Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Cinta Yang Tak Biasa

Obat Terbaik


Sudah dua bulan lebih anakku Fadil tidak ada perkembangan dalam ingatannya. Seolah ingatannya berhenti di usia 5 tahun. Memang jika dibandingkan dengan kondisi pada saat ia terbangun dari komanya sudah ada perkembangan. Tapi waktu itu rasanya hampir setiap bulan ada perkembangan yang cukup menggembirakan.

Aku memaksakan diri mengingat-ingat segala hal yang mungkin berhubungan dengan perkembangan ingatannya. Setelah menunaikan sembahyang malam, aku lama sekali aku membolak balik catatan harian yang biasa kubuat untuk merinci segala hal tentang anakku.

Masih mengenakan mukenah sambil duduk diatas sejadah, aku memang membiasakan diri untuk mencatat dan meneliti buku harian kesehatan Fadil setiap selesai melakukan ibadah sekitar jam 8 malam.

Adakah suatu hal yang lupa kumasukkan dalam buku harian ini ? Makanan yang dimakan Fadil ? Minumannya ? kegiatannya ? jalan keluar misalnya ? rasanya sudah kutulis semua.

Aku mengambil pinsil, lalu membuka halaman dengan tanggal yang sesuai pada saat Fadil ada perkembangan ingatan.

Beberapa kali ku bolak balik antara dua halaman itu yaitu ketika pertama kali fadil memanggilku "Bunda" saja, dan ketika Fadil berbicara "Bunda, aku mau ganti celana".

Dua perkembangan tersebut sangat terlihat menonjol. Apa yang terjadi sebelumnya ? aku mungkin sudah melihat seratus kali diantara dua halaman tersebut, melihat catatan tentang makanannya, minumannya, dll.

Deg.....

Jantungku berdegup kencang.

Jangan-jangan....

Deg deg deg deg......

Jantungku berdegup lebih kencang lagi.

Iya benar, ada yang tak kutulis di dua halaman itu.

Kenapa tidak kamu tulis ?

Karena itu membuat aku tidak nyaman, masa menuliskan itu....

Suara hatiku bertanya padaku dengan menyalahkan.

Menuliskan apa ? kan dokter bilang tuliskan semuanya, bukan cuman makanannya

Masa aku menuliskan bahwa Fadil mimpi basah ?

Tapi kan dokter bilang semuanya harus ditulis ?

Emang ada hubungannya ?

Sri... kamu liat baik-baik, dua halaman itu bertepatan dengan mimpi basah Fadil !

Aku tertegun..... suara hatiku benar.



Tak percaya, kubuka lagi dua halaman itu dan membandingkannya.

Iya.

Benar.

Aku menerawang keatas.

Kenapa pikiranku tidak sampai kesana ?

Karena kamu ngga konsen, kamu migrain terus.

Iya, aku migrain terus, ngga clear pikiranku.



Kepalaku seperti diingatkan, langsung terasa sakit.

Duh.

Tunggu Sri..... pikirin dulu perkembangan Fadil

Pusing ah.....

Kamu diselamatkan dari kecelakaan itu memangnya buat apa ?

Suara hatiku memojokkanku.

Buat apa ? tanyaku seakan bebal

Buat merawat dan menyembuhkan anakmu !



Seakan ada petir menggelegar, telingaku berdengung, dan aku merasa bebanku tiba-tiba bertambah berat.

Kesembuhan Fadil di tanganmu Sri

Ratusan paku terasa menancap di kepalaku. Sakit sekali. Pusing sekali.

Ya udah, aku menunggu sampai Fadil mimpi basah lagi.

Sampai kapan ? namanya mimpi tidak bisa diperkirakan datangnya.

Ya memang, aku kan ngga bisa memaksa dia supaya mimpi

Tapi kamu bisa memicunya bermimpi

Caranya ?

Masih ingat waktu kalian menginap di hotel sambil berhimpitan ?

Iya ingat.

Coba lagi.

Beneran ?

Suara hatiku tidak menjawab lagi.

Hoy !

Aku berteriak memanggilnya di hatiku

Sepi.



Kututup perlahan buku catatan harian itu.

Menatap sampulnya.

Perlahan kuselipkan pinsil ke halaman terakhir, lalu kusimpan di meja kecil tempatku menaruh peralatan sembahyang.

Dengan kepala sakit, aku bangkit dari sejadah, melipatnya rapi, menaruhnya di meja kecil.

Kulepaskan mukenah sambil pikiranku melayang, melipatnya, dan menaruhnya juga.

Hanya kukenakan bra dan celana dalam saja setiap kali aku mengenakan mukenah untuk sholat. Sehingga sekarang hanya itu yang kukenakan.

Setengah bugil, aku berjalan gontai kearah lemari baju.

Pikiranku masih melayang jauh.

Benarkah ?

Tidakkah itu suatu dosa ?

Jadi ingat masa dulu, setelah digauli mas Arman aku sering tertidur tanpa sehelai pakaianpun sambil memeluk Fadil yang masih balita.

Tapi Fadil sekarang sudah 18 tahun, walaupun mental dan ingatannya seperti anak 5 tahun.

Aku begitu menyayangi anakku, satu-satunya yang tersisa dari masa laluku.

Aku akan melakukan apapun yang harus kulakukan untuk anakku tersayang.

Begitu juga ide gila ini.



Aku melemparkan daster yang baru saja kuambil dari lemari.

Tanganku meraih bagian punggung.

Tass..... bra yang kukenakan terlepas dan meluncur ke lantai.

Dengan hanya mengenakan celana dalam hitam, aku berjalan gontai ke arah tempat tidur.

Sejenak tercenung di samping tempat tidur, kulihat Fadil tidur menyamping sambil memeluk guling.

Temaram lampu kamar 3 Watt jatuh di tubuhku, dan bayangannya menimpa tubuh Fadil.

Kuucapkan sebuah harapan.

Fadil..... sembuhlah nak.

Sambil menyingkirkan guling yang dipeluknya, aku naik ke tempat tidur.
Tempat tidur tua itu berkriyetan.

Kuloloskan celana pendek Fadil, begitu juga celana dalamnya.

Sepintas kulihat burungnya meringkuk, tidur.

Aku rebah di samping Fadil, memunggunginya.

Kuraih sebelah tangannya dan kulingkarkan di pelukanku sampai tubuh Fadil tertarik menjadi miring kearahku.

Kusimpan tangannya di dadaku.

Tapatnya di payudaraku yang tak seberapa besar.

Telapak tanganku menahan tangan Fadil agar telapaknya tetap berada disana.

Sebuah desiran aneh merayap.

Aku memejamkan mata.

Kugerakkan pantatku, beringsut, sampai beradu dengan selangkangan Fadil.

Kehangatan menyelimuti kami.

Perlahan, kurasakan sesuatu mengeras menekan pantatku.

Sambil tetap terpejam, kugerakkan pantatku hingga benda tersebut pas berada di tengah bongkahan pantatku yang masih bercelana dalam.

Aku menunggu.

Semenit.

Dua menit.

Tiga menit.

Benda itu makin keras dan erat menempel di pantatku.

Sebuah kaki Fadil tiba-tiba mengangkat, lalu menimpa kakiku.

Kedua kaki kami berhimpitan.

Seluruh bulu-bulu halus di tubuhku terasa merinding.

Pucuk payudaraku menegang.

Kutekan tangan Fadil lebih kencang menungkup buah payudaraku. Menghilangkan ngilu-ngilu yang terasa di pucuknya.



Sepuluh menit berlalu, kami berhimpitan.

Nafasku tersengal

Jantungku berdentangan seperti lonceng.

Hangat nafas Fadil menerpa tengkuk.



Ah..... aku merinding.

Lima belas menit berlalu. Fadil tak bergerak, tapi selangkangannya makin keras menempel di pantatku.

Ya Tuhan.... aku merindukan dipeluk mas Arman.

Dan dalam tubuh Fadil, mengalir darah mas Arman.


Kugoyangkan perlahan pantatku, menggesek selangkangan Fadil.

Secara naluri, dalam lelap tidurnya, dia menyambut gerakanku.

Bagian bawah kami bergesekan.



Selangkanganku kini terasa lembab, lalu menjadi sembab, dan akhirnya becek.

Gatal sekali bagian bawahku. Ingin disentuh.

Jangan Sri.... jangan sentuh.... kamu diam saja.

Tapi gatal sekali....

Jangan... kamu cuma bertujuan memancing Fadil untuk mimpi basah.

Ngga kuat....

Kamu harus kuat....

Sedikit aja.... aku mau nyentuh yg gatal

Jangan banyak alasan Sri....

Tidak jadi kusentuh bagian bawahku yang basah. Kuhela nafas panjang.

Kugigit bibir bawahku, sampai berdarah. Kutahan segala keinginan.

Dengan erat, aku menahan tangan Fadil di payudaraku.

Tubuh kami saling menghangatkan.

Selangkanganku makin gatal dan makin basah.

Kugerakkan pantatku perlahan, mencari posisi paling pas.

Sriiii.... diam

Suara itu mengingatkan.

Dan aku nurut, diam. Karena pada saat itu telah kutemukan posisi paling pas.

Ujung benda keras itu telah menempel di bagian paling sensitif dari bagian bawahku.

Batang kerasnya kukempit di kedua paha. Erat.

Makin gatal, aku bergerak sedikit.

Menjadi ngilu.

Aaaaaaaaah......

Desahanku tak mampu kutahan.

Sriiiii !! diam

Iya aku diam.

Aku diam sambil mengepit keras, menempel erat, lalu menekan kuat kuat.

Gelombang ngilu dan hangat merayap semakin kuat dari kaki ke paha.

Seakan darahpun mengalir deras dari jantung, ke tulang belakang, ke pantatku.
Terkumpul dan terus terkumpul, Seperti selang air yang tertahan makin kuat tekanannya.

Kugigit bibirku erat-erat.

Darah mengalir mengantarkan kehangatan, merayap terpusat ke bagian paling sensitifku.
Bendungan itu sekuat tenaga bertahan agar tidak jebol.

Perlahan merayap ke ujungnya. Makin gatal.

Kedua kakiku mengejang.

Sri..... tahan... janggan sampai je....

Tak kupedulikan suara hati itu. Aku tak mampu berfikir.

Ujung benda keras itu menekan bagian paling sensitifku.

Aku makin mengejang. Menahan agar tidak jebol.

Tiba-tiba kurasakan pelukan Fadil juga makin erat. Pantatnya bergoyang perlahan hingga kami bergesekan lebih keras.

Celana dalam yang kukenakan tak mempu menghalangi rasa yg semakin memuncak itu.


Kaki Fadil memiting kakiku dengan kuat.

Tiba-tiba Fadil menekan kuat-kuat batang kerasnya di selangkanganku. Tubuhnya mengejang.

Dalam tidurnya, Fadil mungkin tengah bermimpi.

Lima detik kemudian.....

Tubuh Fadil berkelojotan.

Kurasakan sebuah cairan panas memancar melumuri celana dalamku, disana, tepat di belahan nikmatnya.

Hangat sekali....

Oooooh....

Cairan hangat itu juga merembes melumuri ujung paling sensitif tubuhku dibawah sana.

Membuatku tak mampu lagi menahan seluruh rasa ngilu, geli, gatal dan nikmat.

Muncratan terakhir Fadil memicu jebolnya seluruh urat sarafku disana.

Aku mengejang. Bertahan.

Aaaaaaaaaaaaaakkkkkkhhhhhh......

Tubuhku melayang

Nafasku tertahan.

Tiga detik kemudian gelombang kenikmatan itu melanda.

Benteng pertahananku jebol.

Seluruh tubuhku bergemetaran kuat.

Kakiku berkelojotan.

Mataku mendelik.

Hkkkkkkkk......

Hkkkkkkk.....

Gelombang demi gelombang, aku terelanda, terhempas, bagai diserang tsunami kenikmatan.

Dua tahun aku tak mendapatkan rasa ini.

Lemas sekali tubuhku

Dosa kamu Sri.... itu anakmu....

Suara yang terkesan marah itu tak kupedulikan.

Aku tak sanggup berfikir. Tubuhku tak sanggup kugerakkan lagi.

Simpul-simpul syarat di kepalaku yang selama ini terasa sakit seakan terbuka lebar.

Fikiranku tentram nyaman.

Ngantuk.

Hmmmmm

Nyaman....

Nyamaaaaaan.....

Dan aku jatuh tertidur dengan celana dalamku berlumuran cairan lengket hangat.



****



"Bunda.... bangun.... kok bunda ngga pake baju ?"

Aku menggeliat.

"Bunda ini jam berapa ? Adil nanti kesiangan sekolah"

Kubuka mata.

Fadil berdiri di samping ranjang, menggondong tas sekolah yg dulu.

Aku tersenyum bahagia.

"Nanti Bu Nunung marah kalau Adil kesiangan, bunda"

Aku ingat... Bu Nunung adalah salah satu gurunya di SD.

Dengan penuh suka cita dan rasa bahagia.... aku bangkit dan memeluk Fadil. Bertelanjang dada, bercelana dalam saja. Penuh cairan yg mengering.

Erat.

Walaupun belum benar-benar kembali ingatannya... tapi aku bahagia, memori Fadil telah sampai pada tahap dia berada di SD.
Sedikit lagi nak... sedikit lagi ingatanmu pulih semua.

Ternyata benar.....

Mungkin seperti orgasme yang melepaskan seluruh simpul sakit kepalaku, begitu juga dengan simpul-simpul ingatan Fadil.

Air mataku meleleh di pipi.

Terima kasih.... Tuhan.

[bersambung]


Selamat menikmati, para suhu semua.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd