Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI CINTA DUA DUNIA

Status
Please reply by conversation.
Bagian Tiga

1





Jagala Sancang melayang menuju Balai Kuta. Matahari pun mulai meredup. Beberapa jenis demit melata mulai terbangun dari tidurnya. Bahkan satu dua sudah ada yang berkeliaran mencari makan di antara ketiak dedaunan sengon laut. Matanya yang awas segera mengenali ribuan Buta Pekerja yang sangat rajin, berbondong-bondong menuju rumpun-rumpun bambu laut di utara. Mahluk halus yang tingginya setara pohon kelapa itu mengesot di tanah dengan cepat, mereka bekerja mengumpulkan buluh-buluh bambu laut untuk dibarter di Pasar Lawu. Segala jenis mahluk halus yang melata di atas tanah, sangat membutuhkan buluh bambu untuk berbagai keperluan hidupnya, tetapi umumnya mereka menggunakannya untuk pengobatan.

Sekilas dilihatnya “delman besi” yang dikendarai cucunya itu melaju kencang, dikawal oleh sejumlah Punggawa Kuta yang melayang di samping kiri dan kanan serta di atas “delman besi” itu. Secara diam-diam hatinya merasa khawatir dengan kondisi cucunya. Tubuhnya yang gagah itu di mata Jagala sangatlah rapuh.
“Paling kuat juga dia hanya bisa bertahan sampai delapan dasa warsa (80 tahun).” Bisiknya dengan gereget. Sama seperti ayahnya Radian Surendra Brata, cucunya Wiguna tak memiliki tanda hitam di punggungnya untuk dicangkok sayap biduri.
“Andai dia memiliki tanda hitam, tentu akan kucangkok dengan Biduri Katumbiri. Bisa dipastikan nanti dia akan tumbuh menjadi lelaki langit lelanang jagat yang merajai wilayah utara.” Katanya dalam hati sambil berangan-angan.

Namun satu hal yang paling dikhawatirkan Jagala adalah sepasang mata coklat cucunya yang berbinar penuh amarah. Hal itu bisa dipahami oleh Jagala mengingat kematian orangtuanya yang tak jelas sebab musababnya. Sepasang mata cucunya itu memancarkan sorot rasa penasaran yang gelisah. Seperti anak macan yang baru tumbuh cakar dan taring tapi bingung ke mana harus mencari mangsa buruan.

Sambil melayang, Jagala mengepruk keningnya untuk menghilangkan pikirannya mengenai alam Manusia Atas yang ruwet, njelimet, kejam dan penuh aturan aneh. Dia hanya bisa berdoa kepada Hyang Widhi agar senantiasa melindungi cucu satu-satunya yang merupakan keturunan terakhir Ilirwangi, putra pertama Prabuwana Siliwangi yang sudah lama mangkat, dan kini jasadnya dimakamkan di bawah dasar Hutan Kuriang di lembah larangan Negri Sancang.

Tiba di gerbang Balai Kuta, warga negeri Sancang sudah berkumpul demikian juga dengan sejumlah Dana Mentri telah hadir. Sementara ke 4 Dayang utusan Ratu Ario Palantis, yang ditugaskan untuk memantau dan membantu negri Sancang, sudah lagi menyusun dan menginventaris barang-barang persembahan cucunya itu sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Sri Kandhi yang merupakan pimpinan dayang utusan, langsung mendekati Jagapala untuk melapor. Dia sudah lagi melepas kerudungnya dan membiarkan rambut peraknya yang halus bergelombang, berkibar-kibar tertiup angin. Sayapnya yang biru transparan meguncup di punggungnya yang putih bagai buih lidah ombak.

“Sembah sendika Pangeran, kami sudah mengatur semuanya untuk pembagian yang merata kecuali Paneker Geni yang jumlahnya ada 20, sedangkan jumlah para Dana Mentri dan Hulu Balang Negri jumlahnya 60, mereka masing-masing ingin mendapatkan satu. Paneker tidak mungkin dipecah, nanti fungsinya hilang. Mohon nanti Pangeran yang mengambil kebijakan.”
“Aku kagum padamu Kandhi, kamu cantik dan cerdas. I ya nanti kuambil kebijakannya.”
“Sembah Sendika Pangeran, untuk tembakau bungkus hijau dengan huruf “A” itu, kami sudah memecahnya dan membagikannya kepada seluruh staf Balai Kuta yang laki-laki. Khusus untuk para Dana Mentri, mereka mendapat tembakau (rokok kretek) selonjor penuh (sebatang) sedangkan untuk para Hulu Balang seperempat lonjor, sedangkan sisanya dibagikan secara merata kepada seluruh warga laki-laki.”
“Terus aku sendiri bagaimana? Kamu inget itu adalah barang persembahan cucuku?” Kata Jagala dengan masgul.
“Sembah Sendika Pangeran, tentu saja sebelumnya sudah dipisahkan satu paket penuh yang masih tersegel beserta paneker geni-nya yang berwarna biru.”
“He he he kukira kamu lupa.” Kata Jagala dengan lega, “bagus-bagus. Eh, Kandhi, nanti kalau kerjaan ini sudah selesai, aku ingin bicara denganmu secara “empat sayap”. Kamu jangan kasih tahu rekanmu yang lain, nanti mereka cemburu.”
“Sembah sendika, apa maksud Pangeran?”
“Nanti saya jelaskan.”
“Sembah sendika Pangeran, tapi Kandhi belum cukup umur. Mungkin satu atau dua purnama lagi, itu pun Pangeran harus minta restu dulu sama orang tua hamba di Palantis dan restu Putri Roro Ayu, majikan hamba.”
“Kamu itu otaknya ke sanggama (hubungan sex) melulu. Aku tidak akan meminta kawin sama kamu, pejuhku (sperma) tinggal beberapa tetes lagi, tak mungkin sanggup mengenyangkan perutmu. Ada kerjaan khusus. Tapi kalau kamu menolak ya sudah, aku akan menyuruh si Kunthi saja.”
“Sembah sendika Pangeran, maaf atas kelancangan hamba.”
“Mau tidak?”
“Sembah Sendika Pangeran, siap mau.”
“Baik, sekarang umumkan kepada semuanya untuk mengantri satu-satu, saya akan berikan barang persembahan cucuku dengan tanganku sendiri.”
“Sembah sendika Pangeran.” Kata Sri Kandhi sambil undur diri.





2





Usai pembagian barang persembahan, Jagala merasa letih sekali. Dia terbang menuju rumah pribadinya di belakang Candicara yang terbuat dari lempengan batu karang yang sudah dihaluskan. Candicara itu dibangun oleh Ratu Ario Palantis sebagai tempat Upacara Sumpah Setia negri Sancang terhadap kekuasaan Kerajaan Palantis. Kerajaan Palantis itu sendiri letak ibukotanya berpusat di Pulau Batu Dingin, di wilayah paling selatan bumi dunia bawah. Selain itu, Candicara juga digunakan sebagai tempat upacara ritual pembakaran Akar Bahar Laut dengan mantra-mantra yang telah ditetapkan oleh Kerajaan Palantis. Namun, secara umum, mantra-mantra itu isinya adalah permohonan kepada Hyang Widhi agar kekuasan Ratu Palantis abadi selama-lamanya.

Sesuai perjanjian, pada saat kelepak pertama burung-burung malam terbang melintasi negri Sancang, Sri Kandhi datang melayang. Dia masih mengenakan pakaian resminya sebagai Dayang Utusan, yakni selendang biru yang membalut pundak hingga ke bagian mata kaki. Sayap biru transparannya mengembang lalu menguncup saat tiba di luar rumah Jagala.
“Masuklah Kandhi.” Kata Jagala dengan suara tenang.
“Sembah Sendika Pangeran.”
“Sudah, duduk saja, jangan banyak peradatan. Aku sudah letih sekali dan ingin mengaso, jadi aku akan langsung berbicara intinya. Begini, ini lihat, kerikil-kerikil ini aku kumpulkan dari empat penjuru negri Sancang selama puluhan warsa, aku berhasil mengumpulkan sebanyak dua bungkus kulit bajing. Kerikil-kerikil ini sangat disukai cucuku, aku telah memberikannya satu bungkus, satu bungkus lagi akan aku berikan nanti pada saat yang tepat. Nah, begini, dulu aku pernah diundang Ratu Palantis ke istananya di Puseur Pulau Batu Dingin, terus aku sengaja berjalan-jalan di halaman belakang istananya, kulihat banyak sekali kerikil-kerikil warna-warni seperti ini. Nah, jika kamu nanti pulang ke negri Palantis, kamu tolongin aku pungutin barang sekantung atau dua kantung, kalau kamu ke sini lagi, kamu bawain ke aku. Itu akan aku hadiahkan buat cucuku.”
“Sembah Sendika Pangeran. Itu gampang, bisa Kandhi kerjakan dengan mudah. Tapi…”
“Tapi apa?”
“Dari Istana Putri Roro Ayu ke Istana Ratu Ario kan jaraknya cukup lumayan Pangeran, bikin punggung dan sayap hamba jadi agak beku. Belum lagi kalau Kanjeng Putri nanyain mau ke mana? Hamba harus jawab apa? Apa harus bilang terus terang mau mungutin kerikil di halaman belakang Istana Ratu buat hadiah cucunya Pangeran Jagala Sancang? Ampun sembah sendika Pangeran, Kandhi tentu akan jadi bahan tertawaan…”
“He he he… tentu saja usaha kerasmu akan aku ganjar dengan ini.” Kata Jagala sambil mengeluarkan sisir plastik hadiah dari cucunya.
“Ampun sembah sendika Pangeran, sisir hamba sudah punya terbuat dari tulang ikan senggigi.”
“Oh ya tentu saja kamu sudah punya, tapi sisir ini istimewa. Takkan lekang oleh air atau dingin.”
“Sembah sendika Pangeran, sisir tulang senggigi sudah cukup bagi hamba.”
“Kalau begitu ya sudah, kamu keliling di dalam rumah ini, cari barang yang kamu suka dan layak.”

Sri Kandhi yang cerdik itu menyembunyikan senyumnya, lalu melayang-layang ke sana kemari. Sepasang matanya yang biru besar itu berputar-putar sementara sepasang sayapnya mengembang, dia merasa ekstasi untuk menemukan benda-benda aneh yang terdapat di rumah Pangeran Sancang ini. Walau pun kediaman pejabat tertinggi negri Sancang ini cukup mewah untuk ukuran penduduk negeri ini, namun kemewahannya tak mungkin dibandingkan dengan kediaman para Pangeran di negeri Palantis yang besar dan luas. Meskipun begitu, beberapa koleksi benda-bendanya cukup unik dan menarik, namun ternyata tak ada satu pun yang cukup menarik Sri Kandhi, sampai dia menemukan sebuah kertas berukuran 6 X 9 cm yang berisi gambar seorang laki-laki memakai topi hitam dan jubah hitam.

Sri Kandhi terbelalak menatap gambar itu. Semuanya mirip dengan orang aslinya yang pernah dia lihat di depan pelataran Candicara. Dia menyukai lelaki manusia atas itu.
“Jangan yang itu.” Kata Jagala sambil memburu ke arah Sri Kandhi, “ini satu-satunya yang aku punya, dikirim oleh ayahnya ketika di wisuda setelah menjadi sarjana.”
“Benarkah kontolnya sudah disunat?” Tanya Sri Kandhi dengan ekspresi penasaran.
“Tentu saja, dia disunat waktu umur 7 warsa.”
“Ouw! Pasti lezat kalau dihisap…slurf…slurf…” Sri Kandi menghayal sambil menghisap jempolnya.
“Punyaku juga mirip persis seperti cucuku jika kamu mau mengisapnya.” Kata Jagala dengan senyum dikulum.
“Ampun, Pangeran!”
“So-sorrriii.”
“Gambar ini sama sisir! Nanti kuambilkan kerikil sekantung kulit perut beruang. Setuju?”

Jagala terdiam beberapa saat. Dia berpikir, di rumah cucunya gambar-gambar seperti itu cukup banyak, bahkan ada yang sangat besar, “tidak, aku tidak rugi bila kutukar.” Katanya dalam hati.

“Sembah sendika Pangeran, bagaimana? Setuju?” desak Sri Kandhi dengan tidak sabar.
“Baiklah, walau dengan berat hati.”
“Hore!” Seru Sri Kandhi sambil terbang berputar seperti kincir angin saking gembiranya.
“Tapi awas kalau kamu cidera janji, aku akan mengambil rahimmu hingga kau takkan bisa punya anak.”
“Sembah sendika Pangeran, hamba akan menepati jani.”

Ketika Sri Kandhi ke luar dari rumah Pangeran Jagala Sancang sambil berputar-putar gembira, diam-diam dari balik rerimbunan daun pohon Kiara, sepasang mata berwarna hijau melotot karena cemburu.

“Dia pasti menggunakan gambar Pangeran Wiguna buat coli, huh, sebel!” katanya dengan nada yang sangat kesal.







3





Putri merasa cemburu ketika Dewi dan Ningrum mengerumuni Gugun. Mereka menciumi telinga lelaki itu dan mencoba melepaskan bajunya. Putri marah, dia menendang ke dua adiknya itu hingga terpental jauh dan menghilang entah ke mana. Lalu dia sendiri menelanjangi Gugun yang ternyata berubah jadi boneka. Putri ingin sekali melihat kontol Gugun tapi boneka itu kempes dan digantikan oleh Bang Juli. Putri kecewa sekali. Padahal dia berharap bisa bercinta dengan Gugun. Dia pun berpaling dan melihat ke jendela.

Putri membuka matanya. Ah, syukurlah cuma mimpi.

Dari jendela mobil, bintang-bintang berlarian ke belakang. Langit biru kelam dan indah. Perutnya keroncongan dan dia melirik ke arah Wiguna yang sedang nyetir sambil mengunyah biskuit gandum.

Putri tersenyum ke arah lelaki itu.
“Kamu cantik kalo lagi tidur.” Kata Wiguna dengan mulut penuh biskuit.
“Apa?”
“Kamu cantik kalo lagi tidur!”
“Kalo udah bangun, apa masih cantik?”
“Sedikit.”
“Kalo gitu aku tidur lagi.” Kata Putri cemberut.

Wiguna tertawa kecil.

Mobil terus melaju. Beberapa menit kemudian mereka tiba di sebuah bangunan minimalis tahun 90-an. Sebuah bangunan sederhana yang memiliki halaman yang sangat luas. Wiguna mengarahkan mobilnya ke depan lobby dan berhenti tepat di situ. Dari luar tertulis jelas bangunan itu bernama Hotel Dharma Raja, walau tulisannya sudah buram tapi Putri bisa membacanya dengan baik.

Sekejap kepala Putri diamuk oleh bayangan ranjang hotel yang nyaman, tenang tanpa gangguan dan si pegawai baru itu tiba-tiba berusaha melepas kaos dan singletnya. Aw! Dia akan berpura-pura berontak, tangannya akan menahan tangan lelaki itu. Lalu ada sedikit pergulatan tangan seperti adu pancho, Putri akan menggerakkan tangannya seolah-olah tak sengaja menyentuh kontol lelaki itu dari luar celananya. Pada saat itu, dia akan bisa menduga seberapa besar ukurannya. Jika sama dengan Bang Juli, Putri akan menahan hasratnya. Mematikannya. Lalu dia akan menjelaskan bahwa dirinya adalah Direktur Perencanaan, Keuangan dan Pengembangan Bisnis di PT. Cahaya Bintang Timur Group. Dia akan menunjukan berbagai bukti dan akan menelpon Papa bila perlu. Putri akan menunjukkan dirinya sebagai atasan si pegawai baru itu. Dengan cara seperti itu, dia berharap akan berhasil untuk meredam keinginan sex si pegawai baru itu. Tapi bila diperkirakan lebih besar, dia ingin melihatnya lebih dulu.

Dia sudah pernah melihat beberapa kontol pria. Ada yang dibayar, ada juga yang memperlihatkannya secara sukarela. Hanya penasaran saja, tidak untuk menyentuhnya atau mengentot memeknya. Tidak. Dia hanya ingin tahu kalau kontol Bang Juli memang sedikit di bawah ukuran standar, tapi bukan berarti itu lebih jelek. Ketika mereka pertama kali bercinta, dia mengalami beberapa kali “crit” saat kontol Bang Juli menusuk-nusuk memeknya. Selama 6 bulan pernikahan, Putri merasa dicukupi kebutuhan sexnya.

Tapi setelah Bang Juli terkena stress, kontolnya itu sulit sekali berdiri. Walau Putri berusaha dengan berbagai cara, terutama dengan Blowjob (mengemut dan mengisap batang kontol dengan menggunakan mulut) tapi tidak juga berhasil. Bertahun-tahun mereka berkonsultasi ke sexolog namun hasilnya nol. Meskipun Bang Juli tidak bisa ereksi, namun dia masih bisa ejakulasi dengan batang kontol yang lembek. Mungkin karena kedalamannya tidak cukup, sehingga sperma yang disemprotkan ke dalam memeknya seringkali ke luar lagi. Itulah sebabnya, selama 10 tahun menikah, mereka belum juga punya anak.

Putri pernah beberapa kali berniat selingkuh, tapi dia selelau menemukan pria yang tidak tepat. Terakhir kali dia mencoba berselingkuh adalah dengan Hokianto, seorang pria keturunan yang memiliki tubuh tinggi dengan tampang lumayan dan berkacamata. Itu terjadi kira-kira 2 tahun yang lalu. Mereka pernah bertemu selama beberapa kali tapi belum sempat melakukan apa-apa. Hanya ngobrol sebentar sambil sedikit saling menggoda. Suatu sore, usai kerja, Hokianto menelponnya dan mengajaknya makan malam di suatu hotel kecil di salah satu kawasan di Jakarta Selatan.

Mereka sebetulnya sudah saling menakar hasrat masing-masing sejak lama. Putri memenuhi ajakan Anto dengan harapan dia akan ngewe dengan lelaki setengah baya pengusaha tambang itu.Tiba di hotel, mereka makan di resto hotel tersebut dan saling memberi tanda bahwa mereka akan tidur dalam satu kamar. Sayangnya, ketika hidangan istimewa resto disajikan, tiba-tiba Putri ingat jika restoran itu adalah restoran daging babi terbaik di Jakarta. Dan ingatannya langsung melayang kepada Andreas, dia juga penggemar daging babi. Seketika hasratnya langsung mati. Memeknya yang semula mekar ingin diewe, mendadak layu. Gairahnya hilang dan dia segera pamit karena ada urusan mendadak.

Hokianto jelas kecewa. Sejak itu, dia tak pernah menghubungi Putri lagi. Sejak itu pula, Putri mengubur hasratnya dalam-dalam untuk mencari selingkuhan, sampai dia melihat si pegawai baru itu melangkah di pelataran parkir menuju mobil bututnya untuk pulang ke Garut.

Pada awalnya, Putri menduga lelaki itu bisa dibeli. Tapi setelah mengumpulkan informasi dari beberapa anak buahnya serta dari beberapa koleganya, terutama dari sejawatnya di PT. Global Mandiri Internasional, tahulah Putri jika cowok itu adalah cowok yang istimewa. Bahkan menurut informasi yang sangat rahasia, cowok itu ternyata pernah berhubungan dekat Theresia Ajani, owner perusahaan sekaligus istri seorang politisi kenamaan tanah air. Sampai dengan saat ini, tak ada seorang pun yang mengetahui mengapa Wiguna tiba-tiba menghilang selama 6 bulan dan bolos kerja sehingga akhirnya dia dipecat.

Satu hal yang membuat Putri sangat penasaran dengan cowok itu adalah karena dia diperebutkan oleh ke dua adiknya. Walau pun Dewi adalah janda dan Ningrum baru akan bertunangan, namun bukan berarti mereka telah kehabisan lelaki untuk saling memperebutkan pegawai baru itu. Kalau boleh Putri katakan, ke dua adiknya itu memiliki kecantikan di atas rata-rata bahkan kalau dibandingkan dengan artis-artis sinetron sekali pun.

Lantas apa sih keistimewaannya Gugun?

Semula Putri menduga adalah karena cara berjalannya yang tegap, stabil dan menarik. Cara berjalannya sama sekali tidak mirip cara berjalan seorang militer yang terlatih baris-berbaris. Tidak, tidak seperti itu. Cara berjalan cowok itu adalah cara berjalan alamiah seorang pejantan tulen yang hanya bisa dipahami oleh seorang wanita. Namun Putri keliru. Setelah kejadian tak terduga di rumah makan itu, Putri tahu sekarang. Keistimewaan Gugun adalah tubuhnya itu sendiri.

Wiguna mematikan mesin tapi dia tidak mencabut kunci kontak.

“Kakak tunggu sebentar.” Kata lelaki itu sambil membuka pintu mobil dan meloncat turun. Putri mengikuti gerakkannya dan kini dia berpikir bahwa Gugun kemungkinan besar akan memesan 2 kamar.

“Hhhh… aku berharap terlalu banyak.” Desis Putri pada dirinya sendiri. Pandangannya kini beralih kepada suatu bungkusan aneh yang terletak di atas dashboard. Dia ingat bungkusan itu tidak pernah ada sebelum dia jatuh tertidur. Sebuah bungkusan yang entah terbuat dari kulit binatang apa.

Sebelum Putri memuaskan rasa ingin tahunya tentang bungkusan itu berisi apa, seperti mendadak Gugun mendatanginya dari arah lobby hotel. Dia berdiri di luar jendela mobil yang terbuka.
“Kakak…” Katanya dengan nada sedikit ragu.
“Ya?”
“Mmm, apa kakak keberatan jika kita tidur dalam satu kamar?” Tanya Gugun dengan ekspresi khawatir.

Putri terdiam. Sejenak dia memainkan drama yang sebenarnya membuat hatinya mentertawakan dirinya sendiri.
“Gimana ya… “
“Gugun tidak akan berbuat macam-macam, Kak. Lagi pula kamarnya kamar super VIP, jadi sangat besar dan cukup lengkap. Gugun bisa tidur di sofa.”
“Ya udah, terserah kamu aja.” Putri berkata sambil meredam lonjakan hatinya yang menari-nari riang.

Gugun kemudian membalikkan badan, menghadapi seorang lelaki setengah baya yang ternyata sudah berdiri di belakangnya.
“Pak Seno, saya ambil.” Katanya kepada lelaki setengah baya itu.
“Baik, akan segera saya persiapkan.” Lelaki setengah baya itu berkata kemudian pergi memasuki lobby. Wiguna memanjat masuk dan melajukan mobil pelahan untuk memarkirkan mobil di halaman samping hotel.
“Kakak bawa baju ganti?”

Pertanyaan itu sedikit mengejutkan Putri. Dia selalu membekal baju ganti di kursi belakang, tapi itu cuma celana dalam, singlet, hem dan celana panjang kasual serta beberapa kaos polos santai. Dia menyesal mengapa tidak membekal gaun malam dan gaun piyama yang sexy untuk tidur.
“Bawa.”
“Kalau begitu ambil sekarang.” Kata Wiguna sambil mematikan mesin mobil. Dia menutup semua jendela secara otomatis lalu mengambil bungkusan kulit.
“Itu bungkusan apa sih?” Tanya Putri sambil meraih tas sport yang berisi pakaian ganti di belakang kursi.
“Kakak akan tahu sebentar lagi.”

Putri sedikit kesulitan meraih tas yang ternyata cukup berat. Wiguna membantu meraihnya sehingga tubuh mereka saling bersentuhan dan bergesekan, lagi. Sedikit teragitasi oleh sentuhan itu, Putri membiarkan Gugun mengambil tas sportnya dan membawakannya hingga ke meja lobby. Di situ dia menolak untuk mengisi formulir pendaftaran sendiri dan menyetujui saja formulir yang telah diisi oleh Gugun. Hatinya melonjak-lonjak saat mengikuti punggung lelaki itu yang berjalan mengikuti bellboy yang menjinjing tasnya.

Mereka mendaki tangga yang lebar dan landai yang terdiri dua kelompok 5 undakan berbentuk U rapat. Selesai mendaki undakan pertama, Putri langsung bisa tengadah dan melihat kusen pintu double yang terbuat dari kayu jati. Kedua sisi kusen dihiasi pot bunga berbentuk kotak warna putih. Bunganya berwarna merah, kalau Putri tak salah ingat bunga yang seperti itu namanya bougenville alias kembang kertas.

Tiba di atas undakan ke dua, Putri tahu di sana tak ada kamar lain.

Bellboy membukakan pintu dan Putri dikagumkan oleh interior kamar yang membuatnya terpana. Bahkan terpesona. Kamar itu luas sekali, lebih luas dari kamar hotel mana pun yang pernah disinggahi Putri. Setelah menyalakan lampu-lampu dan mengecek kamar mandi, bellboy itu kemudian menuju pintu lain yang terdapat di ujung ruangan. Itu adalah pintu balkon. Putri tak sabar dan memburu ke luar balkon. Di sana dia dibuat kagum yang sebenar-benarnya kagum.

Dia berdiri di balkon dan menatap langit biru yang jernih. Bintang-bintang bertaburan bagai berlian yang berkilauan sementara horizon yang terbentuk oleh permukaan laut selatan, agak melengkung. Sejauh mata memandang, hanyalah biru laut yang kelam dan biru langit yang cemerlang. Kedua warna biru itu menyatu, tapi terpisah oleh nuansa pandangan mata yang terbatas. Putri merasa dirinya seakan-akan berada di buritan kapal pesiar yang terombang-ambing di tengah lautan.

Sekarang Putri baru tahu bahwa kamar super VIP itu adalah satu-satunya sayap belakang bangunan hotel yang tampak dari fasad depan sangat sederhana. Sayap belakang ini dibangun di atas batu karang raksasa yang menonjol ke arah laut. Putri bisa merasakan lidah ombak menari-nari gelisah di bawah balkon. Mereka berdebur tak pernah berhenti, menjilat-jilat dinding karang seakan-akan berlomba-lomba untuk memanjat untuk masuk meloncat ke dalam balkon.

Putri tahu, lautan di depannya adalah laut selatan yang terkenal ganas dan penuh misteri. Namun, di atas balkon ini, keganasan dan kemisteriusan laut selatan hanya sebuah alun yang bergerak pelahan seperti diam. Namun debur ombak yang tak mau berhenti itu memberi tahu Putri bahwa laut selatan ini walau terlihat seperti diam, tapi kegelisahan di dalamnya jauh lebih hebat dari yang bisa dia bayangkan. Sama dengan dirinya. Walau di luar di bersikap tenang, namun jauh di dalam hatinya senantiasa berdeburan rasa gelisah yang tak tertahankan. Rasa gelisah yang bersumber dari hasrat terdalam seorang wanita yang selama bertahun-tahun tak pernah terpuaskan secara selayaknya.
wadau meni sae kieu cerita na ,,bahasa buhun kalaluar,,,mantapz pisan kang
 
Kalo mau jadi guru besar,sehari harus 5 kali absen..dan tiap 5 jam sekali jangan kelewat selama 6 bulan,kalo kelewat,wajib ngulang lagi..:p
Huaduuh ... Kalau dosennya ky kamu, mata kuliahnya : ilmu cara buat kue apem yg baik dan benar dan enak buat dijilatin 🤣🤣🤣
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd