar, sejauh ini kami berhubungan intim normal-normal saja. Di tengah kesibukan Ricky yang karirnya makin menanjak dan diriku yang mengelola bisnis catering dari rumah, waktu kami berdua semakin berkurang, sehingga yang ada malah pertengkaran yang dipicu hal-hal sepele. Setelah berkonsultasi ke psikiater dan juga pendeta, kami mulai saling terbuka satu sama lain untuk mendekatkan diri. Dari situ keluarlah pengakuan bahwa kami masing-masing pernah melakukan selingkuh selama empat tahun pernikahan kami. Ricky pernah melakukan dua kali dengan wanita panggilan ketika perjalanan bisnis ke luar negeri, sedangkan aku sendiri dengan mantan pacarku yang sudah tinggal di kota lain. Kami berhubungan lagi lewat medsos dan aku bercinta sekali dengannya ketika ia datang ke kota ini sekalian mengunjungiku. Kekhilafan yang terjadi karena kesepian dan jenuh dengan rutinitas ini memang akhirnya kusesali. Saat itu aku merasakan hatiku hancur dan aku tahu Ricky juga merasakan hal yang sama sampai kami kehilangan kata-kata waktu itu. Malam itu kami sepakat untuk mengakhiri saja pernikahan kami. Namun besok lusanya, Ricky berubah pikiran, ia cerita padaku setelah curhat dengan sepupunya di Bandung, sang sepupu mengusulkan sebuah solusi terakhir. Sebuah solusi yang nyeleneh kalau tidak mau dibilang gila. Menurut sepupu suamiku itu, kami mengalami kejenuhan dalam pernikahan ditambah tekanan karena belum memiliki keturunan (kuakui yang satu ini memang benar), sehingga kami memerlukan sebuah retreat. Namun ini bukan retreat biasa yang diisi dengan meditasi atau doa untuk menenangkan diri, ini adalah retreat dimana peserta dapat melampiaskan birahi seliar-liarnya bahkan di depan pasangan. Eksplorasi seksual seperti ini membuat peserta lebih jujur ke pasangan sekaligus mendapat kenikmatan yang berbeda.
“Sinting!” itu yang pertama keluar dari mulutku setelah mendengar penuturannya, “lu yah, masa dengerin si Ryan yang sex maniac itu”
“Helen honey... “ ia menggenggam tanganku dan menatapku, “ini kan cuma ide, jangan marah gitu dong”
"Rick... gimana gua gak marah, suami gua pengen gua ML sama orang lain, termasuk threesome, orgy, sama kegilaan lainnya!"
Aku memang pernah bercinta dengan dua orang mantan pacarku dan sekali terlibat one night stand dengan teman sebelum menikah dulu. Tapi soal cuckold, threesome, gangbang bahkan orgy tidak pernah terpikir olehku untuk melakukannya, memang ada fantasi ke arah sana namun aku tidak punya cukup keberanian untuk itu. Terlebih setelah menikah, Ricky adalah satu-satunya yang pernah bercinta denganku, kecuali sekali kekhilafan dengan mantanku itu.
"But we did it anyway, right? Gua... lu... thats why kita sampai ke tahap ini kan? Terus apa bedanya kalau terjadi lagi di level yang lebih tinggi, kita sama-sama tahu bahkan saling menyaksikan, sensasi rasa cemburu itu yang bikin kita makin hot sama pasangan.”
“Jadi untuk itu kita berdua harus sama-sama melakukan penyelewengan?”
“Gua tanya lu dulu, apa definisi menyeleweng itu? Seseorang itu dikatakan menyeleweng kalau dia melakukan hal di luar pengetahuan pasangannya, dengan kata lain dia melakukan secara sembunyi-sembunyi sehingga pasangannya gak tahu dan gak pernah menyetujuinya. Beda dengan event ini. Semuanya terbuka dan melalui persetujuan bersama antara kedua pasangan suami-istri itu”, jawab suamiku.
Aku terdiam meresapi kata-katanya, mungkin ada benarnya juga, kami perlu hiburan yang tidak biasa, perlu mencoba sesuatu yang baru untuk me-refresh hubungan kita.
“Emang si Ryan udah pernah nyoba ke acara itu? Terus hasilnya gimana?”
“Justru dia udah pernah makanya dia cerita, katanya sex life dia sama bininya ML lebih bergairah setelah ikutan acara itu"
"Jadi Ryan melihat si Viona ML sama cowok lain?"
"Yep... dan sebaliknya, kadang juga mereka tukar pasangan atau rame-rame dengan orang lain."
Aku mengernyitkan dahi mendengarnya, aku baru tahu ada klub yang membuat event segila itu di Indonesia.
"Kalaupun ga ada hasilnya, ya anggaplah itu pesta perpisahan buat kita, gimana?” Ricky merangkul tubuhku dan mendekapnya.
Aku menghela nafas dan mengambil rokoknya yang ia letakkan di bibir asbak lalu menghisapnya.
“Ya udah, kalau gitu lu atur aja, gimana emang cara ikutnya?”
“Ini ga bisa sembarang ngedaftar, mereka dapet peserta itu lewat rekomendasi member, kalau kita mau ikut gua besok hubungi Ryan minta rekomendasi dari dia, udah gitu baru kita dihubungi sama mereka”
“Oke then, I’m just waiting” jawabku kembali menghisap rokok di jariku.
“Hei.... sejak kapan lu ngerokok lagi? Sini!” Ricky merebutnya dari tanganku.
“Sejak barusan... gak liat?” aku melepaskan pelukannya dan beranjak dari sofa, “gua mau cuci muka sikat gigi dulu, cape pengen bobo”
Dalam hati aku diam-diam tersenyum, ia masih perhatian padaku seperti jaman pacaran dulu, aku selalu dilarangnya menyentuh rokok alasannya demi kebaikanku. Ia masih mencintaiku sebagaimana aku masih mencintainya di tengah ujian dalam pernikahan kami.
Tiga hari kemudian, Ricky memberitahu bahwa ia telah menerima email persetujuan atas rekomendasi dari sepupunya. Kami bersama melihat email tersebut dan mempelajari keterangan lengkapnya dalam dokumen PDF. Caligula Retreat, itulah yang tertera pada kepala dokumen, nama dari seorang kaisar Romawi, yang terkenal akan kehidupan seksnya yang nyeleneh dan pemerintahannya dipenuhi skandal amoral. Ricky pernah mengajakku nonton filmnya sehingga aku masih ingat tokoh tersebut. Kami mempelajari dokumen yang berisi kontrak dan peraturan-peraturan yang wajib ditaati, antara lain: peserta harus berusia 18 tahun ke atas, dilarang membawa anak-anak dan orang lain yang bukan peserta/ member ke lokasi retreat, dilarang membawa dan mengkonsumsi narkoba, serta dokumentasi dalam bentuk apapun dilarang keras. Juga tercantum biaya yang terbilang mahal, untuk menjadi peserta satu paket per event saja dua puluh lima juta/ pasangan/ tiga malam, sementara untuk menjadi member dikenai biaya tahunan dua ratus juta/ pasangan, bisa mengikuti acara kapan saja dengan koordinasi dengan pihak penyelenggara terlebih dahulu. Dengan biaya setinggi itu, sudah dapat dipastikan yang menjadi member/ peserta pastilah kelas menengah atas. Urusan selanjutnya, Ricky lah yang mengurus, kami memutuskan mencoba paket tiga hari dua malam. Setelah mengurus administrasi via online dan WA kami akhirnya mendapat tempat dua minggu kemudian. Kembali ke awal cerita, akhirnya tibalah kami pada hari yang ditentukan, mobil kami sudah memasuki gerbang kompleks perumahan elite di pinggir ibukota, sesuai alamat yang diberikan. Kini kami tinggal mencari kantor marketing propertinya. Tidak sulit menemukan tempat tersebut yang terletak di kompleks ruko di depan gerbang masuk, bangunannya yang bertingkat tiga dengan papan nama besar mencolok.
“Siang... saya mau bertemu dengan Bu Grace, udah janji atas nama Ricky Setiadi” kata suamiku pada resepsionis
“Baik Pak, ditunggu sebentar ya!” si resepsionis segera mengangkat telepon untuk menghubungi, “... ah iya Bu, baiklah!”
Resepsionis itu menutup telepon lalu berkata, “bapak ibu langsung saja ke lantai dua, ruangan Bu Grace yang di depannya ada bangku panjang!”
Kami pun segera ke atas dan baru juga sampai di lantai dua, pintu yang dimaksud sudah membuka dan keluarlah seorang wanita cantik berambut sebahu dihighlight kemerahan tersenyum ke arah kami.
“Halo.... Ricky dan Helen kan?” sapanya menghampiri kami dan mengulurkan tangannya, “saya Grace, kita selama ini udah berhubungan lewat WA”
Kami berjabatan tangan, wanita itu nampak lebih cantik dari di picture profile WA, usianya kira-kira pertengahan tiga puluhan, sebaya dengan kami. Profil tubuhnya juga ideal, dengan tingginya sekitar 160an, terlihat seksi tapi anggun dalam gaun putih lengan panjang dengan V-neck serta potongan bawah yang rendah memamerkan keindahan pahanya. Kulihat Ricky curi-curi pandang ke bagian terbuka itu, aku sudah maklum dengan naluri pria seperti itu.
“Mari kita masuk dulu, ada beberapa hal yang harus diurus sebelum kita ke ke sana!” katanya ramah.
Di dalam ia mempersilakan kami duduk di sofa. Mataku memandangi ruangan ini dengan kagum. Sebagai public relation, kantor Grace lumayan mewah dan lega dilengkapi furniture berkelas. Setelah mengambil sebuah kotak jinjing dari dalam lemari, ia duduk di hadapan kami.
“Sebelumnya saya ucapkan selamat datang dulu di Caligula Retreat!” katanya, “Apa ada yang mau ditanyakan dulu?”
“Pertama-tama saya mau tahu dulu profil perusahaan yang mengadakan event ini, kok bisa ya ada bisnis seperti ini di Indonesia, itu yang bikin saya penasaran” tanya Ricky
Grace tersenyum, nampaknya ia sudah biasa menghadapi pertanyaan seperti ini, kemudian ia mulai menjelaskan bahwa klub retreat dan kompleks elite ini berada di bawah perusahaan yang sama, yang juga bergerak di bidang security, hiburan, dan perhotelan. Lebih lanjut lagi, ia mulai bercerita lebih jauh tentang Caligula Retreat ini.
“Proyek ini tadinya hanyalah percobaan, namun di luar dugaan peminatnya ternyata banyak dan hingga kini sudah berjalan tujuh tahun, dan terus mengalami perkembangan. Kami menangkap peluang pasar kaum menengah atas akan kebutuhan rekreasi yang tidak biasa, rekreasi erotis yang biasa kita temui di beberapa negara Eropa Barat dan Jepang, namun karena budaya di kita belum bisa menerimanya, maka klub ini bisa dibilang semi underground, hanya untuk kalangan tertentu yang sudah terseleksi saja, dan kami sangat menjamin privasi dan kerahasiaan setiap klien kami.”
“Eeerr... siapa saja yang menjadi klien kalian?” berikutnya aku yang bertanya
“Oh sangat beragam dan dari berbagai kota di Indonesia, bahkan ada beberapa dari luar negeri, termasuk ekspatriat, seingat saya ada dari Singapura, Australia, Taiwan... macem-macem. Dan seperti yang kalian ketahui, pangsa pasarnya adalah kelas menengah atas. Kami memiliki klien pejabat, anggota dewan, selebritis”
“Selebitis? Jadi ada artis atau musisi juga?” tanyaku lagi.
Grace mengangguk, “juga tercatat ada seorang atlet nasional, baru masuk tahun lalu, mereka mengambil VIP membership sehingga yang ikut hanya kalangan mereka saja, tidak ada orang luar, karena privacy sangat penting bagi tokoh publik kan”
“Tempat retreat ini, apa hanya di sini aja?” tanya Ricky.
“Ya untuk pulau Jawa dan ada satu lagi di Bali, we have secret beach there, ke depannya kemungkinan akan bertambah lagi tempatnya”
Kami terdiam menghadapi kenyataan bahwa bisnis erotis seperti ini ternyata sudah ada di Indonesia dan kami akan segera menjadi bagian di dalamnya. Setelah menerangkan cukup detail mengenai event ini, ia membuka laci mejanya dan mengeluarkan dua kotak kecil berisi cincin platinum bergaris biru yang elegan.
“Ini adalah tanda pengenal peserta retreat dan menjadi milik kalian, harap dipakai selama acara!”
Kami pun mengambil benda itu dan memakai di jari masing-masing, ukurannya pas. Pantas saja di formulir pendaftaran kami harus mengisi ukuran cincin, ternyata untuk ini.
“Peserta memakai cincin seperti itu, sementara aktor-aktor kami yang akan meramaikan acara memakai cincin hitam seperti ini” ia membuka smartphone dan menunjukkan gambar sebentuk cincin berwarna hitam, “jadi kalau bertemu yang memakai ini dan melakukan sesuatu yang membuat terkejut, tenang saja, itu hanya skenario, keamanan dan kenyamanan kalian selama di retreat kami jamin sepenuhnya.”
“Satu lagi hal penting, di kontrak sudah tertulis bahwa dokumentasi dalam bentuk apapun dilarang di retreat, untuk itu bila kalian membawa kamera, smartphone, atau apapun untuk merekam harus dititip di sini” kata wanita itu berjalan ke arah lemari mengeluarkan dua buah kotak, “kami telah menyediakan smartphone khusus agar kalian bisa tetap berkomunikasi dengan keluarga, selain itu admin acara akan selalu berhubungan kalian lewat pesan WA, sekarang pindahkan chip kalian dan tukar dengan smartphone kami!”
Smartphone itu adalah type Samsung pada umumnya, hanya telah dimodifikasi sehingga kameranya tidak berfungsi. Kami pun mengeluarkan chip dan memasukkannya ke smartphone yang diberikan oleh Grace.
“Kalau misalnya ada yang nakal diam-diam bawa alat buat dokumentasi acara gimana?” tanya Ricky sambil mengganti chip.
“Maka besoknya tubuhnya akan mengambang di Citarum” jawaban itu membuat kami terhenyak dua detikan hingga akhirnya Grace tersenyum nakal melihat reaksi kami, “bercanda hihihi.... itu tidak akan terjadi karena kami punya semua rekaman CCTV kegiatan peserta, jadi baik perusahaan dan member memegang kartu as-nya masing-masing, tinggal ikuti saja peraturannnya, that simple”
Setelah menerima kuitansi untuk mengambil barang kami bila mau pulang nanti, Grace mengajak kami ke tempat retreat.
Kami mengikuti Xpander putih Grace dari belakang menyusuri rumah-rumah megah di kompleks ini. Suasana di sini begitu asri dan tenang dengan pepohonan yang banyak tumbuh di pinggir jalannya. Kami terus mengikuti mobil Grace ke wilayah yang agak menanjak hingga mobilnya menepi di pos security di seberang sebuah gerbang besar.
“Member maupun aktor wajib lapor sebelum masuk, sekarang kita akan mendaftar dan mengambil kunci. Security tersedia 24 jam, mereka hanya akan masuk ke dalam kalau dipanggil, intercom langsung ke sini tersedia di setiap pondok dan juga sudah ada nomor security di smartphone kalian” kata Grace setelah turun dari mobil.
Dua pria berpakaian safari dan bertubuh kekar keluar dari pos menyambut kami. Tanpa bertele-tele, setelah petugas memasukkan data kami ke komputer dan menyerahkan kunci, kami pun bersiap masuk ke dalam Dari luar sudah terlihat tempat itu sangat megah. Gerbang besar itu membuka menyambut kami. Begitu masuk terlihat sebuah taman yang indah dan artistik dikelilingi tembok dan pepohonan tinggi. Kolam ikan, jembatan kecil dan patung-patung yang menghiasi beberapa sudut memperindah taman itu, kalau saja smartphone kami tidak ditahan aku pasti sudah berfoto-foto dulu di sini. Ricky memarkirkan mobil di pelataran parkir yang bisa menampung lebih dari selusin mobil di sebelah mobil Grace.
“Kita ke sana!” kata Grace menunjuk ke sebuah gedung aneh berlantai dua yang dikelilingi tembok lebih rendah berlapis marmer merah.
“Udah ada yang datang selain kita belum?” tanya Ricky
“Ada sepasang yang datang kemarin dari Surabaya” jawab Grace menuntun kami ke arah bangunan tersebut.
Aku semakin terkagum-kagum melihat di balik tembok itu, seperti sebuah kampung kecil dengan lima pondok minimalis satu lantai mengelilingi gedung aneh berlantai dua yang megah itu. Sebuah jalan kecil yang muat satu mobil membelah tiga pondok dan dua pondok plus gedung itu saling berseberangan. Taman kecil di depan setiap pondok semakin memperindah suasana. Tempat ini menyerupai kota benteng mini dengan dua lapis tembok, mungkin lahan sebesar ini lebih cocok untuk sebuah sekolah internasional.
“Di hari-hari biasa tempat ini bisa berfungsi sebagai tempat meeting, arisan, retreat, pesta kebun, shooting film, foto pre-weeding atau prosesi penjemputan mempelai” kata Grace menjelaskan, “aahh... itu mereka! Ayo saya kenalin!” ia mengajak kami ke pondok sebelah gedung itu yang pintunya terbuka dari dalam.
“Grace!” sapa seorang wanita berparas cantik yang keluar dari dalam diikuti seorang pria tambun berkumis berusia setengah baya.
“Siang Mbak Wulan! Pak Satrio” balas Grace, “ini tamu baru kita, kenalin Ricky dan yang cantik itu istrinya, Helen!”
Kami berkenalan dan berjabat tangan dengan pasutri yang berasal dari Surabaya itu. Mereka begitu ramah dan penuh kehangatan menyambut kami yang baru datang ini.
“Pak Satrio dan Mbak Wulan ini anggota lama, udah... berapa kali ikut acara?”
“Ini yang kelima” kata Pak Satrio
“Ya... lima kali, jadi kalau ada perlu kalian bisa tanya-tanya atau minta tolong ke mereka
Selanjutnya Grace mengantarkan kami ke pondok yang akan kami tempati di seberang pondok pasutri itu. Interior di dalam bertype minimalis dan elegan. Kulkas sudah terisi makanan dan minuman yang sudah termasuk biaya, demikian pula beberapa botol minuman keras di lemari minibar.
“Disini bisa memasak sendiri, bisa dari catering kami yang di sebelah kantor, juga bisa memesan dari luar, delivery akan diantar ke pos security dan mereka yang mengantarkannya ke sini!”
Grace menjelaskan bahwa setiap sudut tempat ini terpasang hidden camera resolusi tinggi sehingga kita dapat melihat spot yang ingin kita lihat melalui TV.
“Kalian dapat melihat pasangan kalian bercinta dengan siapa dan dimana, tinggal cari saja spotnya dengan remote TV ini, kecuali di toilet, kami tahu tidak nyaman dan tidak etis tertangkap kamera dalam keadaan sedang buang air” Grace menjelaskan sambil memberi contoh dengan menekan-nekan remote TV.
Mbak Wulan dan Pak Satrio yang mengikuti kami juga menjelaskan ini itu berusaha mendekatkan diri dengan kami yang pendatang baru ini.
“Omong-omong sebentar lagi akan ada aktor yang datang” kata Grace melihat smartphonenya, “apa masih ada yang belum mengerti?”
Ricky menggeleng, “nanti saya hubungi aja kalau perlu!”
“Tenang aja, kan ada kita toh yang bisa bantu!” sahut Pak Satrio.
“Baiklah kalau begitu saya tinggal dulu, have fun all!” pamit Grace lalu keluar dari pondok kami meninggalkan kami berempat.
“Kalian mau istirahat dulu atau liat-liat??” tanya Mbak Wulan
“Eeerr... gimana yah enaknya?” aku bingung mau menjawab apa.
“Gini aja deh, Len yuk kita jalan-jalan, aku kasih liat sekitar sini! Ricky sama Mas Satrio, gimana?” usul Mbak Wulan.
Wanita itu menggandeng tanganku ke gedung bertingkat dua itu. Begitu masuk kami tiba di bangsal utama sebesar lapangan basket yang menurutnya biasa dipakai untuk resepsi atau acara lain. Sebuah pintu kaca di seberang menghubungkan ke area kolam renang indoor berukuran sedang. Di sana terdapat dua buah tangga, yang kiri mengarah ke lantai dua dimana terdapat ruang fitness dan yang kanan mengarah ke ruang rapat.
“Di sini kita bisa main di mana aja, gak selalu di kamar juga, jadi kan ndak bosenin gitu” paparnya
“Kamu sebelumnya belum pernah ML sama orang lain selain suami?” tanyanya yang kujawab dengan anggukan kepala.
“Kamu pasti nervous” katanya menebak isi hatiku yang memang benar, “kita berenang aja dulu supaya lebih segar yuk!”
“Tapi saya gak bawa swimsuit”
“Swimsuit, ah siapa yang perlu!” Mbak Wulan lalu dengan santai melepas bajunya sendiri hingga telanjang.
Tubuh wanita berdarah Jawa itu masih indah dan langsing, perutnya pun tak nampak lipatan lemak padahal sudah beranak dua dan usianya sudah kepala empat. Selangkangannya ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat.
“Eeehh... Mbak!!” aku meronta dikit ketika ia mencoba melepas bajuku.
“Enjoy aja, ojo canggung!” katanya dekat wajahku.
Ia memelukku dan memagut bibirku, baru pertama kali dalam hidup aku berciuman dengan wanita. Aku ingin berontak namun entah mengapa aku tidak melakukannya, malah mulai menikmati pagutan bibir wanita itu dan balas memeluknya. Ciuman lembut dan rabaannya terhadap tubuhku membuatku lebih rileks, aku mulai memainkan lidahku membalas lidahnya yang menjilati bibirku. Aku pun pasrah ketika ia melucuti satu demi satu pakaianku hingga tak terasa aku pun sudah telanjang.
“Badan kamu bagus Len!” pujinya memandangi tubuhku sambil meremas payudara kiri.
“Mbak juga” balasku dengan wajah memerah.
“Yuk ke air aja!” ajaknya menggandeng pergelangan kiriku.
“Heeii.... aaww.... jjbbuuurr!!” jeritku kecil ketika di bibir kolam wanita itu menarik lenganku hingga kami berdua tercebur ke kolam.
Aku timbul ke permukaan dan menyeka rambut basahku ke belakang, air merendam tubuhku hingga leher. Mbak Wulan mencipratkan air dan kubalas mencipratnya sambil tertawa cekikikan.
"Susumu gede toh ya?" kata Mbak Wulan mengagumi melihat payudaraku yang membusung indah.
“Lebih gede punya mbak kali, punya saya sedang aja kok”
Ia mendekatiku dan meraih payudara kananku.
“Bentuknya bagus, kencang lagi” katanya sambil meremas lembut.
Kami beradu lidah lagi hingga aku berinisiatif untuk mencium payudaranya.
“Yah jilati punyaku!!" rintih Mbak Wulan menikmati ciuman dan jilatanku pada payudaranya.
Tak lama kemudian kami berganti posisi, kusandarkan punggungku ke dinding kolam dan Mbak Wulan menjilat payudaraku, jemarinya yang lentik keluar-masuk mengobok-obok liang vaginaku.
"Mmh.. enak Mbak!" rintihku tak tahan lagi dengan permainan Mbak Wulan yang membuaiku.
“Sekarang kamu naik Len!” perintahnya yang langsung kuturuti tanpa banyak tanya.
Aku naik dan duduk di bibir kolam dan ia merenggangkan pahaku kemudian membenamkan wajahnya di sana. Lidah wanita itu terus-terusan menyapu bibir vagina dan dinding di dalamnya. Oooh... ternyata jilatan seorang wanita tidak kalah nikmat dari pria, nikmat yang sulit kulukiskan dengan kata-kata.
"Ssshhh... yah Mbah, jilat disitu, jangan lepas..." rintihku meminta agar ia menjilati klitorisku.
Sepulu menit kemudian, aku mengalami orgasme. Tubuhku mengejang dan erangan nikmat keluar dari mulutku. Mbak Wulan melahap cairan kewanitaanku hingga terdengar bunyi seruputnya. Ohh... lidahnya mengais-ngais ke dalam dan menghisap seakan tidak ingin menyia-nyiakan setetespun cairanku.
"Gimana, enak nggak?" tanya wanita itu setelah orgasmeku reda.
Aku mengangguk "Enak juga yah"
“Dah lebih rileks toh sekarang?” tanyanya sambil naik ke bibir kolam duduk di sebelahku.
Aku mengangguk dan tersenyum lemas. Lalu ia tarik lenganku sambil membaringkan dirinya di bibir kolam.
“Giliran kamu yah!” katanya.
Aku mengerti apa yang dimaksudnya, kumulai dengan memagut bibirnya dan beradu lidah sejenak, lalu turun ke leher terus ke payudaranya. Putingnya kugigit lembut dan kuhisap sehingga membuatnya mendesah nikmat. Tanganku mengelusi lekuk tubuhnya hingga tiba di selangkangannya. Aku belum pernah melakukan seperti ini dengan sesama jenis, namun kubiarkan birahi dalam diriku mengarahkanku mengikuti arus permainannya.
“Len… teruss jilat... aaahh…”, ia mendesah nikmat ketika aku menyusu pada payudara kirinya sambil mengais-ngais vaginanya dengan jariku
Tubuh Mbak Wulan menggeliat-geliat, wajahnya menggambarkan dengan jelas kalau dirinya terangsang hebat. Tak lama kemudian kurasakan kedua pahanya mengejang dan dinding vaginanya berkontraksi lebih cepat. Sebagai wanita, aku juga mengerti ia telah di ambang orgasme. Perlahan tubuhku bergerak turun ke arah selangkangannya dan mendekatkan wajahku ke liang vaginanya.
“Ngghkk… ooohh... ”, ia melenguh sejadi jadinya ketika aku mencucup bibir vaginanya.
Aku melakukan apa yang biasa suamiku lakukan padaku pada saat seperti ini. Lidahku terus menjilati klitorisnya dan jariku terus mencucuk-cucuk hingga akhirnya Mbak Wulan mendesah panjang dengan tubuh menggelinjang. Aku menyeruput cairan cinta Mbak Wulan hingga tak tersisa. Kami berguling ke samping dan menceburkan diri ke air.
“Ooh…”, keluh Mbak Wulan muncul ke permukaan bersamaku lalu memelukku mesra.
“Udah ga nervous lagi kan?” tanyanya pelan sambil menatap wajahku dan menyibakkan rambut basahku.
Aku mengangguk sambil tersenyum lemas
“Ini baru pemanasan say... bakal ada yang lebih seru lagi…”, kata Mbak Wulan dengan nada menggoda sambil melingkarkan kedua tangannya ke belakang punggungku, kami pun berpelukan di air.
Belaian tangan Mbak Wulan pada rambutku membuatku merasa nyaman. Aku menyusupkan wajahku di dalam rambut basahnya yang terhampar di sisi kiri kepalanya. Aku sudah siap menghadapi acara retreat selanjutnya.
-----------------------
POV Ricky
Pak Satrio mengajakku ke pondoknya untuk ngobrol sambil menunggu aktor yang dijanjikan Grace tadi.
“Aktornya tuh bukan cowok kan? Ogah saya main pedang-pedangan” tanyaku.
“Ada yang cowok ada yang cewek, nanti juga dikabarin sama admin kok!” jawab Pak Satrio sambil menuangkan white wine ke dalam gelasku.
Kami mennyentuhkan gelas kami, lalu kami teguk isinya sebagai tanda perkenalan kami, berikutnya pastilah kami memasuki sisi-sisi pribadi dalam kehidupan masing-masing. Pria berusia sebaya dengan adik laki-laki papaku yang bungsu ini ternyata enak diajak ngobrol, dia banyak tahu segala hal mulai dari bisnis, politik, dan isu terkini. Pria berusia 57 tahun ini adalah pensiunan pejabat pemerintahan, di masa pensiunnya beliau tinggal menikmati hasil usahanya dalam bisnis kost-kostan mahasiswa dan distributor sembako. Sebelum menikah dengan Mbak Wulan ia pernah menikah dan mempunyai seorang anak. Istri pertamanya ia ceraikan setelah wanita itu tertangkap basah selingkuh. Tujuh tahun kemudian barulah ia menikahi Mbak Wulan yang beda usianya lumayan jauh dan memperoleh dua anak darinya.
“Mau liat ndak nih, istri-istri kita mungkin lagi action” beliau mengambil remote TV dan menyalakannya.
“Ah beneran ternyata di sini!” kata Pak Satrio menemukan channel di kolam renang yang membuatku merinding dan terperangah melihatnya.
Terlihat jelas Helen duduk di bibir kolam, telanjang dengan tubuh basah sedang menikmati vaginanya dijilati oleh Mbak Wulan yang masih di air. Nampak kepala Helen menengadah dengan mata terpejam menikmati jilatan Mbak Wulan. Aku menuangkan wine lagi ke gelasku tanpa melepas pandangan ke layar TV.
“Lagi pemanasan sama istri saya tuh hehehe” kata Pak Satrio
Saat itu smarphone kami berbunyi pada saat bersamaan, aku mengambil dan membuka pesan. Dari admin retreat, “para pria diharap ke parkiran, ada yang butuh pertolongan!”
“Wah, waktunya nih, yuk!” ajak Pak Satrio yang juga mengecek smartphonenya
Ia mematikan TV dan menepuk lenganku agar ikutan. Kami pun keluar dari pondok, lalu melangkah ke teras depan keluar dari tembok dalam menuju parkiran. Aku mulai degdegan, terutama saat melihat mobil sedan kuning yang terparkir di seberang mobilku. Di jok kemudi nampak seorang wanita cantik berumur pertengahan dua puluhan nampak sedang menstarter namun mesin mobil tidak kunjung menyala juga.
“Siang... ada masalah?’ sapa Pak Satrio.
“Iya ini mobilnya ga bisa start” jawab si wanita.
“Hhmm... coba dibuka depannya kita periksa!” kata pria berkumis itu.
Wanita itu membuka kap depan mobil lalu turun sehingga kami dapat melihat sosoknya yang indah, perawakannya sedang dibungkus jumpsuit mini warna biru dengan potongan dada rendah yang memamerkan lekuk tubuhnya membuatku menelan ludah, di jari manis kirinya tersemat cincin hitam tanda ia adalah aktor dalam retreat ini.
“Hai” sapaku, “gua Ricky!” sambil mengulurkan tangan.
“Erlin” balasnya seraya menjabatku sehingga dapat kurasakan kelembutan tangannya.
“Rick! Bantu periksa, pacarannya nanti!” panggil Pak Satrio
“Oh iya Pak, ok!” sahutku buru-buru memeriksa apa yang tidak beres.
Aku lumayan mengerti mesin mobil sehingga baru melihat saja aku sudah tahu ada kabel ke accu yang sengaja dicabut.
“Pak coba distart!” sahutku setelah kupasang kembali kabel itu.
Pak Satrio menstarter dan walhasil mesin pun menyala lagi.
“Beres nih!” kataku pada Erlin sambil menutup kembali kap depan.
“Eeerr... makasih yah... “ kata wanita itu, “now what?“ dia nampak agak gugup menyaksikan kami dua pria yang menatapinya.
Pak Satrio yang baru keluar dari mobil langsung mendekap wanita itu dan memagut bibirnya, tangannya meremas pinggulnya. Wine yang kuminum ditambah live show lesbian istriku membuat birahiku naik dengan cepat dan berani mendekati mereka. Kudekap tubuh Erlin dari sisi yang lain dan kuremas payudaranya. Erlin melepas ciumannya dari Pak Satrio dan memagut bibirku. Wanita itu ahli memainkan lidahnya, lidahnya lebih agresif menyapu rongga mulutku daripada aku. Tanganku mulai menyusup ke belahan dadanya yang rendah dan meremas bongkahan payudaranya yang lembut itu. Kurasakan tangan wanita itu meremas selangkanganku dari luar. Aku dan Pak Satrio melucuti jumpsuit yang dipakainya hingga tinggal tersisa celana dalam hitam.
“Ke mobil aja yuk!” ajak Erlin
Kami pun masuk ke jok belakang mengapit wanita itu kanan dan kiri. Pak Satrio menarik lepas celana dalamnya sehingga terlihat vaginanya yang ditumbuhi bulu tercukur segitiga. Erline membuka baju dan celanaku dan langsung menggenggam batang penisku, tangan kanannya menggenggam penis Pak Satrio yang sudah membuka pakaiannya sendiri. Kini kami bertiga sudah telanjang di jok belakang, tangan-tangan kami menggerayangi tubuh mulus Erlin. Aku menunduk agar dapat menjilat dan menghisap puting kirinya, Pak Satrio pun tidak mau kalah, dari berpagutan bibir, ia pun ikut melumat payudara yang kanan. Aksi kami membuat desahan Erlin semakin tak karuan. Tangan Pak Satrio merambah selangkangan wanita itu dan jari tangannya mulai mencucuk-cucuk liang senggamanya sehingga membuatnya semakin merintih dan menggelinjang.
“Ssshhh… aahhhh… hisaap.. pentilku aahh....yyyahhh!” desah Erlin sambil terus mengocok penis kami.
Selama beberapa saat lamanya tubuh Erlin menjadi bulan-bulanan kami, bergantian ia berciuman dan beradu lidah dengan aku dan Pak Satrio, bekas cupangan dan air liur nampak pada leher, pundak dan terutama dadanya.
“Udah ah... masukin aja, ntar keburu keluar duluan!” katanya menghentikan kocokan pada penis kamu, “mau siapa dulu nih?”
“Bapak dulu aja!” kataku membiarkan yang lebih senior mengambil jatah duluan.
“Oke, bapak dari luar aja ya, biar lega!” katanya lalu membuka pintu mobil dan keluar sambil menarik pinggul Erlin hingga menghadap keluar mobil.
“Aaahh!!” desah Erlin merasakan desakan penis pria itu pada vaginanya
Tanpa menunggu lama lagi, Pak Satrio dengan berpegangan pada pinggul Erlin mulai menggenjot vaginanya. Sementara Erlin yang posisinya membentuk huruf T dengan posisiku meraih penisku dan mulai menjilati serta mengulum penisku membuat birahiku semakin memuncak. Aku dibuatnya merem-melek merasakan sapuan-sapuan lidahnya pada kepala penisku, belum lagi hisapannya yang dahsyat itu. Tanganku meraih payudaranya dan meremasinya dan memilin-milin putingnya. Desahan nikmat kami pun terdengar sahut-menyahut. Seru sekali sensasi bercinta di tempat terbuka seperti ini yang belum pernah kulakukan sebelum ikut acara ini.
“Sslrrpppp… ssslrrrppp…eeemmm…!” Erlin sibuk menservis penisku
Kulihat Pak Satrio semakin cepat menggenjot wanita ini, nampaknya ia mau orgasme. Demikian pula Erlin, tubuhnya mulai mengejang dan hisapannya terhadap penisku makin bersemangat.
“Ooooohhhh… saya keluaaaaar… aaahhhh….” erang Erlin.
Pak Satrio masih menggenjot hingga kurang dari lima menit kemudian, dimana pria itu menggeram dan menekan penisnya sedalam mungkin pada vagina Erlin.
“Aaarrhh... mantap...!” erangnya dalam kenikmatan hingga akhirnya mencabut penisnya.
Akhirnya tubuh Erlin rebah di sofa setelah mencapai orgasmenya, tangannya masih menggenggam batang penisku. Nafasnya memburu namun berangsur-angsur mereda, matanya yang terpejam merasakan hempasan gelombang nikmat itu mulai terbuka.
“Sini Lin!” kunaikkan tubuhnya ke pangkuanku dalam posisi memunggungi
Ia nampak masih bersemangat, tangannya meraih penisku dan mengarahkan ke vaginanya. Mula-mula dioles-oleskannya kepala penisku pada bibir vaginanya yang basah, lalu ia selipkan kepala penisku di bibir tersebut. Dengan perlahan ia menekan turun pantatnya hingga sleeeppp… penisku pun menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya. Liang itu terasa sangat erat menjepit penisku, desahan kami pun memenuhi mobil ini. Pak Satrio masuk kembali ke mobil dan melumat payudara Erlin sehingga membuatnya semakin menceracau. Wanita itu mulai menambah kecepatan genjotannya sehingga makin mengempoti penisku.
“Tolong dimiringin dikit posisinya koh!” pinta Erlin, “bapak geseran sana!”
Aku mengikuti apa yang dimintanya, masih berpangkuan, kami memiringkan tubuh. Wanita itu ternyata ingin mengoral penis Pak Satrio. Dengan posisi begini aku bisa lebih aktif menggerakkan pinggulku menggenjot vaginanya.
Sambil menikmati servis oral Erlin, Pak Satrio meremasi kedua payudara wanita itu diselingi dengan pilinan-pilinan lembut di kedua putingnya. Sementara aku tak hanya mengenjot, tanganku berusaha mencapai selangkangannya dan berhasil menangkap klitorisnya yang lalu kuelus dengan lembut, ini biasa kulakukan saat bercinta dengan Helen. Kulihat Pak Satrio terpejam-pejam menikmati penisnya dioral oleh Erlin. Hampir setengah jam kami melakukannya di mobil hingga tubuh kami bermandi keringat. Aku tidak tahan lagi, ini terlalu nikmat, empotan vaginanya akhirnya mengantarku ke puncak kenikmatan. Dengan sebuah lenguhan panjang, penisku menyemprot-nyemprotkan sperma ke vagina gadis itu. Spermaku begitu banyak hingga meluber keluar vagina wanita itu bercampur dengan cairan kewanitaannya. Pak Satrio pun mengalami hal yang sama, penisnya yang sedang berada di dalam mulut Erlin akhirnya menyemprot-nyemprotkan cairan kental dan hangat. Cairan itu meleleh sedikit di pinggir bibir wanita itu. Kami bertiga pun terkapar lemas di mobil
“Sungguh hidangan pembuka yang memuaskan” kataku dalam hati merasakan serunya bercinta di tempat yang tidak biasa dan dengan skenario unik seperti ini.
“Kamu masih kuliah Lin?” tanya Pak Satrio sambil mulai berpakaian lagi.
Wanita itu menggeleng, “saya jualan pakaian sama make up online, kadang terima order endorsement juga” jawabnya lalu mengambil air mineral dan meminumnya.
“Udah lama jadi aktor?” tanyaku
“Dua tahun lebih, part time kaya ojek online kan sistemnya, pemasukannya lumayan, but... bulan depan udah gak kerja ini lagi kayanya”
“Oh napa? Mo merit?”
“Eeehhm” Erlin mengangguk, “ada waktunya kita harus berhenti untuk memulai yang baru kan?”
“Selamat yah kalau gitu” kata Pak Satrio, “kita gak bisa ketemu lagi kayanya”
“Iihh... si bapak, emangnya mau mati, kok gak bisa ketemu lagi, kita masih bertemu tapi bukan di retreat ini”
Kami pun tertawa-tawa. Setelah memulihkan tenaga dan kembali berpakaian, aku dan Pak Satrio turun dari mobil.
“Senang bertemu kalian, have fun yah! saya duluan!” pamit Erlin pada kami lalu menyalakan mobilnya
Kami pun melambai padanya hingga mobil itu meninggalkan parkiran.
“Piye?” tanya Pak Satrio menepuk pundakku, “asyik toh?”
“Mantap kalee!” jawabku
Kami pun dengan hati puas kembali ke dalam.
-------------
Pukul 19.07
POV Helen
Kami bersama pasutri Surabaya itu menikmati makan malam di tempat mereka, suasananya terasa hangat dan penuh dengan keakraban walau kita baru saja saling mengenal tadi siang. Pak Satrio yang paling sepuh di antara kami banyak memberi masukan pada aku dan Ricky mengenai hubungan kami. ‘Menu pembuka’ tadi siang juga menjadi pembicaraan hangat di meja makan, Ricky ternyata telah menyaksikanku bercinta sesama jenis lewat CCTV. Rasanya malu tapi sekaligus terangsang membayangkan diriku bercinta dengan orang lain disaksikan suami tercintaku. Ricky juga bercerita bahwa ia bersama Pak Satrio telah melakukan threesome dengan wanita cantik yang berperan sebagai aktor. Ricky mengatakan itu adalah welcome service yang paling seru.
"Rick, makan lebih banyak! Entar gak ada tenaga lho!", kataku menyodorkan sepiring lauk agar ia mengambil lagi.
“Iya... katanya bakal ada aktor lagi, harus bugar!” timpal Mbak Wulan.
Aku baru ingat, memang ada pemberitahuan dari admin via WA akan ada aktor yang datang malam ini, tapi tidak diketahui siapa atau kapan tepatnya.
“Biasanya kalau yang dateng sebelumnya cewek, yang kali ini pasti cowok!” tebak Mbak Wulan
"Kalian benar-benar pasangan serasi ya. Sudah empat tahun menikah tapi mesranya kayak masih pengantin baru aja hehehe...", goda Pak Satrio
"Udah toh... ojo digodain terus, biar mereka makan dulu", kata istrinya.
Kami pun makan malam dengan gembira.
“Omong-omong kalian kan dari Surabaya lebih dekat ke Bali, kok jauh-jauh ke sini?” tanya Ricky
“Kami tuh udah tiga kali pertama itu di Bali, makanya mau cari suasana baru, yang sebelum ini juga ke sini” jawab Mbak Wulan.
“Terus saya kebetulan harus ke Jakarta kemarin itu, ada urusan bisnis, jadi disekaligusin aja, check in ke sini jadinya kepagian, untungnya dikasih masuk juga”
Setelah menyelesaikan makan malam, kami meneruskan bercengkrama, tapi tiba-tiba... BRAAKKK!!
"JANGAN BERGERAK!!! SEMUANYA DIAM DAN JANGAN MELAWAN!!” bentak seorang pria tak dikenal yang tiba-tiba saja mendobrak masuk ke ruang makan.
Pria berkumis yang itu mengancam sambil menodongkan sepucuk pistol bersama dua temannya yang memegang parang.
Aku dan Mbak Wulan menjerit ketakutan, Ricky dan Pak Satrio berdiri kelihatan seperti mau melawan tapi... kedua pria lain sudah terlebih dulu menempelkan parang ke leher suami-suami kami sebelum keduanya sempat bangkit. Mereka pun takluk di bawah ancaman senjata tajam.
“Sabar... sabar... jangan pakai kekerasan, kita gak ngelawan!” kata Pak Satrio mencoba berdiplomasi dengan mereka.
“Duduk! Jangan macam-macam kamu!” bentak yang berkepala botak
“Tenang, mereka aktor” bisik Wulan padaku, “berakting aja, ikuti gamenya”
Aku sedikit lega melihat cincin hitam yang melingkar di jari ketiga pria bertampang sangar itu, namun ketegangan itu masih ada karena seumur hidup aku belum pernah menghadapi situasi seperti ini
"Apa mau kalian? Kalian boleh ambil semua yang kalian mau, tapi tolong jangan usik keluarga kami.", kata Ricky yang nampaknya juga sudah mengetahui skenario ini.
"Hahaha... gitu dong! Selama kalian nurut tidak ada satu orang pun yang akan terluka. Zul... ikat yang laki-laki!", kata si kumis yang adalah pemimpin mereka pada pria yang berambut cepak.
Dia segera mengikat suami-suami kami dengan tali yang sepertinya sudah mereka siapkan.
“Ka... kalian mau apa sekarang?” tanya Mbak Wulan berakting.
"Kamu! sini!" kata si kumis
Mbak Wulan segera berjalan ke arah si perampok. Begitu sudah berjarak selangkah, pria itu menarik sambil memutar tubuhnya, sehingga ia memeluk Mbak Wulan dari belakang dan ia menempelkan moncong pistolnya parangnya ke leher wanita itu.
“Weeitts... mantap nih bodinya!” kata si kumis meremas payudara kiri Mbak Wulan, tangannya mempreteli kancing dasternya hingga terlihatlah belahan dadanya yang membuat pria itu dan kedua temannya terkesima
“Aahh... jangan!!” Mbak Wulan berakting meronta dan menolak.
“Jangan sampai kami berbuat kasar sama kalian, lebih baik kalian berdua bekerjasama dengan kami!” ancam pria itu sambil tangannya menyelinap ke balik dada Mbak Wulan.
Darahku mulai menggelegak dengan apa yang mereka lakukan pada teman baru kami itu.
“Oohh... lepasin!” jeritku saat si botak mendekapku dari belakang.
“Hehehe... boleh juga nih toked…”, seloroh pria botak itu menggerayangi payudaraku yang masih terbungkus piyama
Remasan itu disertai dengan pilinan terhadap putingku yang sudah tidak mengenakan bra di balik piyama berbahan suteraku.
“Hehe… mending kamu nikmati aja cantik”, kata si botak.
Sreett… si cepak menyibak cup bra Mbak Wulan dengan kasar menampakkan payudaranya yang membusung. Si kumis dan si cepatk terpana melihat kedua gunung kembar itu, putingnya yang kecoklatan bergerak naik-turun seiring nafasnya
“Kurang ajar!! Lepasin!!” bentak Mbak Wulan
“Huehehe... gua demen model toket yang ginian, saya mimik cucu dong!” seloroh si cepak memonyongkan mulut ke dada Mbak Wulan.
“cuupp… cuppp… mmuuahhh” pria itu melumat payudara Mbak Wulan dengan rakusnya, sementara tangan si kumis meremas payudara yang satunya.
"Lo orang berdua ambil yang itu dulu, yang amoy ini bagian gua dulu, ok!” sahut si botak.
“Sip, bro... nanti kan kebagian juga yang penting!” sahut si kumis.
“Siapa nama kamu cici cantik?” tanya si botak meremasi payudaraku.
“Hel.... Helen!” jawabku gugup
"Nah.. Ci Helen, dengar baik-baik perintah saya, kamu harus bertingkah seperti lonte yang doyan ngentot dan melakukan apa saja yang kami suruh. Atau suami kalian kita habisi! Ngerti?"
“Iya... iya... saya nurut!” aku terbata-bata, mereka begitu lihai dengan aktingnya sehingga aku merasa sedang disantroni pemerkosa sungguhan.
Aku melihat Mbak Wulan sudah telanjang dan tubuhnya yang dibaringkan di sofa sudah dijarah oleh kedua perampok itu.
“Hehehe... kalau ibu nurut, pistol daging saya bakal ngasih enak ke ibu, tapi kalau ibu ngelawan... jangan salahin kalau pistol ini menembak memek ibu!” si kumis menggesekkan moncong pistolnya ke vagina Mbak Wulan sambil tangan yang satu mengocok vaginanya.
“Aaahh.... aahhh... tolong hentikan!!” desah Mbak Wulan yang kedua payudaranya diremasi dari belakang oleh si cepak yang mendekapnya.
“Sekarang buka bajunya! Cepat!” bentak si botak membuatku tersentak.
Dengan gemetaran aku melucuti pakaianku di depan mereka, Ricky terpaku menatapku, entah apa yang ada di pikirannya melihat istrinya diperlakukan seperti ini? Aku bisa melihat kekaguman dan nafsu yang terpancar dari mata si botak saat tinggal celana dalam yang tersisa di tubuhku.
“Kok diem? Ayo buka semua!” bentaknya lagi saat aku menyilangkan tangan menutupi payudaraku.
Dengan berat aku pun membuka pakaian terakhir yang tersisa di tubuhku itu.
"Hehehe... ini nih baru jaminan mutu, gak salah gua pilih duluan! Iya gak?” kelakar pria botak itu.
“Emang Baygon, jaminan mutu? Pokoknya jangan semprot peju di badan atau mukanya loh sebelum gua nikmatin!” sahut si kumis sambil terus menggesekkan pistolnya ke bibir vagina Mbak Wulan.
“Ci Helen sini berlutut! Ayo sepongin kontol saya!” perintah si botak.
Aku kembali menengok ke arah Ricky yang pandangannya tidak lepas dariku, kulihat ia mengangguk sedikit sehingga aku pun berlutut di depan pria itu dan membuka sabuk dan celananya. Penis besar bersunat itu tertodong tepat di depan wajahku begitu kuturunkan celana dalamnya. Darahku berdesir melihat batangnya yang berurat dan sedikit lebih panjang dari milik suamiku itu, belum lagi terasa begitu keras ketika kugenggam.
"Ayo ci, sepong! Awas jangan digigit!" perintah pria itu menempelkan bagian tumpul parang ke leher sampingku menimbulkan sensasi dingin.
Aku mengikuti perintahnya, kumulai dengan kocokan lembut, kemudian kujilati batang hingga kepalanya. Perasaanku sungguh campur-aduk melakukannya, antara takut, malu, dan terangsang. Kubayangkan saja melakukannya dengan Ricky walau jujur saja, penisnya agak beraroma tidak sedap. Kumasukkan benda itu ke mulutku dan kugerakkan kepalaku maju-mundur mengulumnya.
"Aahh... mantap kali servisnya si encik satu ini!" lenguh pria itu sambil meremas rambutku.
Sambil terus mengoral, kugerakkan mataku ke samping melihat si kumis sudah telanjang dan menggenjot vagina Mbak Wulan yang menungging sambil mengoral penis si cepak yang duduk bersandar pada sandaran tangan. Payudaranya tidak lepas dari jamahan tangan kedua pria itu. Slurp… slurp..., lidah dan mulutku yang melayani penis si botak membuat suara-suara seksi yang memanaskan suasana. Teknik oralku ini biasanya membuat Ricky blingsatan dan itu juga dirasakan oleh pria ini.
“Doyan nyepong yah cik? Enak banget soalnya aahh!!” kata si botak dengan suara bergetar.
Setelah hampir sepuluh menit, kurasakan kepala penis pria ini semakin berkedut-kedut.
"Aaaghhh.... tahan dulu, cukup! Saya sekarang mau coba memek cik!” katanya sambil mencabut penisnya.
Ia menelentangkan tubuhku di karpet dan membentangkan kedua belah pahaku lalu berlutut di antaranya.
“Tolong jangan kasar!!", pintaku
“Tenang cik, abang gak bakal nyakitin, malah bikin cik ketagihan deh! Huehehehe!” katanya mengarahkan penisnya yang ereksi maksimal ke bibir vaginaku.
Aku penasaran apa yang ada di pikiran Ricky dan Pak Satrio menyaksikan istri-istri mereka digarap orang lain di hadapan mereka. Sensasi cuckold, aku pernah membaca di sebuah artikel seks, yaitu sensasi terangsang ketika melihat pasangan sendiri bercinta dengan orang lain. Suami-suami kami agaknya kini sedang menikmati sensasi tersebut. Aku merasakan vaginaku makin basah setelah pria botak itu menggesek-gesekkan batangnya selama beberapa saat hingga akhirnya ia mulai melesakkan kepala penisnya.
“Akhhh…pelan..akhh…” desahku ketika benda itu melesak masuk ke vaginaku
“Uuuhh memek ncik masih seret, belum punya anak yah?” tanyanya di antara pompaan penisnya yang sudah menancap penuh di vaginaku, aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
Vaginaku terasa sangat sesak, lebih sesak saat bercinta dengan suamiku. Mulutku mulai mendesah saat pria itu mulai melakukan gerakan maju mundur menggenjot vaginaku.
"Memek ncik bener-bener mantap", dengus si botak sambil terus menggenjotku.
Desahan Mbak Wulan semakin keras, aku menoleh ke arahnya mendapatinya masih tetap dalam posisi nungging tadi namun disodoki lebih keras oleh si kumis. Wajah cantik Mbak Wulan penuh cipratan sperma si cepak yang kini penisnya yang setengah loyo dikocok oleh wanita itu. Kelihatannya mereka akan orgasme bersama karena si kumis pun semakin melenguh, ia semakin intens menyodoki vagina Mbak Wulan.
“Ouuugghhh...” Mbak Wulan mengerang keras saat mencapai orgasme.
Tidak sampai semenit, si kumis juga menghujam keras penisnya hingga mentok sambil melenguh panjang. Keduanya telah sampai di puncak kenikmatan, tubuh mereka mengejang dahsyat hingga akhirnya ambruk bertindihan.
Saat itu aku tengah sibuk dengan si botak yang menggumuli tubuhku, penisnya yang keras itu menjelajah setiap mili liang vaginaku. Bahkan kenikmatan yang berpadu dengan rasa malu dan direndahkan itu memberi sebuah sensasi aneh yang luar biasa yang membuat birahiku semakin menggelegak, aku mulai merasa tidak ada lagi perkosaan ataupun akting, aku merasakan sedang berpacu dalam nafsu dengan orang lain di depan suamiku sendiri. Tangan kasar pria itu tidak pernah lepas menggerayangi payudaraku, putingku diplintir, dicubit atau ditarik olehnya. Sedang enak-enaknya menikmati genjotan si botak, tiba-tiba tubuhku diangkat dari belakang.
“Permisi cik, saya ikutan yah!!” ternyata orang itu adalah si kumis, ia sandarkan punggungku dalam dekapannya.
Wajahku diputar ke samping belakang lalu ia pagut bibirku. Tanpa risih aku membuka mulutku membiarkan lidah pria itu mengais-ngais mulutku. Dua pasang tangan kasar semakin liar menjamahi tubuhku. Aku tidak malu-malu lagi beradu lidah dengan si kumis. Kubuka mataku sedikit dan melihat ke arah Ricky, ia dan Pak Satrio nampak menggigit bibir terpaku melihatku sedang dithreesome, aku yakin perasaannya pun campur-aduk seperti yang kualami. Tak lama kemudian aku merasakan ada yang mau meledak dari dalam tubuhku.
“Ooooohhh!!” aku pun melenguh panjang menyambut terpaan gelombang orgasme.
Sssrrrr… ssrrrrr... vaginaku menyemburkan cairan hangat bertepatan dengan penis si botak yang menghujam dalam-dalam. Ia mendiamkan penisnya di dalam sana untuk memberiku kesempatan menikmati orgasme, aku juga merasakan dinding vaginaku meremas-remas batang penisnya. Tubuhku mengejang dalam dekapan kedua pria itu hingga akhirnya melemas kembali. Kulihat di sofa Mbak Wulan sudah mulai ronde berikutnya dengan si cepak. Ia menaik-turunkan tubuhnya di pangkuan pria itu dengan liar, agaknya kali ini ia lah yang memegang kendali, dipagutnya bibir pria itu dengan penuh nafsu sementara tangan si pria mengelusi punggung dan bongkahan pantatnya. Si botak yang masih belum orgasme melanjutkan genjotannya terhadapku. Kali ini ia baringkan tubuhku menyamping, kaki kiriku ia naikkan ke bahunya sebelum ia lanjut menggenjot vaginaku. Si kumis menyelipkan bantal besar ke bawah kepalaku agar aku lebih nyaman berbaring menyamping sambil mengoral penisnya. Pergumulan kami berlangsung dalam tempo sedang hingga akhirnya si botak semakin cepat menyodokkan penisnya dan melenguh nikmat. Sejenak kemudian, cairan hangat mengisi vaginaku, tangannya meremas payudaraku lebih keras menimbulkan sensasi nyeri tapi anehnya... nikmat.
“Pheeww... mantap abis memeknya! Lu harus coba!” sahutnya sambil mencabut penis itu dari vaginaku.
Kata-katanya itu sungguh merendahkan dan jorok, tapi entah mengapa hal itu malah membuat darahku makin berdesir, sensasi seperti ini tidak pernah kudapatkan bila bercinta secara konvensional baik dengan Ricky maupun mantanku dulu.
“Bener yah... giliran gua sekarang pengen cobain!” kata si kumis, “ayo nungging cik!” perintahnya sambil mengangkat tubuhku.
Aku menunggingkan pantatku dan menyandarkan kedua tangan pada meja kayu di ruang tengah.
“Aaakkrhh!” desahku saat merasakan penis si kumis menyeruak masuk ke vaginaku.
Jujur... bercinta dengan cara tak lazim seperti ini ternyata fantastis sekali, dalam hati aku berpikir bisa-bisa kelak aku malah ketagihan. Tanpa menunggu lama, si kumis mulai membombardir vaginaku dengan cepat sambil meremasi kedua payudaraku yang menggantung.
“Uuugghh... keluar Bu!!” terdengar si cepak melenguh di sofa, ia sudah tidak sanggup lagi menahan goyangan liar Mbak Wulan yang terus menggoyang tubuhnya, pasti sperma pria itu banyak tertumpah di vaginanya.
Kulihat Mbak Wulan tersenyum setelah berhasil menaklukkan pria itu, ia turun dari pangkuannya hingga alat kelamin mereka terpisah.
“Ayo sekarang kamu!” katanya pada si botak yang baru saja minum
Ia segera berlutut meraih penis si botak yang setengah ereksi dan langsung melahapnya. Di belakangku, penis si kumis begitu lancar merojok-rojok vaginaku yang sudah banjir. Aku pun mulai berani bersikap aktif, kuliuk-liukkan pinggulku sehingga pria itu merasakan batang penisnya dibesot-besot oleh liang kewanitaanku.
"Aaaa.... aaaah beneran memek cik emang sip, kaya punya gadis!” kata pria itu tersengal-sengal.
Setelah belasan menit, kurasakan pria itu akan orgasme, ia mendengus-dengus dan meningkatkan genjotannya padaku, sesekali tangannya menampar dan meremas pantatku. Ketika vaginaku berkedut-kedut dan kembali mengucurkan cairan kewanitaan, pria itu membenamkan penisnya sedalam-dalamnya hingga terasa medesak rahimku, lalu terasa benda itu menembak-nembakkan hangat yang begitu banyaknya sampai sebagian meluap ke luar. Oooh... harus kuakui, ini indah sekali. Setelah si kumis mencabut penisnya, si cepak yang mulai pulih menghampiriku.
“Berbaring aja di sofa cik, sambil istirahat!” kata pria itu yang hanya kujawab dengan anggukan kepala.
Aku pasrah saja ia mengangkat tubuhku dan dibaringkan di sana. Ia menindihku dan merentangkan kedua tanganku ke atas. Mulailah ia menjilati tubuhku yang sudah berkeringat ini, terutama di bagian-bagian sensitif seperti leher, ketiak dan payudara. Ia begitu gemas melumati payudaraku yang membusung indah. Aku pun menggelinjang merasakan sensasi seperti melayang-layang di atas awan. Saat itu si kumis dan si botak berdiri menghimpit tubuh Mbak Wulan, si botak di depannya menghela pinggulnya sehingga penisnya mengaduk-aduk vagina wanita itu. Dari belakang, si kumis mendekap tubuhnya sambil menciumi leher jenjang dan bahu wanita itu. Setelah puas melumat payudaraku hingga meninggalkan bekas cupangan dan jejak liur, ia naikkan kaki kiriku ke pundaknya. Penisnya yang sudah keras ia gesek-gesekkan pada bibir vaginaku. Aku menggigit bibir bawah saat benda itu sedikit demi sedikit memasuki vaginaku.
Pria itu mendiamkan penisnya tertancap di vaginaku, sepertinya ia ingin meresapi kenikmatan yang menjalar dalam dirinya dari pijatan-pijatan dinding vaginaku.
“Hufffftttt... legit banget ci!!” ceracaunya.
Habis berkata barulah ia mulai memaju-mundurkan batangnya hingga semakin cepat. Tempo gerakannya kini sudah mulai stabil, sedang dan mantab sehingga aku mulai menikmatinya dan tidak ingin ini buru-buru berakhir. Kulingkarkan kedua kakiku ke pinggang pria yang bahkan namanya pun tidak kutahu ini. Birahiku makin bergelora menyaksikan tatapan Ricky dan Pak Satrio pada kami dan juga Mbak Wulan yang sedang dithreesome.
“Aakh... uuuhh... terusss bang...” spontan itu terlontar dari mulutku yang menyuarakan hasrat terdalamku tanpa sengaja.
Pria itu menyetubuhiku selama lima belas menitan hingga aku merasakan sebentar lagi akan mencapai orgasme lagi. Mataku membeliak ke atas hingga memutih dan saat orgasme itu akhirnya datang, tubuhku pun melengkung.
“Aaaaahhhh... baanngg... saya sampai!!” aku mengerang keras menyambut terpaan gelombang nikmat itu.
Si cepak menghentikan gerakannya sejenak, ia mengecup dan memagut bibirku yang kubalas mesra sebagai ungkapan terima kasih sudah membawaku terbang ke atas awan kenikmatan. Lagi-lagi aku memikirkan Ricky, apa yang dipikirnya melihat aku mencium mesra ‘pemerkosa’ istrinya di hadapannya. Plop... pria itu mencabut penisnya dari vaginaku lalu menaiki dadaku. Penis yang masih ereksi dan basah oleh cairanku itu ia jepit di antara kedua payudaraku dan ia maju-mundurkan di situ. Tidak sampai lima menitan, ia melenguh sambil meremas payudaraku lebih kencang. Cairan putih kental menyemprot membasahi wajahku, beberapa kali cipratannya masuk ke mulutku sehingga aku pun menelannya. Terasa sekali aromanya yang tajam dan rasanya yang asin, oohh... aku merasa seksi sekali disiram sperma di depan suamiku sendiri, sungguh hasrat liar yang selama ini terpendam itu telah muncul ke permukaan. Saat itu, Mbak Wulan sedang duduk di sofa menggenggam penis si kumis dan si botak yang ia oral dan kocok bergantian sampai tak lama kemudian si botak melenguh panjang dan menyemburkan penisnya ke wajah wanita itu. Mbak Wulan membuka mulutnya menangkap cipratan sperma si botak sambil terus mengocok penis si kumis. Penis itu lalu ia masukkan ke mulutnya dan dihisap hingga pipinya kempot.
“Oooohhh... bbbuuu... anjrit edan!!” ceracau si botak.
Kini Mbak Wulan tidak nampak seperti diperkosa, lebih terlihat seperti ia menaklukkan kedua “pemerkosa” itu. Akhirnya ia melepaskan penis si botak yang sudah menyusut dan beralih ke si kumis yang juga dibuatnya melenguh nikmat oleh hisapannya. Kepala Mbak Wulan maju mundur mengoral penis pria itu.
“Ouugghhh...” erangan pria itu mencapai orgasme.
Dengan rakusnya Mbak Wulan menghisap penis yang kupastikan sedang menyemburkan sperma di dalam mulutnya. Mata pria itu membeliak-beliak merasakan teknik oral Mbak Wulan yang mumpuni. Tubuh Syane melemas sesaat, napasnya terdengar tersengal-sengal, matanya menatap sayu ke arah. Tiga pria itu ambruk sudah, dekikian pula aku, tubuhku kurasa begitu penat.
Tiga pria itu meninggalkan kami setelah pamit. Ricky menghampiriku yang masih terbaring lemas setelah ikatannya dilepaskan oleh Mbak Wulan. Menurutku di bagian akhir akting tiga pemerkosa itu kurang meyakinkan, kok jadi sopan sampai pamitan segala, mana balik didominasi oleh Mbak Wulan pula, tapi overall ini pengalaman seks yang seru.
“Lu gimana Len? Baik-baik aja?” tanyanya.
“Yah... as you see lah!” jawabku lemas, “uuhh... gua perlu mandi dulu, udah lengket-lengket nih!”
Aku memejamkan matanya, meresapi hangatnya air shower mengguyur tubuhku. Bayangan tentang yang baru terjadi tadi masih demikian jelas, tubuhku dijarah tiga pria di hadapan suamiku sendiri. Pikiranku tengah bertualang.
“Kok bisa sih kita ikutan retreat seperti ini?” tanyaku dalam hati sambil menengadahkan kepala merasakan siraman air pada wajahku.
Tiba-tiba pintu terbuka dan aku melihat ke samping menemukan Ricky masuk. Ia sudah telanjang dan menghampiriku, dipeluknya tubuhku dari belakang.
"Tadi itu pengalaman ter-edan dalam hidup gua" kataku sambil menggenggam tangannya
"Tapi lu nikmatin ga?" tanyanya mempererat pelukan
Aku tak tahu harus menjawab apa, hanya menghela nafas panjang.
“Lu sendiri gimana perasaan lu setelah liat tadi itu?’ tanyaku.
“Hard to say... campur aduk” jawabnya sambil mencium pundakku.
“Kita sama-sama udah nyobain ML sama orang lain, kedudukan kita sama kan?”
“Lu ada ML sama Mbak Wulan, sama tiga cowok lagi, lu lebih dong!”
“Yeee... itu pemanasan masa mau lu itung juga?”
Kami tertawa, Ricky lalu mengambil sabun dan membalurinya ke tubuhku. Kami berpagutan bibir lalu aku berlutut meraih penisnya yang ereksi.
“Perlu gua lemesin?” aku menawarkan diri.
Dia menggeleng, “gak usah, sekarang istirahat aja, masih ada besok”
Aku merasa beruntung memiliki suami yang pengertian, dari penisnya yang ereksi aku tahu ia masih birahi dan butuh penuntasan, namun ia tidak memintanya karena tahu aku lelah setelah melayani tiga pria. Aku harus melakukan yang terbaik baginya.
“Ya udah pake mulut aja yah, sebentar, supaya tidurnya juga enak hihihi” kataku lalu mulai menjilati batang itu sebentar sebelum kumasukkan ke mulut.
Kusedot-sedot penis suamiku itu dan kumainkan lidahku sedemikian rupa agar bisa menyapu bagian kepala dan lehernya. Tanganku pun tak diam, kuurut-urut benda itu hingga terasa bergetar dan akan segera menyemburkan isinya. Sekitar sepuluh menitan kuoral, Ricky pun mengerang nikmat dan memegangi kepalaku. Spermanya muncrat di mulutku dan segera kuhisapi hingga mauk, kutelan seluruh cairan putih kental itu. Setelah menyelesaikan mandi kamipun naik ke ranjang bersama. Sebenarnya dianjurkan agar setiap pasangan selama retreat ini harus tidur dengan pasangan lain, bukan pasangan sendiri. Namun pasutri Surabaya itu agaknya mengerti keadaan kami yang pendatang baru yang belum terlalu siap untuk tidur dengan yang bukan pasangan. Malam itu kami sudah lelah, ngobrol-ngobrol sedikit dengannya aku pun terlelap ke alam mimpi dalam dekapan hangat suamiku.
Pesan WA dari admin retreat yang masuk pagi itu ke smartphoneku menyuruhku untuk jogging di halaman depan, sendirian, tanpa ditemani Helen. Maka setelah menikmati sarapan roti selai dan kopi yang disediakan Helen, aku pun pamit untuk itu. Kami berciuman bibir selama lima menitan sebelum aku melepaskannya dan menepuk pinggulnya.
“Oke, see you yah!” pamitku
“See you too!” balasnya.
Memang olah raga ringan ini perlu kami lakukan, supaya tidak jenuh berada di dalam pondok terus. Nyaman rasanya berolahraga pagi di halaman depan yang hijau dan dikelilingi pepohonan rimbun sehingga udaranya pun sejuk dan bersih dari polusi, tidak seperti di ibukota.
“Hai Ricky!” sapa sebuah suara wanita setelah aku berputar satu putaran.
“Mbak Wulan, sendirian aja?” sapaku.
Ibu beranak dua itu tampil cantik dengan rambut panjangnya diikat ke belakang memakai kaos longgar dan celana pendek.
“Iyalah, kan disuruh gitu sama admin”
Aku baru mengerti, ternyata kami sedang dipasangkan dengan pasangan lain. Kami mengobrol sambil berlari kecil mengelilingi pekarangan. Di sekeliling kami yang terdengar kicauan burung menyambut pagi dan semilir angin, adem sekali suasananya.
“Ntar siang bakal ada yang datang lagi, pasti mulai rame hari ini” kata Mbak Wulan.
“Ooh iya, kemaren Grace juga ngomong gitu ke kita” kataku, “eeemm... Mbak, mau tanya, setelah ikut retreat ini hubungan kalian gimana pengaruhnya?”
Ia tersenyum membuatnya semakin manis, “pengaruhnya ke kita yah, as you can see, Mas Satrio itu tadinya udah kurang bergairah soal seks, ya maklum lah ya, udah ampir kepala enam, tapi setelah ikut ini dia jadi lebih semangat yang pada akhirnya hubungan kita juga makin hangat, pokoknya Rick, ini tuh cuma main badan aja, jangan sampe main hati, di sini tuh kita melakukan sesuatu di luar norma-norma yang bikin kita makin terbuka dan juga makin hangat” tuturnya dengan logat Jawa Timur yang medok.
Aku mengangguk-angguk, “dulu siapa yang ajak ikutan ini?”
“Teman aku, waktu itu kita juga lagi jenuh sama sex life, kalau kamu gimana?”
“Sepupu saya hehehe... Ryan namanya, mungkin Mbak pernah ketemu dulu”
“Ryan... yang kacamata, nama istrinya Viona?”
“Itu dia, lho Mbak tau yah?”
“Iya... itu waktu pertama kali kita ikutan retreat ketemu dia, kuat juga loh dia. Oalah... jadi kamu tu sepupunya toh”
Kami bercengkrama sangat akrab hingga akhirnya memelankan lari kami
"Capek?" tanyaku sambil memeluk pinggang rampingnya.
“Lumayan, istirahat bentar di situ yuk!” ajaknya menunjuk ke sebuah bangku panjang dari batu di bawah sebuah pohon rindang.
Ia meraih tanganku dan menuntunnya ke sana.
“Minum mbak?’ tawarku setelah membuka botol air minum.
“Thanks!” katanya menerima dan meneguk isinya, lalu menyodorkannya lagi padaku.
“Pheeww... enak yah suasanya” kataku setelah meneguk air dan menyeka keringat di dahiku dengan handuk kecil yang kubawa.
“Kamu masih kuat?” tanya Mbak Wulan.
“Kuat apa nih? Lari atau.... “ pancingku.
Ia tersenyum penuh arti dan kami saling berpandangan hingga akhirnya ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku langsung menanggapi, kami pun berciuman penuh gairah. Tanganku mulai merayapi paha mulusnya, bahkan lalu menyelinap ke bawah kaosnya. Ia juga meraih selangkanganku menggenggam batang penisku dari luar membuatku merinding. Kami mulai hanyut dalam hasrat yang mulai terbangkitkan. Mbak Wulan adalah good kisser, ia melumat bibirku dengan lahapnya sehingga awalnya aku agak gelagapan. Setelah adaptasi barulah aku bisa mengimbanginya dengan permainan lidah yang saling belit dan saling bertukar ludah. Kami berhenti sebentar, ia mengangkat tangan untuk membiarkanku meloloskan kaosnya. Wow... ternyata ia tidak memakai bra sehingga payudara montok dengan puting coklat itu langsung terlihat. Berikutnya aku melucuti celana pendeknya, sama seperti atas, bawahannya pun ia tidak memakai dalaman.
“Sini! masa aku thok yang telanjang!” ia ganti melucuti pakaianku
Kini kami telah telanjang bulat di taman, serasa Adam dan Hawa di Eden, butir-butir keringat nampak membasahi tubuh kami.
"Wow...udah ngaceng gini Rick!" katanya sambil menggenggam batang penisku.
"Iya, punya Mbak juga udah basah gini...masukin aja yuk!" kataku sambil memegangi selangkangannya yang mulai basah.
“Ojo buru-buru dong! Kamu berdiri dulu!” perintahnya.
Aku ikut saja yang diperintahkan wanita itu. Dengan lembut ia mulai mengocoknya sehingga akupun mendesah nikmat. Tanganku meraih payudara Mbak Wulan dan meremasinya, putingnya kupencet-pencet hingga mengeras. Sebentar kemudian, ia mulai mengulum dan menghisap penisku.
“Sshh... aduh Mbak… enak banget sepongannya… aah!!” desisku.
Ia mengoral penisku hingga sepuluh menit kemudian, “ayo Rick, sekarang aja, udah pengen nih!” pintanya sambi terus mengocok lembut penisku.
Aku yang sudah horny berat tentu mengiyakannya, maka kuajak dia ke bawah pohon. Wanita itu menyandarkan kedua lengannya pada batang pohon besar tersebut dan menunggingkan pantatnya ke arahku. Langsung saja kutempelkan moncong penisku ke mulut vaginanya dan kudorong hingga melesak masuk. Tanpa buang waktu aku mulai mengayun penisku, vaginanya juga bereaksi, makin lama makin basah sehingga makin lancar gerak maju-mundurku. Angin pagi yang sesekali bertiup menimbulkan gemerisik dedaunan seolah mengiringi keindahan senggama di alam terbuka ini. Mungkin pada jaman purba dulu beginilah manusia melakukan hubungan seks karena belum mengenal rumah dan pakaian.
“Lebih cepet Rick!!” pintanya di tengah desahan
Sesuai permintaan, aku pun mempercepat ayunan penisku dalam jepitan liang kewanitaannya, tanpa sungkan-sungkan lagi ia merespon dengan goyangan pinggulnya yang liar. Persetubuhan di alam bebas seperti ini sungguh memberi sensasi tersendiri, sungguh sesuatu yang indah. Tanganku tiada hentinya meremas-remas payudaranya sehingga aku merasa persetubuhanku dengan wanita itu lengkap nikmatnya.
"Duh.... Rick, punyamu ini enak tenan..." ucap Mbak Wulan di sela-sela genjotanku.
Setelah agak lama, kami berganti gaya, Mbak Wulan bersandar pada batang pohon dan satu kakinya kuangkat lalu kembali kutusuk vaginanya dengan penisku. Ia memelukku erat, dadaku bergesekkan dengan payudaranya, kuciumi bibirnya sehangat birahiku yang sedang melayang-layang di sorga kenikmatan. Akhirnya pada suatu saat Mbak Wulan berbisik terengah di dekat telingaku
"Rick... aku... udah mau..."
"Kita barengin ya mbak... gua juga udah mau"
"I... iya Rick... biar enak..."
Aku pun menggenjot dengan gerakan yang lebih cepat sampai akhirnya aku merasa seperti melayang tinggi penuh kenikmatan. Mbak Wulan mulai mengejang, kurasakan kuku di jarinya menggores punggungku.
“Aaahhh!!” rintihnya kencang.
Aku pun makin mempergila ayunan pinggulku, sambil mencengkram kedua bongkahan pantatnya. Dan akhirnya kami seperti manusia kerasukan, sama-sama merintih agak kencang. Aku mendengus sambil membenamkan penisku sedalam-dalamnya. Pada saat yang sama, cairan hangat mengucur dari vagina Mbak Wulan menghangatkan penisku yang berkali-kali memuntahkan cairan kental hangatnya, liang vaginanya berkontraksi cepat meremasi penisku yang masih merojok-rojoknya. Sungguh nikmat orgasme pertamaku bersama wanita beranak dua ini, kami berpagutan menikmati sisa-sisa gelombang kenikmatan yang mulai surut.
“Masih mau lanjut?” tanyaku.
“Udah dulu lah, simpen tenaganya, waktu kita masih panjang, acaranya juga masih banyak!” ia melepaskan diri dari dekapanku dan memunguti pakaiannya, “ingat di acara ini harus hemat tenaga biar bisa nikmatin semuanya!”
Setelah berpakaian, kami pun bergandengan kembali ke pondok.
“Lu yakin ini bakal membawa perubahan?” tanyaku semakin berdebar-debar seiring semakin mendekatnya tujuan kami.
“Hopefully say... this is our last effort” kata Ricky sambil menggenggam telapak tanganku dengan hangat, ‘kalau sampai ini gak berhasil en kita harus cerai, kita masih teman baik kan?” dia menoleh ke arahku, kami saling pandang.
Aku tersenyum kecil dan mengangguk, “belum merit dulu kita emangnya teman baik, mungkin udah takdir kita sebagai teman bukan sebagai suami istri, eh... jalan tuh!” kataku menyadari lampu hijau sudah menyala dan mobil di belakang mengklakson.
Ricky buru-buru menjalankan mobil meneruskan perjalanan. Hari itu Sabtu, cuaca cerah namun tidak dengan hati kami, kegundahan memenuhi hatiku dan suamiku ini. Empat tahun lebih pernikahan kami sedang di ujung tanduk menuju perceraian. Secara materi kami bisa dibilang sangat berkelimpahan, Ricky mempunyai karier mapan, dalam usia 34 ia telah menjabat wakil direktur di perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konstruksi. Aku sendiri Helen (29 tahun), dikarunia wajah yang cantik oriental dengan tubuh ideal berpostur sedang. Semua mengatakan kami pasangan yang sempurna, yang pria tampan dan yang wanita cantik, dan sudah hidup mapan pula. Ooohh... seandainya saja mereka tahu yang sebenarnya, semua tidaklah seindah yang mereka lihat. Ingin rasanya aku berteriak pada mereka, “WHAT DO YOU KNOW, BITCH!!??”. Buah hati yang belum kunjung lahir adalah awal segala masalah, Ricky adalah satu-satunya anak laki-laki di keluarganya sehingga orang tuanya sangat berharap cucu darinya. Ini yang menyebabkan mama mertuaku sering sinis padaku. Kami sudah berusaha dan berkonsultasi dengan beberapa dokter, namun semua hasilnya tidak memuaskan, ada dokter yang mengatakan masalahnya di Ricky yang spermanya lemah, tapi dokter lain mengatakan ada masalah di rahimku. Aku tidak tahu mana yang benar, sejauh ini kami berhubungan intim normal-normal saja. Di tengah kesibukan Ricky yang karirnya makin menanjak dan diriku yang mengelola bisnis catering dari rumah, waktu kami berdua semakin berkurang, sehingga yang ada malah pertengkaran yang dipicu hal-hal sepele. Setelah berkonsultasi ke psikiater dan juga pendeta, kami mulai saling terbuka satu sama lain untuk mendekatkan diri. Dari situ keluarlah pengakuan bahwa kami masing-masing pernah melakukan selingkuh selama empat tahun pernikahan kami. Ricky pernah melakukan dua kali dengan wanita panggilan ketika perjalanan bisnis ke luar negeri, sedangkan aku sendiri dengan mantan pacarku yang sudah tinggal di kota lain. Kami berhubungan lagi lewat medsos dan aku bercinta sekali dengannya ketika ia datang ke kota ini sekalian mengunjungiku. Kekhilafan yang terjadi karena kesepian dan jenuh dengan rutinitas ini memang akhirnya kusesali. Saat itu aku merasakan hatiku hancur dan aku tahu Ricky juga merasakan hal yang sama sampai kami kehilangan kata-kata waktu itu. Malam itu kami sepakat untuk mengakhiri saja pernikahan kami. Namun besok lusanya, Ricky berubah pikiran, ia cerita padaku setelah curhat dengan sepupunya di Bandung, sang sepupu mengusulkan sebuah solusi terakhir. Sebuah solusi yang nyeleneh kalau tidak mau dibilang gila. Menurut sepupu suamiku itu, kami mengalami kejenuhan dalam pernikahan ditambah tekanan karena belum memiliki keturunan (kuakui yang satu ini memang benar), sehingga kami memerlukan sebuah retreat. Namun ini bukan retreat biasa yang diisi dengan meditasi atau doa untuk menenangkan diri, ini adalah retreat dimana peserta dapat melampiaskan birahi seliar-liarnya bahkan di depan pasangan. Eksplorasi seksual seperti ini membuat peserta lebih jujur ke pasangan sekaligus mendapat kenikmatan yang berbeda.
“Sinting!” itu yang pertama keluar dari mulutku setelah mendengar penuturannya, “lu yah, masa dengerin si Ryan yang sex maniac itu”
“Helen honey... “ ia menggenggam tanganku dan menatapku, “ini kan cuma ide, jangan marah gitu dong”
"Rick... gimana gua gak marah, suami gua pengen gua ML sama orang lain, termasuk threesome, orgy, sama kegilaan lainnya!"
Aku memang pernah bercinta dengan dua orang mantan pacarku dan sekali terlibat one night stand dengan teman sebelum menikah dulu. Tapi soal cuckold, threesome, gangbang bahkan orgy tidak pernah terpikir olehku untuk melakukannya, memang ada fantasi ke arah sana namun aku tidak punya cukup keberanian untuk itu. Terlebih setelah menikah, Ricky adalah satu-satunya yang pernah bercinta denganku, kecuali sekali kekhilafan dengan mantanku itu.
"But we did it anyway, right? Gua... lu... thats why kita sampai ke tahap ini kan? Terus apa bedanya kalau terjadi lagi di level yang lebih tinggi, kita sama-sama tahu bahkan saling menyaksikan, sensasi rasa cemburu itu yang bikin kita makin hot sama pasangan.”
“Jadi untuk itu kita berdua harus sama-sama melakukan penyelewengan?”
“Gua tanya lu dulu, apa definisi menyeleweng itu? Seseorang itu dikatakan menyeleweng kalau dia melakukan hal di luar pengetahuan pasangannya, dengan kata lain dia melakukan secara sembunyi-sembunyi sehingga pasangannya gak tahu dan gak pernah menyetujuinya. Beda dengan event ini. Semuanya terbuka dan melalui persetujuan bersama antara kedua pasangan suami-istri itu”, jawab suamiku.
Aku terdiam meresapi kata-katanya, mungkin ada benarnya juga, kami perlu hiburan yang tidak biasa, perlu mencoba sesuatu yang baru untuk me-refresh hubungan kita.
“Emang si Ryan udah pernah nyoba ke acara itu? Terus hasilnya gimana?”
“Justru dia udah pernah makanya dia cerita, katanya sex life dia sama bininya ML lebih bergairah setelah ikutan acara itu"
"Jadi Ryan melihat si Viona ML sama cowok lain?"
"Yep... dan sebaliknya, kadang juga mereka tukar pasangan atau rame-rame dengan orang lain."
Aku mengernyitkan dahi mendengarnya, aku baru tahu ada klub yang membuat event segila itu di Indonesia.
"Kalaupun ga ada hasilnya, ya anggaplah itu pesta perpisahan buat kita, gimana?” Ricky merangkul tubuhku dan mendekapnya.
Aku menghela nafas dan mengambil rokoknya yang ia letakkan di bibir asbak lalu menghisapnya.
“Ya udah, kalau gitu lu atur aja, gimana emang cara ikutnya?”
“Ini ga bisa sembarang ngedaftar, mereka dapet peserta itu lewat rekomendasi member, kalau kita mau ikut gua besok hubungi Ryan minta rekomendasi dari dia, udah gitu baru kita dihubungi sama mereka”
“Oke then, I’m just waiting” jawabku kembali menghisap rokok di jariku.
“Hei.... sejak kapan lu ngerokok lagi? Sini!” Ricky merebutnya dari tanganku.
“Sejak barusan... gak liat?” aku melepaskan pelukannya dan beranjak dari sofa, “gua mau cuci muka sikat gigi dulu, cape pengen bobo”
Dalam hati aku diam-diam tersenyum, ia masih perhatian padaku seperti jaman pacaran dulu, aku selalu dilarangnya menyentuh rokok alasannya demi kebaikanku. Ia masih mencintaiku sebagaimana aku masih mencintainya di tengah ujian dalam pernikahan kami.
Tiga hari kemudian, Ricky memberitahu bahwa ia telah menerima email persetujuan atas rekomendasi dari sepupunya. Kami bersama melihat email tersebut dan mempelajari keterangan lengkapnya dalam dokumen PDF. Caligula Retreat, itulah yang tertera pada kepala dokumen, nama dari seorang kaisar Romawi, yang terkenal akan kehidupan seksnya yang nyeleneh dan pemerintahannya dipenuhi skandal amoral. Ricky pernah mengajakku nonton filmnya sehingga aku masih ingat tokoh tersebut. Kami mempelajari dokumen yang berisi kontrak dan peraturan-peraturan yang wajib ditaati, antara lain: peserta harus berusia 18 tahun ke atas, dilarang membawa anak-anak dan orang lain yang bukan peserta/ member ke lokasi retreat, dilarang membawa dan mengkonsumsi narkoba, serta dokumentasi dalam bentuk apapun dilarang keras. Juga tercantum biaya yang terbilang mahal, untuk menjadi peserta satu paket per event saja dua puluh lima juta/ pasangan/ tiga malam, sementara untuk menjadi member dikenai biaya tahunan dua ratus juta/ pasangan, bisa mengikuti acara kapan saja dengan koordinasi dengan pihak penyelenggara terlebih dahulu. Dengan biaya setinggi itu, sudah dapat dipastikan yang menjadi member/ peserta pastilah kelas menengah atas. Urusan selanjutnya, Ricky lah yang mengurus, kami memutuskan mencoba paket tiga hari dua malam. Setelah mengurus administrasi via online dan WA kami akhirnya mendapat tempat dua minggu kemudian. Kembali ke awal cerita, akhirnya tibalah kami pada hari yang ditentukan, mobil kami sudah memasuki gerbang kompleks perumahan elite di pinggir ibukota, sesuai alamat yang diberikan. Kini kami tinggal mencari kantor marketing propertinya. Tidak sulit menemukan tempat tersebut yang terletak di kompleks ruko di depan gerbang masuk, bangunannya yang bertingkat tiga dengan papan nama besar mencolok.
“Siang... saya mau bertemu dengan Bu Grace, udah janji atas nama Ricky Setiadi” kata suamiku pada resepsionis
“Baik Pak, ditunggu sebentar ya!” si resepsionis segera mengangkat telepon untuk menghubungi, “... ah iya Bu, baiklah!”
Resepsionis itu menutup telepon lalu berkata, “bapak ibu langsung saja ke lantai dua, ruangan Bu Grace yang di depannya ada bangku panjang!”
Kami pun segera ke atas dan baru juga sampai di lantai dua, pintu yang dimaksud sudah membuka dan keluarlah seorang wanita cantik berambut sebahu dihighlight kemerahan tersenyum ke arah kami.
“Halo.... Ricky dan Helen kan?” sapanya menghampiri kami dan mengulurkan tangannya, “saya Grace, kita selama ini udah berhubungan lewat WA”
Kami berjabatan tangan, wanita itu nampak lebih cantik dari di picture profile WA, usianya kira-kira pertengahan tiga puluhan, sebaya dengan kami. Profil tubuhnya juga ideal, dengan tingginya sekitar 160an, terlihat seksi tapi anggun dalam gaun putih lengan panjang dengan V-neck serta potongan bawah yang rendah memamerkan keindahan pahanya. Kulihat Ricky curi-curi pandang ke bagian terbuka itu, aku sudah maklum dengan naluri pria seperti itu.
“Mari kita masuk dulu, ada beberapa hal yang harus diurus sebelum kita ke ke sana!” katanya ramah.
Di dalam ia mempersilakan kami duduk di sofa. Mataku memandangi ruangan ini dengan kagum. Sebagai public relation, kantor Grace lumayan mewah dan lega dilengkapi furniture berkelas. Setelah mengambil sebuah kotak jinjing dari dalam lemari, ia duduk di hadapan kami.
“Sebelumnya saya ucapkan selamat datang dulu di Caligula Retreat!” katanya, “Apa ada yang mau ditanyakan dulu?”
“Pertama-tama saya mau tahu dulu profil perusahaan yang mengadakan event ini, kok bisa ya ada bisnis seperti ini di Indonesia, itu yang bikin saya penasaran” tanya Ricky
Grace tersenyum, nampaknya ia sudah biasa menghadapi pertanyaan seperti ini, kemudian ia mulai menjelaskan bahwa klub retreat dan kompleks elite ini berada di bawah perusahaan yang sama, yang juga bergerak di bidang security, hiburan, dan perhotelan. Lebih lanjut lagi, ia mulai bercerita lebih jauh tentang Caligula Retreat ini.
“Proyek ini tadinya hanyalah percobaan, namun di luar dugaan peminatnya ternyata banyak dan hingga kini sudah berjalan tujuh tahun, dan terus mengalami perkembangan. Kami menangkap peluang pasar kaum menengah atas akan kebutuhan rekreasi yang tidak biasa, rekreasi erotis yang biasa kita temui di beberapa negara Eropa Barat dan Jepang, namun karena budaya di kita belum bisa menerimanya, maka klub ini bisa dibilang semi underground, hanya untuk kalangan tertentu yang sudah terseleksi saja, dan kami sangat menjamin privasi dan kerahasiaan setiap klien kami.”
“Eeerr... siapa saja yang menjadi klien kalian?” berikutnya aku yang bertanya
“Oh sangat beragam dan dari berbagai kota di Indonesia, bahkan ada beberapa dari luar negeri, termasuk ekspatriat, seingat saya ada dari Singapura, Australia, Taiwan... macem-macem. Dan seperti yang kalian ketahui, pangsa pasarnya adalah kelas menengah atas. Kami memiliki klien pejabat, anggota dewan, selebritis”
“Selebitis? Jadi ada artis atau musisi juga?” tanyaku lagi.
Grace mengangguk, “juga tercatat ada seorang atlet nasional, baru masuk tahun lalu, mereka mengambil VIP membership sehingga yang ikut hanya kalangan mereka saja, tidak ada orang luar, karena privacy sangat penting bagi tokoh publik kan”
“Tempat retreat ini, apa hanya di sini aja?” tanya Ricky.
“Ya untuk pulau Jawa dan ada satu lagi di Bali, we have secret beach there, ke depannya kemungkinan akan bertambah lagi tempatnya”
Kami terdiam menghadapi kenyataan bahwa bisnis erotis seperti ini ternyata sudah ada di Indonesia dan kami akan segera menjadi bagian di dalamnya. Setelah menerangkan cukup detail mengenai event ini, ia membuka laci mejanya dan mengeluarkan dua kotak kecil berisi cincin platinum bergaris biru yang elegan.
“Ini adalah tanda pengenal peserta retreat dan menjadi milik kalian, harap dipakai selama acara!”
Kami pun mengambil benda itu dan memakai di jari masing-masing, ukurannya pas. Pantas saja di formulir pendaftaran kami harus mengisi ukuran cincin, ternyata untuk ini.
“Peserta memakai cincin seperti itu, sementara aktor-aktor kami yang akan meramaikan acara memakai cincin hitam seperti ini” ia membuka smartphone dan menunjukkan gambar sebentuk cincin berwarna hitam, “jadi kalau bertemu yang memakai ini dan melakukan sesuatu yang membuat terkejut, tenang saja, itu hanya skenario, keamanan dan kenyamanan kalian selama di retreat kami jamin sepenuhnya.”
“Satu lagi hal penting, di kontrak sudah tertulis bahwa dokumentasi dalam bentuk apapun dilarang di retreat, untuk itu bila kalian membawa kamera, smartphone, atau apapun untuk merekam harus dititip di sini” kata wanita itu berjalan ke arah lemari mengeluarkan dua buah kotak, “kami telah menyediakan smartphone khusus agar kalian bisa tetap berkomunikasi dengan keluarga, selain itu admin acara akan selalu berhubungan kalian lewat pesan WA, sekarang pindahkan chip kalian dan tukar dengan smartphone kami!”
Smartphone itu adalah type Samsung pada umumnya, hanya telah dimodifikasi sehingga kameranya tidak berfungsi. Kami pun mengeluarkan chip dan memasukkannya ke smartphone yang diberikan oleh Grace.
“Kalau misalnya ada yang nakal diam-diam bawa alat buat dokumentasi acara gimana?” tanya Ricky sambil mengganti chip.
“Maka besoknya tubuhnya akan mengambang di Citarum” jawaban itu membuat kami terhenyak dua detikan hingga akhirnya Grace tersenyum nakal melihat reaksi kami, “bercanda hihihi.... itu tidak akan terjadi karena kami punya semua rekaman CCTV kegiatan peserta, jadi baik perusahaan dan member memegang kartu as-nya masing-masing, tinggal ikuti saja peraturannnya, that simple”
Setelah menerima kuitansi untuk mengambil barang kami bila mau pulang nanti, Grace mengajak kami ke tempat retreat.
DAY 1
Kami mengikuti Xpander putih Grace dari belakang menyusuri rumah-rumah megah di kompleks ini. Suasana di sini begitu asri dan tenang dengan pepohonan yang banyak tumbuh di pinggir jalannya. Kami terus mengikuti mobil Grace ke wilayah yang agak menanjak hingga mobilnya menepi di pos security di seberang sebuah gerbang besar.
“Member maupun aktor wajib lapor sebelum masuk, sekarang kita akan mendaftar dan mengambil kunci. Security tersedia 24 jam, mereka hanya akan masuk ke dalam kalau dipanggil, intercom langsung ke sini tersedia di setiap pondok dan juga sudah ada nomor security di smartphone kalian” kata Grace setelah turun dari mobil.
Dua pria berpakaian safari dan bertubuh kekar keluar dari pos menyambut kami. Tanpa bertele-tele, setelah petugas memasukkan data kami ke komputer dan menyerahkan kunci, kami pun bersiap masuk ke dalam Dari luar sudah terlihat tempat itu sangat megah. Gerbang besar itu membuka menyambut kami. Begitu masuk terlihat sebuah taman yang indah dan artistik dikelilingi tembok dan pepohonan tinggi. Kolam ikan, jembatan kecil dan patung-patung yang menghiasi beberapa sudut memperindah taman itu, kalau saja smartphone kami tidak ditahan aku pasti sudah berfoto-foto dulu di sini. Ricky memarkirkan mobil di pelataran parkir yang bisa menampung lebih dari selusin mobil di sebelah mobil Grace.
“Kita ke sana!” kata Grace menunjuk ke sebuah gedung aneh berlantai dua yang dikelilingi tembok lebih rendah berlapis marmer merah.
“Udah ada yang datang selain kita belum?” tanya Ricky
“Ada sepasang yang datang kemarin dari Surabaya” jawab Grace menuntun kami ke arah bangunan tersebut.
Aku semakin terkagum-kagum melihat di balik tembok itu, seperti sebuah kampung kecil dengan lima pondok minimalis satu lantai mengelilingi gedung aneh berlantai dua yang megah itu. Sebuah jalan kecil yang muat satu mobil membelah tiga pondok dan dua pondok plus gedung itu saling berseberangan. Taman kecil di depan setiap pondok semakin memperindah suasana. Tempat ini menyerupai kota benteng mini dengan dua lapis tembok, mungkin lahan sebesar ini lebih cocok untuk sebuah sekolah internasional.
“Di hari-hari biasa tempat ini bisa berfungsi sebagai tempat meeting, arisan, retreat, pesta kebun, shooting film, foto pre-weeding atau prosesi penjemputan mempelai” kata Grace menjelaskan, “aahh... itu mereka! Ayo saya kenalin!” ia mengajak kami ke pondok sebelah gedung itu yang pintunya terbuka dari dalam.
“Grace!” sapa seorang wanita berparas cantik yang keluar dari dalam diikuti seorang pria tambun berkumis berusia setengah baya.
“Siang Mbak Wulan! Pak Satrio” balas Grace, “ini tamu baru kita, kenalin Ricky dan yang cantik itu istrinya, Helen!”
Kami berkenalan dan berjabat tangan dengan pasutri yang berasal dari Surabaya itu. Mereka begitu ramah dan penuh kehangatan menyambut kami yang baru datang ini.
“Pak Satrio dan Mbak Wulan ini anggota lama, udah... berapa kali ikut acara?”
“Ini yang kelima” kata Pak Satrio
“Ya... lima kali, jadi kalau ada perlu kalian bisa tanya-tanya atau minta tolong ke mereka
Selanjutnya Grace mengantarkan kami ke pondok yang akan kami tempati di seberang pondok pasutri itu. Interior di dalam bertype minimalis dan elegan. Kulkas sudah terisi makanan dan minuman yang sudah termasuk biaya, demikian pula beberapa botol minuman keras di lemari minibar.
“Disini bisa memasak sendiri, bisa dari catering kami yang di sebelah kantor, juga bisa memesan dari luar, delivery akan diantar ke pos security dan mereka yang mengantarkannya ke sini!”
Grace menjelaskan bahwa setiap sudut tempat ini terpasang hidden camera resolusi tinggi sehingga kita dapat melihat spot yang ingin kita lihat melalui TV.
“Kalian dapat melihat pasangan kalian bercinta dengan siapa dan dimana, tinggal cari saja spotnya dengan remote TV ini, kecuali di toilet, kami tahu tidak nyaman dan tidak etis tertangkap kamera dalam keadaan sedang buang air” Grace menjelaskan sambil memberi contoh dengan menekan-nekan remote TV.
Mbak Wulan dan Pak Satrio yang mengikuti kami juga menjelaskan ini itu berusaha mendekatkan diri dengan kami yang pendatang baru ini.
“Omong-omong sebentar lagi akan ada aktor yang datang” kata Grace melihat smartphonenya, “apa masih ada yang belum mengerti?”
Ricky menggeleng, “nanti saya hubungi aja kalau perlu!”
“Tenang aja, kan ada kita toh yang bisa bantu!” sahut Pak Satrio.
“Baiklah kalau begitu saya tinggal dulu, have fun all!” pamit Grace lalu keluar dari pondok kami meninggalkan kami berempat.
“Kalian mau istirahat dulu atau liat-liat??” tanya Mbak Wulan
“Eeerr... gimana yah enaknya?” aku bingung mau menjawab apa.
“Gini aja deh, Len yuk kita jalan-jalan, aku kasih liat sekitar sini! Ricky sama Mas Satrio, gimana?” usul Mbak Wulan.
Wanita itu menggandeng tanganku ke gedung bertingkat dua itu. Begitu masuk kami tiba di bangsal utama sebesar lapangan basket yang menurutnya biasa dipakai untuk resepsi atau acara lain. Sebuah pintu kaca di seberang menghubungkan ke area kolam renang indoor berukuran sedang. Di sana terdapat dua buah tangga, yang kiri mengarah ke lantai dua dimana terdapat ruang fitness dan yang kanan mengarah ke ruang rapat.
“Di sini kita bisa main di mana aja, gak selalu di kamar juga, jadi kan ndak bosenin gitu” paparnya
“Kamu sebelumnya belum pernah ML sama orang lain selain suami?” tanyanya yang kujawab dengan anggukan kepala.
“Kamu pasti nervous” katanya menebak isi hatiku yang memang benar, “kita berenang aja dulu supaya lebih segar yuk!”
“Tapi saya gak bawa swimsuit”
“Swimsuit, ah siapa yang perlu!” Mbak Wulan lalu dengan santai melepas bajunya sendiri hingga telanjang.
Tubuh wanita berdarah Jawa itu masih indah dan langsing, perutnya pun tak nampak lipatan lemak padahal sudah beranak dua dan usianya sudah kepala empat. Selangkangannya ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat.
“Eeehh... Mbak!!” aku meronta dikit ketika ia mencoba melepas bajuku.
“Enjoy aja, ojo canggung!” katanya dekat wajahku.
Ia memelukku dan memagut bibirku, baru pertama kali dalam hidup aku berciuman dengan wanita. Aku ingin berontak namun entah mengapa aku tidak melakukannya, malah mulai menikmati pagutan bibir wanita itu dan balas memeluknya. Ciuman lembut dan rabaannya terhadap tubuhku membuatku lebih rileks, aku mulai memainkan lidahku membalas lidahnya yang menjilati bibirku. Aku pun pasrah ketika ia melucuti satu demi satu pakaianku hingga tak terasa aku pun sudah telanjang.
“Badan kamu bagus Len!” pujinya memandangi tubuhku sambil meremas payudara kiri.
“Mbak juga” balasku dengan wajah memerah.
“Yuk ke air aja!” ajaknya menggandeng pergelangan kiriku.
“Heeii.... aaww.... jjbbuuurr!!” jeritku kecil ketika di bibir kolam wanita itu menarik lenganku hingga kami berdua tercebur ke kolam.
Aku timbul ke permukaan dan menyeka rambut basahku ke belakang, air merendam tubuhku hingga leher. Mbak Wulan mencipratkan air dan kubalas mencipratnya sambil tertawa cekikikan.
"Susumu gede toh ya?" kata Mbak Wulan mengagumi melihat payudaraku yang membusung indah.
“Lebih gede punya mbak kali, punya saya sedang aja kok”
Ia mendekatiku dan meraih payudara kananku.
“Bentuknya bagus, kencang lagi” katanya sambil meremas lembut.
Kami beradu lidah lagi hingga aku berinisiatif untuk mencium payudaranya.
“Yah jilati punyaku!!" rintih Mbak Wulan menikmati ciuman dan jilatanku pada payudaranya.
Tak lama kemudian kami berganti posisi, kusandarkan punggungku ke dinding kolam dan Mbak Wulan menjilat payudaraku, jemarinya yang lentik keluar-masuk mengobok-obok liang vaginaku.
"Mmh.. enak Mbak!" rintihku tak tahan lagi dengan permainan Mbak Wulan yang membuaiku.
“Sekarang kamu naik Len!” perintahnya yang langsung kuturuti tanpa banyak tanya.
Aku naik dan duduk di bibir kolam dan ia merenggangkan pahaku kemudian membenamkan wajahnya di sana. Lidah wanita itu terus-terusan menyapu bibir vagina dan dinding di dalamnya. Oooh... ternyata jilatan seorang wanita tidak kalah nikmat dari pria, nikmat yang sulit kulukiskan dengan kata-kata.
"Ssshhh... yah Mbah, jilat disitu, jangan lepas..." rintihku meminta agar ia menjilati klitorisku.
Sepulu menit kemudian, aku mengalami orgasme. Tubuhku mengejang dan erangan nikmat keluar dari mulutku. Mbak Wulan melahap cairan kewanitaanku hingga terdengar bunyi seruputnya. Ohh... lidahnya mengais-ngais ke dalam dan menghisap seakan tidak ingin menyia-nyiakan setetespun cairanku.
"Gimana, enak nggak?" tanya wanita itu setelah orgasmeku reda.
Aku mengangguk "Enak juga yah"
“Dah lebih rileks toh sekarang?” tanyanya sambil naik ke bibir kolam duduk di sebelahku.
Aku mengangguk dan tersenyum lemas. Lalu ia tarik lenganku sambil membaringkan dirinya di bibir kolam.
“Giliran kamu yah!” katanya.
Aku mengerti apa yang dimaksudnya, kumulai dengan memagut bibirnya dan beradu lidah sejenak, lalu turun ke leher terus ke payudaranya. Putingnya kugigit lembut dan kuhisap sehingga membuatnya mendesah nikmat. Tanganku mengelusi lekuk tubuhnya hingga tiba di selangkangannya. Aku belum pernah melakukan seperti ini dengan sesama jenis, namun kubiarkan birahi dalam diriku mengarahkanku mengikuti arus permainannya.
“Len… teruss jilat... aaahh…”, ia mendesah nikmat ketika aku menyusu pada payudara kirinya sambil mengais-ngais vaginanya dengan jariku
Tubuh Mbak Wulan menggeliat-geliat, wajahnya menggambarkan dengan jelas kalau dirinya terangsang hebat. Tak lama kemudian kurasakan kedua pahanya mengejang dan dinding vaginanya berkontraksi lebih cepat. Sebagai wanita, aku juga mengerti ia telah di ambang orgasme. Perlahan tubuhku bergerak turun ke arah selangkangannya dan mendekatkan wajahku ke liang vaginanya.
“Ngghkk… ooohh... ”, ia melenguh sejadi jadinya ketika aku mencucup bibir vaginanya.
Aku melakukan apa yang biasa suamiku lakukan padaku pada saat seperti ini. Lidahku terus menjilati klitorisnya dan jariku terus mencucuk-cucuk hingga akhirnya Mbak Wulan mendesah panjang dengan tubuh menggelinjang. Aku menyeruput cairan cinta Mbak Wulan hingga tak tersisa. Kami berguling ke samping dan menceburkan diri ke air.
“Ooh…”, keluh Mbak Wulan muncul ke permukaan bersamaku lalu memelukku mesra.
“Udah ga nervous lagi kan?” tanyanya pelan sambil menatap wajahku dan menyibakkan rambut basahku.
Aku mengangguk sambil tersenyum lemas
“Ini baru pemanasan say... bakal ada yang lebih seru lagi…”, kata Mbak Wulan dengan nada menggoda sambil melingkarkan kedua tangannya ke belakang punggungku, kami pun berpelukan di air.
Belaian tangan Mbak Wulan pada rambutku membuatku merasa nyaman. Aku menyusupkan wajahku di dalam rambut basahnya yang terhampar di sisi kiri kepalanya. Aku sudah siap menghadapi acara retreat selanjutnya.
-----------------------
POV Ricky
Pak Satrio mengajakku ke pondoknya untuk ngobrol sambil menunggu aktor yang dijanjikan Grace tadi.
“Aktornya tuh bukan cowok kan? Ogah saya main pedang-pedangan” tanyaku.
“Ada yang cowok ada yang cewek, nanti juga dikabarin sama admin kok!” jawab Pak Satrio sambil menuangkan white wine ke dalam gelasku.
Kami mennyentuhkan gelas kami, lalu kami teguk isinya sebagai tanda perkenalan kami, berikutnya pastilah kami memasuki sisi-sisi pribadi dalam kehidupan masing-masing. Pria berusia sebaya dengan adik laki-laki papaku yang bungsu ini ternyata enak diajak ngobrol, dia banyak tahu segala hal mulai dari bisnis, politik, dan isu terkini. Pria berusia 57 tahun ini adalah pensiunan pejabat pemerintahan, di masa pensiunnya beliau tinggal menikmati hasil usahanya dalam bisnis kost-kostan mahasiswa dan distributor sembako. Sebelum menikah dengan Mbak Wulan ia pernah menikah dan mempunyai seorang anak. Istri pertamanya ia ceraikan setelah wanita itu tertangkap basah selingkuh. Tujuh tahun kemudian barulah ia menikahi Mbak Wulan yang beda usianya lumayan jauh dan memperoleh dua anak darinya.
“Mau liat ndak nih, istri-istri kita mungkin lagi action” beliau mengambil remote TV dan menyalakannya.
“Ah beneran ternyata di sini!” kata Pak Satrio menemukan channel di kolam renang yang membuatku merinding dan terperangah melihatnya.
Terlihat jelas Helen duduk di bibir kolam, telanjang dengan tubuh basah sedang menikmati vaginanya dijilati oleh Mbak Wulan yang masih di air. Nampak kepala Helen menengadah dengan mata terpejam menikmati jilatan Mbak Wulan. Aku menuangkan wine lagi ke gelasku tanpa melepas pandangan ke layar TV.
“Lagi pemanasan sama istri saya tuh hehehe” kata Pak Satrio
Saat itu smarphone kami berbunyi pada saat bersamaan, aku mengambil dan membuka pesan. Dari admin retreat, “para pria diharap ke parkiran, ada yang butuh pertolongan!”
“Wah, waktunya nih, yuk!” ajak Pak Satrio yang juga mengecek smartphonenya
Ia mematikan TV dan menepuk lenganku agar ikutan. Kami pun keluar dari pondok, lalu melangkah ke teras depan keluar dari tembok dalam menuju parkiran. Aku mulai degdegan, terutama saat melihat mobil sedan kuning yang terparkir di seberang mobilku. Di jok kemudi nampak seorang wanita cantik berumur pertengahan dua puluhan nampak sedang menstarter namun mesin mobil tidak kunjung menyala juga.
“Siang... ada masalah?’ sapa Pak Satrio.
“Iya ini mobilnya ga bisa start” jawab si wanita.
“Hhmm... coba dibuka depannya kita periksa!” kata pria berkumis itu.
Wanita itu membuka kap depan mobil lalu turun sehingga kami dapat melihat sosoknya yang indah, perawakannya sedang dibungkus jumpsuit mini warna biru dengan potongan dada rendah yang memamerkan lekuk tubuhnya membuatku menelan ludah, di jari manis kirinya tersemat cincin hitam tanda ia adalah aktor dalam retreat ini.
“Hai” sapaku, “gua Ricky!” sambil mengulurkan tangan.
“Erlin” balasnya seraya menjabatku sehingga dapat kurasakan kelembutan tangannya.
“Rick! Bantu periksa, pacarannya nanti!” panggil Pak Satrio
“Oh iya Pak, ok!” sahutku buru-buru memeriksa apa yang tidak beres.
Aku lumayan mengerti mesin mobil sehingga baru melihat saja aku sudah tahu ada kabel ke accu yang sengaja dicabut.
“Pak coba distart!” sahutku setelah kupasang kembali kabel itu.
Pak Satrio menstarter dan walhasil mesin pun menyala lagi.
“Beres nih!” kataku pada Erlin sambil menutup kembali kap depan.
“Eeerr... makasih yah... “ kata wanita itu, “now what?“ dia nampak agak gugup menyaksikan kami dua pria yang menatapinya.
Pak Satrio yang baru keluar dari mobil langsung mendekap wanita itu dan memagut bibirnya, tangannya meremas pinggulnya. Wine yang kuminum ditambah live show lesbian istriku membuat birahiku naik dengan cepat dan berani mendekati mereka. Kudekap tubuh Erlin dari sisi yang lain dan kuremas payudaranya. Erlin melepas ciumannya dari Pak Satrio dan memagut bibirku. Wanita itu ahli memainkan lidahnya, lidahnya lebih agresif menyapu rongga mulutku daripada aku. Tanganku mulai menyusup ke belahan dadanya yang rendah dan meremas bongkahan payudaranya yang lembut itu. Kurasakan tangan wanita itu meremas selangkanganku dari luar. Aku dan Pak Satrio melucuti jumpsuit yang dipakainya hingga tinggal tersisa celana dalam hitam.
“Ke mobil aja yuk!” ajak Erlin
Kami pun masuk ke jok belakang mengapit wanita itu kanan dan kiri. Pak Satrio menarik lepas celana dalamnya sehingga terlihat vaginanya yang ditumbuhi bulu tercukur segitiga. Erline membuka baju dan celanaku dan langsung menggenggam batang penisku, tangan kanannya menggenggam penis Pak Satrio yang sudah membuka pakaiannya sendiri. Kini kami bertiga sudah telanjang di jok belakang, tangan-tangan kami menggerayangi tubuh mulus Erlin. Aku menunduk agar dapat menjilat dan menghisap puting kirinya, Pak Satrio pun tidak mau kalah, dari berpagutan bibir, ia pun ikut melumat payudara yang kanan. Aksi kami membuat desahan Erlin semakin tak karuan. Tangan Pak Satrio merambah selangkangan wanita itu dan jari tangannya mulai mencucuk-cucuk liang senggamanya sehingga membuatnya semakin merintih dan menggelinjang.
“Ssshhh… aahhhh… hisaap.. pentilku aahh....yyyahhh!” desah Erlin sambil terus mengocok penis kami.
Selama beberapa saat lamanya tubuh Erlin menjadi bulan-bulanan kami, bergantian ia berciuman dan beradu lidah dengan aku dan Pak Satrio, bekas cupangan dan air liur nampak pada leher, pundak dan terutama dadanya.
“Udah ah... masukin aja, ntar keburu keluar duluan!” katanya menghentikan kocokan pada penis kamu, “mau siapa dulu nih?”
“Bapak dulu aja!” kataku membiarkan yang lebih senior mengambil jatah duluan.
“Oke, bapak dari luar aja ya, biar lega!” katanya lalu membuka pintu mobil dan keluar sambil menarik pinggul Erlin hingga menghadap keluar mobil.
“Aaahh!!” desah Erlin merasakan desakan penis pria itu pada vaginanya
Tanpa menunggu lama lagi, Pak Satrio dengan berpegangan pada pinggul Erlin mulai menggenjot vaginanya. Sementara Erlin yang posisinya membentuk huruf T dengan posisiku meraih penisku dan mulai menjilati serta mengulum penisku membuat birahiku semakin memuncak. Aku dibuatnya merem-melek merasakan sapuan-sapuan lidahnya pada kepala penisku, belum lagi hisapannya yang dahsyat itu. Tanganku meraih payudaranya dan meremasinya dan memilin-milin putingnya. Desahan nikmat kami pun terdengar sahut-menyahut. Seru sekali sensasi bercinta di tempat terbuka seperti ini yang belum pernah kulakukan sebelum ikut acara ini.
“Sslrrpppp… ssslrrrppp…eeemmm…!” Erlin sibuk menservis penisku
Kulihat Pak Satrio semakin cepat menggenjot wanita ini, nampaknya ia mau orgasme. Demikian pula Erlin, tubuhnya mulai mengejang dan hisapannya terhadap penisku makin bersemangat.
“Ooooohhhh… saya keluaaaaar… aaahhhh….” erang Erlin.
Pak Satrio masih menggenjot hingga kurang dari lima menit kemudian, dimana pria itu menggeram dan menekan penisnya sedalam mungkin pada vagina Erlin.
“Aaarrhh... mantap...!” erangnya dalam kenikmatan hingga akhirnya mencabut penisnya.
Akhirnya tubuh Erlin rebah di sofa setelah mencapai orgasmenya, tangannya masih menggenggam batang penisku. Nafasnya memburu namun berangsur-angsur mereda, matanya yang terpejam merasakan hempasan gelombang nikmat itu mulai terbuka.
“Sini Lin!” kunaikkan tubuhnya ke pangkuanku dalam posisi memunggungi
Ia nampak masih bersemangat, tangannya meraih penisku dan mengarahkan ke vaginanya. Mula-mula dioles-oleskannya kepala penisku pada bibir vaginanya yang basah, lalu ia selipkan kepala penisku di bibir tersebut. Dengan perlahan ia menekan turun pantatnya hingga sleeeppp… penisku pun menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya. Liang itu terasa sangat erat menjepit penisku, desahan kami pun memenuhi mobil ini. Pak Satrio masuk kembali ke mobil dan melumat payudara Erlin sehingga membuatnya semakin menceracau. Wanita itu mulai menambah kecepatan genjotannya sehingga makin mengempoti penisku.
“Tolong dimiringin dikit posisinya koh!” pinta Erlin, “bapak geseran sana!”
Aku mengikuti apa yang dimintanya, masih berpangkuan, kami memiringkan tubuh. Wanita itu ternyata ingin mengoral penis Pak Satrio. Dengan posisi begini aku bisa lebih aktif menggerakkan pinggulku menggenjot vaginanya.
Sambil menikmati servis oral Erlin, Pak Satrio meremasi kedua payudara wanita itu diselingi dengan pilinan-pilinan lembut di kedua putingnya. Sementara aku tak hanya mengenjot, tanganku berusaha mencapai selangkangannya dan berhasil menangkap klitorisnya yang lalu kuelus dengan lembut, ini biasa kulakukan saat bercinta dengan Helen. Kulihat Pak Satrio terpejam-pejam menikmati penisnya dioral oleh Erlin. Hampir setengah jam kami melakukannya di mobil hingga tubuh kami bermandi keringat. Aku tidak tahan lagi, ini terlalu nikmat, empotan vaginanya akhirnya mengantarku ke puncak kenikmatan. Dengan sebuah lenguhan panjang, penisku menyemprot-nyemprotkan sperma ke vagina gadis itu. Spermaku begitu banyak hingga meluber keluar vagina wanita itu bercampur dengan cairan kewanitaannya. Pak Satrio pun mengalami hal yang sama, penisnya yang sedang berada di dalam mulut Erlin akhirnya menyemprot-nyemprotkan cairan kental dan hangat. Cairan itu meleleh sedikit di pinggir bibir wanita itu. Kami bertiga pun terkapar lemas di mobil
“Sungguh hidangan pembuka yang memuaskan” kataku dalam hati merasakan serunya bercinta di tempat yang tidak biasa dan dengan skenario unik seperti ini.
“Kamu masih kuliah Lin?” tanya Pak Satrio sambil mulai berpakaian lagi.
Wanita itu menggeleng, “saya jualan pakaian sama make up online, kadang terima order endorsement juga” jawabnya lalu mengambil air mineral dan meminumnya.
“Udah lama jadi aktor?” tanyaku
“Dua tahun lebih, part time kaya ojek online kan sistemnya, pemasukannya lumayan, but... bulan depan udah gak kerja ini lagi kayanya”
“Oh napa? Mo merit?”
“Eeehhm” Erlin mengangguk, “ada waktunya kita harus berhenti untuk memulai yang baru kan?”
“Selamat yah kalau gitu” kata Pak Satrio, “kita gak bisa ketemu lagi kayanya”
“Iihh... si bapak, emangnya mau mati, kok gak bisa ketemu lagi, kita masih bertemu tapi bukan di retreat ini”
Kami pun tertawa-tawa. Setelah memulihkan tenaga dan kembali berpakaian, aku dan Pak Satrio turun dari mobil.
“Senang bertemu kalian, have fun yah! saya duluan!” pamit Erlin pada kami lalu menyalakan mobilnya
Kami pun melambai padanya hingga mobil itu meninggalkan parkiran.
“Piye?” tanya Pak Satrio menepuk pundakku, “asyik toh?”
“Mantap kalee!” jawabku
Kami pun dengan hati puas kembali ke dalam.
-------------
Pukul 19.07
POV Helen
Kami bersama pasutri Surabaya itu menikmati makan malam di tempat mereka, suasananya terasa hangat dan penuh dengan keakraban walau kita baru saja saling mengenal tadi siang. Pak Satrio yang paling sepuh di antara kami banyak memberi masukan pada aku dan Ricky mengenai hubungan kami. ‘Menu pembuka’ tadi siang juga menjadi pembicaraan hangat di meja makan, Ricky ternyata telah menyaksikanku bercinta sesama jenis lewat CCTV. Rasanya malu tapi sekaligus terangsang membayangkan diriku bercinta dengan orang lain disaksikan suami tercintaku. Ricky juga bercerita bahwa ia bersama Pak Satrio telah melakukan threesome dengan wanita cantik yang berperan sebagai aktor. Ricky mengatakan itu adalah welcome service yang paling seru.
"Rick, makan lebih banyak! Entar gak ada tenaga lho!", kataku menyodorkan sepiring lauk agar ia mengambil lagi.
“Iya... katanya bakal ada aktor lagi, harus bugar!” timpal Mbak Wulan.
Aku baru ingat, memang ada pemberitahuan dari admin via WA akan ada aktor yang datang malam ini, tapi tidak diketahui siapa atau kapan tepatnya.
“Biasanya kalau yang dateng sebelumnya cewek, yang kali ini pasti cowok!” tebak Mbak Wulan
"Kalian benar-benar pasangan serasi ya. Sudah empat tahun menikah tapi mesranya kayak masih pengantin baru aja hehehe...", goda Pak Satrio
"Udah toh... ojo digodain terus, biar mereka makan dulu", kata istrinya.
Kami pun makan malam dengan gembira.
“Omong-omong kalian kan dari Surabaya lebih dekat ke Bali, kok jauh-jauh ke sini?” tanya Ricky
“Kami tuh udah tiga kali pertama itu di Bali, makanya mau cari suasana baru, yang sebelum ini juga ke sini” jawab Mbak Wulan.
“Terus saya kebetulan harus ke Jakarta kemarin itu, ada urusan bisnis, jadi disekaligusin aja, check in ke sini jadinya kepagian, untungnya dikasih masuk juga”
Setelah menyelesaikan makan malam, kami meneruskan bercengkrama, tapi tiba-tiba... BRAAKKK!!
"JANGAN BERGERAK!!! SEMUANYA DIAM DAN JANGAN MELAWAN!!” bentak seorang pria tak dikenal yang tiba-tiba saja mendobrak masuk ke ruang makan.
Pria berkumis yang itu mengancam sambil menodongkan sepucuk pistol bersama dua temannya yang memegang parang.
Aku dan Mbak Wulan menjerit ketakutan, Ricky dan Pak Satrio berdiri kelihatan seperti mau melawan tapi... kedua pria lain sudah terlebih dulu menempelkan parang ke leher suami-suami kami sebelum keduanya sempat bangkit. Mereka pun takluk di bawah ancaman senjata tajam.
“Sabar... sabar... jangan pakai kekerasan, kita gak ngelawan!” kata Pak Satrio mencoba berdiplomasi dengan mereka.
“Duduk! Jangan macam-macam kamu!” bentak yang berkepala botak
“Tenang, mereka aktor” bisik Wulan padaku, “berakting aja, ikuti gamenya”
Aku sedikit lega melihat cincin hitam yang melingkar di jari ketiga pria bertampang sangar itu, namun ketegangan itu masih ada karena seumur hidup aku belum pernah menghadapi situasi seperti ini
"Apa mau kalian? Kalian boleh ambil semua yang kalian mau, tapi tolong jangan usik keluarga kami.", kata Ricky yang nampaknya juga sudah mengetahui skenario ini.
"Hahaha... gitu dong! Selama kalian nurut tidak ada satu orang pun yang akan terluka. Zul... ikat yang laki-laki!", kata si kumis yang adalah pemimpin mereka pada pria yang berambut cepak.
Dia segera mengikat suami-suami kami dengan tali yang sepertinya sudah mereka siapkan.
“Ka... kalian mau apa sekarang?” tanya Mbak Wulan berakting.
"Kamu! sini!" kata si kumis
Mbak Wulan segera berjalan ke arah si perampok. Begitu sudah berjarak selangkah, pria itu menarik sambil memutar tubuhnya, sehingga ia memeluk Mbak Wulan dari belakang dan ia menempelkan moncong pistolnya parangnya ke leher wanita itu.
“Weeitts... mantap nih bodinya!” kata si kumis meremas payudara kiri Mbak Wulan, tangannya mempreteli kancing dasternya hingga terlihatlah belahan dadanya yang membuat pria itu dan kedua temannya terkesima
“Aahh... jangan!!” Mbak Wulan berakting meronta dan menolak.
“Jangan sampai kami berbuat kasar sama kalian, lebih baik kalian berdua bekerjasama dengan kami!” ancam pria itu sambil tangannya menyelinap ke balik dada Mbak Wulan.
Darahku mulai menggelegak dengan apa yang mereka lakukan pada teman baru kami itu.
“Oohh... lepasin!” jeritku saat si botak mendekapku dari belakang.
“Hehehe... boleh juga nih toked…”, seloroh pria botak itu menggerayangi payudaraku yang masih terbungkus piyama
Remasan itu disertai dengan pilinan terhadap putingku yang sudah tidak mengenakan bra di balik piyama berbahan suteraku.
“Hehe… mending kamu nikmati aja cantik”, kata si botak.
Sreett… si cepak menyibak cup bra Mbak Wulan dengan kasar menampakkan payudaranya yang membusung. Si kumis dan si cepatk terpana melihat kedua gunung kembar itu, putingnya yang kecoklatan bergerak naik-turun seiring nafasnya
“Kurang ajar!! Lepasin!!” bentak Mbak Wulan
“Huehehe... gua demen model toket yang ginian, saya mimik cucu dong!” seloroh si cepak memonyongkan mulut ke dada Mbak Wulan.
“cuupp… cuppp… mmuuahhh” pria itu melumat payudara Mbak Wulan dengan rakusnya, sementara tangan si kumis meremas payudara yang satunya.
"Lo orang berdua ambil yang itu dulu, yang amoy ini bagian gua dulu, ok!” sahut si botak.
“Sip, bro... nanti kan kebagian juga yang penting!” sahut si kumis.
“Siapa nama kamu cici cantik?” tanya si botak meremasi payudaraku.
“Hel.... Helen!” jawabku gugup
"Nah.. Ci Helen, dengar baik-baik perintah saya, kamu harus bertingkah seperti lonte yang doyan ngentot dan melakukan apa saja yang kami suruh. Atau suami kalian kita habisi! Ngerti?"
“Iya... iya... saya nurut!” aku terbata-bata, mereka begitu lihai dengan aktingnya sehingga aku merasa sedang disantroni pemerkosa sungguhan.
Aku melihat Mbak Wulan sudah telanjang dan tubuhnya yang dibaringkan di sofa sudah dijarah oleh kedua perampok itu.
“Hehehe... kalau ibu nurut, pistol daging saya bakal ngasih enak ke ibu, tapi kalau ibu ngelawan... jangan salahin kalau pistol ini menembak memek ibu!” si kumis menggesekkan moncong pistolnya ke vagina Mbak Wulan sambil tangan yang satu mengocok vaginanya.
“Aaahh.... aahhh... tolong hentikan!!” desah Mbak Wulan yang kedua payudaranya diremasi dari belakang oleh si cepak yang mendekapnya.
“Sekarang buka bajunya! Cepat!” bentak si botak membuatku tersentak.
Dengan gemetaran aku melucuti pakaianku di depan mereka, Ricky terpaku menatapku, entah apa yang ada di pikirannya melihat istrinya diperlakukan seperti ini? Aku bisa melihat kekaguman dan nafsu yang terpancar dari mata si botak saat tinggal celana dalam yang tersisa di tubuhku.
“Kok diem? Ayo buka semua!” bentaknya lagi saat aku menyilangkan tangan menutupi payudaraku.
Dengan berat aku pun membuka pakaian terakhir yang tersisa di tubuhku itu.
"Hehehe... ini nih baru jaminan mutu, gak salah gua pilih duluan! Iya gak?” kelakar pria botak itu.
“Emang Baygon, jaminan mutu? Pokoknya jangan semprot peju di badan atau mukanya loh sebelum gua nikmatin!” sahut si kumis sambil terus menggesekkan pistolnya ke bibir vagina Mbak Wulan.
“Ci Helen sini berlutut! Ayo sepongin kontol saya!” perintah si botak.
Aku kembali menengok ke arah Ricky yang pandangannya tidak lepas dariku, kulihat ia mengangguk sedikit sehingga aku pun berlutut di depan pria itu dan membuka sabuk dan celananya. Penis besar bersunat itu tertodong tepat di depan wajahku begitu kuturunkan celana dalamnya. Darahku berdesir melihat batangnya yang berurat dan sedikit lebih panjang dari milik suamiku itu, belum lagi terasa begitu keras ketika kugenggam.
"Ayo ci, sepong! Awas jangan digigit!" perintah pria itu menempelkan bagian tumpul parang ke leher sampingku menimbulkan sensasi dingin.
Aku mengikuti perintahnya, kumulai dengan kocokan lembut, kemudian kujilati batang hingga kepalanya. Perasaanku sungguh campur-aduk melakukannya, antara takut, malu, dan terangsang. Kubayangkan saja melakukannya dengan Ricky walau jujur saja, penisnya agak beraroma tidak sedap. Kumasukkan benda itu ke mulutku dan kugerakkan kepalaku maju-mundur mengulumnya.
"Aahh... mantap kali servisnya si encik satu ini!" lenguh pria itu sambil meremas rambutku.
Sambil terus mengoral, kugerakkan mataku ke samping melihat si kumis sudah telanjang dan menggenjot vagina Mbak Wulan yang menungging sambil mengoral penis si cepak yang duduk bersandar pada sandaran tangan. Payudaranya tidak lepas dari jamahan tangan kedua pria itu. Slurp… slurp..., lidah dan mulutku yang melayani penis si botak membuat suara-suara seksi yang memanaskan suasana. Teknik oralku ini biasanya membuat Ricky blingsatan dan itu juga dirasakan oleh pria ini.
“Doyan nyepong yah cik? Enak banget soalnya aahh!!” kata si botak dengan suara bergetar.
Setelah hampir sepuluh menit, kurasakan kepala penis pria ini semakin berkedut-kedut.
"Aaaghhh.... tahan dulu, cukup! Saya sekarang mau coba memek cik!” katanya sambil mencabut penisnya.
Ia menelentangkan tubuhku di karpet dan membentangkan kedua belah pahaku lalu berlutut di antaranya.
“Tolong jangan kasar!!", pintaku
“Tenang cik, abang gak bakal nyakitin, malah bikin cik ketagihan deh! Huehehehe!” katanya mengarahkan penisnya yang ereksi maksimal ke bibir vaginaku.
Aku penasaran apa yang ada di pikiran Ricky dan Pak Satrio menyaksikan istri-istri mereka digarap orang lain di hadapan mereka. Sensasi cuckold, aku pernah membaca di sebuah artikel seks, yaitu sensasi terangsang ketika melihat pasangan sendiri bercinta dengan orang lain. Suami-suami kami agaknya kini sedang menikmati sensasi tersebut. Aku merasakan vaginaku makin basah setelah pria botak itu menggesek-gesekkan batangnya selama beberapa saat hingga akhirnya ia mulai melesakkan kepala penisnya.
“Akhhh…pelan..akhh…” desahku ketika benda itu melesak masuk ke vaginaku
“Uuuhh memek ncik masih seret, belum punya anak yah?” tanyanya di antara pompaan penisnya yang sudah menancap penuh di vaginaku, aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
Vaginaku terasa sangat sesak, lebih sesak saat bercinta dengan suamiku. Mulutku mulai mendesah saat pria itu mulai melakukan gerakan maju mundur menggenjot vaginaku.
"Memek ncik bener-bener mantap", dengus si botak sambil terus menggenjotku.
Desahan Mbak Wulan semakin keras, aku menoleh ke arahnya mendapatinya masih tetap dalam posisi nungging tadi namun disodoki lebih keras oleh si kumis. Wajah cantik Mbak Wulan penuh cipratan sperma si cepak yang kini penisnya yang setengah loyo dikocok oleh wanita itu. Kelihatannya mereka akan orgasme bersama karena si kumis pun semakin melenguh, ia semakin intens menyodoki vagina Mbak Wulan.
“Ouuugghhh...” Mbak Wulan mengerang keras saat mencapai orgasme.
Tidak sampai semenit, si kumis juga menghujam keras penisnya hingga mentok sambil melenguh panjang. Keduanya telah sampai di puncak kenikmatan, tubuh mereka mengejang dahsyat hingga akhirnya ambruk bertindihan.
Saat itu aku tengah sibuk dengan si botak yang menggumuli tubuhku, penisnya yang keras itu menjelajah setiap mili liang vaginaku. Bahkan kenikmatan yang berpadu dengan rasa malu dan direndahkan itu memberi sebuah sensasi aneh yang luar biasa yang membuat birahiku semakin menggelegak, aku mulai merasa tidak ada lagi perkosaan ataupun akting, aku merasakan sedang berpacu dalam nafsu dengan orang lain di depan suamiku sendiri. Tangan kasar pria itu tidak pernah lepas menggerayangi payudaraku, putingku diplintir, dicubit atau ditarik olehnya. Sedang enak-enaknya menikmati genjotan si botak, tiba-tiba tubuhku diangkat dari belakang.
“Permisi cik, saya ikutan yah!!” ternyata orang itu adalah si kumis, ia sandarkan punggungku dalam dekapannya.
Wajahku diputar ke samping belakang lalu ia pagut bibirku. Tanpa risih aku membuka mulutku membiarkan lidah pria itu mengais-ngais mulutku. Dua pasang tangan kasar semakin liar menjamahi tubuhku. Aku tidak malu-malu lagi beradu lidah dengan si kumis. Kubuka mataku sedikit dan melihat ke arah Ricky, ia dan Pak Satrio nampak menggigit bibir terpaku melihatku sedang dithreesome, aku yakin perasaannya pun campur-aduk seperti yang kualami. Tak lama kemudian aku merasakan ada yang mau meledak dari dalam tubuhku.
“Ooooohhh!!” aku pun melenguh panjang menyambut terpaan gelombang orgasme.
Sssrrrr… ssrrrrr... vaginaku menyemburkan cairan hangat bertepatan dengan penis si botak yang menghujam dalam-dalam. Ia mendiamkan penisnya di dalam sana untuk memberiku kesempatan menikmati orgasme, aku juga merasakan dinding vaginaku meremas-remas batang penisnya. Tubuhku mengejang dalam dekapan kedua pria itu hingga akhirnya melemas kembali. Kulihat di sofa Mbak Wulan sudah mulai ronde berikutnya dengan si cepak. Ia menaik-turunkan tubuhnya di pangkuan pria itu dengan liar, agaknya kali ini ia lah yang memegang kendali, dipagutnya bibir pria itu dengan penuh nafsu sementara tangan si pria mengelusi punggung dan bongkahan pantatnya. Si botak yang masih belum orgasme melanjutkan genjotannya terhadapku. Kali ini ia baringkan tubuhku menyamping, kaki kiriku ia naikkan ke bahunya sebelum ia lanjut menggenjot vaginaku. Si kumis menyelipkan bantal besar ke bawah kepalaku agar aku lebih nyaman berbaring menyamping sambil mengoral penisnya. Pergumulan kami berlangsung dalam tempo sedang hingga akhirnya si botak semakin cepat menyodokkan penisnya dan melenguh nikmat. Sejenak kemudian, cairan hangat mengisi vaginaku, tangannya meremas payudaraku lebih keras menimbulkan sensasi nyeri tapi anehnya... nikmat.
“Pheeww... mantap abis memeknya! Lu harus coba!” sahutnya sambil mencabut penis itu dari vaginaku.
Kata-katanya itu sungguh merendahkan dan jorok, tapi entah mengapa hal itu malah membuat darahku makin berdesir, sensasi seperti ini tidak pernah kudapatkan bila bercinta secara konvensional baik dengan Ricky maupun mantanku dulu.
“Bener yah... giliran gua sekarang pengen cobain!” kata si kumis, “ayo nungging cik!” perintahnya sambil mengangkat tubuhku.
Aku menunggingkan pantatku dan menyandarkan kedua tangan pada meja kayu di ruang tengah.
“Aaakkrhh!” desahku saat merasakan penis si kumis menyeruak masuk ke vaginaku.
Jujur... bercinta dengan cara tak lazim seperti ini ternyata fantastis sekali, dalam hati aku berpikir bisa-bisa kelak aku malah ketagihan. Tanpa menunggu lama, si kumis mulai membombardir vaginaku dengan cepat sambil meremasi kedua payudaraku yang menggantung.
“Uuugghh... keluar Bu!!” terdengar si cepak melenguh di sofa, ia sudah tidak sanggup lagi menahan goyangan liar Mbak Wulan yang terus menggoyang tubuhnya, pasti sperma pria itu banyak tertumpah di vaginanya.
Kulihat Mbak Wulan tersenyum setelah berhasil menaklukkan pria itu, ia turun dari pangkuannya hingga alat kelamin mereka terpisah.
“Ayo sekarang kamu!” katanya pada si botak yang baru saja minum
Ia segera berlutut meraih penis si botak yang setengah ereksi dan langsung melahapnya. Di belakangku, penis si kumis begitu lancar merojok-rojok vaginaku yang sudah banjir. Aku pun mulai berani bersikap aktif, kuliuk-liukkan pinggulku sehingga pria itu merasakan batang penisnya dibesot-besot oleh liang kewanitaanku.
"Aaaa.... aaaah beneran memek cik emang sip, kaya punya gadis!” kata pria itu tersengal-sengal.
Setelah belasan menit, kurasakan pria itu akan orgasme, ia mendengus-dengus dan meningkatkan genjotannya padaku, sesekali tangannya menampar dan meremas pantatku. Ketika vaginaku berkedut-kedut dan kembali mengucurkan cairan kewanitaan, pria itu membenamkan penisnya sedalam-dalamnya hingga terasa medesak rahimku, lalu terasa benda itu menembak-nembakkan hangat yang begitu banyaknya sampai sebagian meluap ke luar. Oooh... harus kuakui, ini indah sekali. Setelah si kumis mencabut penisnya, si cepak yang mulai pulih menghampiriku.
“Berbaring aja di sofa cik, sambil istirahat!” kata pria itu yang hanya kujawab dengan anggukan kepala.
Aku pasrah saja ia mengangkat tubuhku dan dibaringkan di sana. Ia menindihku dan merentangkan kedua tanganku ke atas. Mulailah ia menjilati tubuhku yang sudah berkeringat ini, terutama di bagian-bagian sensitif seperti leher, ketiak dan payudara. Ia begitu gemas melumati payudaraku yang membusung indah. Aku pun menggelinjang merasakan sensasi seperti melayang-layang di atas awan. Saat itu si kumis dan si botak berdiri menghimpit tubuh Mbak Wulan, si botak di depannya menghela pinggulnya sehingga penisnya mengaduk-aduk vagina wanita itu. Dari belakang, si kumis mendekap tubuhnya sambil menciumi leher jenjang dan bahu wanita itu. Setelah puas melumat payudaraku hingga meninggalkan bekas cupangan dan jejak liur, ia naikkan kaki kiriku ke pundaknya. Penisnya yang sudah keras ia gesek-gesekkan pada bibir vaginaku. Aku menggigit bibir bawah saat benda itu sedikit demi sedikit memasuki vaginaku.
Pria itu mendiamkan penisnya tertancap di vaginaku, sepertinya ia ingin meresapi kenikmatan yang menjalar dalam dirinya dari pijatan-pijatan dinding vaginaku.
“Hufffftttt... legit banget ci!!” ceracaunya.
Habis berkata barulah ia mulai memaju-mundurkan batangnya hingga semakin cepat. Tempo gerakannya kini sudah mulai stabil, sedang dan mantab sehingga aku mulai menikmatinya dan tidak ingin ini buru-buru berakhir. Kulingkarkan kedua kakiku ke pinggang pria yang bahkan namanya pun tidak kutahu ini. Birahiku makin bergelora menyaksikan tatapan Ricky dan Pak Satrio pada kami dan juga Mbak Wulan yang sedang dithreesome.
“Aakh... uuuhh... terusss bang...” spontan itu terlontar dari mulutku yang menyuarakan hasrat terdalamku tanpa sengaja.
Pria itu menyetubuhiku selama lima belas menitan hingga aku merasakan sebentar lagi akan mencapai orgasme lagi. Mataku membeliak ke atas hingga memutih dan saat orgasme itu akhirnya datang, tubuhku pun melengkung.
“Aaaaahhhh... baanngg... saya sampai!!” aku mengerang keras menyambut terpaan gelombang nikmat itu.
Si cepak menghentikan gerakannya sejenak, ia mengecup dan memagut bibirku yang kubalas mesra sebagai ungkapan terima kasih sudah membawaku terbang ke atas awan kenikmatan. Lagi-lagi aku memikirkan Ricky, apa yang dipikirnya melihat aku mencium mesra ‘pemerkosa’ istrinya di hadapannya. Plop... pria itu mencabut penisnya dari vaginaku lalu menaiki dadaku. Penis yang masih ereksi dan basah oleh cairanku itu ia jepit di antara kedua payudaraku dan ia maju-mundurkan di situ. Tidak sampai lima menitan, ia melenguh sambil meremas payudaraku lebih kencang. Cairan putih kental menyemprot membasahi wajahku, beberapa kali cipratannya masuk ke mulutku sehingga aku pun menelannya. Terasa sekali aromanya yang tajam dan rasanya yang asin, oohh... aku merasa seksi sekali disiram sperma di depan suamiku sendiri, sungguh hasrat liar yang selama ini terpendam itu telah muncul ke permukaan. Saat itu, Mbak Wulan sedang duduk di sofa menggenggam penis si kumis dan si botak yang ia oral dan kocok bergantian sampai tak lama kemudian si botak melenguh panjang dan menyemburkan penisnya ke wajah wanita itu. Mbak Wulan membuka mulutnya menangkap cipratan sperma si botak sambil terus mengocok penis si kumis. Penis itu lalu ia masukkan ke mulutnya dan dihisap hingga pipinya kempot.
“Oooohhh... bbbuuu... anjrit edan!!” ceracau si botak.
Kini Mbak Wulan tidak nampak seperti diperkosa, lebih terlihat seperti ia menaklukkan kedua “pemerkosa” itu. Akhirnya ia melepaskan penis si botak yang sudah menyusut dan beralih ke si kumis yang juga dibuatnya melenguh nikmat oleh hisapannya. Kepala Mbak Wulan maju mundur mengoral penis pria itu.
“Ouugghhh...” erangan pria itu mencapai orgasme.
Dengan rakusnya Mbak Wulan menghisap penis yang kupastikan sedang menyemburkan sperma di dalam mulutnya. Mata pria itu membeliak-beliak merasakan teknik oral Mbak Wulan yang mumpuni. Tubuh Syane melemas sesaat, napasnya terdengar tersengal-sengal, matanya menatap sayu ke arah. Tiga pria itu ambruk sudah, dekikian pula aku, tubuhku kurasa begitu penat.
Tiga pria itu meninggalkan kami setelah pamit. Ricky menghampiriku yang masih terbaring lemas setelah ikatannya dilepaskan oleh Mbak Wulan. Menurutku di bagian akhir akting tiga pemerkosa itu kurang meyakinkan, kok jadi sopan sampai pamitan segala, mana balik didominasi oleh Mbak Wulan pula, tapi overall ini pengalaman seks yang seru.
“Lu gimana Len? Baik-baik aja?” tanyanya.
“Yah... as you see lah!” jawabku lemas, “uuhh... gua perlu mandi dulu, udah lengket-lengket nih!”
Aku memejamkan matanya, meresapi hangatnya air shower mengguyur tubuhku. Bayangan tentang yang baru terjadi tadi masih demikian jelas, tubuhku dijarah tiga pria di hadapan suamiku sendiri. Pikiranku tengah bertualang.
“Kok bisa sih kita ikutan retreat seperti ini?” tanyaku dalam hati sambil menengadahkan kepala merasakan siraman air pada wajahku.
Tiba-tiba pintu terbuka dan aku melihat ke samping menemukan Ricky masuk. Ia sudah telanjang dan menghampiriku, dipeluknya tubuhku dari belakang.
"Tadi itu pengalaman ter-edan dalam hidup gua" kataku sambil menggenggam tangannya
"Tapi lu nikmatin ga?" tanyanya mempererat pelukan
Aku tak tahu harus menjawab apa, hanya menghela nafas panjang.
“Lu sendiri gimana perasaan lu setelah liat tadi itu?’ tanyaku.
“Hard to say... campur aduk” jawabnya sambil mencium pundakku.
“Kita sama-sama udah nyobain ML sama orang lain, kedudukan kita sama kan?”
“Lu ada ML sama Mbak Wulan, sama tiga cowok lagi, lu lebih dong!”
“Yeee... itu pemanasan masa mau lu itung juga?”
Kami tertawa, Ricky lalu mengambil sabun dan membalurinya ke tubuhku. Kami berpagutan bibir lalu aku berlutut meraih penisnya yang ereksi.
“Perlu gua lemesin?” aku menawarkan diri.
Dia menggeleng, “gak usah, sekarang istirahat aja, masih ada besok”
Aku merasa beruntung memiliki suami yang pengertian, dari penisnya yang ereksi aku tahu ia masih birahi dan butuh penuntasan, namun ia tidak memintanya karena tahu aku lelah setelah melayani tiga pria. Aku harus melakukan yang terbaik baginya.
“Ya udah pake mulut aja yah, sebentar, supaya tidurnya juga enak hihihi” kataku lalu mulai menjilati batang itu sebentar sebelum kumasukkan ke mulut.
Kusedot-sedot penis suamiku itu dan kumainkan lidahku sedemikian rupa agar bisa menyapu bagian kepala dan lehernya. Tanganku pun tak diam, kuurut-urut benda itu hingga terasa bergetar dan akan segera menyemburkan isinya. Sekitar sepuluh menitan kuoral, Ricky pun mengerang nikmat dan memegangi kepalaku. Spermanya muncrat di mulutku dan segera kuhisapi hingga mauk, kutelan seluruh cairan putih kental itu. Setelah menyelesaikan mandi kamipun naik ke ranjang bersama. Sebenarnya dianjurkan agar setiap pasangan selama retreat ini harus tidur dengan pasangan lain, bukan pasangan sendiri. Namun pasutri Surabaya itu agaknya mengerti keadaan kami yang pendatang baru yang belum terlalu siap untuk tidur dengan yang bukan pasangan. Malam itu kami sudah lelah, ngobrol-ngobrol sedikit dengannya aku pun terlelap ke alam mimpi dalam dekapan hangat suamiku.
Day 2
POV RickyPesan WA dari admin retreat yang masuk pagi itu ke smartphoneku menyuruhku untuk jogging di halaman depan, sendirian, tanpa ditemani Helen. Maka setelah menikmati sarapan roti selai dan kopi yang disediakan Helen, aku pun pamit untuk itu. Kami berciuman bibir selama lima menitan sebelum aku melepaskannya dan menepuk pinggulnya.
“Oke, see you yah!” pamitku
“See you too!” balasnya.
Memang olah raga ringan ini perlu kami lakukan, supaya tidak jenuh berada di dalam pondok terus. Nyaman rasanya berolahraga pagi di halaman depan yang hijau dan dikelilingi pepohonan rimbun sehingga udaranya pun sejuk dan bersih dari polusi, tidak seperti di ibukota.
“Hai Ricky!” sapa sebuah suara wanita setelah aku berputar satu putaran.
“Mbak Wulan, sendirian aja?” sapaku.
Ibu beranak dua itu tampil cantik dengan rambut panjangnya diikat ke belakang memakai kaos longgar dan celana pendek.
“Iyalah, kan disuruh gitu sama admin”
Aku baru mengerti, ternyata kami sedang dipasangkan dengan pasangan lain. Kami mengobrol sambil berlari kecil mengelilingi pekarangan. Di sekeliling kami yang terdengar kicauan burung menyambut pagi dan semilir angin, adem sekali suasananya.
“Ntar siang bakal ada yang datang lagi, pasti mulai rame hari ini” kata Mbak Wulan.
“Ooh iya, kemaren Grace juga ngomong gitu ke kita” kataku, “eeemm... Mbak, mau tanya, setelah ikut retreat ini hubungan kalian gimana pengaruhnya?”
Ia tersenyum membuatnya semakin manis, “pengaruhnya ke kita yah, as you can see, Mas Satrio itu tadinya udah kurang bergairah soal seks, ya maklum lah ya, udah ampir kepala enam, tapi setelah ikut ini dia jadi lebih semangat yang pada akhirnya hubungan kita juga makin hangat, pokoknya Rick, ini tuh cuma main badan aja, jangan sampe main hati, di sini tuh kita melakukan sesuatu di luar norma-norma yang bikin kita makin terbuka dan juga makin hangat” tuturnya dengan logat Jawa Timur yang medok.
Aku mengangguk-angguk, “dulu siapa yang ajak ikutan ini?”
“Teman aku, waktu itu kita juga lagi jenuh sama sex life, kalau kamu gimana?”
“Sepupu saya hehehe... Ryan namanya, mungkin Mbak pernah ketemu dulu”
“Ryan... yang kacamata, nama istrinya Viona?”
“Itu dia, lho Mbak tau yah?”
“Iya... itu waktu pertama kali kita ikutan retreat ketemu dia, kuat juga loh dia. Oalah... jadi kamu tu sepupunya toh”
Kami bercengkrama sangat akrab hingga akhirnya memelankan lari kami
"Capek?" tanyaku sambil memeluk pinggang rampingnya.
“Lumayan, istirahat bentar di situ yuk!” ajaknya menunjuk ke sebuah bangku panjang dari batu di bawah sebuah pohon rindang.
Ia meraih tanganku dan menuntunnya ke sana.
“Minum mbak?’ tawarku setelah membuka botol air minum.
“Thanks!” katanya menerima dan meneguk isinya, lalu menyodorkannya lagi padaku.
“Pheeww... enak yah suasanya” kataku setelah meneguk air dan menyeka keringat di dahiku dengan handuk kecil yang kubawa.
“Kamu masih kuat?” tanya Mbak Wulan.
“Kuat apa nih? Lari atau.... “ pancingku.
Ia tersenyum penuh arti dan kami saling berpandangan hingga akhirnya ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku langsung menanggapi, kami pun berciuman penuh gairah. Tanganku mulai merayapi paha mulusnya, bahkan lalu menyelinap ke bawah kaosnya. Ia juga meraih selangkanganku menggenggam batang penisku dari luar membuatku merinding. Kami mulai hanyut dalam hasrat yang mulai terbangkitkan. Mbak Wulan adalah good kisser, ia melumat bibirku dengan lahapnya sehingga awalnya aku agak gelagapan. Setelah adaptasi barulah aku bisa mengimbanginya dengan permainan lidah yang saling belit dan saling bertukar ludah. Kami berhenti sebentar, ia mengangkat tangan untuk membiarkanku meloloskan kaosnya. Wow... ternyata ia tidak memakai bra sehingga payudara montok dengan puting coklat itu langsung terlihat. Berikutnya aku melucuti celana pendeknya, sama seperti atas, bawahannya pun ia tidak memakai dalaman.
“Sini! masa aku thok yang telanjang!” ia ganti melucuti pakaianku
Kini kami telah telanjang bulat di taman, serasa Adam dan Hawa di Eden, butir-butir keringat nampak membasahi tubuh kami.
"Wow...udah ngaceng gini Rick!" katanya sambil menggenggam batang penisku.
"Iya, punya Mbak juga udah basah gini...masukin aja yuk!" kataku sambil memegangi selangkangannya yang mulai basah.
“Ojo buru-buru dong! Kamu berdiri dulu!” perintahnya.
Aku ikut saja yang diperintahkan wanita itu. Dengan lembut ia mulai mengocoknya sehingga akupun mendesah nikmat. Tanganku meraih payudara Mbak Wulan dan meremasinya, putingnya kupencet-pencet hingga mengeras. Sebentar kemudian, ia mulai mengulum dan menghisap penisku.
“Sshh... aduh Mbak… enak banget sepongannya… aah!!” desisku.
Ia mengoral penisku hingga sepuluh menit kemudian, “ayo Rick, sekarang aja, udah pengen nih!” pintanya sambi terus mengocok lembut penisku.
Aku yang sudah horny berat tentu mengiyakannya, maka kuajak dia ke bawah pohon. Wanita itu menyandarkan kedua lengannya pada batang pohon besar tersebut dan menunggingkan pantatnya ke arahku. Langsung saja kutempelkan moncong penisku ke mulut vaginanya dan kudorong hingga melesak masuk. Tanpa buang waktu aku mulai mengayun penisku, vaginanya juga bereaksi, makin lama makin basah sehingga makin lancar gerak maju-mundurku. Angin pagi yang sesekali bertiup menimbulkan gemerisik dedaunan seolah mengiringi keindahan senggama di alam terbuka ini. Mungkin pada jaman purba dulu beginilah manusia melakukan hubungan seks karena belum mengenal rumah dan pakaian.
“Lebih cepet Rick!!” pintanya di tengah desahan
Sesuai permintaan, aku pun mempercepat ayunan penisku dalam jepitan liang kewanitaannya, tanpa sungkan-sungkan lagi ia merespon dengan goyangan pinggulnya yang liar. Persetubuhan di alam bebas seperti ini sungguh memberi sensasi tersendiri, sungguh sesuatu yang indah. Tanganku tiada hentinya meremas-remas payudaranya sehingga aku merasa persetubuhanku dengan wanita itu lengkap nikmatnya.
"Duh.... Rick, punyamu ini enak tenan..." ucap Mbak Wulan di sela-sela genjotanku.
Setelah agak lama, kami berganti gaya, Mbak Wulan bersandar pada batang pohon dan satu kakinya kuangkat lalu kembali kutusuk vaginanya dengan penisku. Ia memelukku erat, dadaku bergesekkan dengan payudaranya, kuciumi bibirnya sehangat birahiku yang sedang melayang-layang di sorga kenikmatan. Akhirnya pada suatu saat Mbak Wulan berbisik terengah di dekat telingaku
"Rick... aku... udah mau..."
"Kita barengin ya mbak... gua juga udah mau"
"I... iya Rick... biar enak..."
Aku pun menggenjot dengan gerakan yang lebih cepat sampai akhirnya aku merasa seperti melayang tinggi penuh kenikmatan. Mbak Wulan mulai mengejang, kurasakan kuku di jarinya menggores punggungku.
“Aaahhh!!” rintihnya kencang.
Aku pun makin mempergila ayunan pinggulku, sambil mencengkram kedua bongkahan pantatnya. Dan akhirnya kami seperti manusia kerasukan, sama-sama merintih agak kencang. Aku mendengus sambil membenamkan penisku sedalam-dalamnya. Pada saat yang sama, cairan hangat mengucur dari vagina Mbak Wulan menghangatkan penisku yang berkali-kali memuntahkan cairan kental hangatnya, liang vaginanya berkontraksi cepat meremasi penisku yang masih merojok-rojoknya. Sungguh nikmat orgasme pertamaku bersama wanita beranak dua ini, kami berpagutan menikmati sisa-sisa gelombang kenikmatan yang mulai surut.
“Masih mau lanjut?” tanyaku.
“Udah dulu lah, simpen tenaganya, waktu kita masih panjang, acaranya juga masih banyak!” ia melepaskan diri dari dekapanku dan memunguti pakaiannya, “ingat di acara ini harus hemat tenaga biar bisa nikmatin semuanya!”
Setelah berpakaian, kami pun bergandengan kembali ke pondok.
Terakhir diubah oleh moderator: